You are on page 1of 7

ARDS

2.1 Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat
berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viral
atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli
lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan
pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung
ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru.
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan
paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal.
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh
karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra
alveolar.

2.2 Epidemiologi
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,
sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju
mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah
sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,
inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis
obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi
mekanik.
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan
atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator
dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut
tertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.

1
2.3 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun,
yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru
a. Pneumoni virus,bakteri,fungal
b. Contusio paru
c. Aspirasi cairan lambung
d. Inhalasi asap berlebih
e. Inhalasi toksin
f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
a. Sepsis
b. Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d. Pankreatitis
e. Uremia
f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama
i. Transfusi darah yang banyak
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK
l. Terapi radiasi
m. Trauma hebat, Cedera pada dada
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera.
SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ
lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret.
Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.

Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah:
Sistemik : a. Syok karena beberapa penyebab
b. Sepsis gram negative
c. Hipotermia, Hipertermia
d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin)
e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)

2
f. Eklampsia
g. Luka bakar
Pulmonal : a. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
c. Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
d. Pneumositis
Non-Pulmonal : a. Cedera kepala
b. Peningkatan TIK
c. Pascakardioversi
d. Pankreatitis
e. Uremia

2.4 Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-
jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan
dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi
sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam
kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia.
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase Eksudatif
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan eksudasi
cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipe
II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat
perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif
merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada
resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery

3
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis.
Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi
antar individu, tergantung keparahan cederanya.

Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai
ARDS.
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif yang
selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor kedalam ruang
interstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area permukaan untuk
pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi-
perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnea
dan alkalosis resiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak
menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,
meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,
misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24
jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat
beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak sehat akan pulih dari
ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat serangan
sekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat.
Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3 kali
normalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel dan
terjadi edema paru.

2.5 Manifestasi Klinik


Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan.
Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi.

4
Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari
hipoksemia.

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:


a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris
pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainan
dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang
cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru,
dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigen
karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindroma
terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius seperti
gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila
pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu
melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba
b. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ
lain)
c. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.

2.6. Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru maupun dari
pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat dicurigai ARDS
bila didapatkan pemeriksaan radiologi infiltrat yang luas dimana tidak terdapat pneumonia.
Kadar FiO2 yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan PO2. Kecurigaan tergadap ARDS bils

5
didapatkan sesak napas yang berat disertai dengan infiltrat yang luas pada paru yang terjadi
secara akut sementara tidak terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dekompensasi
kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
• Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi, yakni, bunyi
gallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah untuk dibedakan
antara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop tidak terdapat pada ARDS.
Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian tekanan jugular tidak didapatkan
pada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di perifer sementara pada edema
jantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium cairan edema kristaloid pada ARDS
koloid. Salah satu perbedaan antara edema jantung dan ARDS yang membawa dampak
pada pemberian oksigen dimana pada edema jantung terdapat korelasi antara FiO 2 dan
PaO2 oleh karena shunt sedikit bertambah tapi pada ARDS tidak terdapat korelasi pada
FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema paru. Kriteria
yang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter
hipoksemia, berkurang statik komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt
(QS/QT). PaO2/FiO2 < 200 sedangkan PCWP <18mmHg.

2.7 Penatalakasanaan
Tujuan terapi
a. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
b. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
c. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)

Farmakologi
a. Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
b. Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik)
c. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis
leukotrienesmungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS

Non-farmakologi
a. Ventilasi mekanisdgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator, mengatur
PEEP (positive-end expiratory pressure)

6
b. Pembatasan cairan
c. Pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutin

You might also like