You are on page 1of 14

TINJAUAN PUSTAKA

2.I Definisi ARDS

Adult Respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan dari gagal napas akut yang
ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa
gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar. Selain itu, ARDS dikenal juga dengan nama noncardiogenic
pulmonary edema, shock pulmonary, dan lain-lain.

ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa (SDPD) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba
dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah
terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal (Hudak, 1997).

ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses
difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang
terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan
karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Berdasarkan anatomi:

Saluran nafas bagian atas : rongga hidung, faring dan laring

Saluran nafas bagian bawah; trachea, bronchi, bronchioli dan percabangannya sampai alveoli

Berdasar fungsionalnya:

Area konduksi: sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat lewatnya udara
pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan udara dg suhu tubuh hidung, faring, trakhea,
bronkus, bronkiolus terminalis.

Area fungsional atau respirasi: mulai bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara
dengan darah.
2.3 Etiologi

Factor penyebab ARDS antara lain:

1. Shock (disebabkan banyak factor).

2. Trauma (memar pada paru-paru, fraktur multiple, dan cedera kepala).

3. Cedera sistem saraf yang serius.

Cedera sistem saraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor, dan peningkatan tekanan intracranial dapat
menyebabkan terangsangnya saraf simpatis sehingga mengakibatkan vasokontriksi sistemik dengan
distribusi sejumlah besar volume darah ke dalam paru-paru. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan kemudian akan menyebabkan cedera paru-paru (lung injury).

4. Gangguan metabolisme (pancreatitis dan uremia).

5. Emboli lemak dan cairan amnion.

6. Infeksi paru-paru difus (bakteri, virus, jamur).

7. Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO 2, dan ozon).

8. Aspirasi (sekresi gastric, tenggelam, keracunan hidrokarbon).

9. Menelan obat berlebih dan overdosis narkotik/nonnarkotik (heroin, opioid dan aspirin).

10. Kelainan darah (DIC, transfuse darah multiple, dan bypass kardiopulmoner)

11. Operasi berat.

12. Respons imunologik terhadap antigen pejamu (sindrom goodpasture dan SLE).

Biasanya pada pasien dengan ARDS merupakan golongan yang kuat untuk menjelaskan mekanisme yang
mealui cidera pembuluh darah paru. Mekanisme ini kelihatannya bergantung pada intraksi sel-sel radang
yang aktif, mediator bumolar, sel-sel endoterial. Penjelasan yang lebih baik tentang mekanisme ini akan
menentukan perkembangan intervensi farmakologi yang efektif. Baru-baru ini, penelitian telah
difokuskan pada mekanisme yang menyebabkan pengaktifan sel-sel peradangan (khususnya PMN),
trombosit, dan faktor-faktor pembekuan lain, karena ARDS jelas merupakan bagian keadaan sistemik
yang disebabkan oleh radang yang dapat berkembang secara berlahan menjadi gagal organ yang
multipel.

2.4 Manifestasi Klinis

a. Demam (suhu > 38C)


b. Batuk dan nyeri tenggorokan

c. Radang saluran pernapasan atas

d. Infeksi mata

e. Nyeri otot

f. Peningkatan jumlah pernapasan

g. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis

h. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan

i. Penurunan kesadaran mental

j. Takikardi, takipnea

k. Dispnea dengan kesulitan bernafas

l. Terdapat retraksi interkosta

m. Sianosis

n. Hipoksemia

o. Auskultasi paru: bronkhi basah, krekels, stridor, wheezing

p. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop

2.5 Patofisiologi

Terlepas dari awal mula prosesnya, ARDS selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru-
paru sehingga membentuk edema paru-paru. Namun, hal ini berbeda dengan edema paru-paru
kardiogenik. Awalnya terdapat cedera pada membrane alveolar kapiler yang menyebabkan kebocoran
cairan, makromolekul, dan komponen-komponen sel darah ke dalam ruangan interstisial. Seiring dengan
bertambah parahnya penyakit, kebocoran tersebut masuk ke dalam alveoli. Peningkatan permeabilitas
vascular terhadap protein membuat perbedaan hidrostatik yang besar sehingga peningkatan tekanan
kapiler yang ringan pun dapat meningkatkan edema interstisial dan alveolar. Kolaps alveolar terjadi
sekunder terhadap efek cairan alveolar, terutama fibrinogennya yang mengganggu aktivitas surfaktan
normal dan karena kemungkinan gangguan produksi surfaktan lanjutan oleh cedera pada pneumocyl
granular. Kapasitas pengisian paru-paru menjadi kurang yaitu menjadi kaku karena edema interstisial dan
kolaps alveoli.
PATOFLOW

Infeksi paru difus (bakteri, virus, jamur) trauma (memar paru-paru)

Masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan menelan obat

Pelepasan zat vasoaktif (serotin, histamine, bradikinin)

Afferent permeabilitas membrane hipotalamus

Alveolar

Medulla spinalis mengacaukan set

protein dan cairan point suhu

Thalamus bergerak di alveoli

penurunan heat loss

Korteks serebri edema & pembentukan & heat gain

jaringan parut permanen

Efferent hipertermia

meningkatkan jarak tempuh

Nyeri Co2 dan O2 untuk berdifusi Gangguan

Termoregulasi

Edema paru Gangguan

Pertukaran gas peningkatan ventilasi


Radang gerak terbatas

dispnea/ takipnea

malaise Intoleransi aktivitas pola nafas inefektif

2.6 Komplikasi

a. Ketidakseimbangan asam basa

b. Kebocoran udara (pneumothoraks, neumomediastinum, neumoperkardium,dll)

c. Perdarahan pulmoner

d. Displasia bronkopulmoner

e. Apnea

f. Hipotensi sistemik

2.7 Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Diagnostik

- Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa klinis yang
tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk
melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian hiperkapnea
dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir.

- Pada permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat
gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan
PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis
penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada
menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih
hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat, terdapat
asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.

b. Pemeriksaan Laboratorium
Identifikasi laboratorium untuk infeksi virus influenza A berupa deteksi antigen langsung, isolasi pada
kultur sel, atau deteksi RNA spesifik influenza dengan reverse transcriptasepolymerase chain reaction
(RT-PCR). Tes serologi untuk mengukur antibodi spesifik influenza A meliputi tes haemagglutination
inhibition (HI), enzyme immunoassay, dan tes neutralisasi. Tes mikroneutralisasi direkomendasikan untuk
mendeteksi antibodi spesifik highly pathogenic avian influenza A. Spesimen diambil dari aspirasi
nasofaring, aspirasi endotrakeal, sputum, dan serum. Spesimen yang optimal untuk deteksi virus
influenza A adalah aspirasi nasofaring dalam 3 hari sejak timbulnya gejala.

c. Pemeriksaan Penunjang

a. Chest X-ray; pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga terlihat adanya bayangan
infiltrat ang terletak ditengan region perihilar paru-paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran
dinterstisial secara bilateral dan infiltrat alveolar , menjadi rata dan dapat mencangkup keseluruhan
lobus paru-paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.

b. AGD; hipoksemia (penurunan PaO2) hopokapnia (penerunan niai CO2 dapat terjadi terutama pada
fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukan terjadi
gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori (pH > 7,45) dapat timbul pada stadium awal , tetapi asidosis
dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan anatomical dead space
dan penurun ventilasi alveolar. Asidosis metabolisme dapat timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah ,akibat metabolisme anaerob.

c. Pulmonary funfiction test ; kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru menurun ,terutama
FRC ,peningkatan anatomical dead space dihasilkan area dimana timbul vasokonstriksi dan mikroemboli.

d. Gradien alveolar arteria: memberikan perbandingan tegangan oksigen dalam alveoli dan darah arteri

e. Asam laktat; meningkat

2.8 Penatalaksanaan Medis

Terapi / penatalaksanaan ARDS :

a. Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab

b. Memastikan ventilasi yang adekuat

c. Memberikan dukungan sirkulasi

d. Memastikan volume cairan yang adequate

e. Memberikan dukungan nutrisi


Dukungan nutrisi yang adequat sangat penting dalam mengobati ARDS. Pasien dengan ARDS
membutuhkan 35 45 kkal/kg sehari untuk memenuhi kebutuhan normal. Pemberian makan enteral
adalah pertimbangan pertama, namun nutrisi parenteral total dapat saja diperlukan.

2.9 Asuhan Keperawatan ARDS secara Teoritis

2.9.1 Pengakajian

a. Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.

b. Keluhan Utama

Klien sering mengeluh sesak napas

c. Riwayat Kesehatan

Klien merasa lemah, sesak napas

d. Riwayat Kesehatan Terdahulu

Apakah ada riwayat ARDS terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi obat berlebihan

e. Riwayat Kesehatan Sekarang

Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien

f. Data Dasar Pengkajian

1. Aktivitas/istirahat

Gejala: kekurangan energi/kelelahan, insomnia

2. Sirkulasi

Gejala : riwayat adanya bedah jantung/bypass jantung paru, fenomena embolik (darah, udara, lemak)

3. Integritas ego

Gejala : Ketakutan,ancaman perasaan takut

Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental

4. Makanan/cairan

Gejala: Kehilangan selera makan , mual

Tanda: Edema/perubahan berat badan, Hilang/berkurangnya bunyi usus


5. Neurosensori

Gejala / tanda : Adanya trauma kepala, Mental lamban, disfungsi motor

6. Pernapasan

Gejala: Adanya aspirasi / tenggelam, inhalasi asap / gas, infeksi difus paru, Timbul tiba-tiba / bertahap

7. Keamanan

Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur, sepsis, tranfusi darah, episode anafilaktik.

8. Seksualitas

Gejala : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklamplisia

9. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Makan atau kelebihan dosis obat

2.9.2 Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret
pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di


permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya edema paru

4. Gangguan termoregulasi berhubungan dengan adanya proses inflamasi

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelebihan volume cairan, penurunan radang gerak.

2.9.3 Intevensi Keperawatan

1. Dx: Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan
sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas.

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Jalan nafas kembali
normal dan efektif.
Kriteria Hasil:

Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih

Pasien bebas dari dispneu

Mengeluarkan secret tanpa kesulitan

Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Intervensi Rasional

Catat perubahan dalam bernafas dan pola Penggunaan otot-otot interostan/


nafasnya abdominal/ leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas

Observasi dari penurunan pengembangan Pengembangan dada dapat menjadi batas


dada dan peningkatan fremitus. dari akumulasi cairan dan adanya cairan
dapat meningkatkan fremitus

Catat karateristik dari suara nafas Suara nafas terjadi karena adanya aliran
udara melewati batas trakheo branchial
dan juga karena adanya cairan, mucus atau
sumbatan lain dari saluran nafas

Pertahankan posisi tubuh/kepala dan Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas


gunakan jalan nafas tambahan bila perlu dengan paten

Kaji kemampuan batuk, latihan nafas Penimbunan sekret menggangu ventilasi


dalam, perubahan posisi dan lakukan dan predisposisi perkembangan atelektasi
suction bila ada indikasi dan infeksi paru

Peningkatan oral intake jika memungkinkan Peningkatan cairan per oral dapat
mengencerkan sputum

Berikan fisioterapi dada misalnya: postural Meningkatkan drainase sekret paru,


drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada peningkatan efisien penggunaan otot-otot
indikasi pernafasan
2. Dx: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di
permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli.

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 diharapakan klien mengalami


penurunan penumpukan cairan di alveoli.

Kriteria Hasil:

Pasien dapat meperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai AGD normal.

Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi Rasional

Kaji kasus pernapasan, catat peningkatan Takipneu adalah mekanisme kompensasi


respirasi atau perubahan pola napas. untuk hipoksemia dan peningkatan usaha
nafas

Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak
bunyi nafas tambahan sperti crakles, dan ditemukan.
wheezing.

Kaji adanya cyanosis Selalu berarti bila diberikan O2 sebelum


Cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
adalah vasokontriksi

Observasi adanya somnolen, confusion, Hipoksemia dapat menyebabakan


apatis dan ketidakmampuan beristirahat. iritabilitas dari miokardium.

Berikan istirahat yang cukup dan nyaman. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen.

Review X-Ray dada Memperlihatkan kongesti paru yang


progresif.

Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti Untuk mencegah ARDS


steroids, antibiotic, bronchodilator, dan
ekspektorant.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya edema paru

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan volume cairan di paru
berkurang/ menghilang

Kriteria Hasil:

Pasien tidak sesak

Menunjukkan bernafas dengan efektif

Berat badan kembali normal

Pengeluaran urin normal

Intervensi Rasional

Monitor vital signs seperti tekanan darah, Berkurangnya volume/keluarnya cairan


heart rate, denyut nadi (jumlah dan dapat meningkatkan heart rate,
volume) menurunkan tekanan darah, dan volume
denyut nadi menurun.

Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan
kelembaban membran mukosa dan penurunan turgor kulit, membran mukosa
karakter sputum kering, sekret kental.

Hitung intake, output dan balance cairan. Memberikan informasi tentang status
Amati insesible loss cairan.

Timbang berat badan setiap hari Perubahan yang drastis merupakan tanda
penurunan total body water.

Berikan cairan IV dengan observasi ketat Meskipun cairan mengalami deficit,


pemberian cairan IV dapat meningkatkan
kongesti paru yang dapat merusak fungsi
respirasi

Monitor/berikan penggantian elektrolit Elektrolit khususnya pottasium dan sodium


sesuai indikasi dapat berkurang sebagai efek therapi
deuritik.

4. Gangguan termoregulasi berhubungan dengan adanya proses inflamasi.


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan suhu tubuh pasien
kembali normal.

Kriteria Hasil:

Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)

Intervensi Rasional
Monitor perubahan suhu tubuh, denyut Monitor tanda-tanda vital dan observasi
nadi. kemajuan penurunan suhu tubuh
Lakukan tindakan kompres hangat, berikan Kompres hangat dapat terjadi vasodilatasi
pakaian tipis dan mudah menyerap pembuluh darah sehingga memudahkan
keringat. suhu tubuh keluar.
Berikan ventilasi yang adekuat. Membantu memberikan rasa nyaman.
Anjurkan untuk banyak/ sering minum. Membantu dan menurunkan suhu tubuh.
Kolaborasi dengan tim medis untuk Antipiretik membantu menurunkan suhu
pemberian antipiretik & antibiotik tubuh, antibiotic membunuh kuman
penyakit.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelebihan volume cairan, penurunan radang gerak.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan aktivitas pasien
meningkat.

Kriteria Hasil:

Tidak adanya dispnea

TTV normal

Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi Rasional
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Menetapkan kemampuan/ kebutuhan klien
Catat laporan dispnea dan TTV. dan memudahkan pemilihan intervensi.
Berikan lingkungan tenang dan batasi Menurunkan stress dan rangsangan
pengunjung selama fase akut sesuai berlebihan, meningkatkan istirahat.
indikasi
Jelaskan pentingnya istirahat dalam Tirah baring dipertahankan selama fase
rencana pengobatan akutt untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energi untuk
penyembuhan.
Bantu klien memilih posisi nyaman untuk Klien mungkin nyaman dengan kepala
istirahat/ tidur tinggi, tidur di kursi atau menunduk
kedepan meja atau bantal.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pemaparan makalah diatas, adapun kesimpulan yang dapat kami jabarkan yakni sebagai berikut:

1. Adult Respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan dari gagal napas akut yang
ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa
gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar.

2. Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel
dan karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui
paru.

3. Factor penyebab ARDS antara lain: Shock , Trauma, Cedera sistem saraf yang serius, Gangguan
metabolisme, Emboli lemak, dll.

4. Tanda dan gejala dari ARDS yakni : Demam, Batuk dan nyeri tenggorokan, Radang saluran
pernapasan atas, Infeksi mata, Nyeri otot, Klien mengeluh sulit bernapas, Takikardi, takipnea, dll.

5. Patofisiologi ARDS: Awalnya terdapat cedera pada membrane alveolar kapiler yang menyebabkan
kebocoran cairan, makromolekul, dan komponen-komponen sel darah ke dalam ruangan interstisial.
Seiring dengan bertambah parahnya penyakit, kebocoran tersebut masuk ke dalam alveoli.

6. Komplikasi ARDS meliputi: Ketidak seimbangan asam basa, Kebocoran udara


(pneumothoraks,neumomediastinum,neumoperkardium,dll), Perdarahan pulmoner, Displasia
bronkopulmoner, Apnea, Hipotensi sistemik

7. Pemeriksaan ARDS meliputi Pemeriksaan Diagnostik, Pemeriksaan Laboratorium, dan Pemeriksaan


Penunjang.

8. Terapi / penatalaksanaan ARDS: Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab, Memastikan ventilasi


yang adekuat, Memberikan dukungan sirkulasi, Memastikan volume cairan yang adequate, Memberikan
dukungan nutrisi
9. Penatalaksanaan Keperawatan secara Teoritis meliputi: pengkajian, diagnose, dan intervensi
keperawatan.

3.2 Saran

Saran yang dapat kami sampaikan sebagai penulis yakni pernafasan merupakan salah satu bagian
penting dalam hidup. Maka hendaknya kita selalu menjaga sistem ini agar tidak terganggu. Juga
sebaiknya lebih banyak mengetahui tentang penyakit respirasi karna jika terlihat tanda dan gejala
penyakit respirasi bisa langsung ditindak lanjutkan.

You might also like