You are on page 1of 12

pendahuluan

Pendidikan berkenan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik.


Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan,dan
aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses
mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan
oleh masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-
masing dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang setinggi-tingginya.

Salah satu komponen pendidikan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan
dari pendidikan itu sendiri adalah belajar. Untuk dapat meningkatkan mutu
pendidikan, salah satu usaha yang dapat kita lakukan adalah dengan memahami
bagaimana seseorang itu belajar sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang
efektif dan efisien bagi siswa.

Belajar merupakan kegiatan setiap orang. Pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan,


kegemaran, sikap seorang terbentuk dimodifikasi dan berkembang disebabkan
oleh belajar. Karena itu seseorang dapat dikatakan belajar bila diasumsikan dalam
dirinya terjadi suatu proses yang menyebabakan suatu perubahan tingkah laku
(Slameto, 2003). Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk
seperti: perubahan pengetahuan, pemahaman sikap, tingkah laku, ketrampilan,
kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek – aspek lain yang ada pada individu
yang belajar

Dalam aspek kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh


pemahaman, bagaimana pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan
bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara sadar. David Paul ausubel
adalah seorang ahli psikologi pendidikan. !nilah yang membedakan ausubel
dengan teoritikus-teoritikus lainnya, khususnya ahli psikologi, yang teori-teorinya
diterjemahkan dari dunia psikologi ke dalam penerapan pendidikan. ausubel
memberi penekanan pada belajar bermakna yaitu suatu proses yang dikaitkannya
informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang.
Rumusan masalah

1. Bagaimana teori belajar menurut david ausubel


2. Apa saja tipe-tipe belajar menurut david ausubel
3. Penerapan teori belajar ausubel dalam matematika

tujuan

1. untuk mengetahui teori belajar ausubel


2. untuk mengetahui apa saja tipe teori belajar ausubel
3. untuk mengetahuan penerapan teori belajar ausubel dalam
matematika

pembahasan

teori belajar ausubel

Ausubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Menurut Ausubel


(Hudoyo, 1998) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakana” artinya
bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan
dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus
dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa, sehingga konsep
konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian faktor
intelektual, emosional siswa tersebut terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengatakan bahwa belajar bermakna
adalah suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar
menerima. Pada belajar menemukan, konsep dicari/ditemukan oleh siswa.
Sedangkan pada belejar menerima siswa hanya menerima konsep atau materi dari
guru, dengan demikian siswa tinggal menghapalkannya. Selain itu Ausubel juga
membedakan antara brelajar menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar
menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah diperolehnya tetapi pada
belajar bermakna, materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan
lain sehingga belajarnya lebih bisa dimengerti.
Menurut David P. Ausubel, ada dua jenis belajar :
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning), belajar dikatakan bermakna
bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan
struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu
dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya.
2. Belajar Menghafal (Rote Learning), bila struktur kognitif yang cocok
dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus
dipelajari secara menghafal.

Menurut ausubel dalam Dahar (2011, 94), belajar dapatdi klasifikasikan


kedalam dua dimensi, yaitu :
1. Dimensi pertama
Berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang
disajikan pada pelajar melalui penerimaan atau penemuan. Pada
tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan
dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu
dalam bentuk final ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang
mengharuskan pelajar untuk menemukan sendiri sebagian atau
seluruh materi yang akan diajarkan.
Ausubel dalam bell (1978, 131) menggambarkan belajar
penerimaan dan belajar penemuan sebagai berikut:
Belajar penerimaan mempelajari isi pokok apa yang akan di
pelajari dan disajikan kepada peserta didik dalam bentuk catatan,
pembelajaran ini tidak melibatkan penemuan. Ia hanya diperlukan
untuk menginternalisasi materi atau memasukkan ke dalam
struktur kognitifnya sehingga tersedia untuk penggunaan lain
dimasa mendatang. Factor penting dari belajar penemuan adalah
bahwa kandungan utama dari apa yang dipelajari tidak diberikan
tetapi harus ditemukan oleh peserta didik sebelum ia bisa
menyimpannya.
2. Dimensi kedua
Menyangkut cara bagaimana pelajar dapat mengaitkan informasi
pada struktur kognitif yang telah ada. Dalam tingkat kedua, pelajar
menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan
(berupa konsep) yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi
belajar bermakna.

Tipe teori belajar ausubel


Ausubel mengemukakan empat tipe belajar, yaitu:
i. Belajar dengan penemuan yang bermakna (Meaningful Discovery learning)
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik.
Peserta didik itu kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu
dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta
menemukan sifat-sifat suatu bujur sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan
yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat
menemukan sendiri sifat-sifat bujur sangkar tersebut.
ii. Belajar dengan penemuan tidak bermakna (Discovery learning)
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik,
kemudian ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat
bujur sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan
dengan segiempat dengan sifat-sifatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka.
Dengan alat-alat ini diketemukan sifat-sifat bujur sangkar dan kemudian
dihafalkan.
iii. Belajar menerima yang bermakna (Meaningful Reception learning)
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik
dalam bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan
pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya
peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar
mempersiapkan bahan-bahan yang akan diberikan yang susunannya diatur
sedemikian rupa sehingga materi persamaan kuadrat tersebut dengan mudah
ter’tanam’ kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik.
Karena pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat,
materi persamaan tersebut dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.
iv. Belajar menerima yang tidak bermakna (Reception learning)
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk
final. Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang
disajikan tadi tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik
(Hudoyo, 1990)

Variabel Yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna


Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut
Ausubel dalam Dahar (2006, 98) ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas,
dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-
arti yang timbul saat informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu,
demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu
stabil, jelas, dan diatur dengan baik, arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak
meragukan akan timbul dan cenderung bertahan.
Dahar (2006, 99) menyebutkan prasyarat belajar bermakna adalah sebagai
berikut:
a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
b. Anak yang akan melaksanakan belajar bermakna sebaiknya mempunyai
kesiapan dan niat untuk belajar belajar.
Dahar melanjutkan kebermaknaan materi pelajaran secara potensial
bergantung pada dua faktor yaitu sebagai berikut:
a. Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis
b. Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif
pelajar.
Oleh karena itu, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus
bermakna secara logis. Pelajar harus memasukkan materi itu ke dalam struktur
kognitifnya dan dalam struktur kognitif pelajar harus terdapat unsur-unsur
yang cocok untuk mengaitkan materi baru secara non arbitrer dan substantif
(Dahar, 2006, 100). Selanjutnya Rosser dalam Dahar (2006, 100) menyatakan
bahwa jika salah satu komponen itu tidak ada, maka materi tersebut dipelajari
secara hapalan.
Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran
Dahar (2006, 100) mengatakan bahwa untuk dapat menerapkan teori
Ausubel dalam mengajar, sebaiknya kita perhatikan apa yang dikemukakan
oleh Ausubel dalam bukunya yang berjudul Educational Psychology: A
Cognitive View, pernyataan itu berbunyi : “The most important single factor
influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and
teach him accordingly." Ausubel mengatakan faktor terpenting yang
mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui pelajar. Yakinilah hal ini
dan ajarlah ia demikian."
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi
kognitif peserta didik melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti
Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar peserta
didik, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan
bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun
untuk peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan
langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih
efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi,
diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses
belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan
materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang
relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi peserta didik.

Untuk menerapkan konsep belajar Ausubel dalam mengajar, selain


konsep-konsep yang telah dibahas terdahulu ada beberapa konsep lain yang
perlu diperhatikan yaitu konsep pengaturan awal, diferensiasi progresif,
penyesuaian integratif, dan belajar superordinat (Dahar, 2006, 100)
Menurut Dahar (2006, 100-104) Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan
untuk menerapkan teori Ausubel :
1) Pengaturan awal (Advance Organizer)
Ausubel (2006, 11) mengatakan bahwa Pengaturan Awal adalah
perangkat pedagogik yang membantu menerapkan prinsip-prinsip
dengan menghubungkan kesenjangan antara apa yang pelajar sudah
ketahui dan apa yang perlu ia ketahui. Pengaturan awal mengarahkan para
pelajar ke materi yang akan merekapelajari dan menolong mereka untuk
mengingat kembali informasi yang berhubungan dengan materi itu,
sehingga dapat digunakan dalam menanamkan pengetahuan
baru. Pengaturanan awal ini berisi konsep-konsep atau ide-ide yang
diberikan kepada pelajar jauh sebelum materi pelajaran yang
sesungguhnya diberikan (Andriyani, 2008, 3.23).
Ada tiga hal yang dapat dicapai dengan menggunakan pengaturan awal
(Andrayani, 2008, 3.23) :
a. Pengaturanan awal memberikan kerangka konseptual untuk belajar
yang bakal terjadi berikutnya
b. Dapat menjadi penghubung antara informasi yang sudah dimiliki
pelajar saat ini dengan informasi baru yang akan diterima/ dipelajari
c. Berfungsi sebagai jembatan penghubung sehingga memperlancar
proses pengkodean pada pelajar
2) Diferensiasi Progresif
Diferensiasi progresif artinya proses penyusunan konsep yang akan
diajarkan. Menurut Ausubel dalam Dahar (2011, 101), pengembangan
konsep berlangsung paling baik jika unsur-unsur yang paling umum atau
paling inklusif diperkenalkan terlebih dahulu, kemudian baru diberikan
hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Dengan
perkataan lain, model belajar menurut Ausubel pada umumnya
berlangsung dari umum ke khusus.
3) Belajar Superordinat
Dahar (2006, 103) menyebutkan belajar superordinat terjadi bila konsep-
konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur
suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Sedangkan menurut
Andriyani (2008, 3.23) untuk menerapkan strategi mengajar seperti ini
perlu dilakukan analisis konsep. Lanjutnya Andriyani mengatakan analisis
konsep dilakukan untuk menemukan kemudian menghubungkan konsep-
konsep utama dari suatu mata pelajaran sehingga dapat diketahui mana
konsep yang paling utama dan superordinat dan mana konsep yang lebih
khusus dan subordinat.
4) Penyesuaian Integratif
Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya
disusun sedemikian rupa hingga kita menggerakkan hierarki konseptual
dari atas hingga ke bawah selama informasi disajikan. Menurut Ausubel
dalam Dahar (2006, 103), dalam mengajar bukan hanya urutan menurut
diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus
diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-
konsep superordinat. Andriyani (2008, 3.24) tahap ini guru menjelaskan
dan menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru
dengan materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai
pelajar. Dengan demikian pelajar akan mengetahui alasan dan manfaat
materi yang akan dijelaskan tersebut.

Implikasi Teori Belajar Bermakna pada Matematika

Perhatikan tiga bilangan berikut !

(1) 89.107.145

(2) 54.918.071

(3) 17.081.945.

Pertanyaannya:

 Manakah bilangan yang paling mudah dan paling sulit diingat siswa?

 Apakah untuk dapat mengingat bilangan-bilangan di atas perlu dikaitkan dengan

hal tertentu yang sudah dimengerti siswa?

 Bagaimana merancang pembelajaran matematika yang bermakna?

Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan adalah : Mengapa bagi sebagian

siswa di Indonesia, bilangan ketiga, yaitu 17.081.945, merupakan bilangan yang


paling mudah diingat? Mengapa bilangan kedua yaitu 54.918.071 merupakan

bilangan yang paling mudah diingat berikutnya? Mengapa bilangan pertama yaitu

89.107.145 merupakan bilangan yang paling sulit diingat atau dipelajari?

Bilangan ketiga, yaitu 17.081.945 merupakan bilangan yang paling mudah

diingat hanya jika bilangan tersebut dikaitkan dengan tanggal Kemerdekaan RI

yang jatuh pada 17 Agustus 1945 (atau 17-08-1945). Namun bilangan ketiga

tersebut, yaitu 17.081.945 akan sulit diingat (dipelajari) jika bilangan itu tidak

dikaitkan dengan tanggal Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Jadi, proses

pembelajaran dimana kita dapat mengaitkan suatu pengetahuan yang baru (dalam

hal ini bilangan 17.081.945) dengan pengetahuan yang lama (dalam hal ini 17-08-

1945, yaitu tanggal Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945) seperti itulah yang disebut

dengan pembelajaran bermakna dan hasilnya diharapkan akan tersimpan lama.

Misalkan saja Anda diminta untuk membantu siswa Anda untuk mengingat

bilangan kedua, yaitu 54.918.071. Anda dapat saja meminta setiap siswa untuk

mengulang-ulang menyebutkan bilangan di atas sehingga mereka hafal, maka

proses pembelajarannya disebut dengan belajar membeo atau belajar hafalan

seperti sudah dibahas pada bagian sebelumnya. Sebagai akibatnya, bilangan

tersebut akan cepat hilang jika tidak diulang-ulang lagi. Bagaimana proses

menghafal bilangan kedua, yaitu 54.918.071 agar menjadi bermakna? Yang perlu

diperhatikan adalah adanya hubungan antara bilangan kedua dengan bilangan

ketiga. Bilangan kedua bisa didapat dari bilangan ketiga namun dengan

menuliskannya dengan urutan terbalik. Jadi, agar proses mengingat bilangan

kedua dapat bermakna, maka proses mengingat bilangan kedua (yang baru) harus

dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, yaitu tentang 17-08-1945


akan tetapi dengan membalik urutan penulisannya menjadi 5491-80-71. Untuk

bilangan pertama, yaitu 89.107.145. Bilangan ini hanya akan bermakna jika

bilangan itu dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran

kita. Contohnya jika bilangan itu berkait dengan nomor telepon atau nomor lain

yang dapat kita kaitkan. Tugas guru adalah membantu memfasilitasi siswa

sehingga bilangan pertama tersebut dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang

sudah dimilikinya. Jika seorang siswa tidak dapat mengaitkan antara pengetahuan

yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses

pembelajarannya disebut dengan belajar yang tidak bermakna (rote learning).

Kelebihan dan Kelemahan Belajar Bermakna

- Kelebihan Belajar Bermakna Ada tiga kelebihan dari belajar bermakna yaitu :

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.

2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar


berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.

3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang


mirip walaupun telah terjadi lupa.

- Kelemahan Belajar Bermakna

1. Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat.

2. Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan


hal yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses
maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan
bermakna sekali baginya
SIMPULAN

Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana


informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi
apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut
Ausubel dalam Dahar (2006, 98) ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas,
dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu. Ausubel mengemukakan bahwa belajar menerima dan belajar
menemukan adalah dua hal yang berbeda. Pada belajar menerima, isi pokok
yang akan dipelajari diberikan kepada pelajar dalam bentuk catatan.
Sedangkan dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya
beriring. Ausubel juga menjelaskan bahwa perbedaan antara belajar hafalan
dan belajar bermakna sering dicampuradukkan dengan perbedaan antara
belajar menerima dan belajar menemukan.
Menurut Dahar (2006, 100-104) Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan
untuk menerapkan teori Ausubel : 1) pengaturan awal, 2) Diferensiasi
progresif , (3) belajar superordinat, 4) penyesuaian integratif.

Andriyani, Dewi. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas


Terbuka

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. Lowa: WBC

Budi ningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
Erlangga

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:


Erlangga

Slameto.2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi. Jakarta: Rineka


Cipta

You might also like