You are on page 1of 31

BAB 1

PENDAHULUAN

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan suatu penyakit yang

belum diketahui pasti penyebabnya. Penyakit ITP itu termasuk ke dalam

Trombocytopenia Akuisita . Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu

golongan panyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus makulosus

werlhofi, syndrome hemogenic, purpura trombocytolitic. 1,2

Dikatakan Idiophatic untuk membedakan kelainan trombosit yang dapat

diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain

seperti anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau

kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan. 2

Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri

(self limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh. Pada penelitian

diketahui bahwa ITP merupakan suatu kelompok keadaan dengan gejala yang sama

tetapi berbeda patogenesisnya. 2


BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Mr.I

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia :

Alamat :

Suku Bangsa : Aceh

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

No. MR :

Tanggal Masuk Rumah Sakit :

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan utama

Bercak kemerahan pada kulit dan perdarahan pada gusi

2.2.2 Keluhan tambahan

Nyeri pada perut dan buang air besar berwarna hitam

2.2.3 Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan timbul bercak-bercak kemerahan pada kedua

lengan dan tungkai, keluhan ini timbul sudah 6 bulan belakangan ini, bercak

kemerahan ini tidak menimbulkan gatal-gatal pada kulit pasien dan tidak

tersa nyeri pada saat disentuh ataupun ditekan, selain dari itu pasien juga

menyatakan gusinya pernah mengalami perdarahan yang sudah berlangsung


kurang lebih satu bulan, ini dirasakan sering pada saat pasien bangun tidur.

Untuk keluhan lain yang dirasakan pasien adalah buang air besar yang

berwarna hitam keluhan ini sudah dirasakan kurang 2 bulan belakangan ini,

pasien menyatakan tidak ada keluhan nyeri saat buang air besar, tapi pasien

menyatakan sering nyeri pada perut tepatnya kuadaran atas, pasien

menyangkal adanya demam selama keluhan ini muncul, pasien juga

menyangkal adanya batuk, pasien menyangkal adanya mual dan muntah,

pasien menyatakan bahwa ia jarang menggantung pakaian di rumah dan

jarang ada nyamuk di rumah pasien. Pasaien juga menyangkal nyeri pada

kepala dan pada sendinya. Nafsu makan pasien selama ini dalam batas

normal. Pasien juga mengeluhkan mata dan kulit berwarna kuning yang

dikeluhkan kurang lebih 6 bulan dan perut bagian atas kanan membengkak

yang dikeluhkan 4 bulan belakangan ini.pasien juga mengeluhkan warna

urin yang tidak seperti bisanya pasien warna urin berubah menjadi seperti

teh.

2.2.4 Riwayat penyakit dahulu

Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit darah tinggi dan diabetes

mellitus

2.2.5 Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.

2.2.6 Riwayat penggunaan obat

Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi obat kecuali obat penurunan panas

yang di beli di apotik.


2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum :Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130 / 80 mmHg

Frekuensi nadi : 68 /menit, regular

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,7o C

BB : 56 kg

TB : 168 cm

IMT : 20 (BB normal)

Status Internus

Kepala

a. Tengkorak : normocephali

b. Muka : normal

c. Mata

Letak : normal

Pergerakan : kiri normal /kanan normal

Palpebra : normal

Reaksi cahaya : kiri normal /kanan normal

Kornea : normal

Refleks kornea : kiri normal /kanan normal

Pupil : isokor
Sklera : ikterik +/+

Konjungtiva : pucat +/+

d. Telinga : serumen prop +/+

e. Hidung

Pernapasan cuping hidung : tidak ada

f. Bibir

Sianosis : tidak ada

Kering : tidak ada

g. Gigi dan gusi : normal

h. Lidah

Pergerakan : tidak terbatas

Permukaan : licin

Tremor : tidak ada

i. Rongga mulut : normal, mukosa tidak hiperemis

j. Rongga leher

Faring : normal, mukosa tidak hiperemis

Tonsil : normal, T1/T1

Leher

Inspeksi

Kelenjar tiroid : tidak ada

Pembesaran vena : tidak ada

Reflex hepatojugular : tidak ada


Palpasi

Kaku kuduk : tidak ada

Kelenjar tiroid : normal

Kelenjar getah bening: tidak ada

Lain-lain : JVP 5 + 3 cm H2O

Thorax

1.Thoraks depan

Inspeksi

Bentuk umum : normal

Sudut epigastrium : normal

Sela iga : tidak melebar

Frontal dan sagital : normal

Pergerakan : normal

Skeletal : normal

Kulit : normal

Iktus kordis : tidak terlihat

Tumor : tidak ada

Pembesaran vena : tidak ada

Palpasi

Kulit : hangat

Vokal fremitus : simetris kiri dan kanan

Mammae : normal
Iktus kordis

Lokalisasi : ICS 5 LMC sinistra 2 cm lateral

Intensitas : kuat angkat

Pelebaran : tidak ada

Irama : reguler

Thrill : tidak ada

Perkusi

Paru-paru

Kanan : sonor

Kiri : sonor

Batas paru hati : ICS 5 dextra

Cor

Batas atas : ICS 2 parasternal sinistra

Batas kiri : ICS 5 LMC sinistra 2 cm lateral

Batas kanan : ICS 4 parasternal dextra

Auskultasi

Paru-paru

Suara pernafasan : vesikuler

Suara tambahan : ronki basah basal paru (-/-)

Cor

Bunyi jantung : M1>M2, A2>A1, P2>P1,

Murmur : tidak ada


2. Thorax belakang

Inspeksi

Bentuk : normal

Pergerakan : simetris

Skeletal : normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)

Palpasi :Vokal fremitus: sama kiri dan kanan

Perkusi

Batas bawah paru kanan : torakal IX dextra, peranjakan: torakal X

dextra

Batas bawah paru kiri : torakal X sinistra, peranjakan: torakal XI

sinistra

Auskultasi

Paru-paru

Suara pernafasan : vesikuler

Suara tambahan : ronki basah basal paru (-/-)

Abdomen

Inspeksi

Bentuk : normal

Kulit : normal

Pergerakan waktu nafas: simetris

Palpasi

Dinding perut : soepel

Nyeri tekan : ada


Nyeri lokal : tidak ada

Hepar

Pembesaran : ada, hepar bagian kanan yang mengalami

pembesaran 8 cm dr iga costa

Lien

Pembesaran : tidak ada

Ginjal

Pembesaran : tidak ada

Nyeri tekan : tidak ada

Perkusi

Asites

Batas kiri : tidak ada

Batas kanan : tidak ada

Batas atas : tidak ada

Pekak pindah : tidak ada

Nyeri ketok CVA

Kiri : tidak ada

Kanan : tidak ada

Auskultasi

Bising usus : normal

Lipat paha

Pembesaran kelanjar : tidak ada


Tumor : tidak ada

Pulsasi a. Femoralis : normal

Kaki dan tangan

Inspeksi

Bentuk : normal

Kulit : tidak pucat

Pergerakan : tidak terbatas

Palmar eritrema : tidak ada

Clubbing finger : tidak ada

Udema : tidak ada

Palpasi

Nyeri kulit : tidak ada

Sendi

Inspeksi

Kelainan bentuk : tidak ada

Tanda radang : tidak ada

Pergerakan : tidak ada

Palpasi : normal
Neurologis

Reflex fisiologi : (+)

Reflex patologis : tidak ada

Rangsang meningeal : tidak ada

Motorik : 5555 5555

5555 5555

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Hematologi Klinik
Parameter Normal Limit Hasil
Hemoglobin L = 13 - 18 g %
P = 12 - 16 g% 7,0 g%
Eritrosit L = 4.5 - 6.5 x 106/mm3
P = 3.6 - 5.8 x 106/mm3 3,1 x 106/mm3
Hematokrit 7- 47 % 27,1 %
MCV 76 - 96 n 87 n
MCH 27 - 32 pg 22,2 pg
MCHC 30 - 35 g% 25,4 g%
Trombosit 150 - 450 x 103/mm3 17 x 103/mm3
Leukosit 4 - 11 x 103/mm3 7,5 103/mm3
RDW 11 -15 % 26,4 %

IgM : NEGATIF

IgG : NEGATIF
2.5 Diagnosis Banding

a. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura + anemia def. Zat besi + hepatitis

b. anemia aplastik + anemia def. Zat besi + hepatitis

c. leukemia akut + anemia def. Zat besi + hepatitis

Diagnosis Kerja

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura + anemia + hepatitis

2.6 Terapi

Nacl 0.9 % 20 gtt/i

Ranitidin 1 amp/ 12 jam

Kalnex 1 amp/ 12 jam

Urdahex 2x1

Curcuma 2x1

Domperidone 2x1

Transfusi PRC 3 bag

2.7 Prognosis

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.8 Follow Up

Tanggal SOAP Terapi

12/ juli/2016 S/ Lemas (+) NaCl 0,9 % 20 gtt/i

Demam(-) Ranitidin 1 amp/12 jam


Bintik merah pada kulit (+) Urdahex 2x1

BAK berwarna teh (+) Curcuma 2x1

Nyeri perut (+) Domperidone 2x1

BAB hitam (+)

Mual (-)

Muntah (-)

O / TD: 100/60 HR: 75x/i RR:


16x/i T: 36,8 C

A/ ITP + Anemia + Hepatitis

P/ transfusi 3 bag , kalnex/12 jam,


cek IgG dan IgM

13/juli/2016 S/ Lemas (-) NaCl 0.9% 20 gtt/i

Demam(-) Omeperazole/ 12 jam

Bintik merah pada kulit () Ondancetron/12 jam

BAK berwarna teh (+) Mucogard 3x1

Nyeri perut () Urdahex 2x1

BAB hitam ()

Mual (-)

Muntah (-)

O / TD: 110/70 HR: 80x/i RR:


16x/i T: 36,3 C

A/ ITP + Anemia + Hepatitis

P/ USG hati dan empedu RFT


dan LFT

Rujuk RS zainal abidin bagian


hematologi
14/ juli/ 2016 S/ Lemas (-) Asering 20 gtt/i

Demam(-) Ceftriaxone/ 12 jam

Bintik merah pada kulit () Omeperazole/ 12 jam

BAK berwarna teh (+) Ondancetron/12 jam

Nyeri perut ()

BAB hitam ()

Mual (-)

Muntah (-)

O / TD: 110/70 HR: 80x/i RR:


16x/i T: 36,3 C

A/ ITP + Anemia + Hepatitis

P/ USG hati dan empedu RFT


dan LFT

Rujuk RS Zainal Abidin bagian


hematologi
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Idiopatic trombositopenia purpura

Definisi

Purpura trombositopenia idiopatik ialah suatu keadaan perdarahan berupa


petekie atau ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan
penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan
trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan
destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa.1
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah kelainan akibat
trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang
diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena
itu disebut juga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura. 2
Kata trombositopenia menunjukan bahwa terdapat angka trombosit yang
rendah, sedangkan kata purpura berasal dari suatu deskripsi akan kulit yang
berwarna lebam karena simptom penyakit, warna ungu pada kulit ini disebabkan
oleh merembesnya darah di bawah kulit.

Etiologi

Etilologi ITP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan berbagai

kemungkinan di antaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah,

morbili, varisela, dan sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS,

fenilbutazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi,

panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada

DSS, leukimia, ARDS pada bayi) (5).


Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam

darah penderita. Pada neonates kadang-kadang ditemukan trombositopenia

neonatal yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu dan

bayi (isoimunisasi). Prinsip patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas rhesus

atau ABO (5).

Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang

mempunyai dasar imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2. Mencari kemungkinan

penyebab ITP ini penting untuk menentukan pengobatan, penilaian pengobatan dan

prognosis (5).

Dalam Guidline 2011 dari American Society of Hematology disebutkan (4):


3.2 Klasifikasi

Secara klinik dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan durasi

trombositopenia, yaitu (1, 2):

- ITP akut

ITP akut jika tidak lebih dari enam bulan (2). ITP akut lebih sering terjadi

pada anak, setelah infeksi virus akut atau vaksinasi, sebagian besar sembuh

///////spontan, tetapi 5-10 % berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih

dari 6 bulan). Diagnosis sebagian besar melalui ekslusi. Jika trombosit lebih

dari 20 x 109/l tidak diperlukan terapi khusus. Jika trombosit kurang dari 20

x 109/l dapat diberikan steroid atau immunoglobulin intravena.

- ITP kronik

ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan

penyakit bersifat kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Jarang mengalami kesembuhan spontan.

3.3 Distribusi

Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang

tersering ialah di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada

laki-laki (perbandingan berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata

setelah pubertas) (5).


3.4 Patogenesis

Purpura trombositopenik autoimun masa kanak-kanak (ITP masa kanak-

kanak) merupakan kelainan yang lazim pada anak yang biasanya menyertai infeksi

virus akut. ITP pada masa kanak-kanak disebabkan oleh antibodi (IgG atau IgM)

yang melekat pada membran trombosit. Keadaan ini menyebabkan destruksi

trombosit yang diselubungi antibodi dalam limpa. Kadang-kadang, ITP dapat

merupakan gejala yang muncul pada penyakit autoimun seperti SLE. Sekitar 80%

anak mengalami penyembuhan ITP secara spontan dalam 6 bulan sesudah

diagnosis. Anak kecil secara khas menunjukkan keadaan ini dalam 1-4 minggu

sesudah penyakit virus, dengan petekie, purpura, dan epistaksis yang mulai

mendadak. Trombositopenia biasanya berat. Adenopati atau hepatosplenomegali

yang bermakna tidak biasa terjadi, dan jumlah eritrosit serta leukosit tetap normal.

Diagnosis ITP biasanya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. Namun,

jika terdapat temuan-temuan atipik, pemeriksaan sumsum tulang diindikasikan

untuk mengesampingkan kelainan infiltrat (misalnya, leukemia) atau proses

aplastik (misalnya, anemia aplastik). Pada ITP, pemeriksaan sumsum tulang

menunjukkan peningkatan megakariosit dengan elemen eritroid serta mieloid

normal (6).

Perdarahan serius, terutama perdarahan intracranial, terjadi pada kurang

dari 1% pasien dengan ITP. Tetapi jarang diindikasikan untuk hitung trombosit

diatas 30.000/mm3. Tetapi tidak memengaruhi keluaran ITP jangka panjang, tetapi

dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah trombosit secara cepat. Untuk

perdarahan klinis atau trombositopenia berat (hitung trombosit <20.000/mm3),


pilihan terapeutik adalah prednisone 2-4 mg/kg/24 jam selama 2 minggu, IVIG 1

g/kg/24 jam selama 1-2 hari, atau anti-D IV (WinRho-SD) 50 g/kg/dosis untuk

individu Rh-positif. Semua pendekatan ini tampak bekerja dengan mengurangi laju

pembersihan trombosit yang tersensitisasi bukannya penurunan produksi antibodi.

Pilihan terapi yang optimal adalah kontroversial. Spelenektomi diindikasikan pada

ITP akut yang hanya untuk perdarahan yang mengancam jiwa (6).

Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh

antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa atau Ib.

Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES

terutama lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan

kompensasi dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang (1).

Anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia

[MAHA]) biasanya dikaitkan dengan trombositopenia, anemia sekunder akibat

destruksi eritrosit intravascular, dan pengosongan faktor pembekuan. Anak dengan

MAHA biasanya cukup parah. Pada anak dengan DIC, endapan benang-benang

fibrin dalam pembuluh darah dan aktivasi thrombin maupun plasmin menyebabkan

kelainan hemostasis dalam cakupan-luas disertai aktivasi dan pembersihan

trombosit. Sindrom hemolitik-uremik terjadi akibat pemajanan terhadap toksin

yang merangsang terjadinya jejas endotel, pengendapan fibrin, dan aktivasi serta

pembersihan trombosit. Pada purpura trombositopenik trombotik, konsumsi

trombosit yang dipercepat atau diperberat oleh faktor plasma atau kekurangan

faktor penghambat muncul sebagai proses primer, dengan endapan fibrin sedang

dan destruksi eritrosit (6).


Telah lama diduga bahwa ITP diperantarai oleh autoantibodi, sejak

trombositopenia transien terjadi pada neonatus mempengaruhi wanita, kecurigaan

ini dikonfirmasi8 dengan perkembanagn dasar trombositopenia transien pada

resipien sehat setelah transfer plasma pasif, termasuk fraksi kaya-IgG, dari pasien

dengan ITP. Trombosit dilingkupi dengan autoantibodi Ig-G sepanjang reseptor Fc

yang diekspresikan oleh jaringan makrofag, umumnya paling banyak di hati dan

lien. Sebagai kompensasi terjadi peningkatan jumlah trombosit yang terjadi pad

sebagian besar pasien. Produksi trombosit muncul sebagai hasil destruksi

intrameduller trombosit yang dilingkupi antibodi oleh makrofag atau inhibisi

megakariositpoesis. Jumlah trombopoetin tidak meningkat, gambaran dari

megakariosit normal (8).


Metode yang digunakan sebelumnya untuk menterapi ITP ditinjau dari

berbagai aspek berbeda pada siklus produksi antibodi dan sensitisasi trombosit,

pemebersihan, dan produksi. Skema patogenesis dan titik tangkap masing-masing

terapi pada ITP dapat dilihat pada skema berikut (8).


3.5 Gejala

Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya berupa

kebiruan atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak jarang

terjadi gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas

akut (5).
Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie dan kemudian

ekimosis yang dapat tersebar di seluruh tubuh. Keadaan ini kadang-kadang dapat

dijumpai pada selaput lender terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi

epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan dapat timbul tanpa kelainan kulit (5).

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi

darah (bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius

(menoragia, hematuria); traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata

(konjungtiva, retina) dan yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan

pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis umumnya

tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan ekimosis. Pada kira-kira

seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (terutama pada

hipersplenisme). Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan

berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat terjadi bila

kehilangan darah banyak (5).

Pada ITP menahun, umumnya hanya ditemukan kebiruan atau perdarahan

abnormal lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi

umumnya tidaklah sempurna. Harus waspada terhadap kemungkinan ITP menahun

sebagai gejala stadium praleukemia (5).

3.6 Pemeriksaan laboratorium

Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol.

Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila

telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Bila


sebelumnya terdapat perdarahan yang cukup hebat, dapat terjadi anemia mikrositik.

Leukosit biasanya normal, tetapi bila terdapat perdarahan hebat dapat terjadi

leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri. Pada keadaan yang lama dapat

ditemukan limfositosis relatif atau bahkan leucopenia ringan (5).

Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah

dapat pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti

metamegalialuariosit satu, sitoplasma lebar dan granulasi sedikit (megakariosit

yang mengandung trombosit) jarang ditemukan, sehingga terdapat maturation

arrest pada stadium megakariosit (5).

Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat maka

akan ditemukan hiperaktif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik beranggapan

bahwa ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari normal) merupakan

petunjuk bahwa prognosis penyakit baik (5).

Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan

kelainan berupa masa perdarahan memanjang. Rumpel-Leede umumnya positif,

tetapi masa pembekuan normal, retraksi bekuan abnormal dan prothrombin

consumption time memendek. Pemeriksaan lainnya normal (5)


3.7 pemeriksaan penunjang lainnya

Untuk memastikan diagnosis Idiopathic Thrombocytopenic Purpura,


dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat
dilakukan antara lain dengan pemeriksaan:
1. Pemeriksaan darah rutin, akan didapatkan nilai trombosit yang rendah (<
150.000) dengan jumlah eritrosit (apabila tidak terjadi perdarahan yang
berat) dan leukosit dalam batas normal.

2. Pemeriksaan darah tepi, akan didapatkan trombositopenia dengan


eritrosit dan leukosit dengan morfologi normal. Dijumpai trombosit
muda dengan ukuran yang lebih besar (megatrombosit).

3. Pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal, fibrinogen normal.

4. Monoclonal antigen capture assay. Pengukuran trombosit dihubungkan


dengan antibodi, secara langsung untuk mengukur trombosit yang
berkaitan dengan antibodi.

5. Pemeriksaan sumsum tulang normal atau peningkatan jumlah


4,6
megakariosit dan agranuler, serta tidak mengandung trombosit.
Pedoman dari america society of hematology menyatakan pemeriksaan
sumsum tulang tidak diperlukan pada usia > 40 tahun, pasien dengan
gambaran tidak khas ( gambaran sitopeni) atau pasien yang tidak
berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli
pediatrik hematologi merekomendasikan dilakukan pemeriksaan
sumsum tulang sebelum memulai pemberian kortikosteroid untuk
menyingkirkan kasus leukemia akut. 1
3.8 Pengobatan

1. ITP akut (5)

a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.

b. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid (prednisone)

peroral dengan atau tanpa transfusi darah.

Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat tanda kenaikan

jumlah trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena

biasanya perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun

c. Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan

heparin intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu

disiapkan antidotumnya yakni protamin sulfat.

d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan

transfuse suspense trombosit.

2. ITP menahun (5)

a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.

b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin,

siklofosfamid). Pemberian obat golongan ini didasarkan atas adanya

peranan proses imunologis pada ITP menahun.

c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan

obat imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini dianggap telah

resisten terhadap prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat

produksi antiboditerhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa.

Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam waktu 1 tahun sejak


permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka remisi

sebesar 60-80%. Splenektomi yang dilakukan terlambat hanya

memberikan angka remisi sebesar 50% (2).

Indikasi splenektomi (5):

- Resisten setelah pemberoan kombinasi kortikosteroid dan obat

imunosupresif selama 2-3 bulan.

- Remisis spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian

kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.

- Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun

memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan

klinis yang baik tanpa adanya perdarahan.

Indikasi kontra splenektomi (5)

Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih

dari 2 tahun, kerna sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap

infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati,

kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya diperhatikan,

terutama di negeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan

morbiditas akibat infeksi masih tinggi.

Dosis obat yang dipakai

Prednison: 2-5 mg/kgBB/hari peroral. Hati-hati terhadap akibat samping

karena pemberian yang lama (tuberkulosis, penambahan kalium dan pengurangan

natrium dalam diet, pemberian ACTH pada waktu tertentu) (5).


- Merkaptopurin: 2,5-5 mg/kgBB/hari peroral

- Azatioprin (imuran): 2-4 mg/kgBB/hari peroral

- Siklofosfamid (Endoxan): 2 mg/kgBB/hari peroral

- Heparin: 1 mg/kgBB intravena, dilanjutkan dengan dosis 1 mg/kgBB

perinfus setiap 4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit

(1 mg ekuivalen dengan 100 U).

- Protamin sulfat: dosis sama banyaknya dengan jumlah mg heparin yang

telah diberikan. Pemberiannya secara intravena.

- Transfusi darah: umumnya 10-15ml/kgBB/hari. Dapat diberikan lebih

banyak pada perdarahan yang massif.

Di bawah ini disajikan tabel ringkasan rekomendasi berdasarkan

American Society of Hematology 2011 (4):


Berikut ini respon pengobatan pada pasien ITP (4):
3.9 Prognosis

Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit

primernya ringan, 90% akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP menahun

kurang baik, terutama bila merupakan stadium praleukemia karena akan berakibat

fatal. Pada ITP menahun yang bukan merupakan stadium praleukemia, bila

dilakukan splenektomi pada waktunya akan didapatkan angka remisi sekitar 90%

(5).
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.

2. Tepie MAF, Roux GL, Beach KJ, Bennett D, Robinson NJ. Comorbidities

of Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: A Population-Based Study

2008;2009:1-12.

3. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther MA. The

American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline

for immune thrombocytopenia. Blood 2011 117: 4190-4207

4. Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media

Aesculapius, 2000

5. Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenia purpura. N Engl J

Med 2002; 346(13):995-1008

6. Kementrian Kesehatan RI. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta

: Depkes, 2010.

7. Purwanto I. Purpura Trombositopenia imun. Dalam: Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam 5th ed. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2010.

8. Riley RS. Idiophatic Trombositopenic Purpura. Available


http//.www.homoeophatyclinic.com/ accesed on Januari 2014.

9. Cines DB, Blanchette VS. Immune Trombositopenic purpura. N Engl J


Med. 2002; 346 (13): 995-1008

You might also like