You are on page 1of 13

Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu daerah yang sangat

potensial dilihat dari segi sumber daya alam maupun sumber daya
manusia dengan jumlah penduduk sebanyak 2.175.808 jiwa (sesuai
data Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara tahun 2007).
(http://www.sulutprov.go.id/kekayaan-alam.html)

Sulawesi atau Pulau Sulawesi (atau sebutan lama dalam bahasa Inggris: Celebes) adalah
sebuah pulau dalam wilayah Indonesia yang terletak di antara Pulau Kalimantan di sebelah
barat dan Kepulauan Maluku di sebelah timur. Dengan luas wilayah sebesar 174.600 km,
Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-11 di dunia. Di Indonesia hanya luas
Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Papua sajalah yang lebih luas wilayahnya daripada
Pulau Sulawesi, sementara dari segi populasi hanya Pulau Jawa dan Sumatera sajalah yang
lebih besar populasinya daripada Sulawesi.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi

Secara umum masyarakat Sulawesi adalah masyarakat agraris yang menggantungkan hidupnya dari hasil
pertanian dan perkebunan. Hasil pertanian utama di Sulawesi adalah padi, jagung dan kacang-kacangan.
Sedangkan hasil perkebunannya adalah kopi, cengkeh, coklat, kelapa dan vanili. Masyarakat Sulawesi,
khususnya di daerah pesisir, juga terkenal sebagai nelayan-nelayan yang handal. Hasil utama dari sektor
kelautan di Sulawesi Selatan adalah beragam jenis ikan, udang, serta rumput laut. Pengembangan usaha
pertanian, perkebunan dan kelautan di Sulawesi terbilang cukup maju. Namun terdapat dua kendala besar yang
dihadapi di wilayah ini, yakni peningkatan produksi dan pemasaran.

http://www.palugate.com/in/investasi/peluang-investasi-di-sulawesi-tengah/regional-sulawesi.html

Menjadi provinsi termuda di Indonesia ternyata tidak membuat Provinsi Gorontalo


kalah bersaing dengan daerah lain. Terletak di bagian utara Pulau Sulawesi, provinsi
ke-32 ini memiliki luas wilayah sekitar 12.215,44 km 2 dengan jumlah penduduk
sebanyak 1.038.585 jiwa (data sensus penduduk 2010 silam).
Berbatasan langsung dengan laut Sulawesi di bagian utara, Provinsi Sulawesi Utara
di sebelah timur, Sulawesi Tengah di sisi barat, serta Teluk Tomini di bagian selatan,
secara administratif Provinsi Gorontalo membawahi 5 wilayah kabupaten, 1
kotamadya, 75 kecamatan, 523 desa, dan 69 kelurahan (data tersebut terus
mengalami perubahan seiring dengan adanya pemekaran daerah di Provinsi
Gorontalo).
Terletak di bagian utara Pulau Sulawesi, wilayah Gorontalo menjadi salah satu
provinsi yang memiliki potensi sumber daya alam cukup melimpah. Lokasinya yang
sangat strategis (berada pada mulut Lautan Pasifik yang menghadap langsung ke
Negara Korea, Jepang, dan Amerika Latin, memberikan keuntungan tersendiri bagi
masyarakat Gorontalo. Sehingga tidak heran bila potensi bisnis di Daerah Gorontalo
bisa berkembang cukup signifikan.
Lalu, kira-kira potensi sumber daya alam apa saja yang bisa kita gali dari Provinsi
Gorontalo? Berikut informasi selengkapnya.
Potensi Hasil Hutan
Memiliki potensi lahan seluas 824.668 Ha yang terbagi menjadi 24,81% hutan
lindung, 51,34% hutan produksi, dan selebihnya adalah hutan konversi. Menjadikan
Daerah Gorontalo sebagai salah satu provinsi di Pulau Sulawesi yang cukup
prospektif untuk dikembangkan potensi hutannya. Beberapa jenis hasil hutan seperti
kayu jati, rotan, dan damar, sekarang ini mulai dimanfaatkan masyarakat setempat
sebagai bahan baku industri meubel, industri damar, serta dijadikan sebagai salah
satu tempat yang strategis untuk membudidayakan lebah madu. Selain itu, potensi
hutan di Gorontalo juga dimanfaatkan sebagai objek wisata alam yang menawarkan
keindahan dan keasrian hutan bagi para pengunjungnya.
Potensi Perkebunan
Disamping memiliki potensi hasil hutan yang cukup berlimpah, Provinsi Gorontalo
juga memiliki potensi hasil perkebunan yang tak kalah hebat. Berdasarkan sumber
yang kami dapatkan, hasil tanaman perkebunan di Gorontalo yang cukup
mendominasi adalah tanaman kelapa (sebesar 58.804 ton), tanaman kakao
(sebesar 3.669 ton), tanaman kopi dengan hasil 929 ton, dan sisanya adalah
tanaman cengkeh, pala, jambu, kacang mete, jagung, serta ubi kayu.
Potensi perikanan dan kelautan

Memiliki luas perairan yang cukup besar yakni sepanjang 270 kilometer di bagian
utara dan 320 kilometer di sebelah selatan, Gorontalo merupakan salah satu daerah
di Indonesia yang memiliki potensi perikanan dan kelautan cukup melimpah. Tiga
daerah perairan yang menjadi sentra penghasil sumber daya perikanan antara lain
Teluk Tomini, Laut Sulawesi, dan Zone Ekonomi Eksklusif Laut Sulawesi.
Setidaknya sektor perikanan tangkap di Gorontalo bisa memproduksi 37.036 ton/
tahunnya, budidaya laut menghasilkan 5.648,3 ton/tahun, budidaya air payau
sebesar 1.553,2 ton/tahun, serta ditambah dengan budidaya ikan air tawar yang
terus mengalami peningkatan hingga mampu menghasilkan 928,6 ton/tahun.
https://bisnisukm.com/potensi-sumber-daya-alam-di-provinsi-gorontalo.html

Sindonews.com - Komiditas garam asal Sulawesi Selatan (Sulsel) masih sulit bersaing
dengan produksi garam asal luar negeri. Padahal, produksi garam di daerah ini cukup
melimpah.

Staff Bidang Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Dinas Perikanan Sulawesi Selatan,
Zainal mengungkapkan, rendahnya mutu garam Sulsel karena pengelolaannya yang masih
bersifat tradisional. Akibatnya, kandungan kadar NaCl cukup rendah di bawah 80.
Sementara garam yang banyak dibutuhkan oleh industri kadar NaCl disyaratkan di atas 95.

Kami sudah mencoba mengajarkan petani cara meningkatkan kadar NaCl tapi mereka tidak
mau juga melaksanakan. Ini hambatan yang kita temui saat ini, kata Zainal, Jumat
(7/2/2014).
Menurut Zainal, masyarakat masih senang menggunakan metode lama yang hanya
membutuhkan waktu 4 hari, panen sudah bisa dilakukan. Sementara dengan perlakuan
khusus untuk meningkatkan kadar NaCl membutuhkan waktu 10 hari.

Diketahui, pada 2011, produksi garam SulSel sebesar 153 ribu ton dengan nilai Rp76,8
miliar. Sementara di 2012, meningkat menjadi 180 ribu ton dengan nilai Rp90 miliar. Daerah
penghasil garam masih tiga kabupaten yakni Jeneponto, Takalar, dan Pangkep.

Zainal melanjutkan, setiap tahun untuk garam industri dibutuhkan sekitar 2,6 juta ton dengan
tujuan pulau jawa. Sayangnya kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi. Selama ini Sulsel hanya
mengirim ke Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Kalimantan dengan harga cukup murah
antara Rp500 sampai Rp1.000 per kilo gram.

Petani garam juga butuh perhatian pemerintah kabupaten. Selama ini mereka seolah-olah
tidak mendukung pengembangan garam. Tidak ada bantuan dana untuk membina para
petani garam, ungkapnya.

Anggota DPRD Sulawesi Selatan, Aerin Nizar mengatakan, komoditi garam di Sulsel
memang belum menjadi komoditi unggulan. Karena dalam rencana pembangunan jangka
menengah daerah hanya disebutkan target komoditi rumput laut, udang, dan ikan hasil
olahan.

Menurut Aerin, agar pemerintah dan DPRD bisa memikirkan masa depan pengembangan
industri garam di Sulse, dinas perikanan juga harus memiliki target yang jelas.

https://ekbis.sindonews.com/read/833731/34/garam-sulsel-sulit-bersaing-dengan-impor-
1391762931

MAKASSAR - Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun ini menargetkan mampu memproduksi


garam sebanyak 85.363 ton demi mengejar target sebagai provinsi penopang swasembada
garam nasional.

Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Perikanan Tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan
(DPK) Sulsel Nasir Mallawi mengatakan, jika mengacu pada target awal 2014 sebesar
42.565 ton sementara realisasi yang dicapai sebesar 93.114 ton, maka tahun ini target
dinaikkan 100% lebih menjadi 85 ribu ton lebih yang ditopang dengan luas lahan potensi
mencapai 1.953 hektar (ha).

Lahan tersebut tersebar di empat kabupaten, yakni Selayar, Jeneponto, Takalar, dan
Pangkep. "Target tahun lalu bisa terlampaui, karena didukung dengan kondisi curah hujan di
empat kabupaten yang berlangsung tidak terlalu lama. Untuk itu, tahun ini diharapkan target
dapat terlampaui dengan kenaikan sekitar 15%," ujarnya, Senin (9/3/2015).

Sehingga, kata dia, peluang untuk mewujudkan Sulsel penopang garam nasional dapat
terwujud, sebab tren dua tahun terakhir hasil produksi meningkat signifikan.

Masih dijelaskan Nasir, kebutuhan masyarakat Sulsel tidak sebesar kebutuhan di pulau
Jawa, karena kebanyakan hanya untuk konsumsi rumah tangga. Sedangkan, industri cukup
kecil berbeda dengan pulau Jawa sehingga Sulsel dapat memenuhi kebutuhan daerah ,
baru kemudian ini di distribusikan ke daerah lain.

Terpisah, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sulsel Abdul Latif memaparkan, Sulsel
cukup berpotensi dalam produksi garam, namun sejauh ini masih sangat terbatas, sehingga
dibutuhkan penambahan area produksi.

"Kalau dulu Jeneponto kan banyak penghasil garam, bahkan dulu di Makassar juga, tapi
seiring waktu lahannya tergerus atau berubah manfaatnya," tandasnya

https://ekbis.sindonews.com/read/974199/34/sulsel-targetkan-produksi-garam-85-ribu-ton-
1425906171

Makassar (ANTARA News) - Semewah apapun masakan yang dibuat, tak dapat
dijamin nikmat jika tidak diberi garam.

Hal itulah yang kemudian menginspirasi munculnya pepatah yang menggunakan


kata garam yakni "bagaikan sayur tak bergaram".

Menyebut kata garam, maka dibenak orang Sulsel akan terbayang satu daerah
produsen garam terbesar yang berada di selatan Kota Makassar yakni
Kabupaten Jeneponto.

Daerah yang berlokasi sekitar 70 kilometer dari Kota Makassar, terkenal memiliki
lahan pembuatan garam yang cukup luas.

Sementara posisinya di sekitar pantai, sangat mendukung lahan tandus daerah


yang berjulukan "butta turatea" ini, sebagai lahan tambak garam.

Selain Kabupaten Jeneponto sebagai daerah produsen garam, Kabupaten


Pangkep di sekitar kawasan Desa Bungung Cindea, Kecamatan Bungoro,
Kabupaten Pangkep juga sebagai produsen garam.

Kedua daerah itulah yang memenuhi kebutuhan masyarakat Sulsel dan daerah
sekitarnya, termasuk masyarakat yang berada di pulau-pulau di kawasan
perairan Sulawesi.

"Sebelum ada pabrik pengelolaan garam beriodium, bunga garam yang dipanen
dikelola secara tradisional saja sebelum di pasarkan," kata salah seorang
pengusaha garam di Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Sulsel Sangkala
Junaedo.

Namun dipenghujung 2000, lanjut dia, garam yang berasal dari lahan tambak
sendiri maupun dari petambak garam lainnya, sudah dikelola lebih modern dan
mendapatkan campuran iodium sesuai anjuran Dinas Kesehatan setempat.

Mengenai perbandingan harga garam nonidoium dan beriodium, dia


mengatakan, hanya sekitar Rp300 per liter, namun masyarakat kini lebih memilih
garam beriodium meskipun sedikit lebih mahal.

Adanya dua daerah produsen garam di Sulsel, menyebabkan penenuhan


konsumsi garam di daerah ini relatif baik, karena tidak perlu mendatangkan
garam dari daerah lain.

Selain itu, juga harganya relatif masih terjangkau bagi masyarakat ekonomi
lemah, karena garam yang dipasarkan dikemas dalam berbagai ukuran dengan
harga bervariasi mulai dari Rp500 per bungkus hingga Rp5.000 per bungkus.

Hal tersebut diakui salah seorang ibu rumah tangga di Makassar Sitti Rabiati.

Dia mengatakan, meskipun hanya sedikit yang dipakai per hari, namun garam
menjadi kebutuhan pokok untuk melengkapi hidangan makanan sehari-hari.

"Garam merupakan kebutuhan dalam jumlah sedikit, tapi sangat diperlukan,


karena tanpa garam semua terasa hambar," katanya.

http://makassar.antaranews.com/berita/31538/lipsus--garam-sedikit-tapi-perlu

[MAKASSAR - 27 Desember 2015] Demi memacu pertumbuhan ekonomi dan


pemerataan informasi mengenai harga kebutuhan barang pokok dan barang strategis. Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya bidang perdagangan dalam negeri melakukan terobosan baru dengan membuat
sistem informasi harga berbasis online.

Upaya ini dilakukan untuk mempermudah masyarakat dan pihak birokrasi mengetahui serta
mengantisipasi lonjakan harga kebutuhan pokok dan barang strategis, terutama bahan
pangan, seperti beras, telur, gula pasir, minyak goreng, cabai, bawang merah dan bawang
putih, serta daging ayam.

Kabid Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi
Selatan, Gemala Faoza S.STP mengatakan, tujuan utama pembuatan aplikasi Sistem
Informasi Harga Berbasis Online adalah mewujudkan informasi yang Up To Date dan
Interkoneksitas antar Provinsi dan Kabupaten Kota.

Menyediakan akses bagi stakeholder, distributor dan masyarakat terkait perkembangan


harga serta menyediakan informasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting
yang Up To Date dan terkoneksi sebagai pendukung pengendalian inflasi.
Selain itu, Ini juga dilakukan guna memonitor perkembangan harga dan ketersediaan bahan
kebutuhan pokok Tahun Baru.

"Sejauh ini, beras, gula pasir, dan minyak goreng tidak ada masalah. Kami saat ini
mencermati harga daging, baik daging sapi maupun daging ayam, Cabe serta telur Ayam.
Untuk persoalan pangan ini, pemerintah rapat dua minggu sekali, serta membentuk Posko
Pengamanan Harga Barang Kebutuhan Pokok" ujarnya.

http://disperindagsulsel.com/news.php?nid=2

Setiap wilayah di muka bumi memiliki keterbatasan dan perbedaan sumber daya alam dan sosial antar
wilayah, termasuk di seluruh kawasan Indonesia. Keterbatasan komoditas sumber daya tersebut
mengakibatkan terjadinya arus perdagangan dalam negeri, baik perdaganganlokal, interinsuler, maupun
antarprovinsi. Jenis komoditas yang diperdagangkan antarpulau di Indonesia meliputi hasil hutan,
pertanian, dan industri. a) Komoditas Hasil Pertanian dan Perkebunan Komoditas hasil pertanian dan
perkebunan yang diperjualbelikan meliputi padi, hasil pertanian hortikultur, gula, tebu, karet, minyak
sawit, padi, palawija, seperti kedelai, jagung, dan ubi. Sebagian besar komoditas hasil pertanian sawah
dan hortikultur, seperti sayuran dan buah-buahan dihasilkan oleh Pulau Jawa dan Sumatra. Selain untuk
memenuhi kebutuhan lokal, produk pertanian dijual ke wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
dan sebagian lagi dijual untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Komoditas kelapa sawit banyak dihasilkan
dari kawasan pantai dan dataran rendah Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi. Bahan mentah industri agraris
tersebut dikirim ke Pulau Jawa untuk diolah menjadi minyak sawit (palm oil), kemudian didistribusikan
kembali ke seluruh wilayah tanah dan sebagian di ekspor ke luar negeri. Beberapa jenis komoditas
perdagangan dalam negeri hasil pertanian lainnya adalah sebagai berikut. Gula tebu dihasilkan dari
Pulau Jawa dan disebarkan ke wilayah-wilayah di tanah air. Kopra dihasilkan dari Sulawesi dan
disalurkan ke beberapa wilayah tanah air, terutama Pulau Jawa untuk kebutuhan industri minyak goreng
dan sabun. Setelah menjadi produk aneka industri, kemudian dijual ke wilayah lain di Indonesia.
Komoditas hasil sektor peternakan, seperti sapi, kuda, dan babi terutama berasal dari Sumatra Utara,
Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara, dan Papua. Sedangkan sapi perah dan unggas terdapat di Pulau
Jawa. Pabrik pengolahan karet pada umumnya terdapat di Pulau Jawa sehingga karet mentah yang
dihasilkan di luar Pulau Jawa pada umumnya dikirim ke Pulau Jawa untuk diolah menjadi produk setengah
jadi dan produk jadi, kemudian disalurkan ke seluruh wilayah tanah air. b) Komoditas Hasil
Hutan Komoditas perdagangan hasil hutan meliputi kayu, getah, dan rotan. Pulau yang menghasilkan
banyak kayu adalah Kalimantan, Sumatra, dan Papua. Jenis kayu yang menjadi andalan pulau-pulau
tersebut antara lain kamper, meranti, kayu ulin, dan eucaliptus. Pangsa pasar utama produk kehutanan dari
pulau-pulau tersebut adalah Pulau Jawa serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor. c) Komoditas Hasil
Pertambangan dan IndustriKomoditas perdagangan hasil pertambangan terutama berasal dari luar
Pulau Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Komoditastersebut dijual ke Pulau Jawa
sebagai bahan baku dan sumber energi untuk keperluan industri atau langsung di ekspor ke luar negeri.

http://wacanapengetahuan.blogspot.co.id/2014/05/komoditas-perdagangan-antardaerah-di.html

Selama ini, tambah Gus Ipul, beberapa kebutuhan pokok banyak yang di ekspor ke
luar provinsi. Seperti telur ayam di kirim ke Sumatera, Banten, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Maluku. Daging sapi dikirim ke DKI Jakarta, NTB, Maluku
Utara dan Papua Barat. untuk Dagang Ayam dikirim ke Jawa Tengah dan Sulawesi
Utara.
Jatim hanya mendatangkan kedelai dan bawang putih dari luar. Lainnya, Jatim yang
mengirim ke luar provinsi. Makanya Jatim menjadi lumbung pangan nasional,
tuturnya seraya menyebut Pemprov Jatim menargetkan kenaikan harga kebutuhan
pokok selama Ramadan dan Lebaran 2017 maksimal hanya naik 10 persen dari
harga biasanya. (Bmw)

http://portaltiga.com/deteksi-kenaikan-harga-saat-ramadhan-2017-pemprov-jatim-luncurkan-
siskaperbapo/

PALU Bulog Sulawesi Tengah menerima pasokan bawang putih sebanyak


14 ton dari Jawa Timur untuk mengamankan dan mengendalikan harga
komoditas tersebut.

Pada Rabu (19/7) kapal yang mengangkut bawang putih dari Jatim sudah
tiba di Pelabuhan Pantoloan yang terletak sekitar 23 km utara Kota Palu,
kata Kepala Bidang Komersial Perum Bulog Sulteng Djabiruddin di Palu,
Jumat (20/7/2017).

Ia mengatakan bahan kebutuhan pokok tersebut sedang dibongkar dan


sebagian sudah masuk ke gudang Bulog.

Menurut dia, dengan kedatangan bawang putih sebanyak itu, semakin


memperkuat ketersediaan di pasaran.

Selain mendatangkan bawang putih, pihaknya juga merencanakan untuk


memasok bawang merah dari Sulawesi Selatan yang merupakan daerah
penghasil pangan terbesar di Pulau Sulawesi.

Kami sedang melakukan negoisasi dengan petani di Kabupaten Enrekang


(Sulsel) soal harga, kata dia.

Djabirudin menjelaskan bawang putih yang didatangkan dari Jatim tersebut


akan didistribusikan ke setiap Rumah Pangan Kita (RPK) mitra Bulog.
Harga pokok penjualan Bulog untuk komoditas bawang putih sebesar
Rp22.500/kg.

Bulog, kata dia, dalam menjual komoditas-komoditas pangan selalu


berdasarkan standar harga yang telah ditetapkan pemerintah, termasuk gula
pasir, minyak goreng dan juga beras.

Sementara Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulteng Abubakar


Almahdali menyambut positif kebijakan Bulog mendatangkan komoditas
bawang dari luar, karena memang sangat dibutuhkan masyarakat.

Ia mengatakan bawang merupakan, salah satu komoditas pangan yang


banyak dibutuhkan masyarakat.

Di satu sisi, bawang putih selama ini tidak bisa dikembangkan petani di
Sulten karena kondisi tanah dan iklim yang tidak cocok.

Kecuali bawang merah, tetapi itupun produksi petani masih belum mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat sehingga harus
didatangkan dari daerah lain.

Ia juga menambahkan kondisi harga pangan di Sulteng selama ini relatif


stabil.

Pemprov Sulteng rutin melakukan pantauan ke pasar tradisional maupun


modern dan stok cukup memadai. Begitu pula harga terkendali. [Ant]

http://www.cendananews.com/2017/07/14-ton-bawang-putih-jatim-masuk-ke-sulawesi-
tengah.html

Palu (ANTARA News) - Pulau Sulawesi ke depan akan menjadi lumbung beras nasional
menggantikan Pulau Jawa yang selama bertahun-tahun hingga kini sebagai penghasil
beras terbesar di tanah air.

"Produksi beras di Pulau Sulawesi setiap tahun terus mengalami peningkatan cukup
menggembirakan," kata Kepala Bulog Sulteng, Damin Hartono di Palu, Selasa.

Ia mengatakan dalam kurun dua tahun ini, produksi beras petani Sulawesi, termasuk di
Sulteng sangat bagus. Itu bisa dilihat dari hasil serapan dari Bulog untuk beras produksi
petani selalu melebihi target yang ditetapkan.

Misalkan pada musim panen 2012, hasil pengadaan di atas 30 ribu ton dari target hanya
25 ribu ton. Sementara pada 2013 ini, realisasi pengadaan sudah mencapai 27 ribu ton
dari target 30 ribu ton.

Selain karena hasil produksi petani meningkat, semakin kecil kegiatan antarpulau beras
dari Sulteng keluar seperti Sulut dan Gorontalo.

Berdasarkan data yang ada menunjukkan rata-rata produksi petani di Sulawesi Utara,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan mengalami peningkatan dari tahun-
tahun sebelumnya.

Apalagi di Jawa dalam beberapa tahun terakhir banyak terjadi alihfungsi lahan pertanian.

Pemerintah Sulteng harus mencegah agar areal pertanian tidak sampai beralifungsi karena
hal itu dapat mengancam produksi pangan di daerah ini. Jika pemerintah Sulteng dapat
mencegah alifungsi lahan pertanian, niscaya ke depan menjadi daerah penyanggah stok
beras nasional di tanah air.

http://www.antaranews.com/berita/388150/sulawesi-akan-jadi-lumbung-beras-nasional

Penguasaan bawang merah di Indonesia hanya dilakukan di daerah


tertentu dan terkonsentrasi di Jawa, yakni sekitar 80 persen, yang mana
hampir 42 persen di antaranya terkonsentrasi di Jawa Tengah (Brebes),
diikuti Jawa Timur (24 persen di Nganjuk dan Probolinggo), serta Jawa
Barat 11 persen (Cirebon).
Sedangkan di luar Pulau Jawa, penguasaan produksi bawang merah di
Nusa Tenggara Barat sebanyak 9 persen, Sumatera Barat (5 persen), dan
Sulawesi Selatan (4 persen).

Read more at https://bisnis.tempo.co/read/756209/sulawesi-jadi-sentra-


baru-bawang-merah-dan-cabai#SBckUP4wQQtPfMJw.99
https://bisnis.tempo.co/read/756209/sulawesi-jadi-sentra-baru-bawang-merah-dan-cabai

Palu, (antarasulteng.com) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tengah


mencatat selama bulan Februari 2017, komoditi cabai rawit dari kelompok bahan
makanan masih menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Palu sebesar 0,21 persen.

"Inflasi Kota Palu sebesar 0,29 persen," ungkap Kepala Bidang statistik distribusi BPS
Sulteng, Moh Wahyu di Palu, Rabu.
Komoditi ini pun tidak bergesar dari bulan Januari 2017 sebagai penyumbang inflasi
tertinggi dengan angka sebesar 0,35 persen. Ini terjadi dikarenakan, hampir semua
kalangan masyarakat mengkonsumi cabai rawit.

Lebih lanjut kata dia, komoditi lainnya sebagai penyumbang inflasi yakni tarif listrik 0,19
persen, upah tukang 0,11 persen, kontrak rumah 0,09 persen, tarif pulsa ponsel 0,07
persen, pasir 0,04 persen, sewa motor 0,03 persen, rokok kretek filter 0,03 persen, kubis
0,02 persen dan minyak kelapa 0,02 persen.

Sementara itu pejabat Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulteng, Yuminartje
mengatakan berdasarkan angka ramalan II tahun 2016, produksi cabai rawit Sulteng
sebesar 4.102 ton, sementara konsumsi penduduk sebesar 4.307 ton.

"Ada kekurangan sekitar 205 ton," ungkapnya.

Sehingga kata dia, di tahun 2017, pemerintah sedang menggalakan program upaya khusu
(Upsus) Bawang dan cabe. Selain itu, luas tanam komoditi cabai hingga Februari masih
belum tercapai, yang menjadi kendala utama yakni bibit unggul yang harus didatangkan
dari pulau Jawa, serta kondisi ketersediaan air yang masih kurang.

"Akibatnya produksi juga berkurang. Ditingkat petani, pedagang yang datang melakukan
panen sendiri, harga sudah berkisar sebesar Rp80 ribu," ungkap Yuminar.

Di Pasar Tradisional Masomba Palu, misalnya, harga cabai mencapai sekitar Rp140 ribu
sampai Rp150 ribu per kilogram.

Tingginya harga cabai, kata para pedagang di kawasan itu, salah satu penyebabnya karena
setiap 2 pekan sekali pedagang mengantarpulaukan sayur-mayur, termasuk cabai, ke
Kalimantan Timur lewat jalur laut.

"Ini salah satu yang menyebabkan harga cabai di pasaran masih tinggi," kata Ny. Yuyun,
pedagang di Pasar Masomba. (FZI)

http://www.antarasulteng.com/berita/30597/karena-cabai-rawit-kota-palu-kembali-inflasi-februari-
2017

*Rata-rata Konsumsi per Bulan 2.000 Ton


*Rica Gorontalo Kuasai Pasar Sulawesi Utara

ANGKA konsumsi cabai (rica) di Sulut luar biasa besar. Dibanding daerah
lain di Indonesia, Sulut berada di urutan pertama. Berdasar data Dinas
Perindustrian Perdagangan (Disperindag) Sulut, kebutuhan cabai per bulan
di Sulut, 1.500-2.000 ton per bulan. Hitungan kasar, Masyarakat Sulut,
makan rica 6.66 ton per hari.

http://jongfajar.blogspot.co.id/2012/04/konsumsi-cabai-di-sulawesi-utara.html

INDOPRESS.ID Badan Pusat Statistik menyatakan kenaikan harga bawang


putih dan tarif listrik menjadi penyumbang terbesar inflasi Mei 2017. Komoditas
lainnya (yang memicu inflasi) adalah telur ayam, daging ayam, dan bensin
Pertamax, kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Jumat 2 Juni.

Inflasi Mei 2017 tercatat 0,39 persen, masih lebih kecil daripada inflasi pada periode
yang sama 2016 dan 2015 yang masing-masing sebesar 0,40 persen dan 0,42 persen.
Meski demikian, inflasi Mei ini jauh lebih besar dibandingkan April 2017 yang
tercatat 0,09 persen. Hingga Mei ini, inflasi tahunan sudah mencapai 1,67 persen.

BPS juga mencatat inflasi tertinggi 0,96 persen terjadi di Tual, Maluku, sedangkan
terendah 0,02 persen terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah, dan Bulukumba,
Sulawesi Selatan. Selain inflasi, deflasi juga terjadi, dengan angka tertinggi 1,13
persen di Manado, Sulawesi Utara, dan terendah 0,01 persen di Pematangsiantar,
Sumatera Utara.

Kelompok konsumsi bahan pangan menyumbang 0,17 persen inflasi dengan bawang
putih sebagai penyumbang dominan yakni 0,08 persen. Menyusul kemudian telur
ayam (0,05 persen), daging ayam 0,04 persen; dan beras, daging sapi, jengkol, serta
cabai merah masing-masing 0,01 persen.
Kenaikan harga bawang putih di tingkat konsumen memicu perhatian Pemerintah
dalam sepekan terakhir. Di sejumlah pasar di Jakarta, bawang putih rata-rata dijual
50.000 rupiah per kilogram, jauh lebih mahal daripada Harga Eceran Tertinggi yang
ditetapkan Kementerian Perdagangan yakni 38.000 rupiah per kilogram.

Sejumlah pihak menduga kenaikan tersebut karena berkurangnya volume impor


bawang putih dari Cina dari 38.971 ton pada Maret menjadi 22.650 ton pada April.
Namun, ada juga yang berpendapat sejumlah importir sengaja memainkan stok
mereka untuk menaikkan harga. Pemerintah yang beberapa hari lalu mengguyur
pasar dengan sekitar 16.000 ton bawang putih berharap harga bisa turun pada pekan
ke depan.

Sementara itu, menurut catatan BPS, tarif listrik menjadi penyumbang inflasi
tertinggi pada kelompok konsumsi perumahan dan bahan bakar dengan angka 0,06
persen. Kelompok konsumsi ini sendiri berkontribusi 0,09 persen pada inflasi Mei
2017.

Suhariyanto menjelaskan, sumbangan tarif listrik ini terutama dipicu kenaikan tarif
prabayar untuk golongan daya 900 VA yang subsidinya dicabut Pemerintah secara
bertahap sejak Januari hingga Juni. Akibat pencabutan subsidi itu, tarif listrik naik
per bulannya 30 persen.

Walhasil, pada Mei ini, tarif listrik rumah tangga prabayar golongan daya 900 VA
mencapai 1.350 rupiah per kWh atau naik lebih dari 100 persen dari tarif subsidi 605
rupiah per kWh. Artinya, pelanggan yang membeli voucher 50.000 rupiah kini
hanya memperoleh 35,9 kWh dari sebelumnya 80,2kWh.[][Lutfi Awaludin]

TEMPO.CO, Makassar - Bulog Sulawesi Selatan dan Barat menyiapkan


cadangan bawang putih sebanyak 10 ton selama bulan Ramadhan hingga
Lebaran Idul Fitri.
"Warga tidak usah lakukan penimbunan karena stok pangan aman,
bahkan usai lebaran," tutur Dindin Syamsuddin Kepala Divisi Perum
Bulog Sulawesi Selatan dan Barat, saat acara pasar murah di Lapangan
Hasanuddin Makassar, Rabu 7 Juni 2017.
Simak: Harga Bawang Putih di Pasar Modern Melonjak
Dia menjelaskan sebenarnya stok bawang putih di Sulawesi Selatan tidak
kurang. Namun harganya yang terbilang tinggi dari Harga Eceran
Tertinggi (HET), Rp 40 ribu- Rp 50 per kilogram. Sehingga, lanjut dia,
Bulog mencoba menstabilkan harga dipasaran hingga Rp 38 ribu
perkilogram.
"Tapi kita juga tetap mewaspadai, dengan menyiapkan stok cadangan
terutama bawang putih dan daging," tutur dia.
Simak: Ramadan, Bulog Kalsel Kesulitan Stabilkan Harga Bawang Putih
Selain bawang putih, Dindin mengungkapkan pihaknya juga menyiapkan
stok daging yang langsung diambil dari Jakarta. "Tapi kita belum
distribusikan karena tak ingin membunuh peternak. Jadi kita masih tahan
daging 10 ton," urainya.
Menurut Dindin, saat ini Bulog juga tengah menggelar pasar murah di
daerah-daerah dengan bekerja sama pasar-pasar dan Rumah Pangan
Kita (RPK). Dia menambahkan pasar murah yang sedang berlangsung ini
ada 1.500 titik.
"Sebenarnya pasar murah hanya sepekan kita laksanakan, tapi
antusiasme warga sangat tinggi jadi diperpanjang lagi," kata Dindin.
Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan warga tak
perlu khawatir dengan stok pangan karena Bulog telah menyiapkannya
semua. Sehingga ia menyarankan agar masyarakat tak perlu melakukan
penimbunan. "Jadi warga tidak usah menimbun, stok pangan kita masih
tersedia sampai 29 bulan

Read more at https://bisnis.tempo.co/read/882458/hingga-idul-fitri-bulog-


gelontorkan-10-ton-bawang-putih#SVYPrEX17wKGUkbX.99

You might also like