Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Pendahuluan: Bed Occupancy Ratio (BOR) di RSI Arafah Mojosari selama 3 tahun terakhir
di bawah rata-rata, dan merupakan angka yang terendah di RS di daerah Mojosari. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi hubungan antara marketing mix dengan BOR di RSI
Arafah Mojosari. Metode: Sampel pada penelitian ini yaitu 44 responden yang diambil dengan
teknik stratified random sampling. Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan kuesioner dan
dianalisis menggunakan uji Fisher Exact. Hasil: Hasil penelitian membuktikan bahwa lebih dari 50%
responden menyatakan bahwa marketing mix dikembangkan oleh manajemen rumah sakit. Hasil
penelitian yang lain menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki nilai BOR yang tidak
seimbang. Uji Fisher Exact menunjukkan dengan nilai p=0,02<0,05 sehingga H0 di tolak, yang artinya
terdapat hubungan antara marketing mix dengan BOR di RSI Arafah Mojosari. Pembahasan: Rumah
sakit yang mampu mengembangkan bauran pemasaran yang sangat baik, dapat menarik konsumen
untuk menggunakan layanan rawat inap di rumah sakit, dengan nilai BOR akan meningkat dengan
peningkatan penggunaan layanan rawat inap. Manajemen rumah sakit harus mampu merumuskan
strategi bauran pemasaran yang baik yang tujuan pemasaran rumah sakit dapat dicapai. Kesesuaian
antara kualitas pelayanan dan tingkat pelayanan harus dibenahi, selain itu tingkat media promosi
dapat menarik pasien untuk rawat inap
ABSTRACT
Introduction: Bed Occupancy Ratio (BOR) in RSI Arafah Mojosari during the last three years are at
under ideal rate and the lowest of the three existing hospitals in the area of Mojosari. The purpose of
this study was to determine the relationship marketing mix with Bed Occupancy Ratio in RSI Arafah
Mojosari. Methods: This research uses analytic methods with crossectional approach. Variables in
the study is marketing mix and Bed Occupancy Ratio (BOR). The population in this study were all
patients hospitalized in the RSI Arafah Mojosari. Samples amounted 44 respondents taken by the
Stratified random sampling technique. Data were collected using the questionnaire and analyzed
using Fisher's Exact test. Result: The results obtained more than 50% of respondents (59.1%) rate well
against the marketing mix is developed by the hospital management and the majority of respondents
(79.5%) are in the treatment room that has a number BOR is not ideal. Fisher Exact test test results
obtained probabililty value=0.02<0.05 so that H0 is rejected, which means there is a relationship
marketing mix with the Bed Occupancy Ratio in RSI Arafah Mojosari. Discussion: Hospitals which
able to develop the marketing mix very well, can attract consumers to use inpatient services at
the hospital, with that BOR value will increase as the increased use of inpatient services. Hospital
management must be able to formulate a good marketing mix strategy that hospital marketing
objectives can be achieved. Conformity between service quality and service rates must be addressed,
otherwise it extent of media promotions can attract patients to inpatient services
135
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 135141
136
Bauran Pemasaran dengan Bed Occupancy Ratio (Abdul Muhith, dkk)
Mojosar i tidak baik yait u sebanyak ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan
26 orang responden (59,1%). Bauran pemasaran dan keinginan (Ngadiman, 2010). Dalam
(marketing mix) adalah seperangkat alat penelitian ini produk yang ditawarkan oleh
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk rumah sakit adalah segala sesuatu yang terkait
terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya dengan pelayanan rawat inap pasien antara
di pasar sasaran (Kotler, 2009). Saputra (2008) lain, ketersediaan dokter/perawat jaga setiap
menyatakan Bauran pemasaran mengacu pada kali diperlukan, pelayanan yang diberikan,
panduan strategi produk, distribusi, promosi fasilitas bed yang disediakan, alur pelayanan
dan penentuan harga yang bersifat unik yang rawat inap RS.
dirancang untuk menghasilkan pertukaran Inti dari pelayanan rawat inap adalah
yang saling memuaskan dengan pasar yang pelayanan perawatan pada pasien itu sendiri.
dituju. Bauran pemasaran merupakan segala Perawat yang bertugas dan bersinggungan
upaya yang dapat dilakukan oleh suatu dengan pasien merupakan ujung tombak dari
perusahaan untuk memengaruhi permintaan layanan rawat inap sehingga pokok perhatian
pasar sasarannya terhadap produk/jasanya. dari manajemen rumah sakit yaitu bentuk
Kemungkinan aktivitas itu dapat dirumuskan dari pelayanan perawat yang diberikan oleh
menjadi empat variabel, oleh McCarthy disebut perawat. Perawat harus mengerti apa alasan
sebagai 4P dari pemasaran: produk (product), utama seorang pasien memutuskan untuk
harga (price), tempat (place), dan promosi menggunakan jasa rawat inap di rumah sakit
(promotion) (Kotler dan Keller, 2009). Bauran tersebut, yakni kesembuhan. Rumah sakit
pemasaran yang dinilai negatif oleh responden harus dapat menemukan kebutuhan esensial
memberikan pertanda bahwa usaha pemasaran yang tersembunyi di balik setiap layanan.
jasa yang dilakukan oleh manajemen rumah Tujuannya tidak lain agar keuntungan atau
sakit tidak berjalan dengan baik. Sekumpulan manfaat dari suatu pelayanan, bukan sekedar
komponen alat pemasaran yang dikembangkan atributnya atau fiturnya, dapat dijelaskan pada
oleh RSI Arafah tidak berjalan sesuai harapan. konsumen.
Bermacam-macam alasan mengapa hal itu Komponen yang kedua adalah harga,
bisa terjadi, masalah itu tentunya berasal dari pada point harga, didapatkan bahwa lebih dari
masalah yang muncul dari tiap komponennya. 50% responden (65,9%) menilai tidak baik.
Sehingga secara keseluruhan berimbas pada Parameter yang memiliki nilai total terendah
bauran pemasaran yang ada di RSI Arafah, pada point harga adalah pada pernyataan
pada akhirnya yang merasakan efek dari itu tentang keterjangkauan tarif layanan rawat
adalah pasien pengguna dari RSI Arafah inap di RSI Arafah Mojosari. Hal ini
Mojosari. Komponen pertama dari bauran menunjukkan rata-rata responden ragu-ragu
pemasaran adalah produk. Fakta dari hasil dan bahkan ada responden yang tidak setuju
kuesioner pada point produk, didapatkan dengan pernyataan bahwa tarif rawat inap
lebih dari 50% responden (65,9%) menilai RSI Arafah terjangkau. Harga adalah apa
tidak baik produk yang ditawarkan, dengan yang harus diberikan oleh konsumen untuk
kata lain produk yang ditawarkan oleh rumah mendapatkan suatu produk, harga sering
sakit, khususnya pada layanan rawat inap merupakan elemen yang paling fleksibel di
dinilai tidak baik oleh responden. Parameter antara elemen bauran pemasaran (Lamb et al.
pada point produk yang mempunyai nilai total dalam Saputra, 2008). Pada umumnya rumah
terendah adalah tentang mutu layanan yang sakit menghadapi masalah yang rumit bila
diberikan perawat pada pasien. berhadapan dengan harga pelayanan (disebut
Secara konseptual produk adalah tarif ). Pada waktu-waktu tertentu, tarif
pemahaman subjektif dari produsen atas pelayanan harus dinaikkan agar biaya untuk
sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha penyelenggaraan pelayanan tersebut minimal
untuk mencapai sesuai dengan kompetensi dapat tetap ditutup (tercapainya cost recover).
dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Kenaikan tarif ini pun harus dilakukan secara
Produk adalah segala sesuatu yang dapat hati-hati agar rumah sakit tidak kehilangan
137
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 135141
klien/pasiennya (Hartono, 2010). Akan sulit usaha turut membantu menentukan citra
berada pada persimpangan antara misi sosial tempat usaha. Elemen utama dari penampilan
yang diusung oleh fungsi dasar rumah sakit tempat yaitu suasana (atmosphere), yaitu
(humanisme) dengan kenyataan biaya yang pesan keseluruhan yang disampaikan oleh
tinggi dalam menjalankan fungsi rumah tata letak fisik dan dekorasi. Suasana dapat
sakit secara menyeluruh. Oleh karenanya menciptakan perasaan santai ataupun sibuk,
dibutuhkan pertimbangan yang matang dalam kesan mewah atau efesiensi, sikap ramah
menentukan tarif layanan di rumah sakit, ataupun dingin, terorganisir ataupun kacau.
Bentuk tanggung jawab keluarga Tata letak tempat yaitu kunci keberhasilan,
merawat lansia tergambar melalui nilai yang tata letak direncanakan sehingga semua ruang
masih berlaku dalam masyarakat bahwa digunakan secara efekif, termasuk lorong-
anak wajib memberikan kasih sayang kepada lorongnya, perlengkapan tetap, pemajangan
orangtuanya sebagaimana pernah mereka barang dan wilayah bukan penjualan. Tata
dapatkan sewaktu mereka masih kecil letak yang efektif tidak hanya menjamin
sebagai bentuk balas budi anak kepada orang kenyamanan dan kemudahan, melainkan
tua. Anak masih merasa berkewajiban dan juga mempunyai pengaruh besar pada pola
mempunyai loyalitas menyantuni orang tua lalu lintas konsumen dan perilaku pembelian
mereka yang sudah tidak dapat mengurus (Hartono, 2010). Rumah sakit merupakan
dirinya sendiri. Ini menunjukkan bahwa tempat yang berbahaya dan rentan akan
sistem nilai budaya yang menjunjung tinggi terjadinya infeksi silang (infeksi nosokomial)
pengabdian terhadap orang tua, masih ada di di mana orang yang sedang dirawat,
masyarakat Indonesia khususnya layanan keadaannya bukan bertambah baik malah
rawat inap rumah sakit, karena kesalahan akan bertambah buruk. Oleh karenanya harus
perhitungan dan pertimbangan akan dilakukan kontrol penuh akan kebersihan
berdampak pada kelangsungan kegiatan sanitasi r umah sakit untuk mencegah
rumah sakit. Keterjangkauan biaya rumah terjadinya infeksi nosokomial. Kaitannya
sakit merupakan idaman bagi masyarakat dengan hal bauran pemasaran adalah pada
pengguna, namun hal ini juga harus citra yang diberikan dari hal itu, akan muncul
disesuaikan dengan besar pengeluaran stigma atau anggapan yang melekat pada RSI
rumah sakit dan juga harus disesuaikan Arafah bahwa RSI Arafah adalah rumah sakit
dengan mutu layanan yang diberikan. yang jorok dan bau. Secara langsung hal itu
Komponen yang ke tiga yaitu tempat berakibat pada kurang nyamannya pasien dan
pelayanan/saluran distribusi. Lebih dari 50% keluarga pasien saat rawat inap di RSI Arafah.
responden menilai tidak baik pada komponen Lebih jauh dengan munculnya stigma tersebut
tempat pelayanan/saluran distribusi yang akan menurunkan citra RSI Arafah di mata
ada di RSI Arafah Mojosari. Pada point masyarakat yang nantinya dapat menurunkan
tempat layanan/saluran distribusi parameter permintaan akan layanan rawat inap di
yang memiliki nilai terendah adalah tentang RSI Arafah Mojosari. Komponen terakhir
kebersihan dari fasilitas toilet rumah sakit. yaitu promosi, lebih dari 50% responden
Hal ini membuktikan bahwa kebersihan menilai komponen promosi di RSI Arafah
rumah sakit perlu dipertanyakan. Saputra Mojosari tidak baik. Pada point promosi,
(2008) menyatakan Saluran distribusi parameter yang memiliki nilai terendah yaitu
adalah serangkaian organisasi yang saling pernyataan tentang media komunikasi yang
tergantung yang terlibat dalam proses untuk dikembangkan oleh RSI Arafah, dalam hal
menjadikan produk atau jasa siap digunakan ini media promosi yang dimuat di surat kabar
atau dikonsumsi. Craven dalam Saputra atau disiarkan melalui radio. Promosi adalah
(2008) menyatakan Saluran distribusi suatu bentuk komunikasi pemasaran, yang
adalah jaringan organisasi yang melakukan dimaksud dengan komunikasi pemasaran
fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen adalah aktivitas pemasaran yang berusaha
dengan konsumen akhir. Penampilan tempat menyebarkan informasi, mempengaruhi/
138
Bauran Pemasaran dengan Bed Occupancy Ratio (Abdul Muhith, dkk)
membujuk, dan atau mengingatkan pasar menurut kriteria ideal dan tidak ideal
sasaran atas perusahaan dan produk agar didapatkan bahwa sebagian besar responden
bersedia menerima, membeli, dan loyal pada (79,5%) menempati ruang perawatan yang
produk yang ditawarkan perusahaan yang kriteria BOR nya tidak ideal. Bed occupancy
ditawarkan perusahaan yang bersangkutan ratio (BOR) menurut Huffman dalam MPKPK
(Tjiptono dalam Fama, 2010). (2010) adalah the ratio of patient service days
Satu hal yang tidak boleh dilupakan to inpatient bed count days in a period under
dalam penyelenggaraan pengiklanan untuk consideration. Depkes RI (2005) menyatakan
promosi yaitu etika bisnis dan aturan-aturan bahwa BOR adalah persentase pemakaian
yang berkaitan. Sonny Keraf dalam Hartono tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
(2010) menyebutkan adanya empat prinsip Indikator ini memberikan gambaran tinggi
yang dapat digunakan sebagai rambu-rambu rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
dalam pengiklanan atau promosi layanan rumah sakit.
rumah sakit. Pertama, iklan atau promosi tidak Persentase ini menunjukkan sampai
boleh menyampaikan informasi palsu dengan berapa jauh pemakaian tempat tidur yang
maksud untuk memperdaya konsumen. Kedua, tersedia di rumah sakit dalam jangka waktu
iklan atau promosi wajib menyampaikan tertentu. Bila nilai ini mendekati 100 berarti
semua informasi tentang pelayanan yang ideal tetapi bila BOR rumah sakit 6080%
ditawarkannya. Keempat, iklan atau promosi sudah bisa dikatakan ideal, karena nilai
tidak boleh mengarah pada tindakan yang parameter BOR yang ideal adalah antara
bertentangan dengan moralitas seperti 6085% (Depkes RI, 2005). BOR antara rumah
pelecehan seksual, perendahan martabat sakit yang berbeda tidak bisa dibandingkan
manusia, dan lain-lain. oleh karena adanya perbedaan fasilitas rumah
Keluasan media promosi sangat sakit, tindakan medik, perbedaan teknologi
mempengaruhi jangkauan dari promosi yang intervensi (MPKPK, 2009; manajemen rumkit,
sedang dikembangkan, logikanya semakin 2010).
luas media promosi maka akan semakin luas Angka BOR terkait dengan lama hari
jangkauan dari promosi yang dilakukan, perawatan yang ada. Angka hari perawatan
sehingga akan lebih banyak yang mendapatkan yang semakin rendah maka semakin rendah
informasi tentang promosi rumah sakit. nilai BOR yang ada. Rendahnya angka hari
Media promosi yang semakin sempit yang perawatan dapat disebabkan oleh minimnya
dikembangkan maka semakin sedikit yang pemakaian tempat tidur juga karena pasien
menerima informasi tersebut. Rumah sakit rawat inap merasa tidak nyaman sehingga
dapat meluaskan media informasinya dengan pasien merasa bahwa dia harus pindah
cara memasang iklan tentang informasi perawatan ke RS yang lain.
layanan rumah sakit di radio-radio lokal dan
koran. Hubungan bauran pemasaran (marketing
mix) dengan Bed Occupancy Ratio (BOR)
Bed Occupancy Ratio (BOR) RSI Arafah RSI Arafah Mojosari
Mojosari 17 Agustus 2011 Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pada hasil penelitian dapat diketahui dari 44 responden didapatkan lebih dari 50%
angka BOR pada tiap ruang perawatan yang responden menilai bauran pemasaran di RSI
ada di RSI Arafah Mojosari mulai tanggal Arafah Mojosari tidak baik, kemudian lebih
17 Agustus 2011. Angka tersebut dapat dari 50% responden yang menyatakan bauran
dikelompokkan menurut kriteria ideal dan pemasaran di RSI Arafah Mojosari tidak baik,
tidak ideal, di mana untuk angka BOR yang berada pada ruang perawatan yang memiliki
kurang dari 60% dikatakan tidak ideal, kriteria BOR tidak ideal. Hasil tabulasi
sedangkan untuk angka BOR lebih dari silang selanjutnya dilakukan perhitungan
6080% dikatakan ideal. Pada hasil penelitian menggunakan uji Fisher Exact test dengan
tersebut di atas, setelah dikelompokkan tingkat nilai kemaknaan : 0,05. Uji Fisher
139
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 135141
Tabel 4. Tabulasi silang hubungan bauran pemasaran (marketing mix) dengan Bed Occupancy Ratio
BOR di RSI Arafah Mojosari pada tanggal 17 Agustus 2011
BOR
Total
No. Bauran pemasaran Ideal Tidak ideal
f % f % f %
1 Baik 8 18,2 10 22,7 18 40,9
2 Tidak baik 1 2,3 25 56,8 26 59,1
Total 9 20,5 35 79,5 44 100
p: 0,02. Nilai : 0,05. jadi p<
140
Bauran Pemasaran dengan Bed Occupancy Ratio (Abdul Muhith, dkk)
141