You are on page 1of 34

LAPORAN KASUS/CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepanitraan Klinik Senior/G1A216102/JUNI 2017


** Pembimbing/ dr. Humaryanto, Sp.OT

FRAKTUR RADIUS ULNUS

David Jhonson Silaban* dr. Humaryanto, Sp.OT **

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN BEDAH RSUD. RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

FRAKTUR RADIUS ULNUS

Oleh:

David Jhonson Silaban, S.Ked


G1A216102

Sebagai salah satu tugas profesi dokter


Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Jambi
RSUD Raden Mattaher Jambi
2017

Jambi, Mei 2017


Pembimbing

dr. Humaryanto, Sp.OT

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan kasih dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session yang berjudul Empiema sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Penyakit Dalam di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Humaryanto, Sp.OT, yang
telah meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan menambah ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Juni 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS.......................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 12
BAB IV ANALISA KASUS.......................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 23

4
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari
struktur tulang epiphtseal plate serta cartilage (tulang rawan sendi). Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan
pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang
bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.1
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang, yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Fraktur pada kedua batang tulang lengan bawah amat sering terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan
fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan
langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada
tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan
otot-otot yang melekat pada radius. Perdarahan dan pembengkakan kompartemen
otot pada lengan bawah dapat menyebabkan gangguan peredaran darah.2

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn KK
Umur : 71 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : RT 18 Gunung Bromo Tanjung Pinang
Masuk RS : 2 Juni 2017
Tanggal pemeriksaan : 2 Juni 2017

2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri pada lengan bawah sebelah kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan bawah sebelah kiri sejak
2 hari SMRS. Nyeri disebabkan karena pasien terjatuh dari motor setelah
menabrak mobil yang sedang parkir. Pada saat kejadian pasien tidak sadarkan diri.
Pasien merasakan nyeri terasa berdenyut-denyut dan memberat apabila
digerakkan. Pasien sebelumnya sudah ke RS Swasta T dan sudah dilakukan
pembidaian. Tidak ada muntah, sakit kepala tidak ada, sesak tidak ada, perdarahan
dari hidung dan telinga tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu:


(-)
Riwayat penyakit keluarga:
(-)

6
2.3 Pemeriksaan Fisik
TANDA VITAL
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 170/110 mmHg
Nadi : 70x/i
RR : 18x/i
Suhu : 36,5 C
STATUS GENERALISATA
Kulit
Warna : Putih sedang Suhu : 36,5C
Efloresensi : (-) Turgor : Baik
Pigmentasi : Dalam batas normal Ikterus : (-)
Jar. Parut : (-) Edema : (-)
Rambut : rambut tumbuh merata
Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Jugularis Superior : (-)
Submental : (-)
Jugularis Interna : (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang
Simetris muka : Simetris
Rambut : tampak hitam dan putih dan tumbuh merata
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan syaraf : (-)
Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (-/-)

7
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Tidak keruh
Reflek cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : baik kesegala arah
Hidung
Bentuk : Normal Selaput lendir : normal
Septum : Deviasi (-) Penumbatan : (-)
Sekret : (-) Perdarahan : (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-)
Gigi geligi : dbn
Gusi : berdarah (-)
Lidah : tremor (-)
Bau pernafasan : dbn
Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-)
Tekanan vena jugularis : (5-2) cm H2O
Thorax
Bentuk : simetris
Paru-paru
Inspeksi : pernafasan simetris
Palpasi : fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea midclavicula
sinistra

8
Perkusi batas jantung
Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
Auskultasi: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien
tidak teraba.
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas atas
Gerakan : antebrachii sin terbatas Nyeri sendi : (-)
Akral : hangat, CRT < 2 detik Edema : antebrachii sin (+)
Extremitas bawah
Gerakan : dbn Akral : hangat, CRT < 2 detik
Nyeri sendi : (-) Edema : (-)

STATUS LOKALIS
1. Look
Tampak telah dilakukan pembidaian, udem (+) dan sianosis sulit
dinilai pada regio antebrachii sin.
2. Feel
Terdapat nyeri tekan, akral hangat, krepitasi tidak dapat dinilai, tidak
ada tanda-tanda sindrom kompartemen pada regio antebrachii sin.
3. Move
Pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri, pergerakan sendi
jari-jari (+) pada regio antebrachii sin.

2.1 Pemeriksaan Penunjang

9
Darah Rutin (02-06-2017)
WBC : 8,81 109/L (4-10)
RBC : 4,22 1012/L (3,50- 5,50)
HGB : 12,7 g/dl (11,0-16,0)
HCT : 36,1 % (35-50)
PLT : 156 109/L (100-300)
MCV : 85,6 fL (88-99)
MCH : 30,1 pg (26-32)
MCHC : 352 g/dl (320-360)
GDS : 135 mg/dl (<200)

Kimia Darah
Faal Ginjal (03-06-2017)
Ureum : 29,0 mg/dL (15-39)
Kreatinin : 1,0 mg/dL (0,9-1,3)

Faal Hati (03-06-2017)


Protein total : 5,8 mg/dL (6,4-8,4)
Albumin : 4,5 mg/dL (3,5-5,0)
Globulin : 1,3 mg/dL (3,0-3,6)
SGOT : 21 mg/dL (<40)
SGPT : 25 mg/dL (<41)

Pemeriksaan Elektrolit (03-06-2017)


Natrium : 140,27 mmol/L (135-148)
Kalium : 3,53 mmol/L (3,5-5,3)
Chlorida : 103,53 mmol/L (98-110)
Calcium : 1,16 mmol/L (1,19-1,23)

Rontgen Antebrachii

10
2.2 Diagnosa Kerja
Closed fraktur 1/3 distal os radius sinistra
Hipertensi stage II

2.3 Diagnosis Banding


(-)

2.4 Penatalaksanaan

11
- IVFD RL 20gtt
- Inj Tramadol 3x1 IV
- Inj Ketorolac 3x1 IV
- Inj Ceftriaxone 1x2gr IV
- Captopril 3x25mg PO

2.5 Rencana pemeriksaan penunjang


(-)

2.6 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Follow Up Pasien
04 Juni 2017
S : nyeri di tangan kiri
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 82x/i
RR : 18x/i
Suhu : 36,0 C
Status lokalis: nyeri tekan (+), motorik dbn.
A : Closed fraktur 1/3 distal os radius sinistra
P:
- IVFD RL 20gtt
- Inj Tramadol 3x1 IV
- Inj Ketorolac 3x1 IV
- Inj Ceftriaxone 1x2gr IV
- Pre Operasi

12
05 Juni 2017
S : nyeri di tangan kiri menurun
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 78x/i
RR : 16x/i
Suhu : 36,4 C
Status lokalis: nyeri tekan (+), motorik dbn.
A : Closed fraktur 1/3 distal os radius sinistra
P:
- IVFD RL 20gtt
- Inj Tramadol 3x1 IV
- Inj Ketorolac 3x1 IV
- Inj Ceftriaxone 1x2gr IV
- Amlodipin 1x20mg
- Candasartan 1x8mg
- Pre Operasi (TD < 140/90)

06 Juni 2017
S : nyeri di tangan kiri
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 80x/i
RR : 16x/i
Suhu : 36,1 C
Status lokalis: nyeri tekan (+), motorik dbn.
A : Open fraktur 1/3 distal os radius sinistra kommunitive displacement
grade I

13
P:
- Puasa sampai sadar (6 jam post op)
- IVFD RL 500cc + drip ketorolac 5% + tramadol 100mg 30gtt
- Inj Cefoperazone 3x1 IV
- Inj Ranitidin 2x1 IV
- Operasi pemasangan ORIF + Plate Screw

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari
struktur tulang epiphiseal plate serta cartilage (tulang rawan sendi).1
2.2 Anatomi
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang
diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius dan di distal
oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar yang mengandung
fibrokartilago triangularis. Membrana interosea memperkuat hubungan ini
sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu,
patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya
hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang
dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot
antar tulang, yaitu m. supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang
membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang
berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai
dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.1
Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus, yaitu tulang lunatum
dan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial.
Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan
dorsal, dan ligamen radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna
selain terdapat ligamen dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat
pula diskus artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk
segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulnar.
Ligamen kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan
diskus artikularis bersama ligamen radioulnar dorsal dan volar. yang kesemuanya
menghubungkan radius dengan ulna, disebut kompleks rawan fibroid triangularis
(TFCC = triangularjibro cartilage complex). Gerakan sendi radiokarpal adalah
fleksi dan ekstensi pergelangan tangan serta gerakan deviasi radial dan ulnar.

15
Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai 90 oleh karena adanya dua sendi
yang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatum-kapitatum dan sendi
lain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi.1
2.3 Patofisiologi dan diagnosis.
Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya
merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar
atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi
fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk
lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang
terjadi pada fraktur Colles*. Sebaliknya, jatuh pada permukaan tangan sebelah
dorsal menyebabkan dislokasi fragmen distal ke arah volar seperti yang terjadi
pada fraktur Smith*. Pada keduanya masih terdapat komponen gaya ke arah
deviasi radial dan deviasi ulna yang dapat menyebabkan patahnya tulang karpus.
Jatuh pada permukaan tangan bagian volar dengan tangan dalam posisi deviasi
radial dapat menyebabkan fraktur pada tulang navikulare (os skafoid) sedangkan
Jatuh dengan tangan dorsofleksi maksimal dapat menyebabkan dislokasi tulang
lunatum.1
Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan
kesulitan. Secara klinis, dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles
atau fraktur Smith. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya,
diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang. Hal yang mungkin
terlewat dalam diagnosis adalah adanya fraktur tulang navikulare atau adanya
dislokasi tulang lunatum. Secara klinis pada fraktur navikulare didapati nyeri
tekan pada tabatier anatomik. Diagnosis kedua kelainan ini ditegakkan dengan
foto Rontgen. Pada foto antero-posterior biasa sering tidak terlihat adanya fraktur
navikulare. Untuk ini perlu foto dengan proyeksi oblik 45 dan 135 atau foto
diulang setelah satu minggu karena mungkin retak tidak kelihatan pada cedera
baru.1
Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat
remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya. Fraktur
radius distal intraartikuler, dengan patahan distal radius terdislokasi ke arah volar

16
disebut fraktur Barton volar, sedangkan bila patahan distal pindah ke arah dorsal,
disebut fraktur Barton dorsal.1
2.4 Klasifikasi Fraktur Antebrachii
Ada 4 klasifikasi fraktur antebrachii antara lain:
1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi,
tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka
terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi).
2. Fraktur Smith.
Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse
colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh
dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar
fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi.
3. Fraktur Galeazzi.
Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius radius ulna distal. Saat
pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula
rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan
yang memberi gaya supinasi.
4. Fraktur Montegia.
Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna
proksimal.2
2.5 Fraktur Antebrachii Secara Umum
2.5.1 Fraktur Satu Tulang
Fraktur radius saja biasanya terjadi akibat suatu trauma langsung dan
sering terjadi pada bagian proksimal radius. Fragmen fraktur akan terdislokasi ad
latitudinem dan ad periferam. Untuk penantalaksanaan dapat dilakukan reposisi
tertutup kemudian imobilisasi dengan lengan pronasi pada fraktur 1/3 distal, netral
pada fraktur 1/3 tengan dan supinasi pada fraktur 1/3 proksimal, imobilisasi
selama 4-6 minggu. Fraktur ini sulit direposisi secara tertutup atau akan

17
mengalami redislokasi bila reposisi berhasil. Oleh karena itu, dianjurkan reposisi
terbuka dan biasanya dipasang fiksasi interna dengan plat jenis kompresi.
Fraktur ulna biasanya disebabkan oleh trauma langsung, misalnya
menangkis pukulan dengan lengan bawah. Relatif sering terjadi fraktur yang tidak
berubah posisinya. Pada gejala klinis: didapatkan adanya tanda-tanda fraktur
seperti edema, deformitas. false movement, krepitasi dan nyeri. Radiologis:
anteroposterior dan lateral, akan didapakan adanya diskontinuitas tulang.
Pengobatan biasanya konservatif dengan pemasangan gips (long arm cast), jika
reposisi tertutup gagal atau terjadi komplikasi nonunion, malunion, maka dapat
dilakukan reposisi secara tertutup. Kadang Juga terjadi fraktur yang terdislokasi,
dalam hal Ini harus diteliti apakah ada juga fraktur tulang radius atau dislokasi
sendi radioulnar. Pada fraktur yang kominutif dapat terjadi penyatuan lambat atau
pseudoartrosis dan ini memerlukan tindak operatif disertai cangkok tulang.1

2.5.2 Fraktur Antebrachii Yang Khas


a. Fraktur Monteggia
Definisi
Monteggia mempublikasikan fraktur ini sebagai fraktur sepertiga
proksimal ulna disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum radius (1,2). Ternyata
kemudian terbukti bahwa dislokasi ini dapat terjadi ke lateral dan juga ke poste-
rior. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu
melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.1

Gambaran klinik
Pada umumnya menyerupai fraktur pada lengan bawah dan apabila
terdapat dislokasi ke anterior, kapitulum radius akan dapat diraba pada fosa
(1).
kubitus. Pergelangan tangan dan tangan harus diperiksa untuk mencari ada
(2) .
tidaknya tanda-tanda cedera pada saraf radialis. Terdapat 2 tipe yaitu tipe
ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi
mendorong ulna kearah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi,

18
gaya mendorong dari depan kearah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna
mengadakan angulasi ke posterior.3
Gambaran radiologis
Gambaran radiologis jelas memperlihatkan adanya fraktur ulna yang
(1)
disertai dislokasi sendi radio-humeral. Pada kasus biasa kaput radius
berdislokasi kedepan, dan terdapat fraktur pada sepertiga bagian atas ulna dengan
pelengkungan kedepan. Kadang-kadang dislokasi radius disertai dengan fraktur
olekranon. Kadang-kadang kapur radius berdislokasi keposterior dan fraktur ulna
melengkung kebelakang ( Monteggia kebelakang). Pada fraktur ulna yang
terisolasi, selalu diperlukan pemeriksaan sinar X pada siku.2
Pengobatan
Dengan cara konservatif biasanya berhasil pada anak, tetapi metode
operatif sering menjadi pilihan pada fraktur Monteggia pada orang dewasa. 1
Petunjuk untuk keberhasilan terapi adalah memulihkan panjangnya ulna yang
mengalami fraktur, hanya setelah itu sendi yang berdislokasi dapat sepenuhnya
direduksi. Pada anak-anak kadang-kadang dapat dilakukan manipulasi, tetapi pada
orang dewasa lebih baik dilakukan reduksi terbuka dan pemasangan flat. Kalau
kaput radius dapat direduksi secara tertutup, begitu lebih baik dan bila tidak harus
diterapi dengan operasi. Lengan diimobilisasi dalam gips dengan siku yang
difleksikan selama 6 minggu. Setelah itu dianjurkan gerakan aktif.2
b. Fraktur Galeazzi
Definisi
Fraktur ini merupakan fraktur distal radius disertai dislokasi atau
subluksasi sendi radioulnar distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma
langsung sisi lateral ketika jatuh. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang
menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu
menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.1,3

19
Gambar 2.1. Fraktur Galeazzi

Gambaran klinis
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia.
Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu
dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris yang sering terjadi. 2 Gambaran
klinisnya bergantung pada derajat dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan. nyeri dan
tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur; bila berat, biasanya terjadi
pemendekan lengan bawah. Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke
dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.1
Gambaran radiologis
Fraktur melintang atau oblique yang pendek ditemukan pada sepertiga
bagian bawah radius, dengan angulasi atau tumpang-tindih. Sendi radioulnar
inferior bersubluksasi atau berdislokasi.2

20
Gambar 2.2 Radiologi fraktur Galeazzi

Pengobatan
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral
untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi. Secara konservatif
mungkin kurang memuaskan dan bila demikian. terapi bedah menjadi pilihan.1
c. Fraktur Colles
Definisi
Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah
fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran
dorsal fragmen distal. Ini adalah fraktur yang paling sering ditemukan pada
manula, insidennya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis
pasca menopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh
pada tangan yang terentang.

Gambar 2.3 Fraktur Colles

21
Klasifikasi
Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh
Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe
berikut: 4
Tipe IA: Fraktur radius ekstra artikuler
Tipe IB: Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
Tipe IIA: Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal
Tipe IIB: Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal
Tipe IIIA: Fraktur radius distal yang mengenai sendi radioulnar
Tipe IIIB: Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radioulnar
Tipe IVA: Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi
radioulnar
Tipe IVB: Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal
dan sendi radioulnar

22
Gambar 2.4 Klasifikasi Fraktur Colles

Trauma / Kelainan yang Berhubungan


Fraktur ekstensi radius distal sering terjadi bersamaan dengan trauma atau
luka yang berhubungan, antara lain: 4
1. Fraktur prosesus styloideus (60 %)
2. Fraktur collum ulna
3. Fraktur carpal
4. Subluksasi radioulnar distal
5. Ruptur tendon fleksor
6. Ruptur nervus medianus dan ulnaris
Manifestasi Klinis
Kita dapat mengenali fraktur ini (seperti halnya Colles jauh sebelum
radiografi diciptakan) dengan sebutan deformitas garpu makan malam, dengan
penonjolan punggung pergelangan tangan dan depresi di depan. Pada pasien
dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila
(2)
pergelangan tangan digerakkan. Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan
yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah yang terkena. 4

Gambar 2.5. Dinner fork deformity

Diagnosis

23
Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan
kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles.
Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat
berdasarkan tanda klinis patah tulang. 1,3
Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat
remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya. 1 Pada
gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Stabil bila hanya
terjadi satu garis patahan, sedangkan instabil bila patahnya kominutif. Pada
keadaan tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap utuh. 4
Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa, dan prosesus
stiloideus ulnar sering putus. Fragmen radius:
1. Bergeser dan miring ke belakang
2. Bergeser dan miring ke radial
3. Terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami peremukan dan
kominutif yang hebat. 4

4.

Gambar 2.6 (a) Deformitas garpu makan malam,


(b) Fraktur tidak masuk dalam sendi pergelangan tangan
(c) Pergeseran ke belakang dan ke radial

Penatalaksanaan
- Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat
dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan
pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.2

24
- Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan
dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan
pen proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya
mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga.
- Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang
dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang
dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen
distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada
dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi
ulnar dan pronasi.
Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan,
dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai
leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini
dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi
ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.

Gambar 2.7 Reduksi: (a) Pelepasan impaksi


(b) Pronasi dan pergeseran ke depan,
(c) Deviasiulnar

Pembebatan:
a. penggunaan sarung tangan

25
b. slab gips yang basah
c. slab yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras.
Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan
jari segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami
sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut.
Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang
sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun
manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi.
Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan
secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut
kain krep sementara.
Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap
menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe
IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus
dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam
perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai berikut:
Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan
tarikan dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen
Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23
derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak.
Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut
ini dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu
yang lama sampai terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasi.
Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka
beberapa hal berikut dapat dilakukan:
1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional
2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese
finger traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan
fleksi. Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10
menit atau sampai fragmen disimpaksi. Kemudian lakukan penekanan
fragmen distal pada sisi volar dengan menggunakan ibu jari, dan sisi

26
dorsal tekanan pada segmen proksimal menggunakan jari-jari lainnya.
Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka beban dapat diturunkan.
3. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau
midposisi terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan
20 derajat deviasi ulna. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan
selapis Webril diikuti dengan pemasangan anteroposterior long arms
splint. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk
memastikan bahwa telah tercapai posisi yang benar, dan juga
pemeriksaan pada saraf medianusnya.
4. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72
jam untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu
sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada
hari ketiga dan dua minggu pasca trauma.
5. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu, sedangkan
untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12 minggu.

Gambar 2.8 Reduksi pada fraktur Colles

27
Komplikasi
Dini
Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab
perlu dibuka atau dilonggarkan.2
Cedera saraf jarang terjadi dan yang mengherankan tekanan saraf
medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi,
ligamen karpal yang melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran
dalam karpal berkurang.
Distrofi refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi
untungnya ini jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi sudeck.
Mungkin terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari,
waspadalah jangan sampai melalaikan latihan setiap hari. Pada sekitar 5 %
kasus, pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri serta terdapat
tanda-tanda ketidakstabilan vasomotor. Sinar X memperlihatkan
osteoporosis dan terdapat peningkatan aktivitas pada scan tulang.
Lanjut
Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena
pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk,
kelemahan dan hilangnya rotasi dapat bersifat menetap.
Penyatuan lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi
processus stiloideus ulnra sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja
dan tetap mengalaminyeri dan nyeri tekan selama beberapa bulan.
Kekakuan pada bahu, karena kelalaian adalah komplikasi yang sering
ditemukan. Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan
yang lama.
Atrofi Sudeck, kalau tidak diatasi dapat mengakibatkan kekakuan dan
pengecilan tangan dengan perubahan trofik yang berat.
Ruptur tendon biasanya terjadi beberapa minggu setelah fraktur radius
bawah yang tampaknya sepele dan tidak bergeser.2
d. Fraktur Smith

28
Definisi
Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena
itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam
keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya
transversal, kadang-kadang intraartikular. Penggeseran bagian distal radius bukan
ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih jarang terjadi.1
Manifestasi klinik
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar
pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade devormity).1
Gambaran radiologis
Terdapat fraktur pada metafisis radius distal; foto lateral menunjukkan
bahwa fragmen distal bergeser dan miring ke anterior-sangat berlawanan dengan
fraktur colles.
Penatalaksanaan
Pengobatannya merupakan kebalikan dari pengobatan patah tulang Colles
dan pascareduksi, posisi dipertahankan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi
ulnar, dan supinasi maksimal. Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama
4-6 minggu.3
e. Fraktur Barton volar
Fraktur Barton volar sebetulnya masih bagian dari fraktur Smith. Reduksi
biasanya cukup dengan tarikan dan supinasi, tetapi karena garis patah tulang
miring reposisi yang dicapai biasanya tetap tidak stabil sehingga kadang
pembedahan akan lebih baik hasilnya. Epalsiolisis harus diusahakan untuk
reposisi secara anatomis mungkin agar tidak terjadi gangguan pertumbuhan. Hal
ini dapat dilakukan secara tertutup, kadang secara terbuka. Dengan atau tanpa
reposisi operatif dapat dipakai kawat K yang kecil yang cukup kuat untuk fiksasi
intern sehingga fiksasi dapat dicapai tanpa merusak cakram epiflsis.1
f. Fraktur atau dislokasi tulang karpus
Patah tulang os navikulare yang agak jarang, sering terlewat diagnosisnya,
baik karena tidak terperhatikan maupun karena tidak dibuat foto Rontgen oblik

29
khusus. Seperti halnya tulang yang lain, vaskularisasi tulang skafoid sebagian
besar melalui simpal sendi dan karena sebagian besar permukaan tulang ini
merupakan bagian tulang rawan sendi, vaskularisasi yang masuk relatif sedikit.
Oleh karena itu, komplikasi nekrosis avaskuler dan kegagalan pertautan cukup
sering.1
Gambaran Klinis
Gambaran klinis sering kurang jelas. Biasanya ada keluhan nyeri di
pergelangan tangan. Pada pemeriksaan didapatkan empat tanda yang jelas, ialah
nyeri tekan di tabatiere* pada posisi deviasi ulna yang menyebabkan penonjolan
tulang skafoid di tabatiere, nyeri tekan pada penonjolan navikulare di sebelah
volar pada deviasi radier, nyeri sumbu pada pukulan martil perkusi pada kaput
metakarpale pada tangan sikap tinju dan nyeri di dalam pergelangan tangan pada
fleksi maupun ekstensi ekstrem.1
Biasanya patah tulang os navikulare tidak terdislokasi sehingga tidak perlu
direposisi. Posisi dalam gips yang meliputi lengan bawah bagian distal sampai
batas sendi metakaipofalangeal, termasuk metakarpus I, dipertahankan tiga bulan
untuk menghindari pseudoartrosis. Bila lambat bertaut atau gagal-bertaut, perlu
dilakukan operasi cangkok tulang.Pada patali leher tulang bagian proksimal os
skafoid terancam nekrosis avaskuler karena sebagian besar per mukaannya ditutup
oleh tulang rawan sendi sehingga darah dari bagian proksimal tidak mungkin
sampai.1
Dislokasi lunatum agak jarang ditemukan, tetapi sering juga terlewat
diagnosisnya. Dislokasi yang terjadi adalah akibat trauma jatuh pada tangan dalam
posisi dorsifleksi maksimal. Pada pemeriksaan klinis didapati pembengkakan
pada pergelangan tangan dan pasien sangat kesakitan bila jari secara pasif
diekstensikan. Bisa ditemukan adanya lesi saraf medianus oleh adanya penekanan
saraf di dalam kanalis karpal. Pada foto Rontgen akan terlihat adanya dislokasi
lunatum ataupun perilunatum. Akan tetapi, ternyata dislokasi ini sering terlewat
karena kurangnya pengalaman pemeriksa foto. Penanganannya adalah reposisi,
yang pada dislokasi baru biasanya akan berhasll. diikuti dengan imobilisasi.

30
Komplikasi lambat yang bisa terjadi adalah nekrosis avaskuler dan artritis
degeneratif.1

2.6 Dislokasi sendi siku


Dislokasi sendi siku merupakan dislokasi sendi humeroulnar
dan humeroradial. Biasanya terjadi dislokasi fragmen distal ke posterior dan
lateral terhadap fragmen proksimal. Paling sering terjadi pada anak anak karena
proses ossifikasinya belum sempurna. Penyebabnya karena terjadi trauma
tidak langsung, benturan pada tangan dan lengan bawah dengan siku dalam posisi
ekstensi disertai sedikit fleksi dan lengan atas terdorong kearah volar dan medial.
Pada pemeriksaan klinis terdapat bengkak, nyeri spontan, nyeri sumbu, dan gerakan
abnormal sangat terbatas pada posisi kurang dari 30. Pada pemeriksaan dari dorsal siku,
didapatkan perubahan pada segitiga sama kaki yang dibentuk oleh olekranon,
epikondilus lateral, dan epikondilus medial. Segitiga yang normalnya sama kaki,
berubah menjadi segitiga yang tidak sama kaki. Dislokasi siku ini
dapat menyebabkan robeknya ligamentum yang mempertahankan stabilitas sendi
siku dan ini mempengaruhi cara pengobatannya. Bila tidak terjadi instabilitas,
setelah reposisi dapat dimulai dengan imobilisasi selama tiga minggu dalam gips sebelum
mobilisasi. Luksasi caput radius yang disebut siku tertarik dapat terjadi karena
siku ditarik sehiingga caput ditarik lepas dari lingkaran ligamentum. Hal ini
terjadi pada anak yang jatuh ketika tangannya ditarik secara abnormal.
Gejalanya berupa nyeri dan gangguan ekstensi, fleksi dan pronasi, dan
supinasi.diagnosismenjadi jelas dari anamnesa dan pemeriksaan fisik. Terapi
dengan reposisi pada siku fleksi dengan tekanan di arah sumbu supinasi dan reposisi caput
ke arah ulnar.

31
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas berat sejak 1 bulan yang lalu.
Setelah dilakukan anamnesis lebih lengkap, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka pasien ini di diagnosis Empiema dengan
Anemia mikrositik hipokrom. Diagnosa itu sendiri bisa ditegakkan
berdasarkan hasil temuan klinis yang didapat pada anamnesis pasien, lalu
temuan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik serta hasil lain yang
mendukung dari pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah
sesak nafas, nyeri dada, demam, batuk berdahak dan penurunan berat badan.
Berdasarkan pembahasan pendekatan diagnosis anamnesis sebelumnya,
empiema biasanya tidak memberikan gejala yang spesifik, tetapi 80% pasien
mengeluh demam dan sesak nafas, 70% datang dengan keluhan batuk atau
nyeri dada, kadang-kadang timbul penurunan berat badan, lemah dan malaise.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi pada torak tidak simetris. Pada
torak bagian kiri tampak tertinggal. Pada palpasi dinding torak terdapat
fremitus taktil yang menurun pada torak bagian kiri. Pada perkusi ditemukan
suara redup pada basal paru kiri dan sonor pada paru kanan. Dan pada
auskultasi ditemukan vesikuler melemah di paru kiri, tidak ada wheezing dan
ronkhi.
Hal ini menunjukkan bahwa pada pemeriksaan fisik menunjukkan gejala
empiema, dimana sebelumnya dijelaskan bahwa pada inspeksi akan terdapat
asimetris pada pergerakan dinding torak dan terdapat pelebaran sela iga,
palpasi ditemukan fremitus taktil yang menurun atau hilang pada dinding torak,
perkusi ditemukan suara redup atau bahkan pekak di daerah lesi, dan pada
auskultasi akan didapatkan suara nafas yang menurun atau menghilang.
Pemeriksaan Penunjang

32
Pada darah rutin didapatkan hemoglobin yang rendah diikuti MCV dan
MCH yang rendah. Ini menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia
mikrositik hipokrom.
Pada foto thorax ditemukan adanya cairan di kavum pleura. Dengan
ditemukannya cairan ini maka perlu dilakukan punksi pleura untuk melakukan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut berupa pemeriksaan kimiawi, bateriologi,
sitologi dan kultur kuman pada cairan pleura.
Diagnosa
Diagnosa pada pasien ini adalah Empiema dengan Anemia mikrositik
hipokrom.
Tatalaksana
Selama di rumah sakit terapi yang diberikan kepada pasien berupa terapi
farmakologis dan pemasangan chest tube. Terapi farmakologis pada pasien ini
meliputi pemberian obat antibiotik spektrum luas sementara dan pemberian
PRC untuk memperbaiki keadaan hemoglobin. Pemasangan chest tube
dilakukan untuk mendrainase cairan pada kavum pleura. Drainase dikatakan
berhasil apabila didapatkan perbaikan status pasien secara klinis dan radiologi
dalam waktu 24-48 jam.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Braunwald, Kasper, Hause, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrisons


Manual Medicine 17th Edition. Section 7: Infectious Diseases. In:
McGrawhill Companies. 2008. Page 486-9
2. Dahlan Zul. Pneumonia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV Jakarta : Penerbit IPD
FK UI :2006 : Hal 974-9.
3. Rani Aziz, Soegondo S, Nasir Ulyanah.A, Wijaya Ika.P, Mansjoer Arief.
dkk. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI : 2008 : Hal 90-1002.
4. Halim Hadi. Penyakit-penyakit pada Pleura. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
IV Jakarta : Penerbit IPD FK UI :2006 : Hal 1056-61.
5. Setyohadi B, Arsana P.M, Suryanto A, Soeroto A.Y, Abdullah M.
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna
Publishing. Jakarta. 2011.
6. Palgunadimargono, Benjamin dkk. Pedoman Diagnosa dan Terapi BAG/
SMF Ilmu Penyakit Paru, Edisi 3. Surabaya. 2005.

34

You might also like