You are on page 1of 13

JurnalItenasRekarupaFSRDItenasNo.1Vol.

2
ISSN20885121JanuariJuni2014

Optimalisasi Program Perancangan Interior


Museum Konferensi Asia-Afrika

Detty Fitriany
Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITENAS, Bandung
Email: detty_ft@itenas.ac.id

ABSTRAK
Gedung Merdeka dan bangunan sayapnya yang sejak tahun 1980 dijadikan Museum Konferensi Asia Afrika
adalah salah satu Bangunan Cagar Budaya di kota Bandung yang dilindungi oleh undang-undang dan sangat
dijaga keaslian/keotentikannya. Sebagai bangunan yang awalnya bukan peruntukan museum, diperlukan
optimalisasi perancangan (desain) interior dengan tetap menjaga keutuhan bangunan dan interior asli.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perancangan interior Bangunan Cagar Budaya dapat
dioptimalkan ketika difungsikan menjadi sebuah museum. Jenis penelitian ini adalah penelitian teoritis yang
dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deksriptif-analitis kualitatif. Hasil akhir penelitian adalah
berupa kesimpulan kondisi umum interior Museum Konferensi Asia Afrika dan langkah-langkah apa yang dapat
dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi dan tampilan ruang museum.

Kata kunci : Interior, Museum Konferensi Asia Afrika, Cagar budaya, Bandung.

ABSTRACT
Gedung Merdeka and the wings of the building that used as Asian-African Conference museum since the 1980
is one of the heritage buildings in the city of Bandung that are protected by law and are very guarded
originality/ authenticity. As the building was not originally a museum designation, its required optimization of
the interior design while maintaining the original integrity of the building and interior. This study was
conducted to determine the extent to which the design of the interior of Heritage Buildings can be optimized
when the function changed into a museum. This research is a theoretical study performed using descriptive-
analytical method of qualitative research. The final results are conclusion of the general condition of theAsian-
African Conference Museum interior and what steps can be taken to optimize the function and appearance of
the museum space.

Keywords: Interior, Museum of the Asian-African Conference, Reserve culture, Bandung

JurnalItenasRekarupa51
DettyFitriany

1. PENDAHULUAN

Tahun 2010 dicanangkan sebagai Tahun Kunjungan Museum (visit museum year). Dua upaya yang
digelar adalah Gerakan Nasional Cinta Museum dan melaksanakan Program Revitalisasi
Museum. Revitalisasi adalah upaya untuk menghidupkan kembali bangunan, kawasan atau bagian
kota yang mengalami kemunduran/degradasi. Di sisi lain, ada bangunan museum di kota Bandung
yang pada mulanya bukan berfungsi sebagai museum namun termasuk ke dalam kategori bangunan
cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan, salah satunya melalui program konservasi.
Konservasi adalah sebuah proses yang bertujuan memperpanjang umur warisan budaya bersejarah,
dengan cara memelihara dan melindungi keotentikan dan maknanya dari gangguan dan kerusakan,
agar dapat dipergunakan pada saat sekarang maupun pada masa yang akan datang, baik dengan
menghidupkan kembali fungsi lama atau dengan memperkenalkan fungsi baru yang dibutuhkan [1].
Contoh bangunan cagar budaya di kota Bandung yang terdaftar dalam Peraturan Daerah No. 19 tahun
2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di kota Bandung, yang saat ini
berfungsi sebagai museum, adalah Museum Konperensi Asia-Afrika di sebelah Gedung Merdeka,
Museum Pos Indonesia di sebelah Gedung Sate serta Museum Geologi.

Penelitian ini menggunakan studi kasus Museum Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Kota Bandung.
Museum itu merupakan museum khusus untuk mengabadikan peristiwa Konferensi Asia-Afrika yang
berlangsung pada tahun 1955 di Gedung Merdeka. KAA berperan besar bagi perjuangan kemerdekaan
negara-negara Asia dan Afrika yang pada waktu itu berada dalam kolonialisasi bangsa Eropa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana sebuah bangunan cagar budaya dapat
dioptimalkan ketika berubah fungsi menjadi sebuah museum. Dalam penelitian ini akan diuraikan
kondisi eksisting masing-masing museum dan langkah-langkah apa yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan fungsi dan tampilan ruang pamer museum.

2. METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah penelitian teoritis dengan menggunakan metode penelitian deskriptif-
analitis kualitatif berdasarkan fakta-fakta empiris yang ditemui di lapangan. Penelitian bersifat
induktif, dimulai dengan pemaparan landasan teori tentang bangunan cagar budaya di kota Bandung
dan standar perancangan interior museum pada umumnya, dilanjutkan dengan observasi ke Musem
Konperensi Asia-Afrika, sebagai studi kasus.

Hasil akhir penelitian adalah kesimpulan umum kondisi eksisting Museum KAA dan langkah-langkah
yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi dan tampilan ruang museum. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan historis meliputi pengumpulan data tentang sejarah gedung Museum
KAA tersebut. Data-data penelitian diperoleh dari buku teks, internet dan melalui observasi langsung
di lapangan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Museum Konferensi Asia-Afrika


Museum Konferensi Asia-Afrika terletak di Jl. Asia-Afrika No. 65 Bandung. Sebelah utara museum,
setelah kantor pengelola museum bangunan dibatasi oleh Bioskop Majestic, sebelah timur bangunan
dibatasi oleh Jl. Braga, sebelah selatan bangunan dibatasi oleh Jl. Asia-Afrika dan sebelah barat
bangunan dibatasi oleh Gedung Merdeka dan Jl. Cikapundung Timur. Bangunan yang sekarang
berfungsi sebagai Museum Konferensi Asia Afrika dibangun pada tahun 1940 oleh Arsitek AF.
Aalbers. Gedung Merdeka dan Museum KAA pada mulanya berfungsi sebagai Societeit Concordia
yaitu tempat rekreasi kelompok masyarakat Belanda yang berdomisili di kota Bandung dan
sekitarnya, digunakan untuk menonton pertunjukan kesenian, makan malam, dansa, pesta dan hiburan
lainnya[1]. Pada 8 April 1980, pada peringatan Konferensi Asia-Afrika ke 25,, bangunan sayap
JurnalRekarupaItenas52

OptimalisasiProgramPerancanganInteriorMuseumKonferensiAsiaAfrika

Gedung Merdeka diresmikan sebagai MuseumKonferensi Asia Afrika. Gedung Merdeka dan Museum
KAA berada di bawah otoritas Kementerian Luar Negeri, adapun masalah pengelolaan dan
pemeliharaan diserahkan kepada pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Gambar 1. Tampak Museum KAA dari arah Timur

Gambar 2. Lokasi & batas bangunan Museum Konferensi Asia-Afrika

A. Denah Ruang Pamer Museum KAA

Kondisi tata letak furniture eksisting Museum KAA


Museum KAA menggambarkan peristiwa dalam sejarah perjuangan menentang kolonialisme. Dengan
demikian tata letak (layout) ruang pamer terutama display pameran di Museum KAA disusun
berdasarkan storyline (alur cerita) sesuai dengan peristiwa Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955.
Storyline pada Museum Konperensi Asia-Afrika dibuat dengan menggunakan pendekatan tematik.
Disusun berdasarkan tema-tema penting peristiwa Konferensi Asia-Afrika baik sebelum maupun
sesudah tahun 1955. Sedangkan metode dan teknik penyajian koleksinya menggunakan metode
pendekatan romatic (evokatif), karena pengunjung diajak untuk merasakan kembali suasana
Konperensi Asia-Afrika pada masa itu. Aplikasi storyline dan tata letak furniture (display) di area
pamer Museum Konferensi Asia-Afrika dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.

JurnalItenasRekarupa53

DettyFitriany

BoladuniasebagaiintroduksiMKAA

Gambar 3. Layout dan Storyline Museum Konferensi Asia-Afrika

Dari gambar diatas, terlihat bahwa mulai dari pintu masuk (main entrance), pengunjung akan
disambut oleh bola dunia berukuran besar sebagai introduksi, lalu diarahkan ke sebelah kiri untuk
menuju meja informasi terlebih dahulu, kemudian setelah mengisi buku tamu, petugas di meja
informasi memberi pengarahan dan panduan secara lisan, tulisan (brosur yang dibagikan) dan
multimedia di dekat meja informasi darimana sebaiknya pengunjung mulai melihat-lihat koleksi
museum.

Gambar 4. Area Introduksi Museum Konferensi Asia-Afrika [3]

Area pamer Museum Konferensi Asia-Afrika menempati area berbentuk geometris yang ditengahnya
ditopang oleh sembilan buah kolom berbentuk lingkaran dengan diameter 30cm dan tinggi 475cm.
Seluruh furniture (display) berjenis built-in furniture, menempel ke dinding, kolom dan lantai.

JurnalRekarupaItenas54

OptimalisasiProgramPerancanganInteriorMuseumKonferensiAsiaAfrika

Gambar 5. Area pamer tetap Museum Konferensi Asia-Afrika

Di area pamer tetap, pada umumnya pengunjung akan mulai melihat-lihat koleksi museum dari arah
kiri ke kanan searah jarum jam, dimulai dari materi (1) Foto Keajaiban Dunia di negara Asia-Afrika;
(2) Diorama mimbar sidang KAA (termasuk letak kamera); (3) Kursi rotan dan peralatan liputan yang
digunakan selama pelaksanaan KAA; (4) Foto lima perdana menteri negara sponsor KAA; (5) Profil
ketua delegasi KAA Indonesia; (6) Perangko KAA & Dasasila Bandung; (7) Situasi politik dunia saat
itu; (8) Cuplikan pidato Bung Karno; (9) Situasi politik dunia saat itu; (10) Foto prosesi kedatangan
delegasi KAA; (11) Prosesi pelaksanaan Sidang KAA & sambutan masyarakat; (12) Liputan surat
kabar; (13) Profil delegasi KAA;(14) Peristiwa & harapan setelah KAA 1955 (Gerakan Non Blok,
dll.). Beberapa visualisasi untuk masing-masing materi pamer tersebut dapat dilihat pada gambar-
gambar di bawah ini.

Gambar 6. Meja informasi & Materi 1 - Foto keajaiban dunia di negara Asia-Afrika[3]

JurnalItenasRekarupa55

DettyFitriany

Gambar 7. Materi 2 Diorama mimbar sidang KAA (dibuat dengan skala meso)[3]

Gambar 8. Materi 3 Simulasi ruang santai setelah Sidang KAA dan peralatan liputan KAA[3]

Gambar 9. Materi 4 - Foto Kepala Gambar 10. Materi 5 - Ketua delegasi KAA
pemerintahan negara sponsor KAA [3] Indonesia [3]

Skala dan besaran ruang pameran Museum Konperensi Asia-Afrika menggunakan skala ruang meso
(manusia), karena benda-benda yang dipamerkan sama dengan skala manusia. Dari gambar 4.5 di atas
terlihat bahwa variabel modul ruang pameran sudah disesuaikan dengan modul letak kolom bangunan,
ketinggian ruang, dan unsur-unsur ruang lainnya seperti pintu dan jendela. Pembagian ruang positif
dan ruang negatif di museum ini cukup baik, membuat orientasi pandangan mata pengunjung tertuju
pada benda koleksi museum.

JurnalRekarupaItenas56

OptimalisasiProgramPerancanganInteriorMuseumKonferensiAsiaAfrika

Gambar 11. Materi 6 - Dasasila Bandung

Gambar 12. Materi 7 & 9 - Situasi politik dunia[3] Gambar 13. Materi 8 - Cuplikan pidato
Bung Karno[3]

Gambar 14. Materi 10 & 11 - Prosesi kedatangan, pelaksanaan sidang KAA & sambutan masyarakat[3]

Secara umum, tata letak koleksi dan posisi antar koleksi sudah baik, tidak ada benda koleksi yang
bersinggungan atau bertumpukan. Semua benda koleksi sudah diletakkan lebih tinggi 20cm dari
lantai, ukuran dan konstruksi vitrine juga sudah memenuhi persyaratan.

JurnalItenasRekarupa57

DettyFitriany

Ruang Positif

List panel
sbg.pembatas

RuangNegatif

Gambar 15. Materi 13 & 14 - Profil Delegasi KAA, peristiwa & harapan setelah KAA 1955,
terlihat pembagian ruang positif & negatif [3]

Optimalisasi Tata Letak furniture Museum KAA


Pada gambar 5, tampak kolom struktur sudah dioptimalkan fungsinya menjadi panel display, terlihat
pada kolom K3-K4, K5, K6, K7-K8-K9 , kecuali kolom K1 dan K2 yang tidak dijadikan panel
display agar pandangan pengunjung tidak terhalang ke diorama materi 2 - mimbar sidang KAA.
Dengan pemanfaatan ruang diantara kolom struktur ini menjadi display, kolom menjadi satu kesatuan
dengan tema ruang pameran dan tidak mengganggu pandangan
mata pengunjung.
Kolom
struktur
Kolom
struktur

Gambar 16. Tampilan kolom K3, K5 & K6 yang ditreatment menjadi panel display

Dari gambar 4.5 juga terlihat bahwa harmonisasi antara komponen ruang yaitu lantai, dinding, plafon
dan furniture (display) sudah baik, menggunakan warna dan material yang serasi satu sama lain,
namun untuk material lantai (gambar 15) perlu diperbaharui atau diberi treatment khusus karena
marmer yang digunakan saat ini berkilau dan menimbulkan efek bayangan sehingga bias cahayanya
mengganggu visualisasi benda koleksi.

Alternatif pemecahan untuk masalah ini antara lain dengan melapis material lantai eksisting dengan
material yang tidak berkilau, misalnya vinyl atau karpet. Selain tidak berkilau, material vinyl atau
karpet juga lebih menyerap bunyi dibandingkan dengan material marmer sehingga apabila ada area
multimedia yang menghasilkan suara akan terdengar lebih jernih dan tidak memantul. Selain itu,
pemasangan relatif cepat dan mudah, tidak perlu membongkar marmer sehingga material lantai
eksisting dari bangunan cagar budaya dapat dipertahankan. Cara lain dengan mengurangi sumber
cahaya dari arah jendela dengan penggunaan screen atau vitrase transparan.
JurnalRekarupaItenas58

OptimalisasiProgramPerancanganInteriorMuseumKonferensiAsiaAfrika

Pantulan cahaya
oleh material
lantai

Gambar 17. Kilau dari material lantai yang mengganggu visualisasi benda koleksi

B. Pengaruh Bangunan Eksisting dan Optimasi Terhadap Sistem Tata Cahaya Museum

Kondisi pencahayaan eksisting Museum KAA


Pencahayaan di Museum Konferensi Asia-Afrika terdiri dari pencahyaaan general, pencahayaan pada
benda koleksi dan pencahayaan estetis. Pada siang hari, pencahayaan general menggunakan cahaya
matahari yang masuk melalui bukaan jendela sebagai sumber pencahayaan alami dan ditambah
dengan lampu jenis TL 40watt yang dipasang secara indirect (sistem pencahayaan tidak langsung).
Bangunan Museum KAA memiliki bukaan jendela yang cukup banyak pada dinding sebelah timur
dan selatan bangunan sehingga cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruang pamer dengan intensitas
yang cukup tinggi seperti tampak pada gambar 18 di bawah ini.

Gambar 18. Letak bukaan jendela dan arah masuk cahaya matahari pada Museum KAA

Pada bangunan Museum KAA, cahaya matahari yang masuk melalui bukaan jendela diminimalisir
dengan menggunakan roller blind screen shades sehingga cahaya tidak langsung mengenai benda
koleksi yang dapat merusak warna materi pameran. Solusi ini sangat baik karena material screen
shades bersifat semi transparan sehingga pengunjung yang berada di dalam ruangan masih dapat
meihat dan memantau kondisi di luar banggunan. Dengan demikian kaca jendela eksisting dari
bangunan cagar budaya dapat dipertahankan (tidak perlu diganti spesifikasinya).

JurnalItenasRekarupa59

DettyFitriany
Rollerblindscreenshades
untukmengurangiintensitas
cahayamatahariyangmasuk

Gambar 19. Penggunaan roller blind screen shades pada bukaan Museum KAA

Selain menggunakan cahaya matahari sebagai sumber pencahayaan alami, Museum KAA juga
menggunakan lampu jenis TL 40watt yang dipasang secara indirect (pencahayaan tidak langsung)
untuk menambah pencahayaan general. Sistem indirect lamp sangat baik untuk digunakan di museum
karena tidak menyilaukan pengunjung sehingga pengunjung dapat lebih jelas melihat benda koleksi
museum.

TL40wattindirect
lamp,ceilinguplighting

Gambar 20. Aplikasi sistem indirect lamp untuk general lighting Museum KAA

Pencahayan accent lighting pada benda koleksi di Museum KAA saat ini menggunakan lampu
downlight berisi lampu halogen. Dari sisi estetika, penempatan accent lighting di Museum KAA ini
sudah cukup baik, sesuai fungsinya sebagai penerang dan penegas materi pameran baik benda pamer
dua dimensi maupun tiga dimensi. Namun demikian, penggunaan lampu halogen yang lama dapat
menghasilkan panas yang dalam jangka waktu lama dapat merusak warna dan kualitas benda koleksi.

JurnalRekarupaItenas60

OptimalisasiProgramPerancanganInteriorMuseumKonferensiAsiaAfrika

Downlighthalogen
Downlighthalogen
lamp,accentlighting
lamp, accentlighting
Gambar 21. Aplikasi lampu downlight halogen untuk accent lighting Museum KAA

Optimalisasi pencahayaan Museum KAA


Secara umum tata cahaya di Museum KAA sudah cukup baik. Namun untuk meminimalisir pantulan
cahaya lampu pada lantai, sebaiknya material lantai menggunakan material yang tidak memantulkan
cahaya, misalnya karpet atau vinyl seperti yang sudah diuraikan sebelumnya. Instalasi elektrikal di
Museum KAA saat ini cukup baik, tersembunyi di dalam furniture (display) pameran sehingga tidak
menggangu visualisasi benda koleksi dan estetika ruangan. Untuk aplikasi accent lighting pada benda
koleksi masih dapat dioptimalkan lagi dengan mengganti jenis lampu halogen yang digunakan saat ini
dengan jenis lampu LED atau fiber optic agar tampilan warna benda koleksi lebih jernih dan sesuai
aslinya serta panas dari lampu tidak merusak benda koleksi.

C. Pengaruh bangunan eksisting dan optimasi terhadap sistem tata suara museum

Kondisi tata suara eksisting Museum KAA


Tata suara di museum KAA menggunakan portable speaker dan built in speaker yang terintegrasi
dengan sistem multimedia materi pamer. Instalasi sistem tata suara disembunyikan di dalam furniture
(display) sehingga tidak mengganggu estetika ruangan. Aplikasi sistem tata suara di Museum KAA
dapat dilihat pada Gambar 22 di bawah ini.

Speaker

Gambar 22. Penempatan portable speaker di ruang pamer

JurnalItenasRekarupa61

DettyFitriany

Speaker
Speaker

Gambar 23. Standing speaker + wall TV (multimedia) Gambar 24. built in wall speaker

Tata suara Museum KAA dapat lebih dioptimalkan lagi dengan penggunaan sound dome di area
multimedia. Dengan penggunaan sound dome, suara akan terdengar lebih jelas untuk masing-masing
materi pameran dan tidak bocor dari satu area multimedia ke area multimedia lainnya. Instalasi sound
dome dapat disembunyikan di furniture (display) sehingga tidak mengganggu tata letak benda pamer
dan suasana.

D. Pengaruh bangunan eksisting dan optimasi terhadap sistem tata udara museum

Kondisi tata udara eksisting Museum KAA


Pada saat gedung ini dibangun belum ada teknologi Air Conditioner (AC) seperti sekarang.
Pengaturan udara pada saat itu memanfaatkan bukaan jendela dan lubang ventilasi pada bangunan.
Saat ini, seiring dengan perubahan fungsi bangunan dan perubahan iklim di kota Bandung, Museum
KAA dilengkapi dengan AC central untuk mengatur suhu di dalam ruangan. Instalasi AC dipasang di
bagian ceiling museum yang diturunkan (drop ceiling) dengan diffuser yang dipasang di samping
drop ceiling seperti terlihat pada gambar 25 di bawah ini.

DiffuserAC

Gambar 25. Penempatan diffuser AC pada drop ceiling Museum KAA

Optimalisasi tata udara Museum KAA

Secara general, pengaturan tata udara Museum KAA sudah baik. Namun pengaturan ini dapat lebih
dioptimalkan lagi dengan penggunaan alat dehumidifier yang berfungsi untuk mengontrol
kelembaban udara di beberapa titik museum, karena masing-masing benda koleksi memiliki standar
suhu ruang yang berbeda-beda sesuai dengan material/bahannya. Uraian tentang dehumidifier dapat
dilihat pada Bab II laporan penelitian ini.

JurnalRekarupaItenas62

OptimalisasiProgramPerancanganInteriorMuseumKonferensiAsiaAfrika

4. SIMPULAN

Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Instalasi tata cahaya, tata suara dan tata udara pada Museum Konferensi Asia Afrika pada
umumnya dipasang di luar dinding dan plafon. Instalasi tata cahaya, tata suara dan tata
udara pada museum dapat dipasang secara tersembunyi di dalam furniture (display),
sehingga tidak akan ada jalur instalasi pada luar dinding dan ceiling sehingga tidak
mengganggu tampilan dan fungsi ruang.
2. Sistem tata cahaya yang menggunakan direct lighting perlu diminimalisir karena
menyilaukan mata sehingga mengganggu visualisasi benda koleksi.Sistem tata cahaya
sebaiknya menggunakan sistem indirect lighting, dengan ketinggian sumber cahaya yang
disesuaikan dengan ketinggian furniture (display).
3. Material lantai eksisting bangunan cagar budaya museum KAA bersifat memantulkan
cahaya dan perlu diperbaharui karena mengganggu visualisasi koleksi. Batas antara
ruang positif dan ruang negatif pada area pamer museum masih kurang terasa.Material
lantai eksisting bangunan cagar budaya perlu diperbaharui dengan menggunakan material
yang tidak memantulkan cahaya. Pemasangan material baru sebaiknya dilakukan dengan
tetap menjaga keaslian dan tidak merusak lantai bangunan eksisting.

Batas antara ruang positif dan ruang negatif pada area pamer museum sebaiknya dipertegas, baik
dengan melakukan re-desain pada furniture (display) maupun re-desain pada pola lantai dan ceiling
bangunan eksisting.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Harastoeti, D.H (2011),100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung, CSS Publish, Bandung A
[2] Admin bandung heritage.org, (2009) Gedung Merdeka, http://bandungheritage.org/
index.php?option=com_content&view=article&id=31:gedung
merdeka&catid=20:articles&Itemid=2, diakses 13 Mei 2011
[3] www.asianafricanmuseum.org, diakses 13 Mei 2011

JurnalItenasRekarupa63

You might also like