You are on page 1of 10

Tugas

Landasan Ilmu Pendidikan

KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN

By:
DONA SURIZAL
15178058

ENGLISH EDUCATION PROGRAM


GRADUATE PROGRAM OF LANGUAGE AND ARTS FACULTY
STATE UNIVERSITY OF PADANG
2016
Ada tiga pandangan tentang kebudayaan, yaitu pandangan superorganis,
pandangan kaum konseptualis, dan pandangan realis. Menurut pandangan
superorganis, kebudayaan adalah realitas super dan ada di atas dan diluar
pendukung individualnya dan kebudayaan punya hukum-hukumnya sendiri.
Dalam pandangan konseptualis, kebudayaan bukanlah suatu entitas sama sekali,
tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk menghimpun serangkaian
fakta-fakta yang terpisah-pisah. Dalam pandangan para realis, kebudayaan adalah
kedua-duanya, yaitu sebuah konsep dan sebuah entitas empiris. Kebudayaan
adalah sebuah konsep sebab ia bangunan dasar dari ilmu antropologi. Kebudayaan
merupakan entitas empiris sebab konsep ini menunjukkan cara sebenarnya
fenomena-fenomena tertentu diorganisasika.
1. Pandangan superorganis tentang kebudayaan
Inti pandangan superorganis adalah bahwa kebudayaan merupakan
sebuah kenyataan sui generis, karena itu mesti dijelaskan dengan hukum-
hukumnya sendiri. Meskipun adalah benar bahwa faktor-faktor tertentu
teknologi dan ekonomi. Kebudayaan tidak mungkin diterangkan dengan
menggunakan sumbernya sebagaimana sebuah molekul dimengerti hanya
dengan jumlah atom-atomnya, sumber-sumber bisa menjelaskan bagaimana
kebudayaan muncul, tetapi bukan kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan
dengan ringkas lebih dari pada hasil kekuatan-kekuatan sosial atau ekonomi;
kebudayaan merupakan realitas yang menyebabkannya mungkin ada.
Menurut Emile Durkheim, “kebudayaa n terdiri dari fakta-fakta
sosial dan representasi kolektif yaitu cara berpikir, bertindak, dan merasa
yang bersifat independen dan berada diluar individu. Cara-cara berperilaku
ini membebankan sebuah kekuatan memaksa terhadap individu, yaitu dia
dihukum, baik secara legal maupun moral bila tidak mematuhinya. Faktor-
faktor moral tidak dapat dijelaskan secara psikologis, tetapi hanya dengan
menggunakan fakta-sosial yang lain. Demikianlah, sebuah gagasan atau
sentimen mungkin semua disuarakan oleh seorang tertentu, tetapi ia akan
menjadi fakta sosial hanya melalui percampuran dengan gagasan-gagasan dan
perasaan-perasaan orang lain.
Menurut Durkheim, kebudayaan yang dipahami sebagai totalitas fakta-
fakta sosial bersifat immanen dan transenden. Pada satu pihak kebudayaan
bekerja dalam diri individu, membimbingnya untuk berperilaku menurut cara
tertentu, pada pihak lain, kebudayaan ada diluar mereka dalam bentuk
representatif kolektif terhadap mana mereka harus menyesuaikan diri.
Kebudayaan, katanya adalah sebuah “kesadaran kolektif.....sebuah kesatuan
psikis yang memiliki cara berpikir, merasa, dan bertindak berbeda dari cara-
cara khusus individu-individu yang membentuknya.” Sebagaimana Hegel,
Durkheim percaya bahwa apa yang terbaik pada seseorang datang kepadanya
dari kebudayaannya dan hal itu, sebenarnya, adalah kebudayaannya yang
bekerja dalam dirinya. Demikianlah seorang memuaskan dirinya sendiri
sampai batas ia menjadi terlibat dalam kebudayaannya dan menjadikan
aspirasi budaya tersebut menjadi miliknya. Sebaliknya, semakin memusatkan
diri seseorang terhadap dirinya sendiri, semakin lebih terbatas kepribadiannya
dan semakin cenderung dia untuk bunuh diri.
Diantara antropolog di negara yang berbahasa Inggris, pandangan
superorganis telah dipertahankan oleh B.Malinowski dan A.L.Kroeber, yang
menemukan istilah “superorganis”, tetapi yang kemudian bergerak lebih
dekat pada posisi konseptualis. Sekarang yang menjadi eksponen utamanya
adalah L.A.White.
2. Pandangan superorganis dan pendidikan
Pandangan superorganis mempunyai implikasi terhadap pendidikan.
Yang pertama, adalah bahwa pendidikan ialah sebuah proses melalui mana
kebudayaan mengotrol orang dan membentuknya sesuai denngan tujuan
kebudayaan. Menurut L.White :
Pendidikan merupakan alat yang digunakan masyarakat melaksanakan
kegiatannya sendiri dalam mengejar tujuannya. Demikianlah, selama masa
damai, masyarakat dididik untuk damai, tapi bila bangsa sedang berperang,
masyarakat mendidik anggotanya untuk perang.....Bukan masyarakat yang
mengontrol kebudayaan melalui pendidikan, malah sebaliknya, pendidikan,
formal dan informal adalah proses membawa tiap-tiap generasi baru ke
bawah pengontrolan sistem budaya.
Untuk jelasnya, kebijakan pendidikan ditentukan oleh individu-individu,
tetapi individu-individu hanya alat melalui mana kekuatan-kekuatan budaya
mencapai tujuannya. Bila para pendidik memilih, kebudayaan memilih
melalui mereka.
Pandangan superorganis juga berimplikasi pada pengawasan pendidikan
yang ketat dari pemerintah untuk menjamin bahwa guru-guru menanamkan
dalam diri generasi muda gagasan-gagasan, sikap-sikap, dan
keterampilan-keterampilan yang perlu bagi kelanjutan kebudayaan.
a) Kritik terhadap Pandangan Superorganik
1. Menurut F. Boas (1940) mengatakan bahwa kebudayaan tidak
bergerak sendiri tetapi merupakan ciptaan individu-individu yang
hidup bersama. Kebudayaan bukan sebuah entitas yang mistis.
2. Pandangan superorganik boleh dikritik karena memisahkan
kebudayaan dari manusia yang membangunnya.
3. Orang juga bisa berkeberatan bahwa individu pada satu pihak, dan
kebudayaan dilihat sebagai superorganik pada pihak lain, tidak bisa
dibandingkan, dan karena itu, kemudian tidak bisa berinteraksi.
Karena dengan cara bagaimanakah secara empiris dapat ditentukan
bahwa realitas superorganik masuk ke dalam kehidupan seseorang dan
membentuk prilakunya.
4. Keberatan utama adalah bahwa walaupun kebudayaan menentukan
banyak dari bentuk dan isi dari prilaku individu, kebudayaan tidak
menentukan prilaku secara keseluruhan.
5. Tidak dapat disangsikan, bahwa kebudayaan adalah superorganis
dalam arti bahwa kebudayaan berumur panjang dan sebagian besar
bertanggung jawab dalam membentuk prilaku manusia. Tetapi
kebudayaan bukan sebuah satuan yang independen, punya sebab
sendiri, dan punya arah sendiri.
3. Pandangan Kaum Konseptualis Tentang Kebudayaan
Umumnya antropolog Amerika menganut apa yang dinamakan
pandangan konseptualis tentang kebudayaan. Mereka mengatakan bahwa
kebudayaan adalah konsep atau konstruk seorang antropolog. Apa yang
diamati orang tidak pernah kebudayaan seperti itu saja, tetapi banyak bentuk-
bentuk perilaku yang dipelajari dan dipakai bersama dengan benda-benda
hasil produksi mereka. Dari sini pikiran tentang kebudayaan diabstraksikan.
Menurut kaum konseptualis, pada akhirnya semua kebudayaan mesti
diterangkan secara sosial psikologis. Dalam kata-kata R.Linton, “Kebudayaan
.....ada hanya dalam fikiran individu-individu yang membentuk suatu
masyarakat. Kebudayaan mendapatkan semua kualitasnya dari kepribadian-
kepribadian mereka dan interaksi dari kepribadian-kepribadian itu.” Bukan
kebudayaan yang menyebabkan proses budaya terjadi, tetapi orang-orang,
dipengaruhi oleh apa yang dikerjakan orang-orang dimasa lalu.
Jika kaum konseptualis membedakan kebudayaan dan pola-polanya,
hal itu semata-mata untuk maksud kajian dan bukan karena dia mempercayai
bahwa kebudayaan suatu entitas yang riel. Namun demikian, para pengikut
konseptualis tidak setuju tentang sejauh mana individu dapat mempengaruhi
proses budaya. Beberapa orang seperti Herkovits menerangkan bahwa semua
pola budaya akhirnya dalam bentuk perilaku individu; yang lain seperti
Kroeber, seseorang pengikut yang berkeberatan terhadap posisi konseptualis,
mempertahankan bahwa jauh lebih muda untuk menerangkan pola budaya
dengan menggunakan pola budaya lain. Peristiwa-peristiwa budaya, kata
Kroeber, dipolakan, tapi tidak dengan cara yang dapat dijajagi kesebab-sebab
psikologis atau sosial tertentu.
4. Pandangan kaum konseptualis tentang pendidikan
Karena mereka memandang kebudayaan sebagai kualitas perilaku manusia
dan bukan entitas yang berdiri sendiri, para pengikut konseptualis setuju
dengan pandangan bahwa anak-anak harus mempelajari warisan budaya
sesuai dengan perhatiannya. Anak-anak harus membangun gambaran sendiri
tentang kebudayaan berdasarkan pengalamannya sendiri asal dia mengetes
pengalaman belajar dengan pengalaman belajar orang lain dan asal saja dia
mencapai suatu gambaran yang objektif tentang kebudayaan. Walaupun
begitu para konseptualis tidak menyokong pandangan golongan subjektivis
bahwa anak-anak harus belajar semata-mata hanya kalau semangatnya
mendorongnya. Kebudayaan yang seperti itu mungkin bukan merupakan
realitas yang absolut, tetapi kebudayaan tersebut terdiri dari banyak pola
perilaku terhadap mana individu-individu menyesuaikan diri, sama seperti
orang lain. Karena itu dia mesti mempelajari pola-pola ini, bukan apa yang
disukainya saja.
5. Pandangan golongan realis tentang kebudayaan
Sejumlah kecil antropolog, seperti David Bidney dan sejarahwan Philip
Bagby, mempertahankan bahawa kebudayaan adalah sebuah konsep dan
sebuah realitas. Bagby membantah bahwa kebudayaan adalah sebuah abstraksi
dalam arti, bahwa tidak kebudayaan itu sendiri dan tidak pula pola-pola yang
membentukya dapat diamati secara keseluruhan. Betapa jarang, umpamanya,
anggota keseluruhan suatu suku hadir bersama-sama sehingga seorang
antropolog bisa melihat sekilas pola budaya dari kebudayaan mereka. Tetapi
mereka juga menunjukan bahwa, sungguhpun kita tidak pernah mengamati
secara serentak semua gerakan dari planitdi sekitar matahari. Namun kita
menyetujui adnya system solar. Mengapa tidak mungkin suatu kebudayaan
sebagai realita?, kebudayaan yang demikian merupakan sebuah konstruk dalam
arti dalam dirinya sendiri kebudayaan tersebut bkan sebagai entitas yang bisa
di amati, tetapi dalam arti lain, kebudayaan yang demikian adalah nyata, karena
walaupun kita tidak dapat mengamatinya dengan penuh secara serentak, ia
tidak berada dalam hal ini dari entitas-entitas lainya, seperti system solar di
atas, yang realitanya tidak kita pertanyakan.

Bidney juga mendalilkan sebuah kebudayaan sesungguhnya sumber


dari konsep kebudayaan di abstraksikan. Dia juga mengemukakan bahwa ada
sebuah “meta cultural reality” yang absolute yang semua kebudayaan
mendekati bangunan tersebut, tetapi tidak secara sempurna identikdenganya.
Yang belakangan ini merupakan kebudayaan yang jka dapat di realisasikan
akan menjawab secara lengkap kebutuhan manusia. Karena itu tidak ada
kebudayaan yang secara absolute valid, tetapi masing-masingnya
mencerminkan sebuah idea type.

Para realis dan konseptualis setuju untuk menolak determinsme


budayayang penuh. Meskipun peristiwa-peristiwa budaya di masa lalu dan
sekarang membatasi apa yang dapat dilakukan oleh anggota satu budaya pada
waktu-waktu tertentu, namun demikian kata Kluckhohn, kebudayaan tidak
mengiuti logika yang kaku dari dirinya sendiri. Ada waktu-waktu dimana
masyarakat menentukan nasibnya sendiri. (jerman 19933, inggris tahun 1940
adalah contoh-contoh konkrit.

6. Pandangan golongan realis dan pendidikan.

 Pandangan budaya realis terhadap budaya lebih dekat dengan pandangan


aliran-aliranpemikiran pendidikan yang terpercaya kepada pemyesuaian
anak-anak terhadap realita objektif, baik alamiah maupun budaya, dengan
menanamkan pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan-ketrampilan
tertentu yang telah di pilih oleh kebudayaan. Lebih berempati di
bandingkan dengan kaum konseptualis, kaum realis mengingini system
pendidikan yang akan melaith individu untuk menimbang dan merubah
kebudayaan mereka berdasarkan nilai-nilai dasar mereka. Banyak pendidik
tradisional untuk mencapai tujuan ini dengan mendidik generasi muda
tentang apa yang di anggap kebenaran dan nilai yang permanen, dengan
mengunakan nilai-nilai yang ini generasi muda dapat mengatakan
perubahan social apa yang harus mereka bantu, hindari atau gerakan.
Golongan tradisional lain menganjurkan pendidikan ilmiah yang pokok,
yang berguna bagi orang-orang muda jika mereka harus memilih tujuan-
tujuan yang diizinkan oleh kebudayaan yang ada, dan jika mereka akan
menggunakan hokum-hukum kebudayaan yang di ketahui mereka untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. perubahan, dengan kata lain, mesti
bersifat evolusi, bukan revolusi. Perubahan tersebut mesti di bimbing oleh
asumsi-asumsi dasar kebudayaan itu.

B. Kepribadian dan Kebudayaan

Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki ribuan pulau dengan


jutaan penduduk yang tersebar di seluruh pulau sudah pasti pula memiliki
corak budaya yang beraneka ragam. Dari ragam corak budaya ini pula
menghasilkan ragam kepribadian individu masyarakat Indonesia. Kepribadian
sendiri adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan,
dorongan, keinginan, opini dan sikap yang melekat pada seseorang apabila
berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan.

Sedangkan arti Kebudayaan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia


Badudu – Zain adalah (1) segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia
sebagai hasil pemikiran dan akal budinya; (2) peradaban sebagai hasil akal
budi manusia; (3) ilmu pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
dimanfaatkan untuk kehidupannya dan memberikan manfaat kepadanya.

Selanjutnya Koentjaraningrat dengan mengacu pada pendapat


Kluckhohn menggolongkan unsur-unsur pokok yang ada pada tiap
kebudayaan dunia, antara lain sebagai berikut.

1. Bahasa

2. Sistem pengetahuan

3. Organisasi sosial

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

5. Sistem mata pencaharian hidup

6. Sistem religi

7. Kesenian

Masyarakan dan kebudayaan merupakan perwujudan atau abstraksi


perilaku manusisa. Kepribadian juga akan mewujudkan perilaku manusia;
perilaku manusia dapat dibedakan dari kepribadiannya karena kepribadian
merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri individu. Ketiga hal
tersebut mencerminkan kepribadian seseorang tersebut. Contohnya: seseorang
yang melihat perselisihan antara dua orang, hal yang mungkin muncul dalam
diri orang tersebut adalah keinginan untuk menyelesaikan perselisihan
tersebut dan kegiatannya atau perbuatan yang akan dilakukannya untuk
menyelesaikan masalah tersebut disebut tindakan.
Pembentukan kepribadian individu pada umumnya dipengaruhi oleh
faktor kabudayaan, organisme biologis, lingkungan alam dan lingkungan
sosial individu.

 Faktor biologis, dapat mempengaruhi kepribadian secara langsung,


misalnya seseorang yang mempunyai badan yang lemah secara fisik
dapat mempunyai sifat rendah diri atau cacat fisik dan juga bisa
mempengaruhi kepribadian seseorang, atau karena kesalahan hormon
dalam tubuh manusia akan mempengaruhi kepribadian seseorang.

 Faktor lingkungan alam dan lingkungan sosial dalam masyarakat akan


dijumpai suatu proses dimana seorang individu mendapatkan
pembentukan sikap untuk berperikelakuan sesuai dengan keinginan
kelompok (sosialisasi). Secara sosiologis, pembentukan kepribadian
seseorang dapat diperoleh melalui proses tersebut yang dimulai sejak
kelahirannya. Misalnya seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan
yang ketat aturan maka dia akan tumbuh menjadi orang yang teratur.

Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perkembangan Kepribadian.


Berdasarkan definisi kebudayaan dan kepribadian yang telah dikemukakan
sebelumnya, kebudayaan memiliki beberapa pengertian, yaitu segala sesuatu
yang dilakukan oleh manusia atau peradaban manusia sebagai hasil pemikiran
dan akal budi mereka. Kebudayaan juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang dimanfaatkan untuk kehidupannya dan
memberikan manfaat kepadanya. Sedangkan kepribadian diartikan sebagai
sifat khas dan hakiki seseorang yang membedakan dia dari orang lain.
Terdapat lima tipe kebudayaan khusus yang mempengaruhi bentuk
kepribadian yaitu:

 Kebudayaan khusus atau dasar faktor kedaerahan. Misalnya dalam cara


berdagang dan cara meminang antara orang padang dengan jawa
berbeda karena pengaruh daerahnya
 Cara hidup di desa dan di kota berbeda. Anak yang dibesarkan di desa
akan mempunyai sifat irit, percaya diri, sedangkan anak yang
dibesarkan di kota bersifat individualistik.

 Kebudayaan khusus atau kelas sosial, orang yang memiliki materi yang
lebih mempunyai gaya hidup yang berbeda dengan orang yang
berkekurangan

 Kebudayaan khusus atas dasar agama, orang yang dididik oleh agama
yang berbeda akan memiliki kepribadian yang berbeda pula.

 Pekerjaan atau keahlian. Misalnya kepribadian pengajar akan berbeda


dengan dokter atau pengacara.

Kesimpulannya, kebudayaan diciptakan oleh manusia dalam


bermasyarakat sebagai wujud penyatuan cipta, karya dan rasa masing-masing
individu untuk membentuk nilai dan norma baru yang berlaku dalam masyarakat
itu. Kemudian nilai dan norma tersebut dipatuhi oleh setiap individu sebagai
identitas dari suatu kelompok masyarakat tertentu yang membedakan mereka dari
kelompok masyarakat lain yang memiliki nilai dan norma yang berbeda.

Secara tidak sengaja, kebudayaan kelompok masyarakat tertentu akan


terbawa keluar apabila salah seorang anggotanya melakukan hubungan dengan
kelompok masyarakat lain yang memiliki kebudayaan berbeda. Di sinilah akan
terlihat perbedaan tingkah laku sosial dari anggota masing-masing kelompok.
Masing-masing akan membawa tingkah laku sosial yang berlaku di dalam
kelompoknya. Itulah yang disebut dengan kepribadian umum dari suatu
masyarakat.

Namun, perlu diingat bahwa tidak berarti bahwa semua anggota termasuk
di dalamnya. Karena kepribadian tidak hanya dibentuk oleh faktor kebudayaan
saja. Bisa saja dalam suatu kelompok itu terdapat pula kepribadian yang berbeda-
beda dari masing-masing anggotanya, namun tetap ada satu kepribadian umum
yang melekat pada diri mereka masing-masing sebagai bagian dari pengaruh
kebudayaan itu tadi.

You might also like