You are on page 1of 19

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DI INDUSTRI

Biodiesel salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak
mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar
kendaraan bermotor dapat menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak
diesel. Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya yang
dapat diperbaharui. Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel antara lain
kelapa sawit, kedelai, bunga matahari, jarak pagar, tebu dan beberapa jenis
tumbuhan lainnya. Beberapa bahan baku tersebut di Indonesia yang punya
prospek untuk diolah menjadi biodiesel adalah kelapa sawit dan jarak pagar, tetapi
propek kelapa sawit lebih besar untuk pengolahan yang secara besar-besaran.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi di dunia
namun sampai saat ini masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) untuk
mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor transportasi dan energi.
Kenaikan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini memberi dampak yang
besar pada perekonomian nasional, terutama dengan adanya kenaikan harga
BBM. Kenaikan harga BBM secara langsung berakibat pada naiknya biaya
transportasi, biaya produksi industri dan pembangkitan tenaga istrik. Pada jangka
panjang impor BBM akan semakin mendominasi penyediaan energi nasional
apabila tidak ada sama sekali kebijakan pemerintah untuk melaksanakan
penganekaragaman energi dengan memanfaatkan energi yang terbaharukan.
Tanaman industri kelapa sawit telah tersebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia, teknologi pengolahannya sudah mapan. Perbandingan dengan tanaman
yang lain seperti kedelai, bunga matahari, tebu, dan jarak pagar yang masih
mempunyai kelemahan antara lain sumbernya sangat terbatas dan masih diimpor
(kedelai dan bunga matahari), jumlah tebu yang masih minim untuk bahan baku
gula (kekurangan gula nasional masih diimpor dan hanya dapat dipakai tetesnya
sebagai bahan baku alkohol), jarak pagar ini masih dalam taraf penelitian skala
laboratorium untuk prospek pengembangan bio-fuel sebagai substitusi bahan
bakar minyak 18 budidaya dan pengolahannya, sehingga dapat dikatakan bahwa
kelapa sawit merupakan bahan baku untuk biodiesel yang paling siap. Kebutuhan
minyak sebagai bahan bakar yang makin hari terus meningkat setiap tahunnya.
Program pengembangan biodisel berbahan baku kelapa sawit, maka
perkebunan kelapa sawit sangat menjanjikan dengan keunggulan produktivitas
dan lebih efisien terutama dalam mengangkat keterpurukan perekonomian
nasional, selain itu manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat petani kelapa
sawit yang menggantungkan hidupnya dari hasil panen tandan buah segar, industri
biodiesel, juga pemanfaatan biodiesel akan dapat mengurangi atau menghentikan
impor minyak solar yang berakibat berkurangnya pembelanjaan luar negeri.
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
(transesterification) dimana reaksi antara senyawa ester atau minyak kelapa sawit
murni dengan senyawa alkohol (methanol). Proses ini menghasilkan dua produk
yaitu metil ester (biodiesel) sebagai produk utama dan gliserin produk samping,
yang pada umumnya dapat digunakan pada pembuatan sabun dan produk lainnya.
Penggunaan biodiesel telah ada sejak tahun 1853, bertahun-tahun sebelum
mesin diesel pertama kali ditemukan. Mesin diesel pertama ditemukan oleh
Rudolf dieselpada 10 Agustus 1893, dapat bekerja hanya dengan menggunakan
minyak yang berasal dari kacang tanah. Menariknya diesel sendiri pada tahun
1912 saat dimana penggunaan minyak nabati dalam bahan bakar tidak signifikan,
dan ketika penggunaan biodiesel akan sama pentingnya dengan minyak bumi.
Selama bertahun-tahun proses biodiesel telah banyak dikembangkan dan
pada tahun 1977 ilmuwan Brasil Expedito Parente, menemukan proses industri
pertama untuk produksi dari biodiesel. Pada tahun 2010, perusahaannya Tecbio,
bekerja sama dengan perusahaan NASA dan Boeing untuk membuat campuran
biodiesel minyak tanah (biokerosene). Pabrik biodiesel pertama dibangun pada
bulan November 1987 dan pabrik berskala industri pertama dibangun pada tahun
1989. Saat ini 100 persen biodiesel tersedia di berbagai pompa bensin di Eropa.
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur
atau lemak hewan. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid yang digunakan
untuk mengkonversi minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang
asam lemak bebas. Bahan baku yang murah membuat biodiesel lebih kompetitif.
Tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran
yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya
dalam banyak kasus. Biodiesel lebih sering digunakan sebagai penambah untuk
diesel petroleum, untuk meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra
rendah belerang yang rendah pelumas. Biodiesel merupakan kandidat yang paling
baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi
utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar yang terbaharui disamping
itu juga mudah ditemukan, bisa menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini
dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat cepat, terutama di Eropa,
Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar sebagian kecil saja dari
penjualan bahan bakar. Pertumbuhan Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU)
membuat semakin banyak penyediaan biodiesel ke konsumen dan pertumbuhan
kendaraan menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar naik (Buana, 2010).

1. Jenis-jenis Biodiesel
Ada beberapa campuran biodiesel dan hidrokarbon yang berbeda yang
berasal dari solar. Seluruh dunia menggunakan sistem yang disebut sebagai faktor
B, untuk menentukan jumlah diesel yang digunakan dalam campuran bahan bakar.
Campuran apapun dari 20 persen biodiesel atau kurang bisa digunakan pada
semua tipe mesin tanpa modifikasi. Biodiesel biasanya dapat digunakan dalam
bentuk B100 saja, tetapi mungkin membutuhkan beberapa modifikasi mesin untuk
menghindari masalah dengan mesin. Faktor B itu terbagi sebagai berikut B100
yaitu 100 persen biodiesel, B20 yaitu 20 persen biodiesel, B5 yaitu 5 persen
biodiesel dan 95 persen solar, dan B2 yaitu 2 persen biodiesel dan 98 persen solar.

2. Pembuatan Biodiesel Skala Kecil


Pada skala kecil dapat dilakukan dengan bahan minyak goreng 1 liter yang
baru atau bekas, methanol sebanyak 200 ml atau 0.2 liter. Soda api atau NaOH 3,5
gram untuk minyak goring bersih, jika minyak bekas diperlukan 4,5 gram.
Kelebihan ini diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang banyak pada
minyak goreng bekas. Dapat pula mempergunakan kalium hidroksida namun
harganya yang lebih mahal dan diperlukan 1,4 kali lebih banyak dari soda api.
Proses pembuatannya dimana soda api atau natrium hidroksida dilarutkan
dalam methanol dan kemudian dimasukan kedalam minyak yang sudah
dipanaskan sekitar 55○C, diaduk dengan cepat selama 15-20 menit kemudian
dibiarkan dalam keadaan dingin semalam. Maka akan diperoleh biodiesel pada
bagian atas dengan warna jernih kekuningan dan sedikit bagian bawah campuran
antara sabun dari asam lemak, sisa methanol yang tidak bereaksi dan glyserin 79
ml. Biodiesel yang merupakan cairan kekuningan pada bagian atas dipisahkan
dengan mudah dengan menuang dan menyingkirkan bagian bawah dari cairan.
Pada skala besar produk bagian bawah dapat dimurnikan untuk memperoleh
gliserin yang berharga mahal, juga sabun dan sisa methanol yang tidak bereaksi.
Minyak yang kita gunakan ketika menggoreng, maka terjadi peristiwa
oksidasi, hidrolisis yang dapat memecah molekul minyak menjadi asam. Proses
ini bertambah besar dengan adanya pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama
selama penggorengan makanan. Adanya asam lemak bebas dalam minyak goreng
ini tidak baik untuk kesehatan. asam lemak dapat pula menjadi ester jika bereaksi
dengan methanol, sedangkan jika bereaksi dengan soda api akan mebentuk sabun.
Produk biodiesel harus dimurnikan dari produk samping, gliserin, sabun
sisa methanol dan soda. Sisa soda yang ada pada biodiesel dapat dihidrolisa dan
terjadi pemecahan biodiesel jadi Free Fatty Acid (FFA) yang kemudian terlarut
dalam biodiesel itu sendiri. Kandungan asam lemak atau FFA dalam biodiesel
tidak bagus karena dapat menyebabkan penyumbatan pada filter atau saringan
dengan endapan dan akan menjadi korosi pada bagian logam mesin diesel.

3. Teknologi Biodisel
Tanaman yang dapat menghasilkan minyak nabati baik untuk non pangan
maupun pangan yang terdapat di Indonesia terdapat lebih dari 50 jenis tanaman,
namun hanya beberapa jenis yang dapat diolah menjadi minyak nabati kemudian
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Biodiesel dibuat melalui suatu
proses kimia yang disebut reaksi transesterifikasi (reaksi antara minyak dengan
metanol) dimana gliserin kemudian akan dipisahkan dari minyak nabati. Proses
transesterifikasi ini akan menghasilkan dua produk yaitu metil ester atau mono-
alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping (Edward, 2012).
Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati,
lemak hewani, lemak bekas atau lemak daur ulang. Semua bahan baku ini
mengandung trigliserida, Asam Lemak Bebas (ALB) dan zat-pencemar dimana
tergantung pada pengolahan awal dari bahan baku yang digunakan. Bahan baku
penunjang yaitu alkohol, pada pembuatan biodiesel ini dibutuhkan katalis untuk
proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak.
Minyak nabati kandungan asam lemak bebas lebih rendah dari pada lemak
hewani, minyak nabati biasanya selain mengandung ALB juga mengandung
phospholipids, phospholipids dapat dihilangkan pada proses degumming dan ALB
dihilangkan pada proses refining. Minyak nabati yang digunakan dapat dalam
bentuk minyak produk biodiesel tergantung pada minyak nabati yang digunakan
sebagai bahan baku seta pengolahan awal (pretreatment) dari bahan baku.
Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah
methanol, namun dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi
perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alkohol yang digunakan. Kandungan
air yang tinggi dapat mempengaruhi hasil dari biodiesel. Kualitasnya rendah
karena kandungan sabun, ALB dan trigliserida tinggi. Hasil biodiesel juga
dipengaruhi oleh tingginya suhu operasi dalam proses produksi, lamanya waktu
pencampuran atau kecepatan pencampuran alkohol. Katalisator dibutuhkan pula
guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya katalis
yang digunakan bersifat basa kuat yaitu Natrium hidroksida (NaOH), Kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung
minyak nabati yang digunakan, apabila digunakan minyak mentah dengan
kandungan ALB kurang dari 2%, disamping terbentuk sabun dan juga gliserin.
Katalis tersebut pada umumnya sangatlah higroskopis dan dapat bereaksi
membentuk larutan kimia yang akan dihancurkan oleh reaktan alkohol.
Banyaknya air yang diserap oleh katalis maka menyebabkan kerja katalis kurang
baik sehingga produk biodiesel kurang baik. Reaksi selesai maka katalis harus di
netralkan dengan penambahan asam mineral kuat. Biodiesel dicuci proses
netralisasi juga dapat dilakukan dengan penambahan air pencuci, HCl juga
dapat dipakai untuk proses netralisasi katalis basa, begitu juga katalis lainnya.
Hampir semua biodiesel diproduksi dengan menggunakan metode
transesterifikasi dengan katalisatornya basa kuat karena merupakan proses yang
ekonomis dan hanya memerlukan suhu dan tekanan yang rendah. Hasil dari
konversi yang bisa dicapai dari proses ini adalah bisa mencapai 98%. Proses ini
merupakan metode yang cukup krusial untuk memproduksi biodiesel bahan baku
dari minyak atau lemak nabati. Proses transesterifikasi merupakan reaksi dari
trigliserin (lemak atau minyak) dengan bioalkohol (methanol atau ethanol) untuk
membentuk ester dan gliserol. Proses transesterifikasi yang umum untuk
membuat biodiesel dari minyak nabati atau biolipid ada tiga macam yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa
2. Transesterifikasi dengan katalis asam langsung
3. Konversi minyak atau lemak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan
menjadi biodiesel
Minyak nabati yang memiliki nilai kadar Asam Lemak Bebas (ALB) nya
rendah (< 1%), bila lebih dari 1 maka perlu dilakukan pretreatment terlebih
dahulu, karena berakibat pada rendahnya kinerja efisiensi. Standar perdagangan
dunia kadar ALB yang diijinkan mencapai hingga 5%. Minyak nabati dengan
kadar ALB>1%, perlu dilakukan deasidifikasi dengan reaksi metanolisis atau
dengan gliserol kasar. Sederhananya reaksi transesterifikasi yaitu campuran 100
lbs minyak nabati dengan 10 lbs methanol menghasilkan 100 lbs biodiesel dan 10
lbs gliserol. Selama proses esterifikasi, trigliserin akan bereaksi dengan alkohol
dengan katalisator alkalin kuat yaitu NaOH, dan sodium silikat (Aziz, 2008).

Gambar 3.1. Blok Diagram Proses Biodiesel


(Sumber: Rahayu, 2010)
Jumlah katalisator yang digunakan dalam proses titrasi cukup untuk
menentukan dalam memproduksi biodiesel. Secara empiris 6,25 gr/l natrium
hidroksida adalah konsentrasi yang memadai. Reaksi antara biolipid dan alkohol
adalah reaksi dapat balik (reversible) sehingga alkohol harus diberikan berlebih
untuk mendorong reaksi kekanan dan mendapatkan konversi yang sempurna.

O O
CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1

O O CH2-OH
CH-O-C-R2 + 3CH2OH CH3-O-C-R2 + CH-OH
O (katalis) O CH2-OH
CH2-O-C-R2 CH3-O-C-R3
Trigliserida Metanol Campuran Gliserol
ester minyak

Pada reaksi transesterifikasi dimana R1, R2, R3, merupakan rantai panjang
dari atom karbon dan hidrogen yang disebut sebagai sama lemak. Terdapat
beberapa tipe rantai dari minyak nabati yaitu palmik, oleat, linoleat, dan linolenik
Apabila triolein dalam minyak nabati beraksi dengan methanol (alkohol) akan
menghasilkan 3 molekul methil oleat inilah yang disebut sebagai biodiesel dan
satu molekul gliserol. Kadar asam lemak bebas harus kurang dari 1%, instalasi
biodiesel mensyaratkan bahwa ukuran partikel dari asam lemak bebas harus <5
mikrometer. Kondisi ini tidak terpenuhi, diperlukan proses persiapan diantaranya:
1) Filtrasi hingga 5 mikrometer
2) Pencucian dengan air
3) Dekantasi
4) Pemanasan minyak dan Dekantasi kedua
Pada minyak nabati kadar airnya cukup tinggi, maka setelah dekantasi
kedua dilakukan pengeringan disamping itu yang perlu diperhatikan adalah sifat
minyak yang mudah larut dalam alkohol. Ringkasnya tahapan proses dari
pembuatan biodiesel yaitu jika kandungan asam lemak bebas dan air terlalu
tinggi, hal ini akan mengakibatkan pembentukan sabun (reaksi saponifikasi).
Hal tersebut dapat juga menimbulkan masalah pada tahapan pemisahan
gliserol nantinya, oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan pendahuluan bahan
baku yang dilakukan pada saat proses degumming dan refined. Katalis yang akan
dilarutkan dalam methanol dengan menggunakan alat yaitu mixer atau agitator
standar. Campuran methanol dan katalis tersebut akan dimasukkan ke dalam
reaktor tertutup, baru kemudian ditambahkan minyak nabati. Sistem pada proses
pembuatan biodiesel harus tertutup total untuk menghindari penguapan methanol.

Gambar 4.1. Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Nabati
(Sumber: Rahayu, 2010)

Reaksi dijaga pada suhu diatas titik didih alkohol (sekitar 70 oC) guna
mempercepat reaksi meskipun beberapa sistem merekomendasikan suhu kamar.
Lama reaksi adalah 1-8 jam, pemberian methanol berlebih diperlukan untuk
memastikan konversi yang sempurna. Densitas gliserol lebih tinggi daripada
biodiesel sehingga gliserol menyebabkan tertarik ke bawah karena gravitasi, alat
sentrifugal masih diperlukan untuk mempercepat pemisahan kedua senyawa
reaktan. Pemisahan gliserol dan biodiesel, kelebihan methanol diambil dengan
proses evaporasi atau distilasi. Produk samping gliserol yang masih mengandung
katalis dan sabun selanjutnya akan dinetralkan dengan larutan asam sulfat.
Biodiesel dipisahkan dari gliserol selanjutnya dimurnikan lagi dengan
air hangat untuk membuang sisa-sisa katalis atau sabun, dan lalu dikeringkan
dan dikirim ke tangki penyimpan biodiesel. Biodiesel sebagai bahan bakar
motor diesel dapat digunakan dalam keadaan murni atau dicampur dengan
minyak diesel dengan perbandingan tertentu. Spesifikasi biodiesel yang dihasilkan
tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku pembuatn
biodiesel serta kondisi operasi pabrikdan juga modifikasi dari peralatan yang
digunakan. Pilihan terhadap pembangunan industri biodiesel diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan pada produk impor Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sumber daya alam kelapa sawit yang melimpah di Indonesia dan ketersediaan
teknologi proses serta Sumber Daya Manusia (SDM) dapat diharapkan dari hasil
produksi industri biodiesel yang dapat menggantikan kedudukan BBM.

Tabel 4.1. Spesifikasi Biodiesel


Properti satuan Batas Metode astm
maksimum/minimum

Titik bakar C 130 min D93
Air dan sedimen % volume 0,5 maks D2709
Viskositas (40○C) mm○/detik 1,9-6,0 D445
Copper Strip Corrosion 3 maks D130
Residu karbon %mass 0,5 maks D4530
pH mgKOH/g 0,8 maks D664
Gliserin bebas %mass 0,0200 maks D6584
Total gliserin %mass 0,2400 maks D6584

Temperatur distilasi C 360 maks D1160
(Sumber: Rahayu, 2010)

5. Standar Mutu Biodiesel


Peraturan pengujian biodiesel berdasarkan peraturan dirjen migas No.
002/P/DM/MIGAS/1979 tanggal 25 mei 1979 membahas tentang spesifikasi
bahan bakar minyak dan gas dan standar pengujian SNI (Standart Nasional
Indonesia) dapat dianalisa angka setana, kinematic viscosity, spesific gravity, dan
nilai kalor. Bahan bakar motor diesel digunakan acuan angka setana, yaitu dengan
bahan referensi normal cetane (C16H34) yang tidak memiliki keterlambatan
menyala dan aromat methyl naphtalene (C10H7CH3) yang keterlambatannya besar
sekali. Angka Setana dari biodiesel sebesar minimal 51 sedangkan standar dari
solar sebesar 48, berarti angka Setana biodiesel 1,05 lebih rendah daripada solar.
Angka setana dari biodiesel dalam kisaran standar biodiesel yaitu minimal 51.
Pada mesin diesel udara dimampatkan sampai tekanan 30 sampai 40
kg/cm2, akibat pembakaran maka tekanannya sama di dalam ruangan. Harapannya
tidak ada keterlambatan dari nyala agar kenaikan tekanan tidak terlalu tinggi.
Kenaikan tekanannya yang terlalu tinggi akan menyebabkan detonasi. Hambatan
lainnya yaitu proses pembakaran tidak sempurna sehingga terbentuk jelaga.

Tabel 5.1. Persyaratan biodiesel yang ditetapkan oleh SNI


Parameter Satuan Nilai
Massa jenis pada 40 oC kg/m3 840-890
Viskositas kinematik pd 40 °C mm2/s 2,3-6,0
Angka setana min. 51
Titik nyala (mangkok tertutup (cSt) min. 100
Titik kabut °C maks. 18
Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 °C) °C maks. no 3
Residu karbon
-dalam contoh asli % massa maks 0,05
-dalam 10 % ampas distilasi (maks. 0,3)
Air dan sedimen %vol maks. 0,05
Temperatur distilasi 90 % °C maks. 360
Abu tersulfatkan % massa maks.0,02
Belerang ppm-m maks. 100
(mg/kg)
Fosfor ppm-m maks. 10
(mg/kg)
Angka asam mg-KOH/g maks.0,8
(Sumber: Shintawati, 2011)

Pada bahan bakar biodiesel yang memiliki angka setana 46,95 berarti
bahan bakar tersebut mempunyai kecenderungan menyala pada campuran 46,95
bagian normal angka setana dan 53,05 bagian methyl naphtalena. Kita lihat dari
angka setana biodiesel yaitu 51 maka dapat digolongkan sebagai bahan bakar
mesin diesel jalan cepat (mesin diesel jalan cepat pada angka cetane 40 sampai
70). Semakin tinggi angka setananya maka semakin rendah titik penyalaannya.
Standar kinematik viscosity dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai
dengan 6 cSt. Harga untuk viskositas yang terlalu tinggi maka akan
mengakibatkan besar kerugian gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat,
penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap besar, serta sulit
mengabutkan bahan bakar. Sebaliknya jika viskositas terlalu rendah berakibat
pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan keausan.
Specific gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu antara 0,82
sampai 0,95. Pengujian spesific gravity pada 600○F ini juga dapat ditentukan oAPI.
standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 17,65 btu/lb.

6. Keuntungan Biodiesel
Biodiesel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan
dapat digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi sedikitpun. Biodiesel
dianggap tidak menyumbang pemanasan global sebanyak bahan bakar fosil.
Mesin diesel beroperasi menggunakan biodiesel menghasilkan emisi karbon
monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, partikulat, dan udara beracun lebih
rendah dibandingkan dengan mesin diesel menggunakan bahan bakar petroleum.
Penggunaan biodiesel mempunyai beberapa keuntungan, menurut studi yang
dilakukan national biodiesel board beberapa keuntungan penggunaan biodiesel
antara lain biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak
diesel, sehingga dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa modifikasi.
Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak
diesel konvensional. Bahkan satu persen penambahan dari biodiesel dapat
meningkatkan pelumasan hampir 30 persen. Hasil percobaan ini membuktikan
bahwa jarak tempuh 15.000.000 mil, biodiesel memberikan konsumsi bahan
bakar, HP, dan torsi yang hampir sama dengan minyak diesel konvensional.
Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak
menyebabkan pemanasan global. Analisa siklus kehidupan memperlihatkan
bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78% dibandingkan
dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum. Biodiesel adalah
bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, turunan
tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia seperti kelapa sawit, kelapa,
kemiri, jarak pagar, nyamplung, kapok, kacang tanah dan masih banyak lagi
tumbuh-tumbuhan yang dapat meproduksi Bahan Minyak Nabati (BBN) dan
bahan bakar nabati yang berasal dari minyak kacang tanah setelah mengalami
beberapa proses seperti proses ektraksi, transesterifikasi yang diperoleh produk
metil ester (biodiesel), kemudian biodiesel dicampur dengan bahan bakar solar.
Hasil campuran tersebut disebut dengan B10,B20, adapun tujuan
pencampuran tersebut adalah agar bahan bakar B10, B20 ini mempunyai sifat-
sifat fisis yang mendekati sifat-sifat fisis dari solar, sehingga B10 B20 dapat
dipergunakan sebagai pengganti solar. Salah satu kelebihan teknologi biodiesel
menguatkan (security of supply) bahan bakar diesel yang independet dalam negeri.
Teknologi biodiesel memiliki beberapa kelebihan selain itu sebagai berikut :
1) Mengurangi impor BBM atau automatic diesel oil
2) Meningkatkan kesempatan kerja orang Indonesia di dalam negeri
3) Meningkatkan kemampuan teknologi pertanian dan industri di dalam
negeri
4) Memperbesar basis sumber daya bahan bakar minyak nabati (BBN)
5) Meningkatkan pendapatan petani kacang tanah
6) Mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara karena biodiesel
ramah lingkungan

7. Metode Pembuatan Biodiesel dengan Menggunakan Dua Tahap


Transesterifikasi
Invensi ini berhubungan dengan metode pembuatan biodiesel (metil ester),
lebih khusus lagi invensi ini berhubungan dengan metode pembuatan metil ester
yang berkualitas tinggi dari minyak jarak pagar dengan menggunakan dua tahap
transesterifikasi. Bahan baku yang yang digunakan adalah biji jarak pagar kering
yang diperoleh dari perkebunan di Malang Selatan. Biji jarak kering dengan
kulitnya dihancurkan menjadi serbuk, kemudian dikukus untuk membuka pori-
pori agar memudahkan difusi minyak. Proses selanjutnya didinginkan, serbuk biji
jarak ditekan dengan menggunakan pengepres dengan tekanan dongkrak hidrolik
20 ton. Randemen minyak yang dihasilkan berkisar antara 10-20%. Minyak
mentah yang dihasilkan diendapkan sampai semua kotoran padat mengendap.
Melakukan penyaringan tujuannya adalah untuk memisahkan dari padatan
yang belum mengendap. Gum dipisahkan yang kemungkinan terkandung dalam
minyak jarak mentah, kemudian dilakukan proses degumming. Proses ini
dilakukan dengan penambahan asam fosfat pekat sebanyak 0,1% dari berat
minyak. Proses ini dilakukan pada temperatur 800○C dengan bantuan pengadukan
sedang menggunakan pengaduk magnetik selama 30 menit. Minyak hasil dari
proses degumming akan diendapkan selama 48 jam untuk mengendapkan gum dan
disaring. Hasil pengamatan menunjukkan adanya endapan-endapan pada bagian
dasar minyak dan minyak akan menjadi lebih jernih dan berwarna lebih muda.
Minyak jarak yang dihasilkan mempunyai kadar Free Fatty Acid (FFA)
7,3% sehingga tidak memungkinkan dilakukan transesterifikasi secara langsung.
Menurut Gerpen, bahan baku dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi (> 2%)
seperti ini perlu diesterifikasi terlebih dahulu untuk mengkonversi asam lemak
bebas menjadi metil ester. Proses esterifikasi ini memerlukan 2,25 gram metanol
dan 0,05 gram asam sulfat pekat tiap gram FFA yang terkandung dalam minyak.
Waktu reaksi yang diperlukan 1 jam dengan pengadukan pada temperatur 60-
65○C. Tahapan ini menurunkan FFA sampai 2,1%, pada perpanjangan waktu
reaksi esterifikasi menjadi 2 jam, kadar FFA menjadi 1,5 %. Minyak hasil
esterifikasi inilah yang digunakan sebagai bahan baku reaksi transesterifikasi.
Minyak jarak hasil dari esterifikasi dimasukkan ke dalam transesterifikasi
pertama yang dilakukan dalam labu leher dua yang sudah dilengkapi dengan
pengaduk magnetik dan kondensor berpendingin air. Pengadukan akan dilakukan
agar terjadi kontak yang baik antara minyak dan metanol. Kondensor
berpendingin air digunakan untuk mencegah penguapan metanol selama proses
produksi berlangsung. Pada tahap ini, dilakukan penambahan metanol dengan
rasio terhadap minyak 6:1 dan katalis KOH sebanyak 1% dari berat minyak.
Metanol dan katalis KOH dicampurkan terlebih dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam labu, agar dapat membentuk k-metoksida yang merupakan
katalis yang lebih kuat. Pengadukan dihentikan setelah 10 menit, dan didiamkan
selama 20 menit pada temperatur kamar untuk memisahkan gliserol yang
terbentuk. Biodiesel hasil transesterifikasi pertama, yang masih mengandung
metanol dan katalis sisa, diproses kembali dalam transesterifikasi kedua untuk
mereaksikan minyak yang belum bereaksi. Gliserol yang masih terbentuk setelah
transesterifikasi kedua, dipisahkan kembali. Biodiesel yang dihasilkan memiliki
kadar metil ester di atas 99%. Penelitian pendukung menggunakan minyak jarak
pagar sebagai bahan baku. Melalui dua tahap transesterifikasi dengan melakukan
variasi waktu reaksi dan variasi pada temperatur reaksi pada pembuatan biodiesel.
Bahan baku yang digunakan adalah minyak jarak pagar. Metanol sebanyak
0,9 mol dan katalis kalium hidroksida sebanyak 1% dari berat minyak
ditambahkan pada transesterifikasi pertama (rasio molar metanol dan minyak
sebesar 6:1). Campuran metanol dan kalium hidroksida kemudian dimasukkan ke
dalam reaktor yang berisi minyak jarak. Waktu reaksi tercapai, maka hasil reaksi
akan diendapkan selama 20 menit. Produk biodiesel yang dihasilkan akan
direaksikan lagi dalam transesterifikasi kedua. Hasilnya diuji kadar metil esternya.
Pada kisaran waktu reaksi total 20 sampai 80 menit. Kadar ester yang dihasilkan
semua produk akan cenderung konstan sekitar 99% pada semua temperatur.
Metode pembuatan biodiesel (metil ester asam lemak) berkualitas tinggi
menggunakan dua tahap transesterifikasi, yang meliputi langkah-langkahnya yaitu
transesterifikasi asam lemak bebas menggunakan metanol dan asam sulfat
memisahkan lapisan bawah yaitu minyak dan metil ester sedangkan lapisan atas
berupa metanol sisa dan asam sulfat. Pada akhir proses esterifikasi dan
transesterifikasi minyak hasil esterifikasi dengan reaksi alkoholisis tahap pertama
menggunakan metanol dan katalis alkali pada temperatur 300○C selama 10 menit,
tujuannya untuk membentuk produk mentah biodiesel pertama dan gliserol.
Memisahkan gliserol dari produk mentah biodiesel pertama,
transesterifikasi produk mentah biodiesel pertama dengan reaksi alkoholisis tahap
kedua tanpa penambahan metanol dan katalis alkali pada temperatur 300 ○C
selama 10 menit, untuk membentuk produk biodiesel kedua, memisahkan gliserol
dari produk mentah biodiesel kedua. Metode sesuai dengan klaim 1, dimana
produk yang dihasilkan mengandung metil ester di atas 99%. Metode pembuatan
biodiesel berkualitas tinggi dengan menggunakan dua langkah transesterifikasi
untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan (Rudi, 2015).
Invensi ini berhubungan dengan metode pembuatan biodiesel (metil ester
asam lemak) berkualitas tinggi menggunakan dua tahap transesterifikasi, dengan
beberapa langkah diantaranya adalah esterifikasi asam lemak bebas menggunakan
metanol dan asam sulfat memisahkan lapisan bawah (minyak dan metil ester) dan
lapisan atas (metanol sisa dan asam sulfat) pada akhir proses esterifikasi
transesterifikasi minyak hasil esterifikasi dengan reaksi alkoholisis tahap pertama
menggunakan metanol dan katalis alkali pada temperatur 300○C selama 10 menit,
membentuk produk mentah biodiesel pertama dan gliserol (produk samping).
Pemisahan gliserol dari produk mentah biodiesel pertama,
transesterifikasi produk mentah biodiesel pertama dengan reaksi alkoholisis tahap
kedua tanpa penambahan metanol dan katalis alkali pada temperatur 300 ○C
selama 10 menit, untuk membentuk produk biodiesel kedua dan kemudian
memisahkan gliserol dari produk mentah biodiesel kedua. Penggunaan proses
perwujudan invensi ini, akan dihasilkan produk biodiesel dengan kadar metil ester
di atas 99%.

7. Proses Pembuatan Biodiesel pada Industri


Pabrik biodiesel adalah pabrik yang mengolah bahan baku CPO (crude
palm oil atau minyak sawit mentah) menjadi biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester/
FAME ). Proses pengolahannya terdiri dari dua tahap, pertama yaitu proses
pengoalahan CPO menjadi minyak murni (straight vegetable oil atau SVO ).
Kedua proses pengolahan CPO menjadi biodiesel Adapun prosesnya terdiri dari
proses netralisasi, proses tranesterifikasi, proses pencucian dan pengeringan.
7.1. Proses Degumming
Proses degumming bertujuan untuk menghilangkan zat-zat yang terlarut
atau zat-zat yang bersifat koloidal, seperti resin, gum, protein , dan fosfatida,
dalam minyak mentah. Pada prinsipnya proses degumming ini adalah proses
pembentukan dan pengikatan flok-flok dari zat-zat terlarut dan zt-zat yang brsifat
koloidal dalam minyak mentah, sehingga flok-flok yang terbentuk cukup besar
untuk bisa dipisahkan dari minyak. Proses degumming yang paling banyak
digunakan untuk dewasa ini adalah proses degummning dengan menggunakan
asam. Pengaruh yang ditimbulkan oleh asam tersebut adalah mengggumpalkan
dan mengendapkan zat-zat seperti protein, fosfatida, resin dalam minyak mentah.
7.2. Proses Bleaching
Proses bleching (pemucatan) dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan zat-zat warna (pigmen) dalam minyak mentah baik yang terlarut
ataupun yang terispersi. Warna minyak mentah dapat berasal dari warna bawaan
minyak ataupun warna yang timbul pada proses pengolahan CPO menjadi minyak
goreng. Pigmen yang biasa terdapat didalam suatu minyak mentah iyalah
carotenoid yang berwarna merah atau kuning. Chlorophilida dan phaephytin yang
berwarna hijau. Proses bleching yang digunakan adalah proses bleaching dengan
absorbsi. Proses tersebut menggunakan zat penyerap (adsorben) yang memiliki
aktivitas permukaaan yang tinggi untuk menyerap zat warna yag terdapat dalam
minyak mentah. Pada menyerap zat-zat warna, adsorben juga dapat menyerap zat-
zat yang memiliki sifat koloida lainnya seperti gum dan juga resin.
Adsorben yang paling banyak digunakan dalam proses bleaching minyak
dan lemak adalah tanah pemucat (bleching earth) dan arang (carbon). Arang
adalah adsorben yang sangat efektif dalam penghilangan pigmen warna merah,
hijau dan biru, tetapi karena harganya yang terlalu mahal sehingga dalam
pemakainnya biasanya dicampur dengan tanah pemucat dengan jumlah yang
disesuiakan terhadap jenis minyak mentah yang dipucatkan untuk penghematan.
7.3. Proses Deasidifikasi
Proses deasidifikasi pada pemurnian minyak mentah bertujuan untuk
menghilangkan asam lemak bebas yang terdapat ada minyak mentah. Asam lemak
bebas (ALB) dapat menimbulkan bau yang tengik dan akan menyebabkan
terjadinya pengkaratan pada perlatan kontak dengan ALB tersebut. Kadar ALB
yang dikandung oleh CPO standar biasanya berkisar antara 3% sampai 5%.
Tujuan dari proses deasidifikasi juga bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki dalam minyak. Senyawa-
senyawa yang dapat menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak tersebut biasanya
berupa senyawa karbohidrat tak jenuh,asam lemak bebas dengan berat molekul
yang cukup rendah, senyawa-senyawa aldehid dan keton serta senyawa-senyawa
yang mempunyai volatilitas tinggi lainnya. Kadar senyawa-senyawa di atas, cukup
kecil serta juga sudah cukup untuk memberikan rasa dan bau tidak sedap.
Proses deasidifikasi yang dilakukan adalah dengan cara distilasi uap yang
didasarkan pada perbedaan harga volatilitas gliserida dengan senyawa-senyawa
yang dapat menimbulkan rasa dan bau tidak sedap, dimana senyawa-senyawa
tersebut lebih mudah menguap daripada gliserida. Uap yang digunakan adalah
superheated steam atau uap kering, yang mudah dipisahkan secara kondensasi.
Proses deoddorisasi sangat dipengaruhi oleh faktor tekanan, temperatur
dan waktu, yang mana semuanya harus disesuaikan dengan jenis minyak mentah
yang diolah dan perlu diperhatikan juga sistem proses yang digunakan.
Temperatur operasi juga harus dijaga agar tidak sampai menyebabkan turut
terdestilasinya gliserida. Tekanan diusahakan serendah mungkin tujuannya agar
minyak terlindung dari oksidasi oleh udara dan mengurangi jumlah pemakaian
uap. Pada sistem kontinyu, tekanan operasi sekitar 3 torr dan temperatur 270 .
7.5. Proses tranesterifikasi
Proes tranesterifikasi yaitu proses pengubahan triliserida dalam minyak,
yang direaksikan dengan methanol dengan katalis basa. CPO dari hasil netralisasi
dipompakan ke tranesterifikasi tank untuk proses tranesterifikasi. Proses tersebut
yaitu suatu tahapan dimana konversi trygliserida akan menjadi alkil ester melalui
reaksi KOH dengan alkohol dan menghasilkan produk samping yaitu glyserol.
Miinyak dipanaskan hingga suhu 70○C, masukkan metoxida dalam tangki
dikeluarkan 2 tahap. Tahap pertama yaitu masukkan setengah bagian metoxida,
lakukan pengadukan hingga terbentuk 2 lapisan yang dapat di sight glass pipe.
Lapisan pertama yaitu gliserol kotor dan lapisan ke dua yaitu glyserin. Pisahkan
lapisan gliserin yang terbentuk kedalam crude glyserol pot. Tahap kedua adalah
masukan setengah sisa metoxida tadi, proses sama seperti pada tahap pertama.
7.6. Proses pencucian
Proses pencucian (washing) yaitu proses pembersihan biodiesel dari
kotoran, sisa katalis, dan sisa metanol dengan menggunakan aquadest. Proses
yang terjadi yaitu CPO yang berada di tranesterifikasi dipompakan menuju
washing tank didalam washing, CPO diaduk dan dicuci sehingga terbentuk dua
lapisan. Air cucian berada dibawah dibuang ke washing water pot. Pencucian
diulangi 3 kali. Proses pencucian selesai, cpo dipompakan ke evaporator tank.
7.7. Proses pengeringan
Proses pengeringan (drying), yaitu proes penghilangan air dalam biodiesel
dengan cara penguapan pada kondisi vakum. Proses yang terjadi yaitu CPO
dipompakan dari washing tank menuju ke evaporator tank. Evaporator pompa
vakum dihidupkan sampai tekanan vakum tercapai kira-kira selama 10-15 menit.
CPO dipanaskan dengan menggunakan steam hingga suhu didalam evaporator
tank mencapai 80○C dengan tujuan untuk mengurangi kadar air dalam biodiesel.
Kemudian hasil biodiesel dipompakan ke biodiesel storage tank (Seidel, 2014).

8. Peralatan Pembuatan Biodiesel


Pembangun reactor biodiesel misalnya dalam ukuran kapasitas produksi
30 liter/batch, diperlukan beberapa peralatan yaitu tangki decanter yaitu tangki
pemisahan minyak yang terkandung dalam sludge dari sludge tank, menghasilkan
3 produk yaitu solid, heavy phase, light phase. Vacuum system digunakan untuk
menurunkan kadar air hingga minimum untuk menghindari terjadinya penyabunan
disaat proses berlangsung. Tangki degumming/netralisasi yaitu tangki tempat
terjadinya proses yang bertujuan untuk menghilangkan fosfatida dan pengotor
lainnya. Degumming mengkonversi fosfatida menjadi gum dehidrasi yang tidak
larut dalam minyak. Proses netralisasi dilakukan dengan penambahan alkali.
Tangki transesterifikasi adalah tangki dalam proses pembuatan biodiesel
yang digunakan untuk mengkonversi trigliserida menjadi alkil ester melalui reaksi
dengan alkohol dan menghasilkan produk samping gliserol. Katalis yang
digunakan adalah KOH 1% dan 20% metanol dari jumlah minyak jelantah yang
akan diubah menjadi biodiesel. Tangki washing/dryer digunakan untuk
menghilangkan pengotor-pengotor dalam biodiesel seperti gliserol, sabun, sisa
metanol serta katalis yang tidak bereaksi. Proses pencucian selesai kemudian sisa
air yang masih ada dalam biodiesel harus dihilangkan dengan proses dryer.
Minyak jelantah harus diolah terlebih dahulu untuk menjadi biodiesel,
terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian terhadap kandungan asam lemak bebas.
Beberapa peralatan pengujian biodesel yang diperlukan adalah hot plat (pemanas)
magnetic stirrer, labu leher empat, termometer, kondensor, labu pemisah,
erlenmeyer, gelas piala, timbangan, gelas ukur serta pipet tetes (Alfaris, 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Alfaris, M.S. 2015. Rancang Bangun Reaktor Biodiesel Kapasitas 30 liter/batch


Berbahan Baku Minyak Jelantah (Waste Cooking Oil). Jakarta: Universitas
Mercu Buana.
Aziz, P. 2008. Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas. Jurnal Valensi. Vol 1(3)
: 60-65.
Buana, S. 2010. Biodiesel. Lampung: Universitas Negeri Lampung.
Edward, F. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas
dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi sebagai Alternatif
Bahan Bakar Mesin Diesel. Jurnal Riset Industri. Vol 6(2) : 117-127.
Rahayu, M. 2010. Teknologi Proses Produksi Biodiesel. Jakarta: Biraha.
Rudi. 2015. Metode Pembuatan Biodiesel. (Online). http://www.unhas.ac.id/
lppm/haki/index.php/metode-pembuatan-biodiesel. (Diakses pada tanggal
17 Februari 2018)
Shintawati, D. P. 2011. Produksi Biodiesel dari Mikroalga Chlorella Sp dengan
Metode Esterifikasi In-Situ. Semarang: Universitas Diponegoro.
Seidel, E., dkk. 2014. Process For Production of Biodiesel. Unite Stated Patent.
US8871961.

You might also like