You are on page 1of 51

PENETAPAT KADAR AIR

April 16, 2009 by Yeti Pudy Astuti

. Kadar air

Botol timbang dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada suhu

105C, lalu didinginkan dalam eksikator dan kemudian beratnya ditimbang (x).

Sampel ditimbang seberat 5 gram (y), dimasukkan ke dalam botol timbang, kemudian

dimasukkan ke dalam oven selama 4 6 jam pada suhu 105C, lalu didinginkan

dalam eksikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga

dicapai berat konstan (z). Adapun rumus penentuan kadar air sebagai berikut:

Kadar bahan kering sampel dapat diketahui dengan rumus :

Bahan kering (BK) = (100 Kadar Air) %

2. Kadar abu

Cawan porselin dikeringkan dalam oven 105C selama beberapa jam, kemudian

didinginkan dalam eksikator dan berat awal ditimbang (x). Sampel bahan ditimbang

dengan berat kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Sampel

tersebut dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai titik berasap lagi,
kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 400 600C. Sesudah

sampel abu berwarna putih, seluruh sampel diangkat dan didinginkan dalam eksikator.

Setelah kira-kira 1 jam sampel ditimbang kembali (z). Adapun rumus penentuan kadar

abu menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar bahan organik dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :

Bahan Organik (BO) = ( Bahan Kering (BK) Abu ) %

3. Kadar protein kasar

Prinsip analisa adalah pengukuran kadar nitrogen (N) dari sampel dengan

menggunakan Metode makro Kjeldahl. Ada 3 tahap analisa protein yaitu :

1. Tahap Destruksi

2. Tahap Destilasi

3. Tahap Titrasi

Cara Kerja :
Kira-kira sebanyak 0.3 g sampel (X) ditimbang dengan menggunakan

timbangan analitik, setelah itu sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi.

Kedalam labu ditambahkan kira-kira 3 sendok kecil katalis campuran (

selenium 4 gr + CuSO4.5H2O 3 g + Na2SO4 190 g ) serta 20 ml H2SO4 pekat

teknis secara homogen. Campuran tersebut dipanaskan dengan alat destruksi

mula-mula pada posisi low selama 10 menit, kemudian pada posisi medium

selama 5 menit dan high sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau

kekuningan; proses ini berlangsung di dalam ruang asam.

Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan tersebut di masukkan ke

dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml aquadest yang tidak

mengandung N. Tambahkan beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan

basa dengan menambahkan kira-kira 100 ml NaOH 33%. Kemudian labu

penyuling dipasang dengan cepat di atas alat penyuling. Proses penyulingan ini

diteruskan hingga semua N telah tertangkap oleh H2SO4 yang ada di dalam

erlenmeyer atau bila 2/3 dari cairan dalam labu penyuling telah menguap

(Tahap Destilasi).

Labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan tersebut diambil dan kelebihan

H2SO4 dititer kembali dengan menggunakan larutan NaOH 0.3 N. Proses

titrasi berhenti setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang

menandakan titik akhir titrasi. Volume NaOH dicatat ( z ml ), kemudian


dibandingkan dengan titar blanko ( y ml). (Tahap Titrasi). Adapun rumus

penentuan kadar protein kasar sebagai berikut:

4. Kadar lemak

kasar (Metode Sochlet)

Prinsip : Ekstraksi lemak dengan menggunakan pelarut organik.

Cara Kerja :

Sebuah labu lemak dengan menggunakan beberapa butir batu didih di

dalamnya, dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 110C selama 1 jam.

Labu didinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang ( a gram).

Sampel ditimbang kira-kira 1 g ( x gram) dengan catatan jumlah sampel juga

tergantung dengan kadar lemak bahan. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam

selongsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang

bebas lemak.

Selongsong dimasukkan ke dalam alat FATEX-S dan ditambahkan larutan

petroleum Ether sebagai larutan pengekstrak.

Alat FATEX-S diatur suhunya pada 60C dan waktu selama 25 menit. Proses

ekstraksi dilakukan sampai alat berbunyi, kemudian larutan petroleum ether


diturunkan bersama lemak yang telah larut. Lakukan proses evaporasi dengan

merubah suhu pada 105C sampai alat FATEX-S berbunyi. Proses ekstraksi

dan evaporasi dilakukan sebanyak 2 kali.

Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam alat pengering oven dengan suhu

105C selama kira-kira 1 jam. Setelah itu didinginkan di dalam eksikator

selama 1 jam dan ditimbang kembali ( b gram ). Adapun rumus penentuan

kadar lemak kasar sebagai berikut:

5. Kadar serat kasar

Prinsip : Serat kasar adalah semua zat-zat organik yang tidak dapat larut dalam

H2SO4 0.3 N dan dalam NaOH 1.5 N yang berturut-turut dipanaskan selama 30

menit. Serat kasar terdiri dari sellulosa, hemisellulosa, lignin dan silika serta sebagian

pentosan-pentosan.

Cara Kerja :

Sampel ditimbang seberat 1 gram (x) dan dimasukkan ke dalam gelas piala 500

ml. Sampel ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3 N dan dipanaskan hingga mendidih

selama 30 menit.
Setelah itu ke dalam gelas piala ditambahkan pula 25 ml NaOH 1.5 N dan terus

dididihkan kembali selama 30 menit kedua. Waktu pendidihan diperhatikan

agar api tidak terlalu besar dan cairan tidak meluap dan tumpah.

Sebuah kertas saring ditimbang seberat ( a ) gram.

Cairan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring yang sudah

ditimbang sebelumnya dan dilakukan penyaringan dengan menggunakan

corong Buchner. Proses penyaringan berturut-turut dicuci dengan : 50 ml air

panas; 50 ml H2SO4 0.3 N; 50 ml air panas ; 25 ml Aceton

Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan

di dalam oven dengan suhu 105C.

Kertas saring dan isisnya yang telah dikerngkan didinginkan dalam eksikator

selama 1 jam dan timbang ( y ) gram.

Setelah itu kertas saring dan isinya dipijarkan di dalam tanur sampai menjadi

putih dan dinginkan kembali serta timbang ( z ) gram. Adapun rumus

penentuan kadar serat kasar sebagai berikut:

Penetapan Ca dengan Metode Titrasi KMnO

Prinsip : Kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat. Endapan dilarutkan dalam

H2SO4 encer panas dan dititrasi dengan KMnO4. Cara Kerja:


Sebanyak 20 100 ml larutan abu hasil pengabuan kering dimasukkan ke

dalam gelas piala 250 ml. Jika perlu ditambahkan 25 50 ml akuades.

Selanjutnya 10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator metil

merah ditambahkan ke dalam larutan abu tersebut

Amonia encer ditambahkan untuk membuat larutan menjadi sedikit basa,

kemudian larutan ditambahkan beberapa tetes asam asetat sampai warna larutan

merah muda (pH 5.0) dan bersifat sedikit asam.

Larutan dipanaskan sampai mendidih, kemudian didiamkan selama minimum 4

jam atau semalam pada suhu kamar.

Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring Whatman No. 42 dan

dilakukan pembilasan dengan akuades sampai filtrat bebas oksalat (jika

digunakan HCl dalam pembuatan larutan abu, filtrat hasil saringan terakhir

harus bebas Cl dengan mengujinya menggunakan AgNO3).

Ujung kertas saring dilubangi dengan menggunakan batang gelas, kemudian

dilakukan pembilasan dan endapan dipindahkan dengan H2SO4 encer (1 + 4)

panas ke dalam gelas piala bekas tempat mengendapkan kalsium. Kemudian

dilakukan pembilasan satu kali lagi dengan air panas.

Selagi panas (70 80C) dilakukan titrasi dengan larutan KMnO4 0,01N

sampai larutan berwarna merah jambu permanen yang pertama.

Kertas saring dimasukkan dan titrasi dilakukan sampai terjadi warna merah

jambu permanen yang kedua.


Adapun rumus perhitungan kadar Ca dalam sampel sebagai berikut:

P enentuan _-

Karoten

Prinsip : Pigmen diekstrak dari bahan dengan menggunakan pelarut asetonheksana.

Pigmen dipisahkan dari pigmen lainnya dengan menggunakan kolom adsorpsi

Magnesium oksida-Supercel, kemudian diukur adsorbansinya pada 436 nm.

Pereaksi:

Aseton dengan sejumlah Na2SO4 anhydrous, disaring dan ditambahkan

beberapa potong seng berbentuk granular (10 mesh) kemudian didestilasi

sehingga didapat aseton murni.

Heksana, titik didih 60 70C

Adsorben : campuran Magnesium oksida + supercel 1 : 1

Peralatan:

1. Kolom adsorpsi : tinggi 17 cm, diameter 2 cm.


2. Penyodok : panjang 25 cm, terbuat dari gelas, salah satu ujungnya rata.

3. Pompa vakum

Cara Kerja:

a. Ekstraksi buah dan sayuran kering:

Sampel digiling sampai lolos ayakan 40 mesh

Kemudian ditimbang tepat 1 4 g sampel, ditempatkan dalam timbel dan

dimasukkan ke dalam Soxhlet extractor.

Lalu ditambahkan 30 ml campuran aseton komersil dan heksana (3 + 7) ke

dalam labu soxhlet, refluks selama 1 jam atau lebih dengan kecepatan 1 3

tetes per detik sampai tidak ada lagi warna yang terekstrak, didinginkan pada

suhu ruang dan ditepatkan volume hasil ekstraksi menjadi 100 ml dengan

heksana.

Alternatif lain, ditambahkan pelarut ke dalam sampel yang sudah digiling halus

dan dibiarkan di dalam tempat gelap semalam pada suhu ruang. Kemudian

ekstrak didekantasi atau disaring, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,

residu dicuci, kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan heksana. Larutan

ini sekarang mengandung aseton 9%.

b. Ekstraksi buah dan sayuran segar atau olahan:


Sejumlah sampel dihancurkan di dalam blender (untuk bahan segar, jika analisa

tidak segera dilakukan, bahan diblansir dalam air mendidih selama 5 10

menit, disimpan dalam keadaan beku).

Sampel sebanyak 5 10 g diekstrak dengan campuran 40 ml aseton dan 60 ml

heksana dan 0.1 g MgCO3 di dalam blender selama 5 menit.

Residu dibiarkan mengendap, kemudian didekantasi dalam labu pemisah

(ekstrak dikeluarkan).

Residu dicuci dua kali masing-masing dengan 25 ml aseton, kemudian dicuci

lagi dengan 25 ml heksana.

Seluruh ekstraksi yang diperoleh digabungkan.

Kemudian dipisahkan dan aseton diambil/dibuang dari ekstrak dengan

pencucian menggunakan air berkali-kali.

Lapisan atas dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah berisi 9 ml

aseton dan diencerkan sampai tanda tera dengan heksana (jika didinginkan

alkohol dapat digunakan untuk menggantikan aseton dalam tahap ekstraksi).

Pemisahan pigmen secara kromatografi

Kolom kromatografi disiapkan dengan adsorben campuran magnesia aktif dan

supercel ( 1 + 1 ).

Lapisan Na2SO4 anhydrous ditempatkan setinggi 1 cm di atas lapisan

adsorben.
Dengan menggunakan vakum secara kontinyu pada kolom, dimasukkan 50 ml

ekstrak pigmen ke dalam kolom.

Elusi dilakukan dengan menggunakan pelarut aseton heksana. Lapisan atas

dijaga agar selalu terisi dengan pelarut selama operasi.

Karoten akan melewati kolom secara cepat. Band (pita) xantofil, produk

oksidasi karoten dan klorofil akan teradsorpsi dalam kolom.

Hasil elusi dikumpulkan, jika warna larutan terang, dipekatkan dengan tekanan

rendah (vakum), ditepatkan sampai volume tertentu dengan menggunakan

aseton 9% dalam heksana.

Warna diukur pada 436 nm. Alat diatur pada 100% T dengan menggunakan

aseton 9% dalam heksana.

Konsentrasi karoten ditentukan dalam sampel berdasarkan kurva standar yang

dibuat.

Pembuatan Kurva Standar

Sebanyak 25 mg _-karoten murni ditimbang dengan teliti. Kemudian dilarutkan

dalam 2.5 ml kloroform dan dibuat menjadi 250 ml dengan petroleum eter (1

ml = 0.1 mg atau 100 g).

Larutan sebanyak 10 ml diencerkan menjadi 100 ml dengan petroleum eter (1

ml = 0.01 mg atau 10 g).


Sebanyak 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ml larutan ini dimasukkan ke dalam labu

ukur 100 ml yang terpisah. Masing-masing labu ukur diisi dengan 3 ml aseton.

Kemudian diencerkan sampai tanda tera dengan petroleum eter, sehingga

konsentrasinya akan menjadi 0.5, 1.0, 2.0, 2.5, dan 3.0 g per ml.

Optikal density (OD) larutan ini diukur pada 452 nm dengan menggunakan

aseton 3% dalam petroleum eter sebagai blanko.

Setelah itu dibuat grafik hubungan antara optical density dengan konsentrasi _-

karoten.

Penetapan Vitamin C Metode Titrasi Iodium (Jacobs) (Sudarmadji et al. 1984)

Sebanyak 200 300 g bahan ditimbang dan dihancurkan dalam waring blender

sampai diperoleh slurry. Kemudian 10 30 g slurry ditimbang dan dimasukkan

ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda, lalu

disaring dengan Krus Gooch atau dengan sentrifuse untuk memisahkan

filtratnya.

Sebanyak 5 25 filtrat diambil dengan pipet dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 125 ml, kemudian ditambahkan 2 ml larutan amilum 1 % (soluble

starch) dan ditambahkan 20 ml akuades bila perlu.

Kemudian dititrasi dengan 0,01 N standard iodium

Perhitungan :
1 ml 0,01N Iodium = 0,88 mg asam askorbat

Kategori: Metode Penetapan Kadar Air Abu Protein Lemak Beta Karoten Kalsium dan Vitamin
C
Tagged: analisa beta karoten, analisa kadar abu, analisa lemak, analisa pangan, literatur pangan,
metode penetapan protein, metode penetapan vitamin C, penetapan beta karoten, penetapan
kalsium

Friday, February 6, 2009


nitrat
I. Prinsip Percobaan
Nitrat dalam air dalam suasana asam dengan brusin sulfat dan asam sulfanilat akan membentuk
senyawa kompleks berwarna kuning. Warna kuning yang terjadi diukur intensitas serapannya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm
II.Metode
Dalam praktikum ini digunakan metode spektrofotometri
III. Tinjauan Pustaka
Nitrat merupakan bentuk oksidasi N2. Senyawa nitrogen merupakan senyawa penting karena
dibutuhkan tumbuhan dan hewan untuk sintesa protein. Dapat dibentuk karena terjadinya proses fiksasi
(pengikatan N2)
Jika nitrat memilki konsentrasi tinggi, maka bisa menimbulkan efek berupa:
Menstimulasi pertumbuhan ganggang
Mengurangi DO
Menurunkan populasi ikan
Menimbulkan bau busuk dan rasa yang tidak enak
Kurang sehat untuk rekreasi
Nitrogen dalam bentuk gas yang dihasilkan karena mereduksi nitrit menyebabkan masalah dalam proses
lumpur aktif dalam pengelolaan air buangan. Untuk mengurangi kadar nitrat dalam air adalah dengan
memberi basa seperti kapur/kaporit sehingga pH meningkat.
Analisa nitrat cukup sulit. Hal ini dikarenakan rumit dan pekanya pada berbagai jenis gangguan. Ada
beberapa cara analisa yang tersedia:
Analisa spektrofotometri
Dengan panjang gelombang 220 nm cocok sebagai analisis pendugaan bagi air tanpa zat organik
dengan kadar NO3 N 0,01 1400 mg/L.
Analisa dengan brusin untuk air dengan kadar elektroda khusus yang cocok sebagai analisa penduga
baik untuk air bersih maupun air buangan.Skala kadar NO3 N0,01 1 mg/L
Analisa dengan menggunakan brusin untuk air dengan kadar khusus yang cocok sebagai analisa
Analisa dengan asam kromatropik untuk air dengan kadar 0,1 5 mg/L NO3 N
Analisa dengan reduksi menurut Devarada untuk air dengan kadar NO3 N 0,01 1 mg/L.
Analisa klorometris khusus bagi nitrit, setelah semua zat nitrat direduksi oleh butir kadnium; metode
ini cocok untuk air dengan kadar NO3 N 0,01 1 mg/L.
Untuk maksud tersebut, maka ada dua metode yang selalu dipakai untuk analisa dalam bidang teknik
penyehatan dan cukup luwes, yaitu:
Cara dengan metode khusus sebagai penduga, karena perlu biaya mahal untuk metode sinar ultra ungu
Analisa klorometris setelah direduksi oleh Cd, karena analisa ini juga dipakai untuk nitrit karena
pekanya analisa tersebut
Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar nitrat didalam air adalah pemberian basa seperti
kapur atau kaporit untuk meningkatkan pH air. Akan tetapi untuk penggunaan air minum, penggunaan
basa yang berlebihan perlu dihindari. Karena itu kita bisa menggunakan biomaterial sebagai penangkap
nitrat seperti kulit salak, kulit jeruk dan lainnya.

IV. CARA KERJA


4.1 Alat
Spektrofotometer
Labu ukur
Beker glass 50 ml
Gelas ukur 25 ml
Pipet tetes
Kuvet spektro
Bola hisap
Pipet hisap
4.2 Bahan
Larutan brusin kloroform
Larutan H2SO4 pekat
Larutan stock standar NO3 1630 ppm
1,63 gram KNO3 ditimbang dengan teliti, dilarutkan dengan aquades
4.3 Cara Kerja
Buat larutan standar nitrat 0,2;0,5;1; 2; 4;7 ppm dari larutan induk 1630 ppm
Dengan larutan standar tersebut, tambah 0,05 ml larutan brusin kloroform,ditambah 10 ml H2SO4
pekat.
Diniginkan selama 15 menit; ukur intensitasnya pada panjang gelombang 410 nm
Lakukan cara yang sama terhadap sampel air
Perhitungan
RMS : N1 . V1 = N2 . V2
Buat kurva kalibrasi antara absorban Vs konsentrasi (ppm). Masukkan nilai konsentrasi sampel dan
diplotkan ke kurva sehingga didapatkan absorban sampel
DAFTAR PUSTAKA

Rardiaz Sri Kandi, 1992, Polusi Air Dan Udara, Canisius, Jakarta.
RS. Ramalho,1977,Introduction to Wastewater Treatment Processes, Academic Press, New York.

Posted by febry yursa putra at 6:44 AM

Labels: Analisa klorometris, Analisa spektrofotometri, oksidasi, Prinsip Percobaan, proses fiksasi

Friday, February 6, 2009


ANALISIS ZAT PADAT
1.1 Prinsip Percobaan
a. Metode Gravimetri
Pengukuran zat padat dalam air berdasarkan metode gravimetri yaitu analisis berdasarkan
penimbangan berat. Penentuan padatan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan, dan
penimbangan.
b.Metode Gravimetri
Pengukuran zat padat dalam air berdasarkan metode sentrifuge ini hampir sama dengan metode
gravimetri yaitu analisis berdasarkan penimbangan berat. Penentuan padatan dilakukan dengan
cara menggunakan gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh alat sentrifuge, kemudian dilanjutkan
dengan pemanasan dan penimbangan.
II. METODE PERCOBAAN
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode gravimetri dan metode sentrifuge.
III. TEORI
Zat padat terlarut adalah zat padat yang lolos filter pada analisa zat tersuspensi.Dalam air alam
ditemui dua kelompok zat, yaitu zat terlarut contohnya garam dan molekul organis, serta zat padat
tersuspensi dan koloidal seperti tanah liat, kwarts. Perbedaan dasar antara kedua kelompok
tersebut ditentukan melalui ukuran atau diameter partikel-partikel tersebut.
Penganalisaan zat padat dalam air, sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air secara
lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air
minum maupun dalam bidang air buangan.
Zat-zat padat terlarut (seperti halnya ion-ion dan molekul-molekul) yang berada dalam suspensi,
menurut ukurannya sebagai; partikel tersuspensi koloidal (partikel koloid) dan partikel tersuspensi
biasa (partikel tersuspensi).
Dalam metode analisa zat padat, terdapat zat padat total yang merupakan semua zat-zat yang
tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, jika sampel dalam bejana itu dikeringkan pada suhu
tertentu. Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat
organis maupun anorganis.
Zat padat tersuspensi adalah zat padat terapung yang selalu bersifat organis dan zat padat terendap
yang bersifat organis dan anorganis. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang
dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya,
yang lebih dikenal dengan metoda gravimetri.
Analisa/metoda gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa
tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau
radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah bentuk yang dapat ditimbang secara teliti.
Berat unsur dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur-unsur yang menyusunnya.
Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan beberapa cara, seperti
metoda pengendapan, metoda penguapan, metoda elektroanalisis,dan metoda lainnya. Namun
dalam pelaksaannya, metoda yang sering digunakan adalah dua metoda pertama. Metoda
gravimetris memakan waktu yang lama ada pengotor pada konstituen dapat diuji dan jika perlu
faktor-faktor koreksi dapat digunakan.
Pada metoda pengendapan terjadi larutan menjadi keruh karena terjadi pengendapan (presipitasi)
yang merupakan keadaan kejenuhan dari suatu senyawa kimia. Partikel-partikel tersuspensi biasa,
mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang akan
menembus suspensi; sehingga suspensi tidak dapat dikatakan keruh, karena sebenarnya air di
antara partikel-pertikel tersuspensi tidak keruh dan sinar tidak menyimpang.
Pada analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbang. Dalam hal ini
penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa reaksikan. Hasil dari reaksi ini terdapat sisa
bahan, atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa
tersebut.
Penentuan kadar air sangat diperlukan, karena zat yang dianalisa sering mengandung air yang
jumlahnya tidak menentu. Contohnya bahan-bahan berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan,
bahan-bahan higroskopis, dan sebagainya.
Jumlah air yang terkandung sering tergantung dari perlakuan yang telah dialami bahan, kelembaban
udara tempat disimpannya dan lain sebagainya.Bila kandungan air setiap kali ditentukan, maka
berat kering bahan yang bersangkutan secara nyata akan diketahui dan berat kering itu tetap.
Dari jumlah dan macam pekerjaan yang perlu dilakukan dan waktu tunggu untuk pekerjaan-
pekerjaan tertentu, jelas bahwa analisa secara gravimetri memerlukan banyak waktu. Setiap tahap
pekerjaan memungkinkan terjadinya kesalahan, misalnya zat tercecer atau kemasukan zat-at yang
mengotori, maka sumber kesalahan juga banyak. Baik untuk penyelesaian agar tidak semakin lama,
maupun untuk mengurangi besarnya kesalahan, maka setiap tahap perlu dilakukan dengan cepat
tetapi betul.

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat
1.Kertas saring;
2.Cawan penguap;
3.Cawan pijar;
4.Desikator;
5.Furnace;
6.Gelas ukur;
7.Timbangan;
8.Tang krus;
9.Waterbath.

4.2 Bahan
1.Aquades;
2.Sampel.

V. CARA KERJA
5.1 Metode Gravimetri
5.1.1 Persiapan
Siapkan dua buah cawan penguap (mulut lebar), 1 buah cawan pijar (cawan kecil) dan satu lembar
kertas saring bebas abu. Cawan-cawan yang telah bersih dipanaskan 6000C selama 1 jam, kemudian
masukkan ke dalam desikator, setelah itu ditimbang sampai konstan. Kertas saring bebas abu
dibasahi dengan akuades, kemudian dipanaskan pada suhu 1050C selama 1 jam, kemudian
dimasukkan ke dalam desikator dan ditimang. Sehingga didapat berat masing-masing sebagai
berikut :
Berat cawan penguap 1 = a gram;
Berat cawan penguap 2 = b gram;
Berat cawan pijar = c gram;
Berat kertas saring = d gram.
5.1.2 Pengukuran Zat Padat
1.Total Solid (TS), FTS, dan VTS
Masukkan 25 ml contoh air (sedikit-sedikit ke dalam cawan ) , dan uapkan di atas water bath dan
uapkan sampai kering;
Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven suhu 105 0C selama 1 jam;
Dinginkan cawan tersbut dalam desikator 15 menit, kemudian timbang(e gram);
Cawan yang berisi TS masukkan ke dalam oven 5500C selama 15 menit, turunkan suhu sampai
1050C, sampai suhu stabil;
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, timbang (f gram).
2.Total Dissolved Solid (TDS)
Saring 25 ml contoh air dengan kertas saring bebas abu;
Filtrat uapkan pada cawan 2 di atas water bath sampai kering;
Masukkan cawan ke oven 1050C selama 1 jam;
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang ( g gram);
Cawan yang berisi TDS masukkan ke dalam oven 5500C selama 15 menit, turunkan suhu ke 1050C,
sampai suhu stabil;
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, timbang (h gram).
3.Total Suspended Solid
Kertas saring yang berisi endapan dimasukkan ke dalam cawan pijar dan dipanaskan ke dalam
oven 1050C selama 1 jam;
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang (i gram);
Panaskan cawan tersebut pada suhu 5500C selama 15 menit, turunkan suhu ke 1050C, sampai
suhu stabil;
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang ( j gram).
5.2 Metode sentrifuge
5.2.1 Persiapan
Siapkan 2 buah cawan penguap (mulut lebar). Cawan cawan yang lebih bersih dipanaskan pada
suhu 5500C 1 jam. Kemudian masukan ke dalam desikator, setelah itu ditimbang sampai konstan.
Didapat :1. Berat cawan penguap I = a gram
2. Berat cawan penguap II = b gram
5.2.2 Pengukuran Zat Padat
1. Total Disolved Solid (TDS), FDS, VDS
o Masukkan zat terlarut ke dalam cawan penguap I, uapkan di atas water bath sampai kering(setelah
di sentrifuge dengan kec 4.103 rpm, 10 menit);
o Kemudian masukkan ke dalam furnace dengan suhu 1050C jam;
o Dinginkan dalam desikator 15 menit , tmbang (c gram);
o cawan yang ada TDS nya dimasukkan kedalam furnace suhu 5500C selama 15 menit, turunkan
suhu ke 1050C, sampai suhu stabil;
o inginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang ( d gram).

2. Total Suspended Solid (TSS), FSS, dan VSS


o Zat yang tersuspensi atau teerendap dalam tabung sentrifuge masing masing ditetesi 2 3 tetes
aquades, masukkan ke dalam cawan penguap 2, uapkan di waterbath hingga kering;
o Kemudian masukkan ke dalam furnace dengan suhu 1050C selama 1 jam, Dinginkan dalam
desikator 15 menit , tmbang (e gram);
o cawan yang ada TSS nya dimasukkan kedalam furnace suhu 5500C selama 15 menit, turunkan
suhu ke 1050C, sampai suhu stabil;
o Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang ( f gram).

1.2 DAFTAR PUSTAKA

Dirjen. Penyelidikan Permasalahan Air, 1981, Pedoman Pengamatan Kualitas Air, Departemen PU,
Jakarta.
Rardiaz Sri Kandi, 1992, Polusi Air Dan Udara, Canisius, Jakarta.

Posted by febry yursa putra at 6:48 AM


Labels: filter, Furnace, Metode Gravimetri, Waterbath

Friday, February 6, 2009


CHEMICAL OXYGEN DEMAND
I. Prinsip Percobaan
Senyawa organik dalam air dioksidasi oleh kalium dikromat dalam suasana asam pada temperatur 150o
C. kelebihan kalium dikromat dititrasi oleh larutan ferro amonium sulfat (FAS) dengan indikator ferroin.
II. Metode
Titrasi dengan menggunakan larutan FAS
III. Tinjauan Pustaka
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) yaitu jumlah oksigen (mg O2)
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam sampel air dimana peoksidasi
K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Angka yang ditunjukkan COD merupakan ukuran bagi pencemaran air dari zat-zat organik yang secara
alamiah dapat mengoksidasi melalui proses mikrobiologis dan dapat juga mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut dalam air.
Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam
yang mendidih. Adapun reaksi yang terjadi:
CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + 2 Cr3+
Zat organis Ag2SO4 warna hijau
Perak Sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercapat reaksi. Sedangkan merkuri
sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang umumnya terdapat di dalam air
buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis hampir teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7
yang sesudah direfluks masih harus tersisa. K2Cr2O7 yang tersisa dalam larutan tersebut digunakan
untuk menentukan bebrrapa oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui
titrasi dengan ferro amonium sulfat (FAS). Indikator ferroin yang digunakan akhir titrasi yitu saat warna
hijau biru larutan menjadi coklat merah.
Analisis COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antar angka COD dengan angka BOD
dapat ditentukan, seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan Rata Rata Angka BOD5/COD


Untuk Beberapa Jenis Air
Jenis Air BOD5/COD
-Air buangan domestik(penduduk)0,40 0,60
-Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,60
-Air buangan setelah pengolahan secara biologis 0,20
- Air sungai 0,10
Dalam analisa COD, kadar klorida (Cl-) sampai 2000 mg/l di dalamn sampel dapat menjadi gangguan
karena dapat menjadi ganguan karena dapat mengganggu kerjanyakualitas Ag2SO4, dan pada keadaan
tertentu turut teroksidasioleh dikromat, sesuai dengan reaksi berikut:
6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+ 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7H2O
Gangguan ini dapat dihilangkan dengan penambahan HgSO4 pada sample.
Adapun keuntungan dengan penambahan tes COD dibandingkan tes BOD5, antara lain:
- memakan waktu 3 jam, sedangkan BOD5 memakan waktu 5 hari;
- Untuk menganalisa COD antara 50 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel, sedangkan BOD5
selalu membutuhkan pengenceran;
- Ketelitan dan ketepatan (reprodicibilty) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD5;
- Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah.
Sedangkan kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang sebenarnya yang
tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD
merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis,
sehingga suatu pendekatan saja.
Untuk tingkat ketelitian pinyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan
penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan.

IV. ALAT dan BAHAN


4.1 Alat:
- Buret;
- Tabung reaksi 16x100 ml;
- Erlemeyer 250 ml;
- Pipet tetes;
- COD reaktor dan transformer;
- Labu ukur 100 ml.
4.2 Bahan:
- Larutan digesti;
- Reagenasam sulfat perak sulfat;
- Indikator ferroin;
- larutan FAS 0,05 N;
- Sampel air.

V. CARA KERJA
2,5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi;
Tambahkan 1,5 larutan digesti;
Kemudian tambahkan 3,5 ml H2SO4 Ag2SO4. Aduk hingga homogen;
Letakkan tabung yang berisi larutan tersebut kedalam COD reaktor, panaskan pada suhu 1500 C
selama 2 jam;
Setelah dingin, titrasi dengan FAS 0,05N dengan menggunakan 1 tetes indikator ferroin sehingga
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah coklat;
Diperlukan percobaan blanko dengan cara yang sama;
Untuk sampel dilakukan dengan pengenceran.

PEHITUNGAN :
COD sebagai mg O2 = (A B)Nx8000
Sampel
Dimana :
A = ml FAS untuk blanko
B = ml FAS untuk sampel
N = normalitas FAS

DAFTAR PUSTAKA

http//www.cdnet.edu.cn/mirror/Indonesia_college/www.undip.ac.id/fakultas/ft/lingkungan/isi
www.id.wikipedia-org/wiki
www.jala.or.id

Friday, February 6, 2009


DISSOLVED OXYGEN - BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND
I. PRINSIP PERCOBAAN
1.1 DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen akan mengoksidasi Mn+2 dalam suasana basa membentuk endapan MnO2. Dengan
penambahan alkali iodida dalam suasana asam akan membebaskan iodium. Banyaknya iodium yang
dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan dianalisa dengan
metoda titrasi iodometri, dengan larutan standar tiosulfat dan indikator kanji.
Reaksi :
Mn+2 + 2OH- + 0,5 O2 MnO2 + H2O
MnO2 + 2I- + 4H+ Mn+2 + I2 + H2O
I2 + S2O32- S4O62- + 2I-
1.2 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 20o C dan
pengukuran oksigen terlarut sebelum dan sesudah oksidasi. Penurunan jumlah oksigen terlarut selama
inkubasi menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air. Oksigen terlarut diukur
dengan metode titrasi Winkler.
II. TEORI
Oksigen terlarut adalah suatu hal yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup dalam air tergantung dari
kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk
kehidupannya. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupannya.
Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak
tetap tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atsmosfer (udara) yang masuk kedalam air dengan
kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu
dan tekanan atmosfer. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah tingkat kejenuhan. Misalnya danau di
pegunungan yang tinggi mungkin mengandung oksigen terlarut 20-40 % kurang daripada danau pada
permukaan laut.
BOD atau Biochemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis merupakan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan dalam air. Dengan
kata lain, BOD menunjukkan kebutuhan oksigen oleh organisme untuk mengoksidasi bahan-bahan
buangan yang terlarut dalam air.( Metclaf,Eddy. 2003. Waste Water Engineering Design)
Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir semua zat
organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air. (Alaert.G dan Sri Sumestri
Santika,Msc. 1984. Metoda Penelitian Air)
BOD penting untuk mengetahui banyaknya zat anorganik yang terkandung dalam air limbah. Makin
banyak zat organik, makin tinggi BOD-nya. Nilai BOD dipengaruhi oleh suhu, cahaya, matahari,
pertumbuhan biologik, gerakan air dan kadar oksigen. .( Metclaf,Eddy. 2003. Waste Water Engineering
Design)
Beberapa kelemahan uji BOD:
Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan
tereduksi lainnya.
Uji BOD perlu waktu yang cukup lama minimal 5 hari.
Uji BOD dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD melainkan hanya
kira-kira 68% dari total BOD.
Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya ada germisida
seperti khlorin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak
bahan organik,sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.
Untuk oksidasi/penggunaan zat organis yang khas, terutama di beberapa jenis air buangan industri yang
mengandung fenol, deterjen, minyak, dsb; bakteri harus diberikan adaptasi beberapa hari melalui
kontak dengan air buangan tersebut,sebelum dapat digunakan sebagai benih pada analisa BOD air
tersebut.(Alaert.G dan Sri Sumestri Santika,Msc. 1984. Metoda Penelitian Air)
5 jenis gangguan yang umumnya terdapat pada analisa BOD:
Proses nitrifikasi dapat mulai terjadi di dalam botol BOD setelah 2-10 hari
2NH4 + 3O2 2NO2- + 4H+ + 2H2O
2NO2- + O2 2NO3
Nitrifikasi perlu oksigen. Seringkali nitrifikais tidak terjadi karena suhu 10oC atau karena air sungai yang
tercemar telah sampai ke muara sehingga nitrifikasi pada botol BOD tidak berlaku.
Zat beracun dapat memeperlambat pertumbuhan bakteri (memperlambat reaksi BOD) bahkan
membunuh organisme tersebut.
Kemasukan/keluarnya oksigen dari botol selama inkubasi harus dicegah. Dengan ditutup hati-hati (di
atas tutup botol bisa diberi air/waterseal).
Nutrien merupakan salah satu syarat bagi kehidupan bakteri. Sehingga sebaiknya setiap botol BOD
ditambah dengan nutrient secukupnya.
Karena benih dari bermacam-macam bakteri dapat berkurang jumlahnya/kurang cocok bagi air
buangan maka pembenihan harus dilakukan dengan baik.
BOD(5 hari C) = (DO0 - DO5) (B0 B5)(1 p)20
p

DO = Vthio x N thio x 8 x 1000


V sampel

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
- 6 buah Erlenmeyer 100 ml;
- Pipet takar 10 ml;
- Buret;
- Pipet tetes;
- Timbangan analitik;
- Labu Ukur 1 l;
- Micro pipette 1 ml;
- Gelas ukur 25 ml;
- 2 buah labu ukur 1000 ml;
- Buret 50 ml;
- Spatula;
- Alumunium foil;
- Corong;
- Label;
- Air pump;
- Indikator pH
3.2 Bahan dan Reagen
3.2.1 Bahan
- Larutan baku sodium tiosulfat;
- Larutan alkali iodide;
- Larutan mangan sulfat;
- Larutan indikator amilum;
- Larutan asam sulfat (4N);
- Larutan asam sulfat pekat;
- Larutan Kalium dikromat;
- Buffer fosfat;
- Aquadesh;
- KI murni;
- Bibit air kotor;
- Larutan FeCl3.
3.2.2 Reagen
- Larutan baku Sodium Thiosulfat 0.1 N;
- Dibuat dengan melarutkan 2.428 gr Na2S22O3.5H2O kedalam 50 ml air panas didalam gelas kimia,
tuangkan kedalam labu takar 100 ml, encerkan dengan aquadest sampai tanda batas;
- Larutan Alkali Iodida;
- Larutan 50 gr NaOH dan 13,5 gr NAI kedalam larutan aquadest;
- Larutan asam sulfat pekat;
- Larutan MnSO4;
- Larutan 35,4 gr MnSO4 kedalam 100 ml aquadest;
- Indikator kanji.

3.3 Cara Kerja


a. Standarisasi Larutan tiosulfat (Na2S2O7)
Masukkan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,025 N ke dalam erlenmeyer 250 ml. Encerkan dengan air suling kira-
kira 50 ml. Tambahkan 1 gr KI Murni (p.a) dan 5 ml H2SO4 4 N. kemudian kocoklah dan simpan larutan
tersebut pada tempat gelap selama 5 menit. Titrasi dengan larutan natrium tiosilfat yang akan di
standarkan, bila warna kuning pada larutan hampir hilang, tambahkan 1 ml, indikator kanji, teruskan
titrasi sampai warna biru hilang.
b. Pemeriksaan Oksigen Terlarut
1. Sampel diencerkan dalam labu 500 ml dan 1000 ml dengan volume 7,5 ml dan 25 ml.
2. Isi 6 botol BOD dengan contoh air dan 6 botol BOD dengan larutan pengencer, diusahakan jangan
sampai ada gelembung kemudian tutup.
3. Cek pH, netralkan dengan buffer fosfat (sampai 6,9-7,1), kemudian cek lagi. Untuk 3 botol sample,
lakukan langkah 5-7 dan 3 botol sampel lainnya diinkubasi selama 5 hari dalam inkubator.
4. Inkubasi botol BOD untuk DO0 hari selama jam untuk menyesuaikan suhu pada 20o C.
5. Masukkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml larutan alkali iodide (pereaksi oksigen). Pemasukan reagen
menggunakan pipet 1 ml yang ujung pipet mencapai dasar botol. Tutup kembali, kemudian aduk dengan
cara membolak-balikkan botol sampai larutan homogen.
6. Diamkan selama 10 menit sampai kelihatan ada endapan coklat pada dasar botol (jika ada endapan
putih berarti tidak ada O2).
7. Tuangkan 10 ml isi botol yang jernih ke dalam Erlenmeyer. Untuk larutan yang masih tersisa dalam
botol BOD, tambahkan 1 ml asam sulfat pekat, tutup dan aduk sampai endapan larut kembali kemudian
tuangkan larutan tersebut ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan jernih tadi. Titrasi secepatnya
dengan larutan thiosulfat sampai warna awal mulai kelihatan hilang, tambahkan larutan kanji dan titrasi
kembali sampai warna biru hilang. Catat volume titran.
8. Lakukan hal yang sama pada blanko untuk DO0 hari.
9. Setelah 5 hari, lakukan kembali langkah 5-7 terhadap sample dan blanko untuk DO5 hari.

Perhitungan
BOD(5 C) = (DO0 - DO5) (B0 B5)(1 p)hari 20
p

DO = Vthio x N thio x 8 x 1000


V sampel

DAFTAR PUSTAKA

Alaert.G dan Sri Sumestri Santika,Msc. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Metclaf,Eddy. 2003. Waste Water Engineering Design. Mc.Graw Hill. New York

Posted by febry yursa putra at 6:55 AM

Labels: BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND, BOD, DISSOLVED OXYGEN, DO

Friday, February 6, 2009


ANALISIS FOSFAT
I. PRINSIP PERCOBAAN
Fosfat dengan ammonium molibdat membentuk senyawa komplek yang berwarna, besarnya absorban
di ukur dengan spektofotometer pada panjang gelombang 660 nm.
II. METODE
Pada percobaan fosfat ini metode yang digunakan adalah spektrofotometri
III. TINJAUAN PUSTAKA
Kehadiran fosfat dalam air menimbulkan permasalahan terhadap kualitas air, misalnya terjadinya
eutrofikasi. Untuk memecahkan masalah tersebut dengan mengurangi masukan fosfat ke dalam badan
air, misalnya dengan mengurangi pemakaian bahan yang menghasilkan limbah fosfat dan melakukan
pengolahan limbah fosfat. Salah satu metoda yang tengah dikembangkan adalah memanfaatkan
kemampuan fosfat untuk membentuk kristal dengan penambahan reaktan. Fosfat membentuk kristal
hydroxyapatite dengan penambahan Ca (Hirasawa dan Toya, 1990; Seckler dkk., 1996) dan kristal
struvite dengan penambahan Mg (Munch dan Barr, 2001).
Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku (apatit) atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis.
Biasanya, kandungan fosfor dinyatakan sebagai bone phosphate of lime (BPL) atau triphosphate of lime
(TPL), atau berdasarkan kandungan P2O5. Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan oksida
fosfatnya terdapat dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama proses pembekuan
magma. Kadang kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan batuan beku alkali kompleks, terutama
karbonit kompleks dan sienit.
Fosfat komersil dari mineral apatit adalah kalsium fluo-fosfat dan kloro-fosfat dan sebagian kecil
wavellite, (fosfat aluminium hidros). Sumber lain dalam jumlah sedikit berasal dari jenis slag, guano,
crandallite [CaAl3(PO4)2(OH)5.H2O], dan millisite (Na,K).CaAl6(PO4)4(OH)9.3H2O. Sifat yang dimiliki
adalah warna putih atau putih kehijauan, hijau, berat jenis 2,81-3,23, dan kekerasan 5 H.Fosfat adalah
sumber utama unsur kalium dan nitrogen yang tidak larut dalam air, tetapi dapat diolah untuk
memperoleh produk fosfat dengan menambahkan asam. Fosfat dipasarkan dengan berbagai kandungan
P2O5, antara 4-42 %. Sementara itu, tingkat uji pupuk fosfat ditentukan oleh jumlah kandungan N
(nitrogen), P (fosfat atau P2O5), dan K (potas cair atau K2O).
Fosfat sebagai pupuk alam tidak cocok untuk tanaman pangan, karena tidak larut dalam air sehingga
sulit diserap oleh akar tanaman pangan. Fosfat untuk pupuk tanaman pangan perlu diolah menjadi
pupuk buatan.
Di Indonesia, jumlah cadangan yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton endapan guano (kadar P2O5=
0,17-43 %). Keterdapatannya di Propinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah dan NTT, sedangkan tempat lainnya adalah Sumatera Utara, Kalimantan, dan Irian Jaya.
Di Indonesia, eksplorasi fosfat dimulai sejak tahun 1919. Umumnya, kondisi endapan fosfat guano yang
ada ber-bentuk lensa-lensa, sehingga untuk penentuan jumlah cadangan, dibuat sumur uji pada
kedalaman 2 -5 meter. Selanjutnya, pengambilan conto untuk analisis kandungan fosfat. Eksplorasi rinci
juga dapat dilakukan dengan pemboran apabila kondisi struktur geologi total diketahui.
Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan partikel partikel zat padat dalam dalam suatu fase homogen
(McCabe dkk, 1991). Kristalisasi dari larutan dapat terjadi jika padatan terlarut dalam keadaan berlebih
(di luar kesetimbangan, maka sistem akan mencapai kesetimbangan dengan cara mengkristalkan
padatan terlarut (Tai dkk, 1999). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembentukan kristal dari
larutan homogen tidak terjadi tepat pada harga konsentrasi ion sesuai dengan hasil kali kelarutan, tetapi
baru akan terjadi saat konsentrasi zat terlarut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi larutan jenuhnya.
Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besar kemungkinan membentuk inti baru. Penggunaan proses
kristalisasi diaplikasikan dalam berbagai jenis reaktor, tetapi reaktor dengan media terfluidisasi menjadi
prioritas pilihan (Battistoni dkk, 2001). Reaktor ini mampu menghasilkan penyisihan fosfat hingga 90%
bila digunakan bersama-sama dengan filtrasi serta dilakukan resirkulasi. Bila tanpa resirkulasi hanya
menghasilkan efisiensi 50% (Seckler dkk, 1996).
Keuntungan paling utama dari pengolahan menggunakan kristalisasi adalah dihasilkannya kristal fosfat
yang hampir murni dan berkadar air rendah. Pada penelitian ini, proses kristalisasi dilangsungkan dalam
reaktor terfluidisasi dengan media pasir silika dan menggunakan reaktan Ca. Faktor yang dikaji dalam
penelitian ini adalah mencari nilai pH dan perbandingan molar Ca:PO4 yang menghasilkan penyisihan
fosfat terbesar. Fosfor tidak terdapat dalam bentuk elemen bebas di alam, tetapi terdistribusi secara
luas dalam batuan, mineral, tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya.
Fosfor yang terdapat bebas di alam, terutama di air, dominan berada di dalam bentuk senyawa PO4-3
(phosphate; fosfat). Karena itu penggunaan istilah fosfat lebih umum digunakan. Fosfat terdapat dalam
jumlah yang signifikan pada efluen pengolahan air buangan domestik. Komposisi dari input fosfor dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut ini. put fosfor dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Komposisi dari input fosfor
Industri 7,3 %
Derivasi deterjen 40 %
Buangan manusia 44 %
Pembersih rumah 6,7 %

Sumber : Dojlido dan Best, 1993

Selain itu di air limbah domestik murni, jumlah fosfor total dapat berkisar antara 15 mg P/L, sedangkan
pada air limbah tercampur, antara domestic dan industri, konsentrasi fosfor dapat mencapai 50 mg P/L.
Jenis analisa yang akan diuraikan disini cukupsederhana dan terdiri dari 4 langkah bertahap yang dapat
digabungkan, sehingga setiap unsur fosfat dapat ditentukan. Langkah tersebut antara lain adalah:
a. Penyaringan pendahuluan pada filter membran untuk memisahkan fosfat terlarut yang tersuspensi;
b. Hidrolisa pendahuluan untuk merubah polifosfat menjadi ortofosfat;
c. Peleburan pendahuluan dengan asam sulfat untuk merubah semua polifosfat serta fosfat organis
menjadi ortofosfat;
d. Analisa ortofosfat.
Gangguan dalam langkah pendahuluan yaitu penyaringan, hidrolisa, dan peleburan, pada umumnya
dapat diabaikan. Gangguan biasanya terjadi pada analisa ortofosfat dan zat-zat yang mempengaruhi
hasil analisa adalah:
Arsen, bila konsentrasi 0,1 mg As/e
Krom (IV) dan nitrit, hasil analisa P turun 3% bila konsentrasi Cr(VI) dan turun 10 sampai 15% bila
konsentrasi Cr(VI)
Sulfida bila konsentrasinya > 1 mg S/e
Silikat bila konsentrasinya > 10 mg SiO4-/e

III. PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
- Alat
9 buah labu ukur 100 ml;
1 buah labu ukur 50 ml;
Pipet makro 1000 ml;
Pipet hisap;
9 buah tabung reaksi
Kuvet
- Bahan
a. H2SO4 10N;
b. H2SO4 0,4N;
c. Asam askorbat 2%;
d. Amonium molibdat 2,5 %;
e. Kalium antimonil tertarat 0,66 gr dalam 150 ml.
Campuran 1
65 ml amonium molibdat 2,5 % ditambahkan dengan 35 ml H2SO4 10N ditambahkan 5 ml kalium
antimonil tertarat, encerkan dalam labu 500 ml.
Campuran 2
10 ml campuran 1 ditambahkan 0,5 ml asam askorbat 2%.
3.2 Cara Kerja
a. Cara pembuatan Larutan Standar
PO4 1000 ppm didapatkan dari garam fosfat KH2PO4, lakukan pengenceran hingga mendapatkan
larutan standar dengan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 4ppm, 7ppm, 10 ppm, 20 ppm, dengan
H2SO4 0,4N sebagai pelarut.
b. Prosedur
Pipet 5 ml sampel dan masing-masing standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 5 ml
campuran 2, kocok sampai homogen dan biarkan selama 15 menit. Masukkan dalam kuvet spektronik,
ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.

DAFTAR PUSTAKA

APHA, AWWA, WPCF, 15 th ed, Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater.
Washington.
Dirjen. Penyelidikan Permasalahan Air, 1981, Pedoman Pengamatan Kualitas Air, Departemen PU,
Jakarta.

Posted by febry yursa putra at 6:57 AM

Labels: ANALISIS FOSFAT

Friday, February 20, 2009


PARTICLATTE MATTER
PARTICLATTE MATTER 10 (PM10)
LOW VOLUME SAMPLER (LVS)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini polusi udara menjadi salah satu masalah serius di kota-kota besar di Indonesia khususnya
dan di dunia umumnya. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan laju ekonomi yang dibarengi oleh
peningkatan kegiatan industri dan transportasi. Sektor transportasi mempunyai kontribusi terbesar pada
pencemaran udara didaerah perkotaan.
Dampak dari polusi udara ini juga dirasakan oleh wilayah-wilayah lain sekitar kota besar tersebut.
Karena sifat dari polusi udara sendiri yang mampu melewati lintas batas. Dalam suatu penelitian di
sejumlah tempat membuktikan adanya penurunan kuaitas udara. Polutan-polutan utama yang diukur
adalah CO, NO/NOX, SO2, TSP, O3 dan Pb. Dari hasil penelitian dan pengkajian yang mendalam
mendapatkan kesimpulan betapa berbahayanya efek yang akan didapatkan pada masa mendatang.
1.2 Maksud dan Tujuan
Agar praktikan dapat mengoperasikan alat LVS sesuai dengan prosedur praktikum;
Mengukur kondisi meteorologi terkait dengan perhitungan konsentrasi partikulat;
Untuk mengetahui konsentrasi partikulat tersuspensi yang berukuran kecil dari 10 m (PM10).

1.3 Batasan Masalah


Low Volume Sampler digunakan untuk mengumpulkan sampel partikulat yang berhubungan dengan
sistem pernapasan manusia. Alat ini dilengkapi oleh pelat-pelat elutriator horizontal yang dapat
memisahkan (mengendapkan) 100% partikulat yang memiliki ukuran > 10 m jika kecepatan aliran yang
melewatinya 20 L/menit sehingga partikulat yang tertangkap adalah partikulat yang memiliki diameter <
10 m.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sumber pencemaran udara dapat dikategorikan atas sumber bergerak, sumber tetap dan sumber alami.
Pada umumnya proses pembakaran bahan bakar fosil, baik yang di dalam mesin (transportasi), proses
pembakaran dan pengolahan industri, maupun pembakaran terbuka (domestik) mengeluarkan
pencemar-pencemar udara yang hampir sama, walaupun secara spesifik jumlah relatif masing-masing
pencemar yang diemisikan tergantung pada karakteristik bahan bakar dan kondisi pembakaran.
Partikel debu dalam emisi gas buang terdiri dari bermacam-macam komponen.Bukan hanya berbentuk
padatan tapi jugaberbentuk cairan yang mengendap dalampartikel debu. Pada proses pembakarandebu
terbentuk dari pemecahan unsurhidrokarbon dan proses oksidasisetelahnya. Dalam debu
tersebutterkandung debu sendiri dan beberapakandungan metal oksida. Dalam prosesekspansi
selanjutnya di atmosfir,kandungan metal dan debu tersebutmembentuk partikulat. Beberapa
unsurkandungan partikulat adalah karbon,
Sifat Fisika Dan Kimia
Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat rumit
dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil,
mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di
udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayanglayang di udara dan masuk kedalam
tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan,
partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi
kimia di udara. Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda,
dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya. Karena
Komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan
pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah
digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti : Suspended Particulate
Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), balack smake. Istilah lainnya lagi lebih mengacu pada
tempat di saluran pernafasan dimana partikulat debu dapat mengedap, seperti inhalable/thoracic
particulate yang terutama mengedap disaluran pernafasan bagian bawah, yaitu dibawah pangkal
tenggorokan (larynx ). Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10 (partikulat debu dengan ukuran
diameter aerodinamik <10 mikron), yang mengacu pada unsur fisiologi maupun metode pengambilan
sampel.
Sumber Dan Distribusi
Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau
berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang
mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya
penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.
Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna
sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu
bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan
bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran
sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting. Berbagai
proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan
di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.
Bila polusi semakin parah, hujan asam tidak terelakkan. Jika betul terjadi, semua jadi serba asam (pH
<6). Indikasi umumnya pH 5,6. Akibatnya akan merusak ekosistem darat dan air. Juga merusak hutan
dan bangunan, mempengaruhi iklim global pula. PH <6 akan membunuh makhluk renik sumber
makanan ikan. PH <5,5, ikan tak mampu bereproduksi, kurang nutrisi, dan mati lemas. PH <5, ikan akan
mati. Apabila PH <4, kemungkinan kehidupan akan menjadi sama sekali berbeda dari sebelumnya.
Partikulat, bagian terkecil debu berdiameter 10 mikron (PM10) atau sekitar sepertujuh dari ukuran
rambut manusia, dikhawatirkan berdampak buruk terhadap sistem pernapasan yang dapat
menyebabkan kematian prematur. Ada dugaan, 9% kematian bayi usia 1 - 12 bulan akibat polusi PM10.
III. PROSEDUR PRAKTIKUM DAN ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN
3.1 Sebelum Praktikum
Bersihkan filter fiber yang digunakan dari kotoran dengan menggunakan sikat kecil;
Filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik (pemberian nomor pada
filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum sampling dilakukan filter tidak boleh dilipat;
Setelah ditimbang, letakan filter di dalam file box yang telah diisi dengan silica gel dan dilapisi dengan
kertas atau aluminium foil;
Tutup rapat file box dengan selotip/plester agar uap air tidak masuk.
3.2 Pada Saat Praktikum
Siapkan sumber arus listrik, pastikan voltase alat sama dengan voltasesumber arus listrik;
Pasang tripod setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletakkan elutriator;
Pasang filter dengan rapi di antara face plate yang terletak pada slang yang akan menghubungkan
elutriator dengan pompa vakum;
Hidupkan LVS dan atur laju aliran sampai 20 l/menit pada tombol pengatur laju aliran;
Catat kecepatan aliran udara setelah alat hidup 5 menit. Biarkan sampling berlangsung selama 1 jam;
Catat kondisi metereologi (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah dan kecepatan angin)
minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir catat kembali laju aliran udara;
Setelah praktikum berakhir, matikan alat LVS, face plate dibuka dan filter dikeluarkan, filter dilipat
sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung partikulat tersuspensi saling berhadapan;
Masukan filter tersebut ke dalam plastik;
Kondisikan filter tersebut ke dalam desikator selama minimal 24 jam.
3.3 Setelah Praktikum
Timbang filter yang telah dikondisikan minimal 3 kali pengukuran untuk masing-masing filter.
Peralatan :
Peralatan sampling terdiri atas 3 unit:
Face plate (pada bagian elutriator);
Elutriator;
Motor pompa vakum;
Tripod.
Peralatan pendukung :
Neraca analitik, dengan ketelitian 0,1 mg;
Filter fiber glass;
Pinset;
Kompas, untuk penentuan arah angin;
Hygrothermometer, pengukur suhu dan kelembapan;
Barometer, pengukur tekanan udara;
Desikator, digunakan untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum dan sesudah
sampling dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Kridiasto, Indradi.2002.Model Simulasi Pencemaran Udara Dengan Metode Sistem
Dinamis.Department_of_Environmental_Engineering.

Posted by febry yursa putra at 5:11 AM


Labels: PARTICLATTE MATTER, Volume Sampler

Friday, February 20, 2009


PARTIKULAT TERSUSPENSI
PARTIKULAT TERSUSPENSI
HIGH VOLUME SAMPLER (HVS)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ambang batas yang ditetapkan di dalam baku mutu kualitas udara ditentukan berdasarkan kajian
mendalam hasil studi-studi hubungan dosis-respons (dose-response) antara konsentrasi pencemar
tertentu dan tingkat respons yang dirasakan oleh reseptor; contohnya konsentrasi pencemar yang dapat
menyebabkan simptom gangguan kesehatan pada sistem atau organ manusia (misalnya gangguan pada
jantung atau sistem pernafasan) atau kerusakan yang dapat dilihat pada daun-daunan tanaman.
Dampak kesehatan dan dampak lingkungan yang terjadi tergantung pada besarnya konsentrasi
pencemar di udara ambien. Bila memungkinkan, pengukuran dampak dilakukan pada reseptor, tetapi
pengukuran secara langsung tersebut umumnya cukup rumit dan membutuhkan biaya tinggi bila
dibandingkan dengan pengukuran tingkat konsentrasi pencemar di udara ambien.
1.2 Maksud dan Tujuan
Agar praktikan dapat mengoperasikan alat LVS sesuai dengan prosedur praktikum;
Mengukur kondisi meteorologi terkait dengan perhitungan konsentrasi partikulat;
Untuk mengetahui konsentrasi total partikulat tersuspensi yang berukuran kecil dari 10
1.3 Batasan Masalah
Low Volume Sampler digunakan untuk mengumpulkan sampel partikulat yang berhubungan dengan
sistem pernapasan manusia. Alat ini dilengkapi oleh pelat-pelat elutriator horizontal yang dapat
memisahkan (mengendapkan) 100% partikulat yang memiliki ukuran > 10 m jika kecepatan aliran yang
melewatinya 20 L/menit sehingga partikulat yang tertangkap adalah partikulat yang memiliki diameter <
10 m.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Partikulat adalah zat padat atau cair yang sangat halus dengan ukuran tertentu (0,01 100 m) yang
tersuspensi di udara dan tetap berada di udara dalam waktu tertentu.
Partikulat dihasilkan dari beberapa kegiatan, yaitu :
Sumber utama adalah dari proses industri, transportasi, power plant, dan pemukiman (resedensial);
Material handling proses : crushing, grinding, loading material;
Proses pembakaran tidak sempurna : pembakaran CO menghasilkan asap/fly ash;
Proses isinerasi;
Gas konvensi : terjadi reaksi antar gas di atmosfer.
Berdasarkan kandungannya, partikulat digolongkan atas 3 yaitu :
Partikulat organik, contohnya : mikroba, spora, nakteri dan virus;
Partikulat anorganik, contohnya: embun, dust/debu, smok/asap, fumes, fog;
Embun adalah fraksi H2O yang sangat halus dan ringan sehingga bertebangan di udara.
Fumes adalah zat padat hasil kondensasi gas yang biasanya terjadi setelah penguapan logam cair,
dengan ukuran < 0,1 m.
Debu adalah zat padat berukuran 0,1 2,5 m.
Asap/smok adalah karbon yang berdiameter kurang dari 0,1 m akibat pembakaran hidrokarbon yang
kurang sempurna.
Partikulat radioaktif adalah partikulat yang mengandung zat-zat radioaktif, ini dikelompokkan berbeda
karena memiliki efek dan karakteristik yang spesifik radioaktif.
Efek partikulat :
1. Efek terhadap manusia;
a.Mengganggu sistem pernapasan;
Efek terhadap paru-paru tergantung ukuran/diameter, bentuk, kepadatan serta zat kimia dan fisikanya.
Partikel yang berukuran > 5 m terhenti dan berkumpul di hidung dan tenggorokan;
Partikulat berukuran 0,5 - 5 m terkumpul dalam paru-paru dan sebagian masuk ke dalam alvoli;
Partikel < 5 m tinggal dalam alveoli dan dapat terabsorbsi dalam darah penyakit yang timbul akibat
gangguan sistem saluran pernapasan adalah fibrosis dan granuloma.
b.Efek lain berupa penyakit-penyakit lain, seperti : iritasi, infeksi, asphysia, kanker, iritasi mata dan
hidung, keracunan sistemik, demam, dsb.
2.Efek terhadap tanaman;
Menggangu proses fotosintesis, dan respirasi karena terbentuknya kerak pada permukaan tumbuhan
yang akan menghalangi masuknya cahaya matahari.
3.Efek tehadap bahan lain;
Mempercepat korosi (terutama pada bahan yang mengandung sulfur). Merusak bahan bangunan yang
terbuat dari tanah, cat dan tekstil.
4.Mengurangi jarak pandang.
III. PROSEDUR PRAKTIKUM DAN ALAT- ALAT YANG DIGUNAKAN
3.1 Sebelum Praktikum
Bersihkan filter fiber yang digunakan dari kotoran dengan menggunakan sikat kecil;
Filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik (pemberian nomor pada
filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelim sampling dilakukan filter tidak boleh rusak;
Setelah ditimbang, Letakan filter di dalam file box yang telah diisi dengan silica gel dan dilapisi dengan
kertas atau aluminium foil;
Tutup rapat file box dengan selotip/plester agar tidak berkontak dengan udara luar.

3.2 Pada Saat Praktikum


Siapkan sumber arus listrik, pastikan voltase alat sama dengan voltase sumber arus listrik;
Pasang filter dengan rapi di antara face plate dan gasket, pasang alat pengukur debit sesuai dengan
waktu pengukuran;
Hidupkan HVS dan setelah berjalan 5 menit catat kecepatan aliran udara. Biarkan sampling berlangsung
selama 1 jam;
Catat kondisi metereologi (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah dan kecepatan angin)
minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir catat kembali laju aliran udara;
Setelah praktikum berakhir, matikan alat LVS, face plate dibuka dan filter dikeluarkan, filter dilipat
sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung partikulat tersuspensi saling berhadapan;
Masukan filter tersebut ke dalam plastik;
Kondisikan filter dalam desikator selama minimal 24 jam.
3.3 Setelah Praktikum
Timbang filter yang telah dikondisikan minimal 3 kali pengukuran untuk masing-masing filter.
Peralatan :
Peralatan sampling terdiri atas 3 unit :
Face plate (plat bagian depan) dan gasket;
Filter adaptor;
Motor pompa vakum.
Ketiga alat tersebut dilindungi oleh shelter.
Hi-Vol Sampler harus mampu menghisap udara melalui filter filter glass berukuran 20,3 25,4 cm2
dengan kecepatan aliran udara minimum 1,13 m3/menit (30 cfm) dan mampu beroperasi selama 24
jam.
Peralatan pendukung :
Neraca analitik, dengan ketelitian 0,1 mg;
Filter fiber glass;
Pinset;
Kompas, untuk penentuan arah angin;
Hygrothermometer, pengukur suhu dan kelembapan;
Barometer, pengukur tekanan udara;
Desikator, digunakan untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum dan sesudah
sampling dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Hafidawati.2002.Pencemaran Udara.Departmen of Enviromental Engineering.
Hendra, Yulia.2002.Pengukuran Konsentrasi Policyclic Aromatic Hidrocarbons (PAHs) Atmosferik Pada
Fase Gas dan Partikulat. Departmen of Enviromental Engineering.

Posted by febry yursa putra at 5:13 AM

Labels: HIGH VOLUME SAMPLER, PARTIKULAT TERSUSPENSI

Friday, February 27, 2009


COARSE PARTICLES
DENTIFIKASI KONSENTRASI DAN KOMPOSISI FINE DAN
COARSE PARTICLES DI DAERAH BACKGROUND NON-URBAN
(Studi Kasus : Cekungan Bandung)
IDENTIFICATION OF CONCENTRATION AND COMPOSITION OF
FINE AND COARSE PARTICLES CONCENTRATION AT
BACKGROUND NON-URBAN AREA (Case Study : Bandung Valley)
I Gusti Bagus Tridarwata Yatnaputra
1
, Moh. Irsyad dan Puji Lestari
Departemen Teknik Lingkungan ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132
1
e-mail : tridarwata@gmail.com
Abstrak : Partikulat tersuspensi adalah salah satu pencemar utama yang terdapat di udara. Partikulat
diemisikan secara alami dan dari aktivitas antropogenik. Efeknya sangat luas terhadap kesehatan akibat
senyawa-senyawa toksik yang terkandung di dalamnya. Salah satu kriteria yang umum digunakan dalam
penempatan stasiun pemantau kualitas udara adalah background lokal non-urban, yaitu di lokasi yang
masih bebas dari aktivitas antropogenik. Untuk kota Bandung, selama ini stasiun pemantau milik BPLHD
yang dianggap mewakili kondisi background adalah stasiun pemantau yang berlokasi di Dago Pakar.
Dalam
penelitian ini, dicari lokasi lain selain Dago Pakar yang kualitas udaranya lebih bagus untuk dijadikan
sebagai lokasi stasiun background nonurban. Berdasarkan data dari Stasiun Geofisika Bandung, angin di
wilayah Bandung rata-rata bertiup dengan arah Barat-Timur secara bergantian. Karena itu dipilih daerah
perkebunan teh Rancabali, yang terletak 30 km di sebelah barat daya Kota Bandung, sebagai lokasi
pengambilan sampel. Penelitian dilakukan pada musim kemarau pada bulan Agustus 2005. Dalam
penelitian
ini digunakan 7 sampel, dengan durasi pengambilan sampel 48 jam/sampel. Alat yang digunakan dalam
pengambilan sampel adalah Dichotomous Sampler. Analisis dilakukan secara gravimetri, dengan
mengukur
selisih berat filter sebelum dan sesudah pengambilan sampel. Hasil analisis menunjukkan bahwa
konsentrasi
partikulat di lokasi pengambilan sampel lebih rendah dibandingkan di Dago Pakar. Hasil analisis karbon
elemental dan logam menunjukkan bahwa sumber emisi partikulat yang dominan adalah sumber alami.
Karena itu Rancabali lebih tepat untuk digunakan sebagai lokasi background non-urban untuk parameter
partikulat di wilayah Cekungan Bandung dibandingkan Dago Pakar.
Kata Kunci : partikel halus, partikel kasar, partikulat, stasiun background
Abstract : Particulate matter is one of the important air pollutants. It is emitted from nature and
anthropogenic activity. It affects human health widely because of its toxical material composition. One
criteria that is used to placed the air quality monitoring station is local non-urban background, which is a
place with a clean air, free from anthropogenic pollutants. At the City of Bandung, air quality monitoring
station of BPLHD has been placed in Dago Pakar to represent local nonurban background concentration.
This research try to find another location which has better air quality than Dago Pakar, to be used as
background nonurban station. According to the sampling result of Bandung Geophysics Station, the
wind is
blown at West-East direction in turn. Therefore Rancabali Subdistrict, which is approximately 30 kms at
the
southwest side of Bandung, was chosen as sampling location. Sampling was done at the dry season,
August
2005. This research used 7 samples, whose time duration was 48 hours for each sample. Dichotomous
Sampler was used as the sampling device. Gravimetric method was used to analyze those samples, by
quantify the difference of filter weight after and before sampling. The analysis result showed that air
quality
at the sampling location is better than Dago Pakar according to its particulater matter concentration. Its
elemental carbon and major metal elements showed that natural sources is the major source of metal
elements at sampling location. Thus, Rancabali Subdistrict has better air quality than Dago Pakar and
therefore more proper to be used as the local non-urban background for particulate matter.
Key Words : background monitoring station, coarse particle, fine particle, particulate matter

No No SNI Judul Ruang Lingkup


397 SNI 13-6474-2000
Metode Uji Penentuan Indeks Kuat Tekan Bebas dari Tanah yang di Graut dengan Bahan Kimia Metode
ini mencakup metode uji untuk menentukan indeks kuat tekan-bebas jangka pendek atau tanah yang
digraut dengan bahan kimia, menggunakan aplikasi kendali regangan terhadap beban uji
398 SNI 13-6788-2002
Metode Pengujian pH Bahan Gambut Dengan Alat pH Meter Metode ini memuat pengertian, ketentuan-
ketentuan, dan prosedur pengukuran pH secara elektrokimia dari bahan gambut. Pengujian ini
digunakan untuk menentukan derajat keasaman atau kebasaan bahan gambut, yang tersuspensi dalam
air dan dalam larutan kalsium khlorida (CaCl2) 0,01 M
399 SNI 15-2530-1991
Metode Pengujian Kehalusan Semen Portland Metode ini digunakan untuk menentukan kehalusan
semen portland dengan cara penyaringan.
400 SNI 15-2531-1991
Metode Pengujian Berat Jenis Semen Portland Metode pengujian ini digunakan untuk menentukan nilai
berat isi semen portland dan untuk pengendalian mutu semen.
401 SNI 19-3964-1994
Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Metode ini
berisi persyaratan, ketentuan, cara pelaksanaan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan
komposisi sampah untuk suatu kota
402 SNI 19-4840-1998
Metode Pengujian Kadar Partikel Debu di Udara Secara Gravimetri dengan Menggunakan High Volume
Air Sampler (HVS). Metode ini digunakan untuk memperoleh besarnya partikel debu di udara.
403 SNI 19-4841-1998
Metode Pengujian Kadar NOx diUdara dengan Menggunakan Alat Spektrofotometer Standar ini
menetapkan pengujian kadar NOX di udara dengan mengunakan alat Spektrofotometer untuk
memperoleh besarnya kandungan Gas NOx di udara dengan menggunakan alat Spektrofotometer.
404 SNI 19-4842-1998
Metode Pengujian kandungan Gas O3 di Udara dengan Menggunakan Alat Spektrofotometer. Standar ini
digunakan untuk memperoleh besarnya kandungan Gas 03 di udara dengan menggunakan alat
Spektrofotometer.
405 SNI 19-4843-1998
Metode Pengujian Kandungan Gas Hidrokarbon (HC) di Udara dengan Alat Gas Kromatograp. Standar ini
digunakan untuk memperoleh besarnya kandungan Gas Hidrokarbon (HC) di udara.
406 SNI 19-4844-1998
Metode Pengujian Konsentrasi Hidrogen Sulfida (H2S) Dalam Udara dengan Alat Spektrofoto-meter.
Metode ini digunakan untuk mengukur Kandungan partikulat mengenai pencemaran udara oleh H2S.
407 SNI 19-4845-1998
Metode Pengujian Kandungan Gas CO di Udara dengan Menggunakan NDIR Standar ini digunakan untuk
memperoleh besarnya kandungan Gas CO di udara dengan menggunakan alat Non Dispersive Infra Red
(NDIR).
408 SNI 19-6413-2000
Metode Pengujian Kepadatan Berat Isi Tanah di Lapangan dengan Balon Karet Metode ini digunakan
untuk penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di Lapangan atau lapisan tanah yang
teguh menggunakan alat balon karet
409 SNI 19-6426-2000
Metode Pengujian Pengukuran pH Pasta Tanah-Semen untuk Stabilisasi Metode ini digunakan untuk
pengukuran pH pasta tanah-semen untuk mendeteksi keberadaan bahan organik dalam tanah yang
dapat mempengaruhi proses hidrasi semen portland.
410 SNI 19-6447-2000
Metode Pengujian Kinerja Pengolah Lumpur Aktif Metode ini digunakan untuk memisahkan benda
tersuspensi dan benda terlarut yang sukar mengendap menjadi hasil olahan lumpur yang yang mudah
mengendap, dengan pencampuran air buangan dan lumpur aktif yang merupakan agregat mikro organik
aerobik melalui absorpsi bio-kimia, oksidasi atau asimilasi
411 SNI 19-6449-2000
Metode Pengujian Koagulasi Flokulasi dengan Cara jar Metode ini digunakan untuk mengevaluasi
pengolahan dalam rangka mengurangi bahan-bahan terlarut, koloid dan yang tidak dapat mengendap
dalam air dengan memakai bahan kimia dalam proses koagulasi flokulasi yang dilanjutkan dengan
pengendapan secara gravitasi
412 SNI 19-6457-2000
Metode Dasar Pengukuran Tubuh Manusia untuk Rancangan Teknologi Standar ini menetapkan metode
dasar pengukuran tubuh manusia untuk rancangan teknologi yang meliputi; deskripsi ukuran-ukuran
anthropometri yang dapat dipakai sebagai dasar perbandingan berbagai kelompok populasi. Uraian
dasar yang dispesifikasikan dalam standar ini dimaksudkan untuk menyajikan suatu petunjuk / pedoman
ergonomi yang dibutuhkan untuk menentukan pengertiannya pada desain geometri untuk tempat-
tempat manusia bekeja dan tinggal. Uraian ini tidak termasuk menyiapkan suatu pedoman bagaimana
mengambil ukuran-ukuran anthropometrik, melainkan memberi informasi kepada para ergonom dan
perancang mengenai dasar-dasar anatomi dan anthoropometrik serta prinsip-prinsip pengukuran yang
diterapakan dalam memutuskan rancangan. Standar ini bisa dipakai dalam hubungannya dengan
peraturan nasional atau internasional atau kesepakatan untuk menjamin keselarasan dalam penentuan
kelompok populasi.
413 SNI 19-6473-2000
Metode Uji Kelulusan Air dengan Penurunan Tinggi Tekan Air Metode ini meliputi petunjuk pelaksanaan
praktis dalam melakukan pengujian kelulusan air dengan cara penurunan tinggi tekan air yang dilakukan
di Laboratorium sehingga nilai kelulusan air (k) contoh tanah yang diuji dapat diketahui
414 SNI 19-6738-2002
Metode Perhitungan Debit Andal Air Sungai Dengan Analisis Lengkung Kekerapan. Standar ini
menetapkan Metode perhitungan debit andal air sungai dengan analisis lengkung kekerapan yang
meliputi ketentuan-ketentuan, cara perhitungan besarnya potensi debit air di sungai.
415 SNI 19-6739-2002
Metode Pengujian Untuk Penentuan Kapasitas Jenis Dan Penaksiran Transmisivitas Pada Sumur Uji.
Metode ini untuk menentukan angka kapasitas jenis sumur uji dan menaksir angka transmisivitas pada
sekitar tempat sumur uji tersebut.
416 SNI 19-6740-2002
Metode Pengujian Untuk Penentuan Transmisivitas Akuifer Tertekan Dengan Cara Pemulihan Theis.
Metode ini membahas prosedur analitis untuk penentuan transmisivitas akuifer tertekan dengan cara
pemulihan theis (dari data pemulihan muka air sebagai akibat pemompaan atau injeksi yang berlaju
tetap).

Sampling
Air sample of SPM (suspended particulate matter) is collected on the filter using by High Volume Air
Sampler.
The sampling rate is usually 1m3/min. The sampler is shown on the right. The PUFP (poly urethane form
plug) is attached in the backward of the filter to collect semi-volatile compounds such as complexes of
PCBs and Dioxins. These compounds contains the various congener and isomers, and show the wide
range of physical properties (for example vapor pressure).
The sample is extracted by Soxhlet apparatus. The extract is cleaned up with sulfuric acid treatment,
column cleanup etc. and then concentrated to less than 1.0ml for the determination using by HR(High
Resolution)/HR (High Resolution) GC/MS.

Posted by febry yursa putra at 6:44 AM

Labels: Kadar NOx, PARTIKULAT TERSUSPENSI, semen


portland, SNI 19-4841-1998, Spektrofotometer. Friday,
February 27, 2009
lab udara lagi pm 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran Lingkungan merupakan peristiwa penyebaran suatu zat dengan kadar tertentu yang dapat
mengganggu kesejahteraan hidup manusia, hewan, dan tumbuhan. Salah satu pencemaran lingkungan
yang sedang bergejolak panda masa sekarang ini adalah pencemaran udara.
Dengan bertambah dan berkembangnya kegiatan ekonomi, industri,transportasi, kegiatan komersial dan
pemukiman serta sektor penunjang lainnya, menyebabkan peningkatan partikulat pada udara ambien.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai kualitas udara ambien.
1.2 Maksud dan Tujuan
Agar praktikan dapat mengoperasikam alat LVS sesuai dengan prosedur praktikum;
Mengukur kondisi meteorologi terkait dengan perhitungan konsentrasi partikulat;
Untuk mengetahui konsentrasi partikulat tersuspensi yang berukuran kecil dari 10 mikrometer
(PM10).
1.3 Batasan Masalah
Dalam praktikum Particulate Matter 10 (PM10) ini, praktikan mengukur konsentrasi partikulat
tersuspensi yang berukuran kecil dari 10 mikrometer (PM10).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Wark & Warner (1981), pengertian pencemaran udara adalah hadirnya satu atau lebih
kontaminan di atmosfer pada jumlah atau durasi tertentu sehingga dapat atau cenderung menimbulkan
pengaruh buruk pada manusia, hewan, tumbuhan atau material serta dapat mengganggu kenyamanan
dan kesejahteraan hidup.
Menurut PP No. 41, tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, definisi pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
udara ambien turun atau tidak dapat memenuhi fungsinya.
Sumber Pencemaran Udara menurut EPA (Environmental Protection Agency) ada 3 yaitu :
a. Sumber tetap
Sumber emisi berada pada posisi tetap dari waktu ke waktu.
Contohnya cerobong asap industri, misalnya emisi SO2 dari cerobong PLTU;
b. Sumber bergerak
Sumber bergerak menghasilkan pencemar yang bergerak dari waktu ke waktu, seperti alat-alat
transportasi;
c. Sumber alamiah
Seperti letusan gunung berapi dan angin yang meniup debu dari tanah.
Penyebab pencemaran lingkungan merupakan peristiwa penyebaran suatu zat dengan kadar tertentu
yang dapat merubah keadaan keseimbangan pada daur materi, baik keadaan struktur maupun
fungsinya, sehingga mengganggu kesejahteraan manusia. Salah satu pencemaran lingkungan yang
sedang bergejolak pada masa sekarang adalah pencemaran udara.
Mekanisme pencemaran udara terjadi apabila kontaminan di udara telah memenuhi persyaratan
(kuantitas, lama berlangsung, maupun potensial bahaya) maka kontaminan itu disebut sebagai polutan
atau zat pencemar yang dapat menimbulkan pencemaran. Mekanisme pemaparan kontaminan di udara
merupakan suatu sistem yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu sumber emisi, atmosfer dan efek
bagi reseptor/penerima.
Wujud pencemar udara di atmosfer :
1. Pencemar berbentuk gas
Polutan gas adalah zat pencemar berupa fluida tak berbentuk yang menempati ruangan di mana gas
tersebut dilepaskan, berperilaku seperti udara dan tidak mengendap dari atmosfer. Yang termasuk
dalam kategori ini misalnya SO2, NO, NO2, O3, HC, dan CO.
2. Pencemar berbentuk partikulat
Partikulat adalah bentuk dari padatan atau cairan dengan ukuran molekul tunggal lebih besar dari 0,002
m tetapi lebih kecil dari 500 m yang tersuspensi di atmosfer dalam kondisi normal. Sumber emisi
alami partikulat yang penting seperti debu tanah, proses vulkanis, uap air laut, pembakaran liar, reaksi
gas alami. Emisi partikulat tergantung pada aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar
fosil (seperti transportasi kendaraan bermotor), industri (proses dan bahan bakar industri), dan sumber-
sumber non industri (misalnya pembakaran sampah).
Particulate Matter 10 (PM10) merupakan salah satu pencemaran berbentuk partikulat. PM10 adalah
material yang terdispersi di udara, baik berbentuk padat maupun cair yang berukuran kecil dari 10 m.
PM10 terdiri atas partikel halus berukuran kecil dari 2,5 m dan sebahagian partikel kasar berukuran 2,5
sampai 10 m. Sumber PM10 berbeda untuk setiap daerah, tergantung dari aktivitas di daerah tersebut.
Dari penelitian di Hanoi Vietnam 2002, sumber PM10 berasal dari transportasi (46 %), pembakaran batu
bara (17 %), debu tanah (16 %), kendaraan (10 %), pembakaran zat organik (6 %), sea spray (5 %)

3. Pencemar berbentuk energi dan kebauan


Pengaruh PM10 terhadap kesehatan manusia :
Dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, misalnya batuk, nafas pendek, penyakit paru-paru,
penyakit hati, dan lain-lain.

BAB III
ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN PROSEDUR PRAKTIKUM
3.1 Alat-Alat yang Digunakan
Face plate pada bagian elutriator;
Elutriator;
Motor pompa vakum;
Tripod;
Neraca Analitik dengan ketelitian 0,1g;
Filter;
Pinset;
Kompas, untuk penentuan arah angin;
Hygrothermometer, sebagai pengukur suhu dan kelembapan;
Barometer, untuk pengukur tekanan udara;
Desikator, yang digunakan untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum dan setelah
sampling dilakukan.
3.2 Prosedur Praktikum
3.2.1 Sebelum Praktikum
Bersihkan filter yang digunakan dengan menggunakan sikat kecil;
Filter dikondisikan selama 24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik
(pemberian nomor pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum sampling dilakukan filter tidak
boleh dilipat;
Setelah ditimbang letakkan filter di dalam file box yang telah diisi silica gel dan dilapisi kertas
alumunium foil
Tutup rapat file box dengan selotip, agar uap air tidak masuk.
3.2.2 Pada Saat Praktikum
Siapkan sumber arus listrik, pastikan voltase alat sama dengan voltase sumber arus listrik;
Pasang tripod setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletekkan elutriator;
Pasang filter dengan rapi diantara face plate yang terletak pada slang yang akan menghubungkan
elutriator dengan pompa vakum;
Hidupkan LVS dan atur laju aliran sampai 20 l/menit pada tombol pengatur laju aliran;
Catat kecepatan aliran udara setelah alat hidup 5 menit. Biarkan sampling berlangsung selama 1 jam;
Catat kondisi meteorology (suhu, tekanan udara, kelembapan udara, arah, dan kecepatan angin)
minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir catat kembali laju aliran udara;
Setelah praktikum berakhir, matikan alat LVS, face plate dibuka dan filter dikeluarkan, filter dilipat
sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung partikulat tersuspensi saling berhadapan;
Masukkan filter tersebut ke dalam plastik;
Kondisikan filter dalam desikator selama minimal 24 jam;
3.2.3 Setelah Praktikum
Timbang filter yang telah dikondisikan minimal 3 kali pengukuran untuk masing-masing filter.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Asisten Laboratorium Kualitas Udara. 2007. Modul Praktikum Monitoring Kualitas Udara. Jurusan
Teknik Lingkungan. Universitas Andalas : Padang
www.google.com
www.wikipedia .com

Friday, February 27, 2009


laporan lab udara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pencemaran lingkungan semakin hari semakin meningkat dan sulit dikendalikan. Pencemaran
lingkungan berasal dari tiga sumber yaitu pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah
yang masing-masing mempunyai komponen sumber pencemar yakni kimia, fisis dan biologis.
Dalam praktikum ini, kita membahas tentang Pencemaran udara yang merupakan salah satu dari
berbagai permasalahan yang dihadapi oleh daerah perkotaan. Laju urbanisasi yang tinggi, motorisasi dan
industrialisasi telah menyebabkan permasalahan pencemaran udara yang serius di kota-kota besar,
sehingga menyebabkan pencemaran udara menjadi salah satu ancaman yang serius terhadap kesehatan
masyarakat, masyarakat miskin perkotaan, dan produktivitas nasional.
1.2. Tujuan Praktikum
Agar praktikum dapat mengoperasikan alat impinger sesuai dengan prosedur praktikum;
Mengukur kondisi meteorologi terkait dengan perhitungan konsentrasi pencemar gas;
Untuk mengetahui konsentrasi gas NO2, SO2, dan O3 di udara ambien.
1.3. Batasan Masalah
Permasalahan yang diambil adalah banyaknya sumber-sumber pencemar lingkungan. Sumber pencemar
yang dibahas mengenai sumber pencemar udara yang disebabkan oleh faktor kimia yang menghasilkan
gas SO2, NO2 dan O3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Udara adalah unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, binatang, dan
tumbuh-tumbuhan di mana semuanya ini membutuhkan udara untuk tetap dapat mempertahankan
hidupnya. Udara ambien yang dihirup oleh makhluk hidup dikenal dengan kualitas udara ambien
merupakan hal pokok yang harus tetap dijaga kualitasnya, agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan
fungsinya. Udara yang tercemar mempunyai tingkat konsentrasi bahan pencemar baik dalam bentuk gas
maupun padat lebih tinggi dari yang umumnya terdapat di lingkungan alam. Nitrogen dioksida
merupakan pencemar udara yang berwarn coklat kemerahan dan berbau tajam. NO2 berasal dari emisi
kendaraan bermotor dan kegiatan industri
Pada keadaan normal, sebagian besar udara terdiri atas oxygen dan nitrogen (90%). Tetapi, aktivitas
manusia dapat merubah komposisi kimiawi udara sehingga terjadi pertambahan jumlah species,
ataupun meningkatkan konsentrasi zat-zat kimia yang sudah ada. Aktivitas manusia yang menjadi
sumber pengotoran/pencemaran udara adalah buangan industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran
di rumah-rumah dan di ladang-ladang. Zat-zat sebagai akibat aktivitas manusia ini dapat digolongkan
pada :
Zat kimia;
Zat fisis;
Zat biologis.
Dalam praktikum ini, kita hanya membahas tentang zat kimia pengotor/pencemar udara : sulfur
dioksida, ozon, nitrogen oxida.
Sulfur dioksida, sulfur dioksida didapat baik dari sumber alamiah maupun sumber buatan. Sumber-
sumber SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan
reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akancepat berubah
menjadi SO2 sebagai berikut :
H2S + 3/2 O2 SO2 + H2O
Gas sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak terbau bila berada pada konsentrasi rendah tetapi akan
memberikan bau yang tajam pada konsentrasi pekat. Sulfur dioksida berasal dari pembakaran bahan
bakar fosil, fosil seperti minyak bumi dan batubara. Pembakaran batubara pada pembangkit listrik
adalah sumber utama pencemaran SO2. Selain itu berbagai proses industri seperti pembuatan kertas
dan peleburan logam-logam dapat mengemisikan SO2 dalam konsentrasi yang relatif tinggi. SO2 adalah
kontributor utama hujan asam. Di dalam awan dan air hujan SO2 mengalami konveksi menjadi asam
sulfur dan aerosol sulfat di atmosfer. Bila aerosol asam tersebut memasuki sistem pernafasan dapat
terjadi berbagai penyakit pernafasan seperti gangguan pernafasan hingga kerusakan permanent pada
paru-paru. Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan batubara
yang mengandung sulfur tinggi. Sumber-sumber ini diperkirakan memberi kontribusi sebanyak
sepertiganya saja dari seluruh SO2 atmosfir/tahun. Akan tetapi, karena hamper seluruhnya berasal dari
buangan industri, maka hal ini dianggap cukup gawat. Apabila pembakaran bahan bakar fosil ini
bertambah dikemudian hari, maka dalam waktu singkat sumber-sumber ini akan dapat memproduksi
lebih banyak SO2 daripada sumber alamiah.
Sulfur dioksida atau SO2 adalah bagian dari Sox. Gas ini dengan mudah larut dalam air. Sumber SO2
dapat berasal dari pembakaran batubara, industri, dan kendaraan umum.
Ozon, Ozon adalah gas yang tidak stabil, berwarna biru, mudah mengoksidasi, dan bersifat iritan yang
kuat terhadap saluran pernapasan. Ozon didapat secara alamiah di dalam stratosfir dan sebagian kecil di
dalam troposfir, ozon juga merupakan konstituen dari smog (smoke and fog). Secara artificial Ozon
didapat dari berbagai sumber seperti peralatan listrik bervoltase tinggi, peralatan sinar Rontgen, dan
spektograf. Karena ozon bersifat bakterisidal, maka Ozon seringkali sengaja dibuat untuk dipakai sebagai
disinfektan. Ozon termasuk ke dalam pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari reaksi
fotokimia NOx dan HC.
Pencemaran ozon dapat menimbulkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia, pencemar
ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu,
logam, cat, dlsb), penurunan hasil pertanian dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya
keanekaragaman hayati.
Ozon adalah gas yang dikomposisikan oleh tiga atom oksigen. Pada tingkat dasarnya dibentuk oleh
reaksi kimia antara NOx dan senyawa volatil organic (VOC). Ozon dapat menjadi efek yang baik maupun
buruk tergantung pada lokasi ozon di atmosfir. Emisi kendaraan bermotor dan emisi industri merupakan
sumber ozon yang buruk.
Nitrogen oxida, species nitrogen oxida yang sering didapat di dalam atmosfir adalah NO, NO2, ataupun
N2O. Baik NO maupun N2O didapat dalam udara yang tidak tercemar, sedangkan N2O adalah zat yang
tidak pernah ada di dalam udara yang murni. Sumber utama nitrogen oxida adalah pembakaran. Oksida
nitrogen (NOx) adalah kontributor utama smog dan deposisi asam. Nitrogen oksida bereaksi dengan
senyawa organic volatile membentuk ozon dan oksidan lainnya seperti peroksiasetilnitrat (PAN) di
dalam smog fotokimia dan dengan air hujan menghasilkan asam nitrat dan menyebabkan hujan asam.
Smog fotokimia berbahaya bagi kesehatan manusia karena menyebabkan kesulitan bernafas pada
pendirita asma, batuk-batuk pada anak-anak dan orang tua, dan berbagai gangguan sistem pernafasan,
serta menurunkan visibilitas. Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk
partikel aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan Bumi) dapat membahayakan tanam-tanaman,
pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir memasuki danau dan sungai lalu
melepaskan logam berat dari tanah serta mengubah komposisi kimi air. Hal ini pada akhirnya dapat
menurunkan dan bahkan memusnahkan kehidupan air. Oksida nitrogen diproduksi terutama dari proses
pembakaran bahan bakar fosil, seperti bensin, batubara dan gas alam.
Nitrogen oksida yang terjadi ketika panas pembakaran menyebabkan bersatunya oksigen dan nitrogen
yang terdapat di udara memberikan berbagai ancaman bahaya. Zat nitrogen oksida ini sendiri
menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi di atmosfir, zat ini membentuk partikel-partikel
nitrat amat halus yang menembus bagian terdalam paru-paru. Partikel-partikel nitrat ini pula, jika
bergabung dengan air baik air di paru-paru atau uap air di awan akan membentuk asam. Selain itu, zat-
zat oksida ini juga bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar dan zat-zat hidrokarbon lain di sinar
matahari dan membentuk ozon rendah atau smog kabut berwarna coklat kemerahan yang
menyelimuti sebagian besar kota di dunia.
Nitrogen dioksida merupakan pencemar udara yang berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO2
berasal dari emisi kendaraan bermotor dan kegiatan industri.

BAB III
ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN PROSEDUR PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
3.1.1 Alat-Alat
Pompa vakum;
Tabung impinger yang berisi absorban;
Tabung impinger yang berisi silica gel atau wool;
Selang penghubung;
Spektrofotometer;
Tabung film;
Termos yang berisi es;
Absorban;
Kompas, untuk penentuan arah angin;
Hygrothermometer, pengukur suhu dan kelembapan;
Barometer, pengukur tekanan udara;
Kuvet spektrofotometer;
Pipet takar 10 ml;
Bola hisap;
Labu ukur 25 ml;
Tripod;
Kotak trap;
Kotak impinger.
3.1.2 Bahan
Larutan penyerap NO2;
Larutan penyerap TCM;
Larutan penyerap O3;
Larutan iodin 0,05 N;
Indikator amilum 0,2 %

3.2 Prosedur Praktikum


3.2.1 Sebelum Praktikum
Pembuatan larutan penyerap NO2;
Pembuatan larutan penyerap TCM;
Pembuatan larutan penyerap O3.
3.2.2 Pada Saat Praktikum
Siapkan sumber arus listrik, pastikan voltase alat sama dengan voltase sumber arus listrik;
Pasang tripod setinggi 1-1,5 m sebagai tempat untuk meletakkan kotak impinger;
Isi tabung impinger dengan larutan penyerap sesuai dengan parameter gas yang akan diukur sebanyak
10 ml;
Hidupkan pompa vakum dan atur laju aliran udara yang dikehendaki;
Sampling dilakukan selama 1 jam;
Selesai batas waktu sampling yang direncanakan, panel pompa vakum diatur ke posisi off;
Masing-masing tabung impinger yang berisi absorban dipindahkan ke dalam botol film dan diberi
tanda sesuai peruntukannya serta disimpan dalam termos yang telah diisi batu es;
Sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
3.2.3 Setelah Praktikum
Lakukan pembacaan absorbansi sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer sesuai tahapan
berikut :
Sampel NO2
Sampel yang berisi konsentrasi NO2 di udara ambient diserap dalam larutan penyerapan yang
mengandung asam sulfanilat dan N-(1-Naphtyl)-Ethylene Diamin Dihidro Cloride (NEDA) membentuk
senyawa merah muda. Intensitas warna (absorbansi) yang terjadi diukur dengan alat spektrofotometer
pada panjang gelombang 550 nm;
Cara kerja :
10 ml sampel dimasukkan ke kuvet;
Masukkan 10 ml larutan penyerap NO2 ke dalam kuvet;
Ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm;
Nilai absorban sampel yang terukur, diplotkan ke kurva kalibrasi NO2
Sampel SO2
Penyerap 1 ml asam sulfamat, kemudian dikocok. Biarkan selama 10 menit. Kemudian tambahkan 2
ml formaldehyde dan 5 ml pararosanilin. Kocok sampai homogen, kemudian ukur dengan panjang
gelombang 548 nm;
Cara kerja :
Standarisasi larutan SO2
Siapkan 2 buah labu bertutup (500 ml) ke dalam masing-masing labu tambahkan 50 ml larutan iodium
0,01 N. Ke dalam labu A masukkan 25 ml aquadest dan ke dalam labu B masukkan 25 ml larutan standar
sulfit. Keduanya ditutup dan biarkan selama 5 menit. Kemudian masing-masing dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 0,01 N menggunakan indikator amilum;
Larutan kerja sulfit
Pipet 2 ml larutan standar sulfit dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Encerkan dengan larutan
TCM 0,04 M hingga tanda batas. Larutan ini stabil selama 30 hari jika disimpan dalam temperatur 5oC.
Pembuatan blanko
Masukkan ke dalam labu ukur 25 ml 10 ml larutan penyerap SO2 + 1 ml asam sulfamat, kocok. Biarkan
10 menit, kemudian tambahkan 2 ml formaldehid dan 5 ml pararosanilin, kocok sampai homogen,
encerkan sampai tanda batas.
Perlakuan sampel
Ambil 10 ml sampel, perlakuan sama dengan blanko.
Masukkan blanko dan sampel ke dalam kuvet, ukur pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 548 nm.
Sampel O3
Penyerapan 5 ml amilum, biarkan 15 menit. Kemudian ukur dengan panjang gelombang 352 nm.
Cara kerja :
Blanko
10 ml penyerap + 5 ml amilum dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, biarkan 15 menit, encerkan
sampai ke tanda batas;
Sampel
10 ml sampel + 5 ml amilum dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, biarkan 15 menit, encerkan sampai
ke tanda batas;

Posted by febry yursa putra at 6:52 AM

Labels: lab udara, pencemaran udara, tercemar

Friday, February 27, 2009


alat HVS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran lingkungan semakin hari semakin meningkat dan sulit dikendalikan. Pencemaran
lingkungan berasal dari tiga sumber yaitu pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah
yang masing-masing mempunyai komponen sumber pencemar yakni kimia, fisis dan biologis. Dalam
praktikum ini dilakukan perhitungan terhadap partikulat yang terdapat di kampus Unand.
1.2 Maksud dan Tujuan
Agar praktikan dapat mengoperasikan alat HVS sesuai dengan prosedur praktikum;
Mengukur kondisi meteorologi terkait dengan perhitungan konsentrasi partikulat;
Untuk mengetahui konsentrasi total partikulat tersuspensi.
1.3 Batasan Masalah
Laporan akhir praktikum ini mengenai percobaan partikulat tersuspensi. Dalam praktikum ini dilakukan
perhitungan terhadap partikulat tersuspensi yang terdapat di lingkungan kampus Unand. Partikulat
tersuspensi tersebut didapatkan dari alat HVS yang dioperasikan selama 1 jam di tempat yang telah
ditentukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran udara adalah hadirnya satu atau lebih kontaminan di atmosfer pada jumlah atau durasi
tertentu sehingga dapat atau cenderung menimbulkan pengaruh buruk terhadap manusia, hewan,
tumbuhan atau meterial serta dapat mengganggu kenyamanan dan kesejahteraan hidup.
Metode pengukuran yang digunakan adalah adsorbsi pada permukaan filter. Udara dihisap melalui filter
fiber glass dengan kecepatan aliran uadara (flow rate) 1,13 1,70 m3/mnt atau 40 60 ft3/mnt. Dengan
rentang kecepatan aliran udara tersebut, partikulat yang berukuran <100 m (diameter aerodinamik)
akan tertahan dan menempel pada permukaan filter
Metode tersebut digunakan untuk mengukur konsentrasi partikulat tersuspensi di udara ambien dengan
satuan g/m3, dengan cara menimbang berat partikulat yan tertahan di permukaan filter dan
menghitung volume udara yang terhisap. Kecepatan aliran udara akan tercatat pada kertas debit udara
yang terhisap.
Selain menentukan konsentrasi partikulat, filter hasil sampling juga dapat digunakan untuk mengetahui
komposisi kima yang terkandung dalam partikulat tersebut, misal: sulfat, nitrat, amonium, Cl, dan
elemen logam.
Partikulat tersuspensi adalah salah satu pencemar utama yang terdapat di udara berupa zat padat/cair
yang halus, dan tersuspensi di udara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. Partikulat diemisikan
secara alami dan dari aktivitas antropogenik. Efeknya sangat luas terhadap kesehatan akibat senyawa-
senyawa toksik yang terkandung di dalamnya. Salah satu kriteria yang umum digunakan dalam
penempatan stasiun pemantau kualitas udara adalah background lokal non-urban, yaitu di lokasi yang
masih bebas dari aktivitas antropogenik.
Debu adalah zat padat berukuran antara 0,1 sampai 2,5 mikron, sedangkan fumes adalah zat padat hasil
kondensasi gas, yang biasanya terjadi setelah proses penguapan logam cair. Dengan demikian fumes
berukuran sangat kecil, yakni kurang dari 1 mikron. Asap adalah karbon (C) yang berdiameter kurang
dari 0,1 mikron, akibat pembakaran hidrant karbon yang kurang sempurna. Jadi, partikulat ini dapat
terdiri atas zat organik dan anorganik.
Dalam SNI 19-4840-1998 tentang Metode Pengujian Kadar Partikel Debu di Udara Secara Gravimetri
dengan Menggunakan High Volume Air Sampler (HVS). Metode ini digunakan untuk memperoleh
besarnya partikel debu di udara.
Mekanisme pencemaran udara terjadi apabila kontaminan di udara telah cukup memenuhi persyaratan
(kuantitas, lama berlangsung, maupun potensial bahaya) maka kontaminan itu disebut sebagai polutan
atau zat pencemar yang dapat menimbulkan pencemaran. Mekanisme pemaparan kontaminan di udara
merupakan suatu sistem yang terdiri dari atas tiga komponen dasar, yaitu sumber emisi, atmosfer, dan
efek bagi reseptor/penerima. Proses berkelanjutan di udara tergantung pada jenis kontaminan yang
dibebaskan.
Kendala-kendala dalam pelaksanaan analisis data kualitas udara ambien disebabkan oleh antara lain :
Tidak adanya data konsentrasi background udara yang belum tercemar yang dapat digunakan sebagai
acuan menentukan pencemaran udara yang disebabkan oleh aktivitas manusia;
Pemantauan kualitas udara secara kontiniu dan otomatis baru dilaksanakan di 10 kota, dan ada lebih
banyak lagi kota yang tidak memiliki sistem pemantau;
Jumlah stasiun pemantau di kota yang telah memiliki jaringan pemantau juga masih terbatas dan
belum cukup untuk mewakili variasi spesial pencemar;
Bila sudah ada kegiatan pemantauan di kota-kota yang belum memiliki alat pemantau otomatis,
umunya kegiatan tersebut difokuskan pada lokasi-lokasi yang dekat dengan jalan raya, tidak
mempertimbangkan kemungkinan adanya sumber-sumber pencemar lain yang mungkin ada dan
memberikan kontribusi yang cukup dominan;
Pemantauan pada lokasi reseptor sensitif di luar daerah perkotaan, dimana dampak terhadap
lingkungan dapat terjadi tetapi sumber pencemar berada di lokasi lain bisa dikatakan tidak ada;
Dana yang tersedia untuk pemantauan dan pengoperasian alat-alat pemantau otomatis yang sudah
ada sangat terbatas, sehingga dalam banyak kasus tidak semua stasiun pengamat dapat beroperasi. Hal
ini menyebabkan terdapatnya kehilangan data pencemar udara yang diperlukan untuk menentukan
ISPU

BAB III
ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN PROSEDUR PRAKTIKUM
3.1 Alat-Alat yang Digunakan
Face Plate (plat bagian depan) dan gasket;
Filter adapter;
Motor pompa vakum;
Neraca analitik, dengan ketelitian 0,1 mg;
Filter fiber glass;
Pinset;
Kompas, untuk penentuan arah angin;
Hygrothermometer, pengukur suhu dan kelembaban;
Barometer, pengukur tekanan udara;
Desikator, digunakan untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum dan setelah
sampling dilakukan.
3.2 Prosedur Praktikum
3.2.1 Sebelum Praktikum
Bersihkan filter fiber yang digunakan dari kotoran dengan menggunakan sikat kecil;
Filter dikondisikan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan neraca analitik (pemberian nomor
pada filter dilakukan sebelum penimbangan). Sebelum sampling dilakukan filter tidak boleh rusak;
Setelah ditimbang, letakkan filter dalam file box yang telah diisi dengan silica gel dan dilapisi dengan
kertas atau alumunium foil;
Tutup rapat file box dengan selotip/plester agar tidak berkontak dengan udara luar.

3.2.2 Pada Saat Praktikum


Siapkan sumber arus listrik, pastikan voltase alat sama dengan voltase sumber arus listrik;
Pasang filter dengan rapi diantara face plate dan gasket, pasang alat pengukur debit sesuai dengan
waktu pengukuran;
Hidupkan HVS dan setelah berjalan 5 menit catat kecepatan aliran udara. Biarkan sampling
berlangsung selama 1 jam;
Catat kondisi meteorologi (suhu, tekanan udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin)
minimal setiap 10 menit, dan apabila sampling berakhir catat kembali laju aliran udara;
Setelah praktikum berakhir, matikan alat HVS, face plate dibuka dan filter dikeluarkan, filter dilipat
sedemikian rupa sehingga bagian yang mengandung partikulat tersuspensi saling berhadapan;
Masukkan filter tersebut ke dalam plastik;
Kondisikan filter dalam desikator selama minimal 24 jam.
3.2.3 Setelah Praktikum
Timbang filter yang telah dikondisikan minimal 3 kali pengukuran untuk masing-masing filter.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Asisten Laboratorium Kualitas Udara. 2007. Modul Praktikum Monitoring Kualitas Udara Jurusan
Teknik Lingkungan. Universitas Andalas : Padang
www.google.com
www. Wikipedia .com

You might also like