You are on page 1of 3

BAHAN PENOLONG

- Sb2O3 (triamoni asetate)


Sb2O3 dibutuhkan dalam proses polimer sebagai katalis proses polikondensasi. Sb2O3 ini
akan diccampur bersama EG

- Additive (pewarna)
Pewarna yang digunakan adalah jenis blue toner dan red toner. Fungsi pewarna ini adalah
sebagai pengatur warna agar PET yang dihasilkan sesuai yang diinginkan

- H3PO4 (penstabil panas)


Asam posfat disini terdapat unsur fosfor yang merupakan bahan menstabilkan panas yang
ada di ester 2.

PRODUK

Produk utama yang dihasilkan adalah PET (polyethylene terephtalate). Pada umunya PET terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu homopolimer dan kopolimer. Namun, saat ini PT. INDORAMA tidak membuat
produk jenis homopolimer. Kopolimer merupakan jenis polimer yang rantai penyusunnya lebih dari
satu unit berulang. PET dapat didaur ulang dan mempunyai kode 1 untuk kode daur ulangnya.
Aplikasi dari produk kopolimer ini adalah sebagai kemasan botol.

PROSES SSP

Dalam proses solid state polikondensasi terdapat 4 macam proses, diantaranya precrystallizer,
crystallizer, reaktor SSP dan terakhir cooler deduster.

- Precrystallizer
Amorphous chip kopolimer yang ditransfer dari silo ke SSP plant menggunakan pneumatic
conveying masuk ke feed weighing vessel untuk pengaturan kapasitas produksi. Dari
weighing vessel, chip dimasukkan ke dalam precrystallizer untuk pengkristalan awal di
permukaan chip dan penghilangan kandungan air. Pengeringan inti menggunakan udara panas
dengan temperatur 180oC, sambil divibrasi chips diharapkan terfluidisasi agartidak lengket
satu sama lain. Akan diperoleh derajat kristalin 30-40%, namun masih belum beraturan.
Udara panas akan keluar menuju siklon bersama sama dengan debu polimer, air dan
acetaldehyde. Dari precrystallizer, chips dimasukkan ke dalam Chips vessel dan selanjutnya
masuk kedalam proses crystallizer

- Crystallizer
Crystallizer berbentuk silinder horizontal yang dilengkapi dengan pengaduk horizontal pula,
untuk menjaga kehomogenan chips dan agar pemanasannya merata. Pemanasanya
menggunakan HTM melalui jaket pada temperatur 212oC. Disini terjadi pengkristalan di
bagian dalam chips dari bentuk amorphous yang tak beraturan menjadi kristalin yang
beraturan. Akan tercapai derajat kristalin sebesar 48-52%. Selanjutnya chips dikirim ke SSP
reaktor untuk melanjutkan reaksi polikondnensasi atau perpanjangan rantai di dalam fasa
solid.

- Reaktor ssp
Di dalam reaktor, terjadi reaksi polikondensasi pada kondisi padat oleh pemanasan, reaksinya
antara polimer satu dengan yang lainnya menghasilkan polimer dengan rantai lebih panjang.
Reaksi ini juga menghasilkan uap EG sebagai hasil samping. Chips yang sudah dikristalkan
akan mengalami kenaikan IV sesuai dengan target yang diinginkan. Pemanasn pada reaktor
SSP menggunakan HTM pada jaket reaktor bersuhu 212oC. Gas N2 panas ditiupkan dari
bagian bawah reaktor untuk membawa uap EG serta debu-debu polimer, asetaldehid, dan
hidrokarbon yang tidak berguna. Kristalin polimer PET selanjutnya masuk ke chips cooler
deduster
- Cooler-deduster
Pada alat ini terjadi pendinginan dan penghilangan debu. Pendinginan dari 214oC ke 45oC.
Produk yang keluar dari reaktor ssp diamsukkan ke dalam alat ini untuk dihentikan reaksinya
dengan cara pendinginan menggunakan tiupan gas N2 dingin. Tiupan gas N2 dingin ini
sekaligus menghilangkan debu yang dihasilkan karena gesekan chips di cristalin maupun di
reaktor. Kristalin chips yang keluar dari chips cooler deduster kemudian di transfer ke silo
melaui pneumatic conveying untuk kemudian dikemas ke dalam bag.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

- Limbah padat
Limbah padat yang dihasilkan adalah chip-chip PET yang tidak memenuhi spesifikasi yang
diinginkan. Chip-chip PET yang terbawa oleh nitrogen menuju cyclone. Chip-chip PET
tersebut ddiolah kembali di extruder untuk dilelehkan dan dibentuk kemudian di jual menjadi
off spec product. Limbah padat lainnya adalah Macaroni yang berasal dari pemotongan cutter
(chips production) yang tidak terpotong beraturan, penyebabnya karena alat cutter yang tiba-
tiba mati. Macaroni ini akan diolah juga di extruder.

- Limbah cair
1. Pre treatment
Limbah cair dari proses ditampung dalam kolam sumpit dan limbah masih memiliki
suhu 40C dengan pH 2-3. Dalam kolam sumpit ditambahkan kapur untuk menaikan
sedikit pHnya. Setelah itu limbah cair dipompakan ke kontainer penampung sebelum
memasuki bak ekualisasi. Terdapat 2 kontainer (kontainer A/B) dan disini dimasukan
kaustik untuk menaikan pHnya. Level limbah cair dalam kontainer dijaga konstan
dimana kontainer A 100% dan over flow ke kontainer B 60%. Setelah dari kontainer
B, limbah cair masuk ke dalam bak ekualisasi.
Dalam bak ekualisasi ditambahkan kaustik untuk menjaga pH tetap stabil. Di bak
ekualisasi suhu limbah cair sekitar 35C. Bak ekualisasi ini berguna agar limbah cair
lebih homogen untuk mencegah terjadinya shock load pada pengolahan biologi. Pada
bak ekualisasi dilakukan aerasi dengan tujuan untuk mengaduk limbah cair. Dari bak
ekualisasi debit limbah diatur untuk masuk ke proses selanjutnya.
Dari bak ekualisasi limbah cair dipompakan ke tanki netralisasi. Pada tanki netralisasi
pH dijaga sekitar 6,5 7,5. Selain itu pada tanki netralisasi ditambahkan nutrisi-
nutrisi untuk mikroba (H3PO4, Urea, FeCl3) dan karbon aktif untuk menjaga bakteri
granular yang digunakan pada unit pengolahan anaerob tetap dalam bentuk granular.

2. Primary treatment
Limbah cair dari tanki netralisasi kemudian masuk kedalam anaerobic digester tank.
Pada pengolahan secara anaerobik ini digunakan jenis expanded granular sludge bed
(EGSB) dimana aliran limbah cair masuk dari bawah tanki dan akan terjadi fluidisasi
pada bed yang mengandung mikroba granular. Pengolahan menggunakan EGSB ini
secara teoritis dapat menurunkan COD sekitar 80-90%. Limbah cair yang masuk
EGSB suhunya dijaga sekitar 35-37C karena jika suhu terlalu tinggi maka mikroba
granular akan mati. Air limbah dari pengolahan anaerobik sebagian disirkulasikan
kembali ke tanki netralisasi dan EGSB, sedangkan sebagian dilanjutkan ke proses
selanjutnya. Selain itu pada EGSB menghasilkan gas metana sekitar 27 mBar dan
akan langsung dibakar di unit flare.
Proses selanjutnya merupakan pengolahan secara aerobik dengan menggunakan
mikroba aerobic mix culture. Karena mikroba aerobik lebih kuat dibandingkan
bakteri anaerobik maka pH limbah masuk dapat dijaga 6,5 8,5 dengan suhu 25-
30C. Pada pengolahan aerobik ini digunakan lima aerator untuk menyuplai oksigen
dengan jenis surface aerator. Pada pengolahan aerobik ini dihasilkan lumpur sebagai
hasil penguraian zat organik
3. Secondary treatment
Limbah dari pengolahan aerobik masuk ke tanki koagulasi & flokulasi. Pada proses
koagulasi digunakan tawas (Al2(SO4)3) sebanyak 100-200 ppm sebagai koagulan dan
NaCl sekitar 70 ppm sebagai oksidator. Proses koagulasi diatur dengan kecepatan 136
rpm. Selanjutnya proses flokulasi dengan jenis flokulan berupa polimer anionik
sekitar 12,5 ppm dengan kecepatan putaran 90 rpm. Dilakukan untuk memperberat
flok yang terlah terbentuk dan memudahkan untuk mengendap.
Limbah cair dari proses koagulasi & flokulasi selanjutnya dipisahkan antara air dan
lumpurnya dengan proses sedimentasi. Lumpur yang mengendap didasar unit
sedimentasi akan disapu oleh sludge scrapper yang akan dialirkan ke pengolahan
lumpur. Sedangkan limbah cair akan dialirkan ke break tank untuk pengolahan
selanjutnya.

4. Tertiery treatment
Limbah cair dari break tank akan masuk kedalam sand filter untuk menghilangkan
flok-flok yang belum terendapkan dalam unit sedimentasi. Flok-flok akan tertahan
pada sand filter sedangkan limbah cair akan lolos melewati sand filter.
Limbah cair dari sand filter selanjutnya dialirkan ke carbon filter. Carbon filter
berguna untuk menghilangkan zat organik, non organik, bau, rasa yang tidak dapat
dihilangkan melalui proses sand filter. Carbon filter yang digunakan adalah karbon
aktif dengan iodine number 1000. Dari unit carbon filter selanjutnya air limbah akan
masuk ke flow chamber untuk dibuang ke laut anyer.

- Limbah gas
1. Esterifikasi
Pada proses esterifikasi dihasilkan produk samping berupa uap air yang bercampur
dengan etilen glikol yang tidak bereaksi. Uap ini selanjutnya dimasukkan ke dalam
kolom distilasi untuk dilakukan pemisahan antara air dan etilen glikol. Etilen glikol
yang tidak bisa terpisahkan akan dikondensasi dengan cooling water, selanjutnya uap
yang sudah mencair masuk ke kolom reflux, untuk sebagian masuk ke dalam kolom
dan sebagiannya diolah di unit waste water treatment. Uap yang tidak terkondensai
akan masuk ke dalam scrubber untuk dilarutkan dalam air.

2. Polikondensasi
Pada reaktor polikondensai dihailkan uap etilen glikol. Uap etilen glikol ini
dimasukkan ke scrapper untuk di spray dengan etilen glikol liquid. Etilen glikol cair
yang dihasilkan akan didinginkan dalam cooler. Dari cooler EG cair ini kemudian
dibagi menjadi 3 aliran yaitu untuk spray kondenser 1301 1302 dan untuk sirkulasi
spray glikol. Uap yang keluar dari scrapper kondenser masuk ke pompa vakum. Dari
pompa vakum, uap EG di kondensasi dan di tampung di spent glycol vessel. Uap
yang tidak terkondensai akan masuk ke dalam scrubber untuk dilarutkan dengan air.

- Limbah lumpur
Lumpur yang berasal dari proses aerobik digesting sistem, koagulasi dan flokulasi masuk ke
unnit thickener sludge tank untuk dikurangi ksadar airnya sehingga lumpur menjadi kental,
kemudian lumpur yang sudah kental masuk ke CSTR tank, di CSTR tank berisi mikroba-
mikroba anaerob sedangkan lumpur sebagian besar berisi mikroba aerob sehingga terjadi
proses kanibalisme (saling emmakan) antar kedua jenis mikroba tersebut oleh karena itu
kadar lumpur akan berkurang. Dari proses di CSTR tank akan menghasilkan gas salah
satunya metan, gas tersebut kemudian dibakar di unit flare, sedangkan lumpur yang tidak
termakan masuk ke unit CSTR sedimentasi untuk dilakukan pengendapan. Lumpur-lumpur
yang terendapkan dan akan dilanjutkan ke unit decanter. Dalam decanter lumpur-lumpur akan
dipress sehingga terbentuk cake yang kemudian akan dipacking untuk diolah lebih lanjut di
PPLI

You might also like