You are on page 1of 18

MAKALAH

STUDI KEBANTENAN

PEREKONOMIAN DI BANTEN

Disusun oleh :

Nama kelompok :

1. Masitoh Nur syamsyiah


2. Siti Humairoh
3. Siti Ida rosida
Fakultas/Jurusan : FKIP/Pendidikan Fisika

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

Tahun 2016/2017
KATA PENGANTAR

Kami memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT karena atas hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul perekonomian di banten..

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan.

Serang, oktober 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang ……………………………………………………. 4

1.2 RumusanMasalah ………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kehidupansosialdikesultananbanten………………………….. 5

2.2 Faktor-faktoryang menjadikan Banten sebagai Jalur Sutera……. 6

2.3 Perkembangan Perekonomian di Banten………………………..... 8

2.4 Pengaruh Perekonomian Banten pada masa Kolonial………….... 8

2.5 Perdagangan Ekspor di Kesultanan Banten…………………….. 9

2.6 Hasil Pertanian…………………………………………………… 10

2.7 Hasil Non Pertanian…………………………………………….. 11

2.8 Perdagangan Impor di Kesultanan Banten………………………. 12

BAB III PENUTUP

3.1 DaftarPustaka…………………………………………………… 18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalur sutera yang awalnya melalui dataran tinggi, terutama bagi China yang
memperdagangkan ke Timur Tengah karena berbagai rintangan. China tertarik
pada wilayah Nanhai atau “Tanah di Laut Selatan”, yaitu julukan yang diberikan
kepada wilayah Asia Tenggara. Jalur perdagangan mulai digantikan dengan jalur
laut, kemudian abad ke-15 disusul oleh India yang muncul sebagai pasar untuk
pedagang China (Guy 1986;5)
Banten menjadi kota pelabuhan jalan sutera yang penting, bahkan setelah
kedatangan Islam di daerah pesisir Banten telah ada jalur perdagangan. Awal
mjula Banten yang terletak di daerah pedalaman ditepian sungai Ci Banten.
Sementara di pesisir Banten menjadi semakin berkembang dengan perubahan
pemerintahan dan keagamaan Islam. Seperti di dalam Babad Banten setelah
Hasanuddin wafat, pemerintahan diambil alih oleh Maulana Yusuf. Tembok
pertahanan kota, kampung baru, sawah, ladang dan bendungan.
Ketika Belanda tiba di Banten pada tahun 1596, Banten menjadi bandar
perdagangan yang penting. Kegiatan perekonomian yang berlangsung di Banten
memiliki 3 pasar sehari-hari tempat mereka menjual semua barang dagangan.
Pasar pertama, disebuah alun-alun sebelah timur kota,. Pada pagi hari banyak
pedagang dari berbagai macam bangsa seperti Portugis, Arab, Turki, China,
Quilin, Pregu, Melayu, Bengal, Gujarat, Abesinia dan India. Pasar kedua, pabean.
Dan ketiga, pasar di Pacina yang diadakan sebelum atau setelah pasar lain di
selenggarakan. (Rouffer dan Ijzerman 1915;110-113)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka terdapat
beberapa permasalahan pokok dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1) Faktor apa saja yang menjadikan Banten sebagai jalur sutera bagi para
Pedagang ?
2) Bagaimana pengaruh perekonomian Banten pada masa Kolonial ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kehidupan Sosial di Kesultanan Banten

Tahun 1670-an merupakan periode yang paling cemerlang dadalam sejarah


Kesultanan Banten. Banten memiliki tempat berlabuh yang cukup besar.
Kehidupan masyarakat Banten yang memiliki latar belakang dalam dunia
pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten,
memiliki jiwa bebas dan lebih bersifat terbuka, dengan demikian mereka dapat
bergaul dengan pedagang-pedagang dari berbagai bangsa lain. Para pedagang
tersebut banyak menetap dan mendirikan serta membangun pertanggungan di
Banten seperti perkampungan keling, perkampungan pekayon (Arab),
perkampungan pecinaan (Cina) dan sebagainya. Selain perkampungan, ada pula
perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti kampung pande
(para pandai besi), kampung panjunan (pembuat pecah belah), dan kampung
kauman (para ulama). Kehidupan sosial masyarakat Banten memiliki landasan
yang mengacu pada ajaran-ajaran yang berlangsung dan sesuai dengan agama
islam, sehingga kehidupan masyarakat hidup secara teratur.
Selama Maulana Hasanuddin berkuasa, Banten mengalami perkembangan
yang pesat. Banten menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di pulau
Jawa. Pada masa inilah Banten melepaskan diri dari Demak, menjadi kerajaan
merdeka. Maka dari itu Maulana Hasanuddin lalu dianggap sebagai pendiri dan
raja pertama Banten. Maulana Hasanuddin juga mempelopori pembangunan
istana Surosowan. Letak ibu kota Surosowan di teluk Banten sangat strategis
untuk pertumbuhan dan perkembangan bahkan memuncaknya kesultanan. Pusat
kerajaan yang mula-mula ada di Banten Girang tersebut kemudian dipindahkan
ke kota Surosowan, Banten Lama. Gambaran mengenai kota Banten pada awal
abad ke- 16 terletak dipertengahan pesisir sebuah teluk yang lebarnya 3 mil[4].
Penduduk-penduduk asli Kesultanan Banten mendiami rumah-rumah
penduduk yang tertutup dan tertata rapi serta mengelilingi istana. Sedangkan bagi
masyarakat Banten yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan pembuat
kapal, mereka mendiami rumah di tepi sungai Cibanten. Bagi kaum pendatang
dan pedagang asing, Sultan Hasanuddin menyediakan lokasi disebelah barat dan
timur dari batas sebelah utara kota itu sendiri. transportasi perdagangan
menggunakan rakit dalam kanal-kanal buatan. Maulana Yusuf disamping
melanjutkan penyebaran islam, juga melaksanakan pembangunan kota, membuat
perbentengan yang dibuat dari batu-bata, membangun keraton dan lain-lain. Tak
lupa pula ia berusaha untuk mendatangkan kemakmuran bagi rakyat dengan jalan
menyempurnakan penanaman padi, sawah dengan sistem irigasi. Mesjid dan
pesantren pun menjadi perhatian besar dari pemerintahan Maulana Yusuf. Pada
babad atau sejarah Banten, diceritakan bahwa pada masa Maulana Yusuf,
Kesultanan Banten mengalami kemajuan bukan saja dalam bidang pembangunan,
namun juga pembangunan desa dan pembuatan persawahan serta perladangan.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial
masyarakat Banten semakin meningkat pesat karena pada saat itu Sultan
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Usaha yang ditempuh Sultan Ageng
Tirtayasa dalam mensejahterakan rakyatnya salah satunya adalah menerapkan
sistem perdagangan bebas yang mampu mengusir VOC dari Batavia. Meskipun
agama Islam mempengaruhi sebagian besar kehidupan kesultanan Banten, namun
penduduk Banten telah menjalankan dan menunjukkan praktek toleransi
keberadaan pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah
klenteng di pelabuhan Banten pada tahun 1673. Hal tersebut membuktikan bahwa
ketika itu telah terjalin toleransi antara orang Banten dengan etnis Cina.

3 Faktor-faktor yang menjadikan Banten sebagai Jalur Sutera

Banten menjadi icon pelabuhan jalan sutera yang penting, bahkan setelah
kedatangan Islam di daerah pesisir Banten telah ada jalur perdagangan. Awal
mjula Banten yang terletak di daerah pedalaman ditepian sungai Ci Banten.
Sementara di pesisir Banten menjadi semakin berkembang dengan perubahan
pemerintahan dan keagamaan Islam.
a. Faktor Geografis

Letak Banten yang sangat strategis memungkinkan banyaknya pedagang-


pedagang yang berasal dari bangsa lain, yaitu yang letaknya meliputi Jalur-jalur
dagang nusantara yang merupakan bagian jalur dagang Asia dan dunia.

Selain itu, Banten juga dekat dengan Selat Sunda sehingga letak Banten
sangat strategis. Selat Sunda menjadi pintu masuk utama ke Nusantara bagian
Timur melewati pantai Barat Sumatera bagi pedagang muslim. Setelah jatuhnya
Maalaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, pedagang Eropa datang dari ujung
Selatan Afrika dan Samudera Hindia. Seperti halnya kedatangan bangsa Belanda
yang memotong rute ujung Selatan dan menyebrangi samudera Hindia menuju
Selat Sunda.

b. Faktor Agama

Kesultanan banten dirintis pendirinya oleh tiga kekuatan yaitu Cirebon,


Demak dan Banten sendiri. Pelopornya masing-masing Susuhunan Jati,
Fatahillah,dan Maulana Hasanuddin awal abad ke-16. Sehingga berdirinya
Kesultanan Banten (Djajadiningrat, 1983;214)

4 Perkembangan Perekonomian di Banten

Perintis juga di dukung oleh pedagang muslim baik dari Nusantara maupun
luar Nusantara sehingga pada perkembangan selanjutnya. Kesultanan Banten
tampil sebagai negara maritim dengan mengutamakan pelayaran dan
perdagangan, sedangkan bidang pertanian hanya sebagai unsur penunjang berupa
pembukaan lahan sawah yang ditanami padi pada masa pemerintahan Maulana
Yusuf (1570-1580) dan pembukaan lahan perkebunan lada (Djajadiningrat,
1983;219)

Berita tahun 1513 menyebutkan bahwa Banten merupakan daerah


pengekspor beras (Cortejao, 1941:168) tetapi berita tahun 1596 bahwa beras
didatangkan dari rembang dan Makassar (Rouffaer dan Ig Zerman, 1915:110-
113) dan juga dari Benggala dan Pegu (Meilink-Roeloefsz, 1962:62)

Pembudidayan tanaman padi agaknya memang dilakukan disekitar kota ini,


seperti yang dipaprkan babad Banten, pupuh XLVI. Menurut Djayadiningrat
(1983:59), serang berarti sawah, seserangan berarti pergi ke sawah. Tidak
mustahil seserangan terletak di kota Serang sekarang. Turun naiknya aktifitas
penanaman padi berkaitan dengan aktifitas pasar. Disebutkan banyak penduduk
mengalihkan pertaniannya ke tanaman lada, bila permintaan eksport tinggi (Chijs
1881:620). Sebaliknya jika permintaan menurun, penduduk menanam bahan
makanan misalnya padi, tebu dan sayur-sayuran (Meilink-Roeloefsz 196: 242 ;
Thandrasasmita 1976:56-7). Tanaman lain yang dibudayakan dan diperdagangkan
adalah cengkeh dan tembakau. Tidak mustahil keadaan ini menyebabkan
produksi beras menjadi tidak sebanding dengan kebutuhan penduduk, sehingga
perlu didatangkan dari luar.

Namun dampak negatif dari penanaman padi yang dianggap berlebihan di


kawasan pendalaman telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah di
Banten ini, seperti terjadi percepatan pengendapan sehingga secara tidak langsung
menyebabkan kemunduran diberbagai bidang (Heriyanti, 1985).

Kegiatan pelayaran dan perdagangan memang telah ada sebelumnya,


pergantian penguasa Banten dari penganut Hinduistis menjadi penganut Islam
(sejak 1526)berdampak positif dengan meningkatnya perdagangan pada mas itu.
Aktifitas perdagangan yang didominasi oleh pedagang muslim di nusantara. Hal
itu diakui oleh Raja Sunda yang khawatir sehingga ia membatasi pedagang
muslim yang masuk ke pelabuhan selat Sunda. (Cortesao, II, 1949:173)

Kebijakan terbuka dalam sistem ekonomi menjadikan Banten sebagai


tempat transito Internasional dari semua pedagang tanpa mengenal bangsa, agama
maupun budaya. Kebebasan keluar masuk pelabuhan Banten untuk melakukan
kegiatan pelayaran dan perdagangan, asalkan tidak melanggar peraturan
(Djajadiningraat, 1985:89).

5 Pengaruh Perekonomian Banten pada masa Kolonial


Pada tahun 1595 Kompeni Dagang Amsterdam mengirimkan 4 buah kapal
dagang yang dipimpin oloeh Cornelis De Houtman. Tiga kapal diantaranya
berhasil kembali kie Tessel dengan penuh muatan rempah-rempah. Pada tanggal
14 agustus 1596 armada dagang inilah yang pertama kali sampai di Banten.
Armada dagang kedua yang sampai di Indonesia adalah armada dagang yang
dipimpin oleh Jacob van Neck, Jacob van Heemskreck dan Wybrand van
Warwyck. Mulanya kedatangan mereka dicurigai, namun kemudiaan mereka
diterima dengan baik setelah menjelaskan vahwa kedatangannya hanya untuk
berdagang. Oleh karena itu Belanda dan banten membuat perjanjian
persahabatan. Persahabatan itu tidak berlangsung lama karena timbul persaaingan
perdagangan antara orang-orang Eropa yang berdgang di Banten. Namun orang-
orang Belanda cenderung bersifat kasar dan menimbulkan keonaran. Akibatnya
beberapa orang Belanda ditangkap oleh penguasa banten. Dan orang-orang
Belanda membalas dengan menembaki Banten dari kapal-kapal mereka. Dalam
suasana permusuhan, orang Belanda diusir dari Banten.
Sejak berdirinya VOC, berbagai cara dilakukan dengan menguasai
pelabuhan penting yang ada di Indonesia. Belanda datang kembali untuk menjalin
hubungan dagang. Ia berupaya menghasut penguasa Banten. Sehingga upaya
tersebut menghasilkan perjanjian yang menegaskan kekuasaan VOC atas Banten,
yang isinya:
a. VOC berhak turut campur dalam urusan pemerintahan Banten
b. VOC berhak penuh atas monopolli perdagangan lada di Banten dan
Lampung,
c. Banten harus melepaskan wilayah Cirebon kepada VOC
d. Banten harus menanggung biaya perang.

Dari perjanjian tersebut dapat dilihat bahwa pada saat itu komoditi lada
tergolong penting sehingga menarik perhatian bagi bangsa Belanda. Oleh karena,
pada Abad XVII lada merupakan satu-satunya produk paling cocok untuk Eropa.
Harga lada pada tahun 1662 mencapai empat real per pikul (ANRI, Bundel
Palembang No. 62.2)

6 Perdagangan Ekspor di Kesultanan Banten


Secara geografis, Kesultanan Banten kondisi perdagangannya dibagi
menjadi tiga macam. Ada lokal, regional, dan internasional. Sebagian besar
penghasilannya di Kesultanan Banten bertumpu pada perdagangan. Kegiatan
perdagangan terwujud karena ada pihak produsen, distributor maupun konsumen.
Barang-barang ini ditukar melalui sistem ekspor dan impor. Perdagangan ekspor
adalah penjualan barang-barang ke luar wilayah Kesultanan banten, baik berupa
hasil pertanian maupun non pertanian.Ekspor dan impor merupakan mekanisme
pemenuhan kebutuhan barang dan jasa lintas wilayah, yang mengkaitkan wilayah
produksi dan konsumen melalui pola-pola distribusi tertentu. Barang yang
diekspor berupa budidaya tanaman dan hasil peternakan yaitu lada, beras, asam,
buah-buahan dan sayur-sayuran dan Kesultanan Banten juga mengekspor tuak,
kambing dan sapi.
Perdagangan impor diartikan sebagai penjualan barang-barang yang
didatangkan dari luar wilayah Kesultanan banten, baik berupa bahan makanan
maupun peralatan atau perkakas sehari-hari.

7 Hasil Pertanian
Salah satu upaya masyarakat Kesultanan banten meningkatkan hasil
produksi pertaniannya, antara lain dengan membudidayakan berbagai jenis
tanaman, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun dijual ke luar
kesultanan.Petani, sebagai produsen yang mengupayakan lahan untuk bercocok
tanam berperan penting sebagai penghasil komoditas yang diperjualbelikan.
Dalam hal ini, produsen dianggap menguasai alat produksi, termasuk tenaga
kerja, dan menukarkan tenaga kerjanya sendiri serta hasil produksinya dengan
barang-barang dan jasa-jasa orang lain.
a) Lada

Kesultanan Banten telah mampu menghasilkan lada dan


mendistribusikannya sebagai komoditi dunia (world commodity). Kesultanan
Banten juga mendatangkan data dari Lampung, Pelmbang, Bengkulu dan Jambi
yang saat itu berada dibawah pengawasan pemerintah banten.Keadaan ini
menggambarkan bahwa kesultanan Banten telah mempu menghasilkan lada dan
mendistribusikannya sebagai komoditi dunia.

Pada masa penjualan lada mengalamai pasang surut sesuai dengan banyak
sedikitnya permintaan akan komoditas tersebut. Kondisi ini mendorong pula
petani lada untuk mengendalikan harga, bila permintaan dan persediaan banyak,
maka harga lada menjadi turun sebaliknya kalau permintaan banyak namun
persediaan sedikit maka harga menjadi mahal.Akibat dari perubahan ini maka
perdagangan menjadi meningkan, baik secara ekonomi maupun politik dan
mendatangkan kemakmuran.
Ada ciri yang menarik dari system perdagangan di pelabuhan Banten ini,
yaitu penggunaan ukuran dan sauna berat timbangan yang dignakan untuk
menimbang lada. Diketahui bahwa satu gantang berisi kira-kira 3 pon menurut
timbngan Belanda, seain itu satu bahar sama dengan 375 pon (Chijs. 1881).
Sedangkan pada zaman sekarang sat upon sama dengan ½ kilogram[5].

b) Beras

Salah satu komoditas ekspor kesultanan Banten selain lada ialah padi meski
tidak berlangsung lama. Dalam sejarah Banten disebutkan Sultan Ageng
memerintahkan untuk membangun lumbung besar di alun-alun.

c) Cengkeh

Bahan rempah lain yang banyak dijual keluar Banten adalah cengkeh
sebagaimana tercatat oleh arsip VOC, tahun 1629 diperkiraakan cengkeh yang
dibeli oleh Inggris sebanyak 120.000 pon. Jumlah ini meningkat ditahun 1636
hingga mencapai 300.000 pon, dan menurun di tahun 1638 hanya 118.000 bahkan
ditahun 1641 hanya mencapai 46.000 pon. Besarnya jumlah cengkeh yang
berhasil di ekspor Banten memperlihatkan bahwa perdagangan rempah dari
kawasan luar Banten berlangsung dengan baik.

d) Buah-buahan

Menurut catatan Belanda yang termuat didalam Dagh Register tahun 1676
tertulis bahwa Banteng menghasilkan berbagai buah-buahan dan sayur mayor
dijual ke Batavia. Termasuk diantaranya ialah kelapa, pinang, tembakau, asam,
bahkan disebutkan adanya pengiriman telur asin serta gula. Berita tertulis lain
mengutarakan bahwa Banten menghasilkan pula ketimun, buncis, dan semangka.

e) Gula

Konsumen gula ini agaknya tidak terbatas pada golongan masyarakat


tertentu saja, orang Inggris lebih suka pada gula yang terbuat dari bahan tebu
sehingga banyak petani Banten yang memanfaatkan peluang ini untuk memasok
kebutuhan bangsa asing tersebut.Pedagang yang terlibatpun agaknya sangat
terbatas, seperti pedagang Cina yang membawa langsung komoditas ini untuk
dijadikan barang dagangan ke Cina.
Pada saat harga lada menurun dan sewaktu kesultanan ini diblokade
Belanda maka sultan memerintahkan para petani untuk menanam tebu dan padi.
Tebu selanjutnya diolah menjadi gula pbanyak dibutuhkan oleh orang-orang
Inggris yang tinggal di Banten. Pengolahan gula tebu juga banyak diusahakan
pula oleh orang Cina yang bertempat tinggal di Banten , bahkan ketika hasil lada
berkurang gula tebu ini dijualnya sebagai barang ekspor ke cina.

f) Jahe

Pada tahun 1664, menurut catatan pedagang Inggris, mereka diharuskan


oleh penguasa untuk membeli 1000 guci jahe. Karena tampaknya penguasa yang
terlibat dalam penjualan jahe ini menggunakan kekuasaan yang dimilikinya guna
megalihkan produk yang dihasilkannya. Sementara pihak konsumen, dalam hal
ini pedagang Inggris seakan terpaksa membeli dagangan ini, meski barangkali
bukan merupakan kebutuhannya.

Peristiwa diatas terlihat bahwa penguasa melakukan jual beli yang bersifat
yang ahrus dibeli konsumen dan tidak mustahil bila harga ditentukan oleh
penguasa.monopoli, dimana produsen menentukan sendiri siapa dan berapa
banyak barang

8 Hasil Non Pertanian


a. Kapur
Sumber tertulis yang sama menyebutkan pula bahwa kapal dari Banten
membawa kapur dalam pot ke Batavia. Jenis kapur apa yang dimaksud tidak
dijelaskan, hanya diperkirakan kapur tersebut adalah kapur yang buasa dipakai
sebagai pelengkap makan sirih. Kebiasaan menguyah sirih di Banten telah
dibuktikan dengan ditemukannya sebuah wadah dari keramik yang berisi kapur di
situs Pamarican juga sendok sirih yang pernah ditemukan dalam kotak penggalian
situs Sukadiri.
Kapur disini adalah kapur sirih, karena sangat mustahil bila kapur untuk
bangunan disimpan dalam wadah. Karena disebutkan bahwa kapur ini ditaruh
didalam pot, atau mungkin semacam tempat penyimpann makanan.
b. Ikan
Adanya bukti ikan disitus Banten Lama serta pernyataan dari sumber
tertulis tentang penjualan ikan ke Batavia. Ditambah lagi lingkungan daerah
Banten yang terdiri dari laut, sungai dan rawa sangat memungkinkan berbagai
jenis ikan berkembang biak di habitat tersebut. Dengan demikian tidak mustahil
pemanfaatan ikan di Kesultanan Banten bukan saja berasal dari air asiin,
melainkan juga dari air tawar dan payau. Berlimpahnya ikan diperairan teluk
Banten pernah digambarkan oleh orang Belanda yang berkunjung tahu n 1596.

c. Rotan

Dahg Register tahun 1676 yang menyebut bahwa Banten mengirimka rotan
ke Batavia. Rotan yang merupakan salah satu hasil hutan dan pada umumnya
tidak dibudidayakan manusia, merupakan barang daganagan yang bersifat ekspor
saat itu. kawasan hutan yang berada disebelah selatan kota Banten agaknya
berpotensi dalam menghasilkan rotan yang cukup banyak.

d. Cangkang Kura-kura

Barang ini sangat diminati oleh pedagang Cina untuk dibawa ke negerinya.
Besar kemungkinan cangkak kura-kura ini digunakan sebagai bahan baku
berbagai ragam perhiasan maupun alat. Berdasarkan pengamatan saat ini, tidak
sedikit perhiasan seperti bros, tusuk konde dan anting-anting.

Cangkang kura-kura mengalami proses pengerjaan terlebih dahulu sebelum


dijadikan barang dagangan untuk dijual, sedangkan barang dagangan berupa ikan
tidak mengalami hal yang serupa. Distribusi cangkang kura-kura dari produsen
sampai ke konsumen mengalami jalan panjang sementarapengalihan ikan
mengalami jalan pendek, meski keduanya dijual sebagai barang ekspor
Kesultanan Banten.

e. Gading Gajah

Barang ekspor lain yang dituliskan sebagai mata dagangan dari Banten, dan
banyak dijual ke negeri Cina adalah gading gajah. Keberadaan gading gajah di
Banten diperkirakan tidak betalian dengan habitat binatang tersebut, karena
kawasan Banten bukan merupakan daerah hunian gajah. Besar kemungkinan
gading gajah diperoleh dari Lampung, karena habitat gajah sampai saat sekarang
masih ditemukan diarea lampung.

f. Opium

Barang dagangan ini tergolong narkotika, oleh karenanya dalam hal


keagamaan dalam hal ini agama islam, Sultan Ageng melarang dan menguhkum
keras pemakaian Opium dan minuman keras alcohol diseluruh kesultanan Banten.
Walaupun dmeikian penualan barang ini ke Jawa Timur dan ke Batavia tetap
berlangsung.

9 Perdagangan Impor di Kesultanan Banten


1. Bahan Pangan

Banyaknya penduduk yang bertempat tinggal baik secara menetap maupun


tidak menetap di Banten, membutuhkan jumlah makanan yang tidak sedikit.
Beras merupakan komoditi yang penting pada masa itu, karena merupakan
makanan pokok di banyak tempat.Selain diperuntukkan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, beras juga menjadi komoditi ekspor kesultanan Banten.

Kesultanan Banten berusaha untuk tidak hanya bergantung pembelian beras


hanya kepada satu tempat saja, dalam hal ini Mataram (Jepara). Bila Banten
sangat bergantung pada beras Mataram maka secara politis hal ini tentunya
meurpakan kesempatan bagi Mataram untuk menguasai Banten dalam hal
pangan.

Jika beras didatangkan ke Banten selain untuk diperjual belikan kembali


keluar Banten juga untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Banten. Berbeda
halnya dengan cengkeh. Di Banten, cengkeh merupakan barang dagangan yang
diperjual belikan dengan tujuan dapat mengantongi laba besar.Bahan makanan
lain yang banyak didatangkan dari luar Banten adalah garam. Meskipun lokasi
kesultanan Banten yang berada di lingkungan pantai, namun agaknya kurang
mendukung produsen garam, sehingga garam perlu didatangkan dari Gresik,
Juana, dan Pati. Pembuatan garam membutuhkan air laut yang jernih sehingga
mengandung ultra haline yang tinggi.Keadaan lingkungan laut yang demikian
tidak memungkinkan pembuatan garam dapat terlaksana. Peredaran garam mulai
dari produsen yang berasal dari luar Banten hingga sampai ke konsumen di
kesultanan Banten, diperhitungkan mengalami beberapa kali kepemilikan. Garam
yang didatangkan ke Banten didistribusikan secara tidak langsung, yaitu melalui
pedagang perantara, agen, dan pedagang eceran. Ikan asin juga merupakan bahan
pangan yang di impor kesultanan Banten dari Banjarmasin.

Beraneka ragam bahan pangan yang diperjual belikan di dalam kesultanan


Banten, melibatkan distributor dan konsumen dari berbagai bangsa, seperti,
Gujarat, Cina,Turki, dll. Bahan pangan lain yang di impor adalah gula merah dari
Jepara dan Batavia, bahan pembuat manisan dari Cina, Cabai dari Amerika
Selatan, opium yang dibawa oleh pedagang dari Gujarat, tembakau dan
sebagainya.

2. Bahan Sandang

Bahan sandang yang diperdagangkan di Banten terdiri dari berbagai jenis,


yakni berupa kain yang belum dibentuk menjadi pakaian dan kain yang sudah
diubah menjadi baju. Pedagang Cina banyak membawa bahan pakaian berupa
satin, beludru, dan sutera. Sedangkan pedagang India membawa bahan pakaian
dari kapas.Besar kemungkinan pedagang perantara ini menjual kembali barang
dagangannya kepada pedagang lain yang akan membawanya sebagai komoditas
negeri itu keluar wilayahnya. Selanjutnya distributor akan menyalurkannya
kepada pedagang eceran di Banten. Tukar menukar yang terjadi antara penjual
dan pembeli dilaksanakan dengan motivasi penjual memperoleh laba secara
langsung sedangkan konsumen untuk memenuhi kebutuhan sandangnya.

Selain pangan dan sandang, Banten juga mengimpor beraneka peralatan dan
bahan baku. Di Kesultanan Banten banyak terdapat keramik yang bersal dari
Cina, Jepang, Thailand,Eropa, dan lain sebagainya. Selain untuk diperjual
belikan, keramik juga bisa didapatkan kesultanan Banten melalui hadiah yang
bersifat politis.

Banten juga mengimpor alat-alat pertahanan seperti meriam, senjata, serta


mesiu yang didatangkan dari negara-negara di Eropa.Perdagangan akan
komoditas ini lebih bersifat resmi karena merupakan hubungan antar negara,
sehingga produsen dan konsumen yang terlibat adalah penguasa tertinggi. Banten
juga mengimpor kapal baik untuk kebutuhan ekonomi maupun politik, serta besi
yang di impor dari Karimata.

3. Budak

Salah satu komoditas penting yang banyak diperdagangkan pada masa lalu
adalah budak. Besar kemungkinan penyebab utama munculnya perdagangan
budak di Kesultanan Banten dikarenakan sebagian dari masyarakatnya
membutuhkan banyak tenaga kerja terutama tenaga kasar. Sultan, sebagai
penguasa tertinggi memiliki jumlah budak yang banyak.

Keadaan ini dapat terjadi akibat kalah perang, upeti, warisan orang tua,
orang hukuman, dan sebagainya. Budak-budak yang di perdagangkan di Banten
berasal dari Bali, Maluku, Lombok, dan Sulawesi Selatan. Budak selain sebagai
komoditas dapat pula merangkap sebagai “alat” produksi bagi pemiliknya, yang
dapat diperjual belikan bagi pemenuhan kebutuhan orang lain.

Layaknya sebuah pusat pemerintahan yang merangkap sebagai pusat


perdagangan, Kesultanan Banten membangun lingkungannya dengan berbagai
macam fasilitas sebagai sarana pendukung. Sebagai contoh, kita lihat
pembangunan istana Surosowan. Ketika Surosowan didirikan, letak istana sesuai
dengan tata letak masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Jawa, dengan
arah hadap ke utara, alun-alun terletak di Selatan dan di sebelah barat terdapat
mesjid Agung.Dengan demikian peran Sultan Maulana Hasanudin sangat besar
dalam menentukan faktor tersebut, namun tentunya beliau dibantu pula oleh para
penasehat terutama kaum ulama ahli agama.Ketergantungan akan jasa penasehat
sangat dibutuhkan oleh penggagas, sebagai landasan bagi pendirian istana agar
tidak menyalahi aturan yang bersifat non teknis tersebut.

Pendirian keraton juga mencakup pula perancang bangunan yang


mempunyaipengetahuan tentang hal yang bersifat teknis, seperti penggunaan
bahan baku dan masalah konstruksi. Selain menggunakan penjual jasa lokal,
kesultanan Banten juga menggunakan tenaga kerja asing. Hal ini bisa terlihat dari
pembangunan tembok istana yang mempunyai dua bangunan dengan atap
bergaya Cina.Kesultanan Banten juga mempekerjakan orang asing dalam urusan
administrasi, keterangan pada tahun 1604 menyebutkan bahwa banyak orang
India yang diangkat sebagai syahbandar maupun laksamana. Ada juga orang-
orang Cina yang bekerja sebagai juru tulis, penimbang, ahli bangunan, serta
penerjemah. Berdasarkan aturan yang dibuat, pekerja asing yang bekerja pada
kesultanan diwajibkan beragam Islam. Selain untuk kepentingan ekonomi,
keterbukaan kesultanan Banten dalam menerima tenaga asing ini juga dapat
dilihat sebagai upaya penyebaran agama Islam.

Kesultanan Banten banyak melakukan upaya guna menunjang perdagangan


yang berlangsung didalam negerinya. Upaya yang dimaksud berbentuk
pembangunan fisik maupun non fisik. Termasuk kategori fisik adalah pasar,
pelabuhan, transportasi sedangkan moneter serta peraturan yang terkait dengan
perdagangan termasuk non fisik.Sebagai kesultanan yang bertumpu pada
perdagangan, maka diperkirakan sumber penghasilan terbesar yang di peroleh
kesultanan Banten adalah melalui bea masuk dan pajak penjualan. Besarnya bea
yang dikenakan berdasarkan kuantitas dan kualitas komoditas yang
diperdagangkan.
DAFTAR PUSTAKA

Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutera; Kumpulan Makalah Diskusi. 1995. Jakarta.
Depdikbud.

Susanto, Noto Nugroho. 1981. Sejarah Nasional Indonesia II untuk SMA.


Jakarta; PT. Balai Pustaka, Depdikbud.

Djajadiningrat, Hoesein. 1944. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. Jakarta;


Djambatan KITLV

You might also like