You are on page 1of 80

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

ANALISIS KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN PASAL 127


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
(STUDI KASUS PERKARA NOMOR : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk


Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta

Oleh

SEPTIAN PRIMA JAYA

NIM. E1106074

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


commit to user
2010

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (skipsi)

ANALISIS KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN PASAL 127


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
(STUDI KASUS PERKARA NOMOR : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska)

Oleh

Septian Prima Jaya

NIM. E1106074

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skipsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 15 Oktober 2010

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Edy Herdyanto, S.H.,M.H Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H


NIP: 195706291985031002 NIP. 198210082005011001

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)


ANALISIS KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN PASAL 127
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
(STUDI KASUS PERKARA NOMOR : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska)

Oleh
Septian Prima Jaya
NIM. E1106074
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 02 November 2010
DEWAN PENGUJI
1. Kristiyadi, S.H., M.Hum : ( ……………………. )
NIP. 195812251986011001
Ketua
2. Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H : ( ……………………. )
NIP. 198210082005011001
Sekretaris
MENGETAHUI
Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum


NIP : 196109301986011001
commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kecuali
jika mereka mengubah keadaan dari mereka sendiri
(QS. Ar-Ra’du:11)

“Sesungguhnya dibalik kesulitan itu ada kemudahan”

(Q.S. Al-Insyirah : 6)

“Hai sekalian orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan pada Allah


dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah bersama orang-orang sabar”

(Q.S. Al-Baqarah : 153)

“Kemenangan terbesar kita bukan berarti tidak pernah jatuh tetapi dalam
kebangkitan kembali setiap kita jatuh”
(Napoleon Bonaparte)

“Jangan pernah menyianyiakan waktu karena waktu tidak bisa kembali lagi
maka hargailah waktu, waktu ibarat bagaikan pedang yang akan mengenai
sendiri bila tidak bisa memanfaatkan waktu”

(Penulis)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada :

1. Allah SWT
2. Ayah dan ibu tercinta
3. Teman-temanku
4. Penyayangku
5. Almamaterku

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Nama : Septian Prima Jaya

NIM : E1106074

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :


ANALISIS KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN PASAL 127
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA (STUDI KASUS PERKARA NOMOR :
32/Pid.Sus/2010/PN.Ska) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum
(skripsi) ini.

Surakarta, Oktober 2010


yang membuat pernyataan

Septian Prima Jaya


E 1106074

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Septian Prima Jaya, E 1106074. 2010. ANALISIS KETERANGAN AHLI


DALAM PEMBUKTIAN PASAL 127 UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA (STUDI
KASUS PERKARA NOMOR : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska). Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai pembuktian dan kekuatan
pembuktian keterangan ahli dalam proses pembuktian Pasal 127 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang digunakan oleh
hakim untuk memeriksa dan memutus para penyalahguna narkotika.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif,
akan memberikan preskriptif mengenai nilai-nilai keadilan dalam pembuktian
Pasal 127 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap
vonis rehabilitasi bagi penyalahgunaan narkotika. Jenis pendekatan yaitu
pendekatan kasus (Case Approach). Jenis dan Sumber Bahan Hukum yang
digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik
pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu peneliti melakukan penelusuran
untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu hukum yang
dihadapi. Pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah Putusan Perkara
Nomor : 32/pid.sus/2010/PN.Ska. Teknik analisis menggunakan metode deduksi,
metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor adalah aturan hukum
kemudian diajukan premis minor adalah fakta hukum dan dari kedua premis ini
kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan. Hakim


dalam memeriksa dan memutus tindak pidana penyalahguna narkotika Perkara
Nomor 32/Pid.Sus/2010/PN Ska dalam pembuktianya menggunakan alat bukti
keterangan ahli, yaitu seorang dokter yang dimintai untuk memberikan
keterangannya di depan persidangan, seorang ahli memberikan keterangan bahwa
terdakwa seorang penyalahguna narkotika golongan I dan peserta Program Terapi
Rumatan Metadhon pada Puskesmas Manahan Surakarta. Bahwa hakim
menggunakan semua keterangan ahli yang disampaikan di depan persidangan
untuk membuktian Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang RI Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika yang didakwakan kepada terdakwa, sehingga
dalam hal ini kekuatan pembuktian keterangan ahli mutlak mengikat hakim dalam
menjatuhkan vonis atau putusan terhadap penyalahguna narkotika. Maka
keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP oleh hakim
tidak dapat dengan mudah dikesampingkan.

Kata kunci : pembuktian, keterangan ahli, putusan.

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Septian Prima Jaya, E1106074. 2010. An Analysis on Expert witness in the


authentication of the article 127 of Republic of Indonesia’s Act number 35 of
2009 about narcotics (A Case Study Number: 32/Pid.sus/2010/PN.Ska). Law
Faculty of Sebelas Maret University.

This research aims to find out the value and strength of expert witness
authentication in the authentication process of Article 127 of Republic of
Indonesia’s Act Number 35 of 2009 about Narcotics used by the judge to examine
and to decide the narcotic abuse.

This research was a normative law research that is prescriptive in nature,


concerning the role of expert information in convincing the judge in the
authentication of Article 127 of Republic of Indonesia’s Act Number 35 of 2009
about Narcotics on the rehabilitation verdict against the narcotic abuser. The
approach type employed was case approach. The type and law material source
employed was secondary, primary and tertiary law materials. Technique of
collecting law material used by the author is to look for law materials relevant to
the law issue to be faced, the law material used was the Case Verdict Number:
32/pid.sus/2010/PN.Ska. technique of analyzing data used was deductive method,
the deductive method is based on the proposal of major premise namely law
regulation and then minor premise proposal namely the law fact and then a
conclusion was drawn from both premises.

Considering the result of research and discussion, the following conclusion


can be drawn. The judge in examining and deciding the narcotic abuser criminal
action in the case Number 32/Pid.Sus/2010/PN Ska in its authentication using the
expert witness evidence, a doctor asked for information to give his/her
information before the trial, an expert gives information that the accused is the
class I narcotic abuse and the participant of Rumatan Metadhon Therapeutical
Program in Surakarta Manahan Puskesmas. That the judge uses all information
the expert conveys before the trial to authenticate the article 12 clause (1) letter (a)
of RI’s Act Number 35 of 2009 about narcotics indicted to the accused, so that in
this case the strength of expert witness authentication absolutely binds the judge
in sentencing the decision against the narcotics abuser. Therefore, the expert
witness as the legitimate evidence consistent with the article 184 of KUHAP by
the judge cannot easily be overrode.

Keywords: authentication, expert witness, decision.

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Syukur Alkamdulilah, atas berkat Rahmat Allah SWT


Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan karunia-Nya
dengan tiada batas, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum
(Skripsi) yang berjudul “ANALISIS KETERANGAN AHLI DALAM
PEMBUKTIAN PASAL 127 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA (STUDI KASUS
PERKARA NOMOR : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska)”.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini sebagai hasil kerja sama dan
dukungan dari berbagai pihak. Sehingga tanpa bantuan, dukungan, dan kerja sama
tersebut penulis tidak dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mangucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr, Much. Syamsulhadi, Sp. KJ. Selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
UNS yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan hukum ini.
3. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H selaku pembimbing I Penulisan Hukum
dan Ketuan Bagian Hukum Acara yang telah bersedia meluangkan waktu dan
pikirannya dengan sabar untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi
tersusunya Penulisan Hukum ini.
4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H selaku pembimbing II Penulisan
Hukum yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya dengan sabar
untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya Penulisan Hukum
ini.
5. Bapak Kristiyadi S.H., M.Hum selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan arahan bagi tersusunnya Penulisan Hukum ini.
6. Ibu Siti Warsini S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing
Magang yang selalu sabar dalam mendidik
commit to userpenulis.

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan
hukum ini.
8. Bapak dan Ibu staf karyawan kampus Fakultas Hukum UNS yang telah
membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar mengajar
dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum UNS.
9. Ayahku Kunariyanto dan Ibuku Sulasmirah yang tak henti-hentinya
mendorong dan mendoakan aku selalu, hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum ini.
10. Almarhum kakakku Dedy Setya Candra yang selalu memberikan dukungan
dan dorongan dalam penulisan hukum ini.
11. Penerus generasi mbah Harjo Sukinah, mbak Nana, mbak Yuli, mbak Ida, Ike
“keke”, Deni, Intan, Andre, Heryanto “Kitta Dewa”, Fitra “Petrox”, Andri,
Tika yang selalu memberikan suport kepadaku untuk tetap maju terus pantang
menyerah adalah kunci orang sukses dan selalu kobarkan semangat “45”.
12. Temen-temenku AE, Prima Sari “Cintaku”, Wawan “One”, Wely “Mas
Sum”, Arif “Surip”, Akbar “Soempil”, Yudha, Awan “Gombloh” yang selalu
memberika dukungan atas penulisan hukum ini.
13. Sahabatku, Yusuf “Ucup”, Alvin “Kencot”, Nasrul “Barbera”, Aditya “John”,
Tyas “Bukne”, Yoga “vespa”, Gilang “Limpunk”, Adi, Puput, Api, Ira, Yadi,
Ajay, Anung.
14. Temen-temen Kost Masindo, Anin, Arif, Nopek, Anggi “Badak”, Dimas,
Nyemot, Riu, Danika, Duta, Husaen, Mas Antok “Kost Kiper”, Anung
“London”, ari “Mbahe”, Paskas.
15. Temen-temen Magang di Kejaksaan Negeri Surakata, Ayu, Ari, Berlian,
Nindya, Padmawati, Mega, Pratami, Febri, yang selalu senang dalam keadaan
susah dan duka.
16. Temen-temen senasib seperjuangan dalam mengerjakan penulisan hukum
dengan segala informasi dan kesetiannya dalam mendukung dan membantu.
17. Vega “Orange” AE5748JZ yang selalu menemaniku kuliah selama 4 tahun
commit
dan keliling Surakarta Khusunya dan to user Umumnya.
Indonesia

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18. Semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung dalam penulisan
hukum ini yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu.

Penulisan hukum ini masih banyak kekurangannya, oleh kerena itu penulis
mengaharapakan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan
penulisan hukum ini. Semoga penulisan hukum ini bermanfaat bagi orang banyak
dan bermanfaat pula bagi perkembangan ilmu hukum, dan semoga semua pihak
yang dengan ikhlas membantu penulisan hukum ini mendapatkan pahala serta
berkah dari-NYA, Amin.

Surakarta, Oktober 2010

Penulis,

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... . iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
E. Metode Penelitian .......................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ..................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori .............................................................................. 11
1. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian …... ............................. 11
a. Pengetian Pembuktian…….. ............................................. 11
b. Prinsip-prinsip Pembuktian .............................................. 13
c. Teori Sistem Pembuktian .................................................. 15
2. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti Dalam Pembuktian .... 16
3. Tinjauan Umum Tentang Keterangan Ahli ............................ 18
a. Pengertian Keterangan Ahli ............................................. 18
b. Nilai kekuatan pembuktian Keterangan Ahli .................. 19
4. Tinjauan Umum Tentang Narkotika ........................................ 20
a. Pengertian Narkotika ......................................................... 20
b. Penggolongancommit to user
Narkotika ................................................... 21

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Tinjauan Umum Tentang Penyalahguna Narkotika ............... 30


a. Pengertian Penyalahguna Narkotka ............................... 30
b. Bahaya dan akibat penyalahguna Narkotika ................. 31
c. Sebab-sebab Penyalahguna Narkotika .......................... 32
6. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi ................................... 35
B. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 37
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .............................................................................. 39
1. Identitas Terdakwa ................................................................. 39
2. Kasus Posisi ............................................................................ 39
3. Dakwaan .................................................................................. 40
4. Barang bukti ........................................................................... 43
5. Keterangan Saksi .................................................................... 43
6. Keterangan ahli ...................................................................... 44
7. Surat ........................................................................................ 46
8. Petunjuk .................................................................................. 47
9. Keterangan Terdakwa ............................................................ 48
10. Fakta-fakta di Persidangan .................................................... 49
11. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ............................................ 50
12. Pertimbangan Hakim ............................................................. 51
13. Putusan Hakim ....................................................................... 55
B. Pembahasan .................................................................................... 56
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan.......................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 ........................................................................................ 37

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelaku kejahatan narkotika saat ini agaknya tidak lagi secara sembunyi-
sembunyi dalam menjalankan aksinya, tetapi sudah berani terang-terangan
dilakukan oleh para pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasi barang
terlarang tersebut. Berdasarkan fakta yang dapat disaksikan hampir setiap hari
baik melalui media cetak maupun elektonika, ternyata narkotika telah merebak
kemana-mana tanpa pandang bulu terutama diantara genarasi muda yang sangat
diharapkan menjadi penerus bangsa dalam membangun negara di masa
mendatang. Oleh karenanya sebelum keadaan semakin parah, dengan peredaran
narkotika yang telah menyusup hingga kebidang pendidikan, mulai dari kampus,
SMU, sampai kepada murid-murid sekolah dasar, bahkan dikalangan artis,
eksekutif, dan pengusaha pun telah pula dijejali para pengedar narkotika, maka
pemerintah bersama segenap warga masyarakat harus sungguh-sungguh berusaha
menanggulangi ancaman bahaya narkotika (Moh. Taufik Makaro, dkk, 2005: 1).
Harus disadari narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat
dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan
atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat
yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khusunya generasi
muda. Hal ini akan lebih merugikan lagi jika disertai dengan penyalahguna dan
peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar
bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat
melemahkan ketahanan nasional.
Sebagai fakta empiris, jumlah kasus kejahatan narkotika, psikotropika, dan
bahan adiktif lainnya (narkoba) di Indonesia sejak 2001 sampai Maret 2009 yang
tercatat di Mabes Polri menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan.
Untuk kasus narkotika (ganja, heroin, kokain, dan sebagainya) tercatat
berjumlah 40.723 kasus, psikotropika berjumlah 31.437 kasus, dan jenis bahan
adiktif berjumlah 6.154 kasus. Sedangkan untuk tersangka narkotika yang tercatat
commit to user
berjumlah 66.541 tersangka, psikotropika 55.381 tersangka, dan bahan adiktif

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

33.895 tersangka. Tersangka pria sebanyak 143.584 orang dan wanita 12.233
orang, serta 413 orang warga negara asing, Jumlah tersangka berdasarkan tingkat
pendidikan menunjukkan, tingkat SLTA berada di peringkat teratas dengan
98.614 orang, disusul SLTP 35.536 orang, SD 17.194 orang, dan Perguruan
Tinggi 4.469 orang. Berdasarkan tingkat usia, peringkat pertama adalah usia di
atas 30 tahun sebanyak 73.299 orang, usia 25-29 tahun sebanyak 39.077 orang,
usia 20-24 tahun 32.896 orang, usia 16-19 tahun 9.897, dan usia di bawah 15
tahun 658 orang. Jumlah barang bukti narkotika yang disita selama lima tahun
terakhir, untuk ganja disita sekitar 99 ton, heroin sekitar 90 kg, kokain sekitar 9,5
kg, ecstasy 3.410.000 tablet, sabu sekitar 2,9 ton, dan bahan adiktif sebanyak
14.441.946 tablet (http://edukasi.kompas.com/read/2009/06/02/18135121 /Inilah.
Data. Kasus. Narkoba.Lima.Tahun.Terakhir).

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap


narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Pemusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah direkomendasikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia
untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika. Maka disusun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika dan yang menjadi tujuan dalam Undang-Undang ini
adalah : 1) Untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, 2) Mencegah,
melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika,
3) Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika dan, 4)
Menjamin pangaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi
penyalahguna dan pecandu narkotika (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika).
Dari tujuan undang-undang tersebut untuk melindungi masyarakat dari
bahaya penyalahgunaan narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran
gelap narkotika, undang-undang ini mengatur juga mengenai prekursor narkotika.
Prekursor narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan dalam pembuatan narkotika (Pasal 1 butir 2 Undang-Undang RI
commit todan
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) user
diatur pula mengenai sanksi pidana
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

bagi penyalahguna prekursor narkotika sebagai pembuatan narkotika. Untuk


menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika, diatur mengenai pemberatan saksi pidana, baik
dalam bentuk pidana penjara 20 tahun (dua puluh tahun), pidana seumur hidup,
maupun pidana mati sehingga dalam undang-undang ini sanksi pidananya lebih
berat dari pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Terhadap para pecandu dan korban penyalahguna narkotika tidak lagi
diberikan kebebasan dan atas kehendak sendiri untuk sembuh. Rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial menjadi kewajiban bagi para pecandu dan penyalahgunaan
narkotika. Dalam undang-undang ini juga mewajibkan pecandu narkotika dan
penyalahguna narkotika untuk melaporkan diri mereka kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Dapat diketahui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Pasal 74 ayat (1) yang berbunyi perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika, termasuk perkara yang di dahulukan dari
perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaikan secepatnya yang
lazim dikenal dengan asas lex specialis de rogaat lex generalis yaitu ketentuan
khusus mengenyampingkan ketentuan umum.
Dalam hubunganya dengan penyelesaian perkara tindak pidana
penyalahgunaan narkotika dibutuhkan proses alat bukti dan pembuktian.
Pembuktian merupakan titik sentral masalah yang memegang peranan dalam
proses pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan (M. Yahya Harahap,
2002:273). Hakim dalam menjatuhkan putusan atau vonis akan selalu berpedoman
kepada hasil pembuktian.
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai dengan apa yang
disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Salah satu alat bukti yang dapat
digunakan dalam proses proses perkara penyalahgunaan narkotika di sidang
pengadilan adalah keterangan ahli. Keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan


pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 KUHAP).
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP menetapkan keterangan ahli sebagai alat
bukti yang sah dan mempunyai nilai sebagai alat bukti yang penting artinya dalam
pemeriksaan perkara pidana. Menempatkan keterangan ahli sebagai alat bukti
yang sah, dapat dicatat sebagai salah satu kemajuan dalam pembaharuan hukum
dengan kemajuan perkembangan ilmu dan teknologi sehingga keterangan ahli
memegang peranan dalam penyelesaian kasus pidana. Dengan perkembangan
ilmu dan teknologi sedikit banyak membawa dampak terhadap kualitas metode
kejahatan yang memaksa aparatur penegak hukum untuk mengimbanginya dengan
kualitas dan metode pembuktian yang memerlukan pengetahuan dan keahlian.
Dalam proses pembuktian tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam
Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska yang dilakukan oleh Abbas Bin Abdul
Kadir Sungkar yang didakwa telah melanggar Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang
RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Untuk menerapkan Pasal 127
tersebut harus didasarkan alat bukti, dalam hal ini yang mengetahui terdakwa
memakai atau tidak adalah seorang ahli sehingga hakim menghadirkan saksi ahli
untuk menjernihkan duduk perkara yang timbul dipersidangan. Berdasarkan
keterangan ahli tersebut dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna
menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana
yang telah dilakukan oleh terdakwa.
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berkaitan dengan nilai kekuatan pembuktian
keterangan ahli guna meyakinkan hakim berkaitan penyalahgunaan narkotika
dalam bentuk penulisan hukum yang berjudul : “ANALISIS KETERANGAN
AHLI DALAM PEMBUKTIAN PASAL 127 UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA (STUDI KASUS PERKARA NOMOR :
32/Pid.Sus/2010/PN.Ska)”.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah ini untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas
agar dalam pembahasannya lebih terarah dan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Berdasarkan hal tersebut di atas rumusan masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana argumentasi keterangan ahli yang disampaikan dalam proses
pembuktian Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dalam Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska ?
2. Apakah yang timbul dalam menetapkan nilai pembuktian serta kekuatan
pembuktian keterangan ahli dalam proses pembuktian Pasal 127 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Perkara Nomor :
32/Pid.Sus/2010/PN,Ska ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam suatu
penelitian sebagai suatu solusi atas masalah yang dihadapi saat ini (tujuan
obyektif), maupun untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif).
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif :
a. Untuk mengetahui argumentasi keterangan ahli dalam proses pembuktian
Pasal 127 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
untuk meyakinkan hakim dalam menjatuhkan vonis rehabilitasi bagi para
penyalahguna narkotika.
b. Untuk mengetahui nilai pembuktian dan kekuatan pembuktian keterangan
ahli dalam proses pembuktian Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap dan bahan hukum sebagai
menyusun penulisan hukum, sebagai salah satu syarat dalam menempuh

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

gelar sarjana dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas


Sebelas Maret Surakarta.
b. Menambah, memperluas, pengembangan ilmu pengetahuan tentang hukum
yang berkembang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dan kegunaan yang dapat
diambil dalam penulisan hukum tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis :
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pembangunan pengetahuan ilmu, khususnya terkait dengan penyalahgunaan
narkotika.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan kebijakan seorang hakim dalam menjatuhkan putusan
kepada para tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
c. Penelitian ini diharapakan para generasi muda penerus bangsa menjauhi
narkotika.
2. Manfaat Praktis :
a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan dalam masalah tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk memberikan sumbangan
dalam pertimbangan seorang hakim mengenai keterangan dari seorang ahli
untuk memvonis rehabilitasi bagi para penyalahguna narkotika.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif, Penelitian hukum
normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal (doctrinal research) yaitu
penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based) yang fokusnya
pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder (Johny Ibrahim, 2006:44).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

2. Sifat penilitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif.
Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari
tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validasi aturan hukum, konsep-konsep
hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22).
Dalam hal ini penulis akan memberikan preskriptif mengenai nilai-nilai
keadilan dalam pembuktian Pasal 127 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika terhadap vonis rehabilitasi bagi penyalahgunaan
narkotika.
3. Pendekatan penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek
mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-
pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum adalah pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach )
(Peter Mahmud Marzuki, 2006:93).
Dari beberapa pendekatan tersebut, peneliti menggunakan jenis
pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dilakukan dengan cara
melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi
yang telah menjadi putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap,
dalam mengunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami oleh peneliti adalah
ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan untuk sampai
kepada putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2006:119).
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Dalam bukunya Peter Mahmud Marzuki (2006:141) mengatakan bahwa
penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecah isu hukum
diperlukan sumber-sumber penelitian yaitu bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder.
a. Bahan Hukum Primer :
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri
dari perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim (Peter Mahmud
Marzuki, 2006:141).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum primer yaitu :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana);
2. Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
3. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 7 Tahun 2009
tentang Tempat Rehabilitasi;
4. Putusan Pengadilan Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska.
b. Bahan Hukum Sekunder :
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi
buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-
komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141).
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet,
dan sumber lainya yang memiliki korelasi dengan isu hukum yang akan
diteliti didalam penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam teknik pengumpulan bahan hukum, dilakukan dengan
mndokumentasikan bahan hukum atau disebut studi kepustakaan. Peneliti
melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan
terhadap isu hukum yang akan dihadapi, dalam hal ini peneliti menggunakan
pendekatan kasus (case approach) sehingga pengumpulan bahan hukum yang
commitpengadilan
digunakan adalah putusan-putusan to user mengenai isu hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

dihadapi. Putusan pengadilan tersebut merupakan putusan yang sudah


mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2006:195).
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam teknik analisis bahan hukum, peneliti menggunakan metode
deduksi, metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor adalah
aturan hukum kemudian diajukan premis minor adalah fakta hukum dan dari
kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau (Peter Mahmud
Marzuki, 2006:74).
Yang menjadi primis mayor (aturan hukum) yaitu Undang-Undang RI
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan premis minor yaitu putusan
hakim Pengadilan Negari Surakarta Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska dalam
menjatuhkan vonis rehabilitasi dan dari kedua premis ini kemudian akan ditarik
kesimpulan atau conclusi pada pembahasan.

F. Sistematika Penulisan Hukum


Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan
hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis
menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan
hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I penulis memberikan gambaran awal tentang penelitian
yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan hukum yang digunakan untuk memberikan pemahaman
terhadap isi penelitian ini secara garis besar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran.
Kerangkan teori meliputi tinjauan umum tentang pembuktian, tinjauan
umum tentang alat bukti dalam pembuktian, tinjauan umum tentang
keterangan ahli, tinjauan umum tentang narkotika, tinjauan umum
tentang penyalahguna,commit
tinjauantoumum
user tentang reahabilitasi.
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pada bab III ini penulis menguraikan pembahasan tentang argumentasi
keterangan ahli dalam proses pembuktian Pasal 127 Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan nilai pembuktian dan
kekuatan pembuktian keterangan ahli dalam proses pembuktian Pasal
127 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dalam Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska.

BAB IV PENUTUP
Pada bab IV penulis kemukakan simpulan dan saran yang berdasarkan
pembahasan dan jawaban atas rumusan masalah yang telah diuraikan.

DAFTAR PUSTAKA
Berisikan sumber-sumber pustaka yang dikutip dalam penulisan hukum baik
langsung maupun tidak langsung.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian


a. Pengetian Pembuktian
Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam
sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi
penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-
undang membuktikan kesalahan terdakwa yang didakwakan kepada
terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat
bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim
membuktikan kesalahan yang didakwakan. Persidangan pengadilan tidak
boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa
(M. Yahya Harahap, 2002 : 252).
Menurut Subekti (2001:1) membuktikan ialah meyakinkan hakim
tetap dalam kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam
suatu sengketa.
Menurut Martiman Prodjohamidjojo (1984:11) membuktikan
mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu
peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa itu.
Pasal-pasal KUHAP tentang pembuktian dalam acara pemeriksaan
biasa diatur di dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 191 KUHAP.
Dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut“Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya”. Ketentuan diatas adalah untuk menjamin tegaknya
kebenaran, keadilan dan kepastian hukuman bagi seseorang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Untuk dapat menjatuhkan hukuman diisyaratkan terpenuhi dua


syarat yaitu :
1. Alat-alat bukti yang sah (wettige bewijsmiddelen);
2. Kayakinan hakim (overtuiging des rechters) (Joko Prakoso
2005:36).
Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana antara lain :
Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari
dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum,
terdakwa, atau penasihat hukum, semua terkait pada ketentuan tata
cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang.
Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang
dianggapnya benar di luar ketentuan yang telah digariskan undang-
undang.

Cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang


melekat pada setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas yang
dibenarkan undang-undang, agar dalam mewujudkan kebenaran yang
hendak dijatuhkan oleh majelis hakim terhindar dari pengorbanan
kebenaran yang harus dibenarkan. Jangan sampai kebenaran yang
diwujudkan dalam putusan berdasarkan hasil perolehan dan penjabaran
yang keluar dari garis yang dibenarkan sistem pembuktian (M. Yahya
Harahap, 2002: 274).
Dalam pembuktian tidaklah mungkin dapat tercapai kebenaran
mutlak (absolut). Semua pengetahuan kita hanya bersifat relative, yang
didasarkan pada pengalaman, penglihatan dan pemikiran yang tidak
selalu pasti benar (Djoko Prakoso, 1988:37).
Karim Nasution (1975:71) mengatakan bahwa hakim atas dasar
alat-alat bukti yang sah telah yakin bahwa menurut pengalaman dan
keadaan telah dapat diterima, bahwa sesuatu tindak pidana benar-benar
telah terjadi dan terdakwa dalam hal tersebut bersalah, maka terdapatlah
bukti yang sempurna, yaitu bukti yang sah dan meyakinkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

b. Prinsip-Prinsip Pembuktian
Prinsip-prinsip pembuktian antara lain :
1. Hal yang umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Prinsip ini terdapat pada Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang
berbunyi “Hal-hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu
dibuktikan”.
Bunyi rumusan Pasal 184 (2) KUHAP ini selalu disebut dengan
istilah notoire feiten notorious (general know) yang berarti setiap hal
yang sudah umum diketahui tidak lagi perlu dibuktikan dengan
pemeriksaan sidang pengadilan (M. Yahya Harahap, 2002 : 276).
Secara garis besar fakta notoire dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a. Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau
peristiwa tersebut memang sudah demikian halnya atau semestinya.
Yang dimaksud sesuatu misalnya, harga emas lebih mahal dari
perak dan yang dimaksud dengan peristiwa misalnya, pada tanggal
17 Agustus diadakan peringatan hari kemerdekaan Indonesia.
b. Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu
mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan
demikian. Misalnya, arak adalah termasuk minuman keras yang
dalam takaran tertentu bisa menyebabkan seseorang mabuk (Hari
Sasangka dan Lily Rosita, 2003:20).
2. Menjadi saksi adalah kewajiban
Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal
159 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan “Orang yang menjadi saksi
setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan
keterangan tetapi dengan menolak kewajibanya itu ia dapat dikenakan
pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku demikian
pula dengan ahli”.
3. Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)
Prinsip ini terdapat pada Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang
berbunyi “keterangancommit to user saksi saja tidak cukup untuk
seseorang
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang


didakwakan kepadanya”.
Menurut KUHAP, keterangan satu saksi bukan saksi hanya
berlaku bagi pemeriksaan cepat. Hal ini dapat disimpulkan dari
penjelasan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut “Dalam acara
pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti
yang sah”.
Jadi, satu saksi, satu keterangan ahli, satu surat, satu petunjuk,
atau keterangan terdakwa disertai keyakinan hakim cukup sebagai alat
untuk memidanakan terdakwa dalam perkara cepat (M. Yahya
Harahap, 2003:267).
4. Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan penuntut umum
membuktikan kesalahan terdakwa
Prinsip ini merupakan penegasan dari lawan prinsip pembuktian
terbalik yang tidak dikenal oleh hukum acara pidana yang berlaku di
Indonesia.
Menurut Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi “Keterangan
terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus
disertai dengan alat bukti lain”.
5. Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri
Prinsip ini diatur dalam Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang
berbunyi “keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap
dirinya sendiri”.
Dalam hal ini dimaksudkan apa yang diterangkan terdakwa di
sidang pengadilan hanya boleh diterima dan diakui sebagai alat bukti
yang berlaku dan mengikat bagi diri terdakwa sendiri (Adnan
Pasyadja, 1997 : 8-15).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

c. Teori Sistem Pembuktian


Menurut M. Yahya Harahap ada beberapa teori tentang pembuktian
sebagai berikut:
1. Conviction-in Time
Sistem pembuktian Conviction-in Time menentukan salah
tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian
keyakinan hakim. Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian
kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan menyimpulkan
keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan
boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti itu di
abaikan hakim, dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau
pengakuan terdakwa.
2. Conviction-Raisonee
Dalam sistem ini dapat dikatakan keyakinan hakim tetap
memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya
terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan
hakim dibatasi sehingga keyakinan hakim harus didukung dengan
alasan-alasan yang jelas. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan
alasan-alasan yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa.
3. Pembuktian menurut Undang-Undang secara Positif
Pembuktian menurut undang-undang secara positif keyakinan
hakim tidak ikut ambil bagian dalam membuktikan kesalahan
terdakwa. Keyakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut berperan
menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman
pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh
undang-undang. Untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa
semata-mata digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah.
4. Pembuktian menurut Undang-Undang secara Negatif (Negatif
Wettelijk Stelsel)
Sistem Pembuktian menurut undang-undang secara negatif
commit
merupakan teori antara to user
sistem pembuktian menurut undang-undang
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau


Conviction-in Time
Sistem Pembuktian menurut undang-undang secara negatif
menggabungkan kedalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian
menurut keyakinan dengan sistem pembuktian menurut undang-
undang secara positif. Dari hasil penggabungan kedua sistem yang
bertolak belakang itu, terwujudlah suatu sistem pembuktian menurut
undang-undang secara negatif rumusannya berbunyi “Salah tidaknya
seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan
kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-
undang”.

2. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti dalam Pembuktian


Yang dimaksud alat bukti adalah segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti
tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan
keyakinan hakim atas kebenarannya suatu tindak pidana yang telah
dilakukan oleh terdakwa (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003 : 11).
Menurut Bambang Waluyo (1996:3) alat bukti adalah suatu
(barang/non barang) yang ditentukan oleh undang-undang yang dapat
dipergunakan untuk memperkuat dakwaan, tuntutan ataupun gugatan.
Sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan secara
liminatif alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Di luar alat bukti
itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan
terdakwa. Ketua sidang, penunutut umum, terdakwa atau penasihat hukum
terikat dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti itu
saja. Mereka tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya
diluar alat bukti yang ditentukan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang dinilai
sebagai alat bukti, dan yang dibenarkan mempunyai kekuatan pembuktian
hanya terbatas kepada alat-alat bukti itu saja. Pembuktian dengan alat bukti
diluar jenis alat bukti yangcommit
tersebuttopada
user Pasal 184 ayat (1) KUHAP tidak
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang


mengikat (M. Yahya Harahap, 2002:285).
Alat-alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubunganya dengan
suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai
bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas
kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa
(Darwin Prinst, 1998:135).
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai dengan
apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) adalah :
a. Keterangan Saksi
Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah
satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri,
dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya
itu.
b. Keterangan Ahli
Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
c. Surat
Alat bukti surat hanya diatur dalam satu pasal saja yaitu pada
Pasal 187 KUHAP, menurut ketentuan itu, surat yang dapat dinilai
sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang ialah surat yang
dibuat atas sumpah jabatan, atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.
d. Petunjuk
Menurut Pasal 188 KUHAP petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana siapa pelakunya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

e. Keterangan terdakwa
Menurut Pasal 189 keterangan terdakwa adalah apa yang
terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau
yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Jika dibandingkan dengan alat bukti dalam HIR, maka ada
penambahan alat bukti baru, yaitu keterangan ahli. Keterangan ahli
merupakan hal yang baru dalam hukum acara pidana Indonesia. Hal ini
merupakan pengakuan bahwa dengan adanya kemajuan teknologi, seorang
hakim tidak bisa mengatahui segala hal, untuk itu diperlukan bantuan
seorang ahli (Hari Sasangka dan Lily Rosiana, 2003:209).

3. Tinjauan Umum Tentang Keterangan Ahli


a. Pengertian Keterangan Ahli
Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan. Maksud keterangan khusus dari ahli,
agar perkara pidana yang sedang diperiksa menjadi terang demi untuk
menyelesaikan pemeriksaan perkara yang bersangkutan.
Keterangan ahli diatur juga dalam Pasal 186 KUHAP yang
mengatakan bahwa keterangan ahli ialah “Apa yang seorang ahli
nyatakan di sidang pengadilan”.
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP menetapkan keterangan ahli
sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai nilai sebagai alat bukti yang
penting artinya dalam pemeriksaan perkara pidana. Menempatkan
keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah, dapat dicatat sebagi salah
satu kemajuan dalam pembaharuan hukum dengan kemajuan
perkembangan ilmu dan teknologi sehingga keterangan ahli memegang
peranan dalam penyelesaian kasus pidana. Dengan perkembangan ilmu
dan teknologi sedikit banyak membawa dampak terhadap kualitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

metode kejahatan memaksa kita untuk mengimbanginya dengan kualitas


dan metode pembuktian yang memerlukan pengetahuan dan keahlian.
Dalam penjelasan pasal tersebut dimaksudkan bahwa keterangan
ahli ini dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan atau surat
dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau
pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di depan
persidang, diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam
berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia
mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.
Keterangan ahli diberikan oleh pihak ketiga yang obyektif untuk
memperoleh kejelasan dari suatu peristiwa dan memberikan pendapatnya
didasarkan atas keahliannya. Maksud keterangan ahli ini untuk
membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan
hakim itu dalam sesuatu hal tertentu. Keterangan ahli diberikan atas dasar
pengetahuan keahliannya, karena itu saksi ahli disebut juga sebagai
expert atau deskundige (Martiman Prodjohamidjojo :19).
b. Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan Ahli
Nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli tidak mempunyai
kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Oleh karena itu
nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli
adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai kekuatan pembuktian “bebas” atau “vrij bewijskrack”
Alat bukti keterangan ahli tidak ada melekat nilai kekuatan
pembuktian yang sempurna dan menentukan. Terserah pada penilaian
hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya. Tidak
ada keharusan bagi hakim untuk mesti menerima kebenaran
keterangan ahli dimaksud, akan tetapi, seperti apa yang telah pernah
diutarakan, hakim dalam mempergunakan wewenang kebebasan
commit toharus
dalam penilaian pembuktian, user benar-benar bertanggung jawab,
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

atas landasan moral demi terwujudnya kebenaran sejati dan demi


tegaknya hukum serta kepastian hukum.
2. Mempunyai kekuatan pembuktian keterangan ahli yang berdiri sendiri
tidak cukup dan tidak memadai membuktikan kesalahan terdakwa.
Prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183
KUHAP, keterangan ahli yang berdiri sendiri saja tanpa didukung
oleh salah satu alat bukti yang lain, tidak cukup dan tidak memadai
membuktikan kesalahan terdakwa. Apabila jika Pasal 183 KUHAP
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang
menegaskan, seseorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
kesalahan terdakwa, prinsip ini pun berlaku untuk alat bukti
keterangan ahli. Bahwa Keterangan seorang Ahli saja tidak cukup
membuktikan kesalahan terdakwa. Oleh karena itu, agar keterangan
ahli dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa harus
disertai dengan alat bukti lainya.

4. Tinjauan Umum Tentang Narkotika


a. Pengertian Narkotika
Narkotika berasal dari bahasa Yunani, Narke yang berarti terbius
sehingga tidak merasakan apa-apa (Sudarto, 1981: 36). Namun ada yang
mengatakan, bahwa narkotika berasal dari kata Narcissus, sejenis
tumbuh-tumbuhan yang memiliki bunga yang dapat membuat orang
menjadi tak sadar (B. Simanjuntak, 1981: 124).
Secara umum, yang dimaksud dengan narkotika adalah sejanis zat
yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang
yang menggunakannya yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh.
Istilah narkotika yang dipergunakan di sini bukanlah “narcotic” pada
farmacologie (farmasi). Melainkan sama artinya dengan “drug” yaitu
sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan
pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

a. Mempengaruhi kesadaran;
b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku
manusia;
c. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa :
1. Penenang;
2. Perangsang (bukan rangsangan sex);
3. Menimbulkan halusinasi.
Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik secara sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
b. Penggolongan Narkotika
Penggolongan Narkotika dalam Undang-Undang RI Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa Narkotika digolongkan sebagi berikut :
1. Narkotika Golongan I
Yang dimaksud dengan narkotika golongan I adalah narkotika
yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Yang menjadi daftar narkotika golongan I antara lain :
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya
termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari
buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami
pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa
memperhatikan kadar morfinnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

3. Opium masak terdiri dari :


a. Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu
rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan
dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain,
dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok
untuk pemadatan.
b. Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan
apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam
bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara
langsung atau melalui perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka
yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua
bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan
tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja
dan hasis.
9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk
stereo kimianya.
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol , dan semua bentuk stereo kimianya.
11. Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)- 6,
14-endoeteno-oripavina
12. Acetil – alfa – metil fentanil : N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil]
asetanilida
13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil]
propionanilida commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil]


priopionanilida
15. Beta-hidroksifentanil:N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil]
propionanilida
16. Beta-hidroksi-3-metilfentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-
4 piperidil] propio-nanilida.
17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina
18. Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14- endoeteno-
oripavina
19. Heroina : Diacetilmorfina
20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4-
propionilpiperidina
21. 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida
22. 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil]
propionanilida
23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)
24. Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
25. PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)
26. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida
27. BROLAMFETAMINA, nama lain DOB : (•})-4-bromo-2,5-
dimetoksi- α -metilfenetilamina
28. DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol
29. DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina
30. DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro- 6,6,9-trimetil-
6H- dibenzo[b, d]piran-1-ol
31. DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol
32. DOET : (•})-4-etil-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina
33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina
34. ETRIPTAMINA : 3-(2aminobutil) indole
commit
35. KATINONA : (-)-(S)- to user
2-aminopropiofenon
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

36. ( + )-LISERGIDA, nama lain LSD, LSD-25 : 9,10-didehidro-N, N-


dietil-6-metilergolina-8 β – karboksamida
37. MDMA : (•})-N, α -dimetil-3,4- (metilendioksi)fenetilamina
38. meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina
39. METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on
40. 4- metilaminoreks : (•})-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-
oksazolina
41. MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4- (metilendioksi)fenetilamina
42. N-etil MDA : (•})-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin
43. N-hidroksi MDA : (•})-N-[ α -metil-3,4-
(metilendioksi)fenetil]hidroksilamina
44. paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-
dibenzo [b,d] piran-1 ol
45. PMA : p-metoksi- α -metilfenetilamina
46. psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol
47. PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen
fosfat
48. ROLISIKLIDINA, nama lain PHP,PCPY : 1-( 1-
fenilsikloheksil)pirolidina
49. STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina
50. TENAMFETAMINA, nama lain MDA : α -metil-3,4-
(metilendioksi) enetilamina
51. TENOSIKLIDINA, nama
52. lain TCP : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidina
53. TMA : (•})-3,4,5-trimetoksi- α -metilfenetilamina
54. AMFETAMINA : (•})- α –metilfenetilamina
55. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina
56. FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina
57. FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin
58. FENSIKLIDINA, nama lain PCP :1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

59. LEVAMFETAMINA, nama lain levamfetamina : (- )-(R)- α -


metilfenetilamina
60. levometamfetamina : ( -)- N, α -dimetilfenetilamina
61. MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon
62. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina
63. METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon
64. ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1-
piperazinetano
65. Opium Obat
66. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan
narkotika
2. Narkotika Golongan II
Yang dimaksud narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Daftar narkotika golongan II antara lain :
1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-
difenilheptana.
2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina.
3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptano.
4. Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina.
5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-
1il)etil]-4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N- fenilpropanamida.
6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina.
7. Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-
karboksilat etil ester.
8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana.
9. Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-
commit to user
karboksilat etil ester.
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina.


11. Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe
ridina.
12. Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol.
13. Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina.
14. Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-
difenilheptana.
15. Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3- propionil-
1-benzimidazolinil)-piperidina.
16. Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-
pirolidinil)butil]-morfolina
17. Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida.
18. Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena.
19. Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)- 4fenilpiperidina-
4-karboksilat etil ester.
20. Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4- fenilisonipekotik
21. Dihidromorfina.
22. Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol.
23. Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat.
24. Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena.
25. Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat.
26. Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona.
27. Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6s,14-diol.
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan
ekgonina dan kokaina.
29. Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena.
30. Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]- 4fenilpiperidina-
4-karboksilat etil ester.
31. Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5-
nitrobenzimedazol.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

32. Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-


4-karboksilat etil ester).
33. Hidrokodona : Dihidrokodeinona.
34. Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-
karboksilat etil ester.
35. Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina.
36. Hidromorfona : Dihidrimorfinona.
37. Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3- heksanona.
38. Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona.
39. Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida.
40. Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7- benzomorfan.
41. Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan.
42. Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4- fenilpiperidina-
4-karboksilat etil ester.
43. Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina.
44. Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-
nitrobenzimidazol.
45. Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima.
46. Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan.
47. Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1pirolidinil)butil] morfolina.
48. Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan.
49. Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan.
50. Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona.
51. Metadona intermediat : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana.
52. Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan.
53. Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina.
54. Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina.
55. Metopon : 5-metildihidromorfinona.
56. Mirofina : Miristilbenzilmorfina.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

57. Moramida intermediat : asam (2-metil-3-morfolino-1,


1difenilpropana karboksilat.
58. Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester.
59. Morfina-N-oksida.
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent
lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya
kodeina-Noksida.
61. Morfina.
62. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina.
63. Norasimetadol : (•})-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-
Difenilheptana.
64. Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan.
65. Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona.
66. Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina.
67. Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona.
68. Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona.
69. Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona.
70. Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina.
71. Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester.
72. Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat.
73. Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester.
74. Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-
karboksilat etil ester.
75. Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1- piperidino)-
piperdina-4-karboksilat amida.
76. Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4- propionoksiazasikloheptana.
77. Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil
ester. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

78. Rasemetorfan : (•})-3-metoksi-N-metilmorfinan.


79. Rasemoramida : (•})-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-
pirolidinil)- butil]-morfolina.
80. Rasemorfan : (•})-3-hidroksi-N-metilmorfinan.
81. Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4- piperidil]
propionanilida.
82. Tebaina.
83. Tebakon : Asetildihidrokodeinona.
84. Tilidina : (•})-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-
sikloheksena-1-karboksilat.
85. Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina.
86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.
3. Narkotika Golongan III
Yang dimaksud narkotika golongan III adalah narkotika
berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan.
Daftar narkotika golongan III adalah :
1. Asetildihidrokodeina.
2. Dekstropropoksifena : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-
butanol propionate.
3. Dihidrokodeina.
4. Etilmorfina : 3-etil morfina.
5. Kodeina : 3-metil morfina.
6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina.
7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina.
8. Norkodeina : N-demetilkodeina.
9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina.
10. Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2- piridilpropionamida.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-


trimetilpropil]-6,14-endo-entano-6,7,8,14- tetrahidrooripavina.
12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas.
13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan
narkotika.
14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan
narkotika.

5. Tinjauan Umum Tentang Penyalahgunaan Narkotika


a. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika :
Penyalahgunaan dalam bahasa Inggris disebut “Abuse” yang
artinya pemakaian yang tidak semestinya. Sehingga penyalahguanaan
narkotika dalam bahasa Inggris disebut dengan “Drug Abuse”. Adapun
menurut Pasal 1 butir 25 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, penyalahguna adalah orang yang menggunakan
narkotika tanpa hak atau melawan hukum
Menurut Pasal 127 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika yang berbunyi :
(1) Setiap penyalahguna :
a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) Tahun;
b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Dalam memutus perkara sebagimana dimaksud pada ayat (1), hakim
wajib memperhatikan ketentuan sebagimana dimaksud dalam Pasal
54, Pasal 55, dan Pasal 103.
(3) Dalam hal penyalahgunaan sebagimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

narkotika, tersebur wajib menjalani rehabilitasi medis dan


rehabilitasi sosial.
b. Bahaya dan Akibat Penyalahgunaan Narkotika.
Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu tindak pidana
kejahatan dan pelanggaran yang mengancam keselamatan, baik fisik
maupun jiwa si pemakai dan juga terhadap masyarakat di sekitar secara
sosial. Bahaya dan akibat dari penyalahguna narkotika tersebut dapat
bersifat bahaya pribadi di pelaku dan dapat pula berupa bahaya sosial
terhadap masyarakat atau lingkungan. Yang bersifat pribadi dapat
dibedakan manjadi 2 (dua) sifat yaitu secara khusus dan umum, secara
umum dapat menimbulkan pengaruh dan efek-efek terhadap tubuh si
pemakai dengan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Euphoria merupakan suatu rangsangan-rangsangan kegembiraan yang
tidak sesuai dengan kenyataan dan kondisi badan si pemakai (biasanya
efek ini masih dalam penggunaan narkotika dalam dosis yang tidak
begitu banyak).
2. Delirium merupakan suatu keadaan dimana pemakai narkotika
mengalami menurunya kesadaran dan timbulnya kegelisahan yang
dapat menimbulkan gangguan terhadap gerakan anggota tubuh si
pemakai (biasanya pemakai dosis lebih banyak dari pada keadaan
euphoria).
3. Halusinasi adalah keadaan dimana si pemakai narkotika mengalami
khayalan misalnya melihat, mendengar yang tidak ada pada
kenyataannya.
4. Weakness, kelemahan yang dialami fisik atau psychis/kedua-duanya.
5. Drowsiness, kesadaran merosot seperti orang mabuk, kacau ingatan,
mengantuk.
6. Coma, keadaan si pemakai narkotika sampai pada puncak
kemerosotan yang akhirnya dapat membawa kematian (Moh. Taufik
Makaro, DKK. 2005:49-50).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Bahaya dan akibat secara khusus terhadap si pemakai yakni yang


menyangkut langsung terhadap penyalahgunaan narkotika itu sendiri
yang dapat menimbulkan efek-efek pada tubuh.
c. Sebab-sebab penyalahgunaan Narkotika
Menurut Moh Taufik Makaro dkk, 2005 :53-56, seseorang dapat
terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :
1. Faktor Internal Pelaku
Ada berbagai macam penyebab kejiwaan yang dapat mendorong
seseorang terjerumus ke dalam tindak pidana narkotika, penyebab
internal itu antara lain :
a. Perasaan egois.
Merupakan sifat dimiliki oleh setiap orang. Sifat ini
seringkali mendominir perilaku seseorang secara tanpa sadar,
demikian juga bagi orang yang berhubungan dengan para pengguna
dan pengedar narkotika. Pada suatu ketika rasa egoisnya dapat
mendorong untuk memiliki dan atau menikmati secara penuh apa
yang mungkin dapat dihasilkan dari narkotika.
b. Kehendak ingin bebas
Sifat ini adalah juga merupakan suatu sifat dasar yang
dimiliki manusia. Sementara dalam tata pergaulan masyarakat
banyak norma-norma yang membatasi kehendak bebas tersebut.
Kehendak ingin bebas ini muncul dan terwujud ke dalam perilaku
setiap kali seseorang diimpit beban pemikiran maupun perasaan.
Dalam hal ini, seseorang yang sedang dalam himpitan
tersebut melakukan interaksi dengan orang lain sehubungan dengan
narkotika, maka dengan sangat mudah orang tersebut akan
terjerumus pada tindak pidana narkotika.
c. Kegoncangan jiwa.
Hal ini umumnya terjadi karena salah satu sebab yang secara
commit
kejiwaan hal tersebut tidaktomampu
user dihadapi atau diatasinya. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

keadaan jiwa yang labil, apabila ada pihak-pihak yang


berkomunikasi denganya mengenai narkotika maka ia akan dengan
mudah terlibat tindak pidana narkotika.
d. Rasa Ingin Tahun
Perasaan ini pada umumnya lebih dominan pada manusia
yang usianya masih muda, perasaan ingin tahu ini tidak terbatas
pada hal-hal yang positif, tetapi juga kepada hal-hal yang sifatnya
negatife. Rasa ingin tahu tentang narkotika ini juga dapat
mendorong seseorang melakukan perbuatan yang tergolong dalam
tindak pidana narkotika.
2. Faktor Eksternal Peraku
Faktor-faktor yang datang dari luar ini banyak sekali diantaranya yang
paling penting adalah sebagai berikut :
a. Keadaan ekonomi
Keadaan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2
(dua) yaitu keadaan ekonomi yang baik dan keadaan ekonomi yang
kurang atau miskin. Pada keadaan ekonomi yang baik maka orang-
orang dapat mencapai atau memenuhi kebutuhannya dengan
mudah. Demikian juga sebaliknya, apabila keadaan ekonomi
kurang baik maka pemenuhan kebutuhan sangat sulit adanya,
karena itu orang-orang akan berusaha untuk dapat keluar dari
himpitan ekonomi tersebut.
Dalam hubungannya narkotika, bagi orang-orang yang
tergolong dalam kelompok ekonomi yang baik dapat mempercepet
keinginan untuk mengetahui, menikmati dan sebagainya tentang
narkotika. Sedangkan bagi yang keadaan ekonominya sulit dapat
juga melakukan hal tersebut, tetapi kemungkinan lebih kecil dari
pada mereka yang ekonominya cukup.
b. Pergaulan atau lingkungan
Pergaulan ini pada pokoknya terdiri dari pergaulan atau
lingkungan tempatcommit
tinggal,tolingkungan
user sekolah atau tempat kerja
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

dan lingkungan pergaulan lainya. Ketiga lingkungan tersebut dapat


memberikan pengaruh yang negatife terhadap seseorang artinya
akibat yang ditimbulkan oleh interaksi dengan yang baik dan dapat
pula sebaliknya. Apabila di lingkungan tersebut narkotika dapat
diperoleh dengan mudah, maka dengan sendirinya kecenderungan
melakukan tindak pidana narkotika semakin besar adanya.
c. Kemudahan
Kemudahan disini dimaksudkan dengan semakin banyaknya
beredar jenis-jenis narkotika di pasar gelap maka akan semakin
besarlah peluang terjadinya tindak pidana penyalahgunaan
narkotika.
d. Kurang Pengawasan.
Pengawasan disini dimaksudkan adalah pengendalian
terhadap persediaan narkotika, penggunaan dan peredarannya. Jadi
tidak hanya mencakup pengawasan yang dilakukan pemerintah
tetapi juga pengawasan oleh masyarakat. Pemerintah memegang
peranan penting membatasi mata rantai peredaran, produksi dan
pemakaian dan penyalaguna narkotika. Dalam hal kurangnya
pengawasan ini, maka pasar gelap, produksi gelap dan populasi
pecandu dan penyalahguna nakotika akan semakin meningkat pada
gilirannya keadaan semacam itu sulit untuk dikendalikan. Disisi
lain keluarga merupakan inti dari masyarakat, sebaiknya dapat
melakukan pengawasan intensif terhadap anggota keluarganya
untuk tidak terlibat keperbuatan yang tergolong pada tindak pidana
penyalahgunaan narkotika.
e. Rasa keingin tahuan.
Perasaan ingin tahu pada umumnya lebih dominan pada
manusia yang usianya masih muda, perasaan ingin tahu terbatas
pada hal yang positif, tetapi juga kepada hal-hal yang sifatnya
negatife. Rasa ingin tahu tentang narkotika ini juga dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

mendorong seseorang melakukan perbuatan yang tergolong dalam


tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

6. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi.


Rehabilitasi diatur dalam Bab XII, Bagian kedua yaitu Pasal 97
KUHAP. Dalam pengertian rehabilitasi Pasal 1 butir 23 KUHAP yang
berbunyi “Rehabilitasi adalah hak seseorang yang mendapat pemulihan
haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang
diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena
ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan, dari pengertian tersebut tampak jelas apa yang menjadi
tujuan rehabilitasi. Tujuan tidaklah sebagai sarana dan upaya memulihkan
kembali nama baik, kedudukan dan martabat seseorang yang telah sempat
menjalani tindakan penegakan hukum baik berupa penangkapan,
penuntutan, atau pemerikasaan di sidang pengadilan.
Ketentuan tentang rehabilitasi dalam Undang-Undang RI Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat dalam Pasal 127 ayat (3).
Pengobatan dan perawatan terhadapa penyalahgunaan narkotika dilakukan
melalui fasilitas rehabilitas. Rehabilitas bagi panyalahguna narkotika
dilakukan dengan maksud untuk memulihkan dan mengembangkan
kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan.
Pasal 54 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, menyebutkan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan
narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
1. Rehabilitasi Medis
Dalam Pasal 1 butir 16 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, rehabilitasi medis penyalahgunaa narkotika
adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Pasal 56 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang


Narkotika, rehabilitasi medis penyalahgunaan narkotika dilaksanakan di
rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun
swasta yang ditunjuk oleh Menteri kesehatan, undang-undang ini juga
memberikan kesempatan kepada lembaga rehabilitasi tertentu yang
diselenggarakan oleh masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis
penyalahguna narkotika dengan syarat adanya persetujuan dengan
menteri kesehatan.
2. Rehabilitasi Sosial
Dalam Pasal 1 butir 17 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika, rehabilitasi sosial penyalahgunaa narkotika adalah
suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental
maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dan penyalahguna
narkotika dapat kembali melakukan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat.
Walaupun seorang pecandu narkotika telah sembuh dari
ketergantungan narkotika secara fisik dan psikis, namun rehabilitasi
sosial terhadap bekas pecandu narkotika dan penyalahguna narkotika
dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh
pemerintah dan masyarakat (Pasal 58 Undang-Undang RI Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika).

Pasal 57 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika selain melalui pengobatan dan atau rehabilitasi medis dan
rehabilitas sosial, penyembuhan pecandu dan penyalahgunaan narkotika
dapat diselengarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat malalui
pendekatan kegamaan dan tradisional.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran

TERSANGKA

ABBAS Bin ABDUL KADIR SUNGKAR

DAKWAAN

PASAL 127 ayat (1) huruf (a)

UU NO 35 TAHUN 2009

ALAT BUKTI KETERANGAN AHLI

(PASAL 184 ayat (1) KUHAP)

NILAI PANDANGAN KEKUATAN


PEMBUKTIAN HAKIM PEMBUKTIAN

PUTUSAN HAKIM
PENGADILAN NEGERI
SURAKARTA

Gambar 1 Skematik Kerangka Pemikiran

Keterangan :

Berdasarkan kerangka diatas dapat dijelaskan proses pembuktian tindak


pidana penyalahgunaan narkotika. Bahwa dalam kasus tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh tersangka ABBAS Bin
ABDUL KADIR SUNGKAR dalam penyelidikan akan dilakukan pemeriksaan
yang dilanjutkan berkasnya kecommit to user
Kejaksaan yang kemudian oleh Jaksa Penuntut
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

Umum akan dibuatkan surat dakwaan yang memuat ketentuan tentang tindak
pidana penyalahgunaan narkotika yang melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf (a)
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dari surat
dakwaan tersebut hakim akan membuktikan kesalahan-kesalahn terdakwa.
Untuk membuktikan apakah terdakwa telah melanggar Pasal 127 ayat (1)
huruf (a) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau
tidak. Hakim memerlukan keterangan ahli untuk membuat terang atau
memperjelas tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang
didakwakan kepada tersangka dan melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf (a)
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Keterangan Ahli
dengan keahliannya akan meberikan keterangan sesuai permintaan pengadilan.
Dari nilai dan kekuatan pembuktian keterangan ahli tersebut akan dijadikan
pertimbangan hakim untuk memutus perkara penyalahgunaan narkotika.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Sebelum lebih jauh peneliti memaparkan bab ini, berdasarkan hasil
penelitian oleh penulis, dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Identitas Terdakwa

Nama lengkap : ABBAS Bin ABDUL KADIR SUNGKAR


Tempat Lahir : Surakarta
Umur/Tgl Lahir : 31 Tahun/ 16 Juni 1978
Jenis kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : JL. Kalibrantas No.02 RT.01 RW.X Kelurahan
Pasar kliwon Kec. Pasar Kliwon Kota Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaa : Swasta
Pendidikan : D.1 Perhotelan

2. Kasus Posisi
Kasus ini bermula pada hari Selasa tanggal 29 Desember 2009 sekitar
jam 20:00 WIB, ABBAS Bin ABDUL KADIR SUNGKAR dan SAID
memesan Putauw melalui telepon kepada JUMAKIR sebanyak 1 (satu) paket
kecil seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk dipergunakan bagi
diri sendiri, lalu ABBAS bersama SAID mengirim uang tersebut kerekening
JUMAKIR di Bank BCA, selanjutnya ABBAS mendapatkan telepon dari
Jumakir untuk mengambil Putauw tersebut didalam Wartel Bening di Jalan
Basuki Rahmat Kerten Laweyan Surakarta yang ditempelkan dengan isolasi
dibalik lekukan kaki kursi plastik didalam wartel, selanjutnya ABBAS
mengambil Putauw tersebut lalu disimpan disaku belakang kiri celana yang
dipakai ABBAS, kemudian pada saat keluar dari wartel ditangkap oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

petugas kepolisian. ABBAS terbukti memiliki Putauw tersebut dan tidak ada
atau tidak mempunyai ijin dari pejabat yang berwenang atau menteri
kesehatan.
Dalam hal ini ABBAS Bin ABDUL KADIR SUNGKAR telah
melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum membeli, menerima
narkotika golongan I dan atau tanpa hak melawan hukum memiliki,
menyimpan atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman dan atau
penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri.

3. Dakwaan
Kesatu
Bahwa terdakwa ABBAS Bin ABDUL KADIR SUNGKAR pada hari
selasa tanggal 29 Desember 2009 sekitar jam 20:00 WIB atau setidak-
tidaknya pada waktu lain masih dalam bulan Desember 2009. Bertempat di
Wartel Bening di Jalan Basuki Rahmat Kerten Laweyan Surakarta atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum
Pengadilan Negari Surakarta, tanpa hak dan melawan hukum telah memiliki,
menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I bukan
tanaman berupa 1 (satu) bungkus plastik berisi serbuk coklat berupa Putauw
mengandung Heroina : Diacetilmorfina sebagai daftar narkotika golongan I
pada nomor urut 19 lampiran I Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dengan berat 0,061 gram, yang dilakukan terdakwa dengan
cara sebagai berikut :
Bermula pada hari Selasa tanggal 29 Desember 2009 sekitar jam 20:00
WIB terdakwa dan Said (belum tertangkap) memesan Putauw melalui telepon
kepada Jumakir (belum tertangkap) sebanyak 1 (satu) bungkus plastik berisi
serbuk coklat berupa Putauw mengandung Heroina : Diacetilmorfina sebagai
daftar narkotika golongan I pada nomor urut 19 lampiran I Undang-Undang
RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan berat 0,061 gram
seharga Rp 100.000 (seratus ribu rupiah), lalu terdakwa bersama Said
commit to Jumakir
mengirim uang tersebut kerekening user di Bank BCA, selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

terdakwa mendapat telepon dari Jumakir untuk mengambil Putauw tersebut


didalam Wartel Bening di jalan Basuki Rahmat Kerten Laweyan Surakarta
yang ditempelkan dengan isolasi dibalik lekukan kaki kursi plastik didalam
wartel selanjutnya terdakwa mengambil Putauw tersebut lalu disimpan disaku
belakang kiri celana yang dipakai terdakwa kemudian pada saat keluar dari
wartel terdakwa ditangkap oleh Petugas Kepolisian, terdakwa dalam memiliki
Putauw tersebut tidak ada atau tidak mempunyai ijin dari Pejabat yang
berwenang atau Menteri Kesehatan dan setelah terdakwa tertangkap oleh
Petugas Kepolisian dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukti yaitu 1
(satu) bungkus plastik serbuk coklat berupa Putauw mengandung Heroina :
Diacetilmorfina sebagai daftar narkotika golongan I pada nomor urut 19
lampiran I Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dengan berat 0,061 gram sebagaimana diterangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik dari Puslafor Bareskrim Polri
Cabang Semarang Nomor : 05/KNF/I/2010 tertanggal 6 Januari 2010.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Atau

Kedua

Bahwa terdakwa ABBAS Bin ABDUL KADIR SUNGKAR pada hari


Selasa tanggal 29 Desember 2009 sekitar jam 20:00 WIB atau setidak-
tidaknya pada waktu lain masih dalam bulan Desember 2009. Bertempat di
Wartel Bening di Jalan Basuki Rahmat Kerten Laweyan Surakarta atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum
Pengadilan Negari Surakarta, Setiap penyalahguna narkotika golongan I bagi
diri sendiri berupa 1 (satu) bungkus plastik serbuk coklat berupa Putauw
mengandung Heroina : Diacetilmorfina sebagai daftar narkotika golongan I
pada nomor urut 19 lampiran I Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

tentang narkotika dengan berat 0,061 gram, yamg dilakukan Terdakwa


dengan cara sebagai berikut :

Bermula pada hari Selasa tanggal 29 Desember 2009 sekitar jam 20:00
WIB terdakwa dan Said (belum Tertangkap) memesan Putauw melalui
telepon kepada Jumakir (belum tertangkap) sebanyak 1 (satu) bungkus plastik
berisi serbuk coklat berupa Putauw mengandung Heroina : Diacetilmorfnia
sebagai daftar narkotika golongan I pada nomor urut 19 lampiran I Undang-
Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan berat 0,061
gram seharga Rp 100.000 (seratus ribu rupiah), untuk dipergunakan bagi diri
sendiri, lalu terdakwa bersama Said mengirim uang tersebut kerekening
Jumakir di Bank BCA, selanjutnya terdakwa mendapat telepon dari Jumakir
untuk mengambil Putauw tersebut didalam Wartel Bening di Jalan Basuki
Rahmat Kerten Laweyan Surakarta yang ditempelkan dengan isolasi dibalik
lekukan kaki kursi plastik didalam wartel selanjutnya terdakwa mengambil
Putauw tersebut lalu disimpan disaku belakang kiri celana yang dipakai
terdakwa kemudian pada saat keluar dari wartel terdakwa ditangkap oleh
Petugas Kepolisian, terdakwa dalam memiliki Putauw tersebut tidak ada atau
tidak mempunyai ijin dari pejabat yang berwenang atau Menteri Kesehatan
dan setelah terdakwa tertangkap oleh Petugas Kepolisian dilakukan
pemeriksaan terhadap barang bukti yaitu 1 (satu) bungkus plastik serbuk
coklat berupa Putauw mengandung Heroina : Diacetilmorfina sebagai daftar
narkotika golongan I pada Nomor urut 19 lampiran I Undang-Undang RI
Nomor 35 Tahun 2009 Tantang Narkotika dengan berat 0,061 gram
sebagaimana diterangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium
Kriminalistik dari Puslafor Bareskrim Polri Cabang Semarang Nomor :
05/KNF/I/2010 tertanggal 6 Januari 2010.

Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana


dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

4. Barang Bakti :

Barang bukti yang diajukan dalam persidangan yaitu :


a) 1 (satu) paket Putauw dengan berat 0,061 gram dan
pembungkus isolasi plastik transparan, sesobek kertas warna putih dan
plastik transparan;
b) 1 (satu) buah HP merk Nokia 1200 warna hitam dengan
kartu IM3 nomor 085642139319;
c) Sebuah celana pendek jeans warna biru merk Xploot.

5. Keterangan Saksi :
Untuk membuktikan dakwaan dari Penuntut Umum di persidangan,
penuntut umum mengajukan saksi-saksi yang memberikan keterangan
dibawah sumpah menurut cara agamanya masing-masing sebagai berikut :

Saksi ke-1 (satu) SUWARNO


Di bawah sumpah di depan persidangan saksi menerangkan sebagai berikut:
a) Bahwa saksi pada dasarnya telah menaruh rasa curiga atas
diri dan tingkah laku terdakwa karena terdakwa adalah pengguna
narkotika;
b) Bahwa, kemudian saksi mendekati terdakwa dan
menggeledah terdakwa, dan dari hasil penggeledahan tersebut, saksi
menemukan disaku celana yang dipakai terdakwa berupa 1 (satu) paket
kecil Putauw lalu terdakwa oleh saksi bawa ke Poltabes Surakarta untuk
disidik lebih lanjut;
c) Bahwa, pada hari Selasa tanggal 29 Desember 2009 sekitar
pukul 20:00 WIB saksi melihat terdakwa keluar dari Wartel Bening yang
terletak di jalan Basuki Rahmat Kerten Laweyan Surakarta, bahwa benar
itu 1 (satu) Putauw, celana yang dia pakai dan hand phone terdakwa;
d) Bahwa saat itu saksi menangkap terdakwa bersama teman
saksi sesama anggota Polisi Poltabes Surakarta bernama Ari Kusnanto;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

e) Bahwa menurut pengakuan terdakwa, barang bukti berupa


Putauw tersebut terdakwa peroleh dengan cara membeli dari seseorang
yang bernama Jumakir;
f) Bahwa atas keterangan saksi tersebut, terdakwa
membenarkannya.

Saksi ke-2 (dua) ARI KUSNANTO


Di bawah sumpah di depan persidangan saksi menerangkan sebagai berikut:
a) Bahwa saat itu hari selasa tanggal 29 Desember 2009, saksi
sedang bertugas piket di kantor Poltabes Surakarta;
b) Bahwa pada saat itu saksi mendapatkan telepon dari saksi
Suwarno kalau ada kerjaan kemudian saksi langsung menuju kelokasi
tepatnya di Wartel Bening di jalan Basuki Rahmat Kerten Laweyan
Surakarta;
c) Bahwa setelah bertemu dengan terdakwa saksi bersama
saksi Suwarno menggeledah terdakwa, dan hasil penggeledahan tersebut
saksi menemukan 1 (satu) paket kecil Putauw yang tersimpan di saku
belakang celana jeans yang dipakai oleh terdakwa;
d) Bahwa saat itu terdakwa bersama dengan anak istrinya;
e) Bahwa saat itu terdakwa naik kendaraan sepeda motor;
f) Bahwa terdakwa tidak mempunyai ijin untuk menggunakan
Putauw itu;
g) Bahwa setelah saksi menangkap terdakwa, lalu saksi
membawa terdakwa ke Poltabes Surakarta untuk pemeriksaan lebih
lanjut dan di sidik oleh penyidik;
h) Bahwa menurut pengakuan terdakwa memang mengikuti
Rehabilitasi tapi tidak dengan Putauw;
i) Bahwa saksi tidak tahu terdakwa merupakan target operasi
atau bukan karena saat itu terdakwa dihubungi Pak Suwarno,
kemungkinan terdakwa merupakan target dari Pak Suwarno;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

j) Bahwa saksi temukan Putauw tersebut disaku belakang


celana yang dipakai terdakwa;
k) Bahwa atas keterangan saksi tersebut, terdakwa membenarkannya;

6. Keterangan Ahli

Untuk membuktikan dakwaan dari Penuntut Umum di persidangan,


penuntut umum juga mengajukan saksi ahli untuk membuat terang suatu
perkara pidana, yang memberikan keterangan dibawah sumpah menurut cara
agamanya masing-masing sebagai berikut :

Sakai ahli dr. SUWARJI


Pada pokoknya didepan persidangan saksi menerangkan sebagai berikut :
a) Bahwa saksi sebagai Dokter yang bertugas di Puskesmas
Manahan Surakarta;
b) Bahwa saksi kenal dengn terdakwa karena sebagai dokter
pelaksana Program Terapi Rumatan Methadon pada Puskesmas Manahan
Surakarta dan terdakwa Abbas tersebut merupakan salah satu pasien
terapis medis tersebut;
c) Bahwa untuk penanganan atau pengobatan dengan metode
rumatan methadon tersebut mambutuhkan waktu lebih kurang 2 (dua)
tahun;
d) Bahwa rumatan adalah nama lain dari pengobatan jangka
panjang, sedangkan kalau methadon adalah nama obat berbentuk cair
yang bersifat atau berfungsi penggati dari Putauw;
e) Bahwa biaya perawatan terhadap Pasien, termasuk terdakwa
dibiayai dari Anggaran Dinas Kesehatan;
f) Bahwa untuk Rumatan Metadhon di Solo hanya ada di
Puskesmas Manahan dan kalau ada indikasi yang bersifat khusus kita
rujuk ke RS. Puri Waloyo;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

g) Bahwa ada cara lain selain Rumatan Metadhon yaitu


dengan cara Detoksifikasi dan kalau dengan cara ini bisa di Rumah Sakit
Jiwa atau tempat lain;
h) Bahwa Terdakwa sudah mengikuti program perawatan
sejak tanggal 28 September 2009 sampai sekarang;
i) Bahwa Metadhon masuk kedalam golongan II;
j) Bahwa kalau tergoda untuk mengkonsumsi lagi atau tidak,
hal tersebut tergantung pada kekuatan pribadi masing-masing;
k) Bahwa Puskesmas tidak pernah memberikan ijin
penggunaan Putauw;
l) Bahwa untuk Metadhon cair hanya khusus untuk pecandu
Putauw;
m) Bahwa meskipun terdakwa di Rutan akan tetapi masih bisa
diakses terus dengan cara obat diambil oleh isterinya dan diantarkan ke
Rutan dengan didampingi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat;
n) Bahwa Pecandu bukan diawasi tapi perlu pendampingan;
o) Bahwa di Puskesmas Manahan ada perawatan khusus untuk
pecandu Putauw;
p) Bahwa setelah pasien diperiksa kemudian ditentukan
beberapa dosis Metadhon yang akan diberikan, maka kepada pasien
diberikan metadhon kontinyu dan sampai pasien stabil, setelah stabil baru
dosis metadhon tersebut dikurangi atau diturunkan secara bertahap;
q) Bahwa kondisi terdakwa kategori sedang atau rata-rata;
r) Bahwa Detoksifikasi adalah pengobatan dengan cara
menghentikan total pemakaian dan tidak digantikan dan harus dirawat di
Rumah Sakit tidak bisa berobat jalan separti di dalam sistem Rumatan
Metadhon;
s) Bahwa saksi bisa mengawasi apakah terdakwa tertib
menjalani pengobatan meski didalam Rutan sekalipun;
t) Bahwa atas keterangan saksi, terdakwa membenarkanya;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

7. Surat
a) Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium
kriminalistik dari Puslabfor Bareskrim Polri Cabang Semarang Nomor :
05/KNF/I/2010 tertanggal 6 Januari 2010. Bahwa barang bukti yaitu 1
(satu) bungkus plastik berisi serbuk coklat berupa Putauw dengan berat
0,061 gram (mengandung Heroina : Diacetilmorfina sebagai daftar
narkotika golongan I pada nomor urut 19 lampiran I Undang-Undang RI
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).
b) Berdasarkan Surat Keterangan dari Pemerintah Kota
Surakarta Dinas Kesehatan UPTD Puskesmas Manahan tertanggal 2
Januari 2010 menerangkan terdakwa Abbas Bin Abdul Kadir Sungkar
sejak tanggal 29 September 2009 pasien tersebut benar melakukan
program terapi Rumatan Metadon (PTRM) sampai sekarang.
8. Petunjuk
Berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat dan barang bukti
diperoleh petunjuk sebagai berikut :
a) Bahwa terdakwa Abbas Bin Abdul Kadir Sungkar pada hari
Selasa tanggal 29 Desember 2009 sekitar jam 20:00 WIB bertempat di
Wartel Bening di jalan Basuki Rahmat Kerten Laweyan Surakarta,
mempergunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri berupa1 (satu)
bungkus plastik berisi serbuk coklat berupa Putauw dengan berat 0,061
gram untuk dikonsumsi.
b) Bahwa benar pada hari Selasa tanggal 29 Desember 2009
sekitar jam 20:00 WIB terdakwa dan Said memesan Putauw melalui
telepon kepada Jumakir sebanyak berupa 1 (satu) bungkus plastik berisi
serbuk coklat berupa Putauw (mengandung Heroina : Diacetilmorfina
sebagai daftar narkotika golongan I pada nomor urut 19 lampiran I
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) dengan
berat 0,061 gram seharga Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk
dipergunakan bagi diri sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

c) Bahwa terdakwa bersama said mengirim uang tersebut


kerekening Jumakir di Bank BCA.
d) Bahwa benar terdakwa mendapatkan telepon dari Jumakir
untuk mengambil Putauw tersebut didalam Wartel Bening di jalan Basuki
Rahmat Kerten Laweyan Surakarta yang ditempelkan dengan isolasi
dibalik lekukan kaki kursi plastik didalam wartel.
e) Bahwa benar terdakwa mengambil Putauw tersebut lalu
disimpan disaku belakang kiri celana yang dipakai terdakwa kemudian
pada saat keluar dari wartel terdakwa ditangkap oleh petugas kepolisian.
f) Bahwa terdakwa dalam mempergunakan Putauw tersebut
tidak ada atau tidak mempunyai ijin dari pejabat yang berwenang atau
Menteri Kesehatan.

9. Keterangan Terdakwa
Didepan persidangan terdakwa menerangkan sebagai berikut :
a) Bahwa terdakwa kenal Putauw sejak tahun 2008;
b) Bahwa dulu terdakwa konsumsi putauw setiap hari;
c) Bahwa terdakwa mulai aktif konsumsi Putauw sejak tahun
2009;
d) Bahwa konsumsi setiap hari 1 paket, sekitar 0,02 gram;
e) Bahwa keluraga terdakwa baru mengetahui kalau terdakwa
pengguna Putauw;
f) Bahwa terdakwa ke Puskesmas karena dengar kalau di
Puskesmas ada pengobatan dan terdakwa ikut pengobatan karena ingin
sembuh;
g) Bahwa terdakwa diiming-imingi oleh saudara terdakwa
bernama Said untuk pakai Putauw lagi;
h) Bahwa terdakwa tidak ada ijin untuk mengkonsumsi dan
membawa Putauw tersebut;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

i) Bahwa saat itu saudara terdakwa yang bernama Said bilang


mau beli Putauw ke Jumakir dan terdakwa dibujuk sehingga mau
patungan masing-masing sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
j) Bahwa, setelah menghubungi Jumakir kemudian diminta
lebih dahulu membayar harga Putauw dengan cara transfer ke rekening
jumakir di Bank BCA;
k) Bahwa setelah mentransfer harga pembelian Putauw
tersebut, lalu terdakwa disuruh menunggu 15 menit dan setelah itu lalu
diberi alamat untuk ambil barangnya;
l) Bahwa, selanjutnya terdakwa mengambil Putauw tersebut di
Wartel Bening dan setelah itu lalu keluar dari dalam Wartel;
m) Bahwa, setelah terdakwa keluar dari dalam Wartel lalu
langsung ditangkap;
n) Bahwa saat itu Putauw didalam plastik kecil trasparan dan
di bungkus sesobek kertas dan terdakwa simpan disaku belakang celana
kiri;
o) Bahwa obat diambil oleh istri terdakwa di Puskesmas dan
diantarkan ke Rutan dengan didampingi oleh LSM;
p) Bahwa untuk menggunakan Putauw disiapkan alat suntik
dan Putauw dimasukkan kedalam alat tersebut kemudian disedotkan air
kedalamnya sedikit dan dikocok sedikit agar bercampur setelah itu baru
disuntikkan keurat tubuh;
q) Bahwa terdakwa sebelumnya belum pernah dihukum;
r) Bahwa terdakwa telah menikah dan mempunyai seorang
isteri dan seorang anak laki-laki berumur 3 (tiga) tahun;
s) Bahwa terdakwa menyesali perbuatan dan berjanji tidak
akan mengulang lagi;
t) Bahwa semua keterangan terdakwa di Berita Acara
Penyedikan telah benar semua.

10. Fakta-faktacommit to user


dipersidangan
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan keterangan saksi-saksi dihubungkan dengan buki Surat


Hasil Laboratorium Kriminalistik terhadap barang bukti, serta keterangan
terdakwa dan barang bukti, maka ditemukan fakta-fakta yang terungkap di
persidangan sebagai berikut :

a) Bahwa benar terdakwa adalah seorang pengguna narkotika


golongan I yang juga adalah peserta Program Terapi Rumatan Metadhon
pada Puskesmas Manahan Surakarta serta terdakwa juga merupakan
salah satu pasien terapis medis tersebut sejak tanggal 28 September 2009;
b) Bahwa terdakwa masih memerlukan perawatan lebih
kurang 2 tahun secara teratur guna menghilangkan ketergantungan
narkotika yang dideritanya;
c) Bahwa benar terdakwa belum pernah dihukum atau bukan
residiv narkotika;
d) Bahwa benar terdakwa dalam melakukan perbuatannya
tersebut dalam keadaan tertangkap tangan;
e) Bahwa, benar barang bukti yang ditemukan dari saku celana
belakang terdakwa adalah Putauw seberat 0,056 gram, atau tidak lebih
berat dari 0,015 gram;
f) Bahwa, benar barang bukti yang disita tersebut hanya
dipergunakan untuk satu kali pakai.

11. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum


Didepan persidangan Penunut Umum telah membacakan surat tuntutan
No.Reg.Perk : PDM-27/SKRTA/Ep.2/02/2010 tertanggal 12 April 2010 yang
pada pokoknya menutut agar supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut :
a) Menyatakan terdakwa Abbas Bin Abdul Kadir Sungkar
bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika golongan
I bagi diri sendiri, sebagaimana dalam Pasal 127 ayat (1) huruf (a)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika


sebagaimana dalam surat dakwaan.
b) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abbas Bin Abdul
Kadir Sungkar dengan Pidana Penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi
selama terdakwa ditahan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan, dan
selama terdakwa menjalani hukuman terdakwa wajib menjalani
pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi.
c) Menyatakan Barang Bukti :
1. 1 (satu) paket Putauw dengan berat 0,061 gram dan
pembungkus isolasi plastik transparan, sesobek kertas warna putih dan
plastik transparan.
2. 1 (satu) buah HP merk Nokia 1200 warna hitam dengan kartu
IM3 Nomor 085642139319.
3. Sebuah celana pendek jeans warna biru merk Xploot.
Dikembalikan kepada yang berhak yaitu terdakwa Abbas Bin Abdul
Kadir Sungkar;
d) Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya
perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

12. Pertimbangan Hakim


Majelis Hakim mempertimbangkan apakah terdakwa dinyatakan
bersalah dan dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana sesuai dengan
dakwaan Penuntut Umum, majelis hakim dalam pertimbangannya sebagai
berikut :
a) Manimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap
di persidangan Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan kedua, yaitu
Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang RI No 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :

Unsur Setiap Penyalahguna

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur setiap


panyalahguna dalam Pasal ini adalah apa yang disebutkan dalam
ketentuan Pasal 1 butir 15 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika yaitu “Orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak
dan melawan hukum”.

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan orang adalah subjek


hukum yaitu setiap orang atau badan hukum sebagai pendukung hak dan
kewajiban yang dapat diminta pertanggung jawaban pidana atas akibat
dari tindak pidana tersebut.

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan melawan hak atau


melawan hukum adalah setiap perbuatan yang dilakukan pelaku
bertentangan dengan hak subjektif orang lain, atau bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi dr. Suwarji yang


menerangkan bahwa benar terdakwa adalah seorang pengguna narkotika
golongan I dan terdakwa adalah peserta Program Terapi Rumatan
Metadhone pada Puskesmas Manahan Surakarta serta terdakwa juga
merupakan salah satu pasien terapis medis tersebut. Bahwa terdakwa
mulai terdaftar sebagai pasien di Puskesmas Manahan Surakarta sejak
tanggal 28 September 2009 dan termasuk pasian aktif setiap hari dan
dihubungkan dengan bukti surat berupa Berita Acara Pemeriksaan
Laboratorium Kriminalistik dari Puslabfor Bareskrim Polri Cabang
Semarang Nomor : 05/KNF/I/2010 tertanggal 6 Januari 2010
dihubungkan lagi dengan keterangan terdakwa dan barang bukti, maka
telah bersesuai satu dengan yang lainya bahwa benar terdakwa ABBAS
Bin Abdul Kadir Sungkar adalah sebagai pengguna narkotika golongan I
yang dalam manggunakan narkotika tersebut tidak ada ijin dari aparat
yang berwenang untuk itu sehingga perbuatan terdakwa tersebut telah
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan


tersebut diatas, majelis hakim berpendapat bahwa unsur Setiap
Penyalahguna terpenuhi.

Unsur Narkotika Golongan I

Menimbang bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah zat


atau obat yang berasal dari tanaman atau yang bukan tanaman, baik
sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabakan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangi
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, sedang pembeda
kedalam golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Menimbang. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan


tersebut diatas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa barang bukti
seberat 0,056 gram yang ditemukan dari saku celana belakang terdakwa
adalah benar narkotika golongan I jenis Putauw mengadung Heroina :
Deacetilmorfina sebagaimana daftar narkotika golongan I nomor urut 19
lampiran I Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Menimbang bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut


Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur Narkotika Golongan I telah
terpenuhi.

Unsur Bagi Diri Sendiri

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi dr. Suwarji dihubungkan


dengan barang bukti surat berupa Berita Acara Pemeriksaan
Laboratorium Kriminalistik dari Puslabfor Bareskrim Polri Cabang
Semarang Nomor : 05/KNF/I/2010 tertanggal 6 Januari 2010.
Dihubungkan dengan keterangan terdakwa, maka terungkap fakta bahwa
commit to
benar pada hari Selasa tanggal 29user
Desember 2009, terdakwa bersama-
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

sama dengan saudaranya bernama Said telah membeli Putauw dari


seseorang yang bernama Jumakir seharga Rp. 100.00,- (seratus ribu
rupaiah) dengan cara patungan sebanyak satu bungkus plastik kecil
berupa serbuk coklat seberat 0,056 gram. Bahwa Putauw tersebut
rencananya akan dikonsumsi sendiri oleh terdakwa. Bahwa benar
terdakwa adalah pengguna narkotika golongan I yang sedang menjalani
terapi di Puskesmas Manahan Surakarta.

Menimbang bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut,


Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur Bagi Diri Sendiri telah
terpenuhi.

Menimbang, bahwa dengan demikian maka seluruh unsur-unsur


Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika sebagaimana tersebut dalam Dakwaan kedua telah
terbukti seluruhnya,

b) Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan telah terbukti,


maka atas diri dan perbuatan terdakwa ABBAS Bin Abdul Kadir
Sungkar haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana penyalahguna narkotika golongan I
bagi diri sendiri.
c) Menimbang, bahwa apabila fakta-fakta di persidangan
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 54 Jo. Pasal 103 ayat (1) huruf (a)
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
menentukan bahwa hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika
dapat memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani
pengobatan dan/ perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika
tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Bahwa
selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika disebutkan : bahwa masa menjalani pengobatan/
perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana tersebut dalam ayat (1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

huruf (a) diperhitungkan sebagai menjalani hukuman serta dihubungkan


lagi dengan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun
2009 menyebutkan : Tempat-tempat rehabilitasi yaitu UPT Terapi dan
Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional LIDO Bogor, Rumah Sakit
Ketergantungan Obat di Cibubur dan seluruh Indonesia (Dep-kes RI),
Panti Rehabilitasi Departemen Sosial (Depsos) RI dan Unit Pelaksana
Tehnis, dan Rumah Sakit Jiwa seluruh Indonesia atau tempat-tempat
rujukan Panti Rehabiliatsi yang diselenggarakan oleh Masyarakat yang
mendapat Akrediatasi dari Departemen Kesehatan atau Departemen
sosial dengan biaya sendiri, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa
sudah sepatutnya apabila terdakwa diperintahkan untuk menjalani
pengobatan dan atau perawatan di tempat Rehabilitasi di Rumah Sakit
Jiwa Surakarta untuk melanjutkan perawatan.
d) Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan sebagai berikut
Hal yang memberatkan :
1. Perbuatan terdakwa telah bertentangan dengan program
pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkotika.
2. Perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat.

Hal yang meringankan :

1. Terdakwa belum pernah dihukum.


2. Terdakwa menyesali perbuatan dan berjanji tidak
mengulangi perbuatannya.
3. Terdakwa adalah pengguna narkotika yang sedang
mengikuti program rehabilitasi bagi pecandu narkotika.
4. Terdakwa mempunyai tanggung jawab untuk menghidupi
isteri dan seorang anak yang masih kecil.

13. Putusan commit to user


perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

Membaca putusan Pengadilan Negeri Surakarta


No.32/Pid.Sus/2010/PN.Ska tertanggal 28 April 2010 yang amar putusan
lengkapnya sebagai berikut :

a) Menyatakan bahwa terdakwa “ABBAS” BIN ABDUL


KADIR SUNGKAR telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “PENYALAHGUNA NARKOTIKA
GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI”.
b) Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara dengan memerintahkan terdakwa untuk menjalani pengobatan
dan atau perawatan melalui Rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa Surakarta
selama 8 (delapan) bulan.
c) Menetapkan barang bukti berupa :
1. 1 (satu) Paket Putauw dengan berat 0,061 gram dan
pembukus isolasi plastik transparan, sesobek kertas, dinyatakan
dirampas untuk dimusnahkan;
2. 1 (satu) Buah HP merk Nokia 1200 warna hitam dengan
kartu IM3 Nomor 085642139319 dinyatakan dirampas untuk
Negara;
3. Sebuah celana pendek jeans warna biru merk Xploot,
dinyatakan dikembalikan kepada pemiliknya yaitu terdakwa Abbas
Bin Abdul Kadir sungkar.
d) Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.
1.000,- (seribu rupiah).

B. Pembahasan
1. Argumentasi Keterangan Ahli dalam Proses Pembuktian Pasal 127
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dalam Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska.
Keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti yang sah mempunyai
peranan yang penting, karena keterangan
commit to user ahli sangat diperlukan guna
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

mengungkapkan, menjelaskan ataupun menjernihkan atau membuat terang


suatu perkara pidana dan alat bukti keterangan ahli tersebut akan banyak
membantu dalam mencari kebenaran materiil dalam perkara di persidangan.
Dalam Pasal 1 angka 28 memberikan definisi pengertian apa yang
disebut keterangan ahli yaitu keterangan yang diberikan oleh seorang ahli yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Di dalam kasus tindak pidana penyalahguna narkotika, Hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska dengan
terdakwa ABBAS BIN ABDUL KADIR SUNGKAR, menggunakan
pertimbangan pembuktian keterangan ahli, yaitu seorang dokter yang dimintai
untuk memberikan keterangannya di depan persidangan yaitu dr. SUWARJI.
Argumentasi Keterangan Ahli dalam Proses Pembuktian Pasal 127
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dalam Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska sebagai berikut :
Saksi sebagai Dokter bertugas di Puskesmas Manahan Surakarta dan juga
merupakan dokter pelaksana Program Terapi Rumatan Methadon pada
Puskesmas Manahan Surakarta, yang menerangkan bahwa terdakwa
merupakan seorang pengguna dan pecandu Putauw (narkotika golongan 1
dengan nomor urut 19 lampiran I Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika) sejak tahun 2009, terdakwa juga terdaftar sebagai pasien
Program Terapi Rumatan Methadon pada Puskesmas Manahan Surakarta juga
sebagai pasien di Puskesmas Manahan sejak tanggal 28 September 2009 dan
termasuk pasien aktif setiap hari, bahwa untuk penanganan atau pengobatan
dengan metode rumatan methadon tersebut membutuhkan waktu lebih kurang
2 (dua) tahun. Rumatan adalah nama lain dari pengobatan jangka panjang,
sedangkan methadon ialah nama obat berbentuk cair yang bersifat atau
berfungsi penggati dari Putauw yang masuk kedalam golongan II. Metadhon
cair hanya khusus untuk pecandu Putauw, cara lain selain Rumatan Metadhon
yaitu dengan cara Detoksifikasi , dengan cara ini bisa di Rumah Sakit Jiwa atau
commit
tempat lain. Detoksifikasi adalah to user dengan cara menghentikan total
pengobatan
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

pemakaian dan tidak digantikan harus dirawat di Rumah Sakit tidak bisa
berobat jalan separti di dalam sistem rumatan metadhon. Rumatan Metadhon di
Solo hanya ada di Puskesmas Manahan dan kalau ada indikasi yang bersifat
khusus untuk dirujuk ke RS. Puri Waloyo. Rumatan Metadhon dilakukan
dengan cara pasien diperiksa kemudian ditentukan berapa dosis metadhon yang
akan diberikan, maka kepada pasien diberikan metadhon secara kontinyu dan
sampai pasien stabil, setelah stabil baru dosis metadhon tersebut dikurangi atau
diturunkan secara bertahap sampai sembuh dari ketergantungan narkotika.
Berdasarkan argumentasi keterangan ahli yaitu dr SUWARJI dan fakta-
fakta yang terungkap dipersidangan dan dihubungkan dengan bukti hasil
Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik terhadap barang bukti dari Puslabfor
Bareskrim Polri Cabang Semarang Nomor : 05/KNF/I/2010 tertanggal 6
Januari 2010 dan Berdasarkan Surat Keterangan dari Pemerintah Kota
Surakarta Dinas Kesehatan UPTD Puskesmas Manahan tertanggal 2 Januari
2010. Bahwa terdakwa adalah benar-benar seorang pengguna dan pecandu
narkotika jenis Putauw (narkotika golongan 1 dengan nomor urut 19 lampiran I
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).
Berdasarkan Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika adapun unsur-unsur sebagai berikut :
1. Setiap penyalahguna.
Didalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika menjelaskan pengertian penyalahguna yaitu orang yang
menggunakan Narkotika tanpa hak dan melawan hukum.
Dari keterangan saksi ahli dr. Suwarji yang menerangkan bahwa
terdakwa adalah seorang pengguna narkotika golongan I dan terdakwa
adalah peserta Program Terapi Metadhon pada Puskesmas Manahan
Surakarta serta terdakwa juga merupakan salah satu pasien terapis medis.
2. Narkotika Golongan I.
Didalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika menjelaskan pengertian narkotika yaitu zat atau obat yang
commit
berasal dari tanaman atau bukan to user baik sintesis mapun semisintesis,
tanaman
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya


rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
Sedangakan narkotika golongan I dalam penjelasan Pasal 6 Undang-
Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu narkotika yang
hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
3. Bagi Diri Sendiri.
Bahwa keterangan saksi dr. Suwarji dihubungkan dengan barang bukti
surat berupa berita acara pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik dari
Puslabfor Bareskrim Polri Cabang Semarang Nomor : 05/KNF/I/2010
tertanggal 6 Januari 2010. Bahwa Putauw tersebut rencananya akan
dikonsumsi sendiri oleh terdakwa.

Berdasarkan Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 35


Tahun 2009 tentang Narkotika dihubungkan dengan argumentasi keterangan
ahli yang dinyatakan dipersidangan dapat diketahui bahwa untuk menerapkan
Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika harus
didasarkan pada alat bukti dalam hal yang tahu memakai narkotika atau tidak
adalah seorang ahli yaitu seorang dokter dengan keahliannya akan memberikan
keterangan sehubungan dengan penyalahguna narkotika sesuai dengan
pengertian Pasal 1 angka 28 KUHAP.

2. Apakah yang timbul dalam menetapkan nilai


pembuktian serta kekuatan pembuktian keterangan ahli dalam proses
pembuktian Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dalam Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN,Ska.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap pertimbangan hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara penyalahguna narkotika dalam putusan
dengan Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN/Ska, mengenai nilai pembuktian
commitahli.
dan kekuatan pembuktian keterangan to user
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

Dalam pemeriksaan keterangan ahli tersebut melahirkan dua bentuk


keterangan ahli yaitu pada taraf pemeriksaan penyidikan oleh aparat penyidik
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 133 KUHAP, seorang ahli memberikan
keterangan yang berbentuk surat dan alat bukti keterangan ahli yang berbentuk
keterangan langsung secara lisan di depan sidang pengadilan yang dituangkan
dalam catatan berita acara persidangan.

Keterangan ahli yang berbentuk surat yaitu :

1. Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik dari Puslabfor


Bareskrim Polri Cabang Semarang Nomor : 05/KNF/I/2010 tertanggal 6
Januari 2010. Yang menerangkan bahwa barang bukti yaitu 1 (satu)
bungkus plastik berisi serbuk coklat berupa Putauw dengan berat 0,061
gram (mengandung Heroina : Diacetilmorfina sebagai daftar narkotika
golongan I pada nomor urut 19 lampiran I Undang-Undang RI Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika).
2. Surat Keterangan dari Pemerintah Kota Surakarta Dinas
Kesehatan UPTD Puskesmas Manahan tertanggal 2 Januari 2010
menerangkan terdakwa Abbas Bin Abdul Kadir Sungkar sejak tanggal 29
September 2009 pasien tersebut benar melakukan program terapi Rumatan
Metadon (PTRM) sampai sekarang.

Keterangan ahli yang berupa surat menurut penjelasan Pasal 187


KUHAP huruf c telah menentukan salah satu di antara alat bukti surat yakni
“Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahlianya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang dimintakan secara
resmi kepadanya pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum,
yang dituangkan” dalam hal ini alat bukti berupa surat dari seorang ahli
merupakan alat bukti.

Selain seorang ahli memberikan keterangan berupa surat, seorang ahli


juga memberikan keterangan langsung secara lisan di sidang pengadilan.
commit to
Dalam tindak pidana penyalahgunaan user
narkotika. Hakim dalam memeriksa dan
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

memutus perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska dengan terdakwa ABBAS


BIN ABDUL KADIR SUNGKAR, menghadirkan seorang ahli dokter yang
diminta untuk memberikan keterangan untuk membuat terang suatu perkara,
yaitu dr. SUWARJI yang memberikan keterangan di depan persidangan

dr SUWARJI sebagai seorang ahli memberikan keterangan sesuai dengan


keahlian khusunya untuk memperjelas perkara dan membuat terang suatu
perkara, sesuai dengan Pasal 1 butir 28 KUHAP yaitu keteranga ahli ialah
keterangan yang diberikan seorang ahli yang memiliki keahlian khusus tentang
masalah yang diperlukan penjelasanya dalam suatu perkara pidana yang
diperiksa. Sehingga dari keterangan ahli tersebut hakim dapat memperoleh
keyakinan bahwa tindak pidana penyalahgunaan narkotika telah tebukti yang
dilakukan oleh terdakwa.

Berdasarkan fakta-fakta dipersidangkan dan bukti-bukti keterangan saksi


dihubungkan dengan bukti surat hasil pemeriksaan laboratorium kriminalistik
terhadap barang bukti, hakim yang memeriksa dan memutus perkara
penyalahguna narkotika dalam putusan dengan perkara nomor :
32/Pid.Sus/2010/PN/Ska memberikan pertimbangan sebagai berikut :

1. Majelis Hakim langsung mempertimbangkan dakwaan


kedua, yaitu Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang RI No 35 tahun
2009 tentang Narkotika telah terbukti, maka atas diri dan perbuatan
terdakwa ABBAS Bin Abdul Kadir Sungkar haruslah dinyatakan terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyalahguna
narkotika golongan I bagi diri sendiri.
2. Bahwa terdakwa adalah seorang pengguna narkotika
golongan I yang juga adalah peserta Program Terapi Rumatan Metadhon
pada Puskesmas Manahan Surakarta serta terdakwa juga merupakan salah
satu pasien terapis medis tersebut sejak tanggal 28 September 2009;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

3. Bahwa terdakwa masih memerlukan perawatan lebih


kurang 2 tahun secara teratur guna menghilangkan ketergantungan narkotika
yang dideritanya;
4. Bahwa barang bukti yang ditemukan dari saku celana
belakang terdakwa adalah Putauw seberat 0,056 gram, atau tidak lebih berat
dari 0,015 gram (mangandung Heroina : Deacetilmorfina sebagaimana
daftar narkotika golongan I nomor urut 19 lampiran I Undang-Undang RI
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
5. Menimbang, bahwa apabila fakta-fakta tersebut
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 54 Jo. Pasal 103 ayat (1) huruf (a)
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
menentukan bahwa hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat
memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan
dan/ perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti
bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
6. Berdasarkan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI
Nomor 7 Tahun 2009 tentang Tempat Rehabilitasi, Majelis Hakim
berpendapat bahwa sudah sepatutnya apabila terdakwa diperintahkan untuk
menjalani pengobatan dan atau perawatan di tempat Rehabilitasi di Rumah
Sakit Jiwa Surakarta untuk melanjutkan perawatan.
Mengenai pertimbangan hakim tersebut, dapat diketahui bahwa hakim
menggunakan semua keterangan ahli yang disampaikan di depan persidangan
dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut dan untuk membuktian Pasal
127 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli tidak mempunyai kekuatan
pembuktian yang mengikat dan menentukan. Oleh karena itu nilai kekuatan
pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli adalah sebagai
berikut :
3. Mempunyai kekuatan pembuktian “bebas” atau “vrij bewijskrack”
Alat bukti keterangan ahli tidak ada melekat nilai kekuatan
commit
pembuktian yang sempurna dan to user
menentukan. Terserah pada penilaian
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya. Tidak ada
keharusan bagi hakim untuk mesti menerima kebenaran keterangan ahli
dimaksud, akan tetapi, seperti apa yang telah pernah diutarakan, hakim
dalam mempergunakan wewenang kebebasan dalam penilaian pembuktian,
harus benar-benar bertanggung jawab, atas landasan moral demi
terwujudnya kebenaran sejati dan demi tegaknya hukum serta kepastian
hukum.
4. Mempunyai kekuatan pembuktian keterangan ahli yang berdiri sendiri tidak
cukup dan tidak memadai membuktikan kesalahan terdakwa.
Prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP,
keterangan ahli yang berdiri sendiri saja tanpa didukung oleh salah satu alat
bukti yang lain, tidak cukup dan tidak memadai membuktikan kesalahan
terdakwa. Apabila jika Pasal 183 KUHAP dihubungkan dengan ketentuan
Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menegaskan, seseorang saksi saja tidak
cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, prinsip ini pun berlaku
untuk alat bukti keterangan ahli. Bahwa Keterangan seorang Ahli saja tidak
cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Oleh karena itu, agar keterangan
ahli dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa harus disertai
dengan alat bukti lainya.
Dengan demikian, meskipun nilai pembuktian yang melekat pada alat
bukti keterangan ahli pada prinsipnya adalah tidak mempunyai nilai kekuatan
pembuktian yang mengikat dan menentukan tetapi dalam pembuktian tindak
pidana penyalahguna narkotika sesuai Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Hakim sangat terikat oleh
keterangan ahli tersebut. Berdasarkan keterangan ahli tersebut, maka dihasilkan
fakta yang terang berkaitan perkara penyalahguna narkotika yang dapat
membuktikan dan menyatakan seorang terdakwa dapat dikatakan
penyalahguna narkotika dan pecandu atau tidak hanyalah seorang ahli,
sehingga dalam hal ini kekuatan pembuktian keterangan ahli mutlak mengikat
hakim dalam menjatuhkan vonis atau putusan terhadap penyalahguna
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

narkotika. Maka keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah sesuai Pasal 184
KUHAP oleh Hakim tidak dapat dengan mudah dikesampingkan.

Menurut pertimbangan Hakim dalam memutus perkara tindak pidana


narkotika berdasarkan fakta-fakta dipersidangan bahwa terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dihubungkan ayat (3)
dijelaskan bahwa dalam hal penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagaimana korban penyalahguna
narkotika, penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Berdasarkan ayat (3) tersebut terdakwa perlu menjalani
pengobatan dan rehabilitasi untuk kepentingan kesahatan terdakwa karena
terdakwa merupakan penyalahguna narkotika.

Jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 54 menyebutkan bahwa


pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Dalam Pasal 103 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika yang menentukan bahwa hakim yang memeriksa
perkara pecandu narkotika dapat memutus untuk memerintahkan yang
bersangkutan menjalani pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi
jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana
narkotika. Bahwa selanjutnya dalam Pasal 103 ayat (2) Undang-Undang RI
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa masa menjalani
pengobatan/ perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana tersebut dalam
ayat 1 huruf (a) diperhitungkan sebagai menjalani hukuman.

Upaya rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial merupakan bentuk


implementasi dari ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika. Undang-undang ini lebih memihak kepada korban penyalahgunaan
narkotika, namun tidak terhadap para pengedar, importir dan produsen
commit
narkotika. Kewajiban menjalani to user bagi penyalahguna narkotika
rehabilitasi
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

dimaksudkan untuk mengurangi jumlah konsumen dan peredaran pasar


narkotika di Indonesia. Penempataan pecandu sebagai korban penyalahgunaan
narkotika pada pusat rehabilitasi medis maupun sosial baik melalui penetapan
hakim maupun keputusan hakim akan menjauhkan yang bersangkutan dari
kriminalisasi dan lebih mengedepankan upaya penyembuhan.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan apa yang diuraikan di dalam bab hasil penelitian dan pembahasan,
maka penulis dapat membuat simpulan sebagai berikut :
1. Argumentasi keterangan ahli yang disampaikan dalam proses pembuktian
Pasal 127 Undang-Undang commit to user
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska sebagai berikut bahwa terdakwa


merupakan seorang pengguna dan pecandu Putauw (narkotika golongan 1
dengan nomor urut 19) sejak tahun 2009, terdakwa juga terdaftar sebagai
pasien Program Terapi Rumatan Methadon pada Puskesmas Manahan
Surakarta sejak tanggal 28 September 2009, untuk penanganan atau
pengobatan dengan metode rumatan methadon tersebut membutuhkan
waktu lebih kurang 2 (dua) tahun. Berdasarkan keterangan ahli tersebut
dapat diketahui terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf
(a) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
unsur-unsurnya adalah setiap penyalahguna narkotika golongan I bagi diri
sendiri.
2. Nilai pembuktian dan kekuatan pembuktian keterangan ahli dalam proses
pembuktian Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dalam Perkara Nomor : 32/Pid.Sus/2010/PN.Ska, melahirkan dua
bentuk keterangan ahli yaitu pada taraf pemeriksaan penyidikan oleh aparat
penyidik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 133 KUHAP, seorang ahli
memberikan keterangan yang berbentuk surat dan alat bukti keterangan ahli
yang berbentuk keterangan langsung secara lisan di depan sidang
pengadilan yang dituangkan dalam catatan berita acara persidangan.
Berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan fakta-fakta
dipersidangan dapat diketahui bahwa hakim menggunakan semua
keterangan ahli yang disampaikan di depan persidangan dalam memeriksa
dan memutus perkara tindak pidana penyalahguna untuk membuktian Pasal
127 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam hal
ini kekuatan pembuktian keterangan ahli mutlak mengikat hakim dalam
menjatuhkan vonis atau putusan terhadap penyalahguna narkotika. Maka
keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP oleh
hakim tidak dapat dengan mudah dikesampingkan.

B. Saran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

1. Dalam pembuktian Pasal 127 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009


tentang Narkotika yang membutuhkan keterangan dari seorang ahli harus
memberikan pengaturan secara tegas dan jelas dalam undang-undang
tersebut, sehingga untuk menerapkan Pasal 127 didasarkaaan alat bukti
yang sah dalam hal ini yang tahu seseorang penyalahguna narkotika atau
bukan adalah seorang ahli.
2. Peranan keterangan ahli dalam pembuktian Pasal 127 Undang-Undang RI
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika harus jelas agar nilai pembuktian
dan kekuatan pembuktian digunakan sebagai pertimbangan bagi hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara penyalahguna narkotika secara adil
dan bijaksana sesuai dengan kesalahan terdakwa.
3. Seharusnya dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika diatur masalah keterangan ahli dalam membuat terang perkara
penyalahguna secara lebih terperinci karena dalam undang-undang tersebut
belum dijelaskan siapa yang dapat membuktikan para penyalahguna
narkotika, sehingga dalam hal ini semua orang akan menggunakan
keterangan ahli untuk dapat dikatagorikan penyalahguna.

commit to user

You might also like