You are on page 1of 23

KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS AREA KERJA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas dan Keluarga II

Dosen Pembimbing:
Muhammad Muin, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun oleh:
KELOMPOK II
1. Susi Septyati Ningsih 22020115183002
2. Dwi Istiyaningsih 22020115183003
3. Wiwik Sumbogo 22020115183006
4. Yaser Woretma 22020115183008
5. Indah Ayu. S 22020115183010
6. Fachrudin Ar 22020115183026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kerja merupakan tugas perkembangan pada orang dewasa, bagian dasar
dari kehidupan dan peran sosial. Kerja menjadi sumber produktivitas, interaksi
sosial, perkembangan personal, dan ekspresi diri. Kerja merupakan arti penting
pembentukan individu, keluarga dan keamanan ekonomi nasional (McKenzie,
2006).
Jumlah perusahaan di Indonesia semakin banyak. Jumlah industri skala
kecil sejumlah 141,894 (83.70%), industri skala sedang sejumlah 14,970 (8.83%)
dan jumlah industri skala besar sejumlah 12,660 (7.47%). Sehingga jumlah total
industri di Indonesia adalah sejumlah 169,524 perusahaan (Depkes, 2014).
Terdapat sekitar 2,6 milyar tenaga kerja di seluruh dunia yang terus-
menerus bertambah dan berkembang. Dari 2,6 milyar tenaga kerja di seluruh dunia
ada sekitar 250 juta kasus cedera akibat pekerjaannya yang mengakibatkan 330.000
kematian. Kasus cedera akibat pekerjaan atau occupational injury adalah cedera
semacam luka terpotong, patah, keseleo, amputasi akibat peristiwa terkait dengan
pekerjaan di lingkungan tempat kerja.
Jumlah kematian sebanyak 330.000 jiwa belum termasuk kematian
akibat penyakit terkait dengan pekerjaan yang dijalani. Penyakit akibat pekerjaan
atau occupational disease adalah gangguan atau kondisi abnormal diluar dari
kondisi cedera akibat pekerjaan, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan. Antara lain cidera otot, penyakit kulit, kehilangan
pendengaran, gangguan pernafasan, keracunan dan infeksi. Kira-kira ada sekitar 1,1
juta orang meninggal karena cedera dan penyakit akibat pekerjaan setiap tahunnya
di seluruh dunia (McKenzie, 2006).
Banyaknya jumlah industri di Indonesia dan kejadian maupun masalah di
tempat kerja membuat pentingnya kesehatan kerja. Kesehatan kerja adalah promosi
dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial pekerja pada berbagai
jabatan dengan sebaik-baiknya (ILO dan WHO, 1950 dalam Harrington, 2003).
Layanan kesehatan ini memerlukan kerjasama dengan profesi lain. Salah satunya
adalah perawat. Data Kemenakertrans menunjukkan bahwa sejumlah 7000 lebih
perawat telah mengikuti pelatihan HIPERKES (Hygiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja). Meskipun tidak didapat yang pasti mengenai jumlah perawat yang bekerja
di perusahaan atau industri, data tersebut dapat menjadi acuan.
Angka tersebut belum ditambah para penggiat kesehatan kerja lainnya
seperti perawat akademisi dan para pemangku kebijakan (Depkes, 2014).
Mengingat pentingnya keselamatan dalam kerja maka dibutuhkan peran perawat
dalam kesehatan kerja.

B. Tujuan
1. Menjelaskan/mendiskripsikan definisi keperawatan kesehatan kerja
2. Menjelaskan/mendiskripsikan tujuan praktek perawatan kesehatan kerja
3. Menjelaskan/mendiskripsikan peran perawat kesehatan kerja
4. Menjelaskan/mendiskripsikan masalah kesehatan kerja
5. Menjelaskan/mendiskripsikan tingkat pencegahan primer, sekunder dan
tersier yang dilakukan di area kerja sesuai dengan masalah kesehatan yang
muncul
BAB II
KONSEP TEORI

A. DEFINISI KEPERAWATAN KESEHATAN AREA KERJA


1. Kesehatan Kerja
Keperawatan komunitas ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan serta memberikan bantuan melalui intervensi keperawatan sebagai dasar
keahliannya dalam membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam
mengatasi berbagai masalah keperawatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-
hari (Efendi, 2009).
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat
pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,
atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap
penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja, merupakan bidang khusus ilmu kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan agar memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial.

2. Keselamatan kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut:

a. Sasarannya adalah lingkungan kerja


b. Bersifat teknik.
Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan Kesehatan kerja memiliki
sifat sebagai berikut:
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.

3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban, dam
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas
kerja yang optimal (Undang-Undang Kesehatan 1992).
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja (Sumakmur, 1988). Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan
kerja (atau sebaliknya) bermacam-macam, ada yang menyebutnya Higiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan
dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi
permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian. Sasaran
kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek kesehatan dari pekerja itu sendiri.
(Efendi & Makhfudli, 2009).

a. Ruang lingkup kesehatan kerja


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara
atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk:

1) Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat


pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental,
maupun kesejahteraan sosialnya
2) Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja
yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya
3) Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang membahayakan kesehatan
4) Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

b. Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja


Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam
kesehatan kerja. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan
gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar
pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi awal seseorang
untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dan
lain-lain.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Beban kerja yang terlalu
berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang
pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia, dan lain-
lain) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban
tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan
gangguan atau penyakit akibat kerja.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Penerapan pelaksanaan dan keselamatan kerja memiliki dasar hukum ;

1) UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja:


a) Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
b) Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
c) Adanya bahaya kerja di tempat itu.
2) Permenaker No 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen K3:
Setiap perusahaan yang memperkerjakan seratus tenaga kerja atau lebih
dan atau yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan
dan penyakit akibat kerja (PAK).

3) Permenaker No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan


dan Kesehatan Kerja (P2K3):
a) Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan 100
orang atau lebih
b) Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari seratus
orang tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki
resiko besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan
pencemaran radioaktif.

B. TUJUAN PRAKTIK PERAWATAN KESEHATAN AREA KERJA


Tujuan dari keperawatan industri adalah kesehatan pekerja, keselamatan
pekerja, kesejahteraan pekerja, sehingga tujuan utama dalam keperawatan industri
dapat terwujud, yaitu status kesehatan kerja tinggi dan produktivitas tinggi. Para
pekerja merupakan orang yang berada dalam keadaan resiko atau berbahaya.
(Wahit;327;2009)
Tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah:

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di


semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik,
mental maupun kesehatan sosial.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara lain:
metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat
menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang.
Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat dan
problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif.
Tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:
1. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
2. Beban kerja: fisik maupun mental.
3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain: bising, panas,
debu, parasit, dan lain-lain.
Sedangkan Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990):
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam
keadaan sehat dan selamat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.

C. PERAN PERAWAT KESEHATAN KERJA


Peran perawat pada kesehatan kerja, yaitu:
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Yaitu dengan melakukan kegiatan perawatan langsung terhadap kejadian
kesakitan maupun kecelakaan minimal yang terjadi di tempat kerja, industri
rumah tangga, pabrik dan lainnya, Memelihara alat-alat perawatan, obat-
obatan dan fasilitas kesehatan perusahaan

2. Sebagai pelindung dan advokat


Sebagai pelindung perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman
bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
serta melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan
Sedangkan peran perawat sebagai advokat, perawat melindungi hak klien
sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan
hak-haknya bila dibutuhkan.

3. Edukator
Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani
perawat, memberikan pendidikan kesehatan tentang keamanan dan
keselamatan kerja, nutrisi seimbang, penurunan stres, olahraga, penanganan
perokok, serta pengawasan makanan.

4. Pemberi Kenyamanan
memberikan kenyamanan dan dukungan emosi seringkali memberikan
kekuatan bagi klien sebagai individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan
yang unik. Dalam memberi kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien
untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan
emosi dan fisiknya

5. Komunikator
Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan, Membantu,
merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah sebagai
salah satu dari segi kegiatannya.

6. Manager kasus
Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha
menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.
Fungsi dan Tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut (Effendy,
Nasrul, 1998):

1. Mengkaji masalah kesehatan


2. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
3. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
4. Penilaian

D. MASALAH KESEHATAN KERJA


1. Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) menurut beberapa sumber, diantaranya:
a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98 adalah suatu kejadian
yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan
korban manusia dan atau harta benda.
b. Menurut as/nzs 4801: 2001, kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak
direncanakan yang menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera,
kesakitan, kerusakan atau kerugian lainnya
c. Kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau yang
berpontensi menyebabkan merusak lingkungan. Selain itu, kecelakaan kerja
atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana dan
tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan,
orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat
lainnya (Heinrich et al., 1980).

2. Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Pengertian kejadian menurut standar (Australian AS 1885, 1990) adalah suatu
proses atau keadaan yang mengakibatkan kejadian cidera atau penyakit akibat
kerja. Ada banyak standar yang menjelaskan referensi tentang kode-kode
kecelakaan kerja, salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 tahun 1990.
Berdasarkan standar tersebut, kode yang digunakan untuk mekanisme terjadinya
cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagai berikut:
1. Jatuh dari ketinggian yang sama
2. Menabrak objek dengan bagian tubuh
3. Terpajan oleh getaran mekanik
4. Tertabrak oleh objek yang bergerak
5. Terpajan oleh suara keras tiba-tiba
6. Terpajan suara yang lama
7. Terpajan tekanan yang bervariasi (lebih dari suara)
8. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
9. Otot tegang lainnya.
10. Kontak dengan listrik
11. Kontak atau terpajan dengan dingin atau panas
12. Terpajan radiasi
13. Kontak tunggal dengan bahan kimia
14. Kontak jangka panjang dengan
15. Kontak lainnya dengan bahan kimia
16. Kontak dengan, atau terpajan faktor biologi
17. Terpajan faktor stress mental
18. Longsor atau runtuh
19. Kecelakaan kendaraan/Mobil
20. Lain-lain dan mekanisme cidera berganda atau banyak
21. Mekanisme cidera yang tidak spesifik
3. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian, penyakit
akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man made disease. Sejalan
dengan hal tersebut terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa Penyakit
Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang
ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang
berhubungan dengan pekerjaan ( Hebbie Ilma Adzim, 2013).
4. Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja
Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain: Pencemaran udara oleh
partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah maupun ulah manusia, yaitu
lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak
macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan
teknologi yang ada. Partikel-partikel udara sangat merugikan kesehatan manusia.
Pada umumnya udara yang tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis. Pneumoconiosis
adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu)
yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis
banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap
kedalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak
dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu
silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan beriliosis.
a. Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO,
yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu
silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran
beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda) dll. Selain
dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi, timah
putih dan tambang batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga
banyak menghasilkam debu silika bebas SiO. Pada saat dibakar, debu silika
akan keluar dan terdispersi ke udara bersama-sama dengan partikel yang
lainya, seperti debu alumunia, oksida besi dan karbon dalam bentuk debu.
Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu
mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan
yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada obatnya yang tepat.
b. Penyakit Asbestosis
Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu
atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari
berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah magnesium silikat.
Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan
asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain
sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke dalam paru-paru akan
mengakibatkan gejala sesak nafas dan batuk-batuk yang disertai dahak.
Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila
dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam
dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya
perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan
agar jangan mengakibatkan asbestosis ini.
c. Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu
kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru.
Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil,
perusahaan, atau pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup
lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini berupa
sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal
kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat,
penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis
dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh
debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja
tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan
penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif
(stoker), dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler
pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis
ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis,
dan penyakit tuberkolosil koantrakosis.
e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni,
oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan
penyakit saliran pernafasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut
dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai
dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit
beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan
logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik
pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang
industri nuklir.
f. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya
asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau
karena virus kronis, misal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) atau edema paru akut. Penyakit ini disebabkan
oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
g. Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan
kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan
penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat
pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab,
membuat peka, atau karena faktor lain.
h. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan
yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan
secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan
pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang
pendengaran.
i. Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung
yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan
dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat
pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang
tidak wajar.
j. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan
oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja
(karsinogen) sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi
epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20
tahun sebelum diagnosis.
k. Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan
kimia lain di tempat kerja.
l. Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis
karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang
ada.
m. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan. Neuropati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian
alkohol, atau tidak diketahui penyebabnya. Depresi SSP oleh karena
penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik
mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan
pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan
depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl,
butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Selain itu, Carbon
disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
n. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia
atau lingkungan sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities
(MCS), misal: parfum, derivate petroleum, rokok.
5. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan kerja, yaitu:

a. Lingkungan
1) Faktor Fisik antara lain: Suara (Kebisingan), Radiasi, Suhu (Panas/
dingin),Vibrasi (Getaran), TekananUdara (Hiperbarik/Hipobarik),
Pencahayaan.
Bahaya atau gangguan kesehatan yang dapat timbul dari faktor lingkungan
ini: Tuli permanen, Heat stress, Raynauds syndrom, Leukemi,
Kelelahan, Kecelakaan.

2) Faktor Kimia. Yang termasuk dalam lingkup kerja kimiawi adalah


semua bahan kimia yang digunakan dalam proses kerja di lingkungan
kerja yang berbentuk: Debu, Uap , Gas
3) Larutan (asam kuat atau basa kuat), Bahaya bahan kimia dapat berasal
dari: Desinfektan pencuci hama, Uap zat anestesi, Mercuri, Debu zat
kimia dapat menjadi Kanker paru-paru dalam jangka panjang,
Keracunan, Ledakan/kebakaran.
4) Faktor Biologi
Bakteri, virus. Penyakit yang dapat disebabkan oleh virus, misalnya:
Hepatitis, Rabies, parasit.

5) Faktor Faal ergonomic. Biasanya disebabkan oleh peralatan kerja yang


tidak sesuai dengan ukuran tubuh atau anggota badan (tidak
ergonomik). Hal ini dapat menimbulkan kelelahan secara fisik dan
adanya keluhan-keluhan dan gangguan kesehatan, misalnya: Carpal
tunnel syndrome, tendinitis, tenosynovitis, dan lain sebagainya.
b. Perilaku Pekerja
1) Di pengaruhi antara lain oleh pendidikan, pengetahuan, kebiasaan-
kebiasaan dan fasilitas yang tersedia. Jadi erat kaitannya dengan faktor-
faktor ekonomi, sosial dan budaya.
2) Perilaku kerja akan mempengaruhi kapasitas kerja, beban kerja serta
cara melaksanakan pekerjaan.
c. Pelayanan Kesehatan Kerja,
Program Pelayanan Kesehatan Kerja, meliputi: Pelayanan promotif, Pelayanan
preventif, Pelayanan kuratif, Pelayanan rehabilitatif. Faktor Genetik
(Herediter).
Faktor Psikologi yaitu suasana kerja yang tidak harmonis misalnya pekerjaan
monoton, upah yang kurang, hubungan atasan-bawahan yang kurang baik,
dan lain lain. Hal tersebut dapat menimbulkan stres kerja dengan gejala
psikosomatis berupa mual, muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati, jantung
berdebar-debar.

E. TINGKAT PENCEGAHAN PADA PERAWATAN KESEHATAN KERJA


Pencegahan penyakit adalah upaya mengarahkan sejumlah kegiatan untuk
melindungi klien dari ancaman kesehatan potensial. Dengan kata lain, pencegahan
penyakit adalah upaya mengekang perkembangan penyakit, memperlambat kemajuan
penyakit, dan melindungi tubuh dari berkelanjutnya pengaruh yang lebih
membahayakan (Effendi dan Makhfudli, 2009).
Dalam konsep pencegahan penyakit dalam pelayanan kesehatan dibagi
menjadi 2 yaitu menurut Beaglehole dan leavell&Clark.
1. Menurut Beaglehole (WHO, 1993) membagi upaya pencegahan menjadi 3
bagian:
a. primordial prevention (pencegahan awal)/underlying condition yaitu pada
pre patogenesis
b. primary prevention (pencegahan pertama) yaitu health
promotion dan general and specific protection,
c. secondary prevention (pencegahan tingkat kedua) yaitu early diagnosis
and prompt treatment, dissability limitation dan
d. tertiary prevention (pencegahan tingkat ketiga) yaitu
rehabilitation.
2. Menurut Leavell dan Clark (1965) dalam bukunya Preventive Medicine for the
Doctor in his Community, membagi usaha pencegahan penyakit dalam 5
tingkatan pencegahan yang dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada
masa sakit. Kelima tingkatan pencegahan tersebut dapat dikelompokkan ke
dalam 3 upaya pencegahan yaitu:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya
patogenik atau dilakukan saat individu belum menderita sakit. Tujuanya
adalah untuk mencegah penyakit dan trauma. Pencegahan primer terdiri dari
promosi kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (spesifiic
protection).
1) Promosi kesehatan (Health promotion)
Promosi Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Beberapa usaha diantaranya:
a) Perbaikan dan peningkatan gizi.
b) Perbaikan dan pemeliharaan kesehatan perseorangan.
c) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan seperti penyediaan air
bersih, perbaikan dan penyediaaan tempat pembuangan sampah,
perumahan sehat.
d) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
e) Olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
oleh masing-masing individu.
f) Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk
memungkinkan perkembangan kesehatan mental dan sosial.
g) Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggungjawab.
(Effendy, 1998)
2) Perlindungan khusus (Specific protection)
Spesific protection adalah upaya spesifik untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit tertentu (Maulana, 2009). Beberapa usaha
pencegahannya:
a) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk
mencegah terhadap penyakit-penyakit tertentu. Contohnya pada
golongan rentan yaitu yang terpapar langsung seperti tenaga
medis, pekerja pabrik yang beresiko terpapar langsung, tindakan
pencegahannya yaitu imunisasi anti hepatitis, imunisasi BCG,
imunisasi influenza, imunisasi cacar. (ILO,2013)
b) Isolasi terhadap penderita penyakit menular.
c) Perlindungan terhadap kemungkinan kecelakaan di tempat-tempat
umum dan di tempat kerja.
d) Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik,
bahan-bahan racun maupun alergi.
e) Pengendalian sumber-sumber pencemaran.
(Effendy, 1998)
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang di lakukan pada fase awal
patogenik yang bertujuan untuk mendeteksi dan melakukan intervensi guna
menghentikan penyakit pada tahap dini, mencegah penyebaran penyakit,
menurunkan intensitas penyakit atau mencegah komplikasi, serta
mempersingkat fase ketidakmampuan. Pencegahan sekunder dilakukan pada
masa individu mulai sakit. Pencegahan sekunder dilakukan melalui upaya
diagnosis dini dan penanganan segera (early diagnosis and prompt
treatment).
1) Early diagnosis mengandung pengertian diagnosa dini atau tindakan
pencegahan pada seseorang atau kelompok yang memiliki resiko
terkena penyakit.
2) Prompt treatment memiliki pengertian pengobatan yang dilakukan
dengan tepat dan segera untuk menangani berbagai masalah yang
terjadi.
Beberapa usaha pencegahannya:
a) Mencari kasus sedini mungkin (case finding).
b) Melakukan pemeriksaan kesehatan umum secara rutin.
c) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu seperti penyakit
kusta, TBC.
d) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita (case
holding).
e) Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan
penderita berpenyakit menular (contact person).
f) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
(Effendy, 1998)
c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier terdiri atas upaya mencegah atau membatasi


ketidakmampuan serta membantu memulihkan klien yang tidak mampu agar
dapat berfungsi secara optimal. Pada proses ini diusahakan agar cacat yang
diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat
berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial. Langkah pencegahan ini
antara lain di lakukan melalui upaya pembatasan ketidakmampuan
(disability limitation) dan rehabilitasi (rehabilitation).
1) Pembatasan ketidakmampuan (disability limitation).
Pembatasan kecacatan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak
kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan
pada kasus atau penyakit yang memiliki potensi kecacatan. Bentuk
kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa perawatan untuk
menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian
segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah kematian
(Hidayat, 2008).
Beberapa usaha pencegahan:
a) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar
terarah dan tidak menimbulkan komplikasi.
b) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
c) Perbaikan fasilitas kesetahan sebagai penunjang untuk
dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
(Effendy, 1998)
2) Rehabilitasi (rehabilitation).
Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan bekas penderita kedalam
masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat
yang berguna untuk dirinya dan masyarakat, semaksimalnya sesuai
dengan kemampuannya.
Beberapa usaha pencegahan:
a) Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikut
sertakan masyarakat.
b) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan
memberikan dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan
untuk bertahan.
c) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap
penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
d) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
(Effendy, 1998)
BAB III
PENUTUP

Area kerja yang sehat adalah yang mampu memberikan keselamatan dan
kesehatan bagipekerja, tempatkerja, masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kesehatan
kerja diperlukan dalam promosi dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial
pekerja pada berbagai jabatan dengan sebaik-baiknya. Adapun upaya-upaya yang
diperlukan dalam mencapai kesehatan kerja diantaranya adalah upaya penyelarasan
antara kapasitas, beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Di sinilah diperlukan peran perawat.
Perawat tidak hanya mengobati, memberikan pertolongan pertama saat terjadi
kecelakaan akibat kerja tapi sekarang ini peran perawat lebih kepada tindakan
pencegahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. McKenzie, James F. 2006. KesehatanMasyarakat: SuatuPengantar. Jakarta: EGC.


2. Rivai. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan.
3. Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
4. Iqbal Mubarak, Wahit. 2005. Pengantar Keperawatan Komunitas. Jakata: Penerbit
Sagung Seto.
5. Sugeng, B. 2005. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Haji
Masagung.
6. Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
Rinka Cipta.
7. Soeripto. 2008. Hiegiene Industri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
8. Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: aplikasi dalam praktik. Jakarta:
EGC.
9. ILO Katalog. 2013. Keselamatan dan kesehatan kerja- Sarana untuk produktivitas.
ISBN
10. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
EGC.
11. Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.
12. Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. 2001. Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. (Ed ke-7). St. Louis: Mosby, Inc.
13. Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. 1990. The Handbook of Psychiatry.
14. Beaglehole, R., R. Bonita, and T. Kjellstrom. 1993. Basic epidemiology. Geneva:
World Health Organization.
15. International Labour Office.2013.Keberlanjutan melalui perusahaan yang
kompetitif dan bertanggung jawab (SCORE). Modul 5. Jakarta: ILO

16. Heinrich, HW., Petersen, DC., Roos, NR., Hazlett, S. 1980. Industrial Accident
Prevention: A Safety Management Approach. NY: McGraw-Hill.
17. Hinze, Jimmie. (1997). Construction Safety. NJ: Prentice-Hall.
18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 03/MEN/98 tahun
1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
19. AS/NZS 4801. (2001). Occupational Health And Safety Management Systems.
20. Australian Standard. (1990). Australian Standard AS 1885.1-1990: Workplace
Injury and Disease Recording Standard.
21. Direktorat Bina Kesehatan Kerja. (2008). Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat
Kerja bagi Petugas Kesehatan. Departemen Kesehatan
22. Husni, Lalu. (2003). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Perkasa

You might also like