7i26i20%7 (Dew Dja: Mutiara Indonesia Untuk Dunia | Kinescope Magz.
Dewi Dja: Mutiara Indonesia Untuk Dunia
September 19, 20
“Air mataku menetes lagi. Entah mengapa. Barangkali karena cintaku sedemikian besar kepada
sesuatu yang jauh daripadaku. Indonesiaku, engkau jauh di mata, tetapi senantiasa dekat di
hatiku, bahkan menggelepar hidup di dalam jantungku.” ~ Dewi Dia
Dewi Dja, sebuah nama Jawa yang sangat biasa terdengar di telinga kita, yang mungkin kita juga
bisa bayangkan sosok seorang perempuan Jawa, yang juga biasa saja. Dia berasal dari sebuah
keluarga Jawa yang miskin di awal abad ke-20. Namun kisah di balik nama itu ternyata sangat
hebat. Kisah seorang perempuan Indonesia yang mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya di
dunia, bahkan sebelum Indonesia merdeka, Perempuan ini pasti tak pernah membayangkan
sebelumnya bahwa ia akan menjadi seorang artis teater yang populer di Indonesia, bahkan
mencanegara. Ia mungkin juga tak pernah membayangkan sebelumnya, bahwa namanya akan
dikenang terus dalam sejarah kebudayaan Indonesia.
Ya, Dewi Dja adalah seorang wanita luar biasa. Seorang
sederhana, yang karena_pengalaman hidupnya dan
kemauannya yang kuat, walaupun ia baru mengenal huruf saat
berumur 14 tahun, ia mampu menguasai banyak bahasa.
Kemampuannya berakting dan menari mempesona banyak
hitp:/kinescopemagz.com/dewi-dja-mutiara-indonesia-untuk-dunial 18orang. Sejak 1930an ia mengelilingi dunia dengan nama Dewi —_ev/ Dia (tiga dari kiri) bersama para
Dja and Her Bali-Java Dancers —with Native Gamelan a7 Heyes. Sumber:
Orchestra. Dengan 14 adegan individual tari Jawa dan tari Bali,
ia mencengangkan banyak orang ketika itu.
Bahkan saat dirinya berada di Amerika, ia sempat membuka sekolah tari, di mana murid-
muridnya kini banyak yang memiliki studio ternama di Hollywood. Dewi Dja juga dikenang
sebagai orang Indonesia pertama yang mampu menembus Hollywood. Dia melakukannya dengan
menari dan menjadi koreografer untuk film Road to Singapore (1940), Road to Morocco (1942),
The Moon and Sixpence (1942), The Picture of Dorian Gray (1945), Three Came Home (1950) dan
Road to Bali (1952).
Begitu hebat pribadi dan kemampuannya kala itu, hingga almarhum Ramadhan KH menuliskan
otobiografinya yang berjudul “Gelombang hidupku, Dewi Dja dari Dardanella” yang dicetak tahun
1982 oleh penerbit Sinar Harapan. Sayangnya, buku itupun sudah tergolong sangat langka
Saking langka dan minimnya literatur tentang sosok wanita ini, Matthew Cohen PhD, staf pengajar
di University of London, dalam sebuah diskusi kesenian Bali-Jawa di Amerika, Dewi Dja Goes to
Hollywood, tertarik untuk mendokumentasikan kembali kehidupan Dewi Dja_ bersama
kelompoknya di Amerika Serikat dalam sebuah buku yang sedang disusunnya bertajuk Performing
Java and Bali on International Stages: Routes from the Indies, 1905-1952.
Dewi Dja dan Dardanella
Dalam buku yang ditulis oleh Ramadhan KH tersebut, Dewi Dja
atau “Bintang Dari Timur” lahir pada 1 Agustus 1914 di
Sentul, Yogyakarta, dengan nama kecil Misria dan kemudian
menjadi Soetidjah. Dewi Dja memang memiliki minat seni sejak
kecil. Dewi Dja memulai karir dari sebuah rombongan stambul
kecil milik kakeknya, bernama Stambul Pak Adi. Di saat yang
bersamaan, sebuah grup Sandiwara yang sudah sangat terkenal
ketika itu, Dardanella pimpinan Pedro (Willy Klimanoff), juga
main di Banyuwangi. Saat itu usianya baru 14 tahun. Pedro
mengaku tertarik dengan Soetidjah dan langsung melamarnya.
“Ternyata Pedro menyaksikan pertunjukan kami. Dia bilang
tertarik pada saya ketika saya menyanyikan lagu Kopi Soesoe
yang popular saat itu,” tutur Dewi Dja ketika menjenguk
Cover buku biograft Dewi Djs karya Sahabatnya, Tan Tjeng Bok yang sedang terbaring sakit tahun
Ramadhan KH 80-an, di Jakarta.
Awalnya, Dewi Dja hanya memainkan peran-peran kecil saja di Dardanella. Namun, pada tahun
1930, kemampuannya sebagai seorang bintang besar mulai tampak jelas. Hal ini ditunjukkan
ketika Dewi Dja dalam usia 16 tahun sudah mampu memukau penonton ketika berperan sebagai
hitp:/kinescopemagz.com/dewi-dja-mutiara-indonesia-untuk-dunial 2167i26i20%7 (Dew Dja: Mutiara Indonesia Untuk Dunia | Kinescope Magz.
Soekesih pada lakon Dokter Samsi karya Andjar Asmara, menagantikan Miss Riboet II yang sudah
terkenal sebelumnya.
Setelah kejadian itu, Dewi Dja mendapat panggilan Miss Dja, sebuah panggilan kehormatan bagi
seniman perempuan saat itu. Bersama dengan sahabatnya, Tan Tjeng Bok, saat itu ia menjadi roh
setiap pertunjukan yang dilakukan oleh Dardanella dan mendapatkan julukan “Bintang Dari
Timur” karena kemampuan akting dan suaranya yang merdu. Pada saat itu, akhirnya Dewi Dja
yang masih sangat muda, dinikahi oleh Pedro.
Pada 1935, Darnadella mengadakan perjalanan ke Singapura,
Siam, Burma (Myanmar), Sri Lanka, India dan Tibet, untuk
melakukan pertunjukan-pertunjukan mereka yang mereka Tour
Orient. Dalam tour itu tidak dipertunjukan tonil atau
sandiwara, tetapi mementaskan tari-tarian Indonesia seperti
Serimpi, Bedoyo, Golek, Janger, Durga, Pencak Minangkabau,
poster lm musital Derdanel, KeTONCONG, Pencak Sunda, nyanyian ambon, tari-tarian Papua
“Angkera Murka Dalam perjalanan ini, mereka tidak menggunakan nama
Dardanella, melainkan The Royal Balinese Dancers. Pada
saat itu, tercatat dalam tulisan Ramadhan KH, bahwa mereka mulai menggonta-ganti nama
rombongan juga personilnya untuk kepentingan pertunjukan.
Sinpo edisi 23 Desember 1939, menulis bahwa pada saat mengadakan pertunjukan di India,
mereka mendapat pujian dari orang-orang terkenal di sana, seperti Rabindranath Tagore,
Maharaja Baroda, Maharaja Patiala, Profesor Chaterjee, Jawaharlal Nehru, sampai Mahatma
Gandhi. Surat kabar lokal juga memberitakan tentang mereka, seperti Amarita Bazar Patrika di
Kalkuta, India, yang menulis, "Supple passionate and warm....which words are to poor express.”
Lalu ada juga surat kabar Madras Mail yang menulis, "An Excellent performance.
Pada tengah perjalanannya, rombongan Danella berpisah. Dewi Dja dan Piedro serta beberapa
orang rombongan, melanjutkan perjalanan ke Eropa. Sedangkan Tan Tjeng Bok, Andjar Asmara,
Ratna Asmara, Njoo Cheong Seng, Fifi Young, Ferry Kock, Dewi Mada, Bachtiar Effendi dan Henry
L. Duarte kembali ke Jawa. Setelah itu, Piedro dan Dewi Dja serta beberapa rombongan lainnya
melanjutkan perjalanan mereka ke Athena, Roma, Belanda, Swiss dan Jerman. Konon, saat
mengadakan pertunjukan di Munich, Jerman, pemimpin NAZI, Adolf Hutler sempat ingin
menonton pertunjukan mereka, namun batal karena ada urusan darurat. Saat itu, Perang Dunia
ke-II mulai berkecamuk dan karena alasan keamanan, Piedro memutuskan untuk kembali ke
Belanda.
Dewi Dja di Amerika
Tidak hanya sampai di situ, pada akhir September 1939, Colombus Concerts Coorporation telah
mengatur kegiatan pertunjukan rombongan yang sudah cukup terkenal ini ke beberapa kota di
Amerika. Atas dasar itulah Piedro dan Dewi Dja memutuskan untuk menyebrang ke Amerika
hitp:/kinescopemagz.com/dewi-dja-mutiara-indonesia-untuk-dunial a67i26i20%7 (Dew Dja: Mutiara Indonesia Untuk Dunia | Kinescope Magz.
Serikat. Karena Perang Dunia ke II meletus, rombongan
akhirnya tidak bisa kembali ke Indonesia karena saat itu Jepang
telah menduduki Indonesia.
Akhirnya rombongan hanya tersisa belasan orang saja, karena
sebagian orang telah kembali ke tanah air setelah perang usai.
Namun, semangat mulai pudar dan keinginan untuk melakukan
pertunjukan sudah tidak muncul, Sejak Niteclub bernama
Sarong Room yang dibangunnya bersama Dewi Dja habis dilalap
api pada 1946, akhirnya Piedro meninggal dunia setelah dia
putus asa dengan keadaannya di Chicago pada 1952
Dewi Dja sempat bertemu Sutan Syahrir yang tengah
memimpin delegasi RI untuk memperjuangkan pengakuan Internasional terhadap kemerdekaan
Indonesia di markas PBB New York tahun 1947. Oleh Syahrir, dia sempat diperkenalkan sebagai
duta kebudayaan Indonesia kepada masyarakat Amerika. Dan namanya pun makin dikenal di
negara itu. Sebab itu tak sulit baginya mendapatkan kewarganegaraan Amerika. Dan pada tahun
1951 Dewi resmi menjadi warga negara Amerika. Dewi Dja tercatat pernah ikut berdemo di depan
gedung PBB bersama mahasiswa untuk menyokong kemerdekaan Indonesia
Dewi Dja juga pernah membela pemuda-pemuda Indonesia di
Pengadilan Los Angeles ketika berita tentang “Perbudakan di
Los Angeles” marak. Dewi membela pemuda-pemudi Indonesia
yang dirantai dihadapkan ke pengadilan di Los Angeles. Namun
berkat campur tangan Dewi Dja bersama Staf KJRI RI Los
Angeles, Pruistin Tines Ramadhan (alm), dan Dirjen Protokol
Konsuler di Deplu Pejambon waktu itu, Joop Ave, persoalan
“budak-budak" dari Indonesia itu akhirnya selesai dan pemuda-
pemuda Indonesia itu batal dipenjara
Dewi Dja menjadi berita di surat kabar
Amerika Sepeninggal Pedro, Dewi masih sempat mementaskan
kebolehannya dari pangung ke panggung bersama anggota
kelompok yang tersisa. Dewi menikah dengan seorang seniman Indian bernama Acce Blue Eagle.
Menurut Ramadhan KH, pernikahan itu hanya berlangsung sebentar. Dan setelah itu Dewi terbang
ke Los Angeles karena di sana kesempatan karir terbentang lebih luas. Dewi Dja sempat menari
di depan Claudette Colbert yang takjub oleh gerak tangan dan kerling mata Dewi Dja. Kabarnya,
Dewi hampir terpilih untuk mengambil peran dalam salah satu film produksi Hollywood, Tapi
sayang, karena bahasa Inggrisnya kurang fasih. Dia gagal mendapatkan kesempatan itu
Dia lalu menikah lagi dengan orang Indonesia asal gresik yang menetap di Amerika bernama Ali
Assan. Dari Ali Assan ini Dewi memperoleh satu anak perempuan yang diberi nama Ratna Assan.
Tapi usia pernikahan mereka tak lama, mereka pun bercerai. Kesibukaannya di Amerika adalah
mengajarkan tari-tarian daerah kepada penari-penari Amerika. Namun begitu, Dewi mengaku
hitp:/kinescopemagz.com/dewi-dja-mutiara-indonesia-untuk-dunial 467i26i20%7 (Dew Dja: Mutiara Indonesia Untuk Dunia | Kinescope Magz.
beruntung berteman dengan selebriti Hollywood yang menjadi teman akrabnya. Ia akrab dengan
Greta Garbo, Carry Cooper, Bob Hope, Dorothy Lamour, dan Bing Crosby. Merekalah yang banyak
membantu Dewi dalam memberikan kesempatan.
Sebetulnya, Ratna Assan sempat bermain sebagai pemeran
pendukung dalam film Papillon (1973) yang dibintangi Steve Mc
Quin dan Dustin Hoffman. Tapi dia tidak melanjutkan karir
aktingnya di Hollywood, sesuatu yang amat disesali Dewi Dja
mengingat anaknya itu fasih berbahasa Inggris, tidak seperti
dirinya. Ramadhan KH juga menulis dalam bukunya bahwa Dewi
Dja pernah memimpin float Indonesia (float “Indonesian
Holiday”, dengan sponsor Union Oil) dalam “Rose Parade” di Putri Dewi Dj, Ratna Assan, seat
Pasadena, tahun 1970. Dia menjadi orang pertama Indonesia diwawancaral oleh Wimar Witoelar,
antara tahun 1971-1975. Sumber:
yang memimpin rombongan Indonesia yang turut serta dalam “tiburn foto wimar dh fcke con
Rose Parade di Pasadena itu,
“Air mataku menetes lagi. Entah mengapa. Barangkali karena cintaku sedemikian besar kepada
sesuatu yang jauh daripadaku. Aku tidak bisa melepaskannya. Tidak bisa! Seluruh hatiku tercurah
baginya. Indonesiaku, engkau jauh di mata, tetapi senantiasa dekat di hatiku, bahkan
menggelepar hidup di dalam jantungku,” kata Dewi seperti tertulis dalam buku itu
Di Los Angeles Dewi Dja tinggal di kawasan Mission Hill, San Fernando Valley, 22 km utara Los
Angeles. Di rumah berkamar tiga di pinggiran kota itu ia tinggal bersama putri satu-satunya,
Ratna Assan. Semasa pensiun Dewi Dja mendapat sedikit uang pensiun dari Union Arts, tempat
dimana dia bergabung. Saat berumur 68 tahun, pada tahun 1982, Dewi Dja pernah pulang ke
Indonesia atas undangan Panitia Festival Film Indonesia. Dewi Dja kemudian meninggal di Los
Angeles pada tanggal 19 Januari 1989 dan dimakamkan di Hollywood Hills, Los Angeles.
Dewi Dja adalah salah satu dari sedikit orang yang diminta
sendiri oleh Ramadhan KH untuk dituliskan biografinya. Tidak
hanya itu, catatan tentang riwayat hidupnya juga pernah
disusun oleh Leona Mayer Merrin, Standing Ovations: Dewi Dja,
Woman of Java, yang terbit pada 1989. Sekelumit kisah
cintanya juga tertulis di buku Lumhee Holot-Tee - The Life and
Art of Acee Blue Eagle, memoar suaminya yang juga seorang
seniman Amerika berdarah asli Indian.
Hurd Hatfield belajar gerakan tari
bersama Devi Dja. Foto yang dibuat
oleh Dorian Gray. Sumber:
http: //hurdhatfieldluy.tumbir.com/
hitp:/kinescopemagz.com/dewi-dja-mutiara-indonesia-untuk-dunial 5167i26i20%7 (Dew Dja: Mutiara Indonesia Untuk Dunia | Kinescope Magz.
hitp:/kinescopemagz.com/dewi-dja-mutiara-indonesia-untuk-dunial