You are on page 1of 5

Industri mebel rotan yang berkembang pesat di Cirebon, Jogyakarta, Solo, dan Surabaya hampir

sebagian besarnya, terutama untuk rotan berukuran besar, dipasok dari Sulteng. Bahkan 80
persen dari total produksi rotan alam Indonesia berasal dari daerah ini.

Tercatat, ada 38 jenis rotan di Sulawesi Tengah yang secara potensial dapat dimanfaatkan,
meski saat ini baru sekitar tujuh jenis yang telah dikomersilkan. Diantaranya rotan lambang
(Calamus sp), rotan batang (Daemonorops inops Werb), rotan tohiti (Calamus simpisipus), rotan
merah (Calamus panayuga Becc), rotan ronti (Calamus axilais), rotan susu (Calamus sp) dan rotan
umbul (Calamus shympsipus).

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, produksi rotan Sulawesi Tengah
yang berasal dari delapan kabupaten/kota mencapai 19.697,31 ton. Wilayah tersebut adalah
Kota Palu, Kabupaten Donggala, Parimo, Poso, Tojo Unauna, Banggai, Morowali dan Buol. Palu
sendiri tercatat sebagai pusat produksi rotan terbesar yaitu sekitar 8.428,3780 ton.

Meski Sulawesi Tengah dikenal sebagai sentra rotan alami, namun faktanya industri rotan di
Palu justru sedang lesu. Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) Palu, Efendi
menyebutkan pemicunya adalah Peraturan Menteri Perdagangan no. 35/2011 tentang
pelarangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi.

http://www.mongabay.co.id/2015/04/04/perlahan-produksi-rotan-alam-di-sulawesi-tengah-
terpinggirkan/

Produksi kopi di JawaTimur setiap tahunnya cukup tinggi, yakni 56 ribu ton pada 2012 silam. Tahun
ini, ditargetkan produksi meningkat menjadi 58 ribu ton. Namun, besarnya produksi kopi Jatim
rupanya belum sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat yang masih rendah, yakni 3
ons/kapita/tahun. Jika dikalkulasikan dengan asumsi 3 ons/kapita/tahun, maka total kebutuhan tak
lebih dari 10 ribu ton per tahun.

Karena konsumsi kopi masyarakat Jatim masih rendah, maka banyak kopi lokal kita yang di ekspor
keluar, kata Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Moch Samsul Arifien saat dikonfirmasi, Rabu (17/7).

Menurut dia, kopi dari Jatim memiliki kualitas yang bagus dan cukup terkenal. Hal ini yang
menyebabkan banyak kopi dari luar Jatim, namun pengiriman ekspor kopi dilakukan bersama dengan
kopi asal Jatim. Namun, lanjut dia, yang sangat disayangkan ekpor masih banyak dilakukan dalam
bentuk biji.

http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/36098

Lima Provinsi Penghasil Kopi Terbesar di Indonesia

5 Provinsi Produksi Kopi Terbesar di Indonesia (ribu ton)


Tahun 2008-2013

2008 2009 2010 2011 2012 2013*


Sumatera Selatan 155,40 131,60 138,40 127,40 144,88 143,33
Lampung 140,10 145,20 145,00 144,50 136,17 134,72
Sumatera Utara 54,90 54,40 55,80 56,80 58,61 57,98
Aceh 47,80 50,20 47,70 52,30 54,90 54,31
Jawa Timur 51,60 54,00 56,20 37,40 54,91 54,19
Indonesia 698,00 682,50 686,90 638,60 698,89 691,16
Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah

Berdasarkan data diatas baik diagram maupun rincian data, provinsi terbesar yang
memproduksi kopi di Indonesia ada pada pulau Sumatera. Sumatera Selatan berada pada
posisi pertama dengan total produksi sebesar 144,88 (ribu ton) pada tahun 2012. Lampung,
Sumatera Utara dan Aceh pun menjadi pendorong Pulau Sumatera sebagai pulau penghasil
kopi terbesar di Indonesia. Di Pulau Jawa provinsi yang masuk dalam 5 provinsi penghasil
kopi terbesar ada pada provinsi Jawa Timur dengan total produksi 54,91 (ribu ton) pada tahun
2012. Kekayaan alam berupa kopi ini sudah seharusnya memperoleh perhatian khusus karena
kopi yang tumbuh subur dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi di Indonesia ini bila
dikembangkan serta di jadikan sebagai komoditi ekspor, maka dapat membuat pertumbuhan
ekonomi menjadi lebih baik.

Kebutuhan Kopi
Sebagai negara produsen, Ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan
produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Negara tujuan ekspor adalah negara-negara
konsumer tradisional seperti USA, negara-negara Eropa dan Jepang. Seiring dengan
kemajuan dan perkembangan zaman, telah terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan
gaya hidup masyarakat Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi
kopi. Oleh karena itu, secara nasional perlu dijaga keseimbangan dalam pemenuhan
kebutuhan kopi terhadap aspek pasar luar negeri (ekspor) dan dalam negeri (konsumsi kopi)
dengan menjaga dan meningkatkan produksi kopi nasional.

Konsumsi Rumah Tangga Komoditas Kopi Bubuk/Biji


Tahun 2010-2014

Tahun Perkapita (Kg/Th) Total (Ton/Th)


2010 1.288 307.212
2011 1.366 330.559
2012 1.064 261.132
2013* 1.371 341.130
2014** 1.371 345.718
Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah
http://jombikampus.blogspot.co.id/2015/03/potensi-kopi-di-indonesia.html

Daya tarik kopi yang membius banyak warga di negara-negara lain ternyata masih dipandang sebelah
mata.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menyebut konsumsi kopi masyarakat Indonesia rata-rata baru 1,2
kilogram (kg)/kapita/ tahun. Bandingkan dengan Amerika Serikat (AS) yang konsumsi rata-ratanya
mencapai 4,3 kg/ kapita/tahun.
Jepang yang juga salah satu negara pengimpor kopi dari Indonesia mengonsumsi rata-rata 3,4
kg/kapita/tahun. Konsumsi masyarakat Finlandia bahkan mencapai rata-rata 11,4 kg/kapita/tahun.
Dengan konsumsi kopi yang tergolong rendah, potensi pengembangan pasar di dalam negeri masih relatif
besar. "Pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri memiliki prospek sangat baik mengingat
konsumsi kopi masyarakat Indonesia rata-rata baru mencapai 1,2 kilogram per kapita per tahun," ujar
Hidayat saat membuka pameran dan seminar Kopi Nusantara 2013, di Gedung Kementerian Perindustrian,
Jakarta, kemarin.

http://www.kemenperin.go.id/artikel/6619/Kopi-Cari-Lebih-Banyak-Pecandu

Kebutuhan Cengkeh Dalam


Negeri 110.000 Ton Per
Tahun, 93% Diserap Pabrik
Rokok, Sisanya untuk Ini
http://surabaya.tribunnews.com/2016/04/22/kebutuhan-cengkeh-dalam-negeri-110000-ton-per-
tahun-93-diserap-pabrik-rokok-sisanya-untuk-ini?page=2

Malang (Antara Jatim) - Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkih Indonesia (APCI) I
Ketut Budiman menyatakan produksi cengkih di Tanah Air pada 2016 cukup menjanjikan
dan sangat baik, sehingga kebutuhan bahan baku industri rokok akan terpenuhi.

"Produksi cengkih di Indonesia tahun ini diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan


serapan konsumsi untuk industri rokok yang berkisar antara 80 ribu sampai 90 ribu ton
per tahun. Seperti kita ketahui, serapan utama produksi cengkih di Tanah Air adalah
pabrik rokok, bahkan angka serapan hingga mencapai 90 persen lebih," kata Budiman
dalam rilisnya yang diterima Antara di Malang, Selasa malam.

Lebih lanjut, Budiman mengatakan kualitas cengkih di Indonesia sangat bagus dan tidak
banyak riwayat gagal panennya, kecuali pada tahun 2011, dimana Indonesia hanya bisa
memproduksi sekitar 30 persen dari kebutuhan cengkeh nasional.

Saat itu, katanya, APCI meminta Kementerian Perdagangan untuk mengimpor cengkeh.
Namun sayang, di luar negeri pun saat itu masih kekurangan pasokan, sehingga di
Indonesia kekurangan. "Kami tidak ingin kejadian (kasus) seperti itu terulang lagi di masa
mendatang," ujarnya.

Pada tahun ini, katanya, produksi cengkeh di Indonesia diperkirakan akan sangat baik,
sehingga kebutuhan industri rokok akan terpenuhi tanpa harus impor. Hanya saja, sampai
saat ini industri rokok masih mengandalkan cengkeh-cengkeh kualitas tinggi dari Jawa,
Bali, Aceh, Sulawesi, dan Maluku.

Sementara itu, salah seorang petani cengkeh dari Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali,
Made Wardana, mengatakan panen cengkeh di wilayah Buleleng termasuk bagus. Curah
hujan di wilayah itu cukup besar, sehingga panen di tahun 2016 tak akan terkendala.

Made juga meyakini jumlah panen pada tahun ini tidak akan jauh berbeda dengan tahun
sebelumnya, yakni sekitar 2 ton per tahun. "Cengkeh tahun ini sama seperti tahun
sebelumnya, agak kecil-kecil ukurannya, namun tak mengganggu jumlah target produksi.
Dan, itu masih wajar," katanya.

Staf dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Buleleng, Bali I Gusti Agung Made Adyana,
menambahkan saat ini ada 7.000 hektare lahan cengkeh di Buleleng dengan populasi 80
100 pohon yang rata-rata usianya di atas 15 tahun.

Buleleng dikenal dengan panen rayanya setiap 3-4 tahun sekali dan dicatat sebagai
produksi cengkeh paling tinggi. "Kami berkomitmen untuk menjaga produksi cengkeh
dengan cara memberikan pelatihan dan berbagai informasi mengenai cengkeh kepada
para petani," kata I Gusati Agung Made Adyana.(*)

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/171643/sekjen-apci-produksi-cengkih-2016-menjanjikan

Jatim Newsroom Sebagai lumbung pangan nasional, Jawa Timur telah mencapai surplus beras dan jagung.
Namun komoditi kedelai masih mengalami minus sehingga dipenuhi dari impor. Kendati menjadi lumbung
pangan, konsumsi beras masyarakat Jatim kini terus mengalami penurunan mencapai 88 kg per kapita per tahun.
Konsumsi beras nasional masih 114 kg per kapita per tahun. Konsumsi beras di Jatim sendiri sebesar 91,26 kg
per kapita per tahun, bahkan ada kecenderungan turun menjadi 88 kg per kapita per tahun. Ini berarti
diversifikasi pangan berhasil, kata Gubernur Jatim, Soekarwo. Menurutnya, dengan konsumsi beras yang
menurun, maka surplus beras Jatim semakin besar. Surplus beras kita kirim ke provinsi lain yang
membutuhkan. Ketersediaan beras di Jatim sebesar 8,485 juta ton, dengan kebutuhan beras sebesar 3,545 juta
ton, sehingga surplus 4,94 juta ton. Surplus ini mampu mencukupi kebutuhan penduduk Indonesia sebanyak
43,3 juta jiwa, ungkapnya. Sementara produksi jagung di Jatim sebanyak 6,038 juta ton dengan rincian, untuk
konsumsi 171.706 ton dan pakan ternak 2,462 juta ton sehingga surplus 3,403 juta ton. Untuk produksi kedelai
di Jatim sebanyak 350.066 ton, dan konsumsi 397.022 ton, sehingga defisit 46.956 ton. Untuk kedelai kami
memang defisit, tapi 39 persen produk kedelai nasional berasal dari Jatim, jadi secara keseluruhan kondisi
pangan kita bagus. Kedelai kita minus karena warga Jatim banyak yang mengkonsumsi kedelai. Orang Jawa
Timur khususnya di Surabaya ini makannya gak lengkap kalau gak ada iwak (lauk) tahu dan iwak (lauk)
tempe, kata Soekarwo. Untuk bisa memenuhi swasemada kedelai, Pemprov Jatim akan mengarahkan sentra
produksi di wilayah pantai utara, yakni Ngawi, Tuban, Lamongan, Bojonegro, dan Gresik. Namun sebelum itu
dilakukan, pihaknya akan mengeruk terlebih dahulu Plangwot Sedayu lawas hingga mencapai 1.400 meter kubik
per detik. Kalau Bengawan Solo tidak banjir, produksi kedelai Jatim bisa mencapai 480 ribu ton. Kalau
sekarang minus, nanti bisa kelebihan sampai 60 ribu ton, ujarnya. Untuk komoditi lain, Jatim surplus daging
sapi dan bahkan bisa memasok 22 persen kebutuhan nasional. Untuk konsumsi telur ayam secara nasional, kata
Pakde Karwo, Jatim juga memberikan kontribusi mencapai 25 persen. Sedangkan produksi susu Jatim mencapai
53 persen dari produksi nasional. (afr)
Views 81
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/konsumsi-beras-masyarakat-jatim-88-kg-per-kapita-
per-tahun

You might also like