You are on page 1of 6

Nama : Bambang Restu S

NIM : 03031381720019
Shift : Rabu, 08.00-10.00 WIB
Kelompok :2

PEMBUATAN SABUN NATURAL HARMONY

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1994 sabun mandi


didefinisikan sebagai senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan
sebagai pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain
serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Syarat mutu sabun mandi padat yang
ditetapkan oleh SNI yaitu sabun padat memiliki kadar air maksimal 15 %, jumlah
alkali bebas maksimal 0,1% dan jumlah asam lemak bebas kurang dari 2,5% .
Dengan perkembangan yang cukup pesat dalam dunia industri dimungkinkan
adanya penambahan bahan-bahan lain kedalam sabun sehingga menghasilkan
sabun dengan sifat dan kegunaan baru. Berikut ini diterangkan mengenai
pembuatan sabun harmony. Ini adalah persamaan reaksi pembentukan sabun:

C3H5(OOCR)3 + 3NaOH 3NaOOCR + C3H5(OH)3


Gliseril Tristearat Natrium Hidroksida Sabun Gliserol

1. Bahan Baku Pembuatan Sabun Harmony


Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengan gliserol. Lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai
karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak
jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah
menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan NaOH membebaskan
gliserol. Panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya
karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari
18 atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh dapat menghasilkan
sabun yang mudah teroksidasi apabila sabun tersebut terkena udara. Sabun
Natural Harmoni dibuat dengan menggunakan bahan baku berupa minyak kelapa
sawit (palm oil), minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari proses pemasakan buah
kelapa sawit. Minyak kelapa sawit memiliki warna jingga kemerahan karena
adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang
terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa.

Gambar 1. Sabun Harmony


(Sumber: Alif, 2015)
1.1. Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah
NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa
dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na 2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan
asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
1.2. Bahan Tambahan
Bahan Tambahan adalah bahan yang digunakan dalam membantu
kelancaran proses produksi dan bahan ini termasuk bagian dari produk. Adapun
bahan baku pendukung dapat digunakan untuk membantu proses penyempurnaan
sabun hasil dari proses saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin)
sampai sabun dapat menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut
adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.. Bahan aditif merupakan bahan-
bahan yang ditambahkan ke dalam sabun. Hal ini yang bertujuan untuk
mempertinggi kualitas dari produk sabun yang dihasilkan menarik konsumen.
Bahan-bahan aditif antara lain builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan
parfum. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl
yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas. Pada sabun natural Harmony menggunakan
berbagai macam parfum dan pewarna diantaranya yaitu Aloe vera (daun), Grape
(fruit ekstrak), melon (fruit ekstrak). Bahan aditif yang digunakan diantaranya:
1) Parfum sebagai pemberi aroma pada sabun
2) Pewarna sebagai pembentuk warna pada sabun
3) Vaselin / petroleum sebagai pelembab pada sabun
4) Sodium Silikat
5) Three Chloro Carbon sebagai anti bakteri pada sabun kesehatan
1.3. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan yang digunakan secara tidak langsung
dalam produk dan bukan merupakan komposisi produk, tetapi digunakan sebagai
pelengkap produk. Adapun yang menjadi bahan tambahan adalah water (H2O).
Fungsinya yaitu sebagai kebutuhan proses untuk pengenceran. Tujuan dari
penambahan water untuk mempermudah proses pengenceran dan pencampuran.

2. Proses Pembuatan Sabun Dalam Industri Sabun


Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis
dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun
mandi, sabun cuci, sabun detergen baik untuk pakaian maupun untuk perkakas
rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Berikut ini adalah
beberapa tahapan-tahapan proses pembuatan sabun dalam skala industri.
2.1. Direct Saponification
Secara komersial, hal ini dilakukan melalui proses ketel boiling batch atau
proses kontinu. Saponifikasi langsung lemak dan minyak adalah proses tradisional
yang digunakan untuk produksi sabun. Secara komersial, hal ini dilakukan melalui
proses kettle boiling batch atau proses kontinu. Proses ini menghasilkan sabun
dalam jumlah besar, menggunakan tangki baja terbuka yang dikenal dengan ketel
yang dapat menyimpan hingga 130.000 kg bahan. Ketel dengan dasar kerucut ini
yang berisi koil uap terbuka untuk pemanasan dan agitasi. Untuk membuat sabun
oleh proses lemak, dan minyak, soda kaustik, garam, dan air secara bersamaan
ditambahkan ke ketel. Untuk menyelesaikan proses penyabunan, batch sabun
dipanaskan untuk jangka waktu tertentu menggunakan steam sparging.
Continuous Saponification Systems dimana umpan berupa campuran
lemak dan minyak terus dimasukkan ke dalam pressurized, heated vessel yang
biasa disebut sebagai autoclave, bersama dengan sejumlah kaustik soda, air, dan
garam. Pada suhu (120oC) dan tekanan (200 kPa), waktu yang digunakan untuk
reaksi saponifikasi lebih cepat (<30 menit). Setelah dikontakkan dengan waktu
kontak yang relatif singkat pada autoclave, larutan sabun dan campuran alkali
kemudian dipompakan ke dalam cooling mixer dengan suhu di bawah 100oC.
Hasil produk kemudian akan dipompakan ke dalam static separator dimana
campuran alkali dengan kandungan gliserol sebanyak 25-30% akan dipisahkan
dari larutan sabun menggunakan pengaruh gravitasi atau settling (pengendapan).
Larutan sabun kemudian dicuci dengan larutan alkali dan garam. Hal ini
sering dilakukan dalam sebuah kolom vertikal, yang merupakan suatu tabung
yang terbuka berupa proses mixing or baffle stages. Larutan sabun dimasukkan ke
bagian bawah kolom dan alkali atau larutan garam dipompakan dari atas. Larutan
sabun yang masih bisa direcovery berada di atas kolom sedangkan alkali atau
larutan garam berada di bawah. Proses pencucian menghilangkan impurities dan
menghasilkan gliserol yang akan diproses lanjut. Proses pemisahan akhir
menggunakan centrifugal, setelah dipisahkan, residu alkali dalam larutan sabun
dinetralisasi melalui penambahan asam lemak dalam steam-jacketed mixing vessel
(crutcher). Sabun kini siap untuk digunakan dalam pembuatan sabun batang.
2.2. Netralisasi Asam Lemak
Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan
terlebih dahulu menuju turbodisperser. Interaksi reaktan-reaktan mengawali
pembentukan sabun murni. Sabun yang direaksikan pada tahap ini, kemudian
dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi
selesai. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk
menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan.
2.3. Tahap Hidrolisis
Keterkaitan ester dalam lemak dan minyak dihidrolisis untuk
menghasilkan asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang terbentuk dilanjutkan
melalui kolom bagian atas, sedangkan gliserol yang dihasilkan dilakukan
pencucian melalui bagian bawah dengan fase air. Asam lemak yang dihasilkan
pada bagian atas kolom mengandung air, lemak yang tidak terhidrolisis, dan Zn
sisa sebagai katalis. Produk ini kemudian dilewatkan ke tahap pengeringan vakum
dimana air dihilangkan melalui penguapan dan asam lemak didinginkan.
2.4. Netralisasi
Umumnya, asam lemak dipanaskan pada (50oC-70oC) dan dicampurkan
dengan kaustik-garam-air (25oC-30oC). Steam dialirkan ke dalam sebuah high
shear mixing system, umumnya disebut sebagai neutralizer. Campuran dipanaskan
dengan suhu antara 85oC dan 95oC kemudian dipompakan ke dalam tangki
penerima yang efektif untuk mencampurkan sabun baik melalui sistem resirkulasi
dan agitasi. Setelah dikontakkan dengan waktu tinggal di tangki penerima untuk
memastikan komposisi seragam, sabun yang dihasilkan kemudian dipompakan
menuju ke tangki penyimpanan atau kemudian dilanjutkan ke proses finishing.
Tahapan selanjutnya adalah pemurnian sabun adalah suatu perlakuan
untuk menghilangkan impurities atau pengotor yang terlarut dalam larutan alkali
dan mengolah lagi gliserin yang terbebas pada saat reaksi saponifikasi. Secara
umum proses pencucian sabun yaitu proses pembasahan, perlakuannya terhadap
kotoran dan lemak-lemak atau minyak, proses menghilangkan kotoran dari
permukaan dan mengatur kotoran-kotoran supaya tetap stabil dari larutannya.
Tahap finishing merupakan langkah akhir pada proses pembuatan sabun.
DAFTAR PUSTAKA

Alif, J. 2013. Harmony. (Online). https://www.google.com/search?q=sabun+har


mony. ((Diakses pada tanggal 11 februari 2018)
Ball, David W, dkk. 2011. Introduction to Chemistry: General, Organic, and
Biological (v. 1.0): NC-SA.
Handojo, Lienda, dkk. 1995. Teknologi Kimia. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Poermono, A. 2002. Membuat Sabun Colek Skala Kecil, Skala Menengah. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Sukawaty, Y.. 2016. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat Ekstrak Etanol, Umbi
Bawang Tiwai (Eleutherine Bulbosa (Mill.) Urb.). Jurnal Media Farmasi.
Vol. 13(1) : 14-22.

You might also like