You are on page 1of 28

MAKALAH

TASAWUF DALAM ISLAM

Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan Agama

Dosen : M Darwin N

Oleh Kelompok 3 kelas 109 dengan anggota

RIZKA AYUNDA PUTRI : 10417201


DENI ALFIAN : 10417204
VIA NUR LIA : 10417207
ANDRIYANTO : 10417209
RINI SETYANINGSIH : 10417213
SITI MURPIAH : 10417220
MUHAMMAD HIDAYATULLAH : 10417223
AHMAD NAUFAL : 10417299

SISTEM INFORMASI
STMIK STI&K
2017
Pendidikan Agama

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, rasa syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang
senantiasa mencurahkan bimbingan, ilmu, rahmat dan hidayahnya kepada
hambanya yang tidak pernah putus, senantiasa memberkahi segala aktifitas dalam
keseharian kita, tanpa semua itu segalanya tidak pernah terlaksana.
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah materi
pendidikan Pendidikan Agama Semester I STMIK JAKARTA STI&K, dan
dengan diadakannya makalah ini gunakan sebagai pengasah otak dan penambah
pengalaman.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan didalamnya untuk itu kami mohon saran
dan segala bentuk kritikan lainya yang mengarah kepada kelengkapan.
Terakhir kalinya kami ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada
pihak yang memberikan sumbangan fikirannya untuk kesempurnaan makalah ini
semoga bermanfaat bagi kita semua amin.

Penyusun

KELOMPOK 3 KELAS 109

i
Pendidikan Agama

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................................ 2
C. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
D. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Pengertian Tasawuf Secara Lughawi ...................................................................... 3
B. Fungsi Tasawuf Dalam Kehidupan Manusia .......................................................... 4
C. Sejarah Perkembangan Tasawuf ............................................................................. 5
1. Hasan Al-Bashri .................................................................................................. 6
2. Rabiah Al-Adawiah ........................................................................................... 9
3. Maruf Al-Khaki (W 200H) .............................................................................. 11
D. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Lain; Kalam, Filsafat, Dan Fikih, Serta Kaitannya
Dengan Tarekat ............................................................................................................... 19
1. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam........................................................... 19
2. Hubungan Tasawuf dengan Filsafat .................................................................. 20
3. Hubungan Tasawuf dengan Fiqih .......................................................................... 21
4. Kaitan antara Tasawuf dan Tarekat ......................................................................... 22
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 24
Kesimpulan ................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25

ii
Pendidikan Agama

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang


sebagai buktinya adalah misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas
tasawuf disejumlah perpustakaan, dinegara-negara yang berpenduduk muslim,
juga Negara Negara barat sekalipun yang mayoritas masyarakatnya non
muslim, ini dapat menjadi salah satu alasan betapa tingginya ketertarikannya
mereka terhadap tasawuf.

Hanya saja, tingkat ketertarikan mereka tidak dapat diklaim sebagai


sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf, jika diteliti lebih mendalam,
ketertarikan mereka terhadap tasawuf dapat dilihat pada dua kecenderungan
terhadap kebutuhan fitrah atau naluriah dan kedua karena kecenderungan pada
persoalan akademis.

Kecenderungan pertama mengisyaratkan bahwa manusia


sesungguhnya membutuhkan sentuhan-sentuhan spiritual atau rohani,
kesejukan dan kedamaian hati merupakan salah satu kebutuhan yang ingin
mereka penuhi melalui sentuhan spiritual ini. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh Barmawie Umarie bahwa setiap rohani manusia senantiasa
rindu untuk kembali ketempat asal, selalu rindu kepada kekasihnya yang
tunggal.

Adapun kecenderungan yang kedua mengisyaratkan bahwa tasawuf


memang menarik untuk dikaji secara akademis-keilmuan. Boleh jadi, dengan
kecenderungan yang kedua ini, kajian tasawuf hanya berfungsi sebagai
pengayaan keilmuan ditengah keilmuan-keilmuan lain yang berkembang di
dunia.

Kedua kecenderungan diatas menuntut keharusan adanya pengkajian


tasawuf dalam kemasan yang proposional dan fundamental. Hal ini
dimaksudkan agar tasawuf yang kian banyak menarik peminat itu dapat
dipahami dalam kerangka ideologis yang kuat, disamping untuk memagari
tasawuf dalam jalur yang benar. Jika tulisa ini dapat diterima jelas dipandang
perlu untuk merumuskan tasawuf dalam islam dalam kemasan yang dilengkapi

Tasawuf dalam Islam 1


Pendidikan Agama

dengan dasar-dasar atau landasan yang kuat tentang keberadaan tasawuf itu
sendiri.

B. Identifikasi Masalah

Dengan terbukanya era globalisasi membawa pengaruh budaya dan


pemikiran-pemikiran salah yang meracuni otak orang Islam, oleh karena itu
diperlukan keharusan adanya pengkajian tasawuf dalam kemasan yang
proporsional dan fundamental agar generasi muslim pengembangan tasawuf
dalam islam yang benar sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadits.

C. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tasawuf secara Lighawi dan berdasarkan istilah ?


2. Apa fungsi tasawuf dalam kehidupan manusia ?
3. Bagaimanakah sejarah dan kedudukan tasawuf dalam islam ?
4. Hubungan Tasawuf dengan ilmu lain ?

D. Tujuan

- Mewujudkan kepribadian manusia yang makriyah, Mahabbah (cinta)


kepada Allah, Tawakkal, Tawadhu, kasih saying terhadap sesama makhluk
dan akhlak-akhlak mulia para sufi.
- Untuk membimbing mental spiritual manusia dalam rangka mencapai
derajat insane kamil.
- Menjadikan manusia lebih dekat dengan Allah dan berhati-hati dalam
menjalani kehidupan di dunia ini.
- Agar masyarakat islam mengetahui dan memahami sejarah dan kedudukan
tasawuf dalam islam.

Tasawuf dalam Islam 2


Pendidikan Agama

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Secara Lughawi

Secara etimologi kata tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan


dengan ahlu Siffah, yang berarti sekelompok orang dimasa Rasulullah yang
hidupnya banyak berdiam diserambi-serambi masjid, dan mereka
mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah. 1

Ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari Shafa kata ini
berbentuk Fiil Mabni Majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf
Ya Nisbah, yang berarti sebagai nama bagi orang orang yang bersih atau
suci. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya dihadapan
Tuhan-Nya

- Pengertian tasawuf berdasarkan istilah


Pengertian tasawuf berdasarkan istilah, telah banyak dirumuskan oleh ahli,
yang satu sama lain berbeda sesuai dengan selera masing-masing :
1. Menurut Asy-Syaikh Abu Al-Qosim Al Junaidi Al bagh dadi;-
tasawuf adalah kejernihan hubungan bersama Allah SWT. Yang
pangkalnya adalah menjauhkan diri dari dunia 2
Tasawuf adalah ketika engkau bersama Allah, tanpa ada kaitan
apa-apa.3
Tasawuf islaa bahwa yang hak adalah yang mematikanmu, dan
haklah yang menghidupkanmu.4
2. Menurut Al-Jurairi, Tasawuf adalah memasuki segala budi (akhlak)
yang bersifat Sunni dan keluar dari budi pekerti yang rendah.
3. Menurut Amir bin Utsman Al-Makki pernah mengatakan bahwa
tasawuf adalah seorang hamba yang setiap waktunya mengambil
waktu yang utama.
4. Menurut Muhammad Ali Al-Qassab, tasawuf adalah akhlak yang
mulia yang timbul pada masa yang mulia dari seorang yang mulia
ditengah-tengah kaum yang mulia.5

1
Rosihan Anwar , Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2004, Hal : 9
2
Moch. Djamaludin Ahmad, Dua Figur Tokoh Agung, Pustaka Al-Muhibbin, Hal : 86
3
Moch. Djamaludin Ahmad, Dua Figur Tokoh Agung, Pustaka Al-Muhibbin, Hal : 99
4
Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2004, Hal : 12
5
Rasihan Anwar, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Hal : 13

Tasawuf dalam Islam 3


Pendidikan Agama

5. Menurun Syamnun, tasawuf adalah bahwa engkau memiliki sesuatu


yang tidak dimiliki sesuatu.
6. Menurut Al-Karakhi, tasawuf adalah mengambil hakikat, dan berputus
asa pada apa yang ada di tangan makhluk.

Dari ungkapan-ungkapan diatas, lebih utama bila kita


memperhatikan kesimpulan yang dibuat oleh Al-Junaedi sebagai berikut :
Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu
perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi
yang asal (instrinsik) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai
manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat
suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang
yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua umat
manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat dan
mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariat. 6

Definisi lain mengatakan, bahwa tasawuf adalah usaha mengisi


hati dengan hanya ingat kepada Allah, yang merupakan landasan lahirnya
ajaran Al-hubb atau cintah Illahi.7

Tasawuf dipahami sebagai Al-Marifatul Haqq, yakni ilmu


tentang hakikat realitas realitas intuitif yang terbuka bagi seorang sufi.8

Jadi kalau kita simpulkan dari berbagai pengertian dapat kita


ringkas sebagai berikut, tasawuf adalah usaha membersihkan diri, berjuang
memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan marifat menuju
keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh
pada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri
dan mencapai keridlaan-Nya.

B. Fungsi Tasawuf Dalam Kehidupan Manusia

Tasawuf dari semua aurannya memiliki obsesi kedamaian dan


kebahagiaan spiritual yang abadi oleh karena itu, tasawuf berfungsi sebagai
pengendali berbagai kekuatan yang bersifat merusak keseimbangan daya dan

6
Ahmad, Op. At.Him.96-98
7
Ibrahim Basuni, nas-ah Al Tasawuf Al Islam, Per Al-Maarif, Kairo, 1969 ; 17-27
8
A Rivary Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik Ke ne-Sufisme, PT. Raja Grafinda Persada, 2002,
Hlm 35

Tasawuf dalam Islam 4


Pendidikan Agama

getaran jiwa sehingga ia bebas dari pengaruh yang datang dariluar hakikat
dirinya.

Dalam kehidupan manusia tasawuf berfungsi menjadikan manusia


berkepribadian yang shahih dan berperilaku baik dan mulia serta ibadahnya
berkualitas, mereka yang masuk dalam sebauh tarekat / aliran tasawuf dalam
mengisi kesehariannya diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqhomah,
dan tawadhu. Semua itu bisa dilihat diri Rasulullah SAW, yang pada dasarnya
sudah menjelma dalam kehidupan sehari-harinya, apalagi dimasa remaja Nabi
dikenal sebagai Al-Amin, Shiddiq, Fathannah, Tablight, Sabar, Tawakal,
Zuhud, dan dan termasuk berbuat baik terhadap musuh dan lawan yang tak
berbahaya atau yang bias diajak kembali pada jalan yang benar.

Dalam menanamkan nilai-nilai dan konsep pembinaa, khususnya


dalam hal pembinaan akhlak melalui ajaran tasawuf dalam merubah perilaku
generasi muda dalam kehidupan sehari-hari diperlukan kehati-hatian yang
ketat, sebab tujuan utamanya adalah menghasilkan generasi islam yang
berakhlaqul karimah.

Secara umum fungsi terpenting tasawuf adalah menjadikan mansia


berada sedekat mungkin dengan Allah. Akan tetapi apabila tiga sasaran yang
menjadi fungsi dari tasawuf yaitu : pertama, tasawuf berfungsi sebagai
pembinaan aspek moral, aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang
berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga
menusia konsisten, dan komitmen hanya kepada keluruhan moral. Kedua,
tasawuf yang berfungsi sebagai marifatullah. Ketiga, tasawuf, pengkajian
garis hubungan antara Tuhan dengan makhluk itu. Terdapat tiga simbolisme
yaitul; dekat dalam arti melihat dan merasakan Tuhan sehingga dekat yang
ketiga adalah penyatuan manusia dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalah
monolog antara manusia yang telah menyatu dalam iradat Tuhan.

C. Sejarah Perkembangan Tasawuf

Tasawuf dikenal secara luas dikawan Islam sejak penghujung abad


dua hijriah,9 sebagai perkembangan lanjut dari kesalehan asketis atau para
zahid yang mengelompok diserambi masjid Madinah dalam perjalanan
kehidupan kelompok ini lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan
pengembangan kehidupan rohaniah dengan mengabaikan kenikmatan duniawi.
Pola hidup kesalehan yang demikian merupakan awal pertumbuhan tasawuf

9
Al-Qusyairi, Op Cit ; 138

Tasawuf dalam Islam 5


Pendidikan Agama

yang kemudian berkembangan dengan pesatnya. Fase ini dapat disebut


sebagai fase asketisme dan merupakan fase pertama perkembangan tasawuf,
yang ditandai dengan munculnya individu-individu yang lebih mengejak
kehidupan akhirat sehingga perhatiannya terpusat untuk beribadah dan
mengabaikan keasikan duniawi, fase asketisme ini setidaknya sampai pada
keasikan duniawi, fase asketime ini setidaknya smapai pada abad dia hijriah
dan memasuki abad tiga hijriah sudah terlihat adanya peralihan konkrit dari
asketisme islam kesufisme, fase ini dapat disebut sebagai fase kedua, yang
ditandai oleh antara lain peralihan sebutan Zahid menjadi Sufi, disisi lain,
pada kurun waktu ini percakapan para zahid sudah sampai pada persoalan apa
itu jiwa yang bersih. Apa itu moral dan bagaimana metode pembinaanya dan
perbincangan tentang masalah teoritis lainnya. Tindak lanjut dari
perbincangan ini, maka bermunculanlah berbagai terori tentang jenjang serta
cirri-ciri yang dimiliki seorang sufi (Al-Maqomat) serta ciri ciri yang harus
dimiliki seorang sufi pada tingkat tertentu (Al-Hal). Demikian juga periode ini
sudah mulai berkembangan pembahasan tentang al-marifat serta perangkat
metodenya sampai pada tingkat fana dan ijtihad. Bersamaan dengan itu, tampil
pula para penulis tasawuf, seperti Al-Muhasibi (W 243 H), A;-Kharraj (W 277
H) dan Al-Junaid (W 297 H), dan penulis lainnya. Fase ini ditandai dengan
muncul dan berkembangnya ilmu baru dalam khazanah budaya islam, yakni
ilmu tasawuf yang tadinya hanya berupa pengetahuan praktis atau semacam
langgan keberagamaan, selama kurun waktu itu tasawuf berkembang terus
kearah yang lebih spesifik, seperti konsep Intuisi, Al-Kasyf dan Dzauq. 10

Kepesatan perkembangan tasawuf sebagai salah satu kultur keislaman,


nampaknya memperoleh infuse atau motivasi dari tiga factor, muncul pertama
adalah karena cerak kehidupan uang profan dan hidup kepelesiran yang
diperagakan oleh Umat Islam terutama pada pembesar negeri dan para
hartawan. Dari aspek ini, dorongan yang paling deras adalah sebagai reaksi
terhadap sikap hidup yang sekuler dan gelamour dari kelompok alit dinas
penguasa di istana. Protes tersamar itu mereka lakukan dengan gaya murni
etis, pendalaman kehidupan spiritual dengan motivasi etika.11 Tokoh populer
yang dapat mewakili aliran ini adalah :

1. Hasan Al-Bashri

a) Riwayat Hidup

10
Abu Al-Wafa Al-Ghanimi Al-Taftazani, Op Cit, 80-82
11
A. Rivary Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta. 2002, hlm : 37-38

Tasawuf dalam Islam 6


Pendidikan Agama

Hasan Al-Bashri, yang nama lengkapnya Abu Said Al-


Hasan bin Yasar, adalah seoran Zahid yang sangat mashur dikalangan
tabiin, ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat
pada hari Kamis bulan Rajab tanggal 10 tahun 110 H (728 H) ia
dilahirkan dua malam sebelum khalifah Umar bin Khatab wafat, ia di
kabarkan berytemu dengan 70 orang sahabat yang turut menyaksikan
peperangan Badar dan 300 sahabat lainnya.12

Dialah yang mula-mula menyediakan waktunya untuk


memperbincangkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurniana akhlak, dan
usaha menyucikan pada sunnah Nabi sahabat Nabi yang masih hidup
pada zaman itu pun mengakui kebesaranya. Suatu ketika seseorang
datang kepada Anas Bin malik-Sahabat nabi yang utama-untuk
menanyakan persoalan agama, Anas memerintahkan orang itu agar
menghubungi Hasan. Mengenai kelebihan lain dalam diri Hasan, Abu
Qatadah pernah berkata, Bergurulah kepada syekh ini, saya sudah
saksikan sendiri (keistimewaanya, tidak ada seorang Tabiin pun yang
menyerupai sahabat nabi selainnya. 13

Karir pendidikan hasa Al-Bashri dimulai dari Hijaz, ia


berguru hamper kepada seluruh ulama disana. Bersama ayahnya, ia
kemudian pindah ke Bashrah, tempat yang membuatnya masyhur
dengan nama Hasan Al-Bashri, puncak keilmuannya ia peroleh disana.
14

b) Ajaran-Ajaran Tasawufnya

Abu Naiim Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan


tasawuf Hasan Al-Bashri sebagai berikut, Takut (khauf) dan
pengharapan (raja) tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan;
tidak pernah tidur senang karena selalu mengingat Allah, Pandangan
yang lain tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap orang
untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu
melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larang-
Nya. Syaraniki pernah berkata demikia takutnya, sehingga seakan-
akan ia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuk ia (Hasan Al-
Bashri)15

12
Hamka, Tasawuf : PErkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panji Mas, Jakarta, 1986, hlm :
76
13
Ibid
14
Umar Farukh, Tarikh Al Fikr Al-Arabi. Dar Al-Ilm li Al-Malayin, Bairut, 1983, hlm 216
15
Hamka, op Cit, hlm 77

Tasawuf dalam Islam 7


Pendidikan Agama

Lebih jauh lagi, hamka mengemukakan sebagian ajaran


tasawuf hasan Al-Bashri seperti ini. 16

1. 17
Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik
dari pada rasa tentram yang menimbulkan perasaan takut
2. Dunia adalah negeri tempat beramal, barang siapa bertemu dunia
dengan perasaan benci dan zuhud, akan berbahafia dan
memperoleh faedah darinya. Namun, barangsiapa bertemu dunia
dengan perasaan rindu dan hatinya terlambat dengan dunia, ia akan
sengasara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak
dapat ditanggungnya
3. Tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk
mengerjakanya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita
bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi, sesuatu yang fana
betatapun banyaknya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa
betapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat datang
dan pergi serta penuh tipuan.
4. Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan
beberapa kali ditinggalkan mati suaminya.
5. Orang yang beriman senantiasa berduka cita pada pagi dan sore
hari karena berada diantara dua perasaan takut : takut mengenang
dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih
tinggal serta bahaya yang akan mengancam.
6. Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa
mengancamnya dan juga takut akan kiamat yuang hendak menagih
janjinya
7. Banyak duka cita didunia memperteguh semangyat amal shaleh

Berkaitan dengan ajaran tasawuf hasan Al-Bashri,


Muhammad Mustafa, Guru besar filsafat Islam, menyatakan
kemungkinan bahwa tasawuf Hasan Al-Bashri di dasari oleh rasa
takut sik Tugan di dalam neraka. Namun, lanjutnya, setelahkami
teliti ternyata bukan perasaan takut terhadap siksaanlah yang
mendasari tasawufnya, tetapi kebesaran jiwanya akan kekurangan
dan kelalaian dirinnya yang mendasari tasawufnya itu. Sikapnya itu
senada dengan sabda nabi yang berbunyi Orang beriman yang
selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah

16
Ibid, hlm 77-78
17
Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung , 2004, hlm : 100

Tasawuf dalam Islam 8


Pendidikan Agama

laksana orang duduk dibawah sebuah gunung besar yang senantiasa


merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya.18

Diantara ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri dan senantiasa


menjadi buah bibir kaum Sufi adalah :
Anak adam !
Dirimu, diriku !
Dirimu hanya satu,
Kalau ia binasa, binasalah engkau
Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu
Tiap-tiap nikmat yang buka surga, adalah hina
Dan tiap-tiap bala bencana yang bukan neraka ada mudah

2. Rabiah Al-Adawiah

a) Riwayat hidup
Nama lengkap Rabiah adalah Rabiah bin Ismail Al-
Adawiyah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah, ia diperkirakan lahir pada tahun
95 H / 713 M / 99 H / 717 M disuatu perkampungan dekat Kota
Bashrah (Irak) dan wafat dikota itu pada tahun 185 H / 801 M. ia
dilahirkan sebagai putrid keempat dari keluarga yang sangat miskin.
Itulah sebabnya, orang tuanya menamakanya Rabiah kedua
orantuannya meninggal ketika ia masih kecil. Konon pada saat
terjadinya bencana perang diBashrah, ia dilahirkan penjahat dan dijual
kepada Keluarga Atik dari Suku Qais banu Adwah. Dari sini ia dikenal
dengan Al-Qoisiyah atau Al-Adawiyah. Pada keluarga ini ia bekerja
keras, namun kemudian dibebaskan karena tuannya melihat cahaya
yang memancar diatas kepala Rabiah dan menerangi seluruh ruangan
rumah pada saat ia sedang beribadah. 19

Setelah dimerdekakan tuannya, Rabiah hidup menyendiri


menjalan kehidupan sebagai seorang zahidah dan sufiah, ia menjalani
sisa hidupnya hanya dengan ibadah dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah sebagai kekasihnya, ia memperbanyak tobat dan
menjauhi hidup duniawi, ia hidup dalam kemiskinan dan menolak
segala bantuan materi yang diberikan oleh orang lain kepadanya.

18
Ibid, hlm 79
19
Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung , 2004, hlm : 119-120

Tasawuf dalam Islam 9


Pendidikan Agama

Bahkan dalam doanya, ia tidak meminta hal-hal yang bersifat materi


dari Tuhan.

Pendapat ini ternyata dipersoalkan oleh Badawi, Rabiah


menurutnya, sebelum bertobat pernah menjalani kehidupan duniawi
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, rabiah tidak mendapatkan jalan
lain, kecuali menjadi penyanyi dan penari sehingga begitu terbenam
dalam kehidupan duniawi. Alasan yang digunakan Badawi untuk
menguatkan pendapatnya adalah intensitas tobat Rabiah itu sendiri,
menurut Badawi, tidak mungkin iman dan kecintaan Rabiah kepada
Allah begitu ekstrimnya, kecuali bila ia pernah sedemikian jauh
menjalan dan mencintai kehidupan duniawinya. 20

b) Ajaran Tasawufnya

Dalam perkembanganya mistisisme dalam islam tercatat


sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah. Hal ini
karena generasi sebelumnya merintis aliran asketisme dalam islam
berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada Allah. Rabiah pula
yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus, ikhlas dengan
cinta yang berdasarkan permintaa ganti dari Allah. Sikap dan
pandanganya tentang cinta dapat dipahami dari kata-katanya, baik
yang langsung maupun yang disandarkan kepadanya.

Diantara syair cinta Rabiah yang paling mashur adalah :

Aku mencitaimu dengan dua cinta,


Cinta karena diriku dan karena dirimu
Cinta karena diriku adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu
Adalah keadaanku mengungkapkan tabir sehingga engkau kulihat
Baik ini maupun untuk itu, pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk kesemuanya 21

Ulasan Al-Ghazali tentang Syair Rabiah sebagai berikut :

Mungkin yang dimaksud ole Rabiah dengan cinta karena


dirinya adalah cinta kepada Allah karena kebaikan dan karunia-
Nya didunia ini. Sedangkan cinta kepada-Nya adalah karena ia

20
Badawi, Op Cit, hlm 20-21
21
Abu Bakar Muhammad Al-Kalabzi, At-Taarruf li Madzhab Ahl At-Tashawwuf, Isa Al Bab Al
Halabi, 1960, Hlm 131

Tasawuf dalam Islam 10


Pendidikan Agama

layak dicintai yang kedua merupakan cinta yang paling luhur dan
mendalam serta merupakan kelezatan melihat keindahan Tuhan.

Hal ini seperti disebabkan dalam Hadits Qudsi.

Bagi hamba-hamba Ku yang shaleh aku menyiapkan apa yang


tidak terlihat mata, tidak terdengar telinga, dan tidak terbesit
dikalbu manusia 22

3. Maruf Al-Khaki (W 200H)

Menggunakan konsepsi Al-Syauq sebagai ajaranya.23 Nampaknya


setidaknya pada awal munculnya, gerakan ini semacam gerakan sectarian
yang introversiois. Pemisahan dari trend kehidupan, eksklusif dan tegas
pendirian dalam upaya penyucian diri tanpa memperdulikan alam sekitar.
Keuda timbulnya sikap apatis sebagai reaksi maksimal kepada radikalisme
kaum Khawarij dan polarisasi politik yang ditimbulkannya. Kekerasan
pergulatan politik pada masa itu, menyebabkan orang-orang yang ingin
mempertahankan kesalehan dan ketenangan rohaniah, terpaksa mengambil
sikap menjauhi kehidupan masyarakat ramai untuk menyepi dan sekaligus
menghindarkan diri dari keterlibatan langsung dalam pertentangan politik
sikap yang demikian itu melahirkan ajaran uzlah yang dipelopori oleh Suri
Al-Saqathi (W 253 H). 24 apabila diukur dari kriteria sosiologi, nampaknya
kelompok ini dapat dikategorikan sebagai gerakan Sempalan satu
kelompok umat yang sengaja mengambil sikap Uzlah kolektif yang
cenderung eksklusif dan kritis terhadap penguasa. Dalam pandangan ini,
kecenderungan memilih kehidupan rohaniah mistis, sepertinya merupakan
pelarian, atau mencari konpensasi untuk menang dalam medan perjuangan
duniawi. Ketika didunia yang penuh tipudaya ini sudah kering dari
siraman cinta sesama. Mereka bangun dunia baru, reliatas baru yang penuh
dengan salju cinta. Faktor ketiga, Nampaknya adalah karena corak
kadifikasi hukum islam dan perumusan ilmu kalam yang rasional sehingga
kurang bermotivasi etikal yang menyebabkan kehilangan moralitasnya,
mejadi semcam wahana tiada isi atau semacam bentuk tanpa jiwa foralitas
paham keagamaan dirasakan semakin kering dan menyesakkan ruhuddin
yang menyebabkan terputusnya komunikasi langsung suasana keakraban
personal antara hamba dan penciptanya. Kondisi hukum dan teologi yang

22
Al-Ghazali, Ihya, Ulum ad Dhin. Musthafa bab Al-Halab, Kairo, 1334, hlm, juid 111
23
R.A. Micho Ison, Cit ; 4
24
Fazlur Rahman, Islam. Tej. Ahsin Muhammad, Bandung, 1984 185

Tasawuf dalam Islam 11


Pendidikan Agama

kering tanpa jiwa itu, karena dominannya posisi moral dalam agama, para
Zuhhad tergugah untuk mencurahkan perhatian terhadap moralitas,
sehingga memacu pergeseran asketisme kesalehan kepada tasawuf.
Doktrin Al-Zuhd misalya, yang tadinya sebagai dorongan untuk
meningkatkan ibadah semata-mata karena rasa takut kepada siksa neraka,
bergeser kepada demi kecintaan dan semata-mata karena Allah agar selalu
dapat berkomunikasi dengan-Nya. Konsep tawakal yang tadinya
berkonotasi kesalehan yang etis, kemudian secara diametral dihadapkan
kepada pengingkaran kehidupan yang profanistik disatu pihak dan konsep
sentral tentang hubungan manusia dengan Tuhan, yang kemudian populer
dnegan doktrin Al-Hubb. Doktrin AL-Hubb adalah tingkat konsep sentral
tentang hubungan Marifat yang berarti mengenal Allah secara langsung
melalui pandangan batin. Menurut sebagian sufi, Marifat Allah adalah
tujuan akhir dan sekaligus merupakan tingkat kebahagiaan paripurna yang
mungkin dicapai oleh manusia didunia ini. Kondisi yang demikian dapat
dicapai hanya sesudah mencitau (Al-Hubb) Allah dengan segenap
ekspresinya. Berdasarkan kualitas-kualitas yang demikian, maka gerakan
ini dikatakan sebagai gerakan gnotisisme (ilmu ladunni, Al Marifat) atau
baangkali dapat disejajarkan dengan maniplationist dalam filsafat
kelompok ini kemudian mengklaim memiliki ilmu yang khusus dan tidak
dapat diberikan kepada sembarang orang untuk memeiliki kualitas ilmu
yang seperti itu, harus melalui proses inisiasi yang panjang dan bertingkat-
tingkat. 25

Pada abad itu juga, tampil Dzu al-nun Al-Mishri (W 246H)


nama lengkapnya Abu Al-Faidz Tsauban bin Ibrahim. Ia dilahirkan di
Ikhmim, dataran tinggi Mesir, pada tahun 180 H / 796 M. Julukan Dzu
An-nun diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagai kekaramatanya
yang Allah berikan kepadanya. Dalam perjalanan hidupnya Al-Misri selalu
berpindah dari suatu tempat ketempat lain. Ia pernah menjelajahi berbagai
daerah di Mesir, mengunjungi Bait Al-Maqdis, Baghdad, Mekah, Hijaz,
Syiria pegunungan libanon, Anthokiah, dan lembah Kanan. Hal ini
memungkinkannya untuk memperoleh pengalaman yang banyak dan
mendalam ia hidup pada masa munculnya sejumlah utama terkemuka
dalam bidang ilmu fiqih, ilmu hadits dan guru sufi sehingga ia dapat
berhubungan dan mengambil pelajaran dari mereka, ia pernah mengikuti
pengajuan Ahmad bin Hanbal. Gurunya dalam bidang tasawuf adalah
Syaqrah Al-Abd atau Isragil Al-Maghribiy ini memungkinkan baginya

25
Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002. Hlm ; 38-40

Tasawuf dalam Islam 12


Pendidikan Agama

untuk menjadi seorang yang alim, baik dalam ilmu syariat maupun
tasawuf. 26

Al-Misri adalah pelopor paham Marifat penilaian ini sangatlah


tepat karena berdasarkan riwayatkan Al-Qathfi dan Al-Masudi yang
kemudian dianalisis Nichason- dan Abd Al-Qadir dalam falsafah Al-
Sufiah fi Al-Islam, Al Misri berhasil memperkenalkan corak baru tentang
Marifat dalam bidang sufisme Islam. Pertama ia membedakan antara
Maarifat sufiah dengan marifat Aqliyah. Marifat yang pertama
menggunakan pendekatan qaib yang biasa digunakan para sufi, sedangkan
Marifat yang kedua menggunakan pendekatan akal yang biasa digunakan
para teolog. Kedua, menurut Al-Misir, Marifat merupakah fitrah dalam
hati manusia sejak azali. Ketiga, teori-teori Marifat Al-Misri menyerupai
gnosisme ala Neo-Platonik. Teori-teorinya itu kemudian dianggap sebagai
jembatan menuju teori-teori wahdat Asy-Syuhud dan Ittihad iapun
dipandang sebagai orang yang pertama kali memasukkan unsure falsafah
dalam tasawuf.27

Sejak diterimanya secara luas doktrin Al-Maqomat dan Al-Haj,


perkembangan tasawuf telah sampai pada tingkat kejelasan perbedaan
dnegan kesalehan asketis, baik dalam tujuan maupun ajaran, Disisi lain,
sejak periode ini kelihatannya untuk menjadi seorang sufi semakin berat
dan sulit, hampir sama halnya dengan kelahiran kembali seorang manusia,
bahkan jauh lebih berat dari kelahiran pertama. Karena kalau kelahiran
pertama justru menyongsong kehidupan duniawi yang mengasikkan.
Tetapi pada kelahiran kedua ini, justru melepas dan membuang kehidupan
materi yang menyenangkan, untuk kembali kealam rohaniah, pengabdian
dan kecintaan serta kesatuan dengan alam malakut. Sementara itu, dalam
abad tiga ini juga Abu Yazid Al-Bisthomi (874-947 M) melangkah lebih
maju dengan doktrin Al-Ittiad melalui Al-Fana, yakni beralihnya sifat
kemanusiaan seseorang kedalam sifat Ke-Illahian sehingga terjadi
penyatuan manusia dengan Tuhan. 28

Sejak munculnya doktrin fana dan itihad, terjadilah pergeseran


tujuan akhir dari kehidupan spiritual kalau mulaya tasawuf bertujuan
hanya untuk mencintai dan selalu dekat dengan-Nya sehingga dapat
berkomunikasi langsung, tujuan itu telah menarik lagi pada tingkat
penyatuan drii dengan Tuhan, konsep ini berangkat dari paradigma, bahwa
manusia secara niologis adalah jenis makhluk yang mampu melakukan

26
Abd. Al-Munin Al Hafani, Al-Mausuah Ash-Shuffiyyah, Dar Ar-Rasyad, Kairo, 1992 : hlm 165
27
Andul Qodir Mahmud, Faisafatu Ash-Shufiyyah fi Al- Islam, 1996 : hlm 306
28
Ibid ; 186

Tasawuf dalam Islam 13


Pendidikan Agama

transformasi atau transendensi melalui Miraj spiritual kealam illahiyat,


berbarengan dengan itu, terjadi pula sikap pro dan kontra terhadap
konsepsi Al-Ittihad yang menjadi salah satu sebab terjadinya konflik
dalam dunia pemikiran islam baik intern terakhir menuduh sufisme
sebagai gerakan sempalan yang sesat. 29

Apabila dilihat dari sisi tasawuf sebagai ilmu, maka fase ini
merupakan fase ketiga yang ditandai dengan mulainya unsur-unsur diluar
islam berakulturasi dnegan tasawuf. Ciri lain yang penting pada fase ini
adalah timbulnya ketegangan antara kaum orthodox denan kelompok sufi
berpaham Ittijad dipihak lain. 30

Akibat lanjut dari perbenturan pemikiran itu, maka seklitar akhir


abad tiga hijriyah tampil al-Karraj (W 277 H). bersama Al-Junaidi (yang
memiliki nama lengkap Asy-Syaikh Abul Qasim Al-Junaidi Al-Baghdadi
adalah guru kelompok ahli tasawuf secara mutlak dan imam Bilittifaq
(menurut kesepakatan semua kelompok tasawuf) sehingga mnedapat gelar
Sayyidut-Thaifah Ash-Shufiyyah. Beliau belajar ilmu kepada pamannya
sendiri (adik laku-laki dari ibunya) yang bernama Asy-Syaikh Sirri As-
Siathi (W 253 H / 867 M). ayahnya seorang penjual kaca yang
mendapatkan julukan al Qawariri (sebangsa kaca). Al Junaedi lahir di
Negeri Nahawand dan dibesarkan di Irak. Beliau adalah seorang Ahli fiqih
yang memberikan fatwa kepada masyarakat, mengikuti mafzhab Abu
Tsaur, yaitu murid Al-Imam Asy-SyafiI dan yang meriwayatkan madzab
Asy-Syafii Qaul Qadim. Disamping beliau belajar menjadimurid Sirri As-
Siqthi, beliau juga menjadi Asy-Syaikh Al-Harits Al Muhabisi dan Asy
Syaikh Muhammad bin Ali Al-Qashshab. Beliau adalah termasuk
pembesar imam imam kauh shufi dan pemimpin mereka. Perkataanya
dapat diterima dalam semua bahasa. Beliau wafat pada hari sabtu 297 H).
menawarkan konsep-konsep tasawuf yang kompromistis antara sufisme
dan ortodoksi. Tujuan gerakan ini adalah untuk menjembatani dan atau
bila dapat untuk mengintegrasikan antara kesadaran mistik dengan syariat
islam. Jasa mereka yang paling bernilai adalah lahirnya doktrin Al-Baqa
atau subsistensi sebagai imbangan dan legalitas Al-Fana. Hasil
keseluruhan dari usaha pemaduan itu, doktrin sufi membuahkan sejumlah
besar pasangan-pasangan kategori dengan tujuan memadukan kesadaran
mistik dengan syariat sebagai suatu lembaga. Upaya tajdid itu
mendapatkan sambutan luas dengan tampilannya penulis. Penulis tasawuf

29
Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme klasik ke Neo-Sufisme, Rajawali Pers, Jakartam 2002, hlm
41
30
Moch. Djamaluddin Ahmad, dua figure tokoh agung, Pustaka Al-Muhibbin, hlm : 67 - 70

Tasawuf dalam Islam 14


Pendidikan Agama

tipologi ini, seperti Al-Sarraj dengan Al-Luma, Al Kalabazi dengan Al


Taaruf Li Madzab ahl Al Tasawuf dan Al Qusyairi dengan Al Risalah. 31

Sesudah masanya ketiha tokoh sufi ini, muncul jenis jenis


tasawuf yang berbeda, yaitu Ibn Masarrah (memiliki nama lengkap
Muhammad bin Abdullah bin Masarrah (269-319 H). ia merupakan salah
seorang sufi sekaligus filosoft dari Andalusia. Ia memberikan pengaruh
yang besar terhadap esoteric Mazhab Al Mariyyah lebih jauh Ibn Hazm
mengatakan bahwa Ibn Masarrah memiliki kecenderungan yang besar
terhadap filsafat, sedangkan dalam kacamata Mushthafa Abdul Raziq, Ibn
Masarrah termasuk sufi aliran Ittihadiyyah berbarengan dengan masa Ibn
Masarrah, di Andalusia telah muncul tasawuf filosof. Ia lebih banyak
disebut sebut sebagai filosof ketimbangan seorang sufi Namun,
pandangan pandanganya tentang filsafat tertutupi oleh kezahidannya. Pada
mulanya, Ibn Masarrah merupakan penganut sejati aliran Mutazillah, lalu
berpaling pada Madzab neo-Platonisme. Oleh karena itu, ia dituduh
mencoba menghidupkan kembali filsafat Yunani Kuno).32 Gagasan Ibn
Masarrah ini, sesudah masa Al-Ghazali dikembangkan oleh Suhrawardi
Al-Maqtul ( W 578 H) dengan doktrin Al Isyraqiyah atau illuminasi.
Gerakan orthodoksi sufisme mencapai puncaknya pada abad lima Hijriyah
melalui tokoh monumental Al-Ghazali. Berikut biografi singkat tentang
Al-Ghazali.

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin


Muhammad bin Talis Ath-Thusi Asy-SyafiI Al Ghazali. Secara singkat
dipanggil Al Ghazali atau Abu Hamid Al-Ghazali. Beliau lahir dikota
Thus daerah rasan pada tahun 450 H / 1058 M. ayahnya wafat sebelum ia
baligh. Beliau hidup berdikasi, mula mula ia belajar ilmu Khat dari
Ayahnya, kemudian setelah ayahnya wafat ia belajar Mabadi. Al-Lughah.
Wa Al-fiah di negaranya sendiri kepada Al-Imam Abu Hamid Ahmad bin
Muhammad Ar-Razikani At-Thusi.

Kemudian beliah pergi ke Jurja untuk mengaji kepada Abu Nasr


Al-Ismaili. Di Jurjan dalam waktu yang tidak lama beliau sudah mampu
mengarang Taliqah (Penjabaran) tentang ilmu-ilmu yang diperoleh dari
gurunya. Setelah itu beliau kembali ke Thus negeri kelahirannya guna
mendalami ilmu-ilmunya selama 3 tahun. 33

31
Ibid ; 187
32
Ibrahim Hilal, At-Tashawwuf Al islami bain Ad Din Wa Al-Falsasfahm dar Al Nahdhah Al
Arabiyyah, hlm 123-124
33
Moch. Dhamaluddin Ahmad, dua figure tokog Agung, Pustaka Al Muhibbin, hlm 14-15

Tasawuf dalam Islam 15


Pendidikan Agama

Kemudian beliau pergi ke Naisabur mengaji kepada Al-Imam


Khilaf. Ilmu Jadal, Ilmu Ushuluddin, Ushul Fiqh , Ilmu Mantiq, Ilmu
Hikmah dan filsafat kesemuannya dikuasai secara mendalam hanya selama
dua tahun. Memang imam Al-Ghazali orang yang sangat cerdas, tepat
pendapatnya, sangat luas pandanganya, dan sangat kuat hafalannya dan
pandai mendalami ilmu yang rumit, sehingga imam Haramain memberinya
julukan Bahr Mughriq (lautan yang menenggelamkan) Al-Ghazali wafat
pada tahun 503 H.

Al-Ghazali berupaya mengikis semua jaran tasawuf yang tidak


islami, sufisme hasil rekayasanya itu yang sudah merupakan corak baru,
mendapatkan tempat yang terhormat dalam kesejahteraan pemikiran umat
islam cara yang ditempuhnya untuk menyelesaikan pertikaian itu. Adalah
dengan penegasan bahwa ucapan ekstatik berasal dari orang yang arif yang
sedang dalam kondisi sakr atau terkesima, sebab dalam kenyataanya,
bahwa kesatuan dengan Tuhan itu bukanlah kesatuan hakiki, tetapi
kesatuan simbiolistik. 34

Pendekatan yang dilakukan oleh Al-Ghazali, nampaknya bagi


satu pihak memberikan jaminan untukmempertahankan prinsip, bahwa
Allah dan alam ciptaan Nya adalah dua hal yang berbeda sehingga satu
sama lain tidak mungkin bersatu. Di pihak lain memberikan kelonggaran
pula bagi para sufi untukmemasuki pengalaman-pengalaman kesufian
puncak itu tanpa kekhawatiran dituduh kafir. Gambaran ini menunjukkan
tasawuf sebagai ilmu telah sampai ke fase kematangannya atau memasuki
fase keempat, yang ditandai dengan timbulnya dua aliran tasawuf, yaitu
tasawuf sunni dan tasawuf filsafati. Sebab, ternyata pada akhirnya intisari
pengalaman kesufian yang menuru Al-Ghazali tidak mungkin
diungkapkan, menerobos juga keluar lewat konsep-konsep Ibn Arabi (W
638 H). Tetapi corak Marifat yang diajarkan Sufi kelahiran Murcia ini
tidak sama dengan konsep Marifat yang sebelumnya. Ia bukan saja
mengungkapkan kesatuan dirinya dengan Tuhan seperti halnya Abu Yazid
Al-Busthomi dan Al-Hallaj, tetapi ia memberikan satu pemikiran yang
hamper menyerupai filsafat. Ia menjelaskan hubungan antara fenomena
lama semester yang pluralistic dengan tuhan sebagai. Prinsip keesaan yang
melandasinya. Bertolak dari pendapat para sufi, bahwa yang ada mutlak
hanya Allah, ia lalu mengatakan bahwa ala mini sebagai penampakan
(Mazhohir) dari nama dan sifat Allah, yang sebenarnya adalah esensi-Nya
keterbatasan. 35

34
Al-Ghazali, Al Munqidz min al-Dhalal, 1316 H ; 76
35
Ibn. Arabi, Futurat Al Makiyah, Vol. I, 1977 ; 90

Tasawuf dalam Islam 16


Pendidikan Agama

Inti ajaran Ibn Arabi yang dikenal dengan sebutan wahdatul


Wujud berkembang pula kemana-mana. Pada abad tujuh hijriyah, ajaran
ini berkembang di Mesi melalui sufi penyair Ibn Al Faridh (W 633 H) dan
Ibn Sabain (W 669 H) di Andalusia, serta meluas di Persia lewat syair-
syair jalaludin rumi (W 672 H). seperti dinyatakan oleh dengan inti ajaran
marifat, menurut ajaran ini Tuhan sebagai esensi mutlak-yang menurut
Al-Ghazali dapat dikenal tidak mungkin dikenal oleh siapapun, walau oleh
Nabi sekalipun menurut Ibn Arabi, Tuhan sebagai Dzat Mutlak hanya bisa
dikenal melalui nama dan Sifat-Sifat-Nya, yakni melalui penampakan lahir
dari esensi Dzat-Nya, yang mutlak itu. Unsur-unsur ajaran ini, sebenarnya
sudah ditemukan dalam konsep bentuk yang sempurna ditemukan pertama
kali didunia islam dalam tulisan Ibn Arabi. 36

Dari uraian ringkas ini terlihat bahwa lima ciri atau karakteristik
tasawuf yang dikemukakan terdahulu, ternyata tidak pernah tampil secara
utuh pada satu fase dan disemua kawasan barangkali kemunculan tasawuf
yang hamper utuh dengan kelima cirinya itu hanyalah pada abad tiga
Hijriyah, pada periode tasawuf meningkat menjadi ilmu tentang moralitas.
Fase kejayaan dan kematangan tasawuf berlangsung sampai abad ketujuh
hijriyah , sebab sejak abad delapan, nampaknya tasawuf mulai mengalami
kemunduran dan bahkan stagnasi karena sejak abad ini tidak ada lagi
konsep-konsep tasawuf yang baru, yang tertinggal hanyalah sekedar
komentar-komentar dan resensi-resensi terhadap karya-karya lama disisi
lain, para pengikut tasawuf sudah lebih cenderung kepada penakanan
perhatian terhadap berbagai bentuk ritus dan formalisme yang tidak
terdapat dalam substansi ajaran. Kemandikan tasawuf sebagai ilmu
moralitas, nampaknya seiring dengan situasi global yang menyelimuti
dunia pemikiran islam pada masa itu perkembangan tasawuf selanjutnya
sudah berganti baju, yaitu dalam bentuk tarikat sufi, yang lebih
menonjolkan perkembangan pada aspek ritus dan pengalamanya, bukan
pada aspek subtansi ajarannya. Namun bagaimanapun tasawuf bukanlah
ilmu yang statis dan penampilannya adalah dalam cara-cara tertentu yang
mencerminkan masanya. Dalam tulisan Abdul Karim Al-Jilli (W 832 H)
dalam bukunya Al-Insan Al Kamil yang cukup popular, ternyata ajaranya
sudah mengalami perubahan-perubahan tertentu. Demikian pula dengan
konsep-konsep tasawuf di Indonesia. Sebagaimana terlihat dalam tasawuf
Al Raruri adalah pemaduan antara tasawuf Al-Ghazali dengan Al
Fansyuri, atau antara paham kesatuan wujud dengan transentalisme. Hal
ini berarti, tasawuf selalu dalam kesejahteraannya, karena memang ia
bersifat dinamik bukan statis. Akan tetapi satu hal perlu diingat, bahwa

36
Ibrahim Basuni, Op, Cit : 115

Tasawuf dalam Islam 17


Pendidikan Agama

tidak setiap orang yang mengerti tasawuf disebut sufi, karena seseorang
tidak mungkin dapat mengetahui bahwa ia benar-benar memahami dan
merasakan ap ayang dilihat dan dirasakan oleh sufi dalam miraj
Spiritualnya. Menjadi seorang sufi berarti menjadikan ajaran itu sebagai
penggerak hidupnya. It is to become and not to learn second hand.
Manusia sempurna adalah idola Sufi, manusia yang telah dapat
melepaskan ke aku an nya sehingga ia adalah cermin yang
merefleksikan setiap aspek realitas Absolut. 37

Dasar dasar Tasawuf sudah ada sejak datangnya agama Islam, hal ini
dapat diketahui dari kehidupan Nabi Muhammad SAW, cara hidup
beliau yang kemudiaan diteladani dan diteruskan oleh para sahabat
selama periode makiyah, kesadaran spiritual Rasulullah SAW. Adalah
berdasarkan atas pengalaman-pengalaman mistik yang jelas dan pasti,
sebagaimana dilukiskan dalam Al-Quran surat An Najm : 11 -13,
surat At Takwir, 22-23. Kemudian ayat-ayat yang menyangkut aspek
moralitas dan asketisme, sebagai salah satu masalah prinsip dalam
tasawuf, para sufi merujuk kepada Al-Quran sebagai landasan utama
karena manusia memiliki sifat baik dan sifat jahat, sebagaimana
dinyatakan38 Allah mengilhami (jiwa manusia) kejahatan dan
kebaikan : maka harus dilakukan pengikisan terhadap sifat yang jelek
dan pengembangan sifat-sifat yang baik. Dalam tasawuf dikonsepkan
untuk penyucian jiwa. Proses penyucian jiwa itu melalui dua tahap,
yakni pembersihan jiwa dari sifat-sifat jelek yang disebut takhalli.
Tahap awal dimulai dari pengendalian dan penguasaan hawa nafsu.
Sesuai dengan firman Allah ...sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi oleh Tuhanmu
39 dan Adapaun orang-orang yang takut pada kebesaran tuhannya
dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka surgalah tempat
tinggalnya. Sedangkan tasawuf memiliki kedudukan yang tinggi
dalam islam ajaran pokok dalam tasawuf adalah konsel Al-Hubb dan
Marifat yang merupakan perintah Allah melalui firman-Nya : kami
lebih dekat kepada manusia dari pada urat lehernya sendiri 40

37
Rivay Siregar, tasawuf dari sufisme klasik ke Neo-sufisme, rajawali per, hlm : 45-46
38
Al-Quran, Surat Al-Syams ; 8
39
Al-Quran, Surat Yusuf, 53
40
Al-Quran, Surat Al-Qaff ; 16

Tasawuf dalam Islam 18


Pendidikan Agama

D. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Lain; Kalam, Filsafat,


Dan Fikih, Serta Kaitannya Dengan Tarekat

Memadukan antara tasawuf, Ilmu Kalam, filsafat, fiqih sebagai satu


kesatuan yang tidak boleh dipisahkan merupakan dengan tujuan pemahaman
terhadap masalah keagamaan dapat dipahami dan dimengerti secara utuh.
Sehingga hal itu bisa mengimplementasikan makna-makna yang terkandung
dalam ajaran tasawuf dan memberikan penjelasan secara tepat terhadap
istilah-istilah yang dapat menimbulkan kesalahpahaman seperti zuhud,
hubbuddun-ya (cinta dunia) dan lain- lainnya serta memberikan interpretasi
baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip nilai Ilahiyah yang lurus.41

1. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam

Nama lain dari Ilmu Kalam adalah Ilmu Ushuluddin, Ilmu


Tauhid, dan Ilmu Aqidah; di dalamnya dibicarakan tentang persoalan-
persoalan kalam Tuhan, dengan diiringi dasar-dasar argumentasi
aqliyah dan naqliyah.

Penjelasan materi-materi yang tercakup dalam Ilmu Kalam


nampaknya tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Sebagai contoh, Ilmu
Tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat Sama (Maha Mendengar),
Bashar (Maha Melihat), Kalam (Maha Berbicara), Iradah (Maha
Berkehendak), Qudrah (Maha Kuasa), Hayat (Maha Hidup) dan
sebagainya. Namun, Ilmu Kalam atau Ilmu Tauhid tidak menjelaskan
bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah
SWT mendengar dan melihatnya; bagaimanakah pula perasaan hati
seseorang ketika membaca Al-Quran; dan bagaimana seseorang merasa
bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari Qudrah
(Kekuasaan) Allah SWT?.

Pertanyaan-pertanyaan di atas sulit terjawab dengan hanya


melandaskan diri pada Ilmu Tauhid atau Ilmu kalam. Biasanya, yang
membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia
adalah Ilmu Tasawuf. Pada Ilmu Kalam ditemukan pembahasan iman dan
definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan
batasannya. Sementara pada Ilmu Tasawuf ditemukan pembahasan jalan
atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman,

41
Said Agil Husin al-Munawwar, Op.Cit., h. 388.

Tasawuf dalam Islam 19


Pendidikan Agama

sebagaimana dijelaskan pula tentang menyelamatkan diri dari


kemunafikan.42

Dalam kaitan antara Ilmu Kalam dan Ilmu Tasawuf keduanya mempunyai
fungsi sebagai berikut:

Pertama, sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman


kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq dan wijdan)
terhadap Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati
dan teraplikasikan dalam prilaku. Dengan demikian, Ilmu Tasawuf
merupakan penyempurna Ilmu Tauhid jika dilihat dari sudut pandang
bahwa Ilmu Tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari Ilmu Tauhid.

Kedua, berfungsi sebagai pengendali Ilmu Tasawuf. Jika timbul


suatu aliran yang bertentangan dengan akidah yang bertentangan dengan
Al-Quran dan As-Sunnah maka itu merupakan penyimpangan dan harus
ditolak.

Ketiga,berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam


perdebatan-perdebatan kalam. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran
rohaniah, Ilmu Kalam dapat bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas.
Di sinilah Ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga
Ilmu Kalam tidak dikesani sebagai dialektika ke-Islam-an belaka, yang
kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).43

2. Hubungan Tasawuf dengan Filsafat

Filsafat landasan pemikirannya dengan logika, sedangkan tasawuf


landasannya dengan hati sanubari. Dalam filsafat penuh dengan tanda
tanya. Apa, bagaimana, dari mana, dan apa sebab? Sedangkan dalam
tasawuf tidak mempertanyakan. Sehingga orang yang tidak memasuki
alam tasawuf dengan sendirinya tidaklah akan turut merasa apa yang
mereka rasai (dalam keyakinan pemikirannya). Bahkan bagi kaum sufi,
kuasa perasaan itu lebih tinggi dari kuasa kata-kata. Mereka tidak tunduk
kepada susunan huruf dan bunyi suara. Bukankah kata-kata itu hanya dapat
menunjukkan sebagian saja dari makna yang dimaksud? Dengan filsafat
orang mengetahui makna pemahamannya.44

42
M.Sholihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), cet. I, h. 96-97.
43
Ibid., h. 99-100.
44
K. Permadi, Op.Cit., h.111-112.

Tasawuf dalam Islam 20


Pendidikan Agama

Oleh karena itu, menjadi tinggi martabat tasawuf kalau diiringi


dengan pengetahuan dan mempunyai keahlian berfilsafat. Dalam hal ini
sebagai figurnya adalah Imam Ghazali, Suhrawardi, Ibnu Arabi. Sehingga
menjadi kacau dan rancu kalau tasawuf dimiliki oleh orang yang tidak
mempunyai dasar ilmu pengetahuan. Dengan demikian jelas hubungan
tasawuf dan filsafat sangat berkaitan.

3. Hubungan Tasawuf dengan Fiqih

Ilmu Fiqih berkaitan dengan amalan syariat, sedangkan tasawuf


berkaitan dengan batiniyah. Dengan syariat kita dapat taat menuruti
peraturan-peraturan Tuhan (agama). Dengan tasawuf kita dapat merasakan
dalam batin kita dan mengenal Tuhan, untuk siapa dipersembahkan amal
ibadah kita, dan sebagai pengawas jiwa untuk khusyu kepada-Nya.
Tasawuf selain sebagai naluri manusia, maka ia juga merupakan olah
batinserta olah rasa (dzauq) untuk semata-mata mencapai keridloan Tuhan.45

Dikarenakan kaum fiqih semata-mata berfikir, dan kaum sufi


mengutamakan rasa terkadang bersebrangan. Maka ada kemungkinan
terjadi pertentangan, karena berbeda latar belakang pemikirannya. Padahal
para pemimpin tasawuf yang besar dan dalam pemahamannya memandang
bahwasanya gabungan antara ilmu batin dengan ibadat yang lahir itu
adalah puncak kebahagiaan dari tasawuf. Tasawuf adalah pakaian hati di
dalam melaksanakan amal ibadat, rukun, dan syariat. Dan pada puncaknya
seorang ahli tasawuf yang sejati menjunjung tinggi syariat dan
menurutinya dengan tidak banyak tanya; demikian juga para ulama fiqih
berusaha untuk mengimplementasikannya sesuai dengan syariat. 46

Di samping kaum fiqih menyelidiki ayat dan hadits untuk


mengetahui suatu hukum, mereka pun menyelidiki ayat dan hadits untuk
mengetahui rahasia kebatinan yang terkandung di dalamnya. Berkat
yakinnya dan kebersihan jiwanya, mendaratlah dia dalam lapangannya,
sebagaimana yang didapati oleh ahli tasawuf dalam lain lapangannya pula.47

Kaum fiqih menyelidiki sanad riwayat tentang sembahyang


sunnat misalnya. Dia menyatakan pendapat bahwasanya sembahyang
sunnat yang matsur (yang berasal dari Nabi SAW) adalah sekian rakaat.
Ada sholat sunnat Qabliyah dan ada Badiyah, ada sembahyang
qiyamullail, dan ada sholat sunnat dhuha, dan yang lainnya dengan

45
Ibid., h. 5-6.
46
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1993), cet. XVIII, h. 83-84.
47
Ibid., h. 85.

Tasawuf dalam Islam 21


Pendidikan Agama

rakaatnya tertentu. Tetapi kaum sufi ada yang sholat sunnatnya yang
mencapai 100 rakaat sehari semalam. Junaid al-Baghdadi mewirid-kan
sholat sunnat 400 rakaat sehari semalam.48 Dalam hal ini masing-masing
pihak harus ada tasamuh (saling menghargai dan menghormati).

4. Kaitan antara Tasawuf dan Tarekat

Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu


ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi dan sahabatnya.49
Tarekat juga berarti organisasi yang mempunyai syaikh, upacara ritual dan
dzikir tertentu. Pada dasarnya tarekat merupakan bagian dari tasawuf,
karena tujuan dzikir adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dan pada
akhirnya merupakan penyucian jiwa (tazkiyatunnafs). Penyucian jiwa
adalah inti dari kandungan tasawuf.

Kajian tasawuf tidak dapat dipisahkan dengan praktek ubudiyah


dan muamalah dalam tarekat. Walaupun kegiatan tarekat sebagai sebuah
institusi lahir belasan abad sesudah contoh konkrit pendekatan terhadap
Allah SWT yang telah diberikan oleh Rasul-Nya (Nabi Muhammad SAW),
antara lain dengan ber-tahannus di Guwa Hiro, qiyamullail, dzikir, dan
sebagainya. Untuk kemudian diteruskan oleh sebagian sahabat terdekat
beliau, tabiin, tabi tabiin, diteruskan dengan lahirnya para waliyullah
abad demi abad hingga masa sekarang ini.50

Garis yang menyambung sejak masa nabi SAW hingga syekh


tarekat yang hidup saat ini telah disebutkan silsilah yang saling sambung
menyambung sebagai sebuah ciri khas yang terdapat dalam ilmu tasawuf
(istilah isnad dalam Ilmu Hadits). Tradisi ini memungkinkan ajaran dan
praktek keagamaannya hidup subur dan survive.51

Dengan banyaknya nama-nama tarekat, ternyata tidak menjadi


halangan untuk menyebarluaskan masing-masing ke penjuru dunia.
Jaringan sufi dan gerakannya baik melalui perdagangan maupun variasi
aspirasi politik mereka tidak menjadikannya lupa terhadap misi utama
tasawuf dan tarekat mereka, yakni mendekatkan diri sedekat mungkin

48
Ibid.
49
Guru tarekat disebut mursyid atau syaikh, wakilnya disebut khalifah, dan pengikutnya
disebut murid. Tempatnya dikenal dengan ribath/zawiyah/taqiyah. sumber:
http://blog.uin-malang.ac.id/sarkowi/2010/06/28/akhlak-tasawuf/ (diakses 9 Juli 2012)
50
Sri Mulyati, et. Al., Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesi, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006), tertulis dalam kata pengantar Dr. Hj. Sri Mulyati, MA
51
Ibid.

Tasawuf dalam Islam 22


Pendidikan Agama

kepada Sang Maha Pencipta Alam Semesta.52 Demikian juga berusaha


tekun beribadah dan menghindari terpedaya/terlena dengan gemerlap
duniawi kemudian berusaha untuk berjalan menuju Tuhan dalam khalwat
dan ibadah.53

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tarekat itu mensiste-


matiskan ajaran dan metode-metode tasawuf dalam rangka mendapatkan
Muqarabah dan muraqabah terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
pemahaman ini sering kali perkataan tarekat dianggap sinonim dengan
istilah tasawuf, yaitu dimensi esoteris dan aspek yang mendalam dalam
ajaran Islam.

52
Ibid.
53
Ahmad asy-Syirbasyi, Al-Ghazali wa Tasawwuf al-Islamy, (Beirut: Dar al-Hilal, tt.), h. 153.

Tasawuf dalam Islam 23


Pendidikan Agama

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Pengertian tasawuf secara lughawi adalah Ahlu Suffah yang berarti


sekelompok orang dimasa Rasulullah yang hidupnya hanya berdiam
diserambi-serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk
beribadah kepada Allah. Sedangkan pengertian tasawuf berdasarkan istilah
adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi
hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan marifat menuju keabadian, saling
mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan
mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridaan-
Nya.
Fungsi tasawuf dalam kehidupan manusia adalah menjadikan manusia
berada sedekat mungkin dengan Allah dan menjauhkan diri dari kehidupan
duniawi.
Perkembangan tasawuf mengalami kejayaan yaitu pada abad ke-3
hijriah dengan munculnya tokoh monumental Al-Ghazali, tetapi ketika
memasuki abad ke-8 tasawuf mengalami kemunduran karena tidak ada lagi
konsep-konsep tasawuf yang baru.

Tasawuf dalam Islam 24


Pendidikan Agama

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan dan Mukhtar Slihin, 2004. Ilmu Tasawuf. Bandung : Pustaka
Setia
Siregar, A. Rivay. 2002. Tasawuf dari Sufisme Klasik ke NCO. Sufisme. Jakarta :
Rajawali Pers
Djamaluddin Ahmad, Moch. 2013. Dua figur tokoh agung, Jombang : Pustaka Al-
Muhibbin
Zaki Ibrahim, Muhammad. 2004. Tasawuf Hitam Putih. Solo : Tiga Serangkai
Qoyyinm Al Jauziyah, Ibn dan Haris bin Asad Al-Muhasibi. 1990. Tasawuf
Murni. Surabaya : Al-Ihsan
Abdul Khaliq, Dr. Abdurrahman dan Ihsan Ilahi Zhahir. 2001
Abdirrahman Al-Sulami, Abu. 2007. Tasawuf. Jakarta : Erlangga
AL-Ghazali. 1961. Ihya Ulum Ad-Din, Dar Tsawafah Islamiyah, Kairo. Mesir
Umari, Barmawi. 1966. Systematika Tasawuf , Solo : Penerbit Siti Syamsiyah
Hamka. 1986. Tasawuf : Perkembangan dan pemurniannya Jakarta : Pustaka
Panjimas
Nasution, Harun. 1978. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam Jakarta : Bulan
Bintang
Al-Hafani, Abd. Al-Munin, 1992. Al Mausuah Ash-Shufiyah. Kairo. Dar Ar-
Rasyad
Mahmud, Abdul Qodir. 1966. Falsasafah Ash-Shufiyyah fi Al-Islam. Kairo : Dar
Al-Fikr Al-Arab
Said Agil Husin al-Munawwar
Sholihin, M. dan Rosihon Anwar, 2008. Ilmu Tasawuf. Pustaka Setia,
Bandung. Cet. I.

Permadi, K., 2004, Pengantar Ilmu Tasawwuf. Rineka Cipta, Jakarta. Cet. II.

Tasawuf dalam Islam 25

You might also like