You are on page 1of 6

SISTEM DAN STRUKTUR MASYARAKAT

DI BANTEN

Nama Anggota
1. Hilda Nurwiyanti
2. Miftakhuluza Oktavia
3. Nurhesa Mutiara
4. Tarich Aulia

Studi Kebantenan
Pendidikan Fisika 2015
DAFTAR ISI

Daftar Isi ......................................................................................................... 2


Struktur Masyarakat Banten ........................................................................... 3
Kehidupan Sosial Masyarakat Banten ............................................................ 4
Perkampungan di Banten ................................................................................ 5
Daftar Pustaka ................................................................................................. 6

2
Struktur Masyarakat Banten

Struktur masyarakat Banten dari beberapa catatan orang asing yang


mengunjungi Banten pada masa kesultanan menggambarkan struktur masyarakat
Banten digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:
1. Golongan Raja dan Keluarga
Golongan raja dan keluarga menduduki status sosial yang paling tinggi, hal
ini disebabkan karena fungsi dan jabatannya merupakan pemegang
kekuasaan politik dan ekonomi.
2. Golongan Elit
Golongan elit adalah golongan yang memiliki status sosial tinggi karena
jabatannya seperti bangsawan Mangkubumi, Menteri, Laksamana,
Senopati, Ulama, Tumenggung, dan Syah Bandar.
3. Golongan bukan Elit
Golongan bukan elit adalah golongan para pedagang, nelayan, tentara,
petani, seniman, dan pejabat rendahan.
4. Golongan Budak
Golongan budak adah golongan orang yang tidak mampu membayar
hutang.

Selain masalah stratifikasi sosial dalam masyarakat, menurut Hasan


Ambari (1998) di Banten dapat dilihat pula pengelompokkan pemukiman
menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Pengelompokkan atas dasar Ras dan Suku
Pengelompokkan ras dan suku terdiri dari Kebaten (pemukiman orang
Bali), Karoya (pemukiman orang koga dari India), dan Karangantu
(pemukiman orang asing lainnya).
2. Pengelompokkan atas dasar Keagamaan
Pengelompokkan atas dasar keagamaan terdiri dari Kapakihan
(pemukiman kaum ulama), dan Kasunyatan (pemukiman orang suci).
3. Pengelompokkan atas dasar Sosial Ekonomi
Pemngelompokkan atas dasar sosial ekonomi terdiri dari Pamacitan
(tempat penyimpanan lada), Pabean (tempat menarik pajak). Pajaringan
(tempat pemukiman nelayan), Pasulaman (tempat pengrajin sulam),
Kagongan (tempat membuat gong), Pamaranggeng (tempat membuat

3
keris), Pawilahan (tempat kerajinan bambu), Pakawatan (tempat mebuat
jala), Pratok (tempat membuat obat), Kepandean (tempat membuat
senjata).
4. Pengelompokkan atas dasar Status dalam Pemerintahan dan Masyarakat
Pengelompokkan atas dasar Status dalam Pemerintahan dan Masyarakat
terdiri dari Kawangsan (tempat pemukiman Pangeran Wangsa), Kaloran
(tempat pemukiman Pangeran Lor), Kawiragunan (tempat pemukiman
Pangeran Wiraguna), Kapurban (pemukiman Pangeran Purba),
Kebantenan (pemukiman pejabat Pemerintah), Kamandalikan
(pemukiman Pangeran Mandalika), Keraton (pemukiman Sultan dan
keluarganya), dan Kesatrian (pemukiman tentara).

Kehidupan Sosial Masyarakat di Banten


Kehidupan masyarakat Banten yang memiliki latar belakang dalam dunia
pelayaran, perdagangan, dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten
memilikijiwa bebas dan lebih bersifat terbuka, dengan demikian mereka dapat
bergaul dengan pedagang-pedagang dari tempat lain. Para pedagang lain tersebut
banyak yang menetap dan mendirikan serta membangun perkampungan di
Banten, seperti perkampungan Keling, Pekoyan, Pecinan, dan sebagainya.
Kehidupan sosial masyarakat di Banten memiliki landasan yang mengacu
pada ajaran-ajaran yang berlaku dan sesuai dengan agama islam, sehingga
kehidupan masyarakatnya hidup secara teratur. Sebagai pusat penyebaran islam,
Banten berusaha mengislamkan seluruh wilayah pajajaran. Bahkan penyebaran
agama islam itu meluas sampai ke daerah Lampung, Bengkulu, dan daerah sekitar
Tulangbawang.
Di Banten ada pula orang-orang keturunan Madura, mereka adalah
kelompok pelarian dari Madura yang meminta perlindungan ke Banten karena
tidak bersedia tunduk pada Mataram.
Penduduk-penduduk asli Kesultanan Banten mendiami rumah-rumah
penduduk yang tertutup dan tertata rapi mengelilingi istana. Sedangkan bagi
masyarakat Banten yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan pembuat
kapal, mereka mendiami rumah di tepi sungai Cibanten. Bagi kaum pendatang
dan para pedagang asing, Sultan Hasanuddin menyediakan lokasi di sebelah barat
dan timur dari batas utara kota itu sendiri. Transportasi pada saat itu
menggunakan rakit dan kanal buatan.

4
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial
masyarakat Banten semakin meningkat karena pasa saat itu Sultan sangat
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Usaha yang ditempuh Sultang Ageng
Tirtayasa salah satunya adalah dengan menerapkan sistem perdagangan bebas
yang mampu mengusir VOC dari Batavia. Meskipun agama islam telah
menduduki sebagian besar Kesultanan Banten, namun penduduk Banten telah
menjalankan dan menunjukkan praktek toleransi terhadap keberadaan pemeluk
agama lain. Hal ini dibuktikan dengandibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan
Banten pada tahun 1673.

Perkampungan di Banten
Perkampungan di Banten terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Perkampungan Pedagang Asing
a. Keling
b. Pekoyan (Arab)
c. Pecinan (Cina)
2. Perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan
a. Pande (Pandai besi)
b. Panjunan (Pembuat pecah belah)
c. Kauman (Para ulama)
Suku yang terdapat di Banten ada 3, yaitu suku Banten, suku Baduy, dan suku
Sunda.

5
DAFTAR PUSTAKA

Guillot, C. 2008. Banten : Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII. Jakarta:


Kepustakaan Populer Gramedia.

https://htirtayasa.wordpress.com/2010/12/03/struktur-masyarakat-banten/

https://anggibrillianpridyaputri.wordpress.com/2013/04/17/kehidupan-sosial-
dan-budaya-masyarakat-di-kerajaan-banten/

You might also like