You are on page 1of 12

Nuroji, dkk.

ISSN 0853-2982

Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

Pemodelan Retak pada Struktur Beton Bertulang


Nuroji
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, Kampus UNDIP Tembalang, Jl. Prof. Sudharto, SH Tembalang -
Semarang. E-mail: nrji@sipil.ft.undip.ac.id; ojiksam2000@yahoo.com
Mohamad Sahari Besari
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132
E-mail: sahari_besari@yahoo.com
Iswandi Imran
Kelompok Keahlian Rekayasa Struktur, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, E-mail: iswandi@si.itb.ac.id

Abstrak

Paper ini menyajikan pemodelan retak pada struktur beton bertulang dengan menggunakan nonlinear finite
element. Pemodelan retak yang digunakan dalam studi ini adalah discrete crack untuk mensimulasikan
diskontinuitas regangan. Discrete crack dimasukkan ke dalam struktur ketika tegangan utama tarik pada titik
nodal telah mencapai kuat tarik beton. Penerapan discrete crack ini hanya dilakukan jika hasil kombinasi
tegangan didominasi oleh tegangan normal tarik. Meskipun demikian, jika tegangan utama tarik pada Gauss
point telah melampaui tegangan tarik beton, retak diperlakukan sebagai retak tersebar dengan merubah
perilaku material dari isotropik menjadi orthotropik. Untuk menggambarkan arah dan pola retak retak yang
benar, pemasukan discrete crack ke dalam struktur tidak hanya dilakukan dengan melakukan pemisahan titik
nodal yang tegangannya telah mencapai kuat tarik beton, tapi juga merotasi retak ke arah tegak lurus terhadap
arah tegangan utama tarik dan menggeser titik nodal di ujung retak sejauh perambatan retaknya. Beberapa
benda uji dengan kasus yang berbeda yaitu Beam J4 (Burns and Siess 1962), Beam OA (Bresler dan Scordelis
1963) dan Beam A4 (Ahmad et al. 1986). dianalisis untuk memvalidasi model. Model ini bukan hanya mampu
menunjukkan bahwa respon struktur dari model sangat mendekati hasil pengujian eksperimental, tapi juga
dapat menggambarkan pola retak yang benar.

Kata-kata Kunci: Discrete crack, smeared crack, finite element, respon struktur, pola retak, pemisahan titik
nodal, perubahan topologi.

Abstract

This paper presents a crack model for reinforced concrete structures by using nonlinear finite element method.
The crack model used in this study is a discrete crack to simulate strain discontinuity, Discrete cracks are
inserted into the structure when the principal tensile stress of nodes have reached the tensile strength of
concrete. Insertion of discrete cracks into the structure is only performed when resulting stress combinations are
dominated by normal tension stress. Nevertheless, if the principle tension stress on a Gauss point has exceeded
the tensile strength of concrete, the craks is treated as a smeared crack with a change in material behavior from
one isotropic to another orthotropic character. To find the appropriate direction and pattern of cracks, insertion
of discrete cracks into the structure is not only performed by node separation at nodes which have reached the
tensile strength of concrete, but also by rotation of the crack perpendicular to the direction of the principle
tension stress and dragging the crack-tip node as far as the crack has propagated. Some specimens with
different cases e.i Beam J4 (Burns and Siess 1962), Beam OA (Bresler dan Scordelis 1963) and Beam A4
(Ahmad et al. 1986) were analyzed to validate the model. The model is not only able to shows that the structure
response is very close to the experimental test, but also can describe the proper crack pattern.

Keywords: Discrete crack, smeared crack, finite element, structure response, crack pattern, node separation,
topology changes.

Vol. 17 No. 2 Agustus 2010 103


Pemodelan Retak pada Struktur Beton Bertulang

1. Pendahuluan kan dengan memisahkan titik nodal pada elemen-


elemen beton yang bersebrangan. Hal ini mengakibat-
Struktur beton bertulang mempunyai permasalahan kan adanya kesalahan dalam menggambarkan arah
yang sangat komplek akibat adanya pengaruh retak retak, karena arah retak belum tentu sama dengan arah
pada beton. Rendahnya kuat tarik pada beton menjadi jalur titik nodal. Pada paper ini, model retak diskrit
pemicu terjadinya retak-retak pada struktur beton bukan hanya dilakukan dengan memisahkan titik
bertulang. Retak-retak tersebut selain menimbulkan nodal yang saling berseberangan tapi juga melakukan
diskontinuitas regangan pada elemen beton juga rotasi dan penggeseran titik nodal di ujung retak
menurunkan kekakuan struktur beton bertulang. sedemikian rupa sehingga pola retak yang digambar-
Para peneliti sebelumnya memasukkan pengaruh retak kan mempunyai arah dan panjang yang benar.
pada struktur beton bertulang kedalam analisis finite
element dengan pemodelan smeared crack dan 2. Smeared Crack Model
discrete crack. Pengembangan finite element method
dengan memperhitungkan retak beton telah banyak Smeared crack model menganggap bahwa beton yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Ngo dan telah mengalami retak tetap ditinjau sebagai suatu
Scordelis (1967), Nilson (1968), Grootenboer (1979), kontinum. Sebelum terjadi retak beton ditinjau
Yao dan Murray (1995), Einsfield et al. (2000) sebagai material isotropik dan setelah beton
memodelkan retak beton dengan menggunakan mengalami retak beton dianggap sebagai material
discrete crack model. Sedangkan Kotsovos (1984), orthotropik dengan arah sesuai dengan arah tegangan-
Vecchio and Collins (1986), Vecchio (1989), Kwak tegangan utamanya seperti terlihat pada Gambar 1.
dan Filippou (1990), Chung dan Ahmad (1994),
Huang dan Platten (1997), Arafa et al. (1998) Rots Untuk kondisi tegangan bidang (plane stress)
(1990) memodelkan retak beton dengan smeared persamaan hubungan tegangan-regangan elemen
crack model. beton pada arah sumbu global sebelum beton
mengalami retak dapat ditulis sebagai berikut.
Pada kasus smeared crack, retak digambarkan ber-
dasarkan arah tegak lurus tegangan utama tarik di x 1 0 x
Ec
1
Gauss point di dalam elemen beton. Pengaruh retak y = 0 y (1)
pada elemen diperhitungkan melalui perubahan ma- 1 2
1
xy 0 0 xy
triks kekakuan material, dimana sebelum retak, beton 2
dianggap sebagai material isotropik dan setelah retak,
beton dianggap sebagai material orthotropik. Peng- y
gunaan model ini memang cocok untuk menggambar-
tekan
kan elemen-elemen yang tegangannya relatif seragam.
Namun karena metoda ini menganggap elemen yang tarik
telah mengalami retak sebagai kontinum, maka
smeared crack tidak dapat merepresentasikan kondisi
regangan diskontinyu sebagaimana kondisi retak yang
sesungguhnya. Model ini sangat populer dan banyak
digunakan oleh para peneliti karena mudah untuk x
diaplikasikan ke dalam program komputer
tarik 51.
Sedangkan pada kasus discrete crack, retak benar- tekan
benar dimodelkan sebagai bentuk pemisahan titik
P l
nodal sepanjang tepi elemen-elemen yang Gambar 1. Pemodelan smeared crack
bersebrangan jika tegangan utama tarik pada titik
nodal tersebut telah melampaui kuat tarik beton. fc2
Pemodelan ini diakui lebih realistis dalam menggam-
barkan fenomena retak beton. Namun pemisahan titik fc2ma
nodal pada discrete crack membawa konsekuensi
pada perubahan topologi struktur. Ketika discrete
crack dimasukkan kedalam struktur, struktur diang-
gap sebagai struktur baru dan harus dilakukan pembe- Ec2
banan ulang sesuai riwayat pembebanan sebelumnya. 1
Hal ini mengakibatkan proses analisis pada discrete
crack memerlukan running time yang lebih lama. o 2
Discrete crack model yang telah dikembangkan oleh
beberapa peneliti sebelumnya pada umumnya dilaku- Gambar 2. Hubungan tegangan regangan beton
tekan, Vecchio dan Collins (1988)

104 Jurnal Teknik Sipil


Nuroji, dkk.

dimana Ec adalah Modulus elastisitas beton dan n f c


f c 2 max = (7)
adalah Poissons ratio material. Sekali tegangan nor- 1
0.8 0.34
mal melampaui tegangan retak maka beton ditinjau 0
sebagai material orthotropik. Hubungan tegangan-
regangan dalam arah tegangan utama pada setiap dimana, fc : kuat tekan beton
penambahan beban dapat ditentukan dengan meng-
gunakan Persamaan 2. Sedangkan hubungan tegangan-regangan beton pada
arah tegangan utama tarik dimodelkan oleh Vecchio
Ec1 (1988) seperti terlihat pada Gambar 3.
d 11 E 0 d11
c2 Dimana untuk 1 < cr hubungan tegangan-regangan
d 22 = 0 d 22 (2)
beton ditentukan sebagai fungsi linier terhadap
d 0 Ec1 Ec 2 d 12
12
0 regangan.
Ec1 + Ec 2 + 2Ec 2

f c1 = E c 1 (8)
Dimana:
Untuk 1 cr hubungan tegangan-regangan beton
= E c1 (3) diformulasikan sebagai berikut:
E c1
2 f cr
Ec2 f c1 = (9)
1 + 200 1
Ketika beton telah retak, maka Poisson ratio n pada
Dimana fcr merupakan tegangan retak beton, Vecchio
material yang telah mengalami retak dapat diabaikan,
menentukan nilai fcr sama dengan tegangan tarik ft.
dengan demikian Persamaan 2 dapat ditulis kembali
menjadi.
3. Discrete Crack Model
d 11 Ec1 0 0 d11
0
0 d 22
Di sisi lain pemodelan discrete crack menawarkan
d 22 = Ec 2 (4) adanya diskontinuitas regangan pada elemen beton
d 0 G d 12
12 0 dengan melakukan pemisahan titik nodal ketika
tegangan utama tarik di titik nodal mencapai tegangan
Dimana: retak beton seperti terlihat pada Gambar 4. Pemode-
G = Ec1 Ec 2 lan discrete crack ini telah diperkenalkan oleh Ngo
(5) dan Scordelis tahun 1967, discrete crack diberikan
Ec1 + Ec 2
dengan cara memberikan retak awal (predefined crack)
Beton yang telah mengalami retak dianggap masih pada struktur dengan membuat duplikasi titik-titik
mempunyai kekuatan geser akibat adanya aggregate nodal pada lokasi yang sama. Namun model ini tidak
berkembang secara baik, karena implementasinya
interlocking sebesar G, dimana merupakan
sangat sulit.
konstanta. Ec1 dan Ec2 adalah modulus beton untuk
kondisi tarik dan tekan dalam arah sumbu orthotropik
yang masing-masing mempunyai arah tegak lurus dan
fc1
sejajar terhadap arah retak beton. Pada penelitian ini
Ec1 dan Ec2 ditentukan dengan menggunakan modulus
secan dari hubungan tegangan-regangan beton.
Hubungan tegangan regangan pada kondisi tekan da- fcr
pat dimodelkan seperti Gambar 2, Vecchio dan
Collins (1988).
2
2

f c 2 = f c 2 max 2 2 (6)
0 0
Ec1
Dimana:
1
o : regangan tekan beton pada saat tegangan
mencapai puncak cr 1
1 : regangan tarik beton
Gambar 3. Hubungan tegangan regangan beton
fc2max : kuat tekan beton pada awal retak, nilai fc2max pada arah utama tarik, Vecchio (1988)
dapat ditentukan melalui Persamaan 7.

Vol. 17 No. 2 Agustus 2010 105


Pemodelan Retak pada Struktur Beton Bertulang

4.1 Kriteria tegangan

Tegangan-tegangan yang terjadi pada struktur beton


bertulang umumnya merupakan kombinasi dari
tegangan normal dan tegangan geser. Pola retak pada
struktur yang dominan mengalami tegangan normal
Pemisahan tarik cenderung membentuk pola retak diskrit. Retak
titiknodal
demikian menggambarkan fenomena diskontinuitas
regangan pada struktur. Pemodelan retak yang paling
sesuai untuk memodelkan retak demikian adalah
discrete crack model. Sementara itu pola retak yang
Gambar 4. Pemodelan discrete crack terbentuk pada struktur beton bertulang yang mene-
rima tegangan geser seperti pada pengujian struktur
Implementasi discrete crack pada finite element panel yang dilakukan oleh Vecchio dan Collins
sesungguhnya lebih merupakan prosedur perubahan (1986), pola retak yang terjadi menunjukkan jumlah
topologi. retak yang banyak dengan retak-retak kecil yang
tersebar secara merata (distributed crack) pada ele-
crack
men. Pola retak demikian tentu sangat sulit untuk
titik dimodelkan dengan pemodelan discrete crack dan
akan lebih mudah jika dimodelkan dengan mengguna-
elemen kan pemodelan smeared crack.
beton
Untuk memasukan discrete crack ke dalam struktur,
elemen tegangan-tegangan pada titik nodal harus dievaluasi.
Akan tetapi tegangan-tegangan yang diperoleh dari
Gambar. 5. Pemodelan discrete crack dengan analisis finite element adalah tegangan-tegangan yang
predefined crack. Ngo dan Scordelis (1967)
terjadi pada Gauss point. Oleh karena itu, agar dapat
Ketika suatu struktur diberikan beban inkremental P(i) mengevaluasi tegangan yang terjadi pada titik nodal
dimana tegangan utama tarik pada suatu titik nodal maka tegangan-tegangan pada titik nodal harus
telah mencapai tegangan retak beton, maka dilakukan diketahui. Tegangan pada titik nodal dapat dihitung
pemisahan titik nodal dengan cara menduplikasi- dengan cara mengekstrapolasi tegangan-tegangan
kannya pada lokasi yang sama. Akibat pemisahan titik pada Gauss point. Ekstrapolasi dapat dilakukan den-
nodal inilah maka elemen-elemen yang berdekatan gan mengalikan fungsi bentuk dengan tegangan x, y
yang semula terhubung oleh satu titik nodal menjadi dan xy pada Gauss point.
terpisah satu sama lain. Pemisahan titik nodal ini 4
mengakibatkan topologi struktur berubah, sehingga = N i i (10)
penomoran titik nodal harus ditata ulang serta titik- i =1
titik nodal dimana terdapat gaya-gaya kerja dan titik-
titik nodal yang terkekang (restrained) juga harus Dimana
dipetakan dari topologi lama ke topologi baru. Dengan : tegangan pada titik nodal
demikian, maka struktur dianggap sebagai struktur i : tegangan pada Gauss point
baru. Selanjutnya beban inkremental dikenakan kem-
Ni : fungsi bentuk dengan batas Gauss point
bali mulai dari awal beban inkrementasi sampai pada
inkrementasi berikutnya P(i+1). Jika tegangan utama Dari Persamaan 10 dapat dihitung tegangan-
tarik telah melampaui tegangan retak beton maka dila- tegangan di titik nodal dalam arah sumbu global yaitu
kukan proses pemisahan titik nodal sebagaimana lang- x, y dan xy. Akan tetapi tegangan-tegangan hasil
kah sebelumnya dan seterusnya hingga inkrementasi ekstrapolasi ini hanya mewakili satu elemen saja.
beban selesai. Padahal titik nodal pada struktur bisa merupakan
kumpulan titik-titik nodal dari beberapa elemen yang
4. Kriteria Discrete Crack saling berdekatan. Untuk mendapatkan tegangan-
tegangan pada titik nodal yang dapat mewakili ele-
Dalam studi ini penerapan discrete crack kedalam men-elemen disekitarnya harus dicari nilai rata-
finite element dilakukan dengan cara memisahkan titik ratanya. Tegangan rata-rata di titik modal ini selanjut-
nodal ketika tegangan utama tarik pada titik nodal nya dievaluasi untuk menentukan apakah akan dilaku-
tersebut telah mencapai tegangan retak beton. Karena kan pemisahan titik nodal atau tidak. Jika tegangan-
pada studi ini perambatan discrete crack hanya diba- tegangan arah sumbu global diketahui, maka tegangan
tasi pada titik-titik nodal di tepi elemen, maka ada dua utama tarik 1, tegangan utama tekan 2 dan sudut
kriteria yang harus dipenuhi untuk memasukkan antara arah tegangan utama tarik 1 dan arah tegangan
discrete crack ke dalam struktur. tarik pada sumbu global dapat ditentukan dengan
menggunakan Persamaan 11, 12 dan 13.
106 Jurnal Teknik Sipil
Nuroji, dkk.

x + y y
2 Oleh karena itu, untuk mendapatkan arah retak diskrit
1 = + x + xy 2 (11) yang benar pada studi ini tidak hanya melakukan
2 2 prosedur pemisahan titik nodal saja, tapi juga memutar
jalur titik nodal sesuai dengan arah tegak lurus
x +y x y
2 tegangan utama tarik. Sedangkan untuk menentukan
2 = + xy 2 (12) panjang perambatan retak dilakukan penggeseran titik
2 2 nodal di ujung retak ke suatu titik dimana tegangan
tarik pada arah tegak lurus retak sama dengan kuat
2 xy tarik beton. Dengan demikian retak diskrit yang ter-
tan (2 ) = (13)
x y bentuk akan merepresentasikan kondisi retak yang
sesuai terhadap arah maupun perambatan ujung retak
Discrete crack dapat dimasukkan ke dalam struktur yang sesungguhnya. Mekanisme perubahan topologi
jika tegangan utama tarik 1 pada titik nodal telah dapat dijelaskan sebagai berikut:
mencapai tegangan tarik beton ft. Akan tetapi untuk
menentukan apakah retak pada titik nodal tersebut 4.2.1 Kasus I
akan dimodelkan dengan discrete crack atau tidak
masih perlu dievaluasi lagi terhadap kombinasi tegan- Kasus ini merupakan permulaan retak yang dimulai
gan normal dan tegangan tarik. Jika pada suatu titik dari tepi struktur, retak ini terjadi jika tegangan utama
bekerja tegangan uniaksial tarik, maka arah tegangan tarik pada titik nodal terluar yang terletak diantara dua
utama tarik akan berimpit dengan arah tegangan tarik elemen (titik nodal I) seperti digambarkan dalam
global atau = 0. Jika pada suatu titik bekerja Gambar 6. melampaui tegangan retak beton. Arah
perambatan retak tegak lurus dengan arah tegangan
tegangan geser murni, maka arah tegangan utama tarik
utama tarik pada titik nodal I menuju titik nodal J.
akan membentuk sudut = 45.
Untuk menentukan panjang retak lcr dilakukan dengan
Dengan menganggap sudut = 22.5 sebagai nilai menggunakan interpolasi linier terhadap tegangan
tengah dari kedua kondisi tersebut di atas, maka dapat utama tarik yang terjadi di antara titik nodal I dan J.
dianggap bahwa pada rentang nilai 0 22.5 Ujung retak (crack tip) berhenti pada jalur nodal (I J)
kombinasi tegangan didominasi oleh tegangan normal dimana tegangan tarik utama sama dengan tegangan
tarik. Kondisi ini merupakan salah satu batasan untuk retak fcr. Jika arah retak membentuk sudut dengan arah
memasukkan discrete crack ke dalam finite element. jalur nodal (I - J) maka retak diputar sebesar perbedaan
Oleh karena itu pada penelitian ini pemisahan titik sudut tersebut (). Pada pangkal retak (titik nodal I)
nodal hanya dilakukan jika tegangan utama tarik pada terbentuk titik nodal baru yang berimpit dengan titik
titik nodal telah mencapai tegangan tarik beton dan nodal lama sebagai hasil duplikasi.
kombinasi tegangan-tegangan di titik nodal tersebut
4.2.2 Kasus II
membentuk sudut 0 22.5. Sedangkan untuk
nilai 22.5 < 45 tegangan-tegangan di titik nodal Kasus ini merupakan perambatan retak lanjutan dari
lebih didominasi oleh tegangan geser dimana perilaku kasus I dimana retak berkembang dari titik nodal I ke
retak yang terjadi merupakan retak yang tersebar. titik nodal J. Tentukan tegangan utama tarik di titik
Oleh karena itu prosedur pemisahan titik nodal tidak nodal I sebagai dasar untuk menentukan sudut retak.
perlu dilakukan. tapi akibat retak yang tersebar keka- Tentukan titik potong antara garis pada arah sudut
kuan elemen berubah. Beton yang semula dianggap retak yang berpangkal di titik nodal I dan garis yang
sebagai material isotropik selanjutnya ditinjau sebagai menghubungkan titik nodal J dan K di J, tegangan-
material orthotropik. tegangan di titik J di tentukan dari hasil interpolasi
4.2 Kriteria topologi linier antara tegangan-tegangan di titik nodal J dan K.
Tentukan tegangan di J yang berarah tegak lurus retak
Untuk memasukkan discrete crack, selain kriteria atau sejajar dengan tegangan utama tarik di I. Panjang
tegangan seperti penjelasan di atas, juga dibatasi oleh retak lcr ditentukan dengan menggunakan interpolasi
kondisi topologi. Pada paper ini pemodelan discrete linier antara tegangan utama di titik nodal I dan
crack hanya dilakukan pada jalur titik nodal yang tegangan arah tegak lurus retak di J. Ujung retak
menghubungkan antara elemen-elemen yang berse- (crack tip) berhenti pada jalur nodal (I J) dimana
brangan ketika tegangan utama tarik di titik nodal tegangan tarik pada arah tegak lurus retak sama den-
telah mencapai tegangan retak beton. Akan tetapi gan tegangan retak fcr. Jika panjang retak lcr lebih dari
pemisahan titik nodal seperti ini tidak dapat menggam- setengah panjang jalur nodal (I J) maka titik nodal I
barkan arah retak yang benar. Selain itu panjang ini akan diduplikasi sehingga terbentuk titik nodal baru
perambatan retak pada setiap beban inkrementasi juga dengan posisi berimpit dengan titik nodal lama. Jika
tidak tepat, karena perpanjangan retak akan merambat panjang retak lcr kurang dari setengah panjang jalur
dari titik nodal yang satu ke titik nodal yang lain. nodal (I J) maka berlaku kasus III. Untuk menghin-

Vol. 17 No. 2 Agustus 2010 107


Pemodelan Retak pada Struktur Beton Bertulang

dari geometric distortion semua titik nodal-tengah Dari Beam J4 tersebut diatas dilakukan analisis
elemen di atur kembali sehingga berada di tengah dengan menggunakan finite element yang telah dima-
antara titik-titik nodal-sudut di sebelahnya seperti sukkan pemodelan retak untuk mendapatkan respon
terlihat pada Gambar 7. struktur hubungan beban perpindahan. Selanjutnya
respon struktur hasil simulasi numerik ini dibanding-
4.2.3 Kasus III kan dengan respon struktur hasil pengujian eksperi-
mental oleh Burns and Siess (1962) dan respon struk-
Kasus ini merupakan kasus yang sama dengan kasus tur hasil simulasi dari pemodelan-pemodelan para
II. Akan tetapi panjang retak lcr kurang dari setengah peneliti terdahulu yaitu: Kwak dan Filippou (1990),
dan lebih besar 10 % dari jarak titik nodal I ke titik Lowes (1999) dan Barzegar Schnorbits sebagai bahan
nodal J sehingga titik nodal I ini tidak perlu evaluasi. Respon struktur hubungan beban perpinda-
diduplikasi, akan tetapi posisi titik nodal I bergeser han dari hasil pengujian eksperimental maupun hasil
sepanjang lcr dimana pada posisi tersebut tegangan simulasi numerik disajikan dalam bentuk grafik
utama tarik sama dengan tegangan retak fcr, perge- seperti terlihat pada Gambar 10.
seran titik nodal I searah dengan arah jalur retak.
Untuk menghindari geometric distortion semua titik
nodal-tengah elemen di atur kembali sehingga berada
di tengah antara titik-titik nodal-sudut di sebelahnya
kecuali titik nodal ujung retak yang baru terbentuk
terlihat pada Gambar 8.

5. Aplikasi Model
arahretak
Untuk menguji akurasi model yang diaplikasikan
dalam finite element, pada studi ini dilakukan analisis
terhadap beberapa struktur balok beton bertulang hasil
pengujian eksperimental dari para peneliti terdahulu fcr
sebagai bahan validasi dalam studi ini. Benda uji-
benda uji yang akan ditinjau antara lain hasil eksperi- J
mental yang dilakukan oleh Burns and Siess (1962),
Bresler dan Scordelis (1963) dan Ahmad et al. (1986). lcr arahtegangan
Selain itu pola retak hasil analisis juga akan utamatarik
dievaluasi.
f>fcr I
5.1 Pengujian Beam J4

Beam J4 hasil pengujian eksperimental yang dilaku-


kan oleh Burns and Siess (1962) merupakan balok
beton bertulang dengan tulangan tunggal dengan
kondisi penulangan underreinforced. Beam J4 terse-
but mempunyai dimensi penampang sebagai berikut,
lebar 203.2 mm dan tinggi total 508 mm dengan tu-
langan tunggal As (1013 mm2). Material beton yang
digunakan mempunyai modulus elastisitas Ec =26201
MPa dengan kuat tekan fc =33.23 MPa, Sedangkan
baja tulangan yang digunakan mempunyai modulus
elastisitas Es =203402.5 MPa dengan tegangan leleh fy
=309.5 MPa. Beam J4 mempunyai panjang bentang
3657.6 mm yang ditumpu dengan tumpuan sederhana J
(sendi dan rol). Pembebanan yang dikenakan pada titiknodalbaru
struktur adalah beban terpusat tunggal di tengah ben- lcr
tang seperti terlihat pada Gambar 9. Peneliti-peneliti
terdahulu seperti Kwak dan Filippou (1990), Lowes
I
(1999) dan Barzegar Schnorbits juga menggunakan titiknodalberimpit
Beam J4 sebagai bahan untuk melakukan pengujian
pemodelan numerik mereka. Gambar 6. Perambatan retak Kasus I

108 Jurnal Teknik Sipil


Nuroji, dkk.

arahretak arahretak

J J K J J K

lcr
lcr
I I
arahtegangan arahtegangan
utamatarik utamatarik

K J K
J

lcr
titik nodal lcr
baru I
I PosisititiknodalI
titiknodal sebelumnya
berimpit

titiknodal
berimpit

Gambar 7. Perambatan retak Kasus II Gambar 8. Perambatan retak Kasus III

203.2

457.2 508.0mm
As=1013

(a)

1828.8 1828.8
(b)
Gambar 9. Struktur balok Beam J4. (a) penampang. (b) pembebanan

Vol. 17 No. 2 Agustus 2010 109


Pemodelan Retak pada Struktur Beton Bertulang

Hubungan Beban-Perpindahan
200 Beam J4

180

160

140

120
B eb an (kN )

100 P
80

60
Eksperimental
Kw ak dan Filippou (1990)
40
Low es (1999)
20 Usulan model Nuroji
Barzegar Schnorbits
0
0 5 10 15 20
Perpindahan (mm )

Gambar 10. Respon Pembebanan dan Perpindahan di tengah bentang struktur Beam J4

Dari Gambar 10 menunjukkan bahwa respon struktur


yang ditunjukkan oleh hasil simulasi numerik dengan
menggunakan pemodelan yang diusulkan dalam studi
ini sangat dekat dengan respon struktur hasil pengu-
jian eksperimental yang dilakukan oleh Burns and Gambar 11. Pola retak Beam J4
Siess (1962). Bahkan respon struktur yang ditunjuk- 5.2 Pengujian Beam OA
kan dari hasil pemodelan ini memperlihatkan hasil
yang lebih akurat dibanding dengan hasil pemodelan- Berbeda dengan struktur Beam J4 yang ditulangi
pemodelan dari para peneliti terdahulu baik oleh dengan tulangan tunggal under-reinforced, Beam OA
Kwak dan Filippouo1990), Lowes (1999) maupun merupakan struktur beton bertulang yang ditulangi
Barzegar Schnorbits. dengan tulangan rangkap over-reinforced. Pengujian
eksperimental terhadap Beam OA ini dilakukan oleh
Selain respon struktur, hasil simulasi pemodelan ini Bresler dan Scordelis (1963) dan pada tahun 1990
juga bisa menggambarkan pola retak yang dapat mem- Kwak dan Filippou melakukan simulasi numerik
presentasikan diskontinuitas regangan seperti terlihat terhadap Beam OA untuk mendapatkan respon struk-
pada Gambar 11. Meskipun tidak ada data tur beban perpindahan.
pembanding tentang pola retak dari hasil pengujian
eksperimental Burns and Siess, prediksi pola retak Struktur balok ini berdimensi 305 mm 560 mm dan
dari hasil simulasi menunjukkan pola yang sangat mempunyai tulangan tarik memanjang 4#9, tulangan
rasional. Retak di tengah bentang menunjukkan retak tekan 2#4 dan tulangan sengkang #2 @ 210 mm.
vertikal yang menggambarkan pola retak akibat Material beton yang digunakan mempunyai properties
tegangan normal, sedangkan retak-retak di sebelah sebagai berikut : kuat tekan beton fc' = 24.1 Mpa,
kanan dan kiri menunjukkan retak-retak miring yang modulus elastisitas Ec = 23215.5 Mpa, Poisson ratio n
menggambarkan adanya pengaruh geser. = 0.2. Dalam studi ini kuat tarik beton ditentukan 0.4

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemode- f c seperti yang digunakan oleh peneliti-peneliti lain
lan yang digunakan dalam penelitian ini sangat repre-
sentatif untuk mensimulasikan respon struktur hubun- yaitu, Vecchio (1988) dan Chung dan Ahmad (1994).
gan antara beban dan perpindahan dan pola retak dari Sedangkan properties untuk baja tulangan ditentukan
balok beton bertulang dengan tulangan tunggal. masing-masing sebagai berikut:
fy = 555 Mpa Es = 217882 Mpa untuk tul. #9
fy = 345 MPa Es = 200000 Mpa untuk tul. #4
fy = 325 MPa Es = 200000 Mpa untuk tul. #2
110 Jurnal Teknik Sipil
Nuroji, dkk.

Struktur Beam OA dan penampangnya seperti ditun- 5.3 Pengujian Beam A4


jukkan pada Gambar 12.
Struktur Beam A4 ini merupakan salah satu sampel
Respon struktur hubungan beban dan perpindahan pengujian eksperimental yang dilakukan oleh Ahmad
ditengah bentang dari hasil analisis pemodelan ini et al. (1986) kemudian dianalisis oleh Chung dan
dibandingkan dengan hasil eksperimental yang dilaku- Ahmad (1994) untuk mengevaluasi pemodelan yang
kan oleh Bresler dan Scordelis (1963) dan hasil mereka usulkan. Struktur Beam A4 mempunyai
pemodelan numerik yang dilakukan oleh Kwak dan dimensi penampang lebar (127 mm) dan tinggi total
Filippou (1990) seperti ditunjukkan pada Gambar 13. (254 mm) dengan tebal selimut (50.8 mm). Penam-
pang Balok A4 tanpa tulangan geser diberi tulangan
Dari grafik 13 membuktikan bahwa pemodelan ini tunggal dengan ratio 3.93% yaitu 2#8 dengan luas
bukan hanya akurat untuk mensimulasikan struktur tulangan (1013.4 mm2). Panjang bentang struktur
beton bertulang dengan tulangan tunggal under- balok Beam A4 dari tumpuan ke tumpuan (1341.12
reinforced saja seperti pada Beam J4, tapi juga cukup mm), tumpuan yang digunakan adalah tumpuan seder-
akurat untuk mensimulasikan struktur beton bertulang hana (sendi dan rol). Berbeda dengan dua struktur
dengan tulangan rangkap overreinforced seperti pada sebelumnya yaitu Beam J4 dan Beam OA yang dike-
Beam OA. Meskipun pengujian numerik pemodelan nakan dengan beban terpusat tunggal di tengah ben-
ini telah dilakukan terhadap dua struktur beton bertu- tang. balok ini dikenakan dua beban terpusat simetris
lang dengan kondisi yang berbeda menunjukkan hasil dengan jarak 406.4 mm dari beban ke beban seperti
yang sangat baik. Namun untuk melengkapi pengujian terlihat pada Gambar 15.
terhadap model ini, akan dilakukan pengujian terha-
dap struktur beton bertulang untuk kasus yang lain Properties material beton yang digunakan adalah kuat
yaitu Beam A4. tekan beton fc = 66.12 MPa, kuat tarik yang diambil
dalam penelitian ini adalah ft = 2.68 MPa sama dengan
Sebagaimana pada Beam J4 hasil simulasi terhadap yang digunakan oleh Chung dan Ahmad, modulus
Beam OA juga memperlihatkan simulasi pola retak elastisitas beton Ec = 35093 Mpa dan Poisson ratio n =
yang sangat baik seperti ditunjukkan pada Gambar 0.2. Tegangan leleh untuk baja tulangan fy = 413 MPa
14. Meskipun tidak ada data pembanding tentang pola dan modulus elastisitasnya Es = 200000 MPa.
retak dari hasil pengujian eksperimental Bresler dan
Scordelis, namun pola retak hasil simulasi menunjuk- Respon struktur hubungan beban dan perpindahan
kan pola yang sangat rasional. Retak di tengah ben- ditengah bentang dari hasil analisis pemodelan ini
tang menunjukkan retak vertikal yang menggambar- dibandingkan dengan hasil eksperimental yang dilaku-
kan pola retak akibat tegangan normal, sedangkan kan oleh Ahmad et al. (1986) dan hasil pemodelan
retak-retak di sebelah kanan dan kiri menunjukkan numerik yang dilakukan oleh Chung dan Ahmad
retak-retak miring yang menggambarkan adanya (1994) seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Dari
pengaruh geser. grafik 16 membuktikan bahwa pemodelan ini juga
akurat untuk mensimulasikan struktur beton bertulang
dengan tulangan tunggal yang dibebani four point
50 loading.
2#4 Dasil pengujian numerik terhadap tiga buah benda uji
#2@210 hasil pengujian eksperimental para peneliti terdahulu
560mm dapat disimpulkan bahwa pemodelan retak yang dima-
4#9 sukkan ke dalam program finite element untuk struktur
beton bertulang sangat akurat dalam menggambarkan
60
respon struktur hubungan beban perpindahan.
65
305mm P

220 220
1830mm 1830mm

Gambar 12. Struktur balok Beam OA. (a) penampang. (b) pembebanan

Vol. 17 No. 2 Agustus 2010 111


Pemodelan Retak pada Struktur Beton Bertulang

500

450

400

350

300
Beban (kN)

250 P
200

150 Eksperimental

Kw ak-Filippou
100
Usulan model Nuroji
50

0
0 2 4 6 8 10 12 14
Perpindahan (m m )
Gambar 13. Respon Pembebanan dan Perpindahan di tengah bentang struktur Beam OA

Gambar 14. Pola retak Beam OA

203.2mm 254mm

As=1013.4mm2

127mm

P/2 P/2

41mm 41mm

467.36mm 406.4mm 467.36mm

Gambar 15. Struktur balok Beam A4

112 Jurnal Teknik Sipil


Nuroji, dkk.

225

200

175

150
Beban (kN)

125

100
P P
75

Eksperimental
50
Chung dan Ahmad (1994)
25
Usulan pemodelan Nuroji
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Perpindahan (mm )
Gambar 16. Respon Pembebanan dan Perpindahan di tengah bentang struktur Beam A4

Pola retak hasil simulasi untuk Beam A4 ini memperli- dari nol dan pada inkrementasi beban dimana pada
hatkan bahwa di daerah tengah bentang yang meru- siklus beban sebelumnya terjadi perubahan topologi
pakan daerah lentur murni pola retak yang terjadi deformasi yang terjadi meningkat yang ditunjukkan
adalah pola retak vertikal. Namun pola retak yang ter- sebagai bagian kurva mendatar. Dengan demikian
jadi tepat di bawah beban menunjukkan retak vertikal dapat dijelaskan bahwa bagian kurva yang mendatar
di bagian bawah, kemudian sedikit berbelok. Hal ini adalah perubahan kekakuan akibat terjadinya retak
dikarenakan di lokasi tersebut merupakan lokasi diskrit yang direpresentasikan dalam finite element
peralihan dari lentur murni ke geser lentur. Pola retak sebagai penduplikasian titik nodal.
di daerah geser lentur pola retak yang terjadi
cenderung lebih miring seperti ditunjukkan pada Selain itu pemodelan ini juga mampu menggambarkan
Gambar 17 di bawah ini. Sayangnya penelitian pola retak diskrit yang sangat representatif dimana
Ahmad et.al (1986) tidak menyediakan gambar pola retak-retak yang digambarkan merupakan bentuk
retak hasil pengujian sebagai pembanding. diskontinuitas yang sulit untuk dihasilkan melalui
pemodelan smeared crack. Meskipun tidak dibanding-
Secara umum respon struktur hubungan beban- kan dengan pola retak hasil pengujian eksperimental
perpindahan yang dihasilkan dari hasil pemodelan ini karena tidak adanya data, namun semua pola retak
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan respon yang ditunjukkan cukup rasional.
struktur hubungan beban-perpindahan hasil pemodelan
peneliti-peneliti yang lain. Grafik yang ditunjukkan
oleh hasil pemodelan terdahulu menunjukkan respon
yang halus, sedangkan grafik hasil pemodelan peneli-
tian ini terlihat patah-patah. Hal ini dikarenakan
adanya perubahan topologi pada struktur sebagai
akibat dari penduplikasian titik nodal pada titik nodal
yang tegangannya telah melampaui tegangan retak
sebagai representasi dari retak diskrit. Pada saat
topologi berubah, inkrementasi beban diulangi lagi Gambar 17. Pola retak Beam A4

Vol. 17 No. 2 Agustus 2010 113


Pemodelan Retak pada Struktur Beton Bertulang

6. Kesimpulan Concrete Structures, Taking Account of


Nonlinear Physical Behaviour and The
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan Development of Discrete Crack, PhD. Disser-
sebagai berikut: tation, civiel ingenieur geboren te Amsterdam,
1. Pemodelan retak dalam studi ini dapat menggam- Delftse Universitaire Pers.
barkan respon struktur hubungan beban perpinda- Huang, Z. and Platten, A., 1997, Nonlinear Finite
han secara baik, bahkan dibandingkan dengan Element Analysis of Planar Reinforced
model-model terdahulu. Concrete Members Subjected to Fires, ACI
2. Kurva hubungan beban perpindahan hasil Structural Journal, May-June, 272-282.
pemodelan ini memperlihatkan adanya pelepasan Kotsovos, M.D., 1984, Behavior of Reinforced
energi regangan akibat adanya perubahan Concrete Beams with a Shear Span to Depth
topologi yang digambarkan sebagai bagian kurva Ratio Between 1.0 and 2.5, ACI Journal, May-
yang mendatar. June, 279-286.
3. Model retak dalam studi ini bukan hanya dapat Kwak, H.G. and Filippou, F.C., 1990, Finite Element
merepresentasikan diskontinuitas regangan, tapi Analysis of Reinforced Concrete Structures
juga mampu menggambarkan pola dan arah retak Under Monotonic Loads, California: Report
yang cukup rasional dimana alur retak memben- No. UBC/SEMM-90/14, Departement of Civil
tuk sudut sesuai dengan arah tegak lurus tegangan Engineering, University of California, Berke-
utama tarik. ley.
Lowes, L.N., 1999, Finite Element Modeling of Rein-
6.1 Saran forced Concrete Beam-Column Bridge Con-
nections, Berkekey: PhD. Dissertation, Univer-
Meskipun respon struktur yang digambarkan dalam
sity of California, 40.
studi ini menunjukkan hasil yang sangat dekat dengan
pengujian eksperimental, tapi pola retak yang diben- Ngo, D. and Scordelis, C. 1967, Finite Element
tuk dari pemodelan ini belum dilakukan validasi ter- Analysis of Reinforced Concrete Beams, ACI
hadap pengujian eksperimental. Hal ini dikarenakan Journal, March, 152-163.
terbatas informasi tentang pola retak dari penelitian Nilson, A.H., 1968, Nonlinear Analysis of Reinforced
terdahulu. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian Concrete By The Finite Element Method, ACI
eksperimental untuk melakukan validasi terhadap pola Journal, September, 757-766.
retak. Rots, J.G., 1988, Computational Modeling of
Concrete Fracture, PhD. Dissertation,
Daftar Pustaka Technische Universiteit Delf.
Ahmad, S.H., Khaloo, A.R. and Proveda, A., 1986, Vecchio, F.J., 1989, Nonlinear Finite Element Analy-
Shear Capacity of Reinforced High-Strength sis of Reinforced Concrete Membranes, ACI
Concrete Beams, ACI Journal, March-April, Structural Journal, January-February, 26-34.
297-305.
Vecchio, F.J. and Collins, M.P., 1986, The Modified
Arafa, M. and Mehlhorn, G., 1998, A Modified Compression-Field Theory for Reinforced
Discrete Model in the Nonlinear Finite Ele- Concrete Elements Subjected to Shear, ACI
ment Analysis of Prestressed and Reinforced Journal, Vol. 83, March-April, 219-231.
Concrete Structures, 2nd International PhD
Vecchio, F.J. and Collins, M.P., 1988, Predicting the
Symposium in Civil Engineering, Budapest.
Response of Reinforced Concrete Beams Sub-
Bresler, B. and Scordelis, A.C., 1963, Shear Strength jected to Shear Using Modified Compression
of Reinforced Concrete Beams. Journal of Field Theory, ACI Structural Journal, Vol. 85,
ACI, Vol. 60, No. 1, pp. 51-72. May-June, 258-268.
Chung, W., and Ahmad, S.H., 1994, Model for Shear Vecchio, Frank, J., 1989, Nonlinear Finite Element
Critical High-Strength Concrete Beams, ACI Analysis of Reinforced Concrete Membranes,
Journal, Vol. 91, January-February, 31-40. ACI Structural Journal, January-February.
Einsfeld, R.A., Martha, L.F. and Bittencourt, T.N. Burns, N.H. and Siess, C.P. (1962). "Load-
2000, Combination of Smeared and Discrete Deformation Characteristics of Beam-Column
Crack Approaches with The Use of Interface Connections in Reinforced Concrete". Urbana:
Elements, European Congress on Computa- Civil Engineering Studies, SRS No. 234,
tional Methods in Applied Sciences and University of Illinois.
Engineering, Eccomas 2000, Barcelona 11-14 Yao, B. and Murray, D.W., 1995, Study of Concrete
September. Cracking and Bond Using a Distributed
Grootenboer, Johannes, H., 1979, Finite Element Discrete Crack Finite Element (FE) Model,
Analysis of Two Dimensional Reinforced ACI Material Journal, January-February, 93-
104.
114 Jurnal Teknik Sipil

You might also like