Professional Documents
Culture Documents
Untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dalam bangunan, kondisi lingkungan
internal (temperatur, kelembaban, tingkat iluminasi) dapat diatur tanpa ataupun dengan
menggunakan peralatan teknologi mekanikal elektrikal yang menggunakan energi dari sumber
yang tidak dapat diperbarui.
Seperti juga pembangunan berkelanjutan yang melihat konsep berkelanjutan dari 3 aspek
utama yaitu (1) kemajuan sosial, (2) pertumbuhan ekonomi dan (3) keseimbangan ekologi,
maka arsitektur berkelanjutan pun tidak dapat lepas dari aspek-aspek tersebut.
Pembangunan berkelanjutan memerlukan proses integrasi ekonomi dan ekologi mlalui upaya
perumusan paradigma dalam mengelol sumber daya seoptimal mungkin.
Pada tahun 1983, PBB membentuk Komisi Brundtland diketuai oleh Harlem Brundtland.Komisi
Brundtland adalah sebutan bagi Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Perubahan (World
Commission of Environment and Development – WCED). Komisi ini memfokuskan kajian pada 8
area analisis yaitu perspektif tentang kependudukan, lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan; energi; industri; keamanan pangan, pertanian, kehutanan, lingkungan dan
pembangunan; pemukiman manusia; hubungan ekonomi internasional; sistem pendukung
untuk pengelolaan lingkungan; dan kerjasama internasional.
Dua hal penting dalam konsep berkelanjutan ini yaitu kebutuhan (needs) dan generasi
pendatang (future generation) sehingga dalam pembangunan berkelanjutan perlu diperhatikan
:
Terdapat empat syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses pembangunan yang
berkelanjutan, yaitu :
1. Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang secara
ekologis benar.
2. Pemanfaatkan sumber daya terbarukan (renewable resourse) tidak boleh melebihi
potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumber daya tak tebarukan.
3. Pembuangan limbah industri dan rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi
pencemaran.
4. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan
(carryng capacity).
4.Manajemen limbah
Bangunan hemat energi dalam dunia arsitektur adalah meninimalkan penggunaan energi tanpa
membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktivitas penghuninya.
Hemat energi adalah suatu kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat atau minimal tanpa
harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia. Konsep bangunan hemat energi terdiri dari
beberapa komponen, yakni sebagai berikut:
Lahan yang semakin sempit, mahal dan berharga tidak harus digunakan seluruhnya
untuk bangunan, karena sebaiknya selalu adalahan hijau dan penunjang keberlanjutan
potensilahan.
Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan,
atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki
cukup laha nhijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan
berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan.
Menghargai kehadiran tanaman yangada di lahan, dengan tidak mudah menebang
pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi
dengan bangunan.
Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas
buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk
mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih
besar.
Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur
dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang
yang diperlukan.
Dimana letak lahan (di kota atau di desa) dan bagaimana konsekuensinya terhadap
desain, bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang, berapa banyak
potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan.
Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak
membuang material, misalnya kayu sisa bekisting dapat digunakan untuk bagian lain
bangunan.
Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa
digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan
sebaik-baiknya, terutama untuk material yang semakin jarang seperti kayu.
Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air
untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain
secara independen. Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara
global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat
diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.
Sosial
Ekonomi
o Pemilik grha ini melibatkan kontraktor dan arsitek lokal dalam pembangunannya,
serta sebagian besar komponen dan material menggunakan produk lokal.
o Efisiensi bangunan ditunjukkan melalui tingkat hunian yang tinggi yaitu mencapai
85%, dengan jam operasional 8 jam sehari.
o Efisiensi berinteraksi juga dipertimbangkan dengan mengalokasikan satu lantai
untuk satu divisi.
o Fleksibilitas ruang ditunjukkan antara lain dengan plafon dengan tinggi lebih dari
3 m, dan tiap lantainya tidak menggunakan partisi permanen sehingga dapat
dibongkar dan dengan mudah dialihfungsikan untuk kebutuhan yang lain.
Lingkungan
o Mematikan AC secara otomatis pada jam istirahat dan pada jam 16.00
o Pemanfaatan potensi cahaya matahari sebagai penerangan alami pada jam – jam
kerja, lampu hanya dinyalakan saat kondisi cuaca ekstrem, misalnya mendung.
o Dari sisi penghematan air, dilakukan efisiensi system plumbing yang dipusatkan
dalam satu area core plumbing.
o Dampak yang signifikan dari penghematan energi ini adalah running cost bias
ditekan sampai 40% jika dibandingkan bangunan – bangunan lain yang berskala
hampir sama.
Kesimpulan dari bangunan ini:
Nilai akhir SCAT yang dicapai masuk dalam kategori good, bahkan mendekati sempurna,
dengan nilai 4,0. Rata – rata untuk tiap poin juga baik, yaitu 4,7 untuk sosial, 4,4 untuk
ekonomi, dan 3,0 untuk lingkungan
Keberlanjutan jelas menjadi pemikiran yang benar – benar terealisasikan pada
bangunan ini.