You are on page 1of 4

2.

1 Definisi

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah suatu kondisi dimana paru-paru
mengalami kerusakan yang parah dan luas, menghalangi kemampuan paru untuk mengambil
oksigen. Kadar oksigen yang rendah dalam darah dan ketidakmampuan dalam mengambil
oksigen yang cukup merupakan tanda dari ARDS.1

ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran


alveolar-kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan
akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru.2

Dasar definisi dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun 1994
terdiri dari:2

1. Gagal napas (respiratory failure / distress) dengan onset akut.


2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi
( PaO2 / FIO2 ) <200 mmHg
3. Radiografi torak: infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru.
4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) <18 mmHg,
tanpa adanya tanda gagal jantung kiri.

Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI).2

2.2 Etiologi

Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat
berperan pada gangguan menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebagai
sindrom. Sepsis merupakan faktor resiko yang paling tinggi mikroorganisme dan produknya
(terutama endotoksin) bersifat sangat toksis terhadap parenkim paru dan merupakan faktor resiko
terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%.3

Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor resiko ARDS (30%).
Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan penderita mengalami chemical burn
pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan berat pada epitel alveolar.3

Faktor resiko penyebab ARDS dapat dilihat pada tabel 1.3

Tabel 1. Faktor resiko ARDS

Yang berasal dari paru Sistemik


Pneumonia Sepsis
Aspirasi Luka berat
Radang paru difus/luas Transfusi
Toxic inhalation Pankreatitis
Tenggelam Cardiopulmonary bypass
Pulmonary vasculitis Emboli lemak
Reperfusion injury Tumor lisis
(lung transplantation)

2.3 Patogenesis

Patogenesis ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel
mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung. Kedua
hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam tiga fase yaitu inisiasi,
amplifikasi, dan injury.2

Pada fase inisiasi, kondisi yang menyebabkan faktor resiko akan menyebabkan sel-sel
imun dan non-imun melepaskan mediator-mediator inflamasi didalam paru dan ke sistemik. Pada
fase amplifikasi, sel efektor seperti netrofil teraktivasi, tertarik dan tertahan didalam paru.
Didalam organ target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi , termasuk oksidan dan
protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya, fase
ini disebut fase injury.2

Kerusakan pada membran alveolar-kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas


barrier alveolar dan kapiler sehingga cairan yang kaya protein masuk ke dalam ruang alveolar.
Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus.2,3

Terdapat tiga fase kerusakan alveolus:2,4

1. Fase Eksudatif
Ditandai edema interstitial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe I dan
denudasi/terlepasnya membran basalis, pembengkakan sel endotel dengan pelebaran
intercellular junction, terbentuknya membran hialin pada duktus alveolar dan ruang
udara, dan inflamasi netrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya
compliance (daya kembang paru).
2. Fase proliferasi
Setelah terjadi kerusakan yang luas pada paru, 3-4 hari kemudian sel pneumosit tipe II
akan mengalami multiplikasi dan setelah itu akan diikuti dengan proliferasi fibroblast,
sehingga terjadi pembentukan jaringan ikat, begitu pula pada ruangan alveoli juga terjadi
pembentukan jaringan ikat dan hal ini mengakibatkan difusi dari gas mengalami
gangguan. Baik pembuluh darah maupun sakus alveolaris akan diganti dengan fibroblast,
sehingga menyebabkan paru menjadi keras seperti batu karang (stiff lung).
3. Fase penyembuhan
Selama fase kedua dari ARDS faal paru tidak akan pernah kembali normal, dalam
keadaan ini pasien memerlukan oksigen dengan konsentrasi tinggi dan ventilator.
Bila proses tersebit tetap ekstensif, maka pasien akan meninggal. Akan tetapi apabila
keadaan faal paru dapat kembali normal setelah fase ketiga, maka paru dapat kembali
normal setelah ventilator dilepas, yakni antara waktu 6-12 minggu.
Tentang perubahan patologi ARDS masih sedikit diketahui. Akan tetapi secara radiologi
ditemukan adanya infiltrat retikular yang luas yang menandakan bahwa jaringan fibrosis telah
diganti dengan jaringan retikulasi. Setelah terjadi penyembuhan beberapa bulan gejala sisa
ARDS masih dapat dilihat dalam bentuk garis-garis densitas yang kusut dan sekitar 75% akan
meninggalkan gejala berupa penurunan dari faal paru restriktif.4

Gambar1. Keadaan alveoli normal dan alveoli yang mengalami kerusakan saat fase akut pada
ARDS

2.4 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis ARDS sangat tergantung dari anamnesa yang tepat.
Pemeriksaan laboratorium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk
melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat.5

Gejala ARDS biasanya muncul 24-48 jam setelah penyakit yang berat atau trauma.
Awalnya terjadi sesak nafas, takipnoe dan nafas pendek, dan terlihat jelas penggunaan otot
pernafasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan ronki dan mengi. Pada penderita
yang tiba-tiba mengalami sesak nafas pada 24 jam setelah sepsis atau trauma, kecurigaan harus
ditujukan kepada ARDS. Pemeriksaan analisis gas darah harus segera dilakukan. Pada jam
pertama, hasilnya menunjukkan alkalosis repiratorik dengan PaO 2 menurun, sedangkan PaCO2
normal atau sedikit turun. Foto torak menunjukkan edema paru, tetapi batas jantung tetap
normal. Pemberian oksigen suplemen tidak meningkatkan PaO2.6

Kriteria yang ditentukan oleh Petty, T.L tentang diagnosis ARDS adalah:

Penyebab
- Paru atau bukan paru, seperti renjatan (shock), tetapi bukan COPD dan
dekompensasi jantung kiri.
Harus mempunyai distress respiration (kesulitan bernafas)
- Takipnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 20 kali per menit.
- Terjadi pernafasan yang berat.
- Terjadi sianosis bila bernafas di udara biasa.
Radiologi
- Terdapat infiltrat pneumonia yang menyeluruh.
Analisis gas darah
- FiO2 lebih dari 60%, maka PaO2 akan kurang dari 50 mmHg.
Compliance (daya kembang) paru mengingkat menjadi 50 cc/cm (normal antara
20-30 cc/cm).
Dengan makin bertambahnya hubungan antara vena dan arteri secara langsung
maka mengakibatkan makin bertambahnya besar ventilasi dead space.4
2.5 Penatalaksanaan

You might also like