You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
ARDS juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik, adalah sindrom
klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi
setelah penyakit atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanis
yang lebih tinggi dari tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran yang luas dari factor
yang berkaitan dengan terjadinya ARDS, termasuk cedera langsung pada paru-paru
(seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti syok).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan ARDS. Tujuan penyajian makalah ini adalah sebagai bagian dari
metode pembelajaran di STIKes WIRA MEDIKA PPNI Bali dan untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai sistem respirasi. Pemahaman dan pendalaman yang lebih baik akan
membantu dalam menambah wawasan mengenai gangguan sistem respirasi

B. PERMASALAHAN
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan ARDS?

C. TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok yang
di berikan oleh dosen mata kuliah Sistem respirasi dan untuk menambah wawasan
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan ARDS.

D. METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah kepustakaan dan media
kepustakaan lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Anatomi Fisiologi Parnapasan
Pengertian bernapas secara harfiah adalah perpindahan oksigen (O2) dari udara
menuju ke sel-sel tubuh dan keluarnya karbondioksida (Co2) dari sel-sel menuju udara
bebas.
Sistem pernapasan atas terdiri dari hidung, faring, sampai ke laring. Sedangkan
saluran pernapasan bawah meliputi trakea, bronkus, bronkiolus dan paru-paru yang
berujung pada alveolus. Saluran pernapasa dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa yang bersilia. Gerakan silia akan mendorong lapisan mucus ke
dalam sistem pernapasan bawah menuju faring, dimana mucus akan tertelan atau
dibatukkan. Setelah itu, udara mengalir turun melalui trakea, bronkus, bronkiolus dan
sampai ke duktus alveolus.Trakea dan bronkus memiliki kartilago (cincin tulang rawan)
pada dindingnya, tetapi memiliki lebih sedikit otot polos. Paru-paru merupakan organ
yang elastis, berbentuk kerucut dan terletak di dalam rongga dada atau toraks. Di
rongga dada terdapat lapisan tipis yang kontinyu mengandung kolagen dan jaringa
elastic yang disebut pleura. Pleura parientalis melapisi rongga dada, sedangkan yang
menyelubungi paru-paru disebut pleura viseralis. Di antara kedua pleura tersebut
terdapat lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi memudahkan kedua permukaan
bergerak selama pernapasan.
Pernapasan spontan dihasilkan oleh picuan secara ritmik pada saraf motor yang
menginervasi otot-otot pernapasan. Otot-otot pernapasan pada pola pernapasan
regular diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari neuron dan reseptor pada pons
dan medulla oblongata.

2. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome merupakan keadaan gagal napas yang
timbul secara mendadak. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena
patogenensisinya belum jelas dan terdapat banyak faktor redis posisi seperti syok
karena perdarahan, sepsis, ruda paksa/trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya,
pankteatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau metadon.
Sindrom gawat napas akut juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik.
Sindrom ini merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif
kandungan oksigen di arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. ARDS
biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih tinggi dari tekanan jalan napas
normal. Terdapat kisaran yang luas dari faktor yang berkaitan dengan terjadinya ARDS
termasuk cedera langsung pada paru (seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak
langsung pada tubuh (seperti syok).

3. Etiologi
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun,
karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada
salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat
pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang
terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi
kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan
terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk
berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di
ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan
meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan
alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh
edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi
yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan,
maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga
kecepatan pertukaran gas juga menurun.Penyebab kerusakan alveolus antara lain
adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah
24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran
alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin
menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka
reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan
pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di
sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam
alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif
dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan
alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian
akibat ARDS adalah sekitar 50%.

4. Tanda dan Gejala


ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada paru. Awalnya
pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam.
Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya
sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah
kasar, serta kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala pendahulu
ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks.
Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO 2 sangat rendah, PaCO2 normal atau
rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang
mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal.
Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab
perubahan anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik
perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen yang
dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui
atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa
paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang
sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan bantuan
beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini
dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada
ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang
menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang
mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya
patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.
5. Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera pada membran kapiler alveolar yang
mengakibatkan kebocoran cairan ke dalam ruang interstisial alveolar dan perubahan
dalam jaring-jaring kapiler. Terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (V/Q) yang
jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstensif darah dalam paru-paru.
ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan yang mengarah pada
kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun (paru-paru kaku). Akibatnya
adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat, dan
hipokapnea.
ARDS telah menunjukan hubungan dengan angka kematian hingga setinggi 50%
sampai 60%. Angka bertahan hidup sedikit meningkat ketika penyebabnya dapat
ditentukan, serta diobati secara dini dan agresif, terutama penggunaan tekanan
ekspirasi akhir positif (PPEP).
Sindrom gagal napas (ARDS) selalu berhubungan dengan penambahan cairan
dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru karena kelainan jantung.
Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru.
Dari segi histologist, mula-mula terjadi kerusakan membrane kapiler- alveoli selanjutnya
terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan epitel alveoli yang
mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan interstitial. Untuk mengetahui lebih banyak
tentang edema paru pada ARDS, penting untuk mengetahui hubungan struktur dan
fungsi alveoli.
Membrane alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel Tipe I (Tipe A), sel penyokong
yang tidak mempunyai mikrovili dan amat tipis. Sel Tipe II (Tipe (B) berbentuk hampir
seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat
pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel Tipe I atau Tipe II dengan
membrane basal endothelium dan sel endothelium.
Bagian membrane kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tebal 0,15 m. sel
pneumosit Tipe I amat peka terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai zat
yang terinhalasi. Jika terjadi sekat pemisah alveoli-kapiler. Pada kerusakan mendadak
paru, mula-mula terjadi peradangan interstitial, edema dan perdarahan yang disertai
dengan proliferasi sel Tipe II yang rusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik
secara lambat atau membentuk fibrosis paru yang luas.
Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60
sehingga terjadi perembesan cairan dan unsure-unsur lain darah ke dalam alveoli dan
terjadi edema paru. Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan jika kapasitas
interstisium terlampaui, alveoli mulai terisi menyebabkan atelektasis kongesti dan terjadi
hubungan intrapulmoner (shunt).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivasi komplemen
sebagai akibat trauma, syok dan lain-lain. Selanjutnya aktivasi komplemen akan
menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosit teraktivasi dan menempel serta
merusak endothelium mikrovaskular paru, sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler
paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel endothelium dengan melepas protease
yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin dan fibronektin, dan
proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti faktor Hageman, fibrinogen, dan
komplemen (Yusuf, 1996).
Beberapa hal yang menyokong peranan granulosit dalam proses timbulnya ARDS
adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan dengan
ARDS karena terkumpulnya granulosit dalam paru.
Biopsi paru dari klien dengan ARDS menunjukkan juga adanya pengumpulan
granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktivasi mampu
melepaskan enzim proteolitik seperti elastase, kolagenase dan oksigen radikal yang
dapat menghambat aktivitas antiprotease paru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung, dan intoksikasi oksigen dapat
merusak sel endothelium arteri pulmonalis dan leukositneutrofil yang teraktivasi akan
memperbesar kerusakan tersebut. Histamine, serotonin, atau bradikinin dapat
menyebabkan kontraksi pada sel endothelium dan mengakibatkan pelebaran porus
interselular serta peningkatan permeabilitas kapiler.
Adanya hipotensi dan pankreastitis akut dapat menghambat produksi surfaktan
dan fosfolipase A. selain itu cairan edema terutama fibrinogen akan menghambat
produksi dan aktivitas surfaktan sehingga menyebabkan mikroatelektasis dan sirkulasi
venoarterial bertambah. Adanya pertambahan aliran kapiler sebab hipotensi,
hiperkoagulabilitas dan asidosis, hemolisis, toksin bakteri dan lain-lain dapat
merangsang timbulnya koagulasi intravascular tersebar (disseminated intravascular
coagulation-DIC).
Adanya peningkatan permeabilitas akan menyebabkan cairan merembes ke
jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru atelektasis kongesti yang
luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku dan komplians (compliance)
paru menurun. Kapasitas residu fungsional (fungtional residual capacity-FRC) juga
menurun. Hipoksemia merupakan gejala penting ARDS dan penyebab hipoksemia
adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venous (aliran darah
mengalir ke alveoli yang kolaps), dan kelainan difusi alveoli-kapiler akibat penebalan
dinding alveoli-kapiler.
Peningkatan permeabilitas membrane alveoli-kapiler menimbulkan edema
interstitial dan alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada paru
di akhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun.

6. Pathway
7. Pemeriksaan Diagnostik
Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen
arteri. Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang
diberikan, karena difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya
kapiler dan alveolus.
Sinar x dada: tak terlihat pada tahap awal atau dapat menyatakan sedikit normal,
infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihiliar paru. Pada tahap lanjut,
interstisial bilateral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan
semua lobus paru. Infiltrate ini sering digambarkan sebagai kaca-tanah atau whiteouts.
Ukuran jantung normal (berbeda dari edema paru kardiogenik).
GDA: seri membedakan gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan
PaO2 meskipun konsentrasi oksigen inspirasi meningkat). Hipokabnia (penurunan kadar
CO2) dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan kompensasi hiperventilasi.
Hiperkabnia (PaCO2lebih besar dari 50) menunjukkan kegagalan ventilasi. Alkalosis
respiratori (pH lebih besar dari 7,45) dapat terjadi pada tahap dini, tetapi asidosis
respiratori terjadi pada tahap lanjut sehubungan dengan peningkatan area mati dan
penurunan kadar laktat darah, diakibatkan dari metabolic anaerob.
Tes fungsi paru: komplain paru dan volume paru menurun, khususnya FCR.
Peningkatan ruang mati (Vd/Vt) dihasilkan oleh area dimana vasokontriksi dan
mikroemboli telah terjadi.
Pengukuran pirau (Qs/Qt): mengukur aliran darah pulmonal versus aliran darah
sistemik, yang memberikan ukuran klinis pirau intrapulmonal. Pirau kanan ke kiri
meningkat.
Gradien alveolar-arterial (gradien A-a): memberikan perbandingan tegangan
oksigen dalam alveoli dan darah arteri.Gradien A-a meningkat.
Kadar asam laktat: meningkat.

8. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak
pernah merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah.
Apabila ARDS tetap timbul, maka pengobatannya adalah:
a. Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan cairan di
paru berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung digunakan untuk
mengurangi kemungkinan gagal jantung kanan.
b. Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
c. Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek merusak
dari proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih dipertanyakan.
PENGKAJIAN
I. Identitas
Nama : Ny. H (Perempuan) Tgl. MRS : 7 Nopember 2001
Umur : 31 thn. Jam : 13.55 Wib.
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Diangnosa: ARDS + Sepsis
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kalimas Baru 2.Lebak 6 Sby.
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Alasan MRS : Sesak napas dan demam

II. Nursing history


Sebelumnya dirawat di RS.Al-Irsyad diduga DHF & sakit Liver,saat dirawat
klien demam tinggi terus menerus,batuk lalu sesak napas kemudian dirujuk
keRSDS dirawat diinterna wanita sesak napas klien tambah berat kemudian
dirawat diICU GBPT Klien menggunakan alat bantu napas ventilator mekanik
(respirator).
III. Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Klien sadar,pucat, lemah dan imoblisasi total karena terpasang infus,
ventilator, dower kateter, NG tube. TB= 147 cm, BB= 45 kg
2. Tanda tanda vital
Suhu : 388 0 C per rectal, N : 114 x/menit, tidak teratur dan kuat, T : 112/68
mmHg RR : 26 x/menit, pernapasan cheyne stoke dan GCS :
4 X 5 (X=ETT)
3. Body system
3.1 Pernapasan (B1)
Hidung terpasang NG tube. Klien terpasang endotrakeal, ada retraksi dada,
sputum kental, pernapasan dangkal. Suara napas tambahan ronchi terdengar
hampir di semua lapang paru. Bentuk dada tidak simetris dan refleks batuk
ada. menggunakan respirator: ModeBiggler BIPAP 8, F1O2 40 %, P125,P26,T1 1

3.2 Kardiovasukuler (B2)


Klien menggigil, suhu: 388 0c, S1 S2 tunggal,murmur (-)
3.3 Persarafan (B3)
Klien CM GCS : 4 X 5 (verbal tidak bisa dikaji karena menggunakan ETT
respirator). Sklera putih, pupil dilatasi Pucat dan akral dingin basah.
3.4 Perkemihan Eliminasi uri (B4)
Klien terpasang dower kateter dengan produksi urine + 1650 cc/24jam
3.5 Pencernaan Eliminasi alvi (B5)
Untuk makan dan minum dibantu dengan susu per NG tube dan infus.BAB
diare sudah 2 hari
3.6 Tulang otot integument (B6)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, hemiparese Ekstremitas atas dan
bawah, turgor cukup, warna kulit pucat,berkeringat dingin.
3.7 Sistem endokrin
Keringat dingin,
3.8 Pengkajian Psikososial (Dilakukan dengan menyuruh klien menulis
& memberikan isyarat menggunakan tangan serta gerak bibir).
1. Pola pikir dan persepsi: kesulitan yang dialami klien: klien merasa terganggu
dengan adanya pipa ETT mesin respirator yg terpasang dimulutnya.
2. Persepsi diri: klien khawatir dan takut dengan adanya pipa & bunyi mesin
respirator yg terpasang .
3. Suasana hati: klien merasa takut & khawatir dengan kondisinya apakah ia
dapat berkumpul kembali dengan ketiga anaknya.
4. Hubungan/komunikasi: klien mudah diberikan penjelasan dan cepat
memahami maksud dan tujuan dari penjelasan tersebut walaupun dengan
tulisan atau isyarat.
5. Kehidupan keluarga:
- Adat istiadat yang dianut: Jawa.
- Pembuat keputusan dalam keluarga: Suami klien.
- Pola komunikasi: melalui perantaraan tulisan dan isyarat. Klien setiap ingin
sesuatu selalu disampaikan melalui isyarat atau tulisan.
- Keuangan: JPS.
- Ibadah sholat saat sakit tidak bisa dilakukan hanya berdoa saja.

IV. Pemeriksaan penunjang


Darah lengkap : (tgl 09 Nopember 2001)
Hb : 10,2 g/dl Diff :
Leukosit : 5,4 x 10 /UL
3
Eos :-
Erytrosit : 3,51 x 1 juta /UL Baso :-
Trombosit : 251 X 10 /UL 3
Stab :7
PCV : 31,1 % Seg : 77
MCV : 88,6 pg Lym : 16
MCH : 29,1 g/dl Mono :-
MCHC : 32,8 Albumin : 2,4 g/dl
Tgl. 11 Nopember 2001
Bilirubin direk : 1,26 mg/dl Bilirubin Total : 2,02 mg/dl
SGOT : 136 U/L SGPT : 68 U/L
Fosfatase Alkali : 887 U/L Albumin : 1,95 g/dl
Analisa gas darah,tgl.11 Nopember 2001
pH : 7,419 HCO3 : 17,6 mmol/L
pCO2 : 27,9 mmHg BE : - 6,9 mmol/L
pO2 : 52,6 mmHg
O2 sat. : 88,4 % ctCO2 : 18,5 mmol/L
USG Abdomen,tgl.7 Nopember 2001
Kesimpulan : USG Abdomen saat ini mengesankan suatu cholesistitis dng
kecurigaan obstruksi extra hepatal.
Foto Thorax AP : tgl. 4 Nopember 2001
Kesimpulan : Mengesankan oedema paru
DD/KP.
1. Terapi
Infus KAEN MG3 1000/24 jam
Cefotaxime inj. 3 x 1 gr Jayacin inj.2 x 200 mg.
Gastridin inj. 3 X 1 amp Bisolvon 3 x 1 tab/PO
Bicombion 1 x 1 amp/IM Xylomidon 4 x 2 cc/IM
Albumin 25 % 100 cc/IV
Fisioterapi napas + suction tiap 3 jam
Oral hygiene
Mika/miki
Sonde 8 x 200 cc (Susu ensure) + extra telur 3 x 1 butir
Respirator Biggler :
- Resp.Mode : BIPAP 8
- P1 25 ; P2 6
- Insp. MV/TV :450
- Frekuensi : 14/14
- F1 O2 : 40 %
ANALISA DATA
DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH TANDA
MASALAH TANGAN
S :Klien tampak gelisah.sesak ARDS Bersihan jalan
napas napas tdk efektif
O:RR=26 x/mnt Sekret banyak & Terpasang ETT + Respirator +
kental,retraksi da-da,napas Proses penyakit
dangkal, ronchi (+),ETT ter-
pasang serta repira tor mode Peningkatan jumlah &
Biggler BIPAP 8 F1O2 45 % P 25 viskositas sekret/sputum paru
P 2 6 Ti 1
Bersihan jalan napas tdk
efektif

sesak napas

S:Klien gelisah,pu-cat & ARDS Gangguan


berkeringat dingin pertukaran gas
O:RR=26 x/mnt, Nadi=114 Akumulasi protein & cairan
x/mnt, retraksi dada, per- dlm interstisial/area
napasan dibantu Respirator,foto alveolar,Hipoventilasi alveolar
Thorax AP = Oede-ma paru,BGA:
pH:7,419 HCO3:1 Atelektasis
7,6 mmol/L pCO2 :
27,9 mmHg BE : - Pengembangan paru
6,9 mmol/L pO2 : 52,6 mmHg terganggu + ventilasi dan
O2 sat. : 88,4 perfusi paru terganggu
% ctCO2: 18,5
mmol/L Gangguan pertukaran gas

Sesak napas
S: - ARDS Gangguan Nutrisi:
O:Albumin= 1,9 g/dl diare kurang dari
sudah 2 hari BB=45 kg,TB= 152 Sepsis kebutuhan
cm. Suhu=388 oc.
Peningkatan kebutuhan
metabolik & gangguan
kemampuan mencerna

gangguan nutrisi
S: - ARDS Kerusakan
O:ETT terpasang, respirator komunikasi verbal
terpa-sang,klien tampak diam. Terpasang ETT +
Respirator(Hambatan fisik)

Ketidak mampuan u/ bicara
S:Klien menjelas kan lewat ARDS Cemas
tulisan & isyarat anaknya ada 3
org masih kecil-kecil,ia takut Ancaman kematian,
men-dengar bunyi mesin Ketergantungan pd dukungan
respirator serta suasana ruangan respirator & perubahan
ICU kesehatan serta peran
O:Nadi=114 x/mnt, RR=26 sebagai ibu
x/mnt,ke-ringat dingin,serta sulit
tidur. Cemas/takut

Diagnosa Keperawatan :
1.Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret
pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
2.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan
alveoli
3.Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Peningkatan metabolik dan gangguan
mencerna.
4.Kerusakan Komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik (terpasang ETT & respirator).
5.Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati,
faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi
meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


TGL & DIAGNOSA KEPERAWATAN & HASIL RENCANA TINDAKAN RASIONAL TAND
N0 YG DIHARAPKAN TANG
PERA
13/11/01 Tidak efektifnya bersihan jalan 1. Kaji kepatenan jalan napas Obstruksi dpt disebabkan o/
1 nafas berhubungan dengan hi- 2. Lakukan fisioterapi napas tiap 3 jam akumulasi sekret,perlengket an
langnya fungsi jalan nafas, pe- 3. Lakukan suction tiap 3 jam mukosa,perdarahan,spas-me
ningkatan sekret pulmonal, peni- Jelaskan pada klien ttg tujuan tindak penghisapan bronkus, & masalah dng ETT
ngkatan resistensi jalan nafas. Berikan oksigenasi dng O2 100% sebe-lum dilakukan U/ melepaskan sekret dari dinding
Tujuan : penghisapan,minimal 4 - 5 x pernapasan paru dng cara perkusi.
Meningkatkan dan mempertahan Perhatikan tehnik aseptik,gunakan sarung tangan Tindakan u/ mengeluarkan sekret
kan keefektifan jalan napas sela- steril & kateter penghisap steril. secara mekanik
ma pemasangan ventilator. Masukan kateter kedalam ETT dlm keadaan tdk U/ melepaskan/mengeluarkan
Kriteria hasil : menghisap lama penghisapan 15 detik sekret dari dlm paru
Bunyi napas terdengar bersih Atur tekanan penghisap tdk lebih dari 100 120 Deteksi dini adanya kelain- an.
Ronchi tdk terdengar mmHg Membantu mengencerkan sekret
ETT bebas sumbatan Lakukan Oksigenasi lagi sebelum mela-kukan paru.
penghisapan berikutnya. Mengencerkan sekret
Lakukan sampai suara napas bersih Mencegah sekret mengental
4. Anjurkan klien u/ melakukan tehnik batuk selama
penghisapan.
5. Observsi TTV sebelum & sesudah tindakan
6. Pertahankan suhu humidifier tetap hangat (35
37,8 0c).
7. Berikan obat mukolitik sesuai program
8. Monitor status hidarasi klien
12/11/01 Gangguan pertukaran gas ber- 1. Cek analisa gas darah bila dilakukan perubahan Evaluasi keefektifan setting
2 hubungan dengan alveolar hipo- setting ventilator. ventilator yg diberikan.
ventilasi, penumpukan cairan di 2. Kaji status pernapasan,catat peningkatan res- Takipneu adalah mekanisme
permukaan alveoli. pirasi atau perubahan pola napas kompensasi u/ hipoksemia &
Tujuan : peningkatan usaha napas.
Pertukaran gas kembali normal Sekresi menghambat kelan-caran
selama dan sesudah pemasangan 3. Pertahankan jalan napas bebas dari sekresi udara bernapas.
ventilator. Deteksi dini adanya kelain-an
Kriteria hasil : 4. Monitor tanda & gejala hipoksia Menyimpan tenaga klien &
Hasil analisa gas darah normal : mengurangi penggunaan
PH(7,35 7,45),PO2( 80 100 5. Berikan istirahat yang cukup. oksigen.
mmHg),PCO2(35-45 mmHg),BE (-2 U/ mencegah bertambah
- +2),tdk cyanosis. parahnya penyakit.
6. Berikan obat-obatan sesuai program medis:
Injeksi Cefotaxime 3 x 1 gr/IV
Injeksi gastridin 3 x 1 amp/IV
Injeksi Jayacin 2 x 200 mg/drif
Injeksi Bicombion 1 x 1 amp/IM.
Bisolvon 3 x 1 tab/PO
Xyllomidon 4 x 2 cc/IM
12/11/01 Gangguan Nutrisi kurang dari 1. Evaluasi kemampuan penyerapan terhadap sonde Untuk mengatahui kemam-puan
3 kebutuhan berhubungan dengan yg diberikan lambung menyerap makanan.
Peningkatan metabolik dan Meningkatkan pemasukan serta u/
gangguan mencerna. 2. Berikan diit sonde 8 x 200 cc (susu + extra telur 3 memudahkan pe-mantauan.
Tujuan : x 1 butir) & catat disatatus Kehilangan BB bermkana (7 % - 10
Nutrisi klien terpenuhi dalam 5 x % BB)Memberi kan petunjuk ttg
24 jam 3. Timbang BB sesuai indikasi katabolis-me,simpanan glikogen
Kriteria hasil : otot & sensitivitas thd ventilator
Menunjukkan peningkatan BB,nilai Fungsi GI penting u/ peng-gunaan
Lab. Albumin Normal (3,5 4,2 makanan enteral. Scr mekanik
g/dl). klien dng ban-tuan ventilasi
4. Kaji fungsi GI, seperti : Perubahan lingkar berisiko u/ mengalami distensi
abdomen,mual/muntah,diare/konstipasi atau abdo-men (udara terjebak dlm
adanya perdarahan. ileus & perdarahan gaster
U/ meningkatkan albumin hingga
kembali normal
Memberikan informasi ttg
dukungan nutrisi yg adeku-
5. Berikan Albumin 25 % 100 cc/IV at/perlu perubahan.

6. Awasi hasil pemeriksaan Lab.lainnya spt :


Serum,tranferin,BUN/Kreatinin & glukosa.

TINDAKAN KEPERAWATAN

TGL JAM TINDAKAN TANDA TANGAN


13/11/01 08.00 Fisioterapi napas, batuk & suction
Memberikan sonde susu 200 cc + extra telur 1 butir + Bisolvon 1 tab
Memberikan : inj. Cefotaxime 1 gr/IV
s/d Inj. Gastridin 1 amp/IV
Inj. Bicombion 1 amp/IV
Inj. Jayacin 200 mg/IV drif
09.30 Melakukan oral hygiene
09.45 Melakukan mobilisasi mika/miki
10.00 Melakukan observasi TTV & kesadaran tiap jam
10.35 Membantu melakukan setting pada ventilator
11.00 Melakukan fisioterpai napas & suction
11.20 Memberikan sonde susu 200 cc + Bisolvon 1 tab
11.45 Membantu klien BAB
12.10 Memberikan Albumin 25 % 100 cc/infus
12.20 Memonitor produk urine tiap jam
13.25 Memberikan inf. KAEN MG 3 20 tts/mnt
13.45 T= 104/70 mmHg,Nadi=120 x/mnt,RR=32 x/mnt,Suhu= 37,7 0c,kesadaran compos mentis,
Produksi urine/7 jam= 640 cc.
14/11/01 14.00 Fisioterapi napas,batuk & suction
Memberikan sonde susu 200 cc + extra telur 1 butir + Bisolvon 1 tab
Memberikan : Inj. Cefotaxime 1 gr/IV
s/d Inj. Gastridin 1 amp/IV
Inj. Jayacin 200 mg/IV drif
Melakukan mobilisasi mika/miki
15.45 Memonitor TTV,kesadaran & produk urine klien
16.20 Memvalidasi BB klien 44,5 kg TB= 152 cm.
16.45 Memonitor humidifier =370c
17.00 Melakukan fisioterapi napas,batuk & suction
17.25 Memberikan sonde susu 200 cc + Bisolvon 1 tab + Diatab 1 tab + Imodium 1 tab.
18.35 Memberi semangat & keyakinan kepada klien agar mempasrahkan kepada Tuhan YME serta
petugas.
19.10 Mendampingi klien mengajak bicara dng isyarat & tulisan + mengkaji tingkat kecemasan
20.45 klien.
T=97/70 mmHg,Nadi= 104 x/mnt, RR= 16 x/mnt,Suhu= 37,8 0c,kesadaran compos
mentis,Produksi urine/7 jam= 580 cc.
15/11/01 08.00 Melakukan fisioterpai napas,batuk & suction
Memberikan sonde susu 200 cc + Bisolvon 1 tab,Diatab 1 tab,Imodium 1 tab
s/d Melakukan oral hygiene
Memberikan :Inj. Cefotaxime 1 gr/IV,Inje.gastridin 1 amp/IV,Inj. Jayacin 200 mg/ drif dlm 1 jam
Mobilisasi mika/miki
09.25 Memberikan Neurobat inj. 1 amp dlm KAEN MG 3 (ganti Bicombion inj.)
10.25 Memonitor TTV,kesadaran & produksi urine tiap jam
10.35 Mengkaji keadaan diare klien (+)
10.55 Memberikan sonde 200 cc+ Bisolvon 1 tab,Diatab 1 tab (Imodium K/p).
11.15 Mengambil specimen darah & sputum u/pemerikasaan DL,FH & kultur
11.45 Memonitor humidifier= 37,10c
12.00 Mencatat hasil lab.:Biakan kultur darah : Pseudomonas aeruginusa
12.40 (Tgl.12/11/01) Biakan dahak : tidak ada perkembangan bakteri gram.
13.45 T=95/68 mmHg,Nadi=104 x/mnt,RR=18 x/mnt,Suhu=37,50c kesadaran compos
mentis,produksi urine/7 jam=760 cc
16/11/01 08.00 Melakukan fisioterapi napas,batuk & suction
Memberikan sonde susu 200 cc + extra telur 1 butir + Bisolvon 1 tab,diatab 1 tab.
s/d Melakukan oral hygiene
Mobilisasi mika/miki
09.45 Memberikan inj. Cefotaxime 1 gr/IV,Jayacin 200 mg/drif dlm 1 jam
10.00 Memonitor kesadaran & produksi urine tiap jam
10.45 Memberikan Neurobat 1 amp dlm KAEN MG 3
11.00 Melakukan fisioterapi napas,batuk & suction
11.25 Memberikan sonde susu 200 cc + Bisolvon 1 tab,Diatab 1 tab
11.30 T=100/68 mmHg,Nadi=102 x/mnt,RR= 18 x/mnt,Suhu= 37,2 0c,kesadaran compos
mentis,produksi urine/4 jam = 460 cc

EVALUASI

TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI TANDA


TANGAN
16/11/01 Tidak efektifnya bersihan jalan nafas S: Klien masih merasa sesak napas
berhubungan dengan hilangnya O:Produksi sekret (+)kental & banyak,napas dangkal,ronchi (+),RR=18
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret x/mnt,sianosis (-),keringat dingin (+).
pulmonal, peningkatan resistensi A:Masalah belum teratasi,bersihan jalan napas belum efektif
jalan nafas. P:Teruskan rencana intervensi No.1 s/d 8
16/11/01 Gangguan pertukaran gas berhubung S: Klien gelisah,pucat & berkeringat dingin
an dengan alveolar hipoventilasi, O:RR=18 x/mnt, Nadi=102 x/mnt, retraksi dada, pernapasan dibantu ventilator
penumpukan cairan di permukaan BGA(Masih TGl.11/11/01):
alveoli. pH:7,419;HCO3:17,6 mmol/L;pCO2 : 27,9 mmHg;BE : - 6,9 mmol/L
pO2 : 52,6 mmHg; O2 sat. : 88,4 %;ctCO2: 18,5 mmol/L.
A:Masalah belum teratasi,gangguan pertukaran gas masih terjadi walau sudah
dibantu dng ventilator
P:Teruskanrencana intervensi No. 1 s/d 6
16/11/01 Gangguan Nutrisi kurang dari S: -
kebutuhan berhubungan dengan O:Albumin= 1,9 g/dl, diare (-) BB=44,5 kg,TB= 152 cm. Suhu=372 oc.
Peningkatan metabolik dan gangguan A:Masalah tertasi sebagian
mencerna.

You might also like