You are on page 1of 109

DIKTAT MATA KULIAH

METODE PERHITUNGAN CADANGAN


TE-3231
(Edisi 1)

Sinclair (2005)

Disusun Oleh:

Prof. Sudarto Notosiswoyo, Dr.Ir.M.Eng.


Syafrizal Lilah, ST.MT.
Mohamad Nur Heriawan, ST.MT.
Agus Haris Widayat, ST.MT.

Departemen Teknik Pertambangan


Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral
Institut Teknologi Bandung
2005
KATA PENGANTAR

Diktat ini adalah sebuah pengantar dalam bahasa Indonesia untuk


mempermudah mahasiswa dalam memahami metode atau cara-cara
melakukan perhitungan cadangan. Dalam diktat ini metode yang dibahas lebih
menekankan pada metode konvensional yang merupakan dasar dari
perhitungan cadangan. Diharapkan diktat ini dapat digunakan sebagai
penuntun mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Metode Perhitungan
Cadangan (TE-3231), khususnya di Departemen Teknik Pertambangan ITB.

Sangat diharapkan bahwa mahasiswa tidak hanya mengacu pada diktat ini
tetapi juga harus membaca dan mempelajari buku pegangan (text book) lain
yang banyak tersedia untuk memperkaya pengetahuan dan pemahamannya.

Diktat ini merupakan edisi pertama yang disusun dengan mengacu pada buku
Applied Mineral Inventory Estimation (Sinclair and Blackwell, 2005). Disamping
itu materi juga diambil dari buku-buku pilihan lainnya seperti tercantum dalam
bagian Daftar Pustaka, maupun dari pengalaman dan pemahaman pribadi para
penyusunnya.

Masih banyak kekurangan dalam penyusunan diktat ini sehingga penambahan


dan penyempurnaan materi diktat ini masih terus berlangsung. Masukan dari
pembaca sangat diharapkan sehingga materi maupun bahasan dari diktat ini
menjadi semakin lengkap.

Penyusun:
Prof. Sudarto Notosiswoyo, Dr.Ir.M.Eng.
Syafrizal Lilah, ST.MT.
Mohamad Nur Heriawan, ST.MT.
Agus Haris Widayat, ST.MT.

i
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL vii

BAB
I. PENDAHULUAN I-1
1.1 PENDAHULUAN I-1
1.2 PENTUNGNYA PERHITUNGAN CADANGAN ......... I-3

II. KONSEP DASAR PERHITUNGAN CADANGAN .. II-1


2.1 BIJIH ............................................... II-1
2.2 CUTOFF GRADE ........................... II-1
2.3 KONTINUITAS ... II-4
2.4 DILUSI ................................................................... II-5
2.5 VARIABEL TEREGIONAL ........................................ II-6
2.6 SELECTIVE MINING UNIT ...................................... II-7
2.7 AKURASI DAN KETEPATAN .................................. II-8
2.8 POLA EKSPLORASI ................................................ II-9
2.9 GRID DENSITY ....................................................... II-10

III. KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN .. III-1


3.1 KLASIFIKASI STANDAR NASIONAL INDONESIA (BSN) III-1
3.2 KLASIFIKASI DI BEBERAPA NEGARA ............ III-9

IV. KONTROL GEOLOGI ..... IV-1


4.1 PEMETAAN GEOLOGI ............................................. IV-1
4.2 PEMODELAN UMUM GEOMETRI ENDAPAN .. IV-5
4.3 KESALAHAN UMUM PEMODELAN GEOMETRI IV-7
ENDAPAN .
4.4 MINERALOGI ........................................................... IV-11

V. KONSEP STATISTIK ..................... V-1


5.1 PENDAHULUAN . V-1
5.2 PARAMETER-PARAMETER STATISTIK KLASIK ... V-2
5.2.1 Ukuran Tendensi Sentral V-2
5.2.2 Ukuran dispersi ............................................... V-4

ii
halaman
5.2.3 Kovariansi ....................................................... V-6
5.2.4 Skewness dan Kurtosis V-6
5.3 HISTOGRAM ........................................................... V-7
5.4 DISTRIBUSI KONTINU ..... V-9
5.4.1 Distribusi Normal (Gaussian) V-10
5.4.2 Distribusi Normal Baku . V-10
5.4.3 Formula Taksiran untuk Distribusi Normal .. V-11
5.4.4 Distribusi Lognormal .. V-13
5.4.5 Distribusi Binomial .. V-14
5.4.6 Distribusi Poisson ........................................... V-15
5.5 DISTRIBUSI KUMULATIF . V-17
5.5.1 Grafik Peluang ..... V-18
5.6 KORELASI SEDERHANA . V-21
5.7 AUTOKORELASI ...................................................... V-23
5.8 REGRESI LINIER SEDERHANA .............................. V-25
5.9 REGRESI REDUCE MAJOR AXIS .. V-27

VI. METODE PENAKSIRAN PARAMETER DAN VI-1


PERHITUNGAN CADANGAN ....
6.1 PENAKSIRAN PARAMETER VI-1
6.1.1 Perlunya Penaksiran .... VI-1
6.1.2 Metode Penaksiran ......... VI-2
6.2 PERHITUNGAN CADANGAN .... VI-5
6.2.1 Metode Penampang .. VI-5
6.2.2 Metode Poligon (Area of Influences) VI-8
6.2.3 Metode USGS Circular 891 (1983) .. VI-9
6.2.4 Metode Segitiga .... VI-9
6.2.5 Sistem Blok ............................. VI-12

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN SOAL TUGAS

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
2.1 Grafik antara kadar taksiran (absis) dengan kadar II-2
sebenarnya (ordinat) pada beberapa blok (selective
mining), cog (Xc) yang ditentukan untuk absis
maupun ordinat sebesar 0.2% ...............................
2.2 Konsep Konektivitas sebagai fungsi perubahan II-3
harga cog. Blok-blok rencana penambangan emas
yang dibuat berdasar 1.033 sampel diwilayah
northern British Columbia ...................................
2.3 Dilusi yang terjadi pada setiap tahapan proses II-5
pertambangan .....
2.4 Ilustrasi numerik dari efek smoothing kombinasi II-7
kadar dari support kecil sampai besar (atas),
hubungan umum dari dispersi kadar yang
diilustrasikan dalam histogram antara sampel
volume kecil dan besar ..............................
2.5 Blok-blok yang dipergunakan untuk mengestimasi II-8
geometri badan bijih, blok tersebut umumnya akan
dipergunakan sebagai selective mining unit ..
2.6 Pola eksplorasi bujursangkar (a), persegi panjang
(b), segitiga (c), dan rhombohedron (d) ..................... II-10
3.1 Sistem klasifikasi sumberdaya mineral dan III-8
cadangan SNI 1998 ......
3.2 Sistem kodifikasi sumberdaya mineral dan cadangan III-9
SNI 1998 ..................................
4.1 Sesar mendatar (garis putus) yang terjadi setelah IV-2
proses mineralisasi akan menghasilkan zona yang
mempunyai kadar mineral sangat berbeda ...............
4.2 Kerapatan dan arah rekahan dipetakan dengan baik. IV-3
Terdapat mineralisasi: hitam dan abu-abu, dari kiri
ke kanan menunjukkan kerapatan rekahan yang
semakin turun, dari atas ke bawah menunjukkan
arah dominasi yang berlawanan
4.3 Penampang model endapan molibdenit utara- IV-4
selatan (A) dan timur-barat (B) Central British
Columbia menunjukkan tiga fase mineralisasi pada
breksi, stringer zone, dan high-grade vein .....
4.4 Model geometri endapan tembaga-timah di tambang IV-6
Neves-Corvo Portugal yang berubah-ubah sesuai

iv
Gambar halaman
tambahan data geologi dan penambangan ......
4.5 Penampang utara-selatan endapan sulfida masif IV-7
Woodlawn- Australia, menunjukkan pernedaan hasil
interpretasi data bor dengan hasil penambangan ..
4.6 Beberapa variasi model batas antara bijih dan IV-8
waste. Dari kiri ke kanan batas bijih berubah menjadi
semakin gradasi, sedangkan dari atas ke bawah
batas bijih berubah dari bidang sederhana menjadi
lebih kompleks (tidak teratur) ...........................
4.7 Pasangan data dengan jarak yang sama (dalam
kasus ini 2 m) ditentukan baik untuk bijih maupun IV-9
waste dari garis batas
4.8 Hasil plot antara kadar bijih terhadap waste untuk IV-10
berbagai jarak yang sama dari batas bijih-waste .
4.9 Variasi mineralogi pada tambang sulfida masif IV-12
Woodlawn (Australia).......................................
5.1 Histogram data hipotetik, dengan memperlihatkan V-4
modus, median dan rata-ratanya .
5.2 Tiga contoh hasil analisis lubang bor yang V-6
digambarkan dengan histogram. Skewness negatif
(a), simetris (b) dan skewness positif (c). Pada
gambar (b) disertai dengan kurva normalnya
5.3 Ilustrasi data yang dikelompokkan secara spasial V-8
(a). Ukuran sel paling optimal diperoleh ketika kurva
mean terbobot mencapai titik terendah jika data
terkonsentrasi pada daerah kadar tinggi (b),
demikian pula sebaliknya ..........................................
5.5 Kurva fungsi kepadatan peluang distribusi normal. V-10
Simetris pada nilai mean xm = 0,76 dan dispersi
diukur oleh standar deviasi s = 0,28 .
5.6 Kurva distribusi normal baku ........... V-11
5.7 Kurva distribusi lognormal dari analisis lubang bor V-13
pada endapan tembaga Bougenville (Sinclair, 2005).
Parameter data mentahnya m = 0,45% Cu dan s =
0,218 ..................................................
5.8 Contoh bentuk distribusi binomial .... V-15
5.9 Contoh bentuk distribusi poisoon .. V-17
5.10 Histogram kumulatif ..................................... V-18
5.11 Grafik Peluang dari histogram pada gambar 5.2.c . V-20
5.12 Grafik peluang dari histogram pada Gambar 5.2c V-20
dengan absis dalam skala logaritmik ..........
5.13 Bentuk grafik peluang dari dua populasi V-21

v
Gambar halaman
5.14 Diagram pencar dengan berbagai nilai koefisien V-22
korelasi ......................................................................
5.15 Pengaruh pencilan dan trend nonlinier pada V-22
koefisien korelasi (r) ............................
5.16 Beberapa contoh korelogram ................................... V-23
5.17 Contoh penggunaan least square yang V-27
menunjukkan hubungan densitas dan kadar Ni .........
5.18 Tiga model linier untuk merepresentasikan V-29
pasangan data Au AuD .................
6.1 Contoh penaksiran metode IDW .. VI-4
6.2 Sketsa perhitungan volume bijih dengan rumus VI-6
mean area (metode penampang) .............................
6.3 Sketsa perhitungan volume bijih dengan rumus VI-6
prismoida ...................................................................
6.4 Sketsa perhitungan volume bijih dengan rumus VI-7
kerucut terpacung .............................
6.5 Sketsa perhitungan volume bijih dengan rumus VI-7
obelisk .......................................................................
6.6 Metode poligon .... VI-8
6.7 Teknik perhitungan sumberdaya batubara VI-10
berdasarkan sistem United States Geological Survey
Circular 891 (1983) .....................................
6.8 Cara perhitungan sumberdaya batubara dengan VI-11
kemiringan 300 (atas) dan kemiringan >300
(bawah), (USGS, 1983) ............................................
6.9 Kontrol struktur pada batas sumberdaya batubara VI-12
(USGS, 1983) .
6.10 Perhitungan sumberdaya dengan model blok VI-13

vi
DAFTAR TABEL

Tabel halaman
II.1 Dua kategori kontinuitas dalam perhitungan cadangan II-5
III.1 Perkiraan tingkat kesalahan (error) pada masing- III-12
masing tingkat keyakinan ...........................
IV.1 Koefisien korelasi dan kontras geokimia untuk IV-11
pasangan data dengan berbagai jarak ...............
V.1 Rangkuman perhitungan contoh distribusi poisson ... V-17
V.2 Rangkuman parameter model seperti ditunjukkan pada V-28
Gambar 5.18. ...............................................
VI-1 Hasil perhitungan penaksiran IDW VI-4
...............

vii
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB I, Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

The life of a mine does not start the day that production begins, but many years before, when the company sets out
to explore for a mineral deposit. A good deal of time and money is spent simply looking for, locating and quantifying a
promising mineral occurrence. Not many will be found and not many of the ones found will have the potential to
become mines. It is not unusual to spend five to ten years searching for a mineable deposit.(anonymous).

1.1 PENDAHULUAN

Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar


yaitu puluhan sampai ratusan miliar dolar. Agar investasi yang akan dikeluarkan
tersebut menguntungkan maka komoditas endapan mineral yang
keterdapatannya masih insitu harus mempunyai kualitas maupun kuantitas
yang cukup untuk mempengaruhi keputusan investasi. Sistem penambangan
dan pengolahan yang digunakan untuk mengekstrak komoditas insitu tersebut
harus dapat beroperasi dengan baik untuk menghasilkan pendapatan.
Disamping itu semua teknologi dan pembiayaan yang direncanakan dengan
matang juga dipertimbangkan terhadap aset mineral yang dimiliki. Dengan
demikian perhitungan cadangan mineral harus dapat dilakukan dengan derajat
kepercayaan yang dapat diterima dan dipertanggungjawabkan.

Perhitungan cadangan merupakan sebuah langkah kuantifikasi formal


terhadap suatu material yang keterdapatannya secara alamiah. Perhitungan
dilakukan dengan berbagai metode/prosedur yang didasarkan pada
pertimbangan empiris maupun teoritis. Volume, tonase, kadar, dan kuantitas
mineral merupakan atribut-atribut (variabel/parameter) umum yang
diperhitungkan. Perhitungan atribut tersebut harus optimal dalam arti takbias
dan kesalahan acak tidak melebihi kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan.

Metode perhitungan dapat berbeda untuk endapan yang akan ditambang


secara terbuka dengan endapan yang akan ditambang secara underground
mine. Metode perhitungan cadangan juga berbeda sesuai dengan tujuan

I-1
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB I, Pendahuluan

penambangan, maksudnya apakah jumlah cadangan yang diperoleh akan


dipergunakan untuk perencanaan tambang jangka panjang, jangka pendek atau
untuk keperluan lain.

Perhitungan secara global diaplikasikan untuk memperoleh kadar rata-rata dan


tonase dari sebuah volume endapan yang sangat besar. Umumnya digunakan
untuk memperkirakan kontinuitas produksi tambang dalam kaitannya dengan
perencanaan jangka panjang. Perhitungan ini masih bersifat insitu karena
hanya berdasar pada faktor ekonomi yang masih bersifat umum. Hasil
perhitungan dalam tahapan ini umumnya dikategorikan sebagai sumberdaya
dan masih membutuhkan tambahan data eksplorasi.

Perhitungan secara lokal dilakukan baik pada tahapan studi kelayakan maupun
pada saat kegiatan penambangan sedang dilakukan. Hasil perhitungan
umumnya dipakai untuk perencanaan jangka pendek atau menengah dan
diklasifikasikan sebagai cadangan. Pengertian tentang sumberdaya dan
cadangan selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci pada Bab III.

Perhitungan cadangan merupakan proses yang kompleks, karena itu


membutuhkan ahli-ahli yang profesional. Sebuah tim yang besar dibutuhkan
untuk proses ini, tidak hanya ahli eksplorasi, teknisi pertambangan dan ahli
metalurgi tetapi juga melibatkan ahli ekonomi mineral, keuangan dan lain
sebagainya.

Pada dasarnya, perhitungan cadangan merupakan pengetahuan mengenai


distribusi spasial kadar dan penentuan lokasi batuan mineral yang bernilai di
atas cutoff grade (cog). Apapun tujuan dari perhitungan cadangan, proses ini
harus dilakukan berdasarkan aturan-aturan yang terstruktur.

Topik-topik yang berhubungan dengan proses perhitungan cadangan antara


lain:
1. Pemodelan geologi
2. Dokumentasi kontinuitas, baik secara geologi dan nilai-nilainya.
3. Evaluasi data dan kualitas kontrolnya.

I-2
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB I, Pendahuluan

4. Evaluasi data umum seperti penggunakan ukuran kuantitatif (misalnya


histogram, kecendrungan, korelasi dan lain-lain)
5. Perhitungan sumberdaya secara global
6. Sumberdaya lokal
7. Simulasi, dll

Dalam diktat kuliah ini akan disampaikan tahapan dan beberapa metode yang
digunakan dalam proses perhitungan cadangan bahan galian. Metode yang
digunakan dalam perhitungan cadangan mencakup metode konvensioanl atau
klasik dan metode non-konvensional. Metode konvensional menggunakan
penaksiran 1 variabel dan perhitungan cadangan 2 yang sederhana, sedangkan
metode non-konvensional menggunakan pendekatan geostatistik dalam proses
penaksiran variabel maupun perhitungan cadangan. Dalam mata kuliah ini
hanya akan dibahas metode konvensional, sedangkan metode non-
konvensional akan dibahas pada mata kuliah lain yaitu Geostatistik serta
Pemodelan dan Evaluasi Cadangan.

1.2 PENTINGNYA PERHITUNGAN CADANGAN

Semua keputusan teknis yang berhubungan dengan kegiatan penambangan


sangat tergantung pada jumlah cadangan endapan. Dengan demikian
perhitungan cadangan merupakan hal yang penting pada evaluasi suatu
kegiatan penambangan. Harus pula diingat bahwa perhitungan cadangan
menghasilkan suatu kisaran. Model cadangan yang dibuat adalah hasil
pendekatan dari kondisi sebenarnya yang diharapkan berdasarkan informasi
yang diperoleh dari hasil eksplorasi. Sehingga hasil dari perhitungan ini masih
mengandung ketidakpastian. Tugas seorang ahli eksplorasi adalah
meminimalkan ketidakpastian tersebut dengan menggunakan teknik-teknik
perhitungan yang komprehensif.

1
Istilah penaksiran berhubungan dengan proses memperkirakan suatu nilai variabel yang
belum diketahui (misalnya kadar atau ketebalan) di suatu titik berdasarkan informasi dari titik-
titik di sekitarnya yang sudah diketahui nilai variabelnya.
2
Istilah perhitungan cadangan berhubungan dengan proses menghitung untuk memperoleh
kuantitas (misalnya tonase atau volume bijih) dengan menggunakan data dimensi (kuantitas)
dan data kualitas baik yang primer (diperoleh dari sampel) atau sekunder (diperoleh dari hasil
penaksiran).

I-3
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB I, Pendahuluan

Beberapa manfaat dari penaksiran dan perhitungan cadangan adalah sebagai


berikut:
1. Memberikan hasil perhitungan kuantitas maupun kualitas (kadar) endapan
2. Memberikan perkiraan geometri 3 dimensi dari endapan serta distribusi
ruang (spasial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan
penambangan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan
peralatan dan NPV (net present value).
3. Jumlah cadangan menentukan umur tambang, hal ini penting dalam
kaitannya dengan perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan
infrastruktur yang lain.

Batas-batas kegiatan penambangan dibuat berdasarkan taksiran kadar dan


perhitungan cadangan. Faktor ini harus diperhatikan dalam menentukan lokasi
pembuangan tanah penutup, pabrik pengolahan, bengkel, dan infrastruktur lain.

I-4
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

BAB II
KONSEP DASAR PERHITUNGAN CADANGAN

2.1 BIJIH

Definisi bijih telah dipublikasikan oleh banyak pengarang buku maupun


lembaga. Taylor (1986) mendefinisikan bijih sebagai mineral berharga yang
dicari dan kemudian diekstrak dalam kegiatan pertambangan dengan harapan
(meskipun tidak selalu tercapai) mendapatkan keuntungan untuk penambang
maupun untuk komunitas masyarakat. Sedangkan menurut Kamus
Pertambangan Umum (PPPTM, 1997) bijih diartikan sebagai mineral yang
mengandung satu logam berharga atau lebih yang dapat diolah dan diambil
logamnya secara menguntungkan sesuai dengan kondisi teknologi dan
ekonomi pada waktu itu.

Istilah bijih diaplikasikan pada mineralisasi batuan dalam tiga pemahaman yaitu
pemahaman geologi dan keilmuan (sains), kontrol kualitas pada cadangan bijih,
dan bagian termineralisasi pada front tambang. Dalam perhitungan cadangan,
pemahaman kedua sangat penting dalam menunjukkan perbedaan yang jelas
antara bijih dan waste (overburden).

2.2 CUTOFF GRADE (COG)

Pengertian dasar dari cutoff grade (cog) adalah kadar batas dimana kadar di
bawahnya mempunyai kandungan logam atau mineral dalam batuan yang tidak
memenuhi syarat-syarat keekonomian. Cog digunakan untuk membedakan
blok-blok bijih dengan blok-blok waste dalam perhitungan cadangan. Dalam
membedakan antara bijih dan waste tersebut didasarkan pada kadar taksiran
yang masih mengandung beberapa kesalahan, sedangkan kadar sebenarnya
belum diketahui kecuali jika sudah dilakukan penambangan.

II-1
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

Pada Gambar 2.1 ditunjukkan hasil plot antara kadar taksiran dan kadar
sebenarnya dari blok-blok operasi penambangan tembaga. Untuk kadar
taksiran maupun kadar sebenarnya ditentukan nilai cog sebesar 0,2% sehingga
menghasilkan empat kuadran. Kuadran I menunjukkan blok bijih yang
diklasifikasikan sebagai bijih dengan benar, Kuadran II blok bijih yang
diklasifikasikan sebagai waste dengan tidak benar, Kuadran III blok waste yang
diklasifikasikan sebagai waste dengan benar, sedangkan Kuadran IV
menunjukkan blok waste yang diklasifikasikan sebagai bijih dengan tidak benar.
Garis regresi (R) mengindikasikan overestimasi pada kadar tinggi dan
underestimasi pada kadar rendah. Sehingga dalam hal ini perhitungan
cadangan yang menggunakan data kadar taksiran tidak pernah tepat terhadap
hasil operasi penambangan (kadar sebenarnya).

Gambar 2.1: Grafik antara kadar taksiran (absis) dengan kadar sebenarnya (ordinat)
pada beberapa blok (selective mining), cog (Xc) ditentukan untuk
absis maupun ordinat sebesar 0,2%.

Perubahan harga cog akan mempengaruhi hasil perhitungan cadangan pada


blok-blok yang telah dihitung. Apabila cog naik maka tonase bijih akan turun
dan rata-rata kadar pada tonase tersebut akan naik. Dengan demikian apabila

II-2
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

cog naik maka juga akan menaikkan harga stripping ratio (SR, volume waste
yang harus digali untuk mendapatkan 1 ton bijih). Oleh karena itu dalam
perhitungan cadangan sebaiknya dibuat dengan memperhatikan kisaran harga
cog untuk memudahkan optimasi dalam membuat skenario penambangan.

Konsep cog juga berhubungan dengan konektivitas blok-blok penambangan


yang diklasifikasikan sebagai bijih pada tahap produksi. Apabila cog naik maka
volume bijih akan turun dan akan membuat blok kadar rendah semakin besar,
disamping itu blok-blok bijih akan terpisahkan. Gambar 2.2 menunjukkan blok
bijih akan semakin turun dan terpencil dengan semakin naiknya cog. Blok bijih
yang semakin terpisah tersebut juga akan mempengaruhi sistem penambangan
menjadi sistem selective mining yang akan semakin menurunkan pula jumlah
cadangan.

Gambar 2.2: Konsep konektivitas sebagai fungsi perubahan harga cog. Blok-blok
rencana penambangan emas yang dibuat berdasar 1.033 sampel di wilayah northern
British Columbia (Sinclair & Blackwell, 2005, h. 6).

Cog merepresentasikan batas ekonomis untuk membuat deliniasi zona kadar


mineral atau logam yang potensial untuk ditambang. Pembatasan zona bijih
dan waste tersebut dapat berupa kontur cog atau blok-blok taksiran.

Meskipun cog merupakan nilai yang diperoleh dari banyak faktor yang
kompleks, secara sederhana cog juga dapat diperoleh dengan formula yang

II-3
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

disederhanakan. Berikut adalah perhitungan cog secara sederhana (John,


1985; dalam Sinclair & Blackwell, 2005):

OC = FC + ( SR + 1) MC (1.1)

dimana:
FC = fixed cost per ton yang diolah
SR = stripping ratio
MC = mining cost per ton yang ditambang

Untuk logam tunggal maka cog dapat diperoleh yaitu:

cog = OC / p (1.2)

dimana:

OC = operating cost per ton yang diolah


p = harga logam terealisasi per unit kadar

2.3 KONTINUITAS

Istilah kontinuitas dalam endapan mineral diartikan menjadi dua yaitu untuk
mendeskripsikan bentuk fisik dari komponen geologi yang mengontrol proses
mineralisasi. Disamping itu istilah kontinuitas juga dapat diartikan sebagai
kemenerusan nilai kadar endapan. Tabel II.1 memberikan definisi dan contoh
dari dua makna kontinuitas dalam pengertian endapan mineral. Kontinuitas
geologi selanjutnya akan dibahas secara detil dalam Bab IV, sedangkan
kontinuitas nilai akan diperdalam pada mata kuliah Geostatistik.

II-4
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

Tabel II.1: Dua kategori kontinuitas dalam perhitungan cadangan.


Kontinuitas geologi Kontinuitas nilai
Bentuk fisik geometri secara spasial dari Distribusi spasial ukuran kualitas atau
komponen geologi seperti endapan mineral kondisi fisik endapan seperti kualitas,
dan fenomenanya. ketebalan dalam zona kontinuitas geologi.
Primer: urat, shear fracture yang Dalam hal ini besaran yang ditentukan
termineralisasi, perlapisan yang adalah nugget effect dan jarak pengaruh
termineralisasi yang ditunjukkan dalam variogram
Sekunder: perlipatan atau pergeseran berbagai arah.
badan endapan mineral

2.4 DILUSI

Dilusi adalah hasil pencampuran dari material bukan bijih (waste) ke dalam
material bijih dalam rangkaian kegiatan pertambangan yang akan menaikkan
tonase dan menurunkan secara relatif rata-rata kadar. Dilusi tidak hanya terjadi
pada tahap eksplorasi saja melainkan terjadi hingga proses pengolahan
mineral. Ilustrasi mengenai dilusi pada tiap tahapan pertambangan dapat dilihat
pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3: Dilusi yang terjadi pada setiap tahapan proses pertambangan.

Dilusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilusi internal dan eksternal. Dilusi
internal adalah apabila material kadar rendah terletak di dalam material kadar
tinggi, sedangkan dilusi eksternal adalah apabila material kadar rendah terpisah
dengan material kadar tinggi. Lebih jauh lagi, dilusi internal dapat dibagi
menjadi dua, pertama material kadar rendah mempunyai batas yang jelas
dengan material kadar tinggi (dilusi geometri) dan kedua material kadar rendah

II-5
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

tidak mempunyai batas yang jelas dengan kadar tinggi (dilusi inheren). Dilusi
internal geometri hadir sebagai waste yang dibedakan dengan jelas di dalam
endapan bijih, misalnya barren dike yang menerobos zona bijih. Dilusi internal
inheren dapat terjadi karena bertambahnya ukuran blok yang digunakan untuk
memisahkan bijih terhadap waste.

Dilusi eksternal terjadi karena reruntuhan dinding, kesulitan teknis mengambil


batas bijih dalam open pit, atau kurang hati-hatinya pemisahan batas bijih dan
waste. Dilusi tersebut juga bisa terjadi dalam hal membuka stope dimana lebar
bijih kurang dari lebar minimum penambangan. Dilusi eksternal akan semakin
kurang berarti pada endapan yang besar dengan batas bijih dan waste yang
bergradasi karena jumlah dilusi akan menjadi bagian kecil dari tonase
penambangan.

2.5 VARIABEL TEREGIONAL

Variabel teregional adalah variabel yang terdistribusi dalam ruang yang


mempunyai struktur teratur sedemikian rupa sehingga terdapat autokorelasi 1
dalam variabel tersebut. Sifat-sifat terstruktur disebut regionalisasi dan dicirikan
bahwa sampel-sampel yang dekat lebih mempunyai nilai yang mirip daripada
sampel-sampel yang terletak lebih berjauhan. Umumnya variabel-variabel yang
berhubungan dengan endapan mineral adalah variabel yang teregional
misalnya tebal urat, kadar, kerapatan rekahan, dll.

Secara umum variabel teregional setidaknya terdiri dari dua komponen yaitu
komponen acak dan komponen terstruktur. Komponen acak umumnya
menyertai komponen terstruktur dengan semakin jauhnya jarak antar titik
informasi. Fungsi matematis autokorelasi dapat dipergunakan untuk
mengkarakterisasi variabel teregional dan kemudian diaplikasikan dalam
perhitungan cadangan. Sebaliknya, statistik variabel acak (independen)
mengabaikan efek spasial korelasi sehingga tidak akan sepenuhnya
bermanfaat dalam perhitungan cadangan.

1
Autokorelasi adalah hubungan korelasi yang terjadi pada satu variabel dimana nilai-nilai dalam
variabel tersebut tidak saling bebas.

II-6
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

Variabel teregional seperti kadar juga mempunyai hubungan erat dengan


support sampel. Dalam hal ini support merupakan besaran massa, bentuk, dan
arah dari volume sampel yang dianalisis kadar mineral berharganya. Sampel
inti bor vertikal sepanjang 1 m merepresentasikan variabel teregional dengan
support yang uniform. Jika panjang inti bor bertambah misalnya 2 m maka akan
terdefinisi variabel teregional baru dari support yang berbeda. Efek smoothing
(menurunkan variabilitas) terhadap suatu nilai, atau disebut juga regularisasi,
umumnya disertai dengan meningkatkan support. Hal ini diilustrasikan secara
numerik dan grafik seperti dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4: Ilustrasi numerik dari efek smoothing kombinasi kadar dari support kecil
sampai besar (atas), hubungan umum dari dispersi kadar yang diilustrasikan dalam
histogram antara sampel volume kecil dan besar.

2.6 SELECTIVE MINING UNIT

Selective mining unit (SMU) adalah blok terkecil dimana penentuan bijih dan
waste umumnya dibuat. Ukuran dari SMU ditentukan berdasarkan metode
penambangan dan juga skala operasi yang akan dilakukan. Untuk tujuan
perencanaan, endapan mineral dapat dibuat menjadi blok-blok 3 dimensi
seperti pada Gambar 2.5. Masing-masing blok ditentukan harga kadar logam
atau parameter yang lain. Penentuan SMU merupakan hal yang sangat kritis

II-7
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

dalam kaitannya dengan perhitungan cadangan karena SMU akan menjadi


dasar untuk menentukan klasifikasi sumberdaya (terukur, terindikasi, atau
tereka) dan cadangan (terbukti dan terkira).

Gambar 2.5: Blok-blok yang dipergunakan untuk mengestimasi geometri badan bijih,
blok tersebut umumnya akan dipergunakan sebagai selective mining unit (SMU).

Blok-blok perhitungan cadangan umumnya akan dipergunakan sebagai SMU,


oleh karena itu dimensi blok harus ditentukan dengan cermat. Dalam
menentukan dimensi tersebut harus memperhatikan faktor-faktor seperti: spasi
lubang peledakan, spesifikasi alat tambang, tinggi bench dan juga karakteristik
peledakan.

2.7 AKURASI DAN KETEPATAN

Akurasi adalah kedekatan dengan kenyataan, ketidakakuratan yang signifikan


akan menghasilkan bias (nilai yang menjauhi dari sebenarnya). Presisi adalah
ukuran kemampuan untuk mereproduksi (reproduksibilitas) hasil dengan
percobaan yang berulang. Dalam suatu hal mungkin mempunyai
reproduksibilitas yang baik tetapi akurasi yang kurang bagus, dengan demikian
keduanya harus diperhatikan dengan detil.

Terdapat beberapa penyebab kesalahan dalam perhitungan cadangan


diantaranya:
1. Kesalahan pengambilan sampel (sampling error)
2. Kesalahan analisis termasuk kesalahan reduksi sampel

II-8
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

3. Kesalahan penaksiran, yaitu kesalahan yang terjadi ketika mengekstensikan


kadar titik sampel menjadi suatu volum.
4. Kesalahan asumsi bulk density (semua bagian endapan dianggap
mempunyai bulk density yang seragam).
5. Kesalahan geologi, yaitu kesalahan dalam mengasumsikan kontinuitas bijih
dan geometri endapan.
6. Metode penambangan yang tidak sesuai dengan geometri endapan, yaitu
pemisahan antara bijih dan waste yang tidak optimal.
7. Dilusi variabel dari batuan dinding di sekitarnya.
8. Kesalahan manusia, misalnya plot data yang kurang tepat, penentuan
ketelitian desimal, dll.

Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan penaksiran menjadi tidak akurat


maupun tidak presisi. Hasil yang tidak akurat dapat diperoleh walaupun dengan
presisi yang baik, misalnya jika bias (kesalahan sistematis) terjadi pada
prosedur sampling, metode analisis, atau prosedur pemilihan data.

Meskipun metode analisis atau penaksiran sudah dilakukan dengan akurat


akan selalu terdapat kesalahan acak pada data atau penaksiran.

Kesalahan-kesalahan dalam perhitungan cadangan tidak semuanya dapat


dikuantifikasi. Terdapat beberapa kesalahan penaksiran akibat terlalu kecilnya
sampel untuk menaksir suatu volume yang besar. Selain itu terdapat
kesalahan yang besar sebagai akibat ketidakpastian interpretasi geologi
mengenai geometri dan kontinuitas internal bijih.

2.8 POLA EKSPLORASI

Secara umum pola dasar eksplorasi adalah bekerja dari lokasi yang sudah
diketahui menuju lokasi yang belum diketahui. Akibat adanya faktor mineralisasi
dan kondisi topografi, maka bentuk pola-pola eksplorasi dapat berbeda sesuai
dengan kondisinya, antara lain:
1. Pola bujursangkar, digunakan untuk jenis endapan yang mempunyai
penyebaran isotrop (mineralisasi homogen) dan topografi landai.

II-9
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

2. Pola persegi panjang, digunakan untuk jenis endapan yang mempunyai


penyebaran mineralisasi dengan variasi bijih atau kadar ke arah tertentu
lebih besar daripada variasi kadar ke arah lain dimana kondisi topografi
landai.
3. Pola segitiga (acak), digunakan untuk endapan-endapan yang mempunyai
penyebaran mineralisasi yang tidak homogen dimana topografi cenderung
bergelombang.
4. Pola rhombohedron, umumnya digunakan untuk kondisi mineralisasi
sebagaimana dijelaskan pada Poin 1 dan 2 dimana kondisi di lapangan
tidak memungkinkan membentuk pola bujursangkar atau persegi panjang.

Gambar 2.6: Pola eksplorasi bujursangkar (a), persegi panjang (b),


segitiga (c), dan rhombohedron (d).

Pola bujursangkar merupakan pola awal dalam eksplorasi dengan asumsi


bahwa penyebaran mineralisasi ke semua arah cederung sama. Apabila
informasi tentang penyebaran mineralisasi telah diperoleh dengan lebih detil
maka pola bujursangkar tersebut dapat berubah menjadi pola-pola lain sesuai
dengan kebutuhan untuk memperjelas geometri dan dimensi endapan bahan
galian.

2.9 GRID DENSITY

Derajat kerapatan antar titik observasi di dalam pola eksplorasi disebut dengan
grid density. Terdapat dua hal dalam pembahasan grid density yaitu:

II-10
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

1. Apabila mineralisasi mempunyai tingkat kemenerusan yang tinggi maka


jarak atau interval antar titik observasi besar. Dalam hal ini disebut dengan
grid density rendah.
2. Apabila mineralisasi mempunyai tingkat kemenerusan yang rendah maka
jarak atau interval antar titik observasi kecil. Dalam hal ini disebut dengan
grid density tinggi.

Peningkatan grid density ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi adanya


struktur dan perbedaan kondisi mineralisasi antara titik pengamatan. Begitu
juga dengan meningkatnya tahapan eksplorasi maka grid density juga akan
bertambah besar. Semakin tinggi grid density pada suatu endapan yang sama
maka semakin meningkat pula tingkat kepercayaan dan ketelitian eksplorasi.

2.10 PERSYARATAN PERHITUNGAN CADANGAN

Dalam melakukan perhitungan sumberdaya harus memperhatikan persyaratan


tertentu, antara lain :
1. Suatu taksiran sumberdaya harus mencerminkan secara tepat kondisi
geologi dan karakter/sifat dari endapan bahan galian.
2. Selain itu harus sesuai dengan tujuan evaluasi. Suatu model sumberdaya
yang akan digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan
metode penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan
diterapkan.
3. Taksiran yang baik harus didasarkan pada data aktual yang diolah/
diperlakukan secara objektif. Keputusan dipakai-tidaknya suatu data dalam
penaksiran harus diambil dengan pedoman yang jelas dan konsisten. Tidak
boleh ada pembobotan data yang berbeda dan harus dilakukan dengan
dasar yang kuat.

Metode perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji
ulang atau diverifikasi. Tahap pertama setelah perhitungan sumberdaya
selesai, adalah memeriksa atau mengecek taksiran kualitas blok (unit
penambangan terkecil). Hal ini dilakukan dengan menggunakan data pemboran
yang ada di sekitarnya. Setelah penambangan dimulai, taksiran kadar dari

II-11
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB II, Konsep Dasar Perhitungan Cadangan

model sumberdaya harus dicek ulang dengan kualitas dan tonase hasil
penambangan yang sesungguhnya.

II-12
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

BAB III
KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN

Endapan mineral merupakan kekayaan alam yang berpengaruh dalam


perekonomian sebuah negara khususnya di Indonesia. Oleh karena itu upaya
untuk mengetahui kuantitas dan kualitas endapan mineral harus selalu
diusahakan dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi seiring dengan
pentahapan eksplorasinya. Semakin lanjut tahapan eksplorasi maka semakin
besar pula tingkat keyakinan akan kuantitas dan kualitas sumberdaya mineral
dan cadangan.

Berdasarkan tahapan eksplorasi yang menggambarkan pula tingkat keyakinan


akan potensinya dilakukan usaha pengelompokan atau klasifikasi sumberdaya
mineral dan cadangan. Dasar atau kriteria klasifikasi di sejumlah negara
terutama adalah tingkat keyakinan geologi dan kelayakan ekonomi. Hal ini
dipelopori oleh US Bureau of Mines (USBM) dan US Geological Survey (USGS)
yang hingga sekarang masih dianut oleh negara-negara dengan industri
tambang yang penting seperti Australia, Kanada, dll. Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) dalam hal ini Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social
Council) telah menyusun usulan klasifikasi cadangan dan sumberdaya mineral
yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua pihak. Selain kriteria
tersebut di atas, PBB juga menggunakan ekonomi pasar (market economy)
sebagai salah satu kriterianya.

Di Indonesia telah dibuat sebuah klasifikasi sumberdaya dan cadangan oleh


Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada tahun 1998 dengan kode SNI 13-
4726-1998. Sistem klasifikasi oleh BSN tersebut mengacu kepada standar
industri pertambangan yang telah ada di beberapa negara.

III-1
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

3.1 KLASIFIKASI STANDAR NASIONAL INDONESIA (BSN)

Sebelum membahas tentang klasifikasi sumberdaya dan cadangan terlebih


dahulu akan dijelaskan beberapa definisi istilah yang dibuat oleh BSN yang
berhubungan dengan sistem klasifikasi tersebut. Dalam sub-bab ini akan
dijelaskan sistem klasifikasi SNI 13-4726-1998 (Amandemen 1, 1999).

Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan adalah suatu proses


pengumpulan, penyaringan, serta pengolahan data dan informasi dari
suatu endapan mineral untuk memperoleh gambaran yang ringkas
mengenai endapan itu berdasarkan kriteria keyakinan geologi dan
kelayakan tambang.

Kriteria keyakinan geologi didasarkan pada tahap eksplorasi yang


meliputi survei tinjau, prospeksi, eksplorasi umum, dan eksplorasi rinci.
Kriteria kelayakan tambang didasarkan pada faktor-faktor ekonomi,
teknologi, peraturan perundang-undangan, lingkungan, dan sosial
(economic, technological, legal, environment, and social factor).

Sumberdaya Mineral (Mineral Resource) adalah endapan mineral yang


diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumebrdaya mineral
dengan keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan
setelah dilakukan pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria
layak tambang.

Cadangan (Reserve) adalah endapan mineral yang telah diketahui


ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, dan kualitasnya dan yang secara
ekonomis, teknis, hukum, lingkungan, dan sosial dapat ditambang pada
saat perhitungan dilakukan.

Keterdapatan Mineral (Mineral Occurence) adalah suatu indikasi


pemineralan (mineralization) yang dinilai untuk dieksplorasi lebih jauh.
Istilah keterdapatan mineral tidak ada hubungannya dengan ukuran

III-2
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

volum/tonase atau kadar/kualitas, dengan demikian bukan bagian dari


suatu sumberdaya mineral.

Endapan Mineral (Mineral Deposit) adalah longgokan (akumulasi) bahan


tambang berupa mineral atau batuan yang terdapat di kerak bumi yang
terbentuk oleh proses geologi tertentu dan dapat bernilai ekonomi.

Keyakinan Geologi (Geological Assurance) adalah tingkat keyakinan


mengenai endapan mineral yang meliputi bentuk, sebaran, kuantitas,
dan kualitasnya sesuai dengan tahap eksplorasinya.

Tingkat Kesalahan (Error Tolerance) adalah penyimpangan kesalahan


baik kuantitas maupun kualitas sumberdaya mineral dan cadangan yang
masih bisa diterima sesuai dengan tahap eksplorasi.

Kelayakan Tambang (Mine Feasibility) adalah tingkat kelayakan


tambang dari suatu endapan mineral apakah layak tambang atau tidak
berdasarkan kondisi ekonomi, teknologi, lingkungan, sosial, serta
peraturan/perundang-undangan atau kondisi lain yang berhubungan
pada saat itu.

Tahap Eksplorasi (Exploration Stages) adalah urutan penyelidikan


geologi yang umumnya dilaksanakan melalui 4 tahap sebagai berikut:
Survei Tinjau, Prospeksi, Eksplorasi Umum, dan Eksplorasi Rinci.
Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi
pemineralan, menentukan ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, dan
kualitas dari suatu endapan mineral untuk kemudian dapat dilakukan
analisa/kajian kemungkinan dilakukannya investasi.

Survei Tinjau (Reconnaissance) adalah tahap eksplorasi untuk


mengidentifikasi daerah-daerah yang berpotensi bagi keterdapatan
mineral pada skala regional terutama berdasarkan hasil studi geologi
regional, diantaranya pemetaan geologi regional, pemotretan udara, dan
metode tidak langsung lainnya, serta inspeksi lapangan pendahuluan

III-3
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

yang penarikan kesimpulannya berdasarkan ekstrapolasi. Tujuannya


adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah anomali atau mineralisasi
yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut. Perkiraan kuantitas
sebaiknya hanya dilakukan apabila datanya cukup tersedia atau ada
kemiripan dengan endapan lain yang mempunyai kondisi geologi yang
sama.

Prospeksi (Prospecting) adalah tahap eksplorasi dengan jalan


mempersempit daerah yang mengandung endapan mineral yang
potensial. Metode yang digunakan adalah pemetaan geologi untuk
mengidentifikasi singkapan dan metode tidak langsung seperti geokimia
dan geofisika. Paritan yang terbatas, pengeboran dan pemercontoan
mungkin juga dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
suatu endapan mineral yang akan menjadi target eksplorasi selanjutnya.
Estimasi kuantitas dihitung berdasarkan interpretasi data geologi,
geokimia, dan geofisika.

Eksplorasi Umum (General Exploration) adalah tahap eksplorasi yang


merupakan deliniasi awal dari suatu endapan yang teridentifikasi.
Metode yang digunakan termasuk pemetaan geologi, pemercontoan
dengan jarak yang lebar, membuat paritan dan pengeboran untuk
evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas dari suatu endapan.
Interpolasi bisa dilakukan secara terbatas berdasarkan metode
penyelidikan tidak langsung. Tujuannya adalah untuk menentukan
gambaran geologi suatu endapan mineral berdasarkan indikasi
penyebaran, perkiraan awal mengenai ukuran, bentuk, sebaran,
kuantitas, dan kualitasnya. Tingkat ketelitian sebaiknya dapat digunakan
untuk menentukan apakah studi kelayakan tambang dan eksplorasi rinci
diperlukan.

Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration) adalah tahap eksplorasi untuk


mendeliniasi secara rinci dalam 3-dimensi terhadap endapan mineral
yang telah diketahui dari pemercontoan singkapan, paritan, lubang bor,
shafts, dan terowongan. Jarak pemercontoan sedemikian rapat

III-4
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

sehingga ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, dan kualitas serta ciri-ciri


yang lain dari endapan mineral tersebut dapat ditentukan dengan tingkat
ketelitian yang tinggi. Uji pengolahan dari pemercontoan ruah (bulk
sampling) mungkin diperlukan.

Studi Kelayakan Tambang (Mine Feasibility Study) adalah pengkajian


mengenai aspek teknik dan prospek ekonomik dari suatu proyek
penambangan dan merupakan dasar untuk penentuan keputusan
investasi. Kajian ini merupakan dokumen yang memenuhi syarat dan
dapat diterima untuk keperluan analisa bank (bankable document)
dalam kaitannya dengan pelaksanaan investasi atau pembiayaan
proyek. Studi ini meliputi pemeriksaan seluruh informasi geologi
berdasarkan laporan eksplorasi dan faktor-faktor ekonomi,
penambangan, pengolahan, pemasaran, hukum/perundang-undangan,
lingkungan, sosial, serta faktor lain yang terkait.

Layak Tambang adalah keadaan yang menunjukkan bahwa


berdasarkan faktor-faktor dalam studi kelayakan tambang telah
memungkinkan endapan mineral dapat ditambang secara ekonomis.

Belum Layak Tambang adalah keadaan yang menunjukkan bahwa salah


satu atau beberapa faktor dalam studi kelayakan tambang belum
mendukung dilakukannya penambangan. Bila faktor tersebut telah
mendukungnya, maka sumberdaya mineral dapat berubah menjadi
cadangan.

Sumberdaya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource) adalah


sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh
berdasarkan perkiraan pada tahap Survei Tinjau.

Sumberdaya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah


sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh
berdasarkan perkiraan pada tahap Prospeksi.

III-5
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

Sumberdaya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah


sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh
berdasarkan perkiraan pada tahap Eksplorasi Umum.

Sumberdaya Mineral Pra-Kelayakan (Prefeasibility Mineral Resource)


adalah sumberdaya mineral yang dinyatakan berpotensi ekonomis dari
hasil Studi Pra-Kelayakan yang biasanya dilaksanakan di daerah
Eksplorasi Rinci dan Eksplorasi Umum.

Sumberdaya Mineral Kelayakan (Feasibility Mineral Resource) adalah


sumberdaya mineral yang dinyatakan berpotensi ekonomis dari hasil
Studi Kelayakan atau suatu kegiatan penambangan sebelumnya yang
biasanya dilaksanakan di daerah Eksplorasi Rinci.

Sumberdaya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah


sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh
berdasarkan perkiraan pada tahap Eksplorasi Rinci.

Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumberdaya mineral


terunjuk dan sebagian sumberdaya mineral terukur yang tingkat
keyakinan geologinya masih lebih rendah, yang berdasarkan studi
kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga
penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.

Cadangan Terbukti (Proved Reserve) adalah sumberdaya mineral


terukur yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang
terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara
ekonomis.

Klasifikasi sumberdaya dan cadangan berdasarkan dua kriteria, pertama tingkat


keyakinan geologi yang ditentukan oleh empat tahap eksplorasi (Survei Tinjau,
Prospeksi, Eksplorasi Umum, dan Eksplorasi Rinci). Dari survei tinjau ke
eksplorasi rinci menunjukkan semakin rincinya penyelidikan sehingga tingkat
keyakinan geologinya semakin tinggi dan tingkat kesalahannya semakin

III-6
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

rendah. Kedua berdasarkan pengkajian layak tambang dengan penjelasan lebih


lanjut sebagai berikut:
1. Pengkajian layak tambang meliputi faktor-faktor ekonomi, penambangan,
pemasaran, lingkungan, sosial, dan hukum (perundang-undangan). Untuk
endapan mineral bijih, metalurgi juga merupakan faktor pengkajian layak
tambang.
2. Pengkajian layak tambang akan menentukan apakah sumberdaya mineral
akan berubah menjadi cadangan atau tidak.
3. Berdasarkan pengkajian ini bagian sumberdaya mineral yang layak tambang
berubah statusnya menjadi cadangan, sedangkan yang belum layak
tambang tetap menjadi sumberdaya mineral.

Sistem kodifikasi klasifikasi sumberdaya dan cadangan dibuat dengan tiga


angka berdasarkan fungsi tiga sumbu yaitu: E, F, dan G, dimana:
E = Sumbu Ekonomis (Economic Axis)
F = Sumbu Kelayakan (Feasibility Axis)
G = Sumbu Geologi (Geological Axis)

Angka pertama adalah menunjukkan Sumbu Ekonomis terdiri dari tiga angka:
Angka 1 menyatakan Ekonomis
Angka 2 menyatakan Berpotensi Ekonomis
Angka 3 menyatakan Berintrinsik Ekonomis

Angka kedua adalah menunjukkan Sumbu Kelayakan terdiri dari tiga angka:
Angka 1 menyatakan Studi Kelayakan atau Laporan Penambangan
Angka 2 menyatakan Studi Pra Kelayakan
Angka 3 menyatakan Studi Geologi

Angka ketiga adalah menunjukkan Sumbu Geologi terdiri dari empat angka:
Angka 1 menyatakan Eksplorasi Rinci
Angka 2 menyatakan Eksplorasi Umum
Angka 3 menyatakan Prospeksi
Angka 4 menyatakan Survei Tinjau

III-7
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

Tahap Eksplorasi
Eksplorasi Rinci Eksplorasi Umum Prospeksi Survei Tinjau
(Detailed Exploration) (General Exploration) (Prospecting) (Reconnaissance)

1. Cadangan Mineral
Terbukti (Proved Mineral
Reserve)
Studi Kelayakan dan {111}
atau Laporan
Penambangan 2. Sumberdaya Mineral
Kelayakan (Feasibility
Mineral Resource)
{211}

1. Cadangan Mineral Terkira (Probable Mineral Reserve)


{121} + {122}

Studi Pra Kelayakan


2. Sumberdaya Mineral Pra Kelayakan (Prefeasibility
Mineral Resource)
{221} + {222}

1-2. Sumberdaya Mineral 1-2. Sumberdaya Mineral 1-2. Sumberdaya Mineral ?. Sumberdaya Mineral
Terukur (Measured Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Tereka (Inferred Mineral Hipotetik (Reconnaissance
Studi Geologi Resource) Resource) Resource) Mineral Resource)
{331} {332} {333} {334}

tinggi Tingkat keyakinan geologi rendah

Kategori Ekonomis :
1 = Ekonomis 1-2 = Ekonomis ke berpotensi ekonomis (berintrinsik ekonomis)
2 = Berpotensi ekonomis ? = Tidak ditentukan
Kelayakan didasarkan pada kajian faktor-faktor: ekonomi, pemasaran, penambangan, pengolahan, lingkungan
sosial, hukum/perundang-undangan, dan kebijakan pemerintah

Gambar 3.1: Sistem klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan SNI 1998.

III-8
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

Gambar 3.2: Sistem kodifikasi sumberdaya mineral dan cadangan SNI 1998.

3.2 KLASIFIKASI DI BEBERAPA NEGARA

III-9
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

Total resources

Identified Undiscovered

Demonstrated Speculative
Hypothetical
(undiscovered
(known distict)
Measured indicated Inferred distict)
Reserves

Paramarginal
resources

Submarginal

Increasing geological confidance

Klasifikasi untuk mengidentifikasi mineral resources dan reserve US Bereau


of Mines (USBM) & US Geological Survey (USGS), 1980

III-10
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

Menurut Valee (1986), perkiraan tingkat kesalahan pada masing-masing tingkat


keyakinan pada klasifikasi sumberdaya dan cadangan seperti terihat pada
Tabel III.1.

III-11
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan

Tabel III.1: Perkiraan Tingkat Kesalahan (Error) Pada Masing-Masing


Tingkat Keyakinan (Dimodifikasi dari Valee,1986).

Perkiraan
Kategori Kondisi Data
Error
Saat Development:
Mineralisasi/bijih tersingkap dan telah dilakukan
0 - 10 %
sampling dengan volume & intensitas yang cukup
melalui pemboran detil
Measured Proven
Pada Program Pemboran Detil:
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi
5-20 %
pada semua tempat telah diidentifikasikan dengan
pemboran
Class I :
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi
regular menerus telah diidentifikasikan dengan 20-40 %
pemboran, namun dengan jarak yang relatif masih
jauh
Indicated Probable
Class II :
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi
irregular fluktuatif telah diidentifikasikan dengan 40-70 %
pemboran, namun dengan jarak yang relatif masih
jauh
Mineralisasi diinterpretasikan berdasarkan sifat
Inferred Possible kemenerusan dari titik-titk yang telah diketahui, 70-100 %
pemboran masih acak

III-12
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

BAB IV
KONTROL GEOLOGI

. . . computation formed only part, and perhaps not the most important part, of ore reserve estimation; . . . the
estimate in situ should be seen primarily as a facet of ore geology.
(King et al., 1985)

Geologi merupakan ilmu bumi yang mencakup mineralogi, petrologi, struktur,


stratigrafi, geokimia, hidrogeologi, dll. Pengaruh aspek geologi pada
perhitungan cadangan antara lain terletak pada topik sebagai berikut:
1. Pemetaan geologi dan sejarah geologi
2. Pemodelan 3 dimensi (bentuk geometri endapan)
3. Model genetik endapan bijih
4. Sifat-sifat mineralogi
5. Kemenerusan

4.1 PEMETAAN GEOLOGI

Informasi fakta geologi merupakan dasar untuk membuat model 3 dimensi dari
endapan mineral. Informasi geologi diperoleh dari batuan yang tersingkap di
permukaan, paritan, sumur, dan pengeboran serta kegiatan bawah tanah.
Sumber-sumber informasi tersebut memberikan pengamatan langsung
terhadap batuan dan mineral tetapi hanya merepresentasikan sebagian sedikit
dari semua tubuh batuan atau endapan mineral. Walaupun diperoleh informasi
geologi dari proses pemercontoan yang benar tetapi conto yang diperoleh
hanya merupakan sepersejuta dari seluruh volume endapan. Dengan demikian
dibutuhkan komponen interpretasi untuk membangun model 3 dimensi endapan
mineral dan batuan sampingnya.

Komponen interpretasi tersebut meliputi interpolasi unsur-unsur geologi di


antara titik-titik informasi dan ekstrapolasi ke arah luar wilayah titik-titik
informasi. Proses interpretasi juga dibantu oleh data-data dari survei tak
langsung geofisika maupun geokimia untuk mengetahui secara spesifik unsur-

IV-1
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

unsur geologi seperti patahan atau jenis batuan, meningkatkan kepercayaan


pada kemenerusan bijih, dan memberikan perbandingan informasi kadar
terhadap hasil taksiran.

Unsur-unsur geologi yang diperoleh dari pengamatan dan hasil interpretasi


diplot dalam sebuah peta dan penampang dengan skala yang representatif.
Jenis-jenis informasi yang harus dimasukkan dalam peta dan penampang
diantaranya adalah:
1. Jenis batuan, komposisi batuan mempengaruhi reaktivitas terhadap larutan
pembawa mineral dan mengontrol proses mineralisasi. Jenis batuan
merupakan informasi geologi yang paling penting dimana sifat-sifat fisik
maupun kimia serta umur batuan akan memberikan pemahaman mengenai
sejarah geologi di daerah penyelidikan.
2. Patahan (sesar), salah satu unsur struktur geologi yang mengganggu
susunan litologi. Umur patahan sangat penting dalam melakukan
interpretasi kemenerusan endapan mineral.

Gambar 4.1: Sesar mendatar


(garis putus) yang terjadi
setelah proses mineralisasi
akan menghasilkan dua zona
yang mempunyai kadar
mineral sangat berbeda.

3. Lipatan, sebagaimana sesar, lipatan dapat membuat geometri endapan


mineral menjadi lebih kompleks.
4. Kerapatan dan arah rekahan atau urat.
5. Porositas dan permeabilitas, permeabilitas penting untuk penyebaran fluida
pembawa mineral, dikontrol oleh struktur (misalnya rekahan) dan
karakteristik litologi (misalnya lapisan karbonat reaktif yang mempunyai
porositas dan permeabilitas).

IV-2
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

Gambar 4.2: Kerapatan dan


arah rekahan dapat
dipetakan dengan baik
sebagaimana gambar di
samping. Terdapat 2
mineralisasi: hitam dan abu-
abu, dari kiri ke kanan
menunjukkan kerapatan
rekahan yang semakin turun,
dari atas ke bawah
menunjukkan arah dominasi
yang berlawanan.

6. Urutan fase mineralisasi (paragenesa), banyak endapan merupakan hasil


dari beberapa fase mineralisasi. Memilah-milah fase mineralisasi secara
spasial berguna dalam perhitungan cadangan.

Gambar 4.1 menunjukkan pengaruh struktur geologi (sesar) dalam proses


penaksiran kadar. Apabila belum diketahui keberadaan sesar di daerah
tersebut maka hasil penaksiran kadar pada titik x akan cenderung overestimate
karena pengaruh titik sampel yang mempunyai kadar tinggi pada daerah di
sebelah kanan. Dengan diketahuinya keberadaan sesar maka daerah ini
terbagi menjadi dua blok yang dipisahkan oleh sesar yaitu blok yang
mengandung mineralisasi tinggi di sebelah kanan dan blok yang mengandung
mineralisasi rendah di sebelah kiri sesar. Dalam kasus ini harus dilakukan
penaksiran yang terpisah antara dua daerah tersebut karena dibatasi oleh
bidang ketidakmenerusan yaitu bidang sesar.

Gambar 4.3 menunjukkan tiga jenis mineralisasi endapan molibdenit pada


breksi, stringer zone, dan high grade vein. Masing-masing jenis mieralisasi
mempunyai karakteristik kemenerusan bijih yang berbeda sehingga dalam
penaksiran cadangan harus dilakukan secara terpisah pula.

Informasi geologi yang mempengaruhi prosedur perhitungan cadangan dan


perencanaan tambang pada open pit diantaranya:
1. Kedalaman dan karakter overburden
2. Penyebaran mineralisasi yang meliputi dimensi geometri dan kedalaman
3. Batas endapan alamiah (gradasi, tajam, lurus, berkelok, bergerigi, dll)

IV-3
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

4. Karakter kemenerusan bijih


5. Kekerasan batuan dalam hubungannya dengan kemampugaruan dan
kemudahan untuk dibuat lubang bor (drillability)
6. Karakteristik peledakan
7. Kemantapan lereng
8. Penyebaran jenis batuan (dalam kaitannya dengan dilusi internal dan
eksternal)
9. Karakteristik hidrologi dan hidrogeologi

Gambar 4.3: Penampang model endapan molibdenit utara-selatan (A) dan timur-barat
(B) central British Columbia menunjukkan tiga fase mineralisasi pada breksi, stringer
zone, dan high-grade vein (Sinclair & Blackwell, 2005).

Informasi geologi yang mempengaruhi prosedur perhitungan cadangan dan


perencanaan tambang pada underground mine diantaranya:

IV-4
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

1. Dimensi geometri endapan


2. Jenis batuan
3. Perlapisan meliputi ketebalan, jurus, dan kemiringan
4. Lipatan dan patahan
5. Kontak geologi
6. Rekahan, belahan, dan kekerasan
7. Karakteristik dinding
8. Karakteristik hidrogeologi

Faktor geologi sangat penting pada keseluruhan proses eksplorasi, evaluasi,


development, dan penambangan endapan mineral. Pada awalnya informasi
geologi diperoleh dari observasi langsung yang hanya merepresentasikan
bagian kecil dari keseluruhan tubuh endapan sehingga interpretasi sangat
diperlukan. Hasil interpretasi dapat berubah seiring dengan semakin banyaknya
informasi geologi selama proses penambangan berlangsung. Dengan demikian
informasi faktual harus dimasukkan untuk mereview hasil interpretasi yang telah
dilakukan secara periodik selama proses penambangan. Hal ini juga akan
menyebabkan perubahan terhadap hasil perhitungan cadangan yang telah
dilakukan (perhitungan cadangan bersifat dinamis 1 ).

4.2 PEMODELAN UMUM GEOMETRI ENDAPAN

Secara praktis geometri zona mineralisasi dan batuan yang berasosiasi


diilustrasikan dalam rangkaian penampang atau peta secara sistematis.
Penampang dapat langsung dibuat tepat melewati penampang lubang bor,
tetapi dalam beberapa kasus penampang juga bisa dibuat sebagai hasil
interpolasi di antara penampang-penampang lubang bor. Penampang
umumnya dibuat tegak lurus terhadap arah kemenerusan atau penyebaran
endapan bijih. Peta dibuat pada berbagai elevasi (level) dengan cara men-
transfer informasi dari penampang-penampang yang telah ada, kemudian
melakukan interpolasi pada daerah antar penampang.

1
Pengertian dinamis pada perhitungan cadangan tidak hanya menyangkut aspek geologi, tetapi juga
dalam aspek ekonomi yang dinyakan dengan nilai cog yang berubah sesuai dengan kondisi
perekonomian, teknologi, lingkungan, dan politik.

IV-5
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

Pemodelan geometri endapan juga dapat dilakukan secara tiga dimensi dengan
bantuan komputer. Pemodelan dengan cara ini akan memudahkan dalam
berbagai hal diantaranya manajemen data, visualisasi, perhitungan cadangan,
perencanaan tambang, dll. Disamping kemudahan-kemudahan tersebut
pemodelan ini juga dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dan lebih
fleksibel apabila ada perubahan atau penambahan data.

Sebagaimana bahasan terakhir dari sub-bab sebelumnya, pemodelan geometri


endapan bersifat dinamis tergantung informasi-informasi geologi tambahan
yang diperoleh. Pada Gambar 4.4 ditunjukkan pemodelan geometri endapan
yang selalu berubah dengan semakin banyaknya informasi geologi yang
diperoleh. Model (a) merupakan hasil interpretasi dari data lubang bor, model
(b) lebih kompleks setelah terdapat tambahan data tambang underground, dan
model (c) jauh lebih kompleks setelah diperoleh tambahan data endapan yang
semakin banyak dari proses penambangan underground.

Gambar 4.4: Model geometri endapan tembaga-timah di tambang Neves-Corvo


Portugal yang berubah-ubah sesuai tambahan data geologi dan penambangan
(Sinclair & Blackwell, 2005).

IV-6
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

4.3 KESALAHAN UMUM PEMODELAN GEOMETRI ENDAPAN

Dalam perhitungan cadangan sangat dituntut keakuratan yang tinggi khususnya


dalam penentuan batas luar zona bijih yang akan sangat berpengaruh terhadap
tahapan perancangan tambang. Kelemahan dalam penentuan lokasi dan batas
endapan akan menyebabkan ketidakpastian dalam mengevaluasi endapan dan
kemungkinan permasalahan pada tahapan produksi. Ketidakpastian
disebabkan oleh beberapa kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Ketidakakuratan terhadap data sebenarnya, misalnya kesalahan penentuan
lokasi bor, kesalahan asumsi kemenerusan, dll.
2. Kesalahan sampling dan analitik, misalnya ketidakpastian batas bijih karena
tidak presisinya penaksiran kadar.
3. Kesalahan karena variasi alamiah, misalnya batas bijih yang tidak rata dan
berkelok-kelok.
4. Kesalahan dalam entri data, misalnya kesalahan memasukkan informasi
dalam database.
5. Kesalahan komputer, misalnya ketidakpastian yang berhubungan dengan
paket software yang masih mengandung bug yang belum teridentifikasi atau
tidak fleksibelnya software karena kasus yang khusus.

Gambar 4.5: Penampang utara-selatan endapan sulfida masif Woodlawn-Australia,


menunjukkan perbedaan hasil interpretasi data bor dengan hasil penambangan
underground (Sinclair & Blackwell, 2005).

Ketidakakuratan terhadap data sebenarnya dapat diminimalkan dengan


karakteristik endapan yang akan semakin dapat diketahui secara detil dengan

IV-7
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

semakin rincinya kegiatan eksplorasi atau perolehan data selama proses


penambangan. Dalam melakukan interpolasi, model geologi diasumsikan
mempunyai kemenerusan yang smooth di antara dua titik informasi. Semakin
banyak informasi geologi yang diperoleh maka semakin kecil kesalahan yang
ditimbulkan oleh interpretasi kemenerusan smooth (Gambar 4.4 dan Gambar
4.5).

Gambar 4.6: Beberapa variasi model batas antara bijih dan waste. Dari kiri ke kanan
batas bijih berubah menjadi semakin gradasi, sedangkan dari atas ke bawah batas
bijih berubah dari bidang sederhana menjadi lebih kompleks (tidak teratur). Kedua
fenomena tersebut (tajam/gradasi dan sederhana/tidak teratur) merupakan fungsi
skala. Batas bijih semakin kompleks apabila besaran d semakin tebal relatif terhadap
tebal bijih (Sinclair & Blackwell, 2005).

Kesalahan sampling dan analitik dapat diminimalkan dengan memetakan fakta


lapangan dengan lebih lengkap, pemilihan prosedur sampling yang tepat, serta
program kontrol kualitas yang baik. Informasi geologi yang kurang tepat pada
batas antara bijih dan waste dapat menyebabkan kesalahan inheren dalam
konstruksi model geometri endapan dan perhitungan cadangan. Oleh karena itu
pada tahap eksplorasi harus dilakukan pengamatan yang detil pada daerah

IV-8
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

batas antara bijih dan waste baik dari pengamatan permukaan maupun
underground.

Pemodelan geometri endapan akan lebih akurat apabila mempunyai model


batas yang sederhana. Batas antara bijih dan waste dapat ditentukan dengan
tingkat keyakinan yang tinggi. Namun apabila diperoleh model batas yang
bergradasi maka akurasi model geometri endapan akan berkurang dengan
tingkat kesalahan tertentu. Tingkat kesalahan tersebut dapat diperhitungkan
terhadap zona gradasi model batas tersebut.

Sinclair & Blackwell (2005) memperkenalkan sebuah metode untuk


menentukan zona gradasi berdasarkan karakteristik autokorelasi antara sampel
yang dipisahkan oleh batas bijih/waste yang telah ditentukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuat pasangan data dengan jarak yang konstan untuk
bagian bijih maupun waste. Selanjutnya pasangan data tersebut di-plot ke
dalam diagram pencar x-y.

Gambar 4.6: Pasangan data dengan jarak yang sama (dalam kasus ini 2 m) ditentukan
baik untuk bijih maupun waste dari garis batas.

Sebagai studi kasus dipergunakan data untuk endapan emas epitermal yang
mempunyai dimensi cukup besar dan batas bijih yang bergradasi. Hasil plot
pasangan data dapat dilihat pada diagram pencar Gambar 4.7. Dari diagram ini
akan diperoleh parameter kuantitatif misalnya koefisien korelasi (r) seperti
terlihat dalam Tabel IV.1. Metode yang hampir sama juga diperkenalkan oleh

IV-9
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

Sinclair & Postolski (1999) dengan menggunakan tingkat kontras geokimia.


Kontras tersebut dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:
Cg = mo (h) / m w (h) (4.1)

dimana:
Cg = kontras geokimia
mo(h) = rata-rata kadar dari n jumlah data yang berjarak h dari batas
bijih
mw(h) = rata-rata kadar dari n jumlah data yang berjarak h dari batas
waste

Gambar 4.7: Hasil plot antara kadar bijih terhadap waste untuk berbagai jarak yang
sama dari batas bijih-waste (Sinclair & Blackwell, 2005).

Harga kontras geokimia dapat diperlihatkan dalam Tabel IV.1. Dalam kasus ini
tebal zona gradasi dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dan kontras
geokimia. Diinterpretasikan zona gradasi pada daerah batas adalah 4 m yaitu 2
m ke arah bijih dan 2 m ke arah waste. Dengan demikian data yang terdapat

IV-10
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

dalam zona gradasi tersebut seharusnya tidak dipergunakan dalam perhitungan


cadangan.

Tabel IV.1: Koefisien korelasi dan kontras geokimia


untuk pasangan data dengan berbagai jarak.

4.4 MINERALOGI

Studi mineralogi detil memberikan gambaran kelimpahan mineral-mineral yang


ada, variasi spasial jenis mineralisasi, distribusi ukuran butir, hubungan antar
butir (tekstur), variasi batuan samping, dll. Hasil dari studi mineralogi juga
merupakan hal penting dalam menentukan pola zona mineral bijih dan gangue,
perolehan logam (metal recovery), kehadiran mineral yang berbahaya, distribusi
oksida-sulfida, kemungkinan produk samping (by product), dll. Semua hal
tersebut penting dalam perhitungan cadangan karena mempengaruhi perolehan
logam dan keuntungan operasional.

Variasi mineralogi yang signifikan harus dipertimbangkan dalam proses


perhitungan cadangan. Sebagai contoh kasus pengaruh studi mineralogi sangat
berpengaruh pada endapan sulfida masif Woodlawn (Australia) dimana
produksi logam tidak pernah sesuai dengan hasil perhitungan cadangan. Hal ini
disebabkan tidak dilakukannya studi mineralogi pada tahap studi kelayakan
tambang tersebut. Gambar 4. 8 menunjukkan variasi mineralogi yang
ditekankan pada daerah bijih kompleks dan daerah kaya tembaga pada bench
2760. Tipe bijih bergradasi dari yang kaya talk sampai yang miskin talk, dari
yang kaya pirit sampai moderat. Variasi yang bergradasi tersebut tidak
diperhatikan selama perhitungan cadangan kaitannya dengan proses
pengolahan. Perolehan logam lebih rendah dari yang diharapkan dan
kontaminasi yang cukup besar karena adanya masalah pada tahapan

IV-11
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB IV, Kontrol Geologi

penggilingan (milling). Produksi tambang dari hari-ke-hari tidak menunjukkan


produksi rata-rata tetapi bervariasi tergantung dari variasi mineralogi lokal.

Gambar 4.8: Variasi mineralogi pada tambang sulfida masif Woodlawn (Australia)
(Sinclair & Blackwell, 2005).

Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari studi mineralogi pada endapan
emas diantaranya:
1. Mengenali kehadiran mineral sianida seperti pirotit yang bereaksi dengan
larutan sianida sehingga menambah kebutuhan zat kimia dalam proses
konsentrasi.
2. Mengenali mineral Au yang sulit larut dalam larutan sianida (misalnya Au
teluride, elektrum kaya Ag) sehingga tidak dapat diperoleh dengan
perlakuan sianidasi.
3. Mengenali kehadiran mineral karbon yang mengabsorbsi larutan sianida
dalam jumlah yang signifikan.

IV-12
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

BAB V
KONSEP STATISTIK

Statistics should not be involved in ore reserve estimation until all other factor such as geological continuity and
contact, loss core, representativeness, sampling and assay error have been identified, examined and assessed.
(King et al., 1982)

5.1 PENDAHULUAN

Terminologi dan metode statistik telah digunakan dalam penentuan karakteristik


bijih sejak tahun 1945 (Sinclair and Blackwell, 2005). Perhitungan kadar logam
atau perhitungan karakteristik cadangan lainnya berhubungan dengan bagian-
bagian ilmu statistik seperti ukuran tendensi sentral, ukuran dispersi, bentuk-
bentuk fungsi kepadatan peluang, histogram, korelasi sederhana, autokorelasi,
hubungan antar dua kelompok data, dll. Metode statistik yang tradisional ini
digunakan juga dalam prosedur perhitungan cadangan mineral.

Para ahli statistik berbicara mengenai populasi (yaitu seluruh objek yang
dipelajari, contohnya endapan). Populasi atau deposit ini dikarakterisasi
menjadi variabel, contohnya kadar, dengan parameter-parameter yang unik
(seperti mean, standar deviasi), dan pola penyebaran nilai-nilai terhadap mean-
nya (probability density function) yang unik pula.

Tujuan umum dari ilmu statistik adalah mengetahui parameter-parameter atau


karakteristik populasi endapan dari sampel yang diambil. Ada dua definisi
sampel yang berbeda yaitu: dalam bidang statistik sampel diartikan sebagai
kumpulan dari n buah nilai-nilai individual, dalam bidang pertambangan sampel
diartikan sebagai sejumlah batu/material yang dapat merepresentasikan dan
dapat dianalisis sehingga menghasilkan ukuran-ukuran kualitas (seperti kadar).

Dalam evaluasi penambangan, sampel tidak ditentukan secara acak tetapi


mempunyai pola tertentu. Pola pengambilan sampel bervariasi dari yang sangat
beraturan sampai dengan yang sangat tidak beraturan.

V-1
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

5.2 PARAMETER-PARAMETER STATISTIK KLASIK

5.2.1 Ukuran Tendensi Sentral

Tendensi sentral merupakan teknik pengelompokan nilai yang paling banyak


digunakan. Ukuran yang sering digunakan adalah rata-rata (m) yang diperoleh
dari persamaan:

m=
x i
(5.1)
n
Jika n nilai diambil secara acak dari populasi maka rata-rata sampel adalah
taksiran takbias dari mean populasi. Nilai mean ini juga diartikan sebagai
ekspektasi pengambilan secara acak dari populasi.

Pada perhitungan cadangan, persoalan yang dihadapi adalah memperkirakan


mean kadar populasi dari kadar-kadar sampel yang terbatas dan ukuran
sampel yang berbeda-beda. Misalnya terdapat dua lubang bor dengan panjang
inti bor yang berbeda. Mean dari dua sampel tersebut dapat ditentukan dengan
pembobotan mean masing-masing dengan bobot yang proporsional terhadap
volume atau massa sampel. Mean kombinasi dua sampel tersebut dihitung
dengan persamaan:
mw = wi xi dengan w i =1 (5.2)

Dimana xi adalah nilai-nilai yang akan dirata-ratakan dan wi adalah bobot-


bobotnya. Persamaan w i = 1 disebut kondisi takbias yang membuat

kombinasi mean kedua sampel takbias. Contoh perhitungan mean kombinasi


adalah sebagai berikut: misalkan hasil analisis tembaga dari inti bor dengan
panjang 3 m dan 1 m adalah 1,5% dan 0,5%. Jika diasumsikan densitas dua
sampel tersebut identik maka rata-ratanya adalah (1,5 x + 0,5 x ) = 1,25%.
Sedangkan jika densitasnya tidak identik, misalkan 3,3 dan 2,5 g/ml, maka rata-
rata-nya adalah sebesar:

m w = (wi xi ) =
(l i d i xi )
(l d )
i i

= [(1,5 3 3,3) + (0,5 1 2,7 )]


[(3 3,3) + (1 2,7 )] (5.3)

= (14,85 + 1,35)/(9,9 + 2,7) = 1,29

V-2
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

dimana wi = l i d i / (l i d i ) dan l i dan di menyatakan panjang dan densitas

sampel ke-i.

Pada perhitungan cadangan, pembobotan densitas sangat penting tetapi tidak


umum digunakan pada berbagai keperluan. Hal ini disebabkan penambahan
waktu dan biaya untuk mendapatkan nilai densitas setiap sampel.

Dalam analisis statistik data kadar biasanya dibuat beberapa subgrup kadar,
misalnya grup kadar yang di atas cog dan di bawahnya. Selain itu setiap
sampel umumnya juga dianalisis oleh dua laboratorium yang berbeda. Apabila
akan memperbandingkan grup kadar di atas cog untuk dua hasil analisis dari
laboratorium yang berbeda maka kedua hasil analisis tersebut harus dipisahkan
terhadap kadar di bawah cog. Jika kadar di bawah cog tersebut tidak
dipisahkan maka akan menyebabkan analisis statistik akan bias. Misalnya akan
memperbandingkan nilai rata-rata dari dua populasi tersebut maka terdapat dua
cara yaitu:
1. Dengan mencari kadar rata-rata (di atas cog) untuk Populasi 1 dan Populasi
2.
2. Dengan mencari kadar rata-rata populasi dengan formula sebagai berikut:
m w = p m1 + (1 p ) m2 (5.4)

dimana mw adalah rata-rata hasil pembobotan, m1 dan m2 adalah rata-rata


masing-masing populasi, p adalah proporsi untuk Populasi 1.

Median, salah satu ukuran tendensi sentral (biasanya digunakan untuk data
yang terdistribusi tidak normal). Median yaitu nilai pertengahan data yang telah
disusun dari yang besar ke yang kecil atau sebaliknya. Dengan kata lain 50%
data bernilai di bawah median dan 50% lagi bernilai di atas median. Untuk
jumlah data yang kecil, median menjadi taksiran yang baik untuk tendensi
sentral dibandingkan dengan mean.

Modus adalah (interval) data yang lebih sering terjadi dibandingkan dengan
(interval) data lainnya (dengan kata lain modus adalah puncak dari sebuah
histogram). Walaupun nilai modus juga bisa menjadi mean atau median, tetapi

V-3
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

ketiga ukuran tendensi sentral ini berbeda (Gambar 5.1). Untuk kasus distribusi
normal, modus, mean, dan median akan bernilai sama.

Gambar 5.1: Histogram data hipotetik, dengan memperlihatkan modus,


median dan rata-ratanya.

Modus sangat berperan untuk mengetahui distribusi kompleks dari dua atau
lebih sub-populasi (Sinclair, 1976) dan juga dalam pemahaman tentang
pencilan (outliers), khususnya nilai yang ekstrim tinggi.

5.2.2 Ukuran Dispersi

Dispersi adalah ukuran penyebaran nilai data. Ukuran yang sering digunakan
adalah jangkauan (range) yaitu perbedaan antara nilai maksimum dan
minimum. Jangkauan tidak cocok untuk menjelaskan penyebaran data karena
sangat sensitif terhadap adanya nilai yang ekstrim.

Ukuran yang sering digunakan untuk mengukur penyebaran data adalah


variansi , s2, yang didefinisikan sebagai:

(x m)
2
i
s 2
= (5.5)
(n 1)
dimana xi adalah nilai data, m adalah mean data dan n adalah jumlah data. Nilai
n-1 sering disebut dengan derajat kebebasan. Variansi sampel (s2) digunakan
untuk menaksir variansi populasi (2). Pembagi (n-1) digunakan agar s2 takbias
jika digunakan untuk menaksir 2 pada jumlah data yang kecil (n<30).

V-4
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Akar dari variansi sering disebut standar deviasi, merupakan ukuran dispersi
yang lebih sering digunakan karena satuannya sama dengan variabel,
dibandingkan dengan variansi yang satuannya kuadrat.

Jika nilai mean, m, dan nilai dispersi, s, telah diperoleh dari n buah data, maka
variansi error (disebut juga standar error of mean, se) dihitung dengan
persamaan:

(
se = s 2 n )12
= s n1 2 (5.6)

artinya jika mean populasi dihitung dari beberapa sampel berukuran n, maka
mean tersebut akan mempunyai dispersi (s) yang ditaksir oleh se.

Pada perhitungan cadangan, sulit membedakan antara variansi dengan variansi


error. Variansi (atau standar deviasi) adalah ukuran penyebaran nilai
sedangkan variansi error (standard error of mean) adalah taksiran rata-rata
error yang dibuat ketika menaksir mean populasi dengan menggunakan rata-
rata sampel.

Weighted variance diperoleh dengan persamaan:

s 2
=
[w (x
i i mw )
2
]
w
w (5.7)
i

Variansi dari gabungan dua populasi diperoleh dengan persamaan:


w2 = p 12 + (1 p ) 22 + p(1 p )(m1 m2 )2 (5.8)

dimana m menyatakan mean , subscript 1 dan 2 menyatakan Populasi 1 dan 2


sedangkan p menyatakan proporsi Populasi 1.

Persentil (atau kuantil) adalah nilai di bawah batas proporsi tertentu dari sebuah
data set. Median adalah persenti ke-50. Pada beberapa kasus, persentil juga
digunakan untuk mengukur penyebaran data. Persentil yang sering digunakan
adalah:
P10, P90 nilai data yang ke 10% dan 90% dari keseluruhan data
P25, P75 nilai data yang ke 25% dan 75% dari keseluruhan data
P50 nilai data yang ke 50% dari keseluruhan data, yaitu median.

V-5
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

5.2.3 Kovariansi

Kovariansi (sxy) adalah ukuran variasi yang terjadi antara dua variabel (x dan y).
Kovariansi dihitung dengan persamaan:
[ ]
s xy = ( xi m x )( yi m y ) n (5.9)

dimana mx dan my menyatakan mean dari variabel x dan y yang akan


dibandingkan. Kovariansi akan bernilai positif jika nilai x berbanding lurus
dengan nilai y dan demikian pula sebaliknya. Jika variabel x dan y saling bebas,
maka kovariansinya akan bernilai 0, tetapi tidak berlaku sebaliknya, kovariansi
dua variabel bisa bernilai 0 tetapi variabel tersebut tidak saling bebas.

5.2.4 Skewness dan Kurtosis

Skewness adalah kecenderungan terdapatnya ekor dari kumpulan data.


Distribusi skewness positif mempunyai ekor di sekitar nilai-nilai yang tinggi,
sedangkan distribusi skewness negatif mempuyai ekor pada nilai-nilai yang
rendah (Gambar 5.2).

(a) (b)

(c)

Gambar 5.2: Tiga contoh hasil analisis lubang bor yang digambarkan dengan
histogram. Skewness negatif (a), simetris (b) dan skewness positif (c). Pada gambar
(b) disertai dengan kurva normalnya.

V-6
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Kurtosis adalah ukuran untuk menunjukkan kecenderungan keruncingan


puncak data. Skewness dan kurtosis ini jarang digunakan dalam perhitungan
cadangan secara mendalam. Ukuran ini digunakan untuk menunjukkan apakah
data terdistribusi normal atau tidak. Secara praktis umumnya koefisien korelasi
(CV) digunakan untuk mengetahui tipe distribusi data.
CV = s / m (5.10)
Jika CV kurang dari 0,5 umumnya lebih mendekati distribusi normal sedangkan
jika lebih dari 0,5 umumnya data terdistribusi dengan skewness.

5.3 HISTOGRAM

Histogram adalah grafik yang menampilkan frekuensi variabel dalam interval


nilai tertentu (biasanya interval seragam). Histogram merupakan metode yang
sederhana dan efektif untuk menampilkan beberapa atribut dari nilai-nilai kadar.
Bentuk-bentuk distribusi (skewness negatif, simetris atau skewness positif)
dapat terbaca langsung dari histogram. Demikian juga dengan ukuran-ukuran
kualitatif seperti pemusatan data, adanya satu atau lebih modus, dll.

Bentuk-bentuk distribusi data sangat penting dalam mendeteksi kesalahan


sampling dan analisis, menentukan kadar dan tonase di atas cog serta untuk
uji-uji statistik lainnya. Histogram adalah alat yang sering digunakan dalam
perhitungan cadangan untuk menampilkan informasi-informasi tersebut.

Interval nilai pada histogram harus dibuat seragam (1/4 atau 1/2 standar
deviasi) dan frekuensi data tidak ditampilkan dalam bentuk angka tetapi dalam
bentuk persentase (dengan tujuan untuk pembandingan histogram jika jumlah
data berbeda). Setiap histogram harus dilengkapi dengan informasi mengenai
jumlah data, interval kelas, mean dan standar deviasi.

Histogram juga dapat menunjukkan pembiasan spasial (lokasi) pada


sekelompok data yang dikarenakan oleh metode sampling yang subyektif.
Pembiasan ini umumnya disebabkan sampel lebih sering diambil pada zona-
zona mineralisasi (misalnya urat) sedangkan pada zona kadar rendah
cenderung lebih jarang. Dengan demikian histogram akan cenderung

V-7
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

mempunyai skewness negatif. Hal ini bisa diantisipasi dengan melakukan


pengambilan sampel seobyektif mungkin dan pencatatan informasi sampel
selengkap mungkin.

Gambar 5.3: Ilustrasi data yang dikelompokkan secara spasial (a). Ukuran sel paling
optimal diperoleh ketika kurva mean terbobot mencapai titik terendah jika data
terkonsentrasi pada daerah kadar tinggi (b), demikian pula sebaliknya.
(Sinclair & Blackwell, 2005).

Salah satu cara lain untuk menghindari bias spasial ini adalah dengan
memberikan proporsi bobot nilai-nilai kadar sampel terhadap daerah poligon.
Metode yang sering digunakan adalah membuat sel yang seragam (2 dimensi
atau 3 dimensi sesuai kebutuhan) pada seluruh daerah sedemikian rupa
sehingga tiap-tiap sel memuat satu atau lebih data (Gambar 5.3). Sampel diberi
proporsi bobot relatif terhadap jumlah total sampel yang terdapat di dalam sel
(dengan kata lain tiap-tiap sel mempunyai bobot yang sama berapa pun jumlah
data yang terdapat di dalamnya, tetapi bobot masing-masing sampel bervariasi
tergantung berapa banyak data sampel dalam selnya). Prosedur ini tidak
dianjurkan karena akan menghasilkan histogram dari data sekunder yang
mewakili tiap-tiap sel atau akan mereduksi bobot apabila dalam satu sel
terdapat beberapa sampel.

V-8
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Besarnya ukuran sel sangat berpengaruh dalam menaksir mean, standar


deviasi dan bentuk distribusi. Jika ukuran sel terlalu kecil, sehingga tiap sel
hanya memuat satu data, maka rata-rata terbobot (weighted average) akan
sama dengan meannya, sedangkan jika ukuran sel terlalu besar sehingga
semua data berada pada satu sel, maka rata-rata terbobot juga akan sama
dengan meannya. Ukuran sel yang cocok akan menghasilkan rata-rata terbobot
lebih kecil dari mean data mentah jika sampel terkonsentrasi pada daerah
berkadar tinggi, sedangkan jika sampel terkonsentrasi pada daerah berkadar
rendah maka rata-rata terbobot yang dihasilkan akan lebih besar dari mean
data mentah. Ukuran sel optimum akan menghasilkan rata-rata terbobot yang
minimum ketika data mengelompok pada zona berkadar tinggi dan rata-rata
terbobot yang maksimum ketika data mengelompok pada zona berkadar
rendah. Ketika data terkonsentrasi tidak beraturan pada kedua zona, maka pola
sederhana sebelumnya tidak bisa diharapkan. Oleh sebab itu sangat penting
untuk membuat sel overlay dengan ukuran berbeda sehingga menghasilkan
histogram yang takbias.

5.4 DISTRIBUSI KONTINU

Fungsi kepadatan peluang (probability density function, PDF) adalah model


matematis yang menggambarkan peluang-peluang terjadinya kejadian dalam
populasi yang didefinisikan dengan sebuah fungsi dengan spesifikasi tertentu.
Histogram takbias dapat dipandang sama dengan fungsi kepadatan peluang
untuk kasus diskrit. Kesamaannya dapat terlihat jika ditarik kurva mulus pada
puncak-puncak interval histogram (Gambar 5.2b).

Variabel-variabel pada perhitungan cadangan seperti kadar, ketebalan dll dapat


diterangkan dengan beberapa fungsi kepadatan peluang. Pada umumnya
berupa model distribusi normal, lognormal, gabungan keduanya, atau model-
model lainnya.

V-9
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

5.4.1 Distribusi Normal (Gaussian)

Fungsi kepadatan peluang distribusi normal berbentuk lonceng yang simetris


pada nilai meannya. Distribusi normal didefinisikan dengan persamaan:
( xi m )2

1 2 s 2
y= e
s 2
(5.11)

dimana m adalah taksiran mean, xi adalah hasil pengukuran, dan s2 adalah


taksiran variansi populasi. Bentuk distribusi normal terlihat pada Gambar 5.5.
Kurva normal dapat digabungkan dengan histogram takbias untuk
memperlihatkan bahwa variabel tersebut terdistribusi normal.

Gambar 5.5: Kurva fungsi kepadatan peluang distribusi normal. Simetris pada nilai
mean xm = 0,76 dan dispersi diukur oleh standar deviasi s = 0,28.

Distribusi normal sering digunakan untuk mengatasi beberapa tipe error, seperti
error analisis dan error sampling.

5.4.2 Distribusi Normal Baku

Semua variabel yang terdistribusi normal dapat diubah menjadi normal baku
dengan transformasi sebagai berikut:
( x i m)
zi = (5.12)
s
Transformasi ini menghasilkan nilai z yang terdistribusi normal baku dengan
mean sama dengan 0 dan variansi 1. Fungsi kepadatan peluangnya menjadi:
z2

1 2
y= e
(5.13)
2

V-10
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Bentuk distribusi normal baku seperti tampak pada Gambar 5.6. Tabel-tabel
statistik yang sering digunakan menggunakan distribusi normal baku. Distribusi
normal baku merupakan basis pada konsep peluang dan batas kepercayaan.

Gambar 5.6: Kurva distribusi normal baku.

5.4.3 Formula Taksiran untuk Distribusi Normal

Terdapat beberapa kasus yang berhubungan dengan distribusi normal yaitu


ingin mengetahui proporsi yang berada di bawah atau di atas suatu nilai.
Contohnya, pada kasus perhitungan kadar tembaga yang terdistribusi normal,
sangat penting untuk mengetahui besarnya proporsi kadar yang di atas cog.
Untuk menyelesaikan masalah ini harus dilakukan transformasi nilai cog
menjadi nilai z. Dari tabel normal (yang terdapat pada beberapa buku statistik
dasar) dapat diketahui nilai P<z yang menyatakan proporsi daerah di bawah
kurva normal dari - sampai z. Proporsi kadar tembaga yang ingin diketahui
adalah 1- P<z. Pada beberapa kasus, penggunaan tabel sangat merepotkan.
Formula yang dikenalkan oleh David (1997) dapat digunakan untuk menaksir
proporsi tanpa menggunakan tabel (jika z positif):

[
P< z = 0,5 1 + {1 exp( 2 z 2
]
)} (5.14)

atau
P> z = 1 P< z
dimana P<z adalah proporsi populasi di bawah nilai z positif dan P>z adalah
proporsi populasi di atas nilai z positif. Untuk z negatif, nilai P<z menjadi proporsi
populasi di atas nilai z. Formula ini dapat digunakan untuk distribusi lognormal
jika datanya ditransformasikan menjadi logaritma yang terdistribusi normal.

V-11
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Contoh perhitungan formula ini adalah sebagai berikut: misalkan terdapat


sampel dari 50.000 ton bijih potensial yang mempunyai rata-rata kandungan Cu
sebesar m = 0,76% Cu dan kadarnya terdistribusi normal dengan variansi s2 =
0,08, s = 0,28. Untuk cog sebesar 0,4%, nilai z yang diperoleh adalah (0,4
0,76) / 0,28 = -1,286. Dengan nilai z = -1,286 menghasilkan nilai P<z = 0,903
atau 90,3%. Artinya 90,3% dari tonase (kira-kira 45.200 ton) mempunyai kadar
Cu di atas 0,4%.

Selain mengetahui proporsi di atas cog, sangat berguna juga jika mengetahui
kadar rata-rata material di atas (atau di bawah) cog. Kadar rata-rata material
antara A dan B dihitung dengan persamaan:
Z [( A m ) s ] Z [(B m ) s ]
E[ x A B ] = m + s (5.15)
[(B m ) s ] [( A m ) s ]
dimana:
A adalah nilai pemotongan bawah
B adalah nilai pemotongan atas
m adalah mean dari distribusi normal
s adalah standar deviasi dari distribusi normal
Z[z] = (2)-1/2 exp(-z2 / 2)
[z] adalah proporsi daerah di bawah kurva normal baku dari - sampai
z.

Untuk pemotongan bawah A dan tidak ada pemotongan atas, maka persamaan
di atas menjadi:
Z [( A m ) s ]
E [x > A ] = m + s (5.16)
1 [( A m ) s ]
Contoh perhitungan kasus ini adalah dengan menggunakan data pada
perhitungan sebelumnya, atau dengan kata lain A= 0,4% Cu dan parameter
distribusi normal adalah m = 0,76 dan s =0,28. Maka, Z[(0,4 0,76) / 0,28] =
Z[-1,286] = 0,1745. Nilai [-1,286] dilihat pada tabel = 0,903. Substitusikan
hasil ini pada persamaan di atas, maka diperoleh mean kadar Cu di atas cog
adalah E[X> 0,4] = 0,84% Cu.

V-12
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Contoh selanjutnya adalah jika cog = 0,90% (lebih besar dari mean), diperoleh
Z[(0,9 0,76) / 0,28] = Z[0,5] = 0,35 dan [0,5] = 0,69. Substitusikan nilai-nilai
ini pada persamaan di atas maka E[x>0,9]= 0,76 + 0,28(0,35/0,31) = 1,075%.
Perhitungan-perhitungan ini sangat diperlukan dalam konsep perhitungan
cadangan.

5.4.4 Distribusi Lognormal

Jika variabel x ditransformasikan menjadi logaritma (t = ln(x)) dan nilai-nilainya


mempunyai distribusi normal, maka variabel x disebut terdistribusi lognormal.
Data mentah (data yang belum ditransformasikan) dari distribusi lognormal
adalah skewness positif, tetapi tidak semua distribusi skewness positif adalah
lognormal (Gambar 5.7). Distribusi skewness negatif juga bisa menjadi
distribusi lognormal dengan transformasi t = ln (C - x), dimana tidak ada nilai x
yang lebih besar dari konstanta C. Perkalian dua variabel yang terdistribusi
lognormal akan terdistribusi lognormal juga.

Gambar 5.7: Kurva distribusi lognormal dari analisis lubang bor pada endapan
tembaga Bougenville (Sinclair, 2005). Parameter data mentahnya
m = 0,45% Cu dan s = 0,218 (Sinclair & Blackwell, 2005).

Pada beberapa kasus, data yang skewness positif yang tidak terdistribusi
lognormal dapat diubah menjadi terdistribusi lognormal, yaitu ditransformasikan
dengan menambahkan konstanta, persamaan transformasinya:
t i = ln( xi + k ) (5.17)

Taksiran nilai k akan dibahas pada sub bab berikutnya. Ketika transformasi di
atas digunakan pada perhitungan cadangan, taksiran awal harus

V-13
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

ditransformasikan kembali (dengan kata lain nilai k harus dikurangkan dari


taksiran awal agar menghasilkan taksiran yang benar). Variasi nilai k umumnya
tidak akan mempengaruhi nilai taksiran titik, tetapi perubahan pada nilai k akan
mengakibatkan perubahan pada besarnya variansi sebesar 50% (Clark, 1987).

Distribusi lognormal banyak digunakan dalam perhitungan cadangan, tetapi


evaluasi yang detil mengenai fungsi kepadatan peluang dari variabel kadar
harus dilakukan terlebih dahulu.

Pada variabel kadar yang terdistribusi lognormal, persamaan untuk mengetahui


proporsi tonase (P >c) di atas cog tertentu adalah:
P>c = 1 {ln ( xc m ) d + d 2} (5.18)

dimana d adalah standar deviasi dari data yang telah ditranformasi menjadi log,
xc adalah cog (data awal) dan m adalah mean distribusi (data awal) dan [z]
adalah fungsi distribusi kumulatif normal baku dari - sampai z. Logam
terperoleh, R>c (proporsi metal yang terkandung dalam tonase di atas cog)
dihitung dengan persamaan:
R>c = 1 {ln ( xc m ) d d 2} (5.19)

Kadar rata-rata proporsi material di atas cog dihitung dengan persamaan:


x = m R>c P>c (5.20)

Persamaan di atas banyak digunakan pada perhitungan cadangan karena


distribusi lognormal atau hampiran distribusi lognormal relatif lebih sering
digunakan untuk kadar logam.

5.4.5 Distribusi Binomial

Distribusi binomial adalah distribusi untuk variabel diskrit. Untuk jumlah data n
yang besar, distribusi ini dapat dihampiri oleh ditribusi normal dengan meannya
sama dengan np dan variansi npq dimana n menyatakan jumlah data, p adalah
proporsi data mempunyai karakteristik tertentu dan q adalah proporsi data tidak
mempunyai karakteristik tersebut (p = 1 q). Sebagai contoh, dari 100 kali
pelemparan koin takbias, diharapkan muncul kepala sebanyak 50 kali dan ekor
sebanyak 50 kali (p = q = 0,5).

V-14
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Uji ketakbiasan suatu koin dapat dilakukan sebagai berikut: dengan pelemparan
sebanyak 100 kali dan untuk = 0,05 (selang kepercayaan 95%), jumlah
kepala yang muncul harus berada pada selang np+2(npq)1/2 yaitu 5010. Jika
kemunculan kepala di luar selang tersebut maka koin tersebut bias.

Gambar 5.8. Contoh bentuk distribusi binomial.

Contoh bentuk distribusi binomial seperti pada Gambar 5.8 yang menunjukkan
frekuensi (dalam %) terhadap jumlah butir mineral berat dimana setiap sampel
terdiri dari 1.000 butir. Dalam gambar tersebut terlihat mean adalah 15% dan
menunjukkan, sebagai contoh, terdapat peluang lebih dari 7% sampel
mempunyai butir mineral berat kurang dari 10 sedangkan yang diharapkan
adalah 15.

5.4.6 Distribusi Poisson

Percobaan poisson adalah percobaan yang menghasilkan peubah acak x


dengan jumlah kejadian sukses tertentu pada suatu interval waktu atau pada
suatu daerah tertentu. Beberapa contohnya adalah jumlah telepon yang
diterima oleh kantor setiap jam, jumlah nugget pada sebuah sampel bijih emas,
dll.

Percobaan poisson mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

V-15
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

1. Jumlah sukses yang terjadi dalam suatu selang waktu atau daerah tertentu
tidak terpengaruh oleh (bebas dari) apa yang terjadi pada selang waktu atau
daerah lain.
2. Peluang terjadinya suatu sukses (tunggal) dalam selang waktu yang amat
pendek atau dalam daerah yang kecil sebanding (proporsional terhadap)
dengan panjang waktu atau besarnya daerah, dan tidak bergantung pada
banyaknya sukses yang terjadi di luar selang atau daerah tersebut.
3. Peluang terjadinya lebih dari satu sukses dalam selang waktu yang pendek
atau daerah yang sempit tersebut dapat diabaikan.

Peluang terjadinya x kali sukses pada percobaan poisson, dihitung dengan


persamaan:
e x
P ( x; ) = untuk x = 0,1,2,3,.... (5.21)
x!
dimana adalah rata-rata banyaknya sukses terjadi dalam selang waktu
tertentu atau daerah tertentu, e = 2,71818.

Mean dan variansi distribusi poisson sama yaitu . Distibusi poisson adalah
bentuk khusus dari distribusi binomial ketika n menuju tak hingga dan np
konstan. Oleh sebab itu, distribusi poisson dapat digunakan untuk menaksir
distribusi binomial ketika p sangat kecil dan n sangat besar.

Pada perhitungan cadangan distribusi poisson digunakan untuk tipe endapan


yang dicirikan dengan butir mineral yang jarang tetapi cukup bernilai misalnya
endapan emas atau intan. Contoh aplikasinya adalah misalkan 500 g sampel
pasir aluvial yang mengandung rata-rata dua butir emas. Asumsikan ukuran
butir sama (misalnya berdiameter 2 mm). Hal ini ekivalen dengan emas (Au)
320 gpt (gram per ton). Dengan Persamaan 5.21, dapat diketahui bahwa
peluang tidak ditemukannya grain emas dari 500 g sampel yang diambil secara
acak (zero grain of gold) adalah 0,27 (kira-kira seperempat dari jumlah sampel,
walaupun kadar rata-ratanya tinggi).

Variansi distribusi poisson sama dengan meannya atau 2 = dan koefisien


variasi (CV) dalam persen dihitung dengan persamaan:

V-16
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

CV % = 100 (5.22)

Jika presisi (P) didefinisikan sebagai dua kali koefisien variasi, maka:
P = 2CV % = 200 = 200 1 2 (5.23)

dimana adalah rata-rata jumlah butir dalam sampel. Presisi ini digunakan
untuk mengetahui jumlah butir yang berukuran seragam yang terdapat dalam
sampel.

Gambar 5.9: Contoh bentuk distribusi poisson.

Dalam Gambar 5.9 ditunjukkan contoh bentuk distribusi poisson dimana setiap
sampel mempunyai jumlah butir emas rata-rata dua. Diagram tersebut dibuat
dengan menggunakan Persamaan 5.21, rangkuman perhitungan seperti terlihat
pada Tabel V.1. Sebagai contoh terdapat peluang 13% dimana sampel dengan
jumlah butir 1.000 tidak mempunyai butir emas.

Tabel V.1: Rangkuman perhitungan contoh distribusi poisson.

5.5 DISTRIBUSI KUMULATIF

Pengelompokan data menjadi kelas interval pada saat membuat histogram


dapat juga digunakan untuk melihat persentase kumulatif untuk kelas interval.

V-17
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Histogram dapat dibuat kumulatif dari rendah ke tinggi (Gambar 5.10) maupun
sebaliknya. Walaupun histogram kumulatif mudah dipahami dan sering
dipergunakan, jenis distribusi ini masih mengandung ambigu jika dievaluasi
hanya dengan melihat tampilan. Grafik lain yang banyak digunakan untuk
melihat persentase kumulatif data adalah grafik peluang (probability graphs).

Gambar 5.10: Histogram kumulatif.

5.5.1 Grafik Peluang

Grafik peluang adalah grafik yang digunakan untuk mengevaluasi bentuk


distribusi kumulatif dari data. Kertas peluang dibuat dimana ordinatnya adalah
interval yang seragam atau logaritmik tergantung kebutuhan (apakah
berhubungan dengan distribusi normal atau lognormal). Sedangkan absisnya
adalah variabel dengan skala yang diatur sehingga plot distribusi kumulatif akan
berupa garis lurus. Dalam Gambar 5.11 terlihat grafik peluang dari histogram
Gambar 5.2bc. Distribusi yang mendekati normal dari MoS2 dapat dihampiri
dengan garis lurus. Histogram Cu yang terdistribusi dengan skewness positif
yang tinggi akan membentuk kurva konkaf menghadap ke atas. Demikian pula
jika mempunyai skewness negatif yang tinggi akan membentuk kurva konkaf
menghadap ke bawah. Rata-rata dan standar deviasi taksiran dari distribusi

V-18
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

normal dapat langsung diketahui dari garis lurus: m = 0,453; s = (P97,5-P2,5)/4


= (0,84-0,092)/4 = 0,187. Hasil ini dapat dibandingkan dengan nilai yang sudah
diketahui m = 0,455 dan s = 0,189.

Pada Gambar 5.12 ordinatnya berupa skala logaritma, titik-titik kumulatif yang
membentuk garis lurus juga terdistribusi lognormal. Histogram Cu yang
mempunyai skewness positif tinggi ditampilkan sebagai plot kumulatif dengan
ordinat berupa skala logaritmik. Dengan demikian kurva konkaf pada Gambar
5.10 akan menjadi garis lurus seperti pada Gambar 5.11. Nilai mean yang
dapat ditaksir dengan persentil ke-50 pada garis lurus merupakan mean
geometri dan merupakan taksiran yang underestimasi terhadap data
mentahnya.

Jika data terdiri dari gabungan dua variabel terdistribusi normal (atau
lognormal) dengan mean berbeda dan jangkauan yang beririsan, maka plot
kumulatif data akan berbentuk sigmoidal (Gambar 5.13). Kurva pada gambar
tersebut menunjukkan campuran 20% populasi lognormal A dengan 80%
populasi lognormal B. Setiap titik pada garis lengkung kurva ditentukan oleh
persamaan:
Pm = f A PA + f B PB (5.24)

dimana:
Pm = persentase kumulatif dari populasi campuran
PA = persentase kumulatif populasi A
PB B = persentase kumulatif populasi B
fA = fraksi populasi A dalam campuran
fB B = fraksi populasi B dalam campuran = 1 - fA

Pada perhitungan cadangan, grafik probabilitas lebih cocok digunakan untuk


menampilkan distribusi kumulatif, khususnya sebagai alat justifikasi subjektif
jika terdapat dua atau lebih parameter yang terdistribusi lognormal.

V-19
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Gambar 5.11: Grafik peluang dari histrogram pada Gambar 5.2bc.

Gambar 5.12: Grafik peluang dari histogram pada Gambar 5.2c


dengan absis dalam skala logaritmik.

V-20
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Gambar 5.13: Bentuk grafik peluang dari dua populasi.

5.6 KORELASI SEDERHANA

Korelasi adalah ukuran kesamaan (similarity) antar variabel (contohnya


sampel). Korelasi R-mode menggambarkan hubungan kesamaan antar
pasangan variabel, sedangkan korelasi Q-mode menggambarkan kesamaan
antar pasangan sampel. Koefisien korelasi linier sederhana dihitung dengan
persamaan:
r = s xy (s x s y ) (5.25)

dimana
r = adalah koefisien korelasi linier sederhana ( -1 < r < 1)
sxy = adalah kovariansi x dan y
sx = adalah standar deviasi x
sy = adalah standar deviasi y

r = 1 berarti terdapat hubungan yang kuat antara variabel x dan y


r = -1 berarti terdapat hubungan terbalik yang kuat
r = 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel x dan y (Gambar 5.14)

V-21
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Gambar 5.14: Diagram pencar dengan berbagai nilai koefisien korelasi.

Adanya pencilan atau trend nonlinier akan menyebabkan nilai korelasi menjadi
salah (Gambar 5.15).

Gambar 5.15: Pengaruh pencilan dan trend nonlinier pada koefisien korelasi (r).

Pada perhitungan cadangan, koefisien korelasi digunakan untuk:


(i) Kesalahan penaksiran kadar yang diperoleh dari penaksiran terpisah
untuk ketebalan dan akumulasi.
(ii) Pembentukan fungsi autokorelasi korelogram.
(iii) Membuat model suatu variabel dan hubungannya dengan variabel lain.
(iv) Menguji hubungan antar variabel.
(v) Menyelidiki adanya distribusi zonal antara beberapa variabel mineral

V-22
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

5.7 AUTOKORELASI

Autokorelasi adalah korelasi variabel dengan dirinya sendiri, pasangan nilai


dalam variabel tersebut tidak saling bebas dan diperoleh dari tempat dan waktu
yang berbeda. Misalkan terdapat urutan pasangan data yang diperoleh dari
titik-titik dalam sebuah garis yang dipisahkan oleh jarak lag (h) yang sama
(misalnya titik xi dengan xi+h). Maka autokorelasi variabel dapat dihitung dengan
persamaan:
r = Cov( xi , xi + h ) s x2 (5.26)

Proses ini dapat dilanjutkan untuk pasangan-pasangan yang dipisahkan oleh


jarak 2h, 3h, dan seterusnya. Semua nilai koefisien korelasi yang diperoleh
dapat diplot terhadap jarak lag masing-masing sehingga menghasilkan
korelogram (Gambar 5.16).

Gambar 5.16: Beberapa contoh korelogram (Sinclair & Blackwell, 2005).

Dalam Gambar 5.16 ditunjukkan beberapa contoh korelogram yaitu plot antara
koefisien korelasi (r) dengan jarak lag (h) masing-masing. Gambar (A)
merupakan contoh korelogram teoritis, gambar (B) adalah korelogram untuk
118 titik kadar Zn yang dibawa oleh mineralisasi sfalerit (Pulacayo, Bolivia), dan
gambar (C) menunjukkan korelogram untuk 129 titik kadar Ti dari mineralisasi

V-23
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

anortosit komplek (Black Cargo, California). Pola umum dari ketiga korelogram
tersebut mengindikasikan sampel yang lebih dekat akan lebih mirip
(berkorelasi) daripada sampel yang terpisah lebih jauh.

Pada berbagai endapan mineral, pasangan sampel yang diperoleh dari jarak
yang dekat hampir mirip, sedangkan semakin jauh jaraknya semakin jelas
perbedaannya. Akibatnya bentuk umum dari korelogram akan mempunyai nilai
r yang tinggi pada bagian sampel yang berjarak dekat dan nilai r akan kecil
untuk sampel dari jarak yang berjauhan. Semua nilai r yang dihitung dapat diuji
secara statistik apakah tidak sama dengan nol. Jika suatu sampel yang terpisah
mempunyai autokorelasi tidak sama dengan nol (setelah diuji), maka sampel
tersebut masih terletak dalam range (atau jarak pengaruh dari sampel). Oleh
sebab itu autokorelasi adalah atribut kadar yang penting dalam mengetahui
rata-rata jarak pengaruh sampel.

Range dan bentuk korelogram dapat bervariasi tergantung pada karakteristik


geologi mineral yang akan dianalisis (misalnya pada formasi yang mengandung
besi, autokorelasi kadar Fe yang sejajar dengan perlapisan tidak harus sama
dengan autolorelasi kadar Fe yang tegak lurus dengan perlapisan).
Autokorelasi adalah vektor yang mungkin saja bersifat anisotropik yang
dikontrol oleh geologi. Secara umum tingkat autokorelasi akan menurun seiring
dengan kenaikan jarak sampel pada semua arah.

Alat lain untuk melihat autokorelasi adalah kovariogram dan variogram


(semivariogram). Keduanya tidak akan dibahas dalam diktat ini tetapi akan
dibahas pada mata kuliah Geostatistik.

Untuk variabel yang terdistribusi lognormal, koefisien (auto)korelasi data yang


sudah ditransformasikan dihitung dengan persamaan:
rlog normal = {[1 + E 2 ]r 1} E 2 (5.27)

dengan E adalah koefisien variansi data yang sudah ditransformasikan (E =


slognormal / xlognormal).

V-24
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

5.8 REGRESI LINIER SEDERHANA

Pada beberapa kasus diperlukan sekali suatu garis lurus pada kelompok
pasangan data. Pada penjelasan korelasi sebelumnya disebutkan bahwa
tampilan geometri dari koefisien korelasi adalah ukuran relatif sebaik mana
variabel mendekati garis lurus pada grafik x-y. Model liniernya dapat dilihat dari
persamaan:
y = b0 + b1 x e (5.28)

dimana x variabel bebas dan y adalah variabel tak bebas, b1 adalah kemiringan
garis (gradien), b0 adalah perpotongannya pada sumbu y, dan e adalah dispersi
acak titik-titik di sekitar garis lurus.

Prosedur yang umumnya digunakan untuk menghasilkan model linier yang


optimum adalah dengan meminimasi kuadrat error e. Prosedur ini sama dengan
menyelesaikan dua persamaan :

y nb b x = 0
i 0 1 i
(5.29)
y x b x b x
i i 0 i 1
2
i =0

Dimana semua penjumlahan dapat diketahui dari kelompok pasangan data.


Persamaan di atas harus diselesaikan untuk menentukan nilai b0 dan b1 yang
akan meminimasi error paralel dengan arah y:

b1 =
x y ( y )( x ) n
i i i i

x ( x ) n 2 2
i i
(5.30)
b0 = y b1 x
Sebaran garis paralel terhadap sumbu y dapat dihitung dengan persamaan:
s d2 = [ y b y 2
i 0 i ]
b1 xi y i n
= (1 r )
(5.31)
s d2 2
y
2

Nilai s d2 ini digunakan untuk menentukan batas kepercayaan nilai y taksiran.

Hubungan linier sederhana ini sangat dibutuhkan dalam praktek geostatistik.


Pada penyelidikan yang mendalam tentang hubungan antara analisis sampel
dan kadar blok pada endapan emas di Witwatersrand, Krige(1951) memberikan

V-25
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

hubungan linier antara kadar panel taksiran dengan rata-rata kadar dalam
sampel adalah sebagai berikut:
y b = m + b1 ( x b m ) (5.32)

dimana yb adalah kadar blok khusus, m adalah mean blok dan sampel, dan xb
adalah kadar rata-rata sampel di dalam blok. Hasil dari penelitian Krige
menyimpulkan bahwa penentuan hubungan secara empiris akan menghasilkan
hasil yang berbeda dari garis y = x (hasil yang diharapkan). Perbedaan inilah
yang disebut conditional bias. Krige membuktikan bahwa taksiran kadar tinggi
rata-rata akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari kadar sebenarnya,
sedangkan taksiran kadar rendah akan menghasilkan taksiran yang lebih
rendah dari kadar sebenarnya.

Nilai koefisien persamaan di atas adalah sebagai berikut (Matheron, 1971):


1 = r ( x y )
b1 = r ( y x )
b1 = y2 x2 < 1

Kemiringan (gradien) kurang dari 1 akan menjamin jika terjadi overestimasi


nilainya tidak akan lebih besar dari mean, sedangkan jika terjadi underestimasi,
nilainya akan lebih kecil dari mean. Pada beberapa kasus, terdapat hubungan
yang non linier antara dua variabel. Untuk kasus tersebut, dapat dibuat taksiran
hubungan linier dengan cara mentransformasikan salah satu variabel.

Gambar 5.14 menunjukkan karakter linier yang inheren dari pasangan variabel
yang dicirikan oleh nilai koefisien korelasi absolut yang tinggi. Gambar 5.17
menunjukkan contoh penggunaan hubungan least square, baik yang linier dan
kuadratik, yang menghubungkan densitas bijih (D) dengan kadar nikel (Ni).
Persamaan least square yang diperoleh adalah D = 2,839 + 0,297Ni dan D =
2,88 + 0,238Ni + 0,013Ni2. Model least square tradisional ini menempatkan
semua error pada variabel D karena diasumsikan Ni diketahui secara pasti
untuk mencari taksiran densitas. Pada kasus ini penggunaan persamaan
kuadrat pada data tidak akan mempengaruhi hubungan linier secara signifikan.

V-26
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Model least square ini digunakan pada kasus-kasus dimana satu variabel
digunakan untuk menaksir variabel lainnya.

Gambar 5.17: Contoh penggunaan least square yang menunjukkan


hubungan densitas dan kadar Ni.

5.9 REGRESI REDUCED MAJOR AXIS (RMA)

Regresi RMA digunakan apabila ingin melihat hubungan antara dua variabel
dengan mempertimbangkan error yang terjadi pada dua variabel tersebut.

Bentuk umum garis RMA diberikan oleh persamaan:


y = b0 + b1 x e

dengan x dan y adalah pasangan nilai, b0 adalah perpotongan sumbu y dengan


model linier RMA, b1 adalah kemiringan (gradien) model, dan e adalah
pemencaran di sekitar garis. Taksiran nilai b adalah:
b1 = s y s x

dimana sy dan sx adalah standar deviasi x dan y, dan b0 ditaksir dengan


persamaan:
b0 = y b1 x

dimana y dan x adalah nilai mean y dan x. Jika garis tidak melewati titik pusat
(0,0) maka pasti terjadi bias.

V-27
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Error pada perpotongan sumbu y, s0, dihitung dengan persamaan:

{ ( )}
s 0 = s y ([1 r ] n ) 2 + [x s x ] [1 + r ]
2 12

dengan r adalah koefisien korelasi antara x dan y.

Error pada kemiringan (gradien) dihitung dengan persamaan:

([
s sl = (s y s x ) 1 r 2 n ] )12

Dispersi di sekitar RMA adalah

{ (
s rma = 2(1 r ) s x2 + s y2 )} 12

dimana sx dan sy adalah standar deviasi x dan y, x adalah variabel bebas,


sedangkan y adalah variabel tak bebas.

Dispersi disekitar RMA dapat digunakan untuk:


(1) Pembanding hasil beberapa pengulangan yang dikeluarkan oleh satu
laboratorium dengan hasil beberapa pengulangan yang dikeluarkan oleh
laboratorium lain dengan standar yang sama.
(2) Pembanding hasil analisis duplo dalam satu laboratorium (contoh
Gambar 5.18).

Tabel V.2: Rangkuman parameter model seperti ditunjukkan pada Gambar 5.18.

V-28
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB V, Konsep Statistik

Gambar 5.18: Tiga model linier untuk merepresentasikan pasangan data Au AuD.

Dalam Gambar 5.18 menunjukkan plot hasil analisis untuk sampel emas (Au)
terhadap analisis untuk sampel emas duplikatnya (AuD). Tiga model linier
diaplikasikan untuk merepresentasikan hasil plot tersebut: (1) semua error
diasumsikan pada Au, (2) RMA, dan (3) semua error diasumsikan pada AuD.
Parameter ketiga model ditunjukkan pada Tabel V.2.

V-29
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

BAB VI
METODE PENAKSIRAN PARAMETER
DAN PERHITUNGAN CADANGAN

Pada bab-bab sebelumnya telah dibahas tentang konsep-konsep dalam


perhitungan cadangan, klasifikasi sumberdaya/cadangan, kontrol geologi,
konsep statistik, dan evaluasi data eksplorasi. Pada bab ini data yang diperoleh
dari kegiatan eksplorasi dan sudah dievaluasi digunakan untuk menaksir
parameter dan menghitung sumberdaya/cadangan. Metode yang dibahas
dalam diktat ini terbatas pada metode konvensional saja, sedangkan metode
non-konvensional yang menerapkan konsep geostatistik akan dibahas pada
mata kuliah Geostatistik.

6.1 PENAKSIRAN PARAMETER

61.1 Perlunya Penaksiran

Dalam merencanakan kegiatan eksplorasi tak lepas dari pola dan kerapatan
titik informasi yang akan dilakukan atau lebih dikenal dengan desain eksplorasi.
Pola pengambilan sampel telah dijelaskan pada Bab 2 yang meliputi pola
bujursangkar, persegi panjang, segitiga, dan rombohedron. Pelaksanaan di
lapangan pada kenyataannya sulit melaksanakan eksplorasi sesuai dengan
desain yang telah direncanakan. Hal ini bisa terjadi karena batasan kondisi
alam di lapangan seperti bentuk lahan (gunung, lembah, lereng, dll), jenis tanah
(gambut, tanah lapuk, batuan keras, dll). Disamping itu juga terdapat batasan
lain seperti administrasi (batas konsesi, batas wilayah, dll), lingkungan, sosial
budaya (keberadaan situs purbakala, daerah larangan, dll), politik, dll.

Dengan kondisi seperti tersebut di atas maka sangat mungkin beberapa titik
informasi yang telah direncanakan tidak bisa diambil sampelnya sehingga
mendapatkan daerah yang tidak diketahui kisaran besaran paramaternya.
Parameter yang dimaksud dalam hal ini seperti kadar, ketebalan, densitas, dll.

VI-1
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

Dengan demikian perlu adanya penaksiran terhadap parameter di suatu titik


yang tidak diketahui. Penaksiran tersebut didasarkan pada titik-titik di
sekitarnya dengan memperhatikan kondisi geologi sebagai batasan yang dapat
dipertimbangkan.

Disamping itu penaksiran parameter juga diperlukan jika akan melakukan


perhitungan sumberdaya/cadangan dengan sistem blok. Daerah yang akan
dihitung terlebih dahulu dibagi menjadi blok-blok teratur dimana parameter
seluruh luasan/volume dalam blok tersebut diwakili oleh parameter di titik
tertentu dalam blok tersebut (misalnya titik tengah). Untuk tujuan ini maka harus
dilakukan penaksiran titik-titik tengah setiap blok dengan menggunakan titik-titik
informasi di sekitarnya. Dengan demikian akan diperoleh sebaran titik informasi
yang teratur sesuai dimensi blok.

6.1.2 Metode Penaksiran

Penaksiran parameter blok dapat menggunakan metode nearest point, inverse


distance, segitiga, dan kriging (metode kriging tidak dibahas dalam diktat ini).

Metode NNP menggunakan nilai titik terdekat sebagai nilai pada titik yang
ditaksir, dengan kata lain lebih mempercayai titik yang terdekat daripada titik
yang lebih jauh. Umumnya metode panaksiran ini dipergunakan untuk tipe
parameter yang mempunyai kemenerusan tinggi seperti ketebalan dan
kandungan abu batubara, endapan plaser pantai, dll.

Metoda inverse distance weighting (IDW, jarak terbalik) merupakan suatu cara
penaksiran dengan telah memperhitungkan adanya hubungan letak ruang
(jarak), merupakan kombinasi linier atau harga rata-rata terbobot (weighted
average) dari titik-titik data yang ada di sekitarnya.

Suatu cara penaksiran di mana harga rata-rata suatu titik yang ditaksir
merupakan kombinasi linier atau harga rata-rata terbobot (weighted
average) dari data-data lubang bor di sekitar titik tersebut. Data di dekat titik

VI-2
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

yang ditaksir memperoleh bobot lebih besar, sedangkan data yang jauh dari
titik yang ditaksir bobotnya lebih kecil. Bobot ini berbanding terbalik dengan
jarak data dari titik yang ditaksir.
Untuk mendapatkan efek penghalusan (pemerataan) data dilakukan faktor
pangkat. Pilihan dari pangkat yang digunakan (ID1, ID2, ID3, ) berpengaruh
terhadap hasil taksiran. Semakin tinggi pangkat yang digunakan, hasilnya
akan semakin mendekati metode NNP.
Merupakan metode yang masih umum dipakai.

Jika d adalah jarak antara titik yang ditaksir, z, dengan titik data, maka faktor
pembobotan w adalah:

Untuk ID pangkat satu Untuk ID pangkat dua Untuk ID pangkat n


1 1 1
dj
wj = d j2 d jn
j wj = wj =
d1 j j
i=1 i 12 1
i=1 di n
i=1 di
j
Maka hasil taksiran z :
Z * = w i .zi
i=1

Metoda seperjarak ini mempunyai batasan yaitu hanya memperhatikan jarak


saja dan belum memperhatikan efek pengelompokan data, sehingga data
dengan jarak yang sama namun mempunyai pola sebaran yang berbeda masih
akan memberikan hasil yang sama (tidak bisa menggambarkan anisotropisme).
Atau dengan kata lain metode ini belum memberikan korelasi ruang antara titik
data dengan titik data yang lain.

Pada Gambar 6.1 ditunjukkan contoh penaksiran dengan menggunakan


metode IDW. Dalam contoh kasus tersebut ditentukan radius pencarian data
maksimum 200 m untuk menentukan kadar pada blok B atau blok B. Dengan
demikian titik-titik data yang berada dalam lingkaran dengan radius tersebut
yang akan dipergunakan untuk menaksir blok tersebut. Hasil perhitungan
penaksiran IDW seperti terlihat pada Tabel VI.1.

VI-3
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

Gambar 6.1: Contoh penaksiran metode IDW.

Tabel VI.1: Hasil perhitungan penaksiran IDW.

Penaksiran dengan menggunakan metode NNP untuk Gambar 6.1


menghasilkan nilai kadar 0,90% (titik G4), sedangkan jika menggunakan rata-
rata kadar 5 titik terdekat menghasilkan nilai kadar 0,72%. Dalam Tabel VII.1
terlihat dengan semakin bertambahnya bilangan pangkat dalam penaksiran
IDW akan semakin mendekati hasil penaksiran NNP. Apabila pangkat IDW
sangat besar atau tak hingga maka hasil penaksiran tersebut akan sama
dengan hasil penaksiran NNP.

VI-4
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

Metode segitiga digunakan untuk menaksir sebuah titik di tengah (atau daerah
segitiga) dengan menggunakan tiga titik data yang melingkupinya. Metode ini
lebih baik dari pada metode NNP dalam hal jumlah titik penaksirnya. Metode
segitiga memperhatikan tiga titik untuk dirata-ratakan sedangkan NNP hanya
memperhatikan satu titik terdekatnya. Beberapa kelemahan metode ini seperti
tidak diperhatikannya sifat anisotropisme, unit yang diestimasi tidak berbentuk
blok yang teratur, dan metode pembobotan kurang optimal.

6.2 PERHITUNGAN CADANGAN

6.2.1 Metode Penampang

Metode penampang lebih cocok digunakan untuk tipe endapan yang


mempunyai kontak tajam seperti bentuk tabular (perlapisan atau vein). Pola
eksplorasi (bor) umumnya teratur yang terletak sepanjang garis penampang,
namun untuk kasus endapan yang akan ditambang secara underground
umumnya mempunyai pola bor yang kurang teratur (misalnya sistem
pengeboran kipas). Kadar rata-rata terbobot pada penampang akan
diekstensikan menjadi volume sampai setengah jarak antar penampang.
Metode ini dapat diaplikasikan baik secara horisontal (isoline) untuk endapan
yang penyebarannya secara vertikal seperti tubuh intrusi, batugamping
terumbu, dll. Disamping itu juga bisa diaplikasikan secara vertikal (penampang)
untuk endapan yang penyebarannya cenderung horisontal seperti tubuh sill,
endapan berlapis, dll.

Keuntungan dari metode ini adalah proses perhitungannya tidak rumit dan
sekaligus dapat dipergunakan untuk menyajikan hasil interpretasi model dalam
sebuah penampang atau irisan horisontal. Sedangkan kekurangan metode
penampang adalah tidak bisa dipergunakan untuk tipe endapan dengan
mineralisasi yang kompleks. Disamping itu hasil perhitungan secara
konvensional ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil
perhitungan yang lebih canggih misalnya dengan sistem blok.

VI-5
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

Rumus luas rata-rata (mean area)


Rumus luas rata-rata dipakai untuk endapan yang mempunyai penampang
yang uniform.

V =L
( S1 + S2 )
2
S2
S1,S2 = luas penampang endapan
L = jarak antar penampang
V = volume cadangan
S1 L
Gambar 6.2: Sketsa perhitungan volume
bijih dengan rumus mean area (metode
penampang).

Sedangkan untuk menghitung tonase bijih digunakan rumus :

T = V x BJ

dimana : T = tonase bijih (ton)


V = volume bijih (m3)
BJ = berat jenis bijih (ton/m3).

Rumus prismoida
L
V = ( S1 + 4M + S2 )
6

S2 S1,S2 = luas penampang ujung


M = luas penampang tengah
L = jarak antara S1 dan S2
V = volume cadangan

Gambar 6.3: Sketsa perhitungan


M volume bijih dengan rumus prismoida.

S1 1/2 L

VI-6
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

Rumus kerucut terpancung

S1

V=
L
(
S +S + S S
3 1 2 1 2
)
L S1 = luas penampang atas
S2 = luas penampang alas
L = jarak antar S1 dan S2
V = volume cadangan
S2
Gambar 6.4: Sketsa
perhitungan volume bijih
dengan rumus kerucut
terpancung.

Rumus obelisk

Rumus obelisk dipakai untuk bentuk endapan yang membaji, merupakan suatu
modifikasi dari rumus prismoida dengan mensubstitusi:

M=
( a1 + a 2 ) ( b1 + b 2 )
2 2

a2
Gambar 6.5: Sketsa
S2 b2 perhitungan volume bijih
dengan rumus obelisk.

S1 b1

a1

V =
L
(
S + 4M + S2
6 1
)
L (
a +a )(
b +b )
2 + S
= S1 + 4 1 2 1
2
6 4

VI-7
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

L (
a +b a +b )( )
= S +S + 1 2 2 1
3 1 2 24

6.2.2 Metode Poligon (Area of Influence)

Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan
mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam
poligon ditaksir dengan nilai data yang berada di tengah-tengah poligon
sehingga metoda ini sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh
(area of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara
dua titik conto dengan satu garis sumbu (lihat Gambar 6.6).

3 4

5
= TITIK BOR/SUMUR UJI
1 6
10

= DAERAH PENGARUH

9 8 7

Gambar 6.6: Metode poligon (area of influence).

Andaikan ketebalan bijih pada titik 1 adalah t1 dan luas daerah pengaruhnya
adalah S1 maka volume (V) = S1 x t1 (volume pengaruh). Bila specific gravity dari
bijih = , maka tonase bijih = S1 x t1 x ton.

Untuk data yang sedikit metoda poligon ini mempunyai kelemahan, antara lain :
Belum memperhitungkan tata letak (ruang) nilai data di sekitar poligon,
Tidak ada batasan yang pasti sejauh mana nilai conto mempengaruhi
distribusi ruang.

VI-8
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

6.2.3 Metode USGS Circular 891 (1983)

Sistem United States Geological Survey (USGS, 1983) merupakan


pengembangan dari sistem blok dan perhitungan volume biasa. Sistem USGS
ini dianggap sesuai untuk diterapkan dalam perhitungan sumberdaya batubara,
karena sistem ini ditujukan pada pengukuran bahan galian yang berbentuk
perlapisan (tabular) yang memiliki ketebalan dan kemiringan lapisan yang relatif
konsisten. Sumberdaya yang dihitung terdiri dari sumberdaya terukur
(measured coal) dan sumberdaya terunjuk (indicated coal), yang keduanya
termasuk ke dalam jenis sumberdaya demonstrated coal. Prosedur atau teknik
perhitungan dalam sistem USGS adalah dengan membuat lingkaran-lingkaran
(setengah lingkaran) pada setiap titik informasi endapan batubara, yaitu
singkapan batubara dan lokasi titik pengeboran.

Daerah dalam radius lingkaran 0-400 m adalah untuk perhitungan sumberdaya


terukur dan daerah radius 400-1200 m adalah untuk perhitungan sumberdaya
terunjuk (USGS/Wood dkk., 1983) (lihat Gambar 6.7).

Teknik perhitungan seperti di atas hanya berlaku untuk kemiringan lapisan lebih
kecil atau sama dengan 300 (300). Sedangkan untuk batubara dengan
kemiringan lapisan lebih besar dari 300 (>300) caranya adalah mencari harga
proyeksi radius lingkaran-lingkaran tersebut ke permukaan terlebih dahulu (lihat
Gambar 6.8).

Selain itu aspek-aspek geologi daerah penelitian seperti perlipatan, sesar,


intrusi dan singkapan batubara di permukaan, ikut mengontrol perhitungan
sumberdaya batubara (Gambar 6.9).

6.2.4 Metode Segitiga

Disamping digunakan untuk menaksir parameter, metode segitiga juga


sekaligus digunakan untuk menghitung sumberdaya/cadangan. Rumus
perhitungan hampir sama dengan metode poligon hanya saja dalam metode
segitiga tiga titik data digunakan untuk mewakili parameter seluruh area

VI-9
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

segitiga, sedangan metode poligon menggunakan titik data yang berada di


tengah luasan poligon.

Gambar 6.7: Teknik perhitungan sumberdaya batubara berdasarkan sistem United


States Geological Survey Circular 891 (1983).

VI-10
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

Gambar 6.8: Cara perhitungan sumberdaya batubara dengan kemiringan 300 (atas)
dan kemiringan >300 (bawah), (USGS, 1983).

VI-11
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

Gambar 6.9: Kontrol struktur pada batas sumberdaya batubara (USGS, 1983).

6.2.5 Sistem Blok

Pemodelan dengan komputer untuk merepresentasikan endapan bahan galian


umumnya dilakukan dengan model blok (block model). Dimensi block model
dibuat sesuai dengan disain penambangannya, yaitu mempunyai ukuran yang
sama dengan tinggi jenjang. Semua parameter seperti jenis batuan, kualitas
batubara, dan topografi dapat dimodelkan dalam bentuk blok. Parameter yang
mewakili setiap blok yang teratur diperoleh dengan menggunakan metode
penaksiran yang umum yaitu NNP, IDW, atau kriging.

Dalam kerangka model blok, dikenal jenis penaksiran poligon dengan jarak titik
terdekat (rule of nearest point), yaitu nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi

VI-12
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan
BAB VI, Metode Penaksiran dan Perhitungan

oleh nilai conto yang terdekat atau dengan kata lain titik (blok) terdekat
memberikan nilai pembobotan satu untuk titik yang ditaksir, sedangkan titik
(blok) yang lebih jauh memberikan nilai pembobotan nol (tidak mempunyai
pengaruh).

Gambar 6.10: Perhitungan sumberdaya dengan model blok.

VI-13
DAFTAR PUSTAKA

Sinclair, Alastair J & Blackwell, Garston H. Applied Mineral Inventory


Estimation. Cambridge University Press. 2005.

Annels EA. Mineral Deposit Evaluation, a Practical Approach. Chapman & Hall.
1991.

Carras, Spero. Sampling Evaluation and Basic Principles of Ore Reserve


Estimation. Carras Mining and Associates.

Badan Standarisasi Nasional. Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan.


SNI. 1998.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral. Kamus Pertambangan


Umum. PPTM. 1997.
LAMPIRAN SOAL TUGAS
TUGAS I
Dikumpulkan paling lambat minggu ke-5.

1. Suatu eksplorasi endapan nikel laterit dengan test pit menghasilkan data
sebagai berikut :

No. Koordinat (m) Kedalaman Kadar Ni


Test pit X Y Z (m) (%)
T-01 260 140 58 0,0 2,0 0,70
2,0 4,0 1,20
4,0 5,5 1,70
5,5 7,5 1,00
T-02 220 140 60 0,0 1,5 1,20
1,5 3,0 2,40
3,0 5,0 2,80
5,0 7,5 1,50
T-03 180 140 62 0,0 2,0 1,00
2,0 3,5 2,30
3,5 5,0 2,75
5,0 7,0 2,00
7,0 8,0 1,50
T-04 140 140 62 0,0 1,5 1,20
1,5 4,0 2,20
4,0 6,5 2,80
6,5 8,0 1,80
T-05 100 140 60 0,0 2,0 0,70
2,0 4,0 1,40
4,0 5,5 1,90
5,5 7,5 1,00
T-06 140 180 58 0,0 2,0 0,90
2,0 4,0 1,50
4,0 5,5 1,80
5,5 7,5 2,05
T-07 220 180 60 0,0 1,5 1,50
1,5 3,5 2,20
3,5 5,5 2,80
5,5 7,5 1,80

a. Tentukan kadar rata-rata Ni pada masing-masing test pit tersebut kemudian


plot posisinya.
b. Buatlah penampang (barat-timur) untuk menunjukkan penyebaran badan
bijih bila c.o.g yang digunakan adalah 1,85% Ni.
c. Hitunglah sumberdaya (tonase) badan bijih tersebut bila B.J. yang digunakan
1,95 ton/bcm.
2. Diketahui suatu area endapan pasir besi dengan 6 titik bor Banka (lihat
gambar).

U
DH-06

150 m

DH-03 DH-05

DH-04
DH-02

DH-01
700 m

garis pantai
LAUT

Data yang diperoleh dari titik-titik bor tersebut adalah :


No. Elevasi Total Kedalaman endapan Kadar rata-
(m) (m)
Titik bor Kedalaman Top Bottom rata (%)
(m)
DH-01 30 14 9,5 13 17,4
DH-02 25 12,5 8 11,7 20
DH-03 20 15 9 14,2 11
DH-04 22 11 7,5 10,3 16
DH-05 28 10 4 9 19,5
DH-06 23 13 11 12,8 21

Dengan ketentuan-ketentuan bahwa B.J. bijih = 1,80 ton/bcm; mining losses =


10%; dressing losses = 10%; maka hitunglah :
a. Tonase crude ore (pasir besi) yang dihasilkan di daerah tersebut.
b. Tonase kandungan bijih besi di daerah tersebut.
c. Tonase pasir besi hasil penambangan.
d. Tonase konsentrat yang dihasilkan dari proses pengolahan bijih (mineral
dressing).
3. Gambar berikut menunjukkan konfigurasi 10 titik bor Banka pada endapan
emas aluvial.
U

BB-02 BB-07

BB-04 BB-09

BB-03 BB-10

BB-06

BB-08

BB-01 BB-05

0 100 200 m

Data yang diperoleh dari titik-titik bor tersebut adalah :


No. Elevasi Total Kedalaman aluvial (m) Kadar rata-
(m)
Titik bor Kedalaman Top Bottom rata (ppm)
(m)
BB-01 165 15 13 14,8 1,35
BB-02 200 10,5 9 10,2 1,52
BB-03 150 14 12 13,7 1,12
BB-04 132 12 9 11,1 1,36
BB-05 110 13,8 12 12,9 1,26
BB-06 105 11 9,5 10,6 0,98
BB-07 170 14,5 13 13,8 1,08
BB-08 145 10 8 9,9 1,45
BB-09 115 12,6 10 12 0,87
BB-10 190 13 11 12,5 1,14

a. Lakukan penaksiran kadar dan ketebalan untuk lokasi lain yang masih
kosong menggunakan metode NNP (titik terdekat) dan ID (jarak kebalikan)
secara extended sampai batas daerah KP.
b. Bagaimana analisis Anda mengenai distribusi data (kadar dan ketebalan) di
daerah tersebut.
c. Hitunglah tonase endapan emas aluvial tersebut bila B.J. yang digunakan
2,15 ton/m3.
4. Gambar berikut adalah peta cropline batubara dengan 5 lubang bor (BH-01
s/d BH-05).

U
90 70

80
BH-01
BH-02 BH-03

BH-04 70
co
al
60 eas
m
BH-05

50

0 50 100 m

Data yang didapatkan dari lubang-lubang bor tersebut :


No. Elevasi Total Kedalaman batubara
(m) (m)
Lubang Kedalaman Top Bottom
bor (m)
BH-01 80 20 15 18
BH-02 68 15 8 10,5
BH-03 58 8 3 4,3
BH-04 68 18 13 15
BH-05 59 15 9 10,5

Jika diasumsikan jurus dan kemiringan lapisan batubara tersebut seragam


maka :
a. Tentukan arah jurus dan besarnya kemiringan lapisan batubara tersebut.
b. Hitunglah sumberdaya (tonase) batubara yang ada di lokasi tersebut dengan
daerah pengaruh 100 m dihitung dari cropline, jika B.J. yang digunakan 1,35
ton/m3. Jelaskan langkah-langkah yang Anda lakukan dan Anda bebas
memilih metode yang menurut Anda mudah dan cepat.
5. Pada suatu analisis ulang perhitungan cadangan pada daerah tailing,
diketahui wet density (insitu density) material adalah 15 gr/cm3 dengan
kandungan air 20%. Volume material yang dihitung adalah 1000 m3.
Berapa tonase material tersebut dalam kondisi kering?

6. Dari hasil korelasi 2 (dua) titik bor dangkal dengan jarak 50 m, dihasilkan 3
(tiga) zone endapan, yaitu (dari atas ke bawah) :
- low grade zone (upper)
- high grade zone
- low grade zone (lower)

Bor DH-#1 Bor DH-#2


(elevasi = 100 m) (elevasi = 95 m)
Dari Ke Kadar Dari Ke Kadar
(m) (m) (%) (m) (m) (%)
0 2 0.55 0 2 0.50
2 4 4.35 2 4 0.55
4 6 3.75 4 6 3.95
6 8 6.55 6 8 4.45
8 10 5.45 8 10 3.85
10 12 4.45 10 12 0.60
12 14 3.85 12 14 0.50
14 16 4.10
16 18 3.25

a. Gambarkan korelasi penampang lubang bor tersebut!


b. Berapa luasan masing-masing zona tersebut, dan berapa kadar rata-rata
masing zona tersebut?
c. Berapa luasan total dan kadar rata-rata endapan tersebut!

7. Hasil perhitungan luas masing-masing penampang pada metoda


perhitungan cadangan dengan cara vertikal diberikan pada Tabel berikut.

No Luas Endapan (m2) Luas Jarak SG


Penamp. Lapisan Lapisan Lapisan Waste Material Penampang
1 2 3 (m2) (m)
P-50 118.18 122.71 230.20 5,198.37 50 1.3
P-51 156.00 142.01 270.83 7,527.19 50 1.3
P-52 181.80 189.09 417.47 11,821.84 50 1.3
P-53 107.54 125.27 273.88 17,167.30 50 1.3
P-54 276.54 276.54 614.23 15,679.94 50 1.3
Susunlah dalam bentuk suatu Tabel perhitungan cadangan.
a. Jika diberikan asumsi geological losses = 5%, berapa jumlah cadangan
insitu-nya (insitu reserve) dan stripping ratio yang dihasilkan.
b. Dan jika mining losses = 10%, maka tentukan berapa jumlah cadangan
yang dapat ditambang (mineable reserve) dan stripping ratio yang
dihasilkan.
Gunakan rumus-rumus perhitungan yang Saudara anggap sesuai dengan
kondisi masing-masing luasan antar penampang!

8. Dari hasil eksplorasi suatu tambang bawah tanah dihasilkan blok daerah
pengaruh (blok cadangan) seperti terlihat pada Gambar di bawah ini.

Level 1

Blok - 1
Winze 1

Winze 2
Blok - 4
Blok - 2

Blok - 3

Level 2

Areal (luasan) Blok-1 s/d Blok-4 merupakan areal cadangan terukur yang
dibatasi oleh level 1, level 2, winze 1, dan winze 2.
Dari hasil eksplorasi tersebut diperoleh data sebagai berikut :

Panjang True Thickness Kadar


(m) (m) (%) Zn
Level 1 60 3.22 2.94
Level 2 60 3.20 3.00
Winze 1 50 3.00 1.91
Winze 2 50 2.80 4.00

B.J. bijih = 5.7 ton/m3; c.o.g = 2.1 % Zn

Hitunglah :
a. Tebal rata-rata blok cadangan
b. Kadar rata-rata blok cadangan
c. Volume total blok cadangan
d. Tonnage Factor
e. Total tonase blok cadangan
f. Jumlah logam Zn yang akan diperoleh.
TUGAS 2
Kasus: Bijih Besi Placer
Laporan Kemajuan dikumpulkan paling lambat minggu ke-8.
Laporan Akhir dikumpulkan paling lambat minggu ke-13.

Gambar berikut menunjukkan konfigurasi 12 titik bor Banka pada eksplorasi


pasir besi placer.

Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih besi seperti dalam
tabel berikut:
Lubang Koordinat Elevasi Kedalaman Kadar
Keterangan
Bor Easting Northing Collar Dari Ke Fe (%)
DH-1 21 11 105 7 7.5 43
7.5 9 45
9 10 46
10 10.75 47
DH-2 15 81 103 4 5 65
5 6.5 68
6.5 7 69
7 8 69
DH-3 59 76 100 2 3.5 60
3.5 4.5 58
4.5 5 61
5 5.75 62
DH-4 19 170 102 4.5 5 45
5 6 46
6 6.75 45
6.75 8.5 46
DH-5 78 129 104 6.25 7 46
7 8.5 52
8.5 9.5 47
9.5 10.5 49
DH-6 86 36 101 3 3.9 50
3.9 4.5 51
4.5 6 55
6 7 54
DH-7 152 96 102 4 6 65
6 7 69
7 8 70
DH-8 137 171 99 1.5 2 52
2 3 47
3 4 49
4 5.5 50
DH-9 197 146 103 5.5 6.25 64
6.25 7 70
7 8 73
8 9 69
DH-10 231 90 104 7 8 70
8 8.5 74
8.5 9.5 71
9.5 11 70
DH-11 211 38 103 5 5.75 63
5.75 7 67
7 8 70
8 9 70
DH-12 137 62 100 4.5 5.5 73 Sample loss

Koordinat batas KP dapat dilihat pada tabel berikut ini:


Easting Northing
-3 188
98 188
98 214
271 214
271 22
142 22
142 -12
-3 -12
-3 188

Bidang sesar geser ditemui pada lokasi A(166, 22) dan di lokasi B(-3, 136).

a. Buat analisis statistik dari data kadar bijih besi tersebut kemudian lakukan
verifikasi data berdasarkan parameter statistik!
b. Buat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih besi kemudian berikan
analisanya!
c. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
d. Hitung sumberdaya bijih besi di daerah ini dengan asumsi jarak maksimum
titik informasi untuk sumberdaya terukur 50 m, sumberdaya terindikasi 50-75
m, dan sumberdaya tereka 75-100 m. Gunakan metode poligon!
e. Jika cog bijih besi adalah 60% Fe, tentukan batas pit potensial!
f. Jika diambil asumsi kestabilan lereng paling optimum dicapai untuk open pit
dengan single slope 45o, hitung cadangan insitu bijih besi jika SG bijih besi
3,5 ton/bcm! Gunakan metode penampang dengan jarak antar penampang
50 m.
Catatan: toe dari slope merupakan batas pit potensial dimana crest tidak
melebihi batas KP. Apabila crest melebihi batas KP maka gunakan batas KP
sebagai crest. Geological losses sebesar 10%.
g. Hitung cadangan tertambang dan stripping ratio dimana mining losses 5%!
h. Buatlah peta pit limit!

Sebelum tanggal pengumpulan Laporan Kemajuan/Akhir dapat diadakan


asistensi apabila ada hal-hal yang ingin dikonsultasikan. Laporan
dipresentasikan pada 2 minggu akhir masa perkuliahan.
TUGAS 2
Kasus: Bijih Nikel Laterit
Laporan Kemajuan dikumpulkan paling lambat minggu ke-8.
Laporan Akhir dikumpulkan paling lambat minggu ke-13.

Gambar berikut menunjukkan konfigurasi 14 titik bor pada eksplorasi nikel


laterit.

Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih nikel (komposit
limonit dan saprolit) seperti dalam tabel berikut:
Lubang Koordinat Elevasi Kedalaman Kadar Ni
Keterangan
Bor Easting Northing Collar Dari Ke (%)
DH-1 5 -4 254 4 9 2.4
DH-2 3 24 250 1 5 2.2
DH-3 29 25 251 1 6 2.3
DH-4 4 60 252 3 7 1.6
DH-5 28 44 254 5 10 2.1
DH-6 31 5 253 2 7 2.3
DH-7 57 30 250 0.5 5 2.0
DH-8 12 44 251 2 6 2.3
DH-9 63 48 252 1 5.5 2.2
DH-10 89 28 250 1 6 2.4
DH-11 81 7 251 1 5.5 1.5
DH-12 52 17 251 0.25 5 2.1
DH-13 96 46 249 0.25 4.5 2.2
DH-14 102 8 250 0.25 4.75 1.3
Koordinat batas KP dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Easting Northing
-5 67
37 67
37 53
105 53
105 1
53 1
53 -13
-5 -13
-5 67

Bidang sesar geser ditemui pada lokasi A(67, 1) dan di lokasi B(83, 53).

d. Buat analisis statistik dari data kadar bijih nikel, ketebalan bijih, dan
ketebalan overburden, kemudian lakukan verifikasi data berdasarkan
parameter statistik!
e. Buat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih nikel kemudian berikan
analisanya!
f. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
g. Hitung sumberdaya bijih nikel di wilayah KP (extended) dengan
menggunakan semi-pemodelan blok. Buat blok horisontal dengan dimensi
20x20, dimana dimensi vertikal mengikuti ketebalan bijih. Lakukan
penaksiran kadar nikel tiap blok dengan menggunakan metode NNP!
h. Buat kontur kadar bijih nikel berdasar data blok-blok yang ditaksir, berikan
analisa dan bandingkan hasilnya dengan poin (b)!
i. Jika cog bijih nikel adalah 2.0% Ni, tentukan batas pit potensial!
j. Jika diambil asumsi kestabilan lereng paling optimum dicapai untuk open pit
dengan single slope 45o, hitung cadangan insitu bijih nikel jika SG bijih nikel
2,1 ton/bcm! Gunakan metode penampang dengan jarak antar penampang
20 m.
Catatan: toe dari slope merupakan batas pit potensial dimana crest tidak
melebihi batas KP. Apabila crest melebihi batas KP maka gunakan batas KP
sebagai crest. Geological losses sebesar 15%.
k. Hitung cadangan tertambang dan stripping ratio dimana mining losses 5%!
l. Buatlah peta pit limit!
Sebelum tanggal pengumpulan Laporan Kemajuan/Akhir dapat diadakan
asistensi apabila ada hal-hal yang ingin dikonsultasikan. Laporan
dipresentasikan pada 2 minggu akhir masa perkuliahan.
TUGAS 2
Kasus: Bijih Emas Porfiri
Laporan Kemajuan dikumpulkan paling lambat minggu ke-8.
Laporan Akhir dikumpulkan paling lambat minggu ke-13.

Gambar berikut menunjukkan konfigurasi 21 titik bor coring pada eksplorasi


emas porfiri.

Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih emas porfiri pada
elevasi tertentu seperti dalam tabel berikut:
Lubang Koordinat Elevasi Kedalaman Kadar Au
Ket.
Bor Easting Northing Collar Dari Ke (ppm)
DH-1 39 17 1710 475 490 15
490 505 5
DH-2 36 43 1700 460 475 13
475 490 4
DH-3 36 69 1694 461 476 10
476 491 5
DH-4 38 95 1691 464 479 11
479 494 2
DH-5 79 106 1685 459 474 8
474 489 4
DH-6 66 88 1689 444 459 11
459 474 10
DH-7 61 59 1698 466 481 12
481 496 9
DH-8 56 31 1706 472 487 12
487 502 8
DH-9 80 14 1699 463 478 10
478 493 6
DH-10 79 37 1695 458 473 11
473 488 11
DH-11 92 55 1690 465 480 10
480 495 12
DH-12 83 73 1689 451 466 11
466 481 13
DH-13 102 82 1679 435 450 8
450 465 11
DH-14 117 102 1675 442 457 7
457 472 6
DH-15 149 100 1665 427 442 3
442 457 4
DH-16 129 76 1670 435 450 6
450 465 9
DH-17 124 48 1668 441 456 7
456 471 10
DH-18 105 32 1697 463 478 10
478 493 10
DH-19 131 15 1664 427 442 9
442 457 3
DH-20 151 23 1655 419 434 5
434 449 2
DH-21 158 67 1650 408 423 4
423 438 2

Koordinat batas blok dapat dilihat pada tabel berikut ini:


Easting Northing
18 6
18 119
171 119
171 6

a. Buat analisis statistik dari data kadar bijih emas tersebut kemudian lakukan
verifikasi data berdasarkan parameter statistik!
b. Buat peta kontur topografi kemudian berikan analisanya!
c. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
d. Bijih emas akan ditambang dengan metode underground mine (room and
pillar), hitung jumlah sumberdaya bijih emas dengan metode model blok
pada level 1200 dan 1230 dimana:
- tinggi front 10 m
- dimensi horisontal blok adalah 20x20 m
- kadar emas pada tiap blok ditaksir dengan menggunakan metode inverse
distance weighting (derajat 1) dengan radius pencarian 30 m
e. Buat peta kontur kadar emas pada masing-masing level dan berikan
analisanya!
f. Jika cog bijih emas adalah 10 ppm Au, tentukan batas pit potensial pada
masing-masing level!
g. Jika asumsi dari kajian geoteknik direkomendasikan untuk bukaan room 0,25
Ha harus membuat 2 pillar dengan dimensi 10x10 m maka:
- buat room and pillar limit pada masing-masing level!
- Hitung cadangan insitu bijih emas bila geological losses sebesar 15%!
- Hitung cadangan tertambang apabila mining losses sebesar 5%!

Sebelum tanggal pengumpulan Laporan Kemajuan/Akhir dapat diadakan


asistensi apabila ada hal-hal yang ingin dikonsultasikan. Laporan
dipresentasikan pada 2 minggu akhir masa perkuliahan.
Contoh Format Laporan Tugas 2:

BAB I Pendahuluan
BAB II Model Genetik Endapan (berisi deskripsi geologi dan genesa
endapan secara umum)
Bab III Verifikasi Data (berisi data dasar, deskripsi statistik, dan verifikasi
data)
Bab IV Data Olahan (berisi peta topografi, kontur kadar, kontur ketebalan, dll.
beserta analisanya)
Bab V Sumberdaya (berisi konsep perhitungan, asumsi, hasil hitungan, peta
sumberdaya, dll.)
Bab VI Cadangan (berisi pit potensial, konsep perhitungan, asumsi, hasil
hitungan, penampang, pit limit, dll.)
BAB VII Pembahasan
BAB VIII Kesimpulan

Daftar Pustaka

You might also like