Professional Documents
Culture Documents
Adult Respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan dari gagal napas akut yang
ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa
gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar. Selain itu, ARDS dikenal juga dengan nama noncardiogenic
pulmonary edema, shock pulmonary, dan lain-lain.
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa (SDPD) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba
dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah
terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal (Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses
difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang
terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan
karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
Berdasarkan anatomi:
Saluran nafas bagian bawah; trachea, bronchi, bronchioli dan percabangannya sampai alveoli
Berdasar fungsionalnya:
Area konduksi: sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat lewatnya udara
pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan udara dg suhu tubuh hidung, faring, trakhea,
bronkus, bronkiolus terminalis.
Area fungsional atau respirasi: mulai bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara
dengan darah.
2.3 Etiologi
Cedera sistem saraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor, dan peningkatan tekanan intracranial dapat
menyebabkan terangsangnya saraf simpatis sehingga mengakibatkan vasokontriksi sistemik dengan
distribusi sejumlah besar volume darah ke dalam paru-paru. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan kemudian akan menyebabkan cedera paru-paru (lung injury).
7. Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO 2, dan ozon).
9. Menelan obat berlebih dan overdosis narkotik/nonnarkotik (heroin, opioid dan aspirin).
10. Kelainan darah (DIC, transfuse darah multiple, dan bypass kardiopulmoner)
12. Respons imunologik terhadap antigen pejamu (sindrom goodpasture dan SLE).
Biasanya pada pasien dengan ARDS merupakan golongan yang kuat untuk menjelaskan mekanisme yang
mealui cidera pembuluh darah paru. Mekanisme ini kelihatannya bergantung pada intraksi sel-sel radang
yang aktif, mediator bumolar, sel-sel endoterial. Penjelasan yang lebih baik tentang mekanisme ini akan
menentukan perkembangan intervensi farmakologi yang efektif. Baru-baru ini, penelitian telah
difokuskan pada mekanisme yang menyebabkan pengaktifan sel-sel peradangan (khususnya PMN),
trombosit, dan faktor-faktor pembekuan lain, karena ARDS jelas merupakan bagian keadaan sistemik
yang disebabkan oleh radang yang dapat berkembang secara berlahan menjadi gagal organ yang
multipel.
d. Infeksi mata
e. Nyeri otot
j. Takikardi, takipnea
m. Sianosis
n. Hipoksemia
2.5 Patofisiologi
Terlepas dari awal mula prosesnya, ARDS selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru-
paru sehingga membentuk edema paru-paru. Namun, hal ini berbeda dengan edema paru-paru
kardiogenik. Awalnya terdapat cedera pada membrane alveolar kapiler yang menyebabkan kebocoran
cairan, makromolekul, dan komponen-komponen sel darah ke dalam ruangan interstisial. Seiring dengan
bertambah parahnya penyakit, kebocoran tersebut masuk ke dalam alveoli. Peningkatan permeabilitas
vascular terhadap protein membuat perbedaan hidrostatik yang besar sehingga peningkatan tekanan
kapiler yang ringan pun dapat meningkatkan edema interstisial dan alveolar. Kolaps alveolar terjadi
sekunder terhadap efek cairan alveolar, terutama fibrinogennya yang mengganggu aktivitas surfaktan
normal dan karena kemungkinan gangguan produksi surfaktan lanjutan oleh cedera pada pneumocyl
granular. Kapasitas pengisian paru-paru menjadi kurang yaitu menjadi kaku karena edema interstisial dan
kolaps alveoli.
PATOFLOW
Alveolar
Efferent hipertermia
Termoregulasi
dispnea/ takipnea
2.6 Komplikasi
c. Perdarahan pulmoner
d. Displasia bronkopulmoner
e. Apnea
f. Hipotensi sistemik
2.7 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Diagnostik
- Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa klinis yang
tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk
melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian hiperkapnea
dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir.
- Pada permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat
gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan
PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis
penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada
menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih
hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat, terdapat
asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Identifikasi laboratorium untuk infeksi virus influenza A berupa deteksi antigen langsung, isolasi pada
kultur sel, atau deteksi RNA spesifik influenza dengan reverse transcriptasepolymerase chain reaction
(RT-PCR). Tes serologi untuk mengukur antibodi spesifik influenza A meliputi tes haemagglutination
inhibition (HI), enzyme immunoassay, dan tes neutralisasi. Tes mikroneutralisasi direkomendasikan untuk
mendeteksi antibodi spesifik highly pathogenic avian influenza A. Spesimen diambil dari aspirasi
nasofaring, aspirasi endotrakeal, sputum, dan serum. Spesimen yang optimal untuk deteksi virus
influenza A adalah aspirasi nasofaring dalam 3 hari sejak timbulnya gejala.
c. Pemeriksaan Penunjang
a. Chest X-ray; pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga terlihat adanya bayangan
infiltrat ang terletak ditengan region perihilar paru-paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran
dinterstisial secara bilateral dan infiltrat alveolar , menjadi rata dan dapat mencangkup keseluruhan
lobus paru-paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
b. AGD; hipoksemia (penurunan PaO2) hopokapnia (penerunan niai CO2 dapat terjadi terutama pada
fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukan terjadi
gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori (pH > 7,45) dapat timbul pada stadium awal , tetapi asidosis
dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan anatomical dead space
dan penurun ventilasi alveolar. Asidosis metabolisme dapat timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah ,akibat metabolisme anaerob.
c. Pulmonary funfiction test ; kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru menurun ,terutama
FRC ,peningkatan anatomical dead space dihasilkan area dimana timbul vasokonstriksi dan mikroemboli.
d. Gradien alveolar arteria: memberikan perbandingan tegangan oksigen dalam alveoli dan darah arteri
2.9.1 Pengakajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien
1. Aktivitas/istirahat
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya bedah jantung/bypass jantung paru, fenomena embolik (darah, udara, lemak)
3. Integritas ego
4. Makanan/cairan
6. Pernapasan
Gejala: Adanya aspirasi / tenggelam, inhalasi asap / gas, infeksi difus paru, Timbul tiba-tiba / bertahap
7. Keamanan
8. Seksualitas
9. Penyuluhan/pembelajaran
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret
pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelebihan volume cairan, penurunan radang gerak.
1. Dx: Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan
sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Jalan nafas kembali
normal dan efektif.
Kriteria Hasil:
Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
Intervensi Rasional
Catat karateristik dari suara nafas Suara nafas terjadi karena adanya aliran
udara melewati batas trakheo branchial
dan juga karena adanya cairan, mucus atau
sumbatan lain dari saluran nafas
Peningkatan oral intake jika memungkinkan Peningkatan cairan per oral dapat
mengencerkan sputum
Kriteria Hasil:
Pasien dapat meperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai AGD normal.
Intervensi Rasional
Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak
bunyi nafas tambahan sperti crakles, dan ditemukan.
wheezing.
Berikan istirahat yang cukup dan nyaman. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan volume cairan di paru
berkurang/ menghilang
Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan
kelembaban membran mukosa dan penurunan turgor kulit, membran mukosa
karakter sputum kering, sekret kental.
Hitung intake, output dan balance cairan. Memberikan informasi tentang status
Amati insesible loss cairan.
Timbang berat badan setiap hari Perubahan yang drastis merupakan tanda
penurunan total body water.
Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
Monitor perubahan suhu tubuh, denyut Monitor tanda-tanda vital dan observasi
nadi. kemajuan penurunan suhu tubuh
Lakukan tindakan kompres hangat, berikan Kompres hangat dapat terjadi vasodilatasi
pakaian tipis dan mudah menyerap pembuluh darah sehingga memudahkan
keringat. suhu tubuh keluar.
Berikan ventilasi yang adekuat. Membantu memberikan rasa nyaman.
Anjurkan untuk banyak/ sering minum. Membantu dan menurunkan suhu tubuh.
Kolaborasi dengan tim medis untuk Antipiretik membantu menurunkan suhu
pemberian antipiretik & antibiotik tubuh, antibiotic membunuh kuman
penyakit.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelebihan volume cairan, penurunan radang gerak.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan aktivitas pasien
meningkat.
Kriteria Hasil:
TTV normal
Intervensi Rasional
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Menetapkan kemampuan/ kebutuhan klien
Catat laporan dispnea dan TTV. dan memudahkan pemilihan intervensi.
Berikan lingkungan tenang dan batasi Menurunkan stress dan rangsangan
pengunjung selama fase akut sesuai berlebihan, meningkatkan istirahat.
indikasi
Jelaskan pentingnya istirahat dalam Tirah baring dipertahankan selama fase
rencana pengobatan akutt untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energi untuk
penyembuhan.
Bantu klien memilih posisi nyaman untuk Klien mungkin nyaman dengan kepala
istirahat/ tidur tinggi, tidur di kursi atau menunduk
kedepan meja atau bantal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan makalah diatas, adapun kesimpulan yang dapat kami jabarkan yakni sebagai berikut:
1. Adult Respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan dari gagal napas akut yang
ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa
gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar.
2. Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel
dan karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui
paru.
3. Factor penyebab ARDS antara lain: Shock , Trauma, Cedera sistem saraf yang serius, Gangguan
metabolisme, Emboli lemak, dll.
4. Tanda dan gejala dari ARDS yakni : Demam, Batuk dan nyeri tenggorokan, Radang saluran
pernapasan atas, Infeksi mata, Nyeri otot, Klien mengeluh sulit bernapas, Takikardi, takipnea, dll.
5. Patofisiologi ARDS: Awalnya terdapat cedera pada membrane alveolar kapiler yang menyebabkan
kebocoran cairan, makromolekul, dan komponen-komponen sel darah ke dalam ruangan interstisial.
Seiring dengan bertambah parahnya penyakit, kebocoran tersebut masuk ke dalam alveoli.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan sebagai penulis yakni pernafasan merupakan salah satu bagian
penting dalam hidup. Maka hendaknya kita selalu menjaga sistem ini agar tidak terganggu. Juga
sebaiknya lebih banyak mengetahui tentang penyakit respirasi karna jika terlihat tanda dan gejala
penyakit respirasi bisa langsung ditindak lanjutkan.