You are on page 1of 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ubi kayu terbesar
kedua setelah beras. Singkong (Manihot utilisima) disebut juga ubi kayu atau
ketela pohon, yang mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi sebanyak
32,4 gr dan kalori 567,0 gr dalam 100 gr singkong. Dengan demikian
singkong dapat dipakai sebagai pengganti beras. Pada dasarnya olahan
singkong dalam industri dapat digolongkan menjadi 3 yaitu hasil fermentasi
singkong (tape atau peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek), dan tepung
singkong atau tepung gaplek.
Salah satu bentuk olahan setengah jadi dari ubi kayu yang banyak
diproduksi di Indonesia adalah gaplek. Gaplek merupakan bentuk olahan
sementara sebelum diolah menjadi tiwul. Bagian terbesar gaplek yang ada di
Indonesia dijadikan produk pangan, salah satunya adalah Tiwul. Tiwul
merupakan salah satu makanan tradisional yang dijadikan makanan pokok
sebagian masyarakat Jawa Tengah, terutama di daerah pegunungan dan
pedesaan terpencil, khususnya di daerah Gunung Kidul. Selain itu tiwul instan
juga diharapkan dapat didayagunakan untuk persediaan bahan pangan ketika
ada bencana, musim paceklik dan lain-lain, sehingga dapat mencukupi
kebutuhan zat gizi.
Tiwul kaya akan karbohidrat, sebagai makanan jajanan tiwul
mempunyai nilai gizi yang rendah khususnya protein, untuk menutupi
kekurangan tersebut dalam mengkonsumsi ubi kayu dan hasil olahannya perlu
ditambahkan bahan pangan sumber protein tinggi. Untuk itu dilakukan teknik
nutrifikasi dalam pengolahan bahan pangan sehingga dapat melengkapi
kandungan zat gizi. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah telur dalam
bentuk tepung. Sehingga didapatkan produk makanan tradisional yang dapat
diterima oleh konsumen, mudah dalam penyiapan, mempunyai mutu gizi yang
baik, mempertahankan nilai dan citra makanan tradisional, serta dapat
2

mengupayakan peningkatan penyediaan kecukupan konsumsi energi dan


protein.
Tepung telur merupakan produk awetan telur mentah, yang dikurangi
kandungan airnya, melalui proses pengocokan, pengeringan, penghancuran
dan pengayakan. Apabila akan memanfaatkannya harus dilakukan proses
pematangan terlebih dahulu. Tepung telur memiliki umur simpan yang lama
karena berupa tepung yang memiliki kandungan air yang rendah, sehingga
dapat memperlambat proses pembusukan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada pengaruh
penambahan tepung telur terhadap kadar protein dan sifat organoleptik tiwul
instan.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung telur terhadap
produk tiwul instan.
2. Tujuan Khusus
a). Menganalisa protein tepung telur.
b). Menganalisa protein tiwul instan dengan nutrifikasi tepung telur
c). Menguji sifat organoleptik tiwul instan dengan nutrifikasi tepung
telur meliputi rasa, warna, aroma dan tekstur.

D. Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan nilai ekonomis ubi kayu (singkong).
2. Menambah anekaragam olahan dari singkong
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penambahan tepung
telur pada tiwul instan.
4. Sebagai alternatif makanan pengganti beras (makanan pokok)
5. Meningkatkan nilai gizi khususnya protein produk tiwul.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Kayu
Tanaman ubi kayu yang dikenal juga dengan nama singkong, ketela
dan lainnya berasal dari Amerika. Saat ini tanaman ubi kayu banyak dijumpai
pada daerah dengan Iklim dan tipe tanah sepanjang negara Tropis. Tanaman
ubi kayu dikenal juga sebagai tanaman tumpang sari.
Hasil yang terbanyak dan terbagus didapat apabila pemanenan
dilakukan pada umur 9 12 bulan. Kategori pemanenan adalah bila daun
tanaman ini telah berwarna kekuningan. Umbi yang didapat biasanya
berukuran 30 45 cm dengan diameter 5 15 cm dan berat 0,9 2,3 kg.
Komposisi kimia ubi kayu biasanya bervariasi tergantung dari varietas
disamping faktor luar seperti Iklim, kesuburan tanah dan lain sebagainya.
Komponen pati yang tinggi memungkinkan pati digunakan sebagai sumber
karbohidrat. Kadar pati pada ubi kayu akan sangat dipengaruhi oleh waktu
panen. Kadar amilosa pada ubi kayu adalah sekitar 23%. Kandungan protein
pada ubi kayu sangat rendah dan ubi kayu hanya sedikit mengandung asam
amino yang mengandung gugus sulfur. Asam amino total yang terdapat dalam
ubi kayu adalah 684 mg/100 gr bagian yang dapat dimakan.

TABEL 1
KOMPOSISI KIMIA UBI KAYU
Jumlah
Komponen
Putih Kuning
Karbohidrat (%) 34,7 37,9
Protein (%) 1,2 0,8
Lemak (%) 0,3 0,3
Kalsium (mg/100gr) 33,0 33,0
Phosfor (mg/100gr) 40,0 40,0
Vitamin A (SI) - 385,0
Air (%) 62,5 60,0
Sumber : Suliantri, W.(1990)
4

Ubi kayu mengandung senyawa Sianogenik Glukosida (Linamarin dan


Lotaustralin). Komponen ini apabila terhidrolisa dapat menjadi glukosa,
aseton dan HCN. Berdasarkan kandungan HCN tersebut, ubi kayu dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya yang termasuk dalam varietas
manis mempunyai kandungan HCN yang lebih rendah dari 50 gr/kg bahan.
Sedangkan ubi kayu pahit mempunyai kandungan HCN yang lebih besar
daripada 100 gr/kg ubi kayu yang telah dikuliti. Dosis HCN sebesar 50 60
mg/50 kg berat laki-laki dewasa dapat menyebabkan kematian apabila
dikonsumsi. Singkong manis kadar HCNnya kurang dari 50 g/kg menurut
FAO, singkong dengan kadar HCN 50 g/kg dari berat asal cukup aman untuk
dikonsumsi. Dengan adanya tahap-tahap pembuatan tepung singkong, kadar
HCN berkurang menjadi 10 40 g/kg (Winarno, 1988).

B. Tepung Singkong
Tepung singkong dapat langsung digunakan untuk berbagai jenis
makanan olahan, selain itu juga diarahkan sebagai pemasok industri menengah
atau untuk industri hilir dalam rangka diversifikasi produk olahan, yaitu untuk
industri HFS (High Fructose Syrup), sorbitol, etanol, dan lain-lain, serta dapat
digunakan sebagai tepung campuran pada industri mie, roti, kue-kue, atau
produk-produk makanan lainnya (Departemen Perindustrian, 1990).
Dalam proses pembuatan tepung singkong proses pengeringan
memegang peranan penting. Pengeringan dengan matahari yang terlalu lambat
akan menghasilkan mutu tepung yang kurang baik, khususnya karena
terjadinya proses fermentasi yang akan menyebabkan terjadinya warna yang
lebih gelap dan rasa asam. Untuk memperoleh mutu yang baik, maka
pengeringan secara tepat sangat disarankan. Karena itulah proses pengepresan
(dewatering) sebelum pengeringan merupakan alternatif proses yang bisa
dipilih selalu mempercepat proses pengeringan, proses dewatering ini juga
akan mengurangi kandungan HCN (Prangdimurti, 1991).
Tepung singkong dapat dibuat melalui dua metode yaitu dengan cara
pemotongan dan perajangan atau cara pemarutan dan pemerasan. Kedua cara
itu secara skematis dapat disajikan pada gambar 1.
5

GAMBAR 1
SKEMA PEMBUATAN TEPUNG SINGKONG

PROSEDUR I PROSEDUR II

Singkong Segar Singkong Segar

Pengupasan
Dikupas

Pencucian

Dicuci
Pemarutan

Dipotong/dirajang Pengurangan kadar air


Dicacah/diparut (pengepresan/pemerasan)

Penghancuran/penjemuran
Dikeringkan/ditepungkan

Pengayakan
Penepungan

Tepung singkong
Pengayakan

Tepung singkong

Sumber : Institut Pertanian Bogor, 1996.


6

Selain untuk mengurangi kadar HCN, pembuatan tepung singkong


terutama pada cara II akan meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama.
Hal ini disebabkan oleh hilangnya sebagian kandungan gizi pada tepung
singkong.
Komposisi kimia tepung singkong seperti bahan bakunya (Ubi
singkong) yaitu karbohidrat sebagai komponen utama dengan kadar lemak dan
protein rendah. Adapun komposisi kimia tepung singkong dapat dilihat pada
tabel 2.
TABEL 2
KOMPOSISI KIMIA TEPUNG SINGKONG

Komponen Komposisi
Kadar Air (%) 11,5
Karbohidrat (%) 83,8
Lemak (%) 0,9
Protein (%) 1,0
Serat Kasar (%) 2,1
Abu (%) 0,7
Kadar HCN (ppm) 29
Sumber : Departemen Perindustrian (1989)

C. Tiwul
Produksi ubi kayu di Indonesia sangat tinggi, tetapi bentuk pengolahan
dan pengawetannya masih terbatas. Pengolahan ubi kayu yang paling sering
dijumpai adalah pembuatan gaplek. Dalam pengolahan tepung gaplek yang
banyak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat pedesaan yaitu pembuatan
tiwul.
Didaerah-daerah tertentu tiwul digunakan sebagai makanan pokok
sedangkan diperkotaan , tiwul lebih banyak dijual sebagai makanan jajanan
dengan rasa manis dan biasanya dimakan dengan parutan kelapa, harga
makanan tiwul ini relatif murah. (Yunianta et all, 1997).
7

Tiwul adalah hasil olahan dari tepung ubi kayu melalui proses
tradisional, yang merupakan makanan jadi berstekstur lembut padat yang
merupakan hasil pengukusan tepung gaplek/tepung singkong yang telah
diuleni dengan bantuan sedikit air atau tepung ditambahkan air hingga basah
dan dibentuk butiran-butiran yang seragam dengan ukuran sebesar biji kacang
hijau dan dikukus selama 20 30 menit. Tiwul atau tiwul nasi dapat
dikonsumsi langsung sebagai pangan pokok seperti nasi beras padi atau
dicampur dengan parutan kelapa sebagai kudapan. Selain itu tiwul dapat pula
dikeringkan menjadi tiwul instan tradisional yang tahan disimpan lebih dari
satu tahun. (Wargiono, 2003).
Tiwul menurut Ensiklopedia Nasional (1991) adalah makanan dari
gaplek singkong yang ditumbuk atau dihaluskan kemudian dikukus. Makanan
ini biasanya dimakan dengan dicampur sedikit gula jawa atau dengan parutan
kelapa. Walau tiwul sangat rendah dari segi kandungan gizi, karena hanya
mengandung pati, tetapi gizi bisa ditutupi dengan menambah lauk pauk berupa
daging atau sayuran. Tiwul merupakan pilihan dalam upaya mempertahankan
stabilitas ketahanan pangan keluarga bila terjadi defisit pasokan beras (padi).

D. Tiwul Instan
Tiwul instan ini dibuat sebagai produk pengembangan singkong siap
pakai artinya dalam waktu kurang dari 5 menit, singkong yang telah diberi
perlakuan dan ditambahkan air panas saja bisa langsung dikonsumsi.
Tiwul sebagai salah satu makanan yang mudah rusak, karena
kandungan airnya yang cukup tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan
pengolahan lebih lanjut dengan pengeringan atau dibuat produk tiwul instan
diantaranya sebagai makanan pokok. Selain dapat langsung dikonsumsi
sebagai makanan pokok, produk tiwul instan diarahkan sebagai makanan
jajanan. Tiwul instan juga diharapkan dapat didaya gunakan untuk persediaan
bahan pangan ketika ada bencana, musim paceklik dan lain-lain. Untuk
meningkatkan kandungan nilai gizi pada tiwul instan, maka harus
ditambahkan bahan pangan lainnya yang mengandung protein tinggi
(www.kompas.com, 2003).
8

Dua tahap penting dalam pengolahan tiwul instan yaitu gelatinisasi dan
pengeringan.
1. Gelatinisasi
Gelatinisasi menurut Fardiaz (1996) adalah proses perubahan sifat
fisik pati karena adanya air dan pemberian energi, kadang kadang
tekanan selama waktu tertentu. Pada awal proses gelatinisasi granula pati
yang berisi amilosa dan amilopektin mulai menyerap air. Penyerapan air
meningkat dengan meningkatnya suhu pemanasan yang menyebabkan
granula pati membengkak (swelling). Pada saat membengkak amilosa
mulai berdifusi keluar granula dan akhirnya terbentuk matriks gel setelah
granula runtuh.
Suhu disaat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Suhu
gelatinisasi berbeda beda untuk tiap jenis bahan dan merupakan suatu
kisaran. Suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan viscometer, misalnya :
jagung 62 70 C, beras 68 78 C, gandum 34,5 64 C, kentang 58
60 C, tapioka 52 64 C (Winarno, 1995).
Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi
molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya
sebelum gelatinisasi. Bahan yang kering tersebut masih mampu meyerap
air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan dalam
pembuatan produk instan (Winarno, 1995).
2. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan
atau mengeluarkan sebagian air tersebut dengan menggunakan energi
panas. Kandungan air bahan dikurangi sampai suatu batas mikroorganisme
tidak dapat tumbuh lagi (Desroisier, 1992).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua yaitu
faktor yang berhubungan dengan udara pengering (yaitu: suhu, kecepatan
volumetric aliran udara pengering dan kelembaban udara) dan faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan (yaitu: ukuran bahan,
kadar air awal dan tekanan parsial di dalam bahan (Taib, dkk., 1988).
9

E. Telur
Telur merupakan sumber protein hewani yang mempunyai nilai zat
gizi tinggi, karena di dalamnya mengandung protein, lemak, hidrat arang, dan
air. Dalam ilmu gizi telur dijadikan patokan untuk membandingkan nilai gizi
bahan makanan lainnya.
Dalam dunia kuliner, telur sangat penting kegunaannya dalam masak-
memasak, karena mudah dimasak, cepat matang, praktis, dan dapat
dihidangkan untuk segala umur. Selain itu telur dapat berfungsi sebagai
pengental, perekat atau pengikat, pelembut atau pengempuk, dan pengembang
suatu masakan serta sebagai penambah aroma dan zat gizi (Tarwotjo, 1998).
Telur merupakan sumber zat gizi yang sangat penting yang dibutuhkan
oleh perkembangan dan pertumbuhan embrio. Protein telur mempunyai nilai
biologis tinggi karena mengandung asam-asam amino yang lengkap
dibandingkan dengan protein hewan lainnya.
Telur mengandung protein yang sangat tinggi, mutu protein, nilai
cerna, dan mutu cerna telur paling baik diantara bahan-bahan makanan
lainnya. Semua bernilai 100% dibandingkan dengan daging mutu proteinnya
hanya 81%, nilai cerna 100% dan mutu cernanya 81%. Ini berarti telur lebih
baik mutunya dari pada daging. Protein telur sangat mudah untuk dicerna,
diserap, dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan
jaringan-jaringan tubuh. Selain itu telur khususnya kuning telur banyak
mengandung vitamin A, D, E dan K. Juga merupakan sumber mineral yang
baik terutama zat besi.
Protein telur terdapat baik pada putih maupun kuning telur. Telur juga
merupakan bahan makanan sumber hewani yang relatif murah dibandingkan
dengan sumber protein hewani yang lain.
Secara umum, telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kulit telur
atau cangkang ( 11% dari berat total telur), putih telur ( 57% dari berat total
telur) dan kuning telur ( 32 % dari berat total telur).
Protein telur bernilai biologis tinggi karena merupakan sumber
protein utama. Mutu protein ditentukan oleh komposisi asam aminonya.
Komponen dan kandungan asam amino essensial yang terdapat dalam telur
10

antara lain tryptophan 1,0 mg, isoleucine 3,7 mg, leucine 5,4 mg, lysine 5,4
mg, methionin dan cystine 3,7 mg, phenylalanine dan tyrosin 4,7 mg, threonin
3,1 mg dan valin 3,9 mg (Syarief dan halid, 1993).
Bagian putihnya (albumin) merupakan sumber protein dengan kadar
10 11 % sedang bagian kuningnya (yolk) tidak saja merupakan sumber
lemak (35 %) tetapi juga merupakan sumber kalsium dan besi. Meskipun telur
mengandung 74 % air, tetapi telur merupakan sumber yang kaya akan protein
bermutu tinggi. Karena tingginya nilai gizinya, berbagai ahli gizi
menggunakan telur sebagai standar untuk mengukur mutu jenis makanan
lainnya.
Sedangkan kandungan unsur gizi dan kalori dalam telur ayam dapat
dilihat dalam tabel 3.
TABEL 3
KANDUNGAN UNSUR GIZI SERTA KALORI
DALAM TELUR AYAM
No Unsur Gizi Kadar per 100 gr Bahan
Putih Telur Kuning Telur
1. Energi (Kal) 46,00 355,00
2. Air (gr) 87,80 49,40
3. Protein (gr) 10,80 16,30
4. Lemak (gr) 0 31,90
5. Karbohidrat (gr) 0,80 0,70
6. Mineral (gr) 0,60 1,70
7. Kalsium (mg) 6,00 1470
8. Fosfor (mg) 17,00 586,00
9. Besi (mg) 0,20 7,20
10. Vitamin A (mg) 0 600,00
11. Vitamin B (mg) 0,01 0,27
12. Vitamin C (mg) 0 0
Sumber : Suprapti, (2002)
Protein yang terkandung didalam telur, secara umum sangat
mempengaruhi sifat telur. Adapun sifat telur adalah sebagai berikut :
11

1. Sangat peka terhadap pengaruh asam dan pemanasan (terjadi koagulasi


dan denaturasi)
2. Bila dikocok akan berbuih dan mengembang, namun bila pengocokan
berlebihan maka akan terjadi denaturasi sehingga mengempis kembali.
3. Dalam putih telur mentah dan setengah matang terkandung beberapa jenis
protein diantaranya adalah lysazyne, yang bila dimakan akan terserap
langsung kedalam darah akan berfungsi sebagai zat anti gizi
4. Jenis protein lain yang terdapat dalam telur mentah adalah avidin, avidin
tersebut bersifat racun, dan akan hilang apabila telur tersebut dimasak
(digoreng, direbus, dikukus)
Manfaat telur bagi tubuh manusia selain dikonsumsi sebagai ramuan
obat, lauk pauk juga dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat kue,
puding ataupun produk industri pangan lainnya. Telur juga digunakan sebagai
bahan untuk industri lainnya.
Selain manfaat telur banyak, telur juga mempunyai kelemahan yaitu
tidak dapat mempertahankan kesegarannya dalam waktu yang lama. Untuk
dapat mempertahankan kesegaran telur perlu dipelajari terlebih dahulu
struktur, sifat, tanda-tanda kesegaran telur dan akibat dari perlakuan tertentu
serta cara penyimpanannya. Cara penyimpanan telur yang baik dapat
mempertahankan kualitas dan kesegaran telur. Penyimpanan telur menjadi
tepung telur sedikit mengubah nilai gizi telur, tetapi terjadi perubahan warna
kuning telur yaitu karena kandungan karotin.
Dalam bentuk tepung telur lebih memudahkan dalam penyimpanan
dan lebih tahan lama. Tepung telur dibuat dengan cara mengeringkan telur
segar, setelah melalui berbagai proses persiapan pengeringan dapat dilakukan
terhadap putih telur (albumin), kuning telur (yolk), maupun campuran putih
dan kuning telur (whole). Dengan menggunakan spray dryer, drum
dryer, maupun oven.

F. Tepung Telur
Tepung telur merupakan produk awetan telur mentah, yang dikurangi
kandungan airnya, melalui proses pengocokan, pengeringan, penghancuran
12

dan pengayakan. Apabila akan memanfaatkannya harus dilakukan proses


pematangan terlebih dahulu. Tepung telur memiliki umur simpan yang lama
karena berupa tepung yang memiliki kandungan air yang rendah, tepung telur
dibuat tanpa adanya pemisahan antara bagian kuning dengan putih telurnya.
Dalam bentuk tepung selain awet, juga diperoleh beberapa keuntungan
antara lain volume bahan jauh lebih kecil sehingga menghemat ruang
penyimpanan, pendistribusian atau pengangkutan lebih mudah dilakukan
(ringan, ringkas atau tidak memakan banyak tempat, dan tidak mungkin
pecah), jangkauan pemasaran lebih luas, penggunaannya lebih beragam dan
dapat ditentukan secara tepat tanpa ada resiko kelebihan atau tersisa (Suprapti,
2002). Adapun komposisi gizi tepung telur dapat dilihat pada tabel 4.
TABEL 4
KOMPOSISI GIZI TEPUNG TELUR
Zat Gizi Kadar
Protein (%) 48,5
Lemak (%) 43,5
Karbohidrat (%) -
Mineral (%) 4,5
Total padatan (%) 96,5
Air (%) 3,5
Sumber : Syarief dan Halid, (1993)
Putih telur dalam bentuk kering atau tepung kandungan proteinnya
lebih banyak yaitu sekitar 83 % dibanding dalam bentuk air yang hanya
mengandung 10 11 % saja (Deman, 1997). Sifat fungsional dalam
pembuatan tepung telur sangat penting untuk dipertahankan karena akan
menentukan kemampuan tepung telur untuk digunakan dalam pembuatan
makanan olahan. Daya emulsi, daya koagulasi dan warna tepung telur
umumnya tidak banyak berbeda dibandingkan dengan keadaan segarnya.
1. Jenis Tepung Telur
Tepung telur dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu tepung putih
telur, tepung kuning telur dan tepung telur utuh (campuran putih telur dan
kuning telur). Tepung putih telur ialah hasil pengeringan cairan putih telur
13

yang bebas kuning telur. Umumnya dikeringkan dengan pengeringan lapis


tipis atau pengeringan busa, karena sifat putih telur yang relatif tidak tahan
panas.
Tepung kuning telur umumnya tidak 100 % terbuat dari kuning
telur, karena sangat sulit memisahkan kuning telur dan putih telur,
biasanya merupakan campuran dari 80 % kuning telur dan 20 % putih
telur. Dalam proses pembuatannya, biasanya digunakan pengering semprot
(spray drier). Sedangkan tepung telur utuh terbuat dari campuran kuning
dan putih telur dengan proporsi alamiah telur segar.
Indonesia belum mempunyai standar mutu untuk tepung telur,
tetapi parameter-parameter mutu tepung telur yang diutamakan ialah kadar
air (< 5 %), kadar lemak, kadar protein, warna, aroma dan tidak adanya
Salmonella. Kadar gula yang dikehendaki maksimal 0,1 %, karena gula
dapat menyebabkan reaksi pencoklatan selama penyimpanan. Keadaan ini
dapat diatasi dengan mengurangi kandungan glukosa dalam cairan telur
sebelum dikeringkan dengan cara fermentasi menggunakan ragi
Saccharomyces cereviciae, bakteri Streptococcus lactis atau enzim
glukosa oksidase ( Rahardi, 2004)
Pengeringan telur dapat membunuh 99,9 % mikroorganisme
termasuk Salmonella sp, bakteri coliform seperti Proteus sp dan
Pseudomonas sp, juga sebagian besar kapang dan khamir (Syarief dan
Halid, 1993).
2. Penggunaan Tepung Telur
Sebelum digunakan sebagai bahan pangan, umumnya tepung telur
diubah menjadi bentuk cair ledih dahulu agar dapat menghasilkan adanon
yang lunak. Penambahan air dilakukan sampai keadaan seperti cairan yang
dihasilkan dari telur segar.
Tepung putih telur yang dihasilkan dari pengering semprot banyak
dimanfaatkan sebagai pelapis kue, sebagai bahan pada kue yang
memerlukan daya busa tinggi dalam pembuatannya, juga banyak
digunakan dalam industri permen. Untuk tepung kuning telur banyak
digunakan dalam pembuatan roti, kue lapis, donat, kue kering,
14

mayonnaise, mie telur dan lain-lain. Sedangkan tepung telur utuh cocok
digunakan dalam pembuatan mayonnaise, kue, mie telur, telur dadar,
makanan bayi, makanan kaleng lain dan bermacam-macam makanan
ringan (Rahardi, 2004).
3. Teknik Penyimpanan
Telur dalam bentuk tepung mempunyai umur simpan yang relatif
cukup lama walaupun dalam kondisi tropis. Kerusakan yang terjadi selama
penyimpanan ialah perubahan warna, timbulnya aroma atau bau yang
menyimpang dan menurunnya kelarutan tepung telur. Perubahan aroma
disebabkan oleh suhu penyimpanan yang terlalu tinggi. Oleh karena itu
maka tepung telur sebaiknya disimpan dalam kaleng bebas hama dan
dalam keadaan tertutup, kondisi ruang penyimpanan bersih dan bebas
aroma lain, suhu ruang penyimpanan sebaiknya kurang dari 10 C. Tepung
telur umumnya mempunyai masa simpan sekitar satu tahun. Semakin
rendah kandungan glukosa dalam tepung telur, daya simpannya akan
semakin meningkat (Rahardi, 2004).

G. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah
sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C (carbon), H
(hydrogen), O (oxsygen), dan N (nitrogen) yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis
protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Fungsi
utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga dapat digunakan
sebagai bahan bakar apabila kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi dari
karbohidrat dan lemak (Winarno, 2004).
Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap
oleh usus dalam bentuk asam amino. Sampai sekarang baru dikenal 24 macam
asam amino endogen. Asam amino endogen dapat dibentuk dalam tubuh
manusia, sedangkan 10 asam amino eksogen tidak dapat dibentuk oleh tubuh
15

manusia, karena itu disebut asam amino esensial, artinya harus didapatkan dari
makanan sehari-hari. Yang tergolong asam amino esensial adalah lisin, leusin,
isoleusin, treonin, motionin, valin, fenilalanin, histidin, dan arginin (Winarno,
1993)
Berdasarkan sumbernya, protein pangan dibedakan menjadi dua yaitu
protein hewani dan nabati. Protein hewani merupakan protein yang
mempunyai nilai biologis tinggi, sedangkan protein nabati kecuali kedelai
umumnya bernilai biologis rendah (Nursanyoto, 1992)
Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang
terkandung dalam protein tersebut. Protein yang berasal dari hewani seperti
daging, telur dan susu dapat menyediakan asam-asam amino esensial dalam
suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia, karenanya disebut
protein dengan mutu tinggi. Protein tergolong bermutu rendah apabila terdapat
asam amino pembatas, misalnya pada serealia, asam amino pembatasnya asam
amino metionin (Winarno, 2004).
Disamping peranannya sebagai komponen gizi yang penting, beberapa
protein memiliki kemampuan untuk membentuk gel, buih, serta emulsi.
Demikian juga sebagian protein berperan dalam perbaikan warna dan rasa
melalui reaksi maillard, yaitu reaksi pencoklatan. Meskipun telur mengandung
74 % air, tetapi telur merupakan sumber yang kaya akan protein bermutu
tinggi. Karena tingginya nilai gizi telur, berbagai ahli gizi menggunakan telur
sebagai standar untuk mengukur mutu jenis makanan lainnya. Protein telur,
ovalbumin dan terutama globulin berperan penting dalam pembentukan buih.
Sedangkan ovomusin bertindak sebagai stabilisator segera setelah buih
terbentuk. Protein telur membentuk batas yang elastis diantara udara dan
cairan karena terkoagolasi sebagian. Itulah sebabnya maka udara dapat ditahan
lebih lama, sifat inilah yang dimanfaatkan dalam berbagai kue yang
memerlukan pengembangannya (Winarno, 1993).
Dengan pemanasan protein dapat mengalami denaturasi, artinya
strukturnya berubah dari bentuk anting ganda yang kuat menjadi kendur dan
terbuka, sehingga memudahkan bagi enzim pencernaan untuk mehidrolisis dan
memecahnya menjadi asam-asam amino (Winarno, 1993). Denaturasi dapat
16

merubah sifat protein menjadi sukar larut dan makin kental. Keadaan ini
disebut koagulasi. Koagolasi dapat ditimbulkan dengan pemanasan, asam,
enzim, perlakuan mekanis, garam (Gaman dan Sherrington, 1994).

H. Nutrifikasi
Manusia mendapat sebagian zat gizi yang diperlukan dengan cara
mengkonsumsi berbagai jenis bahan pangan baik yang berasal dari hasil
ternak maupun tanaman yang terdapat didaerah lingkungan hidup mereka.
Untuk menyusun menu dengan gizi yang berkecukupan, tetapi tidak
berlebihan dengan cara :
1. Melakukan kombinasi dari berbagai individu makanan kedalam menu
sehingga memiliki nilai gizi yang lebih seimbang ketimbang bila hanya
terdiri dari satu jenis bahan pangan saja.
2. Melalui nutrifikasi yaitu penambahan mikronutrien kedalam makanan.
Nutrifikasi (restorasi, enrichment dan fortifikasi) pangan yang secara
individu bahan pokok atau diberi pangan dan diberi tambahan
mikronutrien yang diperlukan seperti vitamin, mineral, asam amino,
protein, vitamin A, vitamin B, zat besi, iodium, dan mikronutrien lain.
Sehingga dihasilkan makanan yang bergizi lebih tinggi dengan harga yang
relatif murah.
Penambahan mikronutrien kedalam makanan bukanlah merupakan
konsep baru. Hal itu telah dimulai dalam abad ke 19 di Amerika Selatan ketika
dilakukan pertama kali yaitu penambahan iodium pada garam dapur. Kini
nutrifikasi dapat dilakukan secara cepat dengan biaya yang sangat ekonomis,
fleksibel dan secara sosial diterima dengan baik oleh masyarakat.
Nutrifikasi hanya berakibat kecil terhadap perubahan selera dan rasa
serta dapat memanfaatkan semaksimalnya jenis makanan lokal yang kental
kadar tradisionalnya. Teknik nutrifikasi makanan dilakukan dengan cara
penambahan mikronutrien pada tingkat yang telah disarankan dan dengan
mudah dapat menyesuaikan dengan kebutuhan serta tingkat perkembangan
ilmu gizi saat itu.
17

I. Sifat Organoleptik
Dalam pengujian sifat organoleptik menggunakan uji kesukaan
(hedonik), para panelis diminta memberikan penilaiannya meliputi rasa,
aroma, warna dan tekstur menurut skala hedonik.
1. Rasa
Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup
cecapan yang terletak pada papilla yaitu bagian noda merah jingga pada
lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu,
konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Sumber rasa
gurih terutama adalah pada penambahan tepung telur yang dibuat tanpa
adanya pemisahan antara kuning dan putih telur, sedangkan rasa asin
berasal dari garam-garam organik, yang umum adalah NaCl murni. Selain
itu suhu makanan akan mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk
menangkap rangsangan rasa. Makanan yang terlalu panas akan membakar
lidah dan merusak kepekaan kuncup cecapan, sedangkan makanan yang
dingin dapat membius kuncup sehingga tidak peka lagi (Winarno, 2004).
Pada tiwul instan mempunyai rasa gurih yang berasal dari
penambahan tepung telur, dengan adanya proses fermentasi yang
menimbulkan citarasa yang khas pada tiwul instan.

2. Aroma
Istilah aroma diartikan sebagai sensasi bau yang ditimbulkan oleh
rangsangan kimia senyawa volatiel yang tercium oleh syaraf-syaraf
olfaktori yang berbeda di rongga hidung ketika bahan pangan masuk ke
mulut. Sensasi atau rangsangan tersebut senantiasa akan menimbulkan
kelezatan, yang kemudian dapat mempengaruhi tingkat atau daya terima
panelis atau konsumen terhadap suatu produk pangan tertentu.
Aroma pada tiwul instan matang kurang disukai oleh panelis,
namun demikian dengan penambahan tepung telur yang paling kecil (5 %)
panelis agak suka. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada tiwul
instan matang telah melalui proses rehidrasi dan pengukusan, sehingga
volatile pada tepung telur akan berkurang dengan pengukusan.
18

3. Warna
Faktor warna akan tampil lebih dahulu dalam penentuan mutu
bahan makanan dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan
makanan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan
dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau
memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Selain itu
warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.
Baik atau tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai
dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Warna coklat yang terbentuk pada tiwul instan disebabkan karena
reaksi pencoklatan non-enzimatis atau reaksi maillard. Menurut Belitz dan
Grosch (1987) bahwa reaksi maillard dari group asam amino lisin terjadi
dengan kehadiran gula reduksi seperti glukosa yang menghasilkan ikatan
protein e-N-de-Soxyfructocyl-1-lysine yang menghasilkan warna coklat.
Berdasarkan pernyataan di atas maka semakin tinggi protein pada
tiwul instan berarti semakin banyak asam amino, dalam telur kandungan
asam amino yang tertinggi adalah Leucine dan Lycine (WFP, 1983). Asam
amino ini akan bereaksi dengan gula pada pati tepung singkong, sehingga
dengan adanya peningkatan suhu dalam pengolahan reaksi maillard
berlangsung.

4. Tekstur
Tekstur yang baik dari tiwul instan apabila mempunyai tingkat
kekokohan yang maksimal dan kondisi ini dapat dicapai ketika proses
fermentasi pada tepung telur yang digunakan dalam pembuatan tiwul
instan.
Menurut Winarno (1993), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan
mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari
penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur
atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena
dapat mempengarui kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor
olfaktori dan kelenjar air liur.
19

Uji organoleptik adalah pengujian secara subyektif yaitu pengujian


penerimaan selera makanan yang berdasarkan uji kegemaran dan analisa
perbedaan untuk menilai secara organoleptik diperlukan beberapa
persyaratan yaitu lingkungan dengan suasana tenang dan bersih, dengan
demikian dapat dengan benar diketahui mutu produk yang dihasilkan
(Soekarto, 1985).
Dalam uji organoleptik indera yang berperan dalam pengujian
adalah indera penglihatan, penciuman, dan pencicip, peraba dan
pendengaran, untuk produk pangan yang paling jarang digunakan adalah
indera pendengar, dalam melakukan penilaian, panelis harus dilatih
menggunakan indera untuk menilai sehingga didapat suatu kesan terhadap
mutu rangsangan (Rahayu, 1998).
Dalam penilaian ini dilakukan uji hedonik (kesukaan) yaitu dengan
cara bahan yang akan diuji disiapkan dengan kode, panelis diminta menilai
produk sesuai tingkatan kesukaan, meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur
ikan. Skala penilaian meliputi sangat tidak suka, tidak suka, agak suka,
suka, suka sekali.

J. Kerangka Konsep
Variabel Dependen
Variabel Independen
Kadar Protein
Penambahan
Tepung Telur 0%, Tiwul instan
5%, 10%, 15%,
20%, 25%
Sifat Organoleptik
Variabel Terkendali pada Tiwul Instan

9 Proses pembuatan
tepung gaplek
9 Jumlah tepung telur
9 Penambahan garam
9 Lama Pengukusan
9 Lama Pengeringan

K. Hipotesa
Ada pengaruh variasi penambahan tepung telur terhadap kadar
protein dan sifat organoleptik tiwul instan.
20

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang
Ilmu Teknologi Pangan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


a. Waktu
Penelitian dilakukan mulai dari usulan penelitian sampai
dengan pembuatan Karya Tulis Ilmiah pada bulan Juli 2005 sampai
Juni 2006. Sedangkan waktu pengambilan data dilakukan pada bulan
Januari 2006.
b. Tempat
Pembuatan tepung telur, tiwul instan dan uji organoleptik
dilakukan di Laboratorium Gizi. Sedangkan untuk analisa kadar
protein dilakukan di Laboratorium Kimia Fikkes Universitas
Muhammadiyah Semarang.

C. Bahan dan Alat Penelitian


a. Bahan
1). Bahan untuk pembuatan tepung telur adalah telur ayam negeri/ras
yang masih segar, tidak retak, 1% kapur sirih dari berat telur.
2). Bahan untuk pembuatan tiwul instan adalah tepung gaplek
dengan jumlah total 100 gr yang terdiri dari tepung gaplek dan
tepung telur dengan variasi penambahan tepung telur 0%, 5%,
10%, 15%, 20% dan 25% dari berat total tepung.
3). Bahan untuk menguji kadar protein adalah 5 gr sampel (tiwul
instan), 5 gr tepung telur, NaOH 40% 0,02 N, H2SO4 pekat,
K2SO4, ZnSO4, H2C2O4 0,02 N, HCl 0,02 N, HgO 0,5 gr,
Asam Borax 4%, BCG, indikator PP dan indikator mixsture.
21

4). Bahan untuk uji organoleptik adalah tiwul instan dengan variasi
penambahan tepung telur.

b. Alat
1). Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung telur yaitu
waskom, loyang, alat pengocok telur (mixer), pengering kabinet,
alat penghancur, ayakan, timbangan, kantong plastik dan plastik
sealer.
2). Alat yang digunakan dalam pembuatan tiwul instan meliputi
timbangan ayakan, alat penghancur, pisau, waskom, dandang,
kompor, gelas ukur dan pengaduk serta pengering kabinet.
3). Alat yang digunakan untuk menguji kadar protein adalah
seperangkat alat destilasi mikro Kjeldahl, buret, statif, erlen
meyer, gelas ukur, corong, dan mortair.
4). Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah formulir uji
organoleptik, piring penghidang, gelas dan sendok makan.

D. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama.
Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung telur,
kemudian membuat tiwul instan dengan berbagai variasi penambahan tepung
telur yang maksimal dengan mutu organoleptik (warna, rasa, aroma dan
tekstur) yang tinggi yang dapat diterima oleh konsumen. Dalam pembuatan
tiwul instan bahan yang digunakan terdiri dari tepung gaplek yang merupakan
bahan dasar dan tepung telur sebagai bahan pencampuran atau penambah
dengan berat total tepung 100 gram. Pada penelitian ini, peneliti melakukan
variasi penambahan tepung telur mulai dari 0%, 5%, 10%, 15%, 20%,
25%,dan 30% dari berat total tepung.
Dari hasil penelitian pendahuluan didapatkan bahwa pada penambahan
tepung telur 30% teksturnya lembek, warna kuning dan aroma khas telur
(amis) sangat dominan, sehingga tidak disukai panelis.
22

Berdasarkan hasil tersebut maka variasi penambahan tepung telur yang


digunakan pada penelitian utama yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%
yang selanjutnya dianalisa kadar protein dan sifat organoleptik dengan scale
hedonic test.
Prosedur yang dilakukan pada penelitian utama dan penelitian
pendahuluan yaitu :
1. Prosedur Pembuatan Tepung Telur (Astawan dan Astawan, 1989)
Skema pembuatan tepung telur dapat dilihat pada gambar 2 :
GAMBAR 2
SKEMA PEMBUATAN TEPUNG TELUR
Sumber : Astawan dan Astawan, 1989

Telur

Dipecah

Dikocok
Kapur sirih 1% ( speed 3, 10 menit )

Dikeringkan
( 4 jam, 55C )

Penghancuran

Pengayakan (60 mesh)

Tepung Telur

Pembuatan tepung telur dilakukan dengan cara telur yang akan


digunakan dipecah terlebih dahulu kemudian dipisahkan dari kulitnya.
Telur tanpa kulit yang diperoleh ditampung dalam baskom plastik dan
dengan menggunakan hand mixer pada speed 3, supaya campuran putih
23

dan kuning telur homogen dan untuk memperbesar volume busa. Sambil
dikocok ditambahkan 1% kapur sirih (10 gram dalam 1 kilo gram telur),
yang terlebih dahulu dilarutkan ke dalam air dengan perbandingan 1 : 5
dari berat kapur sirih. Kapur sirih disini berfungsi sebagai penarik air
sehingga mempercepat proses pengeringan dan mengurangi kerusakan
protein karena proses pemanasan (Purbianto dan Ananta, 1987). Kemudian
dituangkan dalam loyang alumunium dengan ketebalan 2 cm dan
dikeringkan dalam pengering kabinet pada suhu 60 C selama 5 jam.
Setelah kering dilakukan penghancuran dengan sendok atau dengan mortir,
dan kemudian diayak dengan ukuran 60 mesh. Hasil ayakan yang
diperoleh (tepung telur halus) ditampung dalam wadah. Sementara, tepung
telur yang tidak lolos ayakan (masih kasar) dihancurkan atau digerus lagi
serta diayak kembali hingga semua tepung telur dapat lolos ayakan dan
mendapatkan ukuran yang seragam.

2. Prosedur Pembuatan Tiwul Instan (Astawan dan Astawan, 1989)


Tiwul instan dibuat dengan bahan dasar tepung gaplek dengan
penambahan tepung telur 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari berat
total tepung telur (100 gram). Bahan lain yang digunakan antara lain
adalah garam dapur, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan citarasa
tiwul.
Langkah pertama adalah penimbangan tepung gaplek dan tepung
telur, kemudian dilakukan pencampuran antara tepung gaplek dan tepung
telur serta penambahan larutan garam sebesar 0,05 dalam seratus gram.
Langkah berikutnya adalah pengukusan pada suhu 95 C 5C selama 25
menit, sehingga akan didapatkan tiwul. Kemudian dilakukan pengeringan
pada suhu 60C 2 C selama 16 - 18 jam, dan diikuti dengan proses
penggilingan dan selanjutnya dilakukan pengayakan yang akan
menghasilkan produk tiwul instan mentah. Untuk mendapatkan tiwul
instan matang maka harus dilakukan pengukusan selama 3 5 menit.
24

GAMBAR 3
SKEMA PEMBUATAN TIWUL INSTAN

Tepung Gaplek Tepung Telur

Penimbangan Penimbangan
100%, 95%, 90%, 85%, 80%, 75% 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%

Pencampuran
Larutan garam 0,05% (b/b)

Pengukusan 95C, 25 menit

Tiwul

Pengeringan 60C, 16 18 jam


j

Penggilingan

Pengayakan

Pengukusan 3 -5 menit Tiwul Instan Mentah

Tiwul Matang

Sumber : Modifikasi Peneliti


25

3. Prosedur Uji Kadar Protein Metode mikro Kjedahl (Sudarmadji, 2003)


1). Destruksi
Sampel ditimbang 5 gr bahan kering masukkan ke dalam labu
destruksi yang bersih dan kering, ditambahkan katalisator Na2SO4,
HgO 0,5 gr ditambah 2 ml H2SO4 pekat kemudian dipanaskan dalam
ruangan asam dengan kemiringan 45 C sampai warna jernih (tidak ada
karbon) lalu didinginkan.
2). Destilasi
Hasil destruksi ditambah dengan aquades sedikit demi sedikit
sambil dimasukkan ke dalam labu destilat, penambahan aquades
labu destilat. Selanjutnya ditambahkan 10 ml NaOH 40 % dan
indicator PP 3 tetes, kemudian ditutup dan dipanaskan. Hasil sulingan
ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi asam borat yang
ditambahkan indikator mixtur 3 tetes (warna biru). Destilat dihentikan
setelah berubah menjadi warna hijau dengan volume kurang lebih 15
ml, sebelumnya cairan yang keluar dari ujung destilator dites dengan
kertas lakmus atau strip indikator pH, cairan yang keluar tersebut
menunjukkan pH netral maka destilasi telah selesai.
3). Titrasi
Hasil destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N dan titik akhir titrasi
ditandai dengan destilat berubah warna biru. Blanko juga dikerjakan
dengan cara yang sama.
Perhitungan :
Kadar N (%)
(ml HCl Bahan - Blanko) X N.HCl X 14,007
= X 100 %
Gram sampel
Kadar Protein = Kadar N X F
Keterangan : F: Faktor konversi protein (6,25)

4. Prosedur Uji Organoleptik


Pada pengujian organoleptik ini menggunakan uji penerimaan
yaitu dengan uji kesukaan (hedonik) dan dibutuhkan 20 panelis dari
26

mahasiswa DIII Gizi Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang yang


telah mendapatkan latihan uji organoleptik. Sebelum diujikan, tiwul instan
disiapkan dalam bentuk matang tanpa penambahan bahan lain dengan
diberi kode atau label pada masing-masing perlakuan. Penilaian meliputi
rasa, aroma, warna, dan tekstur dengan skala penilaian :
5 = sangat suka
4 = suka
3 = agak suka
2 = tidak suka
1 = sangat tidak suka
Masing-masing panelis diminta menuliskan penilaian sampel
sesuai dengan kode formulir yang telah tersedia.

E. Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan melalui eksperimen di laboratorium, digunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan variabel bebas penambahan tepung
telur dan variabel tidak bebas kadar protein menggunakan uji organoleptik,
dimana masing-masing percobaan menggunakan taraf perlakuan yang
berbeda. Diantaranya terdiri dari satu faktor yaitu proporsi nutrifikasi tepung
telur yang terbagi menjadi enam level, yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%
untuk setiap tahap penelitian dilakukan dua kali pengulangan.

Desain Percobaan
Penambahan Kadar Protein (gr % ) Rata Rata
Tepung Telur Ulangan Kadar Protein
(%) I II (gr % )
0
5
10
15
20
25
27

F. Pengolahan dan Analisa Data


Data yang diperoleh dari analisa kadar protein dengan variasi
penambahan tepung telur dianalisa dengan menggunakan analisa statistik uji
ANAVA , apabila menunjukkan perbedaan maka diuji lanjut dengan uji LSD
untuk mengetahui perbedaan masing masing perlakuan. Sedangkan data uji
organoleptik dianalisa dengan uji Friedman, apabila menunjukkan perbedaan
maka diuji lanjut dengan Wilcoxon. Perhitungan uji ANAVA dan uji
Friedman dengan menggunakan alat bantu komputer program SPSS versi
11.0.

G. Definisi Operasional
1. Tepung Telur
Tepung telur merupakan produk awetan telur mentah, yang
dikurangi kandungan airnya, melalui proses pengocokan, pengeringan,
penghancuran dan pengayakan.
2. Tiwul Instan
Tiwul instan merupakan hasil olahan dari tepung singkong yang
telah dikeringkan, digiling dan dihaluskan, sehingga dapat lebih cepat
dalam penyajian yaitu dengan diperciki air dan dikukus kembali 5 menit.
3. Kadar Protein
Kadar protein adalah kandungan protein dalam tiwul instan dengan
variasi penambahan tepung telur yang dinyatakan dalam satuan % dan
diuji dengan menggunakan metode mikro Kjeldahl.
4. Sifat organoleptik
Sifat organoleptik adalah sifat fisik tiwul instan yang meliputi rasa,
aroma, warna dan tekstur yang dinilai oleh panelis dengan kriteria agak
terlatih yaitu dari mahasiswa D III Gizi Fikkes Universitas
Muhammadiyah Semarang sebanyak 20 orang.
5. Nutrifikasi
Nutrifikasi yaitu penambahan tepung telur pada pembuatan tiwul
instan, sehingga mempunyai nilai gizi yang lebih baik khususnya protein.
28

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan ini yaitu membuat tiwul instan dengan
berbagai variasi penambahan tepung telur yang bertujuan untuk memperoleh
variasi penambahan tepung telur yang maksimal dengan mutu organoleptik
(rasa, aroma, warna, tekstur) yang dapat diterima oleh panelis. Dalam
pembuatan tiwul instan bahan yang digunakan terdiri dari tepung gaplek yang
merupakan bahan dasar dan tepung telur sebagai bahan penyampuran.
Dari aspek organoleptik hasil penelitian pendahuluan diketahui bahwa
penambahan tepung telur yang masih dapat diterima secara organoleptik
sampai dengan penambahan 25 %. Dengan demikian variasi penambahan
tepung telur yang digunakan pada penelitian utama yaitu 0%, 5%, 10%,15%,
20% dan 25% yang selanjutnya dianalisa kadar protein dan sifat organoleptik
dengan scale hedonik test.

B. Penelitian Utama
Hasil penelitian utama yaitu penambahan tepung telur sebesar 0%, 5%,
10%, 15%, 20% dan 25% masing-masing dianalisa kadar protein dan sifat
organoleptiknya.
1. Kadar Protein Tepung Telur
Hasil analisa kadar protein tepung telur adalah 47,85 %, sebagai
bahan pembanding kadar protein tepung telur menurut Syarief dan Halid
(1993) adalah 48,5%. Sedangkan protein telur segar dalam DKBM sebesar
12,8 gr/100 gr telur. Hal ini menunjukkan bahwa tepung telur kandungan
proteinnya lebih tinggi dari pada telur dalam keadaan segar, karena dengan
berkurangnya kadar air selama pengeringan menyebabkan naiknya
konsentrasi zat gizi di dalam massa yang tertinggal (Desrosier, 1988).
2. Kadar Protein Tiwul Instan dengan Penambahan Tepung Telur
Hasil analisa kadar protein dengan menggunakan metode mikro
Kjeldahl didapatkan kadar protein yang semakin meningkat dengan
29

semakin banyaknya tepung telur pada pembuatan tiwul instan. Rata-rata


hasil analisa kadar protein tiwul instan dengan penambahan tepung telur
dapat dilihat pada gambar 4:
GAMBAR 4
HASIL ANALISIS KADAR PROTEIN TIWUL INSTAN
DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

6.00 5.43

5.00
4.05
Kadar Protein

4.00
3.06
3.00
2.24
2.00
1.20
1.00
0.12
0.00
0 5 10 15 20 25
Variasi Penambahan Tepung Telur (%)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa yang mempunyai kadar


protein tertinggi yaitu pada perlakuan penambahan tepung telur 25 %,
sebesar 5.43 %, sedangkan kadar protein terendah adalah perlakuan
penambahan tepung telur 0 % (kontrol) yaitu sebesar 0.12 %.
Kecenderungan kenaikan kadar protein tiwul instan ini disebabkan karena
penambahan tepung telur yang semakin tinggi, maka semakin tinggi pula
kadar proteinnya.
Hasil uji statistik ANAVA faktor tunggal dengan menggunakan 5
% atau 0,05 diperoleh hasil nilai p value 0,000 dan F hitung kadar protein
58.257. Jadi p value lebih kecil dari 0,05 dan F hitung lebih besar dari F
tabel (9,96). Sehingga dengan variasi penambahan tepung telur
berpengaruh terhadap kadar protein.
Untuk membandingkan kadar protein antar taraf perlakuan maka
uji statistik dilanjutkan dengan uji LSD dan hasil yang diperoleh adalah
ada perbedaan yang nyata pada masing-masing perlakuan, kecuali untuk
variasi penambahan 10 % dengan 15 %, dan 15 % dengan 10 % tidak ada
perbedaan yang nyata.
30

3. Hasil Analisa Uji Organoleptik


a). Rasa
Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap rasa tiwul instan
dengan penambahan tepung telur dapat dilihat pada gambar berikut:
GAMBAR 5

GRAFIK SIFAT ORGANOLEPTIK RASA TIWUL INSTAN


DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

4.00 3.60
Nilai Organoleptik Rasa

3.25
3.00
2.50
2.25
2.00 1.75
1.40

1.00

0.00
0% 5% 10% 15% 20% 25%
RASA 1.40 1.75 2.25 2.50 3.25 3.60

Variasi Penambahan Tepung Telur

Dengan melihat grafik diatas diketahui bahwa, tingkat


kesukaan panelis paling tinggi adalah tiwul instan dengan penambahan
tepung telur 25 %. Hal ini disebabkan dengan penambahan tepung
telur pada pembuatan tiwul instan menghasilkan rasa gurih yang
berasal dari tepung telur itu sendiri.
Dari hasil uji statistik (friedman) diperoleh p value lebih kecil
0.05, ini berarti maka Ha diterima berarti ada pengaruh pada rasa tiwul
instan dengan penambahan tepung telur. Untuk mengetahui perbedaan
rasa pada tiap-tiap perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon,
dan didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang nyata antara rasa
variasi 0 % dengan 10 %, 15 %, 20 %, dan 25 %; 5 % dengan 10 %, 15
%, 20 %, dan 25 %; 10 % dengan 20 % dan 25 %; 15 % dengan 20 %
dan 25 %.
31

b). Aroma
Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tiwul instan
dengan variasi penambahan tepung telur dapat dilihat pada gambar 6 :
GAMBAR 6

GRAFIK SIFAT ORGANOLEPTIK AROMA TIWUL INSTAN


DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

3.50
Nilai Organoleptik Rasa

2.95
3.00
2.55
2.50 2.35
2.05
2.00 1.70
1.50 1.50

1.00
0.50
0.00
0% 5% 10% 15% 20% 25%
AROMA 1.50 2.95 2.55 2.35 2.05 1.70

Variasi Penambahan Tepung Telur

Berdasarkan gambar diatas diperoleh hasil aroma yang


mempunyai skor tertinggi yaitu tiwul instan dengan penambahan
tepung telur sebanyak 5 % dengan kategori mendekati agak suka,
tetapi perlakuan yang lain kurang disukai oleh panelis karena aroma
khas tepung telur yang amis. Sedangkan 0 % (kontrol) tidak disukai
karena aroma khas tepung gaplek yang kurang enak (menurut
komentar panelis agak apek). Aroma pada tiwul instan matang kurang
disukai oleh panelis, namun demikian dengan penambahan tepung
telur yang paling kecil (5 %) panelis agak suka. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena pada tiwul instan matang telah melalui proses
rehidrasi dan pengukusan, sehingga volatile pada tepung telur akan
berkurang dengan pengukusan.
Sedangkan pada uji friedman diperoleh p (value ) 0,000 lebih
kecil 0,05 maka Ha diterima berarti ada pengaruh pada aroma tiwul
instan dengan penambahan tepung telur. Untuk mengetahui perbedaan
aroma pada tiap-tiap perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon,
dan didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang nyata antara aroma
32

variasi 0 % dengan 5 %, 10 %, 15 %, dan 20 %; 5 % dengan 15 %, 20


%, dan 25 %; 10 % dengan 20 % dan 25 %; 15 % dengan 25 %.
c). Warna
Kecenderungan kenaikan tingkat kesukaan panelis terhadap
warna tiwul instan dengan penambahan tepung telur dapat dilihat pada
gambar 7 :
GAMBAR 7
GRAFIK SIFAT ORGANOLEPTIK WARNA TIWUL INSTAN
DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

4.00
3.45
Nilai Organoleptik Rasa

3.50 3.05
3.00 2.60
2.50 2.20
2.00 1.95
1.45
1.50
1.00
0.50
0.00
0% 5% 10% 15% 20% 25%
WARNA 1.45 1.95 2.20 2.60 3.05 3.45

Variasi Penambahan Tepung Telur

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa tiwul instan


dengan penambahan tepung telur 25 % menghasilkan warna kuning
kecoklatan paling disukai oleh panelis dan pada tiwul instan dengan
penambahan tepung telur 20 % mendapatkan nilai tertinggi kedua.
Pada dasarnya tiwul instan mempunyai warna coklat , warna coklat
yang terbentuk pada tiwul instan disebabkan karena reaksi pencoklatan
non-enzimatis atau reaksi maillard. Menurut Belitz dan Grosch (1987)
bahwa reaksi maillard dari group asam amino lisin terjadi dengan
kehadiran gula reduksi seperti glukosa yang menghasilkan ikatan
protein e-N-de-Soxyfructocyl-1-lysine yang menghasilkan warna
coklat. Tetapi dengan penambahan tepung telur, tiwul instan yang
dihasilkan mempunyai warna coklat kekuning-kuningan yang lebih
menarik. Warna kuning disebabkan karena kandungan pigmen
kriptoxantin sejenis xantofil pada kuning telur.
33

Berdasarkan pernyataan di atas maka semakin tinggi protein


pada tiwul instan berarti semakin banyak asam amino, dalam telur
kandungan asam amino yang tertinggi adalah Leucine dan Lycine
(WFP, 1983). Asam amino ini akan bereaksi dengan gula pada pati
tepung singkong, sehingga dengan adanya peningkatan suhu dalam
pengolahan reaksi maillard berlangsung.
Dari hasil friedman diperoleh bahwa hasil nilai p value 0,000
lebih kecil 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang
berarti ada pengaruh penambahan tepung telur terhadap warna tiwul
instan. Untuk mengetahui perbedaan warna pada tiap-tiap perlakuan
maka dilanjutkan dengan uji wilcoxon. Hasil yang diperoleh ada
perbedaan yang nyata antara warna variasi 0 % dengan 5 %, 10 %, 15
%, 20 %, dan 25 %; 5 % dengan 15 %, 20 %, dan 25 %; 10 % dengan
15 %, 20 %, dan 25 %; 15 % dengan 20 % dan 25 %; 20 % dengan 25
%.
d). Tekstur
Kecenderungan kenaikan tingkat kesukaan panelis terhadap
tekstur dari tiwul instan dengan penambahan tepung telur dapat dilihat
pada gambar 8 :
GAMBAR 8
GRAFIK SIFAT ORGANOLEPTIK TEKSTUR TIWUL
INSTAN DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG
TELUR
Nilai Organoleptik Rasa

3.50 3.20
3.05
3.00 2.85
2.50
2.50 2.20
2.00
1.50 1.35
1.00
0.50
0.00
0% 5% 10% 15% 20% 25%
TEKSTUR 1.35 2.20 2.50 2.85 3.05 3.20

Variasi Penambahan Tepung Telur

Berdasarkan gambar diatas diperoleh hasil tekstur yang


disukai yaitu tiwul instan dengan penambahan tepung telur sebanyak
34

25 % karena tekstur tiwul instan lebih lunak. Sedangkan pada


penambahan 0 %, 5 %, 10 %, dan 20 % tiwul instan kurang lunak
sehingga tidak begitu disukai oleh panelis. Tekstur tiwul instan yang
lunak disebabkan karena pengaruh tingkat rehidrasi.
Tingkat rehidrasi tersebut dipengaruhi oleh kadar pati bahan.
Sehingga semakin tinggi kadar pati tingkat rehidrasi semakin tinggi.
Hal tersebut disebabkan karena semakin banyak air yang terserap maka
gaya tarik menarik antara pati dengan molekul air semakin kecil
sehingga membentuk tekstur yang lebih lunak.
Dari hasil friedman diperoleh nilai p value 0,000 lebih kecil
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang berarti ada
pengaruh penambahan tepung telur terhadap tekstur tiwul instan.
Untuk mengetahui perbedaan tekstur pada tiap-tiap perlakuan, maka
dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Hasil yang diperoleh adalah ada
perbedaan yang nyata antara tekstur variasi 0 % dengan 5 %, 0 %
dengan 10 %, 0 % dengan 15 %, 0 % dengan 20 %, 0 % dengan 25 %,
5 % dengan 15 %, 5 % dengan 20 %, 5 % dengan 25 %, 15 % dengan
20 %.
4. Rekapitulasi Uji Organoleptik
Adapun hasil uji organoleptik secara keseluruhan dapat dilihat pada
gambar 9.
GAMBAR 9
HASIL REKAPITULASI TINGKAT KESUKAAN PANELIS
TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK TIWUL INSTAN DENGAN
VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR
3.50
2.99
3.00 2.85
2.58
Nilai Organoleptik

2.50 2.38
2.21

2.00
1.43
1.50

1.00

0.50

0.00
0% 5% 10% 15% 20% 25%
RATA-RATA 1.43 2.21 2.38 2.58 2.85 2.99

Variasi Penambahan Tepung Telur


35

Dari gambar 9 dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis


secara berurutan dengan penambahan tepung telur terhadap tiwul instan
adalah sebanyak 25 %; 20 %; 15 %; 10 %; 5 %; dan 0 %, dengan nilai
organoleptik masing-masing 2.99; 2.85; 2.58; 2.38; 2.21; dan 1.43.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penambahan tepung telur yaitu
variasi 25 % dengan nilai 2.99 memiliki rasa yang gurih, warna coklat
kekuning-kuningan yang menarik, dan tekstur tiwul instan yang lebih
lunak, tetapi ada aroma khas telur (amis). Hal ini agak disukai oleh
panelis, barang kali disebabkan penyajian tiwul yang tidak diberi
tambahan bahan lain seperti kelapa atau gula, sehingga tidak seperti tiwul
yang dijual dipasar. Oleh karena kebiasaan konsumen dalam
mengkonsumsi bahan pangan tersebut akan berpengaruh terhadap
penilaian atau kesukaan.
36

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Hasil analisa kadar protein tepung telur adalah : 47,85 gram %,
2. Hasil analisa kadar protein tiwul instan dengan variasi penambahan tepung
telur 0 % (0, 12 gr %); 5 % (1, 20 gr %); 10 % ( 2,24 gr %); 15 % (3,06 gr
%); 20 % (4,05 gr %); 25 % (5, 43 gr %), maka semakin banyak
penambahan tepung telur semakin tinggi pula kadar proteinnya.
3. Hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis
terhadap sifat organoleptik yang paling tinggi adalah tiwul instan dengan
penambahan tepung telur sebanyak 25 % yang mempunyai rasa yang
gurih, warna coklat kekuning-kuningan yang menarik, dan tekstur tiwul
instan yang lebih lunak, tetapi ada aroma khas telur (amis). Sedangkan
pada penambahan tepung telur 5% rasanya kurang gurih, teksturnya keras
dan warnanya sangat coklat, tetapi memiliki aroma yang tidak amis.
4. Hasil analisa kadar protein pada tiwul instan menunjukkan bahwa ada
pengaruh variasi penambahan tepung telur terhadap kadar protein tiwul
instan.
5. Hasil uji sifat organoleptik pada tiwul instan menunjukkan bahwa ada
pengaruh penambahan tepung telur terhadap rasa, aroma, warna, dan
tekstur tiwul instan, yang menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada
masing-masing perlakuan.

B. SARAN
Untuk meningkatkan kadar protein dan sifat organoleptik pada tiwul
instan serta disukai oleh konsumen, maka dalam pembuatannya dapat
ditambahkan tepung telur sebanyak 25 % dari total tepung karena dari
penilaian panelis untuk rasa, warna dan tekstur menunjukkan hasil yang paling
baik dengan kandungan protein sebesar 5,43 gr %. Penambahan tepung telur
dapat menghasilkan bau amis pada tiwul instan, untuk
37

mengurangi/menyamarkan bau amis tersebut maka dapat ditambahkan


essence atau kurapan.
Produk tiwul instan agar disukai oleh konsumen sebaiknya dalam
penyajiannya diberi tambahan bahan lain seperti kelapa atau gula, sehingga
meningkatkan selera konsumen.

You might also like