You are on page 1of 48

Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata

Ruang (RDTR) Kota Cirebon

4.1 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan Pengolahan Citra

Metodologi pelaksanaan pekerjaan diuraikan berdasarkan pokok pekerjaan utama pengolahan


citra satelit ini. Hal tersebut tergambar pada diagram berikut ini.
Persiapan
Penyediaan Pengadaan
Administrasi Pengukuran GPS
Citra Satelit Data SRTM
Dan Teknis

Proses Orthorektifikasi
Pembangunan DEM

Pencetakan Blow up
Citra Satelit Fusi dan Perbaikan Citra Pengawasan

Identifikasi Lapangan,
Toponimi, dan Penyuntingan Citra
Klasifikasi Lahan

Klasifikasi

Digitasi Peta

Peta Dasar Peta Guna Lahan

Gambar 4.1 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

IV | 1
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Detail pelaksanaan setiap tahapan pekerjaan diuraikan dalam bagian-bagian berikut ini.

4.2 Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan


Persiapan pekerjaan meliputi dua tahapan kegiatan, yaitu persiapan administratif dan persiapan
teknis.

4.2.1 Persiapan Administratif


Pekerjaan persiapan administratif meliputi kegiatan :
Pengambilan dan pemeriksaan semua kelengkapan material yang diberikan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang,
Pengurusan dan penyelesaian proses administrasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
proyek, seperti Surat Pengantar untuk melaksanakan survey dan identifikasi lapangan
Dan lain-lain

4.2.2 Persiapan Teknis


Didalam melaksanakan pekerjaan ini, persiapan teknis yang dilakukan meliputi :
Membuat rencana kerja yang dimulai dari identifikasi lokasi pemetaan, pemesanan citra
satelit, pemesanan data SRTM, pelaksanaan identifikasi lapangan, pengukuran titik GPS,
pembangunan DEM, pelaksanaan proses orthorektifikasi dan klasifikasi, penyuntingan
citra, analisis penggunaan lahan, proses kartografi, dan reproduksi
Mempersiapkan personil pelaksana yang terbagi dalam 3 bagian besar, yaitu bagian
survey identifikasi lapangan, pengukuran titik GPS dan pengolahan citra satelit
Mempersiapkan dan mencek peralatan yang akan digunakan. Terdiri dari tiga bagian
yaitu :
- Identifikasi Lapangan : blow up citra, alat tulis, kendaraan
- Pengukuran Titik GPS : receiver GPS, Laptop, Kompas, peta dasar/topografi,
kendaraan, alat komunikasi, dll
- Pengolahan Citra : Komputer, software pengolah citra, scanner, plotter, printer,
tinta, CD-ROM, CD Writer, dll
Pengadaan Citra Satelit dan citra radar SRTM yang dimulai dengan identifikasi lokasi
pametaan dan pemesanan citra
Pengadaan bahan dan material yang akan dipergunakan untuk plotting citra
Asistensi kepada Tim Supervisi Pemberi Pekerjaan
Dan lain-lain

IV | 2
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

4.3 Pengukuran GPS


Seperti yang telah disampaikan di muka, maka guna menunjang ketelitian hasil pemrosesan citra,
terdapat dua hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah distribusi dan ketelitian titik kontrol
GPS dan kedua adalah ketelitian DEM. Untuk distribusi dan ketelitian titik kontrol GPS, maka
berdasarkan beberapa penelitian dan pengalaman yang telah dialami, maka ditetapkan bahwa di
dalam pengolahan citra satelit resolusi tinggi jumlah titik yang diperlukan berkisar antara 20
30 titik per scene. Ukuran 1 scene citra adalah 60 km x 60 km. Dengan demikian jika ditetapkan
distribusi titik kontrol adalah 30 titik per scene maka satu titik kontrol mewakili area 120 km2
(11km x 11km). Atau jika ditetapkan 20 titik per scene maka satu titik kontrol mewakili 180
km2 (13,4 km x 13,4 km).

Adapun ketelitian titik yang diperlukan diperhitungkan dari kesalahan pemberian titik di citra
yang mencapai 2 piksel. Dengan demikian ketelitian titik kontrol GPS harus memiliki kesalahan
maksimum 2 x 2,5m = 5 meter. Berdasarkan hal ini maka dapat ditetapkan bahwa metode survey
GPS yang sesuai untuk ketelitian ini adalah metode survey Rapid Static dan Static GPS. Sedangkan
di dalam pelaksanaannya survey GPS akan dilakukan dalam dua metode, yaitu:

a. Pengukuran Kerangka Dasar


b. Pengukuran Detail Titik Kontrol

Pengukuran Kerangka Dasar dimaksudkan sebagai pengukuran jaring kerangka ikat titik kontrol
GPS yang terdistribusi merata untuk seluruh areal pemetaan dengan jarak antar titik berkisar 10-
15 km. Pengukuran titik kerangka dasar ini akan menghasilkan ketelitian peta sebesar 1-5 mm.
Metode yang digunakan adalah metode statik GPS. Sedangkan pengukuran detail titik kontrol
adalah pengukuran titik-titik kontrol GPS yang merupakan turunan dari titik kerangka dasar.
Titik ini akan diukur berdasarkan acuan titik kerangka dasar. Ketelitian titik ini berkisar 1-1,5
meter dengan jarak maksimum pengukuran sebesar 6 km dari titik kerangka dasar. Metode yang
digunakan adalah metode Rapid Static, sehingga memungkinkan pelaksanaan survey
berlangsung dengan cepat dan menghasilkan ketelitian yang memadai untuk pengolahan citra.

Dalam rangka pengukuran GPS ini, akan didirikan bench mark (BM) GPS yang akan di fungsikan
sebagai titik sekutu maupun control point (CP) dalam proses transformasi di dalam
orthorektifikasi. Titik-titik tersebut akan didirikan sedemikian rupa sehingga memiliki
penyebaran yang merata pada wilayah survey. Metoda survey yang akan digunakan untuk
melakukan pekerjaan di atas adalah metode statik dan rapid static yang digambarkan pada
diagram alir sebagai berikut :

IV | 3
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Perencanaan

Persiapan

Survey Lapangan
(Reconnaissance)

Pemasangan BM

Pengamatan GPS Pembuatan Deskripsi BM

Pengolahan Data

Pelaporan

Gambar 4.2 Bagan Alir Proses Pengukuran Titik GPS

4.3.1 Perencanaan
Dalam pelaksanaan survey GPS, diperlukan perencanaan dan persiapan yang matang, karena
keberhasilan survey sangat tergantung pada berbagai faktor dan persyaratan yang harus
dipenuhi. Adapun pekerjaan perencanaan meliputi tahapan kegiatan sebagai berikut :

4.3.1.1 Peralatan GPS


Untuk mendukung keberhasilan survey, maka semua peralatan yang akan dipergunakan terlebih
dahulu akan diinventarisasi serta diperiksa kondisinya sehingga siap untuk digunakan. Peralatan
utama yang perlu disiapkan adalah:
Receiver dan antena GPS beserta asesories lainnya
Radio komunikasi
Personal komputer (laptop)
Alat-alat ukur temperatur, tekanan udara dan kelembaban

IV | 4
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Alat-alat bantu survey yang lain (kompas, pita ukur, dll)


Peralatan serta perlengkapan yang dipergunakan dalam pelaksanaan survey GPS memiliki
kriteria sebagai berikut :
1) GPS receiver yang digunakan adalah type geodetik.
2) GPS receiver mampu melayani penentuan posisi metode static relatif positioning dengan
menggunakan pengamatan double defference carrier phases.
3) GPS receiver lebih diutamakan mampu mengamati carrier phase pada dua frequenci L1
dan L2 (dual-frequenci GPS receiver), namun receiver dengan single frequenci masih
dapat dipergunakan.
4) GPS receiver yang digunakan mampu mengamati minimal 6 (enam) satelit sekaligus pada
setiap epoknya
5) Jumlah GPS receiver yang digunakan minimal 3 (tiga) unit.
6) Semua antena dan receiver yang digunakan dari merek yang sama atau seragam, serta
dilengkapi tripod (yang sentring optis) dan tiangnya.
7) Antena dilengkapi dengan Ground plane, dan jika Omny-directional antena tidak dapat
dipakai, antena tersebut harus diorientasikan ke arah utara.
8) Jumlah unit pengukur suhu, tekanan, dan kelembaban udara sama dengan jumlah GPS
receivernya.
9) GPS receiver dilengkapi dengan komputer lapangan yang mempunyai perangkat lunak
(Software) pengamatan dan pengolahan yang digunakan untuk perencanaan
pengamatan, perhitungan basis (baseline processing), dan perataan jaring (netwok
adjustment).
10) Alat komunikasi radio tersedia untuk koordinasi pengamatan antar titik
11) Baterry Charger, accu atau generator dan peralatan clearing (gergaji).
12) Peralatan bantu lain seperti kompas, pita ukur dan lain-lain.

Test Pengamatan
Test pengamatan dilakukan untuk memeriksa apakah alat dapat bekerja dan
menghasilkan data dengan kualitas yang baik. Test pengamatan ini sekaligus juga untuk
perekaman data sampling yang diperlukan untuk mengetahui satelit window, waktu
pengamatan, jumlah satelit yang diperlukan untuk melakukan pengamatan yang baik.

4.3.1.2 Desain Jaringan GPS

Tujuan dari pekerjaan ini adalah menentukan koordinat titik kontrol untuk kebutuhan
transformasi koordinat pada proses orthorektifikasi. Oleh karena itu, penyebaran titik GPS harus
ditempatkan secara merata di areal pemetaan. Penempatan titik ini pun harus dapat dengan

IV | 5
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

mudah diidentifikasi dari citra agar mengurangi kesalahan plotting dan meminimasi keragu-
raguan. Terdapat dua jenis metode pengukuran yang akan dilakukan yaitu pengukuran GPS
metode statik dan rapid static.

Dalam pengukuran GPS static terdapat beberapa hal yang harus di perhatikan pada perencanaan
pekerjaan ini, yaitu :
a. Seluruh titik harus terdistribusi secara merata pada wilayah pemetaan. Penempatan titik-
titik pada suatu jaringan berbentuk bujur sangkar atau segitiga sama sisi.
b. Setiap stasiun harus di hubungkan dengan minimal dua buah baseline independent
(nontrivial). Baseline-baseline pada masing-masing stasiun harus diperoleh dari minimal
dua stasiun pengamatan yang berbeda.
c. Bentuk jaring harus terdiri dari baseline independent (non-trivial). Jadi jika empat (n)
receiver GPS yang digunakan saat pengamatan, maka hanya tiga (n-1) baseline yang
diperoleh dari data yang diamati. Metoda pengukuran baseline harus sesuai dengan
rencana jaringan.
d. Jaringan harus diikatkan dengan semua titik kontrol yang ada baik yang mempunyai orde
sama atau lebih tinggi, yang berbeda sekitar atau berada dalam area jaringan. Titik-titik
GPS ini harus memiliki koordinat pada datum WGS-84
e. Kira-kira 5 % dari baseline harus diukur lebih dari satu kali sehingga dapat dilakukan
pengecekan konsistensi pengukuran. Setiap baseline harus terdistribusi secara seragam
di seluruh jaring dan yang ditunjukan dengan jarak yang hampir sama.
f. Geometri dari jaringan harus memenuhi spesifikasi ketelitian dan persyaratan strength
of figure
g. Rencana jaringan digambarkan di atas peta topografi

Sedangkan untuk pelaksanaan rapid static desain jaringan akan dibuat dalam ketentuan sebagai
berikut :
a. Pada saat pengamatan, titik monitor stasiun atau titik referensi beserta titik yang akan
ditentukan koordinatnya tidak bergerak
b. Kerangka pengukuran dalam bentuk radial atau polar dengan titik pusatnya atau titik
referensinya adalah titik-titik kontrol hasil pengukuran GPS statik
c. Waktu pengamatan antara 5 -20 menit
d. Receiver GPS yang digunakan dapat menghitung ambiguity secara cepat dan memiliki
dual frekuensi
e. Perhitungan dilakukan untuk setiap baseline tanpa diikuti perataan jaringan

IV | 6
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

f. Geometri satelit harus baik dengan tingkat bias rendah dan lingkungan tempat
dilakukannya pengamatan satelit GPS relatif tidak multipath
g. Setiap baseline diamati dalam dua sesi pengamatan

Desain yang akan diterapkan dalam pengukuran titik kontrol GPS ini seperti dalam gambar
berikut ini.

Gambar 4.3 Jaring Titik GPS untuk Kerangka Dasar (Metode Static)

IV | 7
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Gambar 4.4 Jaring Titik GPS untuk Detail Titik Kontrol (metode Rapid Static)

4.3.1.3 Program Pelaksanaan Pengamatan


a. Dilakukan monitoring kenampakan satelit, ketersedian satelit, GDOP dan informasi prediksi
satelit untuk periode kegiatan survey
b. Dilakukan pendaftaran seluruh peralatan GPS yang akan dipakai (termasuk jumlah
receiver,tipe, nomor seri)
c. Dilakukan pendaftaran seluruh peralatan pendukung yang akan dipakai (seperti
thermometer, Barometer, Higrometer)

d. Pembuatan jadwal pengamatan

4.3.2 Persiapan
Persiapan secara garis besar terbagi atas dua bagian yaitu persiapan administrasi dan teknis.
Persiapan Adminstrasi.
Persiapan administrasi maksudnya adalah yang menyangkut administrasi misal surat-surat
kontrak, surat tugas.
Persiapan Teknis
Pada tahap persiapan meliputi, reconnaissance dan monumentasi.

IV | 8
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

4.3.2.1 Desain Jaringan GPS


Maksud dari reconnaissance adalah untuk meninjau tempat-tempat yang akan dipasang BM.
Adapun syarat-syarat penetapan lokasi BM GPS adalah sebagai berikut :
1) Sebagai pertimbangan utama pemasangan BM adalah bagaimana menempatkan BM pada
daerah yang dianggap terbaik untuk dididentifikasi dari citra.
2) Lokasi BM GPS disesuaikan dengan peta rencana jaring GPS yang telah dibuat.
3) Lokasi BM GPS jauh dari benda-banda reflektif yang bisa memantulkan sinyal dari satelit
GPS. Hal ini dilakukan untuk meminimumkan terjadinya multipath yang merupakan salah
satu sumber kesalahan pada jarak ukuran satelit.
4) Lokasi BM GPS jauh dari kabel listrik tegangan tinggi ataupun benda-benda bermedan
listrik lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya imaging yang merupakan
salah satu sumber kesalahan pengukuran beda fase dari sinyal GPS.
5) BM GPS ditempatkan pada lokasi pada ruang pandang bebas halangan kemuka arah 15
derajat diatas horison.
6) Lokasi BM GPS ditempatkan diluar jalur lalulintas, manusia dan binatang, seperti jalan
setapak, jalan raya, rel kereta api, dsb., dan ditempatkan pada tanah yang kondisinya
stabil.

4.3.2.2 Monumentasi
Pembuatan dan pemasangan BM akan mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1) Setiap BM harus dilengkapi dengan keterangan yang diletakan di atas BM tersebut.
Desain, ukuran dan material BM akan ditentukan kemudian
2) Untuk memudahkan sistem penomoran akan mengikuti sistem penomoran titik GPS yang
dilakukan berdasarkan kode propinsi, orde dan ketelitian dan nomor urut titik.
3) Sketsa lapangan dan deskripsi harus dibuat untuk setiap BM. Dokumentasi akan memuat
foto dari 4 arah (utara, timur, selatan dan barat) agar dapat memberi gambaran latar
belakang lokasi dari setiap arah.
4) Pembuatan Deskripsi dengan menggunakan software GPS Point Description.mdb

4.3.3 Pengumpulan Data


Dalam pengamatan GPS carrier phase akan digunakan model penentuan posisi relatif untuk
menentukan baseline antara dua titik.

4.3.3.1 Pengamatan Satelit GPS


Dalam Pengamatan satelit GPS terdapat beberapa hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Sudut elevasi (sudut terhadap horison) dari satelit yang tertangkap minimal 15 derajat.

IV | 9
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

b. Perekaman data GPS dilakukan setiap 15 detik (waktu antar epok)


c. Dalam satu sesi pengamatan minimal mengandung 6 satelit.
d. Dalam sesi pengamatan harga GDOP tidak lebih dari 8
e. Untuk satu basis, lama suatu sesi pengamatan adalah:

Panjang Baseline Teknik Minimum (L1) Minimum (L1+L2)


0 Km 5 Km Rapid Static 40 Min 20 Min
5 Km 8 Km Static 90 Min 45 Min

f. Kondisi atmosfir dan ionosfir yang memadai


g. Data setiap sesi pengamatan di download dan disimpan dalam media perekaman CD-
ROM atau magnetik disk :

4.3.3.2 Pengamatan data-data terkait


Pengamatan data-data terkait adalah untuk menambahkan data pada hasil pengamatan satelit
sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Pengamatan data terkait seperti, temperatur,
kelembaban, dan tekanan udara disekitar tempat pengamatan satelit.

4.3.4 Pengolahan Data


4.3.4.1 Perhitungan Baseline
Reduksi baseline dilakukan dengan menggunakan Software Trimvec Plus Vers. 2.1 atau
lainnya.
Koordinat pendekatan dari titik referensi dalam reduksi baseline 10 m dari nilai
sebenarnya.
Proses reduksi baseline harus mampu menghitung besarnya koreksi troposfir dan
ionosfier .
Setiap baseline ambiquity-nya resolved.

4.3.4.2 Perataan Jaringan


Perataan jaring Bebas dan Terikat akan digunakan software pengolah data seperti Geolab versi
2.4.d atau yang lainnya.
a. Informasi dibawah ini harus dihasilkan setiap perataan :
Hasil dari test Chi-Square atau variance Ratio pada residual setelah perataan (test ini
harus dapat melalui confidence level 68%, yang berarti bahwa data-data tersebut
konsisten terhadap model matematika yang digunakan).

IV | 10
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Daftar koordinat hasil perataan.


Daftar baseline hasil perataan, termasuk koreksi dari komponen-komponen baseline
hasil pengamatan.
Analisis statistika mengenai residual komponen baseline termasuk jika ditemukan
koreksi yang besar (outlier) pada convidence level yang digunakan.
Elips kesalahan titik untuk setiap BM/titik.
Elips kesalahan garis

b. Analisis
a) Pelaksanaan hitungan akan memberikan informasi tentang spesifikasi akurasi yang
diperoleh untuk setiap stasiun dan untuk setiap baseline.
b) Integritas pengamatan jaring harus dinilai berdasarkan :
Analisis dari baseline yang diamati dua kali (penilaian keseragaman)
Analisis terhadap perataan kuadrat terkecil jaring bebas (untuk menilai
konsistensi data)
Jika ada maka dapat juga dilakukan analisis perataan kuadrat terkecil untuk jaring
terikat dengan titik yang memiliki orde lebih tinggi (untuk menilai konsistensi
terhadap titik kontrol).
Akurasi komponen horizontal jaring akan dinilai terutama dari analisis elips
kesalahan garis 2 D yang dihasilkan oleh perataan jaring bebas.

4.3.4.3 Kontrol Kualitas


Untuk setiap baseline didalam jaringan, standar deviasi (s) hasil hitungan dari komponen
baseline toposentrik (dN, dE,dH) yang hasilkan oleh software reduksi baseline harus memenuhi
hubungan berikut :
NM
EM
H2M
dimana :
M = [ 10 + (10d) ] 1.96 mm
dan d adalah panjang baseline dalam kilometer
Baseline yang diamati dua kali
Baseline yang lebih pendek dari 8 Km : Komponen lintang dan bujur dari kedua baseline tidak
boleh berbeda lebih besar dari 0,03 meter. Komponen tinggi tidak boleh berbeda lebih dari
0,06 meter.

IV | 11
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Baseline yang lebih panjang dari 8 Km : komponen lintang dan bujur dari kedua baseline tidak
boleh besar dari 0,05 meter. Komponen tinggi tidak boleh berbeda lebih dari 0,10 meter.
Elips kesalahan garis harus dihasilkan untuk setiap baseline yang diamati dan untuk setiap
pasang stasiun dengan panjang yang kurang dari 4 Km.
Untuk jaring titik GPS ini, semi major axis dari elips kesalahan garis (ls) antara dua titik yang
berdekatan (baik dihubungkan langsung oleh suatu pengamatan maupun tidak) harus lebih
kecil dari harga parameter r yang dihitung sebagai berikut :
r = 30 (d + 0,2)
dimana :
r = panjang maksimum yang diperkenankan untuk semi- major axis (mm)
d = jarak dalam Km.

4.3.4.4 Transformasi Koordinat


Transformasi koordinat dilakukan dengan mempergunakan software pengolah data GPS.

Data Baseline-1 Data Baseline-2 Data Baseline-3 Data Baseline-4

Penentuan Vektor Penentuan Vektor Penentuan Vektor Penentuan Vektor


Baseline-1 Baseline-2 Baseline-3 Baseline-4

Kontrol Kualitas dan Pengecekan

Perataan Jaringan

Koordinat dalam sistem


WGS-84

Transformasi Koordinat

Koordinat dalam sistem


koordinat UTM

Gambar 4.5 Metodologi penghitungan titik GPS

4.3.5 Hasil Akhir Pengukuran Titik GPS


Untuk setiap BM akan diberikan data sebagai berikut :
Lintang, Bujur dan tinggi terhadap spheroid pada datum WGS 84

IV | 12
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Koordinat dengan menggunakan proyeksi UTM pada datum WGS 84


Titik nol koordinat semu (200.000 E, 1.500.000N)
Lintang origin (0,0)
Faktor skala 0.9999

4.4 Pembangunan Digital Elevation Model (DEM)


Didalam pembangunan digital elevation model (DEM), terdapat dua hal yang akan
dipertimbangkan yaitu : ketersediaan data atau peta topografi dan kerapatan data atau garis
kontur. Pada kondisi daerah yang akan dipetakan, maka metode perolehan DEM adalah dengan
menggunakan data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission).

4.4.1 SRTM (Shuttle Radar Topography Mission)


SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) adalah suatu wahana yang bertugas untuk
mendapatkan data elevasi bumi dengan cakupan hampir seluruh penjuru bumi. SRTM
menghasilkan data topografi digital resolusi tinggi. Saat ini coverage data yang direkam mencapai
80% permukaan bumi. Wahana SRTM merupakan sistem radar yang dimodifikasi yang
dilekatkan pada pesawat Space Shuttle Endeavour dalam misi ruang angkasa selama 11 hari pada
bulan Februari 2000. SRTM adalah hasil kerjasama National Geospatial-Intelligence Agency
(NGA) dan the National Aeronautics and Space Administration (NASA).

Gambar 4.6 Slope SRTM

4.4.1.1 Kondisi Data


Ketelitian SRTM dibagi ke dalam dua dimensi yaitu dimensi horisontal dan dimensi vertikal. Pada
kondisi data asli ketelitian vertikal adalah 10 meter sedangkan hasil up grading dari Global Land

IV | 13
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Cover Facility (GLCF) Amerika Serikat menghasilkan ketelitian 1 meter. Sedangkan ketelitian
horisontal terbagi dalam 3 kategori yaitu :
1 arc-second/30-meter DEM untuk Amerika Serikat
3 arc-second/90-meter DEM untuk Dunia
30 arc-second/1km SRTM-GTOPO30 yang dikoreksi menggunakan GTOPO30 30
arc-second DEM

Pada kondisi data pada badan air, maka data SRTM harus diperbaiki lebih lanjut karena terjadi
kesalahan atau kehilangan nilai tinggi serta nilai negatif.

Gambar 4.7 DEM SRTM

4.4.1.2 Data Properties (Dalam Sistem Koordinat Proyeksi UTM)


Seluruh elevasi dalam meter yang bereferensi pada geoid WGS84 EGM96 dan georeferensi
horisontal pada elipsoid WGS84 menggunakan proyeksi UTM. Dalam pengambilan datanya,
SRTM menggunakan teknik interferometri. Dalam interferometri, dua citra radar yang merekam
daerah yang sama namun diperoleh dari titik yang berbeda digabungkan guna ditentukan
perbedaan ketinggiannya. Hasil kombinasi ini disebut dengan interferogram. Radar SRTM
memiliki dua tipe panel antena yaitu C-Band dan X-Band. Untuk perekaman DEM seluruh dunia
digunakan radar data C-Band. Data-data ini diproses oleh Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA.
Data dari radar X-Band digunakan untuk perekaman data elevasi yang sedikit lebih tinggi

IV | 14
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

akurasinya jika dibandingkan dengan radar C-Band. Data radar X-Band diproses dan
didistribusikan oleh German Aerospace Center

Gambar 4.8 DEM SRTM

4.4.1.3 Perbandingan DEM SRTM dengan DEM dari Data Topografi


SRTM dibandingkan dengan data topografi untuk skala peta 1 : 10.000 dengan interval kontur 10
m.

IV | 15
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Gambar 4.9 Perbandingan DEM Peta Topografi dan SRTM dalam 3 dimensi

Gambar 4.10 Perbandingan DEM Peta Topografi dan SRTM dalam 2 dimensi

IV | 16
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Gambar 4.11 Visualisasi perbedaan antara peta topografi dan SRTM

Gambar 4.12 Perbandingan Slope

IV | 17
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Berdasarkan perbandingan diatas diperoleh suatu kesimpulan, yaitu :


Peta topografi mengembangkan data lebih bervariasi dari pada SRTM karena hasil
eksagrasi dari digitasi fotogrametri. Namun hal ini dipandang tidak diperlukan dalam
kondisi nyata
Untuk beberapa detail lembah dan punggungan gunung cukup berbeda, tetapi dalam
perbukitan sama
Realibilitas SRTM dapat diandalkan, pada beberapa kasus dapat mengkoreksi kesalahan
elevasi dari data topografi
Untuk analisis hidrografi data SRTM dapat dipakai karena tidak memberikan perbedaan
berarti dibanding data topografi.

4.4.2 Pengolahan Data SRTM


Dalam pengolahan data SRTM untuk dijadikan data DEM, maka dapat digunakan software
pengolah citra umum atau Global Mapper. Tahapan pengolahan data ini seperti pada pengolahan
citra satelit. Tergambarkan dalam gambar-gambar berikut ini.

Gambar 4.13 Data Input

IV | 18
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Gambar 4.14 Hasil Pengolahan Data

4.5 Identifikasi Dan Komplesi Data Lapangan


Identifikasi dan komplesi data lapangan adalah suatu proses pengumpulan data di lapangan
mengenai informasi objek-objek alam atau buatan yang dapat menambah kelengkapan informasi
di dalam peta dasar pendaftaran. Identifikasi dan komplesi data lapangan dituangkan di dalam
peta blow-up citra satelit.

Terdapat beberapa langkah yang dilakukan untuk kegiatan ini yaitu :


1. Pencetakan blow-up citra satelit
2. Detail lapangan yang akan diidentifikasi

4.5.1 Pencetakan Blow-Up Citra Satelit


Dalam pembuatan blow-up citra satelit akan mengikuti ketetapan berikut ini :
a. Skala blow-up citra satelit ditetapkan sebesar-besarnya
b. Image dan tone blow-up citra satelit akan dibuat jelas dan tajam
c. Blow-up citra satelit akan diberi lak pada bagian tepinya agar tidak mudah sobek bila
dibawa lapangan
d. Pada blow-up citra satelit akan diberi informasi mengenai:
- Nama Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan/Desa
- Nama Konsultan Pelaksana

IV | 19
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

4.5.2 Detail Yang Akan Diidentifikasi


Detail yang akan diidentifikasi meliputi objek-objek alam dan buatan, yang meliputi:
1. Batas administrasi
Garis batas administrasi pemerintahan yaitu batas propinsi, kabupaten, batas kecamatan
dan batas kelurahan/desa. Penetapan garis batas ini harus melalui tahapan konfirmasi
dengan instansi terkait di daerah setempat. Sedangkan untuk wilayah
kampung/dukuh/dusun tidak perlu dilaksanakan identifikasi batas administrasi tetapi
cukup dicantumkan namanya saja

2. Nama dan Fungsi Bangunan

Detail bangunan akan diidentifikasi dan dilengkapi dengan data yang menyangkut fungsi
bangunan (penggunaan) dan namanya, antara lain meliputi:
Bangunan perkantoran, baik pemerintah maupun swasta
Bangunan yang berfungsi sebagai tempat pendidikan seperti SD, SMP, SMA, dan
Perguruan tinggi (Akademi, Universitas, dll.)
Bangunan yang berfungsi sebagai tempat pelayanan masyarakat seperti Kantor Pos dan
Giro, Telkom, Pemancar Radio, Rumah Sakit, Kantor Kelurahan/Desa, Kantor
Kecamatan, Pasar, Hotel, Pertokoan, Pompa Bensin dll
Bangunan yang berfungsi sebagai tempat ibadah seperti Mesjid, Gereja, Klenteng,
Vihara
Bangunan yang merupakan kompleks perumahan

3. Jalan

Jalan yang harus diidentifikasi dan dicantumkan namanya antara lain: Jalan raya
propinsi, jalan raya kabupaten, jalan arteri.

Penulisan nama-nama harus benar dan jelas, misalnya Jln. Jendral Sudirman, Jln.
Manggis. Akan dicatat pula arah tujuan dari jalan seperti "menuju ke
kota/kecamatan/desa terdekat."

4. Rel Kereta Api dan Lori


Untuk informasi rel kereta api, akan ditulis nama lintasan kereta apinya (jurusan masing-
masing rel), pada lokasi yang sama akan dicatat informasi jurusannya, misal "menuju ke
stasiun terdekat". Sedangkan untuk rel Lori ditulis Lori.

5. Detail Perairan

Detail perairan perlu diidentifikasi dan dicatat namanya sungai besar, pantai, laut,
danau, rawa-rawa, tambak

IV | 20
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Detail perairan dengan aliran dicantumkan nama dan arahnya, misalnya Kali Brantas
dan arah alirannya

Dam/Bendungan, waduk dicantumkan namanya.

6. Detail Pertanian dan Perkebunan

Seluruh detail pertanian dan perkebunan akan dicatat dengan ketentuan:


Detail yang termasuk sebagai tempat usaha pertanian misalnya Sawah, Ladang, Tambak
(empang)
Detail untuk perkebunan yakni kebun-kebun homogen yang besar (satu macam
tanaman) yang diusahakan baik oleh pemerintah, swasta, atau oleh masyarakat. Jenis
tanaman perkebunan tersebut antara lain adalah Karet, Kelapa, Kelapa Sawit, Cengkeh,
Tembakau, Tebu, Coklat.
Untuk detail-detail seperti tanaman penduduk setempat sebagai tanaman pelengkap
atau tumpangsari tidak perlu diidentifikasi, seperti misalnya tanaman pisang, kebun
buah-buahan, dll. Untuk detail seperti ini dapat ditulis sebagai ladang (pertanian).

6. Kuburan
Untuk areal kuburan cukup ditulis "kuburan".

7. Titik Kontrol
Tugu-tugu Titik Dasar Teknik akan diidentifikasi, ditandai letaknya, dicatat nomor dan
kodenya.

4.6 Pengolahan Citra Satelit


Dalam pengolahan citra satelit resolusi tinggi ini, terdapat tiga tahapan penting yang perlu
dilakukan yaitu tahap pengkoreksian data/citra, tahap klasifikasi data dan tahap fusi citra. Tahap
pengkoreksian citra dilakukan secara radiometrik dan geometrik. Hal ini merupakan
permasalahan yang sangat penting. Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengkoreksi kesalahan
radiometrik atau distorsi. Energi elektromagnetik yang diterima sensor pada satelit hasil emisi
atau pantulan, pada umumnya tidak sesuai dengan emisi atau pantulan objek bila diamati dari
jarak dekat. Perbedaan ini merupakan akibat dari antara lain adanya pengaruh azimut matahari
dan relief ketinggian, kondisi atmosfer seperti : kabut (fog) atau aerosol, respon, sensor.

Sedangkan koreksi geometrik adalah suatu proses untuk menghilangkan distorsi geometrik dari
suatu citra dan untuk memperoleh hubungan antar sistem koordinat citra dan sistem koordinat
geografik. Adapun penyebab terjadinya distorsi geometrik pada satelit inderaja di antaranya

IV | 21
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

adalah akibat pengaruh rotasi bumi, kelengkungan permukaan bumi, serta perbedaan ketinggian
dan kecepatan pada saat perekaman.

Faktor-faktor kesalahan geometrik pada penginderaan jauh sistem scanning meliputi :


1. Distorsi sistematik
a. Scan Skew : Kesalahan ini disebabkan oleh pergerakan dari platform selama waktu
melakukan sapuan/pengambilan data. Permukaan tanah tidak normal terhadap
permukaan dari track, tetapi agak miring dan disebut cross scan geometric distortion
b. Mirror Scan Velocity: Kesalahan ini disebabkan oleh kecepatan dari mirror scan tidak
konstan dengan permukaan bumi yang diakibatkan dari rotasi bumi, pada saat a cross scan
maupun long scan.
c. Panoramic Distortion: Kesalahan ini disebabkan oleh sudut pengamatan dari sensor tidak
tepat dengan area yang diamati di permukaan bumi dan disebut along scan distortion.
d. Platform Velocity: Kesalahan ini disebabkan oleh kecepatan dari platform yang selalu
berubah dan pergerakan dari bumi yang selalu berubah dan disebut along track scale
distortion.
e. Earth Rotation: Kesalahan ini disebabkan oleh pergerakan bumi yang diakibatkan oleh
rotasi bumi dengan pergerakan sensor satelit. Dari pergerakan tersebut akan menghasilkan
perbedaan cakupan hasil pengamatan yang diakibatkan oleh along scan distortion.
f. Perspective

2. Distorsi nonsistematik
a. Altitude (ketinggian): Kesalahan ini disebabkan jika sensor berada pada ketinggian yang
normal atau permukaan bumi berada pada ketinggian yang normal maka akan
berpengaruh pada skala atau tepat pada Nadir.
b. Attitude (letak): kesalahan ini disebabkan oleh letak sensor (axis) mengalami
penyimpangan terhadap keadaan normal permukaan bumi.
Image

NADIR 1 mile =

Gambar 4.15 Citra tegak pada Nadir

IV | 22
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Gambar 4.16 Citra tidak tegak pada Nadir (off Nadir)

Kesalahan sistematik dikoreksi oleh stasiun penerima (Ground Receiving) yang berada di bumi
sedangkan kesalahan nonsistematik umumnya masih ada dalam citra hasil perekaman dan harus
dikoreksi. Oleh karena itu perlu dilakukan rektifikasi citra.

Untuk melakukan pengkoreksian citra dapat digunakan metode orthorektifikasi. Metode ini
adalah metode transformasi koordinat yang dipadukan dengan pengkoreksian pixel peta
menggunakan metode proyeksi orthogonal yang sering dilakukan pada pengolahan foto udara
(orthophoto). Pada metode ini digunakan digital elevation model (DEM) untuk memberikan
bentuk terrain lokasi pemetaan yang berguna untuk mengoreksi kesalahan letak akibat
perbedaan tinggi (relief displacement).

Pada kegiatan pengolahan citra ini terdapat beberapa tahapan, yaitu :


A. Koreksi Radiometrik
B. Koreksi Geometrik yang terdiri dari :
1. Georeferencing atau transformasi koordinat
2. Orthorektifikasi
3. Resampling
4. Quality Control
5. Proses Perbaikan dan Penyuntingan Citra
6. Entry Data
C. Klasifikasi Data

4.6.1 Koreksi Radiometrik


Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pengkoreksian secara radiometrik dilakukan untuk
menghindari kesalahan radiometrik atau distorsi. Energi elektromagnetik yang diterima sensor

IV | 23
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

pada satelit hasil emisi atau pantulan, pada umumnya tidak sesuai dengan emisi atau pantulan
objek bila diamati dari jarak dekat. Perbedaan ini merupakan akibat dari antara lain adanya
pengaruh azimut matahari dan relief ketinggian, kondisi atmosfer seperti : kabut (fog) atau
aerosol, respon, sensor. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan pantulan yang benar perlu dikoreksi.
Koreksi radiometrik juga diperlukan untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus
memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan spectral objek yang
sebenarnya. Kualitas visual citra berupa pengisian kembali garis yang kosong karena drop-out
baris maupun masalah kesalahan awal penyiapan (scanning start). Cara mengoreksinya adalah
dengan mengambil nilai suatu baris di atas dan di bawahnya, kemudian dirata-ratakan. Pada
pelaksanaannya koreksi radiometrik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
- Relative radiometric response between detectors
- Non-responsive detector fill
- Conversion to absolute radiometry

4.6.2 Georeferencing
Georeferencing adalah proses transformasi koordinat citra satelit agar diperoleh suatu hubungan
antara sistem koordinat citra dengan sistem koordinat geosentrik atau sistem tanah berupa suatu
matriks rotasi. Terdapat dua hal yang dilakukan dalam proses ini yaitu :
a. Melakukan pengamatan titik kontrol yang ada pada citra satelit
b. Melakukan perhitungan matriks rotasi untuk memperoleh parameter transformasi
Dalam penyelesaian persamaan pada model ini digunakan teknik Bundle Adjustment. Maksudnya
adalah bahwa persamaan koreksi dilakukan secara simultan untuk semua data citra dan titik
kontrolnya. Dengan demikian akan diperoleh hasil koreksi yang semakin akurat serta merata di
semua daerah. Adapun ketelitian yang diharapkan dapat dicapai (RMS Error-nya) adalah 2 pixel.
Dengan demikian jika terdapat titik kontrol yang mempunyai kesalahan lebih dari 2 pixel maka
akan diedit atau jika tidak memungkinkan akan dihapus sampai semua titik kontrol mempunyai
kesalahan di bawah 2 pixel.
Data yang diperlukan untuk kegiatan ini adalah :
a. Data orbital citra satelit WORLDVIEW-2
b. Data koordinat titik kontrol tanah (BM)

4.6.3 Proses Orthorektifikasi


Pada proses ini diletakkan sejumlah titik ikat tanah (Ground Control Point/GCP). Penempatan
posisi titik ikat tanah tersebut harus tepat posisinya pada sistem koordinat citra (row and
coloum) dan pada sistem koordinat yang diinginkan. Jumlah pemilihan titik kontrol tanah dan
distribusinya, sangat mempengaruhi ketelitian dari proses koreksi geometrik. Proses registrasi

IV | 24
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

pada citra dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses rekonstruksi citra atau sering disebut juga
proses interpolasi spasial citra dan proses resampling disebut proses interpolasi intensitas.

Gambar 4.17 Ilustrasi proses koreksi geometrik

Pada Gambar diatas diilustrasikan bagaimana proses koreksi geometrik citra dilakukan. Dapat
dilihat pada Gambar 4.3 (a) output citra (X,Y) menempatkan brightness value dari distorsi
geometrik pada input citra (X,Y). Original input image (raw data) adalah data asli dari
perekaman data citra satelit yang masih memiliki distorsi sistematik dan distorsi nonsistematik.

Dalam melakukan transformasi dari koordinat citra ke koordinat tanah masih terdapat
kesalahan. Kesalahan tersebut dapat ditentukan besarnya dengan RMSerror (Root Mean Square
Error) :

RMS error = (x xorig )2 + ( y yorig )2 . (8.1)


dimana:
xorig adalah koordinat asli (origin ) baris dari GCP pada citra.
yorig adalah koordinat asli (origin) kolom dari GCP pada citra.
x adalah koordinat GCP hasil perhitungan pada citra asli (origin).
y adalah koordinat GCP hasil perhitungan pada citra asli (origin).

Pada umumnya nilai RMSerror ditentukan dengan toleransi (nilai ambang batas) sebesar 2 pixel.
Jika pada hasil evaluasi, nilai RMSerror suatu titik lebih besar dari nilai ambang yang ditentukan,
maka harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

IV | 25
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

1. Menghilangkan titik-titik kontrol tanah yang memiliki kesalahan terbesar dari kumpulan
titik.
2. Menghitung ulang koefesien.
3. Menghitung ulang RMSerror untuk seluruh titik

Dalam pelaksanaan rektifikasi ini yang paling penting adalah penempatan titik-titik kontrol
menyebar merata. Dengan pengertian jangan terpusat pada suatu daerah tertentu. Penempatan
titik kontrol tanah pada peta acuan harus sesuai atau tepat dengan posisi pada citra yang akan
dikoreksi. Hasil dari RMSerror yang kecil belum tentu mendapat ketelitian yang baik dari hasil
proses ini.

Gambar 4.18 Perbedaan jarak di citra akibat perbedaan tinggi

Proses Orthorektifikasi harus dapat mengeliminasi kesalahan akibat perbedaan terrain dan
kesalahan sensor. Untuk itu dalam proses orthorektifikasi dibutuhkan penggabungan antara
rektifikasi dengan mengikutsertakan data terrain yang diperlihatkan dalam digital elevation
model (DEM) dan parameter kalibrasi kamera (sensor) kedalam persamaan hitungannya.
Orthorektifikasi diyakini lebih akurat dari pada rektifikasi sederhana yang biasa digunakan
terutama pada daerah dengan terrain yang berbukit atau bergunung. Adapun koreksi sensor atau
kamera meliputi :
Internal detector geometry
Optical distortion
Scan distortion
Any line-rate variations

IV | 26
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Registration of the multispectral bands

Selanjutnya hal yang perlu untuk diperhatikan adalah ketelitian hasil pengolahan citra. Ketelitian
yang diharapkan adalah 2-3 pixel pada titik kontrol atau check point (CP) yaitu sekitar 5-7,5
meter dimana hal ini akan sesuai dengan ketelitian peta skala 1 : 10.000 yaitu sebesar 0.5 mm di
peta yang menghasilkan nilai 5 meter.

Gambar 4.19 Image sebelum Gambar 4.20 Image setelah


Orthorektifikasi Orthorektifikasi

4.6.4 Resampling
Pada proses orthorektifikasi terdapat metode resampling yang umum digunakan diantaranya
adalah Nearest neighbor, Bilinier, Cubic Convolution. Pada kegiatan ini metode resampling yang
akan digunakan adalah metode resampling Nearest neighbor karena pada pendekatan ini, titik
terdekat akan di sampling dengan menempatkan titik citra yang terkoreksi secara radiometrik ke
titik terdekat pada citra yang belum diproses dan citra hasil resampling akan mendekati citra
aslinya. Dari pengalaman perubahan nilai grey value akibat dari penggunaan metode ini kecil
sekali.

4.6.5 Quality Control


Quality control dilakukan dengan dua cara yaitu pertama dengan membandingkan nilai residu
hasil transformasi dengan baku mutu kesalahan peta sebesar 0.5 mm kali skala peta. Kedua
adalah dengan mengoverlapkannya dengan peta topografi yang ada dan mengamati objek-objek

IV | 27
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

alam dan buatan untuk dibandingkan posisinya. Kedua hal ini dapat dijadikan acuan kualitas peta
yang dihasilkan.

4.6.6 Proses Perbaikan Dan Penyuntingan Citra (Mosaicking)


Hasil dari proses orthorektifikasi menghasilkan citra satelit/image yang telah memiliki koordinat
atau terkoreksi. Namun citra ini masih dalam ukuran yang belum sesuai dengan bentuk dan
ukuran dari lembar peta foto yang sesuai dengan ketentuan pembagian lembar peta dari
Bakosurtanal. Untuk itu diperlukan beberapa langkah kegiatan lagi agar peta foto/citra ini dapat
digunakan. Begitu pula apabila suatu daerah terpetakan oleh beberapa citra, maka sebelum
dilakukan proses pemotongan lembar citra harus dilakukan penggabungan dan penyeragaman
tone dan brightness-nya agar perbedaan derajat keabuan terlihat smooth.

Pembuatan mosaik direncanakan pada skala foto 1 : 5.000. Pada proses mosaick ini kegiatan yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a. Edge matching dari citra terkoreksi yang berurutan

b. Menyeragamkan tone dari citra terkoreksi

c. Menajamkan citra terkoreksi (brightness & contrast)


d. Melakukan pemotongan image (cropping) sesuai dengan lembar peta foto yang mengikuti
ketentuan Bakosurtanal

Gambar 4.21 Citra sebelum mosaicking Gambar 4.22 Citra setelah mosaicking

IV | 28
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Ketentuan pada kegiatan ini adalah :

Pembagian dan penomoran lembar peta disesuaikan dengan pembagian dan penomoran
peta dasar pendaftaran tanah skala 1 : 5.000

Ukuran muka peta adalah 50 cm x 50 cm ditambah 5 cm disebelah kiri kanan, atas dan
bawah sebagai bagian overlap dengan lembar berdampingan sehingga ukuran lembar
peta foto seluruhnya adalah 60 cm x 60 cm. Ruang legenda dan keterangan lainnya
ditiadakan.

4.6.7 ENTRY DATA

Tahap kegiatan selanjutnya setelah proses pemotongan citra satelit selesai adalah
melengkapi citra satelit dengan informasi hasil identifikasi lapangan dan menambahkan
beberapa informasi agar memenuhi kaidah dan format peta foto yang telah ditentukan
oleh Bakosurtanal. Ketentuan dan Informasi yang harus ada pada peta foto adalah sebagai
berikut:

Batas administrasi pemerintahan, batas propinsi, kabupaten, kecamatan dan batas


desa/kelurahan.

Nama dan fungsi bangunan, seperti sungai, jalan, gedung yang dapat diidentifikasi.

Titik kontrol yaitu tugu/BM titik dasar teknik

Pembagian dan penomoran lembar peta disesuaikan dengan pembagian dan penomoran
peta dasar pendaftaran tanah secara nasional dengan sistem Proyeksi UTM dan
pembagian lembar untuk skala 1 : 5.000.

Ukuran muka peta adalah 50 cm x 50 cm ditambah 5 cm disebelah kiri, kanan, atas dan
bawah sebagai bagian overlap dengan lembar berdampingan, sehingga ukuran lembar
peta foto seluruhnya adalah 60 cm x 60 cm.

Pengeplotan image foto udara hasil orthophoto akan menggunakan inkjet plotter AO
presisi

Bahan yang digunakan adalah bahan yang stabil jenis medium glossy paper dengan
ketebalan 0.03 mm dan digunakan sebelum tanggal kadaluwarsa yang ditentukan oleh
pabrik

Jarak antara setiap 100 mm. Setiap intersection grid harus diberi tanda berupa garis
silang dengan panjang garis 1 cm dan tebal 0.2 mm. Penarikan garis grid dengan warna
hitam. Pemberian nomor grid ditulis pada sisi luar bidang gambar peta foto

Keterangan peta yang dicantumkan :

IV | 29
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

- lokasi : propinsi , kabupaten, kecamatan, desa,

- nomor lembar peta

- skala peta (grafis dan numeris), indeks peta dan keterangan lainnya.

Metodologi pelaksanaan Entry Data :


Membuat Informasi tepi dan legenda digital peta foto sesuai dengan ketentuan
Membuat poligon/kotak sesuai dengan ukuran dan koordinat lembar peta foto
Menggabungkan antara poligon/kotak dengan informasi tepi dan legenda peta foto
Menginsert image foto (muka peta) sesuai dengan lembar peta foto ke poligon/kotak tersebut
diatas
Mengentry data hasil identifikasi lapangan ke muka peta pada screen monitor komputer.
Penulisan nama kampung, sungai, jalan dan nama-nama detail lainnya, tidak boleh menutupi
detail
Warna dari data yang dientry akan disesuaikan dengan tone dari image muka peta, bila image
berwarna gelap maka data entri berwarna putih begitu juga sebaliknya
Melakukan editing pada bentuk, ukuran huruf/simbol sesuai dengan ketentuan
Melakukan edge macthing dengan lembar peta foto sebelahnya
Melakukan check plot dari lembar peta foto dan melakukan validasi untuk menentukan
apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan ketentuan, apabila belum maka harus
dilakukan revisi.

4.6.8 Klasifikasi Data/Citra (Image Clasification)

Dalam kaitannya dengan proses klasifikasi, maka proses klasifikasi pada citra satelit yang akan
dilakukan adalah sebagai upaya untuk dapat melakukan klasifikasi jenis penggunaan lahan pada
wilayah yang dipetakan. Proses ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara otomatik yang
dikerjakan oleh komputer serta proses manual yang merupakan hasil interpretasi dan analisis
operator komputer.

Untuk kebutuhan lain, diusulkan untuk membuat peta tematik penggunaan lahan menggunakan
metode manual guna mengidentifikasikan jenis-jenis penggunaan lahan. Dengan cara ini maka
diharapkan dapat melakukan identifikasi jenis tanaman hanya melalui citranya saja. Guna
membantu proses klasifikasi yang akan dilakukan, maka dapat ditetapkan beberapa lokasi yang
ditetapkan sebagai training area. Sedangkan untuk pelaksanaan klasifikasi maka terdapat dua
metode yang dapat dipakai yaitu : klasifikasi terawasi (supervised clasification) dan klasifikasi tak
terawasi (unsupervised clasification).

IV | 30
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

5.7.8.1 Klasifikasi Terawasi (Supervised Clasification)


Pada jenis klasifikasi terawasi, identitas dan lokasi dari setiap objek telah diketahui terlebih
dahulu, baik melalui peninjauan lapangan, analisis foto udara atau dengan cara lainnya. Bentuk
khusus dari pola spectral yang berhubungan dengan kenampakan dikembangkan menjadi kunci
interpretasi dalam menentukan kategori penggunaan lahan yang telah diketahui dan yang
mewakili, yang disebut daerah pelatihan/pengujian.

Proses klasifikasi dimulai dengan mempelajari citra yang akan diklasifikasi dan
membandingkannya dengan informasi referensi penunjang yang tersedia. Berdasarkan referensi
penunjang kemudian dibentuk satu set sampel yang elemennya terdiri dari pixel-pixel yang
mewakili kategori objek yang telah diidentifikasi, biasanya dipilih pixel-pixel dengan variasi
besar sehingga dapat mencerminkan karakter kelompok objek yang bersangkutan. Proses
dilanjutkan dengan perhitungan nilai statistik dengan harga rata-rata dan matrik kovarian setiap
objek. Nilai statistik tersebut merupakan hasil sementara yang berbentuk deskripsi, yang
kemudian akan digunakan sebagai dasar proses klasifikasi citra. Setelah seluruh data dapat
dikelompokkan, hasil keluarannya disajikan dalam bentuk peta. Prosedur klasifikasi terawasi
dapat dilihat pada diagram berikut :

Pemilihan daerah Perhitungan Evaluasi ciri-ciri


pengujian (Training Site) statistik daerah kelas

Visualisasi dan evaluasi Proses klasifikasi


hasil klasifikasi citra

Gambar 4.23 Proses klasifikasi terawasi

5.7.8.2 Klasifikasi Tak Terawasi (Unsupervised Clasification)


Klasifikasi tak terawasi (unsupervised clasification) adalah salah satu metoda yang digunakan
untuk merubah data citra multispektral menjadi kelas-kelas informasi tematik yaitu untuk
mengidentifikasi dan menginterpretasikan suatu daerah penelitian. Dalam prosesnya, jenis
klasifikasi tersebut menggunakan suatu referansi penunjang apapun. Hal ini berarti proses
tersebut hanya dilakukan berdasarkan nilai keabuan setiap pixel pada citra. Pengelompokkan
beberapa pixel menjadi kategori objek yang disebut sebagai cluster dilakukan melalui proses

IV | 31
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

clustering. Pada proses tersebut data dikelompokkan menjadi sejumlah cluster. Satu cluster
dalam satu data merupakan suatu himpunan suatau data yang serupa. Jumlah cluster dalam suatu
data ditentukan berdasarkan penilaian subyektif pemakai data. Pada akhir proses clustering
dilakukan proses asosiasi antar objek dan clusteer yang terbentuk, proses tersebut merupakan
proses identifikasi cluster menjadi kategori objek tertentu.

5.7.8.3 Interpretasi Citra


Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk
mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Didalam interpretasi citra,
penafsir mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi,
mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya obyek. Dengan kata lain, maka penafsir citra
berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam
disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi dan disiplin ilmu lainnya.

Kunci-Kunci Interpretasi Citra


Citra merupakan rekaman obyek yang ada di permukaan bumi. Pengenalan obyek pada citra
merupakan bagian penting dalam interpretasi citra. Dengan dikenalinya identitas dan jenis obyek
yang tergambar pada citra, maka dapat dilakukan analisis untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Prinsip pengenalan obyek pada citra didasarkan atas penyelidikan karakteristik atau
atribut citra tersebut.

Untuk dapat melakukan interpretasi yang akurat maka diperlukan beberapa kunci interpretasi.
Kunci interpretasi citra terdiri atas delapan butir yaitu rona, ukuran, bentuk, tekstur,
pola,bayangan dan situs/asosiasi. Unsur interpretasi tersebut didasarkan tingkat kerumitannya
dibedakan menjadi empat tingkat yaitu:
a. Kunci interpretasi primer, yaitu : rona dan warna
b. Kunci interpretasi sekunder, yaitu : bentuk, ukuran dan tekstur
c. Kunci interpretasi tersier, yaitu : pola dan bayangan
d. Kunci interpretasi lebih tinggi, yaitu : situs/asosiasi
Rona
Rona (tone/color tone/grey tone) ialah tingkat kegelapan atau kecerahan pada citra. Rona
merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang
disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0.4-0.7) m.
Warna

IV | 32
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Warna ialah ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih
sempit dari spektrum tampak.
Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu
obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali
dengan melihat bentuknya. Bentuk dikelompokkan dalam tingkatan sekunder berdasarkan
susunan tingkat kerumitannya dalam menginterpretasi citra. Ada dua istilah di dalam
bahasa inggris yang artinya bentuk yaitu shape dan form. Shape ialah bentuk luar atau
bentuk umum, sedangakan form merupakan susunan atau struktur yang lebih rinci.
Ukuran
Ukuran ialah atribut yang merupakan fungsi dari skala, yang antara lain berupa jarak, luas,
tinggi dan volume. Maka dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra
maka skala citra harus dipertimbangkan.
Tekstur
Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur dihasilkan oleh kumpulan unit
kenampakan yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur merupakan hasil
gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan ronanya. Apabila skala citra diperkecil,
maka tekstur pada obyek akan semakin halus.
Pola
Pola ialah hubungan susunan spasial suatu obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu
merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun buatan/bangunan akan
memberikan suatu pola yang membantu dalam mengenali obyek tersebut. Pola tingkat
kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran dan tekstur.
Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail/obyek yang berada di daerah gelap. Obyek yang
terletak di daerah bayangan umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang
samar. Meskipun demikian, bayangan sering menjadi kunci pengenalan penting bagi
beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
Situs/Asosiasi
Situs/asosiasi adalah keterkaitan obyek dengan obyek lainnya. Karena ada keterkaitan
tersebut suatu obyek pada citra merupakan petunjuk bagi obyek lainnya.

5.7.8.4 Training Area


Untuk mengidentifikasi jenis objek tertentu, maka diperlukan adanya suatu area yang dijadikan
sebagai area referensi. Area ini disebut dengan Training Area. Maksudnya area yang dijadikan

IV | 33
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

referensi ini akan dilakukan pengamatan nilai-nilai spectral dari jenis-jenis pepohonan atau
vegetasi yang tumbuh disana. Nilai spectral yang diperoleh akan dijadikan sebagai acuan untuk
mengidentifikasi jenis-jenis pepohonan di lain tempat tanpa perlu untuk datang ke tempat
bersangkutan. Nilai spectral yang diukur di training area ini selanjutnya dijadikan standar untuk
mengklasifikasi jenis penggunaan lahan di lain tempat. Lokasi dan jumlah training area
diupayakan merata di berbagai tempat yang dianggap mewakili keseluruhan wilayah kajian.

4.6.9 Fusi Citra


Fusi citra adalah penggabungan dua buah citra yang berbeda baik resolusi spectralnya ataupun
resolusi spasialnya. Fusi dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra, baik resolusi spasial
ataupun spectralnya. Fusi adalah suatu proses penggabungan dua buah citra yang memiliki
karakteristik berbeda. Seperti dalam usulan kegiatan ini, maka yang akan difusi adalah citra
WORLDVIEW-2 pancromatic dengan citra WORLDVIEW-2 multispectral. Resolusi spasial citra
WORLDVIEW-2 pancromatic memiliki ukuran 0.46 meter, sedangkan multispectral adalah 1.84
meter.

Terdapat perbedaan mendasar antara kedua jenis citra tersebut, citra pancromatic (P) memiliki
satu buah band dengan panjang gelombang antara 0.51 0.73 m. Sedangkan citra multispectral
memiliki 4 band yaitu XS1 antara 0.50 0.59 m (hijau), band XS2 mencakup antara 0.61 0.68
m (merah), band XS3 antara 0.79 0.89 m (Near IR) dan XS4 antara 1.58 1.75 m (Mid-IR).
Dengan adanya perbedaan resolusi spasial dan spectral tersebut, maka citra pancromatic
memiliki resolusi spasial yang lebih tinggi dari pada citra multispectral. Tetapi citra pancromatic
hanya memiliki satu buah band, sehingga hanya dapat membuat citra dalam visualisasi hitam-
putih saja. Sedangkan citra multispectral memiliki 4 buah band sehingga dapat dibuat citra
berwarna.

Fusi kedua citra akan memberikan hasil yang baik, karena citra dengan resolusi yang rendah akan
dikonversi menjadi citra yang resolusinya disesuaikan dengan citra yang memiliki resolusi tinggi.
Dengan demikian jika citra pancromatic dengan resolusi 0.46 meter hitam putih difusi dengan
citra multispectral dengan resolusi 1.84 meter berwarna, akan menghasilkan citra dengan
resolusi 1.84 meter berwarna.

5.7.9.1 Teknik Fusi Data Citra


Untuk menggabungkan citra agar menjadi citra yang baik, maka dapat dilakukan beberapa teknik.
Teknik pengabungan citra dapat dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu :

IV | 34
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

a. Teknik pewarnaan atau teknik komposit warna dengan menggunakan prinsip ruang
warna RGB (red-green-blue) atau HSI (hue-saturation-intensity) berdasarkan 3 band data
citra atau transformasi keduanya.
b. Metode statistika atau numerik. Metode ini prosesnya berdasarkan pada nilai statistik
yang dilakukan dengan melihat hubungan dan korelasi antar data citra, sedangkan metode
numerik dilakukan berdasarkan algoritma matematis seperti pengurangan, penambahan,
perkalian ataupun pembagian termasuk kombinasi dari algoritma ini.
Dalam melakukan penggabungan data citra dapat dilakukan dengan beberapa metode, jika dilihat
dari sumber datanya maka terdapat beberapa cara :
a. sensor tunggal temporal
b. beda sensor temporal
c. sensor tunggal spasial
d. beda sensor spasial
e. beda sensor waktu perekaman sama
f. data citra dengan data tambahan
Dalam pelaksanaan proses fusi resolusi spasial kedua citra yang akan disamakan menjadi ukuran
yang terkecil. Jadi jika citra 0.46 meter difusi dengan citra 1.86 meter, maka citra 1.86 meter akan
diubah menjadi citra 0.46 meter. Sedangkan spectralnya merupakan penggabungan keduanya,
sehingga jika citra pancromatic yang hanya memiliki satu buah band akan digabungkan dengan
citra multispectral dengan 4 buah band, maka pengabungan akan menghasilkan citra dengan
jumlah band 4 atau 5 buah tergantung persamaan fusi yang digunakan.

Pada teknik RGB, yang akan dilakukan adalah dengan menggabungkan band P dengan band XS1
dan band XS2, sedangkan band XS3 yang secara spectral berbeda dengan band pancromatic (P)
di resampling menjadi 1.86 meter. Input yang digunakan dalam fusi ini adalah :

P + XS3 = XS3 merah

P + XS2 = 2P x XS2/(XS1 + XS2) hijau

P + XS1 = 2P x XS1/(XS1 + XS2) biru


Setiap band pada citra hasil fusi ini merupakan kombinasi dari band pada pancromatic (P) dan
multispectral (XS). Hasil fusi perlu untuk diperbaiki visualisasinya dengan melakukan perbaikan
citra melalui pengaturan histogram. Hal ini dikarenakan input dari kedua citra ini perlu untuk
diperjelas agar hasil dari proses penggabungan ini dapat menambah informasi.

4.7 Digitalisasi Data Spasial Eksisting


Digitalisasi data spasial eksisting dimaksudkan agar data spasial yang telah ada dan tersedia di
setiap Kabupaten atau Kota dapat dimanfaatkan secara optimal dan dapat diintegrasikan dengan

IV | 35
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

data spasial baru yang lebih detail. Secara garis besar tahapan pekerjaan ini seperti diperlihatkan
pada di bawah ini yang meliputi :
1. Identifikasi data eksisting
Identifikasi data eksisting dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan keberadaan
data dan informasi spasial di kawasan Kabupaten atau Kota. Dalam hal ini dilakukan
pengumpulan informasi tentang keberadaan peta dasar yang ada, skala peta, sistem
peta dan kelembagaan yang menjadi pemilik dan pemelihara data tersebut
(custodianship).
Berdasarkan pengalaman konsultan selama ini dalam menangani pekerjaan-
pekerjaan bidang Sistem Informasi Geografis (SIG), dapat diindikasikan bahwa
beberapa Dinas/Instansi teknis telah memiliki dan menggunakan peta untuk
keperluan operasional kegiatannya. Namun demikian, kondisi data spasial (peta)
yang ada pada tiap Dinas/Instansi tersebut biasanya mempunyai tingkat kedalaman
yang berbeda dan dengan sistem pemetaan yang berbeda pula.

Gambar 4.24 Digitalisasi Data Spasial Eksisting

IV | 36
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

2. Kompilasi dan seleksi data


Data spasial yang telah terkumpul, selanjutnya dilakukan kontrol kualitas dan seleksi
data. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara tingkat ketelitian dan kekonsistenan
data.
3. Penyusunan tema (layerisasi)
Layerisasi merupakan tahap pengelompokan unsur-unsur data spasial sesuai dengan
temanya masing-masing. Dalam melakukan pengelompokan perlu diperhatikan juga
mengenai jenis unsur (feature) dari setiap objek karena satu jenis objek yang memiliki
tema yang sama tetapi mempunyai feature yang berbeda, misalnya objek dengan tema
sungai dapat digambarkan sebagai unsur garis (line) atau luasan (area). Untuk
mengatasi hal ini perlu dilakukan pembagian tema menjadi tema sungai_garis dan
sungai_area.
4. Digitasi
Digitasi merupakan proses konversi data dari data analog (hardcopy) menjadi data
digital dengan memakai media perantara (meja digitasi). Unsur titik, garis, dan area
yang membentuk peta dikonversikan menjadi nilai koordinat (x,y) dimana unsur titik
pada peta diwakili oleh sebuah koordinat (x,y), unsur garis diwakili oleh sederetan
koordinat (x,y) yang berhubungan, dan unsur area diwakili oleh satu atau lebih garis
yang membentuk luasan dan sebuah label point.
5. Check Plot dan Editing
Check plot merupakan proses membandingkan data digital hasil digitasi dengan peta
sumbernya. Sedangkan editing merupakan proses perbaikan kesalahan pada data
hasil digitasi. Dalam tahap ini terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu
ketepatan posisi unsur yang didigit dan kelengkapan unsurnya.
6. Transformasi Koordinat
Transformasi koordinat mempunyai pengertian perubahan sistem koordinat, yaitu
perubahan dari suatu sistem asal ke sistem yang diinginkan. Transformasi disini
bertujuan agar sistem koordinat yang dipakai dalam Basis Data Spasial mempunyai
suatu sistem tertentu yang baku dan berlaku secara universal, misalnya UTM
(Universal Transverse Mercator).
7. Pembuatan Topologi dan Kodifikasi
Topologi adalah suatu bentuk atau model matematik yang digunakan dalam SIG untuk
menyatakan hubungan spasial antar unsur grafis. Dengan adanya topologi, hubungan
antar unsur dapat diketahui apakah berhubungan (connectivity),
berbatasan/bersebelahan (adjacency), berpotongan (intersection),
atau berdekatan (proximity).

IV | 37
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Kodifikasi merupakan proses pemberian kode (identifier) untuk setiap unsur grafis.
Dimana kode ini harus merupakan nilai yang unik untuk setiap unsur spasial dan
berfungsi sebagai penghubung dengan data atribut.
8. Penyimpanan
Data spasial yang telah didigitalisasi selanjutnya disimpan sebagai bagian dari basis
data daerah yang siap diintegrasikan dengan data spasial baru yang akan dibangun
dan siap dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang mendukung pembangunan
daerah.

4.8 Pembangunan Sistem Informasi Geografis (SIG)


Pekerjaan Pembuatan Sistem Aplikasi SIG ini dimaksudkan untuk membuat Sistem Informasi
yang dapat digunakan sebagai Sistem Informasi Geografis di lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum. Adapun lingkup kegiatannya seperti diperlihatkan pada Gambar di bawah ini yang
meliputi:
Analisis Kebutuhan & kondisi Eksisting
Pembuatan Model Konseptual dan Pengembangan Aplikasi
Uji coba & Instalasi

Gambar 4.25 Tahapan Pengembangan Sistem Aplikasi SIG

IV | 38
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

4.8.1 Analisis Kebutuhan dan Identifikasi Kondisi Eksisting


4.8.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Tahap pertama yang dilakukan untuk melakukan analisis kebutuhan pengguna adalah
mempelajari sistem organisasi struktural yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal
Penataan Ruang.

4.8.1.2 Inventarisasi Kebutuhan Pengguna


Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengidentifikasi keperluan pengguna (user) terhadap
pengembangan sistem. Hal ini harus dilakukan dengan cermat dan mendalam agar sistem
yang dibangun sesuai dengan kebutuhan operasional harian pengguna. Kegiatan ini meliputi
beberapa tahapan, yaitu :

Melakukan inventarisasi/survey mengenai sistem operasi harian yang menyangkut


kebutuhan data/informasi dalam bentuk queries atau lainnya yang biasa dikerjakan
sehari-hari. Kebutuhan ini dapat berupa data spasial maupun non-spasial
(atribut/tabular).
Menginventarisasi kebutuhan operasi analisis spasial yang memanfaatkan berbagai jenis
peta yang terkait.
Dalam pelaksanaannya, inventarisasi ini harus juga memperhatikan kebutuhan
pengguna.

4.8.1.3 Identifikasi Kondisi Eksisting


Identifikasi kondisi eksisting dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai sistem
dan data yang ada dan sedang berjalan. Hal ini dilakukan agar pengembangan sistem yang
dilakukan dapat lebih memberdayakan data yang ada dan dapat lebih mengoptimalkan
dan/atau mengembangkan sistem yang berjalan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini
meliputi :
Menginventarisasi jenis dan kondisi data yang ada, baik data spasial (peta) maupun data
non-spasial (atribut/tabular). Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
tahapan ini adalah mengenai tingkat kedalaman data (klasifikasi), tahun
pengambilan/pengadaan data, Instansi pembuat data, skala, sistem proyeksi dan sistem
koordinat
Menginventarisasi hardware dan software yang ada dan sedang dimanfaatkan untuk
mendukung operasional harian.
Mengidentifikasi prosedur kerja (business process) eksisting dalam melakukan
pemantuan.

IV | 39
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Melakukan kajian terhadap kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam


memanfaatkan teknologi, khususnya dalam bidang Sistem Informasi Geografis (SIG).

4.8.2 Perancangan Model Konseptual (Basis Data Spasial dan Atribut) dan
Pengembangan Aplikasi
4.8.2.1 Kemampuan Aplikasi Sistem
Berdasarkan KAK dan hasil kajian awal yang dilakukan konsultan, dapat disimpulkan bahwa
sistem yang akan dibangun harus mempunyai kemampuan menangani berbagai
permasalahan dasar yang terjadi, dengan rincian kemampuan sebagai berikut:
a. Sistem yang dibangun diharapkan dapat dimengerti oleh pengguna akhir (end user).
b. Sistem yang akan dibangun dapat secara langsung diaplikasikan dengan
menampilkan data-data spasial.
c. Sistem yang akan dibangun diharapkan dapat kompatibel dengan peralatan yang ada
di instansi pengguna. Peralatan disini mencakup perangkat keras (hardware) maupun
perangkat lunak (software).
d. Sistem yang akan dibangun diharapkan dapat menampilkan dan menyediakan
informasi yang diinginkan secara cepat, tepat dan akurat.
e. Sistem yang dibangun diharapkan memberikan kemudahan bagi pengguna dalam hal
pengoperasiannya.
f. Sistem yang akan dibangun diharapkan tidak akan mengalami perubahan-perubahan
yang mendasar apabila terjadi perubahan-perubahan (updating) pada basis data
tabular maupun pada data spasial atau dapat dikatakan Open System.
g. Sistem yang dibangun mampu melakukan analisis mengenai permasalahan yang
mungkin terjadi di kawasan terkait.
h. Sistem yang dibangun dapat memudahkan dan mempercepat manajemen basis data
kegiatan penataan ruang pada semua tahapan, yaitu input, edit dan output serta
updating data.
i. Sistem yang dibangun mempunyai fasilitas penelusuran data (query) baik untuk data
spasial maupun data atribut.

4.8.2.2 Pemilihan Perangkat Lunak


Pemilihan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun aplikasi SIG adalah MapInfo
Profesional dan MapBasic. Hal ini didasarkan atas kemampuan dan keandalan serta
kemudahan perangkat lunak tersebut dalam mengolah dan mengelola data spasial. Selain itu
MapInfo Profesional merupakan salah satu bagian dari keluarga software MapInfo. Hal ini
akan memudahkan bagi pengembangan sistem ke depan, mengingat modul-modul

IV | 40
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

(extention) tambahan untuk berbagai analisis spasial telah banyak beredar di pasaran dan
sedang terus dikembangkan. Produk akhir dari aplikasi yang dibangun merupakan aplikasi
hasil dari pemograman yang format penyajiannya sudah tidak terkait dengan software
pembangunnya.

4.8.2.3 Fundamental Data Set (Basis Data Spasial)


Model konseptual SIG pada hakekatnya adalah penentuan jenis-jenis data yang harus ada
pada basis data, baik data spasial (peta) maupun atribut yang terkait dan/atau data lainnya
yang bersifat non spasial yang diperlukan.

Berdasarkan hasil kajian terhadap TOR, inventarisasi kebutuhan dan kondisi eksisting,
berikut ini diidentifikasi Fundamental Data Set untuk keperluan manajemen pertanahan.

Tabel IV.9 Fundamental Data Set untuk Manajemen Pertanahan

Tema Data Type

Batas Administrasi Area


o Batas Kab/Kota Area
o Batas Kecamatan Area
o Batas Desa/Kelurahan Area
Detail prasarana
o Jaringan jalan. Garis
o Jalan Kereta Api Garis
o Sungai dan Arah Alirannya Garis
o Daerah Banjir dan Genangannya Garis
o Saluran air Garis
o Bendungan Area
o Lokasi Mata Air Titk / Area
o Lokasi Tempat Pembuangan Sampah Titk / Area
o Gardu Induk PLN Titk / Area
o Jembatan Garis
o Tanggul Titk / Area
Detail Sarana
o Bangunan berfungsi pendidikan Area
o Bangunan berfungsi kesehatan Area

IV | 41
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Tema Data Type

o Bangunan industri/gudang Area


o Bangunan Berfungsi Tempat Ibadah Area
o Bangunan berfungsi tempat tinggal Area
o Ruang terbuka hijau Area
Datail Landuse
o Sawah Area
o Kolam Area
o Ladang Area
o Semak Belukar Area
o Alang-alang dan rumput Area
Data Pertanahan
o Batas Bidang Tanah Area
o Tata Guna Tanah Area
Data Foto Udara Raster

4.8.2.4 Pembangunan Basis data Non-Spasial


Pembangunan basis data yang dilakukan bertujuan untuk menyusun data dalam srtruktur
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan sistem yang akan dibangun. Kegiatannya meliputi:
a. Klasifikasi Jenis Data
b. Penyusunan Tabel Relasional Data
c. Penyusunan Data Flow Diagram
d. Konversi dan Penyesuaian format data
e. Kontrol Kualitas data

IV | 42
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Tabel IV.10 Rancangan Basis Data Atribut SIG Pertanahan

4.8.2.5 Kastemisasi Sistem (Pemograman)


Pemograman (kastemisasi sistem) adalah kegiatan untuk menyusun serangkaian perintah
dengan bahasa program yang digunakan supaya beberapa fungsi aplikasi yang telah dibuat dapat
dijalankan oleh pengguna dengan mudah melalui sistem menu yang telah disusun. Dalam hal ini
pemrograman akan dilakukan dengan Map Basic yang merupakan perintah-perintah yang
berjalan pada perangkat lunak MapInfo serta menggunakan Visual Basic sebagai program
utamanya.

IV | 43
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Gambar 4.26 Kastemisasi Sistem

4.8.2.6 Penyajian (visualisasi) Sistem Informasi


Format penyajian (visualisasi) sistem informasi yang dibangun harus sesuai dengan kebutuhan
pengguna terhadap jenis informasi yang diinginkan. Pada pelaksanaannya penyajian sistem
informasi yang dibangun mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Visualisasi yang dibangun sudah tidak menampilkan logo-logo software
pembangun, seperti MapInfo, Visual Basic, dll.
Bahasa yang digunakan pada sistem informasi sudah menggunakan bahasa
indonesia.
Visualisasi yang dibangun harus mudah digunakan. Hal ini dapat dilakukan
dengan sistem klik atau on/off sehingga pengguna tidak memerlukan proses yang
panjang untuk mengakses informasi yang dibutuhkan.
Visualisasi dibuat semenarik mungkin dengan tanpa mengurangi fungsi
utamanya.

IV | 44
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Gambar 4.27 Contoh Bentuk Visualisasi

Gambar 4.28 Contoh Peng-aksesan Informasi Dengan Sistem klik

IV | 45
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

4.8.2.7 Analisis Spasial


Sistem Informasi yang dibangun harus memiliki kemampuan analisis spasial. Sebagai langkah
awal dalam pembangunan sistem informasi ini, fungsi analisis spasial yang dikembangkan adalah
:
Pencarian suatu objek/unsur menurut jenis, alamat, dll.
Penghitungan jarak dari suatu titik awal ke titik akhir.
Penghitungan luasan objek.
Dan lain-lain

Tool Luasan

Gambar 4.29 Contoh Penghitungan Luasan

IV | 46
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

Gambar 4.30 Contoh Pencarian Objek Spasial

Gambar 4.31 Contoh Penghitungan Jarak

IV | 47
Penyusunan Peta Detail Tata Ruang Yang Diperlukan Dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Cirebon

4.8.3 Ujicoba dan perbaikan sistem


Setelah serangkaian program diselesaikan maka akan diimplentasikan terhadap sistem basisdata
yang telah dibangun. Selanjutnya dilakukan Ujicoba atau test-run. Dalam hal ini akan dilakukan
ujicoba untuk menjalankan atau mencoba terhadap menu-menu sistem yang telah selesai dengan
menggunakan real data (data sebenarnya). Selanjutnya akan dilakukan penilaian apakah sistem
telah berjalan dan apakah menu yang dijalankan telah berjalan sesuai dengan logika yang benar.
Dengan demikian akan diperoleh informasi keluaran sistem yang sesuai dengan basisdata yang
dibangun.

4.8.4 Training Sistem


Training sistem adalah kegiatan untuk melakukan pengajaran untuk menggunakan sistem bagi
staff yang akan menggunakan sistem tersebut. Target utama adalah para operator yang
diharapkan akan:
a. Memahami sistem yang dibangun dan seluruh komponennya
b. Mampu menjalankan seluruh perintah pada sistem menu
c. Mampu melakukan perbaikan sederhana apabila sistem tidak berjalan

Training dilaksanakan setelah sistem selesai di ujicobakan.

IV | 48

You might also like