Professional Documents
Culture Documents
A. DEFINISI
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane
alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus,
dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein.
Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS)
adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler
paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler,
atau tubuh secara luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Brunner & Suddarth, 2001,
hal : 615).
ARDS adalah bentuk khusus gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas
dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional. (Sylvia A. price. 2005. Hal: 835).
Dasar definisi yang dipakai consensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa
tahun 1994 terdiri dari :
1) Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut.
2) Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO2 /
FiO2 ) <200 mmHg-hipoksemia berat
3) Radiografi dada; infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru.
4) Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg, tanpa
tanda klinis (rontgen, dan lain-lain) adanya hipertensi atrial kiri/ (tanpa adanya tanda gagal
jantung kiri).
Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI).
Konsensus juga mensyaratkan terdpatnya factor resiko terjadinya ALI dan tidak adanya
penyakit paru kronik yang bermakna.
B. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena
kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya
biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim
litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian
sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi
pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan
pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam
alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang
diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan
permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan
atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka
luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran
gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan
inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga
dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal
bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin
menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi
peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang
interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan
ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin
putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya
terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya
terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001,
hal. 420-421)
Selain itu, adapun penyebab lain dari ARDS adalah :
Syok karena berbagai sebab ( terutama hemorragik,pancreatitis acut hemorragik, sepsis gram
negative )
Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravascular diseminata (DIC ).
Pneumonia virus yang berat.
Trauma yang berat ( cedera kepala, cedera dada langsung, trauma pada berbagai organ
dengan syok hemorragik, fraktur majemuk dimana emboli lemak terjadi berkaitan dengan
fraktur femur )
Cedera aspirasi / inhalasi ( aspirasi isi lambung, hampir tenggelam, inhalasi asap, inhalasi
gas iritan ).
Toksik O2 overdosis narkotika.
Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar.
C. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan tingkat
mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma
15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.
E. STADIUM
1. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema interstitial atau
alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan pada sel alveolar tipe 1.
2. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan puncak
inspirasi, penurunan compliance paru (static dan dinamik), hipoksemia, penurunan fungsi
kapasitas residual, fibrosis interstitisial, dan peningkatan ruang rugi ventilasi.
F. FAKTOR RESIKO
Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :
1. Sepsis
2. Trauma nontoraks
3. Transfusi produk darah berlebihan
4. Pankreatitis
5. Pintas Kardiopulmoner
H. DIAGNOSIS KLINIS
Onset akut umumnya adalah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang menjadi
factor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada
auskultasi ditemukan ronki basah.
I. KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan
individu harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya
individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena
terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya pernapasan dan penurunan
PH arteri adalah indikasi akan datangnya kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru dan
kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna
karena stress (stress ulcers). Dapat timbul koaguiasi intravaskular diseminata akibat
banyaknya jaringan yang rusak pada ARDS. (Elizabeth J. Cowin, 2001, hal. 422)
J. PROGNOSIS
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :
K. PEMERIKSAAN DIGNOSTIK
Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri.
Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang diberikan, karena
difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya kapiler dan alveolus.
L. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak
pernah merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah. Apabila
ARDS tetap timbul, maka pengobatannya adalah:
Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan cairan di paru
berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung digunakan untuk mengurangi
kemungkinan gagal jantung kanan.
Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek merusak dari
proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih dipertanyakan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region perihilar paru. Pada stadium
lanjut terlihat penyebaran di interstitisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata
dan dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
b. ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat terjadi
terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 >
50) menunjukkan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori (Ph > 7,45) dapat timbul
pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan
dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis metabolic dapat
timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat
metabolisme anaerob.
c. Tes Fungsi Paru (Pulmonary Function Test) : Compliance paru dan volume paru menurun,
terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area terjadinya vasokonstriksi
dan mirkroemboli timbul.
d. Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan:
Menurunnya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi)
Peningkatan jumlah/ kekentalan sekresi pulmonal
Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
Alveolar Hipoventilasi
Penumpukan cairan di permukaan alveoli
Hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3. Risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan :
Penggunaan diuretic
Perubahan bagian cairan (kompartemental)
4. Ansietas/ ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan dengan :
Krisis situasi
Pengobatan
Perubahan status kesehatan
Ketakutan akan mati
Faktor fisiologis (efek hipoksemia)
3) RENCANA TINDAKAN
Hari/Tg No. Rencana Perawatan Ttd
l Dx Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-
tindakan dalam bernafas dan otot interkostal
keperawatan pola nafasnya /abdominal/leher
selama … x 24 dapat meningkatkan
jam, diharapkan usaha dalam
jalan nafas bernafas
menjadi efektif, 2. Observasi dari 2. Pengembangan
dengan criteria penurunan dada dapat menjadi
hasil : pengembangan batas dari
- Px dapat dada dan akumulasi cairan
mempertahan - peningkatan dan adanya cairan
kan jalan nafas fremitus dapat meningkatkan
dengan bunyi fremitus
napas yang jernih 3.Catat 3. Suara nafas
dan ronchi (-) karakteristik dari terjadi karena
- Px bebas dari suara nafas adanya aliran udara
dispnea melewati batang
- Px dapat tracheo branchial
mengeluarkan dan juga karena
secret tanpa adanya cairan,
kesulitan mukus atau
- Px dapat sumbatan lain dari
memperlihatkan saluran nafas
tingkah laku 4. Catat 4. Karakteristik
mempertahanka karakteristik dari batuk dapat
jalan nafas batuk merubah
- RR = 20 x/menit ; ketergantungan
HR = 75 – 100 pada penyebab dan
x/menit etiologi dari jalan
nafas. Adanya
sputum dapat dalam
jumlah yang
banyak, tebal dan
purulent
5. Pemeliharaan
5. Pertahankan jalan nafas bagian
posisi tubuh/posisi nafas dengan paten
kepala dan gunakan
jalan nafas
tambahan bila perlu 6. Penimbunan
6. Kaji kemampuan sekret mengganggu
batuk, latihan nafas ventilasi dan
dalam, perubahan predisposisi
posisi dan lakukan perkembangan
suction bila ada atelektasis dan
indikasi infeksi paru
7. Peningkatan
7. Peningkatan oral cairan per oral
intake jika dapat
memungkinkan mengencerkan
sputum
4.Perubahan yang
4. Timbang berat drastis merupakan
badan setiap hari tanda penurunan
total body water
D. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.
E. EVALUASI
DX 1
Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
Pasien bebas dari dispneu
Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
DX 2
Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Bebas dari gejala distress pernafasan
DX 3
Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat
badan, urine output pada batas normal.
DX 4
Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai berkurang
Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk
memecahkan masalah yang dialaminya