You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di beberapa daerah di Kabupaten Donggala, diperoleh informasi terdapatnya

endapan batuan andesit. Sehubungan dengan hal ini maka perlu dilakukan

penyelidikan mengenai penyebaran batuan andesit. Dengan adanya kegiatan

penyelidikan ini diharapkan akan terlihat sejauh mana penyebaran andesit yang

berada di bawah lapisan tanah yang terdapat di kabupaten Donggala agar di masa

mendatang data ini bisa mendukung kegiatan penambangan.

Metode geolistrik merupakan metode yang menginjeksi arus listrik kedalam

bumi kemudian sifar-sifat listriknya diamati di permukaan bumi, arus listrik

diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus. Kemudian beda potensial

yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan

beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan

variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur. Kedalaman

maksimum yang dapat dicapai dengan metode geolistrik tahanan jenis antara 100

meter sampai 300 meter, Oleh sebab itu metode ini lebih banyak dipakai untuk

kepentingan geologi terutama pencarian potensi lapisan penyebaran endapan bijih

mangan, tapi bisa juga digunakan untuk penyelidikan dangkal seperti penyelidikan

geologi teknik, misalnya menentukan kondisi struktur bawah tanah,

mengidentifikasikan intrusi air laut, menentukan gowa bawah permukaan dan

1
sebagainya. Panjang maksimal bentangan arus yang diinjeksikan, serta konfigurasi

antara elektroda potensial dan elektroda arus disesuaikan dengan kebutuhan dalam

penyelidikan tersebut, yaitu obyek yang akan diidentifikasi.

1.4 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mencari dan mengetahui penyebaran lapisan batuan andesit yaitu letak

dan kedalamannya.

2. Mengetahui lithologi/stratigrafi batuan di lokasi penyelidikan

1.5 Metode Yang Dipakai

Geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode dalam eksplorasi bijih

mangan, pada metode geolistrik tahanan jenis dikenal berbagai macam konfigurasi

elektroda, diantaranya yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Konfigurasi

Wenner Schlumberger.

Dalam konfigurasi Wenner Schlumberger, jarak spasi elektroda arusnya

(AB), jauh lebih besar dari pada jarak spasi elektroda potensialnya (MN), adapun

sebagai acuannya adalah jarak MN 1/5 AB.

Konfigurasi Wenner Schlumberger biasanya diterapkan untuk pengukuran

sounding, yaitu mengetahui variasi tahanan jenis bawah permukaan secara vertikal.

Untuk keperluan sounding.

Hal ini disebabkan karena pada metoda Wenner Schlumberger yang

dilakukan hanya memperpanjang jarak spasi arusnya saja dalam rangka untuk

2
mengetahui tahanan jenis lapisan yang lebih dalam, sedangkan untuk beda potensial

hanya dilakukan beberapa perpindahan saja.Oleh karena itu dalam penelitian ini

penulis menggunakan konfigurasi Wenner Schlumberger.

1.6 Hasil Yang Diharapkan

Harga tahanan jenis yang diperoleh melalui pendugaan dengan metode

geolistrik dapat memberikan gambaran (secara tidak langsung) tentang kondisi

geologi daerah penyelidikan, interpretasi keterdapatan lapisan endapan bijih mangan

(kedalaman dan penyebarannya).

Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat geolistrik tahanan jenis

Naniura NRD 300 HF (Foto 1.1), yang berfungsi sebagai pemancar dan penerima

dengan spesifikasi alat sebagai berikut :

3
Foto 1.1. Instrumen Pemancar dan Penerima geolistrik tahanan jenis

Naniura NRD 300 HF

- Transmiter

Power Supply : 12 Volt, minimal 6 AH

Power output : 300 Watt untuk catu daya 24 Volt

Output voltage : 450 Volt untuk catu daya 24 Volt

Output current : 2000 mA (maksimum)

Current accuracy : 1 mA

Sistem pembacaan : Digital

- Receiver

Input Impedation : 10 M-Ohm

Range (pembacaan) : 0,1 mVolt hingga 500 Volt

Accuracy : 0,1 mVolt

Kompensator (kasar) : 10 x putar (precision multi turn potensiometer)

Kompensator (halus) : 1 x putar (wire wound resistor)

Sistem pembacaan : Digital (auto range)

Fasilitas pembacaan : HOLD (data disimpang di mem

- Alat bantu pengukuran

1. Kabel arus 2 gulung, panjang masing-masing @ 500 meter

2. Kabel potensial 2 gulung, panjang masing-masing @ 100 meter

4
3. Elektroda Potensial dari bahan tembaga sebanyak 2 buah

4. Elektroda Arus dari bahan steinless sebanyak 2 buah

5. Aki 12 Volt, 6,5 AH 2 buah (aki kering, sambungan parallel untuk 24 Volt)

6. Pengisi Aki (charger) 1 buah

7. Kabel-kabel penghubung dari instrument ke gulungan kabel

8. Palu untuk menancapkan elektroda 4 buah

- Peralatan pendukung

1. GPS, untuk mengetahui posisi pengukuran di lapangan

2. Kompas Geologi

3. Roll Meter 50 meter, 2 buah

4. HT

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH

Secara geografis kecamatan ini berada pada posisi 03834 - 04933 dan

1194824 - 1194225 BT, dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Toli - toli;

Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan;

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong; dan,

Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar

Daerah penyelidikan dalam wilayah administrasi Desa Pattappa Kecamatan

Pujananting. Lokasi daerah penelitian dapat ditempuh dengan menggunakan

kendaraan roda empat ataupun roda dua dengan waktu sekitar 1 jam dari kota

Barru.

Gambar 2.1. Peta Daerah Penyelidikan

6
1.2.TOPOGRAFI

Berdasarkan Kemiringan lahan, dataran Sulawesi Tengah dirinci sebagai berikut:

- Kemiringan 0 - 3 derajat sekitar 11,8 persen;

- Kemiringan 3 - 15 derajat sekitar 8,9 persen;

- Kemiringan 15 - 40 derajat sekitar 19,9 persen;

- Kemiringan di atas 40 derajat sekitar 59,9 persen.

Berdasarkan elevasi (ketinggian dari permukaan laut), dataran wilayah Sulawesi

Tengah terbagi atas:

- Ketinggian 0 m 100 m = 20,2 persen;

- Ketinggian 101 m 500 m = 27,2 persen;

- Ketinggian 501 m 1.000 m = 26,7 persen, dan

- Ketinggian 1.001 m ke atas = 25,9 persen.

1.3.GEOLOGI REGIONAL DONGGAL

1.3.1. GEOMORFOLOGI REGIONAL

Struktur dan Karakteristik geologi wilayah Sulawesi Tengah didominasi oleh

bentangan pegunungan dan dataran tinggi, yakni mulai dari wilayah Kabupaten Buol

dan Tolitoli, terdapat deretan pegunungan yang berangkai ke jajaran pegunungan di

Provinsi Sulawesi Utara. Di tengah wilayah Sulawesi Tengah yaitu Kabupaten

Donggala dan Parigi Moutong terdapat tanah genting yang diapit oleh Selat Makassar

dan Teluk Tomini, selain itu sebagian besar merupakan daerah pegunungan dan

perbukitan. Di selatan dan timur yang mencakup wilayah Kabupaten Poso, Tojo

7
Unauna, Morowali dan Banggai, berjejer deretan pegunungan yang sangat rapat

seperti Pegunungan Tokolekayu, Verbeek, Tineba, Pampangeo, Fennema, Balingara,

dan Batui. Sebagian besar dari daerah pegunungan itu mempunyai lereng yang terjal

dengan kemiringan di atas 45 derajat.

Proses Geomorfologi merupakan perubahan yang dialami oleh permukaan bumi

baik secara fisik secara fisik maupun kimia (THORNBURY 1954) penyebab dari

proses perubahan tersebut dapat dibagi atas 2 golongan yaitu :

1. Tenaga Eksogen Tenaga ini bersifat merusak,dapat berupa angina,suhu,dan

air.Dengan adanya tenaga Eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa

erosi,pelapukan,dan degradasi.

2. Tenaga Endogen. Tenaga ini cenderung membangun, dapat berupa gempa, gaya-

gayapembentuk struktur dan vulkanisme akibat adanya gaya endongen maka dapat

terbentuk struktur gunung api dan agradasi.

Dengan adanya tenaga-tenaga tersebut diatas maka terbentuknya bentang alam

dengan kenampakan yang berbeda satu sama lainnya sesuai dengan tenaga yang

mempengaruhi pembentukannya.

Geologi regional daerah penyelidikan diambil dari beberapa referensi diantaranya:

Menurut Bemmelen (1949) bahwa di daerah Sulawesi bagian tengah dijumpai 3 buah

struktur utama berarah utara-selatan. Daerah ini dapat dipisahkan kedalam 3 zona.

8
Zona timur dikenal Kolonodale zoneditandai oleh batuan beku basa dan

ultrabasa (ophiolit), batu gamping berumur Mesozoikum dan rijang yang

kaya radiolaria.

Zona Poso dicirikan oleh batuan malihan (metamorfik) jenis skis kaya mineral

muskovit.

Zona barat tersingkap batuan granodiorit masif, skis kristalin yang kaya

mineral biotit,

batuan vulkanik berumur Tersier, tufa berumur Plio-Plistosen dan endapan aluvium.

Menurut T.O. Simanjuntak dkk (1973), fisiografi daerah Palu terdiri dari pematang

timur dan pematang barat. Keduanya berarah utara - selatan dan dipisahkan oleh

Lembah Palu (Fossa Sarasina). Pematang barat di dekat Palu hingga lebih dari 2000

m tingginya, tetapi di Donggala menurun hingga mukalaut. Pematang timur dengan

tinggi puncak dari 400 - 1900 m dan menghubungkan pegunungan di Sulawesi

Tengah dengan lengan utara. Struktur daerah ini didominasi oleh lajur sesar Palu

yang berarah utara baratlaut. Bentuknya sekarang menyerupai terban yang dibatasi

oleh sesar-sesar aktif, diantaranya bermataair panas di sepanjang kenampakannya

pada permukaan. Sesar-sesar dan kelurusan lainnya yang setengah sejajar dengan

arah lajur Palu terdapat di pematang timur. Banyak sesar dan kelurusan lainnya yang

kurang penting lebih kurang tegak lurus pada arah ini, sebagaimana terlihat di seluruh

daerah. Sesar naik berkemiringan ke timur dalam kompleks batuan metamorf dan

dalam Formasi Tinombo menunjukkan akan sifat pemampatan pada beberapa sesar

9
yang lebih tua. Sesar termuda yang tercatat terjadi pada tahun 1968 di dekat Tambo,

timbul setelah ada gempabumi, berupa sesar normal berarah barat laut yang

permukaan tanahnya turun 5 m.

Pada bagian yang menurun, daerah pantai seluas kira-kira 5 kmmasuk ke dalam

laut. Batuan tertua di daerah yang dipetakan adalah metamorf (Kompleks Batuan

Metamorf) dan tersingkap hanya pada pematang timur yang merupakan intinya.

Kompleks itu terdiri dan sekis amfibiolit, sekis, genes dan pualam. Sekis terdapat

banyak di sisi barat, sedangkan genes dan pualam terdapat banyak di sisi timur.

Tubuh-tubuh intrusi tak terpetakan, umumnya selebar kurang dan 50 m, menerobos

kompleks batuan metamorf dengan batuan diorit hingga granodiorit. Umur diketahui

tetapi boleh jadipra - Tersier. Bouwer (1947, h.9) berpendapat, bahwa sekis yang

tersingkap di seantero Sulawesi sebagian berumur Paleozoikum.

Rangkaian Formasi Tinombo Ahlburg (1913) seperti yang dipakai oleh Brouwer

(1934) tersingkap luas baik di pematang timur maupun barat. Batuan ini menindih

Kompleks Batuan Metamorf secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung rombakan

yang berasal dan batuan metamorf. Endapan ini terutama terdiri dari serpih, batupasir,

konglomerat, batugamping radiolaria dan batuan gunungapi yang diendapkan di

dalam lingkungan laut. Di dekat intrusi terdapat sabak dan batuan terkersikkan dan

lebih dekat pada persentuhan terbentuk filit dan kuarsit. Bagian barat pematang barat

mengandung lebih banyak batupasir rijang dari padadi tempat lain. Diabas, spilit dan

andesit di selatan Donggala dan di selatan Kasimbar dipetakan dengan endapan itu.

Rombakan batuan gunungapi biasa terdapat di dalam batupasirnya. Batugamping

10
diamati hanya sebagai lapis - lapis tipis dalam rangkaian sedimen tersebut. Kadar

(Dit. Geol) mengenali Discocyclina sp., Nummulites sp., Alveolina sp., Miliolidae,

Asterocyclina sp., Assilina sp., Operculina sp., Globorotaloid, Globigerin dan

ganggang gampingan yang menunjukkan umur Eosen. Pekerjaan oleh Socal

(Standard Oil Company of California) Batuanbatuan itu serupa dengan Formasi

Tinombo yang menyerupai flysch yang telah diperikan oleh Bouwer (1934), kira -

kira 55 km sebelah timur laut Labuanbajo. Intrusi-intrusi kecil Pemaparan Hasil

Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005 22-3yang diuraikan di atas juga

menerobos endapan ini. Batuan Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin (1901) terdapat

pada ketinggian lebih rendah pada sisi - sisi kedua pematang, menindih secara tidak

selaras Formasi Tinombo dan Kompleks Batuan Metamorf. Molasa ini mengandung

rombakan yang berasal dari formasi-formasi lebih tua dan terdiri dari konglomerat,

batupasir, batulumpur, batugamping-koral serta napal yang semuanya hanya

mengeras lemah. Didekat Kompleks Batuan Metamorf pada bagian barat pematang

timur endapan itu terutama terdiri dari bongkah - bongkah kasar dan agaknya

diendapkan didekat sesar. Batuan-batuan itu ke arah laut beralih - alih jadi batuan

klastika berbutir lebih halus. Di dekat Donggala sebelah utara Enu dan sebelah barat

Labea batuannya terutama terdiri dari batugamping dan napal dan mengandung

Operculina sp., Cycloclypeus sp., Rotalia sp., Orbulina universa, Amphistegina sp.,

Miliolidae, Globigerina, foraminiferapasiran, ganggang gampingan, pelesipoda dan

gastoproda. Sebuah contoh dari tenggara Laebagoselain fosil - fosil tersebut juga

mengandung Miogypsina sp. dan Lepidocyclina sp, yang menunjukkan umur Miosen

11
(Kadar, Dit. Geol). Foram tambahan yang dikenali oleh Socal meliputi Planorbulina

sp., Solenomeris sp., Textularia sp., Acervulina sp., Spiroclypeus? sp., Reussella sp.,

Lethoporella, Lithophyllum dan Amphiroa. Socal mengirakan bahwa fauna - fauna

tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah dan pengendapan di dalam laut dangkal.

Pada kedua sisi Teluk Palu dan kemungkinan juga di tempat lain endapan sungai

Kuarter juga dimasukkan ke dalam satuan ini. Aluvium dan Endapan pantai terdiri

dari kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral terbentuk dalam lingkungan sungai,

delta dan laut dangkal merupakan sedimen termuda di daerah ini. Endapan itu boleh

jadi seluruhnya berumur Holosen. Di daerah dekat Labean dan Ombo terumbu koral

membentuk bukit-bukit rendah. Telah diamati telah terjadi beberapa generasi intrusi.

Yang tertua ialah intrusi andesit dan basalt kecil-kecil di semenanjung Donggala.

Intrusi-intrusi mi mungkin adalah saluran - saluran batuan vulkanik di dalam Formasi

Tinombo. Formasi Tinombo sendiri menindih kompleks batuan metamorf secara

tidak selaras. Di dalamnya terkandung rombakan yang berasal dari batuan metamorf.

Endapan itu terutama terdiri dari serpih, batupasir, konglomerat, batugamping

radiolaria dan batuan gunungapi yang diendapkan di lingkungan laut. Intrusi-intrusi

kecil selebar kurang dari 50 m yang umumnya terdiri dari diorit, porfiri diorit,

mikrodiorit dan granodiorit menerobos Formasi Tinombo, yakni sebelum endapan

molasa dan tersebar luas di seluruh daerah. Semuanya tak terpetakan. Granit dan

granodionit yang telah dipetakan tercirikan oleh fenokris felspar kalium sepanjang

hingga 8 cm. Penanggalan Kalium/Argon telah dilakukan oleh Gulf Oil

Companyterhadap dua contoh granodiorit di daerah ini. Intrusi yang tersingkap di

12
antara Palu dan Donggala memberikan penanggalan 31 juta tahun pada analisis K/An

dari felspar. Yang lainnya adalah suatu intrusi yang tidak dipetakan, terletak kira-kira

15 km timurlaut dari Donggala, tersingkap di bawah koral Kuanter, memberikan

penanggalan 8,6 juta tahun pada analisa K dari biotit.

1.3.2. STRATIGRAFI REGIONAL

Pulau Sulawesi terbentuk pada sepanjang zona tumbukan Neogen antara

Lempeng Benua Eurasia dan mikrokontinen dari Lempeng Australia-Hindia. Daerah

penyelidikan merupakan bagian leher dan lengan Utara Sulawesi, terletak di bagian

Timur Kraton Sunda yang merupakan inti dari pada lempeng Eurasia bagian

Tenggara yang mengalami pengangkatan kuat.

Satuan batuan yang tertua di daerah penyelidikan adalah Komplek Batuan

Malihan, terdiri dari sekis amfibolit, sekis genes, kuarsit dan pualam, diperkirakan

berumur Kapur. Pada beberapa tempat terdapat intrusi-intrusi kecil diorit, granodiorit

mengandung urat kuarsa yang kadang-kadang berpirit.

Formasi Tinombo menindih tidak selaras Komplek Batuan Malihan, terbentuk

dalam lingkungan laut dalam, berumur Oligosen hingga Miosen Awal. Formasi ini

merupakan perselingan antara batuan gunungapi (lava basalt, andesit, breksi) dengan

batuan sedimen (batupasir wake, batupasir, batugamping, rijang) dan batuan malihan.

Komplek Batuan Malihan ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Latimojong,

berumur Kapur-Paleosen, terbentuk pada lingkungan laut dalam. Formasi ini pada

umumnya termalihkan lemah, terdiri dari perselingan batusabak, filit, grewake,

13
batupasir kuarsa, batugamping, argilit dan batulanau dengan sisipan konglomerat,

rijang dan batuan gunungapi.

Batuan Gunungapi Lamasi yang terdiri dari breksi gunungapi, tuf, batupasir

tufaan dan napal, berumur Oligosen-Miosen Awal menindih tidak selaras Formasi

Latimojong.

Batuan Gunungapi yang terdiri dari lava andesit horblenda, lava basalt, lava latit

kuarsa dan breksi yang juga berumur Oligosen-Miosen Awal.

Batuan Gunungapi Tineba dan Tuf Rampi. Batuan Gunungapi Tineba berumur

Miosen Tengah-Akhir, terdiri dari lava andesit hornblenda, lava basalt, lava latit

kuarsa dan breksi. Tuf Rampi umumnya batuan tufaan yang sudah terubah dan

berlapis baik yang terdiri dari tuf hablur, batupasir tufan dan tuf abu.

Satuan Batuan Sedimen Miosen, berupa lingkungan pengendapan delta, terdiri

dari batupasir kuarsa sampai litos, batulumpur, sedikit konglomerat, setempat lignit

dan batubara, batugamping koral ; di bagian atas lava, tufa, aglomerat,breksi

gunungapi bersusun asam sampai basa, kayu terkersikan.

Batuan intrusi juga berumur Miosen terdiri dari granit, diorit granodiorit dan

sienit, setempat mengalami ubahan terkersikan. Masih banyak terdapat intrusi-intrusi

kecil yang tak terpetakan terdiri dari andesit, basalt, diorit, diorit porfir dan

mikrodiorit. Mineralisasi di daerah penelitian diperkirakan berhubungan erat dengan

terobosan batuan ini.

Molasa Sulawesi Sarasin dan Sarasin, terdiri dari konglomerat, batupasir,

batulempung, batugamping koral dan napal, semuanya mengeras lemah, menindih

14
secara tidak selaras Formasi Tinombo dan komplek batuan malihan berumur Miosen

Akhir hingga Pliosen. Di bagian Selatan daerah penelitian formasi ini disebut

Formasi Lariang, terdapat sebagian kecil di daerah penelitian, penyebaran terbesar

berada di luar daerah penelitian.

Batuan Gunungapi andesitan, terdiri dari andesitan dasitan, breksi gunungapi,

aglomerat, tufa lapilli (batuapung), lava (andesit dasit), berumur Pliosen.

Batuan berumur Miosen-Plistosen menutupi tidak selaras batuan yang berada di

bawahnya terdiri dari Formasi Pasangkayu, Formasi Puna dan Formasi Napu.

Formasi Pasangkayu terdapat dalam lingkungan pengendapan laut dangkal hingga

agak dalam, terdiri dari perselingan batugamping dan batulempung, setempat

bersisipan konglomerat dan batugamping. Formasi Puna, berupa pengendapan laut

dangkal, terdiri dari batupasir, konglomerat, batulanau, serpih, batulempung

gampingan dan batu gamping. Formasi Napu, terdiri dari batupasir, konglomerat,

batulanau dengan sisipan lempung dan gambut, berada dalam lingkungan

pengendapan laut dangkal sampai payau.

Sedimen Plistosen, terdiri dari kerikil, pasir, lanau, lempung hitam, sisipan

batupasir tufaan dan napal.

Batuan berumur Plistosen-Holosen terdiri dari Formasi Pakuli, batu gamping

koral, dan endapan danau. Formasi Pakuli terdiri dari konglomerat dan batupasir,

setempat batu lempung karbonatan, merupakan endapan darat pada lereng

pegunungan yang berbentuk kipas dan teras sungai. Batugamping koral terdiri dari

batugamping koral dan breksi koral dengan cangkang moluska dan napal, terdapat

15
pada lingkungan laut dangkal. Endapan danau terdiri dari pasir, lempung dan kerikil,

sebagian mengeras, terdapat pada cekungan-cekungan terpisah di atas dataran tinggi

daerah Sulawesi Tengah. Alluvium merupakan endapan termuda, berumur Holosen,

terdiri dari lempung, pasir, kerikil dan setempat-setempat terumbu koral, merupakan

endapan sungai, pantai dan rawa.

16
BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Geolistik

Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada

penerapan konsep kelistrikan pada masalah kebumian. Tujuannya adalah untuk

memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan bawah permukaan

terutama kemampuaannya untuk menghantarkan atau menghambat listrik

(konduktivitas atau resistivitas).

Aliran listrik pada suatu formasi batuan terjadi terutama karena adanya fluida

elektrolit pada pori-pori atau rekahan batuan. Oleh karena itu resistivitas suatu

formasi batuan tegantunga pada porositas batuan serta jenis fluida pengisi pori-pori

batuan tersebut. Batuan porous yang berisi air atau air asin tentu lebih konduktif

(resistivitasnya rendah) disbanding batuan yang sama yang pori-porinya hanya berisi

udara (kosong).

Temperature tinggi hanya akan menurunkan resistivitas batuan secara

keseluruhan karena meningkatkan mobilitas ion-ion penghantar muatan listrik pada

fluida yang bersifat elektrolit.

17
3.1.1. Rumus Dasar Listrik

Dalam metode geolistrik ini digunakan definisi-definisi :

V
Resistansi : R (ohm) (pers. 3.1)
I

E
Resistivitas : (m) (pers. 3.2)
J

1
Konduktivitas : (m)-1 (pers. 3.3)

Dengan: V = potensial listrik (volt)

I = kuat arus (ampere)

E = medan listrik (N/C)

J = rapat arus listrik (A/m2)

Untuk sebuah silinder konduktor dengan resistivitas , panjang L dan luas

penampang A, maka hambatannya adalah:

L
R (ohm) (pers. 3.4)
A

Gambar 3.1. Penampang silinder konduktor

18
3.1.2 Sifat Kelistrikan Batuan

Aliran arus listrik didalam batuan atau mineral dapat digolongkan menjadi

tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik dan

konduksi secara dielektrik. Konduksi elektronik terjadi jika batuan atau mineral

mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan

tersebut oleh elektron-elektron bebas. Konduksi elektrolitik terjadi jika batuan atau

mineral bersifat porus dan pori-pori tersebut terisi oleh cairan-cairan elektrolitik. Pada

konduksi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit. Sedang konduksi dielektrik

terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik yatiu

terjadi polarisasi saat bahan dialiri arus listrik.

Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan/mineral digolongkan menjadi

tiga macam, yaitu: konduktor baik (10-8 < < 1) m, konduktor pertengahan (1 <

< 107) m, dan isolator ( > 107) m.

3.1.3 Aliran Listrik dalam Bumi

Pembahasan mengenai aliran listrik di dalam bumi didasarkan pada asumsi

bahwa bumi merupakan medium homogen isotropik. Disini akan kita amati potensial

listrik disekitar titik arus di dalam bumi dan di permukaan bumi.

Tinjau suatu medium homogen isotropis. Jika medium tersebut dialiri arus

listrik searah I (karena diberi medan listrik E), maka elemen arus I yang melalui

elemen luas A dengan kerapatan arus J adalah :

19
I j A .................................. (pers. 3.5)

Menurut hukum Ohm : J E dan E V , jika didalam medium tidak ada arus

yang mengalir maka J.dA J dV 0


S S
sehingga J (V 0 yang

dikenal sebagai hukum kekekalan muatan atau dapat ditulis menjadi 2 V 0 yang

merupakan persamaan Laplace.

Dalam koordinat bola operator Laplacian berbentuk :

1 2 V 1 V 1 2V
2V r sin 0 (pers. 3.6)
r 2 r r r 2 sin r 2 sin 2 2

Dengan asumsi bumi bersifat homogen isotropis, maka persamaan tersebut

2 V 2 V
dapat disederhanakan menjadi : 0 .. (pers. 3.7)
r 2 r r

Sehingga penyelesaian dari persamaan Laplace ini adalah :

C1
V(r) C2 . .. (pers. 3.8)
r

Dengan C1 dan C2 konstanta sembarang. Nilai kedua konstanta tersebut ditentukan

dengan menerapkan syarat batas yang harus dipenuhi potensial V(r) yaitu pada r =

C1
(jarak yang sangat jauh), V() = 0 sehingga C2 = 0 dan V(r) .
r

20
3.1.4 Distribusi Arus Listrik

A. Titik Arus di dalam Bumi

Arus listrik keluar secara radial dari titik arus dengan jumlah arus yang keluar

melalui permukaan bola dengan jari-jari r adalah :

V
I 4 r 2 r J atau I 4 r 2 4 C1 . (pers. 3.9)
r

Sehingga

I I V
C1 , V(r) dan 4 r (pers.3.10)
4 4 r I

B. Titik arus di permukaan bumi

Untuk titik arus di permukaan maka besarnya arus I adalah sama dengan luas

I V
setengah bola yaitu 2 r 2 sehingga : V(r) atau 2 r . (pers.3.11)
2 r I

C. Dua titik arus yang berlawanan polaritasnya di permukaan bumi.

Beda potensial yang terjadi antara elektroda MN yang diakibatkan oleh injeksi

arus pada elektroda AB adalah :

I 1 1 1 1
V VM VN atau

2 AM BM AN BN

1
1 1 1 1 V
2
AM BM AN BN I

V
atau K ................................................ (pers. 3.12)
I

21
1
1 1 1 1
dengan K 2
AM BM AN BN

yang merupakan koreksi konfigurasi elektroda potensial dan arus.

3.1.5 Konfigurasi Pengambilan Data

A. kongfigurasu elektroda Wenner-Schlumberger

Untuk konfigurasi wener-Schlumberger, pemasangan elektrodanya adalah :

Gambar 3.2

Gambar Metode Wenner-Schlumberger

V
Sehingga S K S
I

KS

L2 l 2
dengan ........ (pers. 3.13)
2l
Berikut Gambar yang menunjukkan harga Tahanan Jenis (Resistivitas) dari Batuan,

Mineral dan Air dalam bumi (Gambar 2.3

22
Tabel 2.1

Harga Tahanan Jenis Dari Lapisan (Takeda K., 1985)

Lapisan (Ohm meter)

Air permukaan 80-200

Air tanah 30-100

Aluvium-Diluvium

a. silt-lempung 10-200

b. pasir 100-600

c. pasir dan kerikil 100-1000

Neo tersier

a. batu lumpur 20-200

b. batu pasir 50-500

c. konglomerat 100-500

d. tufa 20-200

Kelompok andesit 100-2000

Kelompok granit 1000-2000

Kelompok hert,slate 200-2000

23
Tabel 2.2 Tahanan Jenis beberapa batuan, Mineral dan Air dalam Bumi (Loke,
2004)

3.2. ANDESIT

3.2.1. Proses Terbentuknya Andesit

Batuan andesit terbentuk dari batuan lelehan diorit karena terbentuknya oleh

lelehan diorit maka komposisi mineralnya seperti diorit. nama batuan anesit dikambil

dari nama pegunungn andes karena batuan ini banyak ditemukan dipegunungan

andes.

Andesit adalah abu-abu untuk batu vulkanik yang hitam dengan antara sekitar

52 dan berat 63 persen silika (SiO2). Andesites khas untuk kubah lava dan

24
stratovolcano.Andesit adalah batuan beku, gunung berapi, menengah komposisi,

mengandung antara sekitar 52 dan berat 63% silika (SiO2).

Andesites berisi kristal yang terdiri terutama dari plagioclase feldspar dan satu atau

lebih dari piroksen mineral (clinopyroxene dan orthopyroxene) dan jumlah

hornblende. Di ujung bawah kisaran silika, andesit lava mungkin juga mengandung

olivin. Andesit magma sering meletus dari stratovolcano sebagai aliran lava tebal,

beberapa mencapai beberapa km panjang. Andesit magma juga dapat menghasilkan

letusan kuat untuk membentuk piroklastik dan lonjakan dan kolom letusan besar.

Andesites meletus pada suhu antara 900 dan 1100 C.

Andesit dapat dianggap sebagai ekuivalen ekstrusi diorite plutonik. Andesites

ini merupakan karakteristik dari subduksi tektonik lingkungan di margin Samudera

yang aktif, seperti pantai barat Amerika Selatan. Nama andesit berasal dari

Pegunungan Andes.

Andesit adalah batu yang khas di Semenanjung gunung berapi Methana dan di

pulau Nisyros. Kebanyakan kubah lava di Methana terdiri dari batu andesit. Menarik

adalah fenomena magma pencampuran-yang dianggap kekuatan pendorong dalam

banyak letusan di mana lava andesit relatif dingin terlibat: juga campur tangan dalam

seperti kamar magma memanaskan reaksi magma dan kimia mengaktifkan seperti

magma. Hasil mungkin sebuah kubah lava seperti Merapi (Indonesia) atau

Montserrat.

25
.

26
Lampiran 1.

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Jenis Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Studi Literatur

2 Observasi

3 Pengumpulan Data

4 Pengolahan Data

5 Pembuatan Laporan

27
lampiran 2.

Rencana Daftar Pustaka

1. Flate H, Interpretation of Geotechnical Resistivity Measurement for Solving


Geological Problem. Proceedings Mining and Groundwater
Geophysics, Ottawa, Canada, 1967.

2. Heshmatbehzadi K., Shababpour J., 2010, Metalogeny of Manganese &


Ferromanganese Ore in Baft Ophiolitic Melange, Kerman-
Iran,Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 4(2): 302-313.

3. Karyanto, & Dzakwan A. 2005. Pelatihan aplikasi metode geolistrik tahanan


jenis untuk pencarian air tanah di kecamatan Tanjung Bintang
Kabupaten Lampung Selatan, Pengabdian masyarakat program
IPTEKS, Jurusan Fisika Universitas Lampung

4. Mac Donald, Great Yogyakarta Eksplortion of Groundwater, 1984.

5. Ngadimin & Handayani G. 2001. Aplikasi metode geolistrik. JMS, 6 (1): 43


53

6. Rustadi & Zaenudin A. 2003. Penerapan metode geolistrik tahanan jenis,


Laporan Penelitian Dosen Muda, Jurusan Fisika Universitas
Lampung

7. Wells, E.H., 1918, Manganese in New Mexico, Bulletin no 2, The New


Mexico State School of Mines,Mineral Resources Survey, Saccoro,
New Mexico, 85 pages.

8. Zubaidah T, Kanata B, & Arumdat I N. 2005. Pemanfaatan metode Geolistrik


untuk penentuan sumber anomali geomagnet di kota Mataram NTB. J
Teknologi, 3: 230-237

9. Zubaidah T, Kanata, B. 2008. Pemodelan Fisika Aplikasi Metode Geolistrik


Konfigurasi Wenner Schlumberger Untuk Investigasi Keberadaan Air
Tanah. J Teknik Elektro, 7 (1): 20-24

28
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal kerja prakte ini yang rencana

pengambilan data dilakukan di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan

Penyusunan propsal penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah

satu persyaratan kurikulum strata I pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas

Teknik Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar.

Melalui laporan penelitian ini, dengan segala hormat penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan

dukungan baik moril maupun materi, terutama kepada :

1. Bapak Andi Ilham Samanlangi, ST, MT. Dekan Fakultas Teknik Universitas

Veteran Republik Indonesia sekaligus sebagai pembimbing terima kasih atas

bimbingan yang diberikan dalam penyusunan proposal ini.

2. Ibu Enni Tri Mahyuni,ST.MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan Universitas

Veteran Republik Indonesia Makassar.

3. Seluruh Dosen pengajar dan staf pegawai Fakultas Teknik yang selalu membantu

dan memberikan yang terbaik bagi kami.

4. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, Kakakku serta seluruh keluarga yang telah

memberikan bantuan baik moril maupun materi.

29
5. Seluruh mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan angkatan 2010, teman teman

GM, Serta kawan- kawan Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan (HMTP)

Uvri Makassar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini, masih banyak

kekurangan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis. oleh karena itu, dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca

yang sifatnya membangun.

Makassar, Desember 2013

Penulis

DIAN TRI PUTRA

30
DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar 1.1 Alat Geolistrik.. .

Gambar 2.1 Penampang silinder konduktor .

Gambar 2.2 Metode Wenner-Schlumberger ...... ..

31
DAFTAR TABEL

Table

Tabel 2.1 Harga Tahanan Jenis Dari Lapisan (Takeda K., 1985)

Tabel 2.2 Tahanan Jenis beberapa batuan,

Mineral dan Air dalam Bumi (Loke, 2004)

32
RENCANA PENGAMBILAN DATA

a. DATA PRIMER

1. PANJANG LINTASAN

2. KOORDINAT LOKASI PENGAMATAN

3. DATA GEOLISTRIK (KUAT ARUS(I) DAN TEGANGAN(V))

4. PENGUKURAN SLOPE

b. DATA SEKUNDER

1. GEOLOGI REGIONAL

33

You might also like