You are on page 1of 33

BAB I

KONSEP AREA RURAL

A. Definisi Pedesaan
Desa merupakan tempat dimana masyarakat yang tinggal dan
berkuasa di area tersebut dapat membuat pemerintahannya sendiri dalam
kesatuan hukum yang berlaku (Sutardjo, K., 1953 dalam Bintarto, 1983).
Sementara, Koentjaraningrat dalam Indrizal (2013) berpendapat bahwa
desa adalah kelompok komunitas kecil yang tinggal dan menetap di tempat
tertentu. Selain itu, menurut pandangan Bintarto (1983), desa adalah hasil
dari sinergi antara masyarakat dan lingkungannya. Hasil dari perpaduan
tersebut berupa kenampakan di permukaan bumi dari interaksi antara
unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural serta
hubungannya dengan daerah-daerah lain. Dari berbagai pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa desa adalah suatu tempat yang didalamnya
terdapat perpaduan mayarakat dan lingkungannya yang membentuk
pemerintahan sendiri berdasarkan hukum yang berlaku.

B. Karakteristik Pedesaan
Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dalam Setiawan (2016)
menjelaskan ciri-ciri desa sebagai berikut :
1. Perbandingan manusia dan lahan cukup besar, artinya lahan yang
tersedia di pedesaan relatif besar sedangkan kepadatan penduduk
masih rendah dan penduduk desa bekerja pada bidang agraris. Para
penduduk memilih bekerja di sektor pertanian, perkebunan, dan
perhutanan dikarenakan peluang dalam pemanfaatan lahan cukup
besar.
2. Hubungan antar warga desa berlangsung akrab, dan masih berpegang
teguh dengan tradisi yang ada. Masyarakat desa akan saling membantu
sesamanya bila ada masalah di desa dengan berlandaskan tradisi yang
masih berlaku dalam masyarakat. Mereka juga biasanya terbuka dan
ramah dengan orang lain, bahkan kepada orang yang belum kenal
sekalipun.
3. Pembangunan infrastruktur pada sektor perhubungan masih minim,
transportasi yang umum dipakai masyarakat desa yaitu angkutan
pedesaan, ojek, perahu sederhana, rakit, bahkan masih ada yang
menunggang kuda/ sapi. Selain itu, sarana dan prasarana publik yang
ada di pedesaan juga masih tampak sederhana, seperti jalan aspal
sederhana, jalanan berbatu, beraspal, bahkan jalan setapak. Melalui
transportasi sederhana ini, karakteristik masyarakat desa yang ramah,
suka menolong, dan menghargai sesama semakin terlihat.

Secara khusus beberapa karakteristik sosial masyarakat desa


menurut Soerjono Soekanto (1982) dalam Setiawan (2016) antara lain
yaitu :
1. Mempunyai banyak anak adalah hal yang normal bagi masyarakat
desa, dan biasanya semua anak-anaknya akan tinggal di desa yang
sama dengan sang ibu, dari hal tersebut terjadilah hubungan
kekerabatan yang kuat karena umumnya berasal dari satu keturunan.
Oleh karena itu biasanya dalam satu wilayah pedesaan antara sesama
warganya masih memiliki hubungan keluarga ataupun saudara,
sehingga rasa kekeluargaan di desa sangat terasa jika dibandingkan
dengan perkotaan.
2. Dari corak kehidupannya bersifat gemeinschaft yakni diikat oleh
sistem kekeluargaan yang kuat. Selain itu, penduduk desa bersifat face
to face group artinya antar sesame warga saling mengenal karena
interaksi secara langsung yang terjadi pada warga desa lebih sering
dilakukan dari pada melalui perantara seperti surat maupun pesan
elektronik.
3. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor agraris (pertanian,
perkebunan, pertenakan maupun perikanan). Hal ini dikarenakan lahan
yang tersedia di desa masih relative luas, sehingga banyak yang
memilih untuk berkecimpung dalam bidang agraris.
4. Cara bertani masih relatif sederhana atau tradisional sehingga sebagian
besar hasilnya masih diperuntukkan bagi kebutuhan hidup sehari-hari
(subsistence farming). Hasil pertanian warga desa biasanya berupa
makanan pokok yang dikonsumsi seperti beras, jagung, ketela, dll.
5. Sifat gotong royong masih cukup tampak dalam kehidupan sehari-hari
penduduk desa. Misalnya dalam pembangunan fasilitas publik seperti
jembatan, dan juga ketika masa panen tiba, mereka akan saling
membantu memanen ladang/ sawah.
6. Dalam budaya masyarakat desa, menghormati tetua desa adalah suatu
keharusan. Golongan tetua desa atau ketua adat masih memegang
peranan sangat penting dan memiliki kharisma dan pengaruh besar di
masyarakat sehingga dalam musyawarah atau proses pengambilan
keputusan orang-orang tersebut sering kali dimintai saran dan petuah.
Keputusan tetua adat sangat dihargai karena biasanya beliau-beliau itu
adalah orang yang bijaksana, amanah dan dapat dipercaya.
7. Pada umumnya sebagian masyarakat masih memegang norma-norma
agama yang cukup kuat. Seiring dengan perjalanan waktu dan
berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi, komunikasi dengan
wilayah kota pun mulai tampak terjalin dan penduduk desa semakin
sadar bahwa komunikasi dengan perkotaan itu sangat penting. Melalui
komunikasi yang terbuka dengan perkotaan, diharapkan warga desa
dapat lebih mengembangkan desanya dengan berbagai ilmu dan
teknologi yang ada saat ini, serta dengan tidak menghilangkan nilai-
nilai dan budaya di desa tersebut.
C. Statistik Kesehatan di Pedesaan
Dari hasil statikstik di daerah pedesaan terdapat berbagai masalah
kehatan yang serius diantaranya masalah penyakit diabetes, jantung,
obesitas dan penyalahgunaan narkoba atau obat-obat terlarang oleh
kalangan para pemuda desa. Selain itu tingkat kejadian bunuh diri di
daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kota
(Klobuchar, 2014). Fenomena-fenoma tersebut dapat terjadi di daerah
pedesaan karena kurangnya pengetahuan mengenai penyakit-penyakit
serta penanganan fasilitas kesehatan yang masih kurang memadai bahkan
belum tersedia.
D. Hambatan Perawatan Kesehatan di Pedesaan
Hambatan perawatan kesehatan yang sering terjadi di daerah
pedesaan meliputi akses menuju rumah sakit yang masih jauh dan sulit
dijangkau. Selain itu transportasi yang ada di pedesaaan masih sedikit
sehingga menambah kesulitan warga untuk menuju rumah sakit. Cuaca
ekstrim juga membuat masyarakat pedesaan kesulitan untuk menuju
rumah sakit apalagi saat cuaca yang sangat terik atau hujan (Klobuchar,
2014). Sehingga membuat pelayanan dengan kondisi kegawatan maupun
kesehatan bagi masyarakat desa menjadi terhambat dan membutuhkan
waktu yang relatif lama.
Selain hambatan tersebut, hambatan yang ada di daerah pedesaan
adalah kuranganya sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit belum
mempunyai catatan medis yang memadai sehingga memperlambat proses
pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Klobuchar, 2014). Akibatnya
masyarakat kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang cepat dan
tepat. Alat-alat kesehatan yang dimiliki juga belum lengkap dibandingkan
dengan rumah sakit yang ada dikota atau pusat.
E. Masalah Kesehatan Khusus Ditemukan di Pedesaan
Kehidupan di masyarakat pedesaan umumnya adalah petani
dengan mengandalkan alam dengan dibantu oleh alat modern ataupun juga
tradisional. Karena memang belum termodernisasi seperti di kota juga.
Bahkan dalam zaman globalisasi ini masih ada beberapa daerah yang
masih tetap mempertahnkan dengan memperteguh keyakinan terhadap
“tidak akan menerima modernisasi”.
Sejumlah penyakit yang menyerang petani dapat timbul dari hewan
ternak, reaksi hipersensitif karena sengatan, reaksi gigitan serangga, resiko
keracunan oleh gigitan serangga, dan penyakit inflamasi dari kutu Lyme
Zoonosis yang merupakan infeksi yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Resiko kesehatan lain yang dialami oleh petani adalah masalah gizi,
anemia, hipertensi, dan nyeri pada tulang dan persendian (Susanto,
Purwandari, & Wuryaningsih, 2016).
Petani sering mengalami penyakit seperti kurap, orf dan cacar air
dan juga penyakit tetanus yang akan menyerang pada kondisi tanah yang
terkontaminasi (Mungall,1999) dalam (Wood, 2004). Banyak resiko yang
akan dialami oleh seorang petani yang tidak mengetahui asal-usul penyakit
dan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat bekerja.
Penyakit yang akan menyerang petani diantaranya adalah osteoarthritis,
penyakit paru-paru karena debu, keracunan organofosfat (penggunaan
bahan kimia yang digunakan saat bercocok tanam), psittacosis dari
pertenakan burung, dan sebagainya. Potensi yang lain yang berbahaya
adalah risiko Bovine Spongiform Encephalopaty (BSE) atau penyakit ‘ sapi
gila ‘ dan Creutzfeldt-Jacob Disease (CJD) (Wood, 2004).
F. Praktik Keperawatan di Pedesaan
Praktik keperawatan di pedesaan perlu mengetahui segala aspek
pengetahuan dibidang kesehatan terutama dalam bidang teori keperawatan
karena memang untuk menjadi tenaga kesehatan perlu akan adanya
tuntutan untuk mengetahui segala aspek sehingga dikemudian hari saat
terjun di masyarakat dapat memberikan solusi secara langsung tanpa untuk
menunda memberikan informasi kepada masyarakat pedesaan. Teori
keperawatan yang diberikan dapat diberikan kepada masyrakat pedesaan,
sehingga dengan adanaya perawat di pedesaan dapat menjadi pelopor
kesehatan di area pedesaan. Diantaranya manfaat untuk menjadikan
masyarakat untuk lebih berbobot sehingga masalah kesehatan yang ada
dapat pencegah menurunkan finansial yang keluar untuk dimanfaatkan
sebagai pencegahan. Kalau perlu praktik keperawatan dapat diaplikasikan
dengan cara memberikan contoh yang nyata karena dengan teori yang
diberikan tidak akan membantu sepenuhnya. Sepenuhnya komunitas di
pedesaan hanyalah orang yang awam yang di mana informasinya
didapatkan dari perkataan orang yang dimana itu tanpa ada bukti yang
nyata dan jelas.
Perawatan di masyarakat pedesaan mencukup semua yang dituju
mulai dari usia bayi hingga masa dewasa akhir atau tua. Pengetahuan
dibidang kesehatan dilingkup keperawatan di area pedesan yang dimaksud
diantaranya adalah promosi kesehatan, pencegahan primer, mengetahui
resiko-resiko yang terjadi, rehabilitasi, kebidanan, medikal bedah,
pediatrik, perencanaan dan implementasi dari pengkajian komunitas,
kebutuhan kesehatan dalam segala keadaan yang ada (Molinari & Bushy,
2012). Promosi kesehatan banyak dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan
termasuk perawat untuk sebagai solusi pencegahan.
Peran perawat dalam praktik keperawatan di komunitas (Allender
et al,2014) diantaranya adalah :
1. Sebagai advocate
Peran yang dilakukan perawat adalah dengan membantu klien dan
keluarga untuk menjelaskan dan memfasilitasinya informasinya yang
belum dipahami. Khususnya pada pengambilan keputusan serta
tindakan yang akan diambil, mempertahankan hak klien dan keluarga
seperti hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik, hak akan
informasi penyakit yang dialami dan hak akan privasi.
2. Sebagai koordinator/ case manager
Peran yang dilakukan oleh perawat adalah melakukan tindakan
pengarahan, perencanaan serta pengkoordinasian pelayanan kesehatan
dengan tim tenaga kesehatan lain. Dengan fungsinya sebagai
pengkoordinir maka segala urusan dapat terarah terutama dengan
pemberian informasi dalam transportasi.
3. Sebagai health teacher
Yaitu memberikan informasi seputar bidang kesehatan. Informasi
kesehatan yang diberikan diantaranya adalah melakukan peningkatan
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit dan hal yang harus dilakukan
sehingga dapat terjadi perubahan perilaku sehingga dapat menuju ke
kesejahteraan kesehatan yang memadai. Pemberian informasi dapat
dilakukan pada setiap individu, keluarga ataupun kelompok.

4. Sebagai referral agent


Perawat memberikan peluang hubungan komunikasi antara penduduk
desa dan penyedia layanan kesehatan di kota.
5. Sebagai mentor
Perawat melakukan bimbingan kepada perawat komunitas yang baru,
kepada mahasiswa keperawatan dan perawat yang baru tentang
komunitas pedesaan.
6. Sebagai change agent/ researcher
Perawat melakukan pertemuan dengan komunitas pedesaan baik
individu, keluarga ataupun kelompok untuk membahas suatu masalah
kesehatan. Pembahasan suatu masalah dapat memberikan pendapat
tentang suatu pemecahan masalahnya dengan bedasarkan penelitian,
literatur terpercaya dan pengkajian komunitas.
7. Sebagai collaborator
Yaitu melakukan kerja sama dengan anggota bidang kesehatan lain
seperti dokter, ahli gizi sesuai dengan kompetensi. Sehingga
didapatkan pencapaian yang maksimal pada individu, keluarga dan
kelompok pada komunitas pedesaan.
8. Sebagai activist
Dengan dasar pemahaman mengenai teori keperawatan yang ada dan
teori kesehatan yang tepat masalah yang terdapat di komunitas
pedesaan dapat diambil suatu keputusan yang pokok sehingga dapat
menyelesaikan masalah kesehatan yang ada.
Dalam pelaksanaan praktik keperawatan di pedesaan perlu akan
kesanggupan niat untuk membantu. Diantaranya banyak tantangan yang
ada terdapat kepuasan dalam pelaksanaanya. Kepuasan yang dicapai
adalah dapat berkomunikasi dengan masyarakat desa sekaligus membantu
mengatasi masalah yang terjadi, keberhasilan intervensi keperawatan
memberikan semangat dalam pencapaian kesehatan. Tantangan dalam
praktik keperawatan di pedesaan diantaranya adalah profesi yang diisolasi,
perawat yang bertugas melakukan praktik keperawatan di pedesaan
mengalami keterbatasan dalam melakukan kelanjutan pendidikan,
kekurangan tenaga medis, beban kerja yang berat, kemampuan yang
menuntut keperawatan komunitas untuk melakukan tindakan keperawatan
diberbagai are, kurang dikenal serta terdapat kemampuan sosial yang
dihadapi perawat terbatas (Molinari & Bushy, 2012).
Peluang dan penghargaan dalam praktik keperawatan di pedesaan
yang paling banyak ditemukan adalah terdapat hubungan yang dekat
antara klien dengan tenaga kesehatan, pengalaman klinis dari tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugas kepedulian dari segala usia dari bayi
hingga tua yang beragam masalah kesehatan, perawatan klien dalam
jangka waktu yang lama, peluang untuk mengembangkan profesional dan
otonomi yang besar. Banyak perawat yang menghargai akan
keindividualisan dan kualitas hidup dari pribadi hingga keluarga yang ada
di masyarakat pedesaan. Penghargaan yang didapat oleh perawat adalah
pengakuan oleh masyarakat pedesaan atas status sosial perawat yang
bekerja di komunitas kecil (Molinari & Bushy, 2012).

BAB II

PENGKAJIAN-EVALUASI
A. Pengkajian Dimensi Kesehatan dalam Area Rural
Pengkajian kesehatan dalam area rural (pedesaan) di bagi menjadi
6 dimensi yaitu biophysical, psychological, physical, social, behavioral
dan health system.
1. The Biophysical Dimension
a. Keturunan Genetik
Pengkajian kesehatan pada dimensi ini dengan melihat dari
banyaknya penduduk di suatu area pedesaan yang mengalami suatu
penyakit. Salah satu contoh dari dimensi ini yaitu sebuah pedesaan
di Afrika Amerika kecenderungan memiliki riwayat penyakit
hipertensi, stroke atau anemia sel sabit. Sedangkan wanita di
Afrika Amerika kebanyakan menderita penyakit kanker payudara
(Clark, 1999).
b. Maturasi dan Penuaan
Penduduk pedesaan biasanya mengalami ketidakseimbangan usia
dikarenakan beberapa faktor. Salah satu faktornya yaitu ekonomi,
banyak penduduk yang masih muda lebih memilih untuk pindah ke
perkotaan untuk mengadu nasib. Hal tersebut membuat penduduk
yang lebih tua memiliki jumlah yang lebih banyak.
Rata-rata penduduk pedesaan merupakan seorang petani. Jadi yang
harus mengurus sawah-sawah adalah para orang tua. Banyak juga
penduduk yang sudah lansia harus mengurus sawahnya karena
tidak ada yang menggarapnya. Mereka setiap hari harus berada di
sawah.
Oleh karena itu biasanya penduduk di pedesaan lebih sering
mengalami penyakit yang berkaitan dengan dampak negatif dari
pestisida yang digunakan. Selain itu juga mereka bisa mengalami
kecelakaan kerja seperti terkena cangkul.

c. Fungsi Fisiologis
Penduduk pedesaan biasanya mengalami penyakit kronis maupun
menular dengan prevalensi yang lebih besar dibandingkan
penduduk di perkotaan. Hal tersebut dikarenakan penduduk
pedesaan yang belum memiliki kesadaran cukup tinggi akan
kesehatannya. Selain itu juga dikarenakan penyakit menular terjadi
pada kondisi rumah yang padat, sanitasi yang buruk dan air yang
terkontaminasi (Clark, 1999).
2. The Psychological Dimension
Sebagian besar pekerjaan penduduk di area pedesaan masih bertumpu
pada sektor agraris (pertanian). Segelintir permasalahan pun muncul
pada sektor ini salah satunya masalah kegagalan tanaman yang
berakibat pada kondisi perekonomian. Kegagalan tanaman ini bisa
dipicu karena faktor cuaca yang buruk (misal musim hujan) atau bisa
terjadi karena hama yang merusak tanaman. Hal ini membuat
penduduk resah karena akibat dari kegagalan tanaman tersebut,
otomatis terjadi penurunan pemasukan penghasilan padahal itu
merupakan satu-satunya sumber pendapatannya. Untuk itu, para
penduduk yang bekerja di sektor pertanian mau tidak mau harus
berusaha keras memutar otak bagaimana menghidupi keluarganya
dengan kondisi yang seperti itu. Faktor-faktor tersebut secara tidak
langsung telah berkontribusi pada peningkatan stress emosional.
Di samping stress emosional, masalah di atas juga telah berkontribusi
pada cacat mental dan fisik serta penyalahgunaan zat dan kekerasan
keluarga (Clark, 1999). Selain itu, meningkatnya kasus bunuh diri dan
depresi pun juga dapat terjadi di area pedesaan (Clark, 1999). Maka
dari itu, seorang petugas kesehatan khususnya perawat komunitas
seharusnya langsung sigap dalam menghadapi permasalahan yang
dirasakan oleh para penduduk di area pedesaan. Beberapa hal yang
dapat dilakukan bagi petugas kesehatan khususnya perawat komunitas
untuk mengetahui permasalahan psikologis di pedesaan antara lain :
a. Kontak dekat yang dimiliki perawat komunitas dengan keluarga di
pedesaan memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi lebih
dini segala jenis kekerasan keluarga atau masalah/ tekanan
psikologis lainnya
b. Kurangnya pengetahuan/ informasi untuk masalah kesehatan
mental dapat memungkinkan terjadinya masalah pada individu
klien dan anggota keluarga
c. Perawat komunitas meneliti dampak ekonomi daerah terhadap
kesehatan psikologis penduduk serta timbulnya gangguan
emosional seperti penyalahgunaan zat, kekerasan dan depresi
(Clark, 1999).
3. The Physical Dimension
Suasana dan lingkungan pedesaan sering kali dianggap sebagai
lingkungan yang masih bersih, udaranya segar dan jauh dari keadaan
bising kendaraan sehingga masyarakat pedesaan jauh dari kata stress
karena tempat tinggal yang padat penduduk dan lingkungannya sehat.
Akan tetapi masalah fisik juga bisa mengenai masyarakat pedesaan
dan keadaan ini bisa mengancam kesehatan. Kesehatan fisik ini dapatt
dipengaruhi oleh keadaan cuaca yang tidak menentu dan ektrem,
sanitasi/ pembuangan yang kurang baik, kurangnya mengerti cara
perilaku hidup bersih dan kurangnya pengetahuan cara pencegahan
penularan penyakit. Ancaman cuaca termasuk bencana seperti angin
tornado yang menimbulkan dampak yang berat pada masyarakat
pedesaan. Angin tornado dapat menyebabkan rusaknya lahan
pertanian, sehingga melumpuhkan perekonomian bagi masyarakat
pedesaan. Belum lagi, ancaman yang sering dialami oleh keluarga
petani dan pekerja pendatang. Ancaman ini berupa suhu udara yang
ekstrem, matahari, debu, angin, dan pestisida (Hibbeln, 1996) dalam
(Clark, 1999). Ancaman ini seringkali tidak bisa diprediksi oleh
masyarakat khususnya petani sehingga dalam kondisi seperti ini sangat
merugikan bagi masyarakat.
Perumahan yang terdapat dimasyarakat pedesaan seringkali tidak
sesuai standart perumahan semestinya. Perumahan di pedesaan
biasanya tidak memperhitungkan adanya jendela yang cukup utuk
ventilasi udara dan penyaluran pipa air sebagai sarana pembuangan.
Masayarakat pedesaan biasanya melakukan penyaluran atau
pembuangan pipa air lansung dialirkan ke parit maupun ke selokan
tanpa penutup, dimana pembuangan ini biasanya mengandung limbah
manusia maupun limbah detergen. Dalam pengambilan sumber air pun
kadang tidak diperhitungkan dengan baik seperti penempatan sumber
air yang jaraknya dekat dengan tempat pembuangan limbah manusia
sehingga bisa mengakibatkan dampak bahaya bagai pemakainnya.
Lansia di pedesaan juga hidup di rumah yang tidak layak. Rumah
lansia di pedesaan seperti tidak diperbaiki dan tanpa saluran air dalam
rumah (Beaulieu, 1994) dalam (Clark, 1999). Mata air juga mungkin
terkontaminasi dengan polutan dan agen infeksi. Mata air yang
mengandung pestisida dan polutan lainnya akan berbahaya bila
dikonsumsi tubuh. Namun karena keterbatasan ekonomi, pendidikan
dan hal lainnya yang diderita oleh masyarakat pedesaan bisa jadi air
tersebut dikonsumsi tanpa tau dampaknya bagi kesehatan. Oleh karena
itu dibutuhkan perawat komunitas pedesaan yang bertugas untuk
memberikan promosi kesehatan kepada masyarakat pedesaan tentang
air bersih.
Diantara ancaman diatas terdapat juga masalah isolasi geografik
dimana ancaman ini merupakan dimensi fisik lain yang berpengaruh
terhadap kesehatan. Isolasi geografik ini dapat berkontribusi kepada
factor dimensi fisik seperti depresi dan kekerasan dalam keluarga
(American Nurses Association, 1996) dalam (Clark, 1999). Jarak yang
jauh dan tanah yang tidak datar mungkin juga menjadi penghambat
akses penduduk pedesaan kepada pusat pelayanan kesehatan.
Dibeberapa wilayah di Indonesia saja, khususnya yang pedalaman dan
jauh dari pusat pelayanan kesehatan, masyarakat harus menghabiskan
banyak waktu dan tenaga dan biaya agar sampai ke puskesmas
misalnya. Karena hal inilah kesehatan masyarakat desa perlu
diperhatikan lagi agar perbedaan tingkat kesehatan dengan masyarakat
kota dapat kurangi. Sebesar 40% orang yang tidak memanfaatkan
adanya tranportasi berada di area pedesaan (Vrabec, 1995) dalam
(Clark, 1999). Jarak adalah masalah yang sering muncul dan sering
terjadi dimasyarakat. Jarak ini sering menjadi kendala dalam
memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sedang
membutuhkan perawatan intensif. Sehingga masalah ini bisa
meningkatkan angka kematian dimasyarakat pedesaan.
4. The Social Dimension
Lingkungan sosial dalam pedesaan memiliki peran yang cukup penting
dalam pengkajian keperawatan karena tidak hanya perilaku masyarakat
yang dikaji namun juga mengenai tradisi setempat, keyakinan individu,
status ekonomi dan pendidikan, politik, tunawisma dan faktor yang
lainnya.
Tradisi di area pedesaan pada umumnya dipegang teguh oleh
masyarakatnya baik secara moral maupun politik. Nilai-nilai tradisi
yang diajarkan oleh keluarga di pedesaan cenderung mengarah pada
pernikahan dini, keluarga besar, dan menurunnya angka perceraian
(Bigbee, 1993) dalam (Clark, 1999). Banyak wanita-wanita muda yang
masih di bawah umur dipaksa untuk menikah oleh keluarga agar
keluarga dipandang telah berhasil membesarkan anak dan lepas
tanggung jawabnya. Padahal dalam bidang kesehatan, wanita siap
untuk bereproduksi itu jika berusia di atas 20 tahun. Faktanya di
pedesaan, di bawah 20 tahun sudah banyak yang dinikahkan.
Secara tingkat pendidikan, populasi pedesaan kurang tinggi
pendidikannya daripada populasi di perkotaan. Tingkat pendidikan
bahkan lebih rendah lagi untuk kaum pendatang dan pekerja musiman
dengan kurang dari 9 atau beberapa tahun (National Migrant Resource
Program, 1990) dalam (Clark, 1999) dan 30% mempunyai riwayat
pendidikan dibawah 5 tahun (Hibbeln, 1996) dalam (Clark, 1999). Hal
ini dikarenakan pola pikir masyarakat desa yang belum maju dan
hanya berorientasi pada masa yang sedang dijalani saja. Mereka hanya
membekali beberapa tahun sekolah untuk anak sebagai formalitas dan
setelah itu anak dituntut untuk bekerja sesuai arahan dari orang tua.
Berbeda dengan masyarakat kota yang lebih visioner. Sehingga tingkat
pendidikan dan jenis pekerjaan yang dipilih anak tidak bergantung
pada pekerjaan orang tuanya. Tingkat pendidikan juga sangat
menentukan terhadap pemeliharaan kesehatan. Jika pendidikan rendah,
maka pengetahuan akan kesehatan juga pasti sedikit, sehingga masalah
kesehatan yang dialami akan semakin banyak. Begitu juga sebaliknya.
Situasi perekonomian di pedesaan juga mempengaruhi masalah
kesehatan. Secara keseluruhan perekonomian di pedesaan tertunda
karena pengurangan bidang pertanian dan industri tambang. Dewasa
ini, lahan pertanian semakin berkurang karena terdesak dengan
perluasan daerah perkotaan. Semakin sempitnya wilayah pertanian
menjadikan para petani menganggur. Selain banyak pengangguran,
banyak juga posisi pekerjaan dengan bayaran rendah. Oleh karena itu
terdapat perbedaan pendapatan yang tinggi antara area pedesaan dan
area perkotaan (Miller, et all., 1994) dalam (Clark, 1999). Level
pendapatan bahkan lebih rendah untuk pekerja ladang pendatang dan
musiman yang dikontrak dalam waktu singkat dan terancam
menganggur. Tingkat pendapatan yang rendah akan berpengaruh
terhadap jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga akan berpengaruh
juga terhadap tingkat kesehatan keluarga.
Di area pedesaan maupun perkotaan, tunawisma merupakan kondisi
yang tidak dapat dihiraukan begitu saja dalam masalah kesehatan.
Gelandangan pedesaan lebih banyak berada pada area pertanian dan
industri tambang. Bahkan jika ekonomi pedesaan berkembang,
kemungkinan lowongan pekerjaan menarik pencari kerja tidak
seimbang. Perumahan yang tersedia juga tidak mencukupi (Clark,
1999). Sehingga dalam pengkajian dimensi sosial dapat dilihat
bagaimana kualitas pelayanan bantuan sosial yang terdapat di pedesaan
agar tunawisma dapat terorganisir dengan baik.
Secara ringkas, pengkajian dimensi sosial di area pedesaan dapat
terwakilkan oleh pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, antara lain
(Clark, 1999):
a. Bagaimana status perekonomian di pedesaan? Berapa rata-rata gaji
warga di pedesaan?
b. Bagaimana kebutuhan warga akan transportasi? Apakah sudah
terpenuhi?
c. Fasilitas pendidikan apa yang tersedia untuk masyarakat? Apakah
cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat?
d. Pelayanan dukungan sosial apa yang tersedia di pedesaan?
Bagaimana cara mengakses layanan tersebut saat ada yang
membutuhkan? Apakah layanan tersebut cukup untuk memenuhi
kebutuhan warga?
e. Bagaimana persatuan masyarakat di pedesaan? Adakah konflik
antar kelompok masyarakat?
f. Bagaimana sikap warga mengenai kesehatan dan perilaku sehat?
g. Apakah kelompok budaya tertentu mewakili warga di pedesaan?
Sampai sejauh mana budaya tersebut mempengaruhi praktik
kesehatan dan kesehatan warga?
h. Apakah kelompok agama tertentu mewakili warga di pedesaan?
Apa pengaruh agama tersebut dalam kesehatan warga?
i. Nilai apa yang dipegang oleh masyarakat? Bagaimana nilai
tersebut mempengaruhi kesehatan dan perawatan kesehatan?
j. Siapa yang dapat diandalkan untuk membantu mengatasi masalah
keuangan, transportasi, makan dan kebutuhan yang lainnya?
k. Apakah layanana perawatan anak tersedia di masyarakat? Apakah
layanan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan warga?
5. Behavioral Dimension
Terdapat beberapa kategori hal yang menjadi pokok bahasan dalam
keperawatan komunitas dan keluarga yang berkaitan dengan dimensi
tingkah laku diantaranya adalah resiko aktivitas waktu luang, pola
konsumsi sehari-hari dan perilaku terhadap hidup sehat.
a. Resiko aktivitas waktu luang
Kehidupan di pedesaan sederhana dan jauh dari kata mewah.
Kehidupan yang sederhana dilakukan oleh masyarakat desa karena
fasilitas, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Kondisi
tersebut membuat masyarakat pedesaan untuk hidup sederhana dan
memanfaatkan yang ada dilingkungan sekitar.
Selain itu, kehidupan pedesaan yang masih kental akan
kepeduliaanya satu sama lain tercermin dari kegiatan gotong
royong teratur (American College of Physicians, 1995) dalam
(Clark, 1999). Atas kepeduliaannya itu, maka penduduk desa lebih
memilih untuk menghabiskan waktu luang bersama keluarga,
melakukan kegiatan ibadah bersama atau makan-makan bersama.
Hal inilah yang membedakan bagaimana cara antara penduduk
desa dan kota dalam mengisi waktu luang mereka sehingga
berdampak kepada status kesehatan. Penduduk desa yang lebih
memilih berkumpul bersama dengan keluarga akan berbeda dengan
masyarakat kota yang akan memanfaatkan waktu libur atau kosong
mereka dengan “car free day’ dan senam, atau olahraga lainnya.
Selain itu, di kota juga lebih banyak terdapat kelompok populasi
yang bergerak dalam bidang kesehatan sehingga untuk berolahraga
sangat mudah sekali.
b. Pola Konsumsi
Pola konsumsi utama masyarakat yang terkait dengan kesehatan
mencakup masalah merokok, diet, gizi dan penyalahgunaan zat
(Hibbeln, 1996) dalam (Clark, 1999). Kebiasaan merokok yang
dilakukan oleh penduduk desa merupakan kegiatan atau hal yang
dianggap lumrah untuk dilakukan. Bahkan tak jarang merokok juga
sering didampingi dengan meminum kopi. Selain tidak bagus
untuk paru-paru karena merokok, konsumsi kopi yang berlebihan
juga tidak bagus untuk jantung, psikomotor, insomnia, sakit kepala,
dan keluhan gastrointestinal (Yonata, 2016).
Penyalahgunaan zat jarang terjadi namun hal tersebut merupakan
yang harus ditanggapi secara serius karena memang perbedaan
antara di desa dan kota adalah tentang pergaulan dan adat-istiadat
yang masih bagus di desa.
Pemenuhan gizi yang seimbang mungkin menjadi masalah bagi
buruh tani imigran yang mengandalkan sejumlah makanan yang
seadanya saat bekerja dan mempunyai dana terbatas (National
Migrant Resource Program, 1990) dalam (Clark, 1999). Oleh
karena itu kaum imigran rentan menderita masalah kesehatan
diantaranya defisit gizi meliputi anemia, diabetes, obesitas, dan
penyakit kardiovaskular (Hibbeln, 1996) dalam (Clark, 1999).
Selain karena factor ekonomi yang dapat mempengaruhi perilaku
penduduk desa dalam memenuhi kebutuhan gizinya, tingkat
pendidikan juga turut berpengaruh. Hal ini dapat dilihat dari
pemilihan makanan dengan kadar gula tinggi dan sedikit nilai serat
karena mengandung sedikit sekali sayur dan buah yang dilakukan
oleh penduduk desa karena tidak mampu memahami kandungan
yang tertera pada kemasan produk yang berbahasa inggris. Tidak
adanya fasilitas pendinginan dan memasak yang memadai dapat
menghambat usaha untuk menyediakan nutrisi keluarga yang
memadai. Penggunaan zat yang terlarang sering terjadi pada
kalangan pekerja migran dan buruh tani musiman. Di Masyarakat
pedesaan masih umum penggunaan tembakau untuk dikunyah atau
dibakar (National Institute for Nursing Research, 1995) dalam
(Clark, 1999).
c. Perilaku Terkait Kesehatan Lainnya
Masyarakat pedesaan yang orientasinya pada kerja sering tidak
memperhatikan dalam hal bekerja seperti memanfaatkan truk pick
up terbuka dan tidak menggunakan sabuk pengaman (Bigbee,
1993) dalam (Clark, 1999). Sistem penegakan hukum di desa
masih lemah, salah satunya karena keberadaan penegak hukum
yang cenderung bersahabat dengan penduduk desa sehingga
keselamatan diri dalam berkendara sering diabaikan baik oleh
penegak hukum maupun penduduk itu sendiri. Pertimbangan
perilaku terakhir yang harus dinilai adalah perilaku seksual.
Terlepas dari sistem nilai keluarga yang berorientasi tradisional
yang mungkin lazim di banyak masyarakat pedesaan, kaum muda
pedesaan telah menunjukkan keterlibatan dalam aktivitas seksual
sesering atau bahkan lebih sering daripada rekan-rekan mereka di
kota. Mereka juga lebih cenderung untuk menggabungkan
penggunaan alkohol dan aktivitas seksual (Polivka, 1996) dalam
(Clark, 1999). Sering terjadi memang remaja- remaja pedesaan
yang melakukan tindakan mengoplos minuman keras dengan
berbagai macam benda tanpa mengetahui dampak apa yang akan
ditimbulkan dari campuran tersebut. Disinilah peran petugas
kesehatandesa untuk memberikan promosi kesehatan kepada
remaja tentang bahaya seks bebas dan minum- minuman keras,
terutama yang di oplos.
6. Health System Dimension
Kesehatan dan penyakit pada masyarakat pedesaan bisa dipengaruhi
oleh sistem perawatan kesehatan eksternal maupun internal. Tujuan
keberhasilan akses ke perawatan kesehatan pedesaan adalah
mengkoordinasikan upaya program negara dengan sistem perawatan
kesehatan berbasis masyarakat internal untuk menciptakan kemitraan
kolaboratif yang kuat.
Sistem perawatan kesehatan formal di daerah pedesaan perlu masuk ke
dalam sistem bantuan pedesaan informal (Clark, 1999). Penting untuk
dipahami bahwa orang di pedesaan kebanyakan dari populasinya yang
memiliki sedikit atau tidak memiliki cakupan asuransi kesehatan
padahal mereka juga sangat membutuhkan layanan kesehatan yang
sama dengan orang yang mempunyai asuransi. Memperbaiki sistem
perawatan kesehatan dari luar masyarakat seringkali tidak memiliki
efek yang langgeng karena kendala lingkungan yang berkaitan dengan
jarak, transportasi yang lemah dan beberapa sumber ekonomi (Clark,
1999).
a. Sistem Eksternal: Program Nasional dan Negara Bagian
Semakin tingginya tingkat kesadaran akan masalah kesehatan di
daerah pedesaan telah memperkuat dukungan federal untuk
perawatan kesehatan pedesaan. Pemerintah berinisiatif untuk
menyediakan perawat kesehatan komunitas sebagai sumber daya
yang sangat dibutuhkan untuk membantu klien pedesaan yang
berisiko tinggi (Clark, 1999). Salah satu usaha yang dilakukan
pemerintah adalah dengan mendirikan klinik kesehatan pedesaan
dan klinik kesehatan komunitas yang didanai secara federal yang
menawarkan pelayanan kesehatan primer kepada penduduk
setempat. Contoh klinik yang didirikan seperti klinik kesehatan
mental, unit detoksifikasi, dan program tindak lanjut
penyalahgunaan zat hal itu mendapat prioritas pendanaan baik di
tingkat negara bagian maupun nasional dan program untuk ibu
hamil (Clark, 1999).
Program Medicare dan Medicaid menyediakan cakupan layanan
kesehatan bagi anggota kelompok penduduk pedesaan. Sistem
pedesaan mungkin memiliki jumlah klien Medicare dan Medicaid
yang secara proporsional lebih tinggi (70% klien di beberapa
wilayah) dari pada di perkotaan, untuk mengimbangi tingkat
kebutuhan dan anggaran maka diberlakukan sistem pembiayaan
dari klien asuransi pribadi atau lebih dikenal dengan biaya untuk
layanan, selain itu di daerah pedesaan juga banyak terdapat pekerja
musiman yang tidak berdokumentasi sehingga mengakibatkan
meningkatnya beban pelayanan di daerah pedesaan. Bahkan bagi
klien pedesaan yang tercakup dalam program federal seperti
Medicare dan Medicaid, tingkat penggantian untuk layanan serupa
kurang dari pada di daerah perkotaan (American Hospital
Association, 1993) dalam (Clark, 1999).
b. Sistem Internal: Perawatan Komunitas Lokal dan Perawatan
berpusat pada Keluarga
Kelemahan layanan perawatan kesehatan untuk banyak penduduk
pedesaan dari pada kota antara lain:
1) Layanan perawatan kurang dapat diakses, seperti jarak yang
cukup jauh ke fasilitas kesehatan, kurangnya fasilitas khusus
untuk memenuhi kebutuhan khusus (misalnya, fasilitas untuk
terapi kanker) (Clark, 1999).
2) Lebih mahal untuk diberikan, karena tidak adanya asuransi
sehingga menerapkan biaya untuk pemeriksaan kesehatan.
3) Lebih sempit dalam jangkauan,
4) Jumlah SDM lebih sedikit seperti dokter, dokter gigi, perawat,
dan pekerja sosial dan terutama berlaku untuk layanan lansia di
daerah pedesaan.
5) Kesulitan lain yang dihadapi adalah untuk menarik dan
mempertahankan penyedia layanan kesehatan di daerah
pedesaan karena keuangan yang tidak mencukupi, kurangnya
cakupan cadangan dan isolasi profesional, terbatasnya
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, dan kekhawatiran
keluarga mengenai kerugian sosial dan budaya yang dirasakan
tinggal di daerah terpencil (Vrabec, 1995) dalam (Clark, 1999).
6) Rumah sakit pedesaan kecil berisiko mengalami sensus dan
penutupan pasien yang rendah sehingga mengurangi
ketersediaan layanan (Campion, Helms, & Barrand, 1993)
dalam (Clark, 1999). Selama tahun 1985, misalnya, 237 rumah
sakit pedesaan ditutup (Bigbee, 1993) dalam (Clark, 1999).
Fakta yang didapat tentang pelayanan kesehatan di pedesaan:
1) Sekitar 20 juta penduduk pedesaan tinggal di daerah
kekurangan penyedia layanan (Clark, 1999).
2) 92% dari semua kabupaten dengan kekurangan layanan
keperawatan khususnya adalah daerah pedesaan (Clark, 1999)
3) Rasio perawat : klien dari 675 : 100.000 penduduk di Amerika
Serikat menjadi 349 : 100.000 di negara yang paling jarang
populasinya (American Nurses Association, 1996) dalam
(Clark, 1999).
4) Perawat yang bekerja di pedesaan sudah tua dan kurang
pendidikan.
5) Lebih dari 77% perawat di daerah non-metropolitan memiliki
gelar diploma atau associate dalam keperawatan. Perawat
dipedesaan sering mendirikan klinik karena langkanya dokter
yang terdapat didaerah pedesaan, namun pada tahun 1988
praktisi perawat di lingkungan pedesaan telah menurun
menjadi 9% dari 50% praktisi perawat pada tahun 1980.
6) Selain itu, praktisi perawat di daerah pedesaan cenderung tidak
mempertimbangkan rekan-rekan mereka di perkotaan (Bigbee,
1993) dalam (Clark, 1999).
Untuk menghadapi masalah-masalah pelayanan kesehatan di
pedesaan maka didirikan Korps Pelayanan Kesehatan Nasional
(NHSC) pada tahun 1972 yang berfungsi untuk menyediakan
tenaga kesehatan bagi daerah pedesaan, sejak awal berdirinya
NHSC lebih dari 20.000 profesional kesehatan ditempatkan di area
yang kurang terlayani dan saat ini 38 juta penduduk pedesaan
menerima perawatan dari petugas NHSC. Bahkan setelah upaya ini
dilakukan, masih terdapat kurang dari satu dokter perawatan
primer per 3500 orang di daerah kekurangan yang ditunjuk (Pusat
Klinik Perdesaan, 1995) dalam (Clark, 1999).
Penggunaan layanan yang tersedia juga dapat mempengaruhi status
kesehatan pedesaan. Penggunaan penyembuh tradisional dan terapi
alternatif juga umum terjadi di antara beberapa populasi pedesaan
(Clark, 1999).

Tips pengkajian : pengkajian kesehatan di pedesaan


The Biophysical Dimension
Umur dan Keturunan Genetik
1. Apa komposisi umur penduduk pedesaan?
2. Berapa proporsi anak-anak dan orang tua?
3. Berapakah tingkat kematian bayi di masyarakat pedesaan?
4. Berapa proporsi relatif laki-laki dan perempuan di lingkungan
pedesaan?
5. Apa komposisi rasial/ etnik di pedesaan?
6. Berapakah prevalensi predisposisi genetik terhadap penyakit pada
populasi pedesaan? Penyakit apa yang terlibat?
Fungsi Fisiologis
1. Apa masalah kesehatan yang ada yang lazim di masyarakat pedesaan?
2. Berapakah penyakit menular yang menular di masyarakat pedesaan?
3. Berapakah tingkat kecacatan di masyarakat pedesaan?
4. Berapakah tingkat imunisasi di populasi pedesaan?
The Psychological Dimension
1. Sumber stress apa yang dialami oleh anggota masyarakat pedesaan?
2. Berapa luas kekerasan keluarga di masyarakat pedesaan?
3. Apa prevalensi masalah kesehatan mental di masyarakat pedesaan?
The Physical Dimension
1. Sampai sejauh mana penduduk pedesaan terkena kondisi cuaca
ekstrem? Bahaya kesehatan ? Apa yang disajikan oleh kondisi cuaca?
2. Apa potensi terpapar zat berbahaya? Zat apa yang terlibat ?
3. Apa kualitas perumahan di daerah pedesaan? Apakah perumahan itu
dalam keadaan baik atau tidak ?
4. Apakah itu menyajikan bahaya kesehatan dan keselamatan?
5. Bahaya keamanan apa yang disajikan oleh lingkungan pedesaan
(misalnya, jalan yang buruk, alat berat)?
6. Apa sumber air biasa? Apakah airnya aman dikonsumsi?
7. Bagaimana pembuangan wasre ditangani? Apakah pembuangan limbah
menimbulkan bahaya kesehatan?
8. Sampai sejauh mana masyarakat pedesaan terisolasi secara geografis?
Apa pengaruh isolasi terhadap masyarakat?
9. Berapakah prevalensi vektor penyebab penyakit di daerah tersebut?
10. Apa potensi bencana di daerah pedesaan?
The Social Dimension
Interaksi Interpersonal
1. Bagaimana kohesif di masyarakat pedesaan?
2. Nilai apa yang dipegang oleh anggota masyarakat pedesaan?
3. Apa kelompok rasial, etnis, dan budaya diwakili di masyarakat
pedesaan? Apakah ada bukti konflik antar kelompok?
4. Bahasa apa yang diucapkan di masyarakat pedesaan?
5. Apa saja mode utama komunikasi di dalam masyarakat?
6. Berapa luas interaksi sosial di masyarakat pedesaan? Dimana interaksi
ini terjadi?
7. Berapa luas dukungan sosial di kalangan penduduk pedesaan?
Faktor Sosial Ekonomi
1. Apa tingkat pendidikan penduduk pedesaan?
2. Berapa luas pengetahuan kesehatan mereka?
3. Fasilitas pendidikan apa yang tersedia di masyarakat pedesaan?
Seberapa adekuat mereka?
4. Bagaimana keadaan ekonomi lokal?
5. Berapakah tingkat pendapatan anggota masyarakat? Apakah
penghasilan memadai untuk memenuhi kebutuhan?
6. Jenis pekerjaan apa yang dilakukan oleh penduduk pedesaan?
7. Bahaya kesehatan apa yang ditimbulkan oleh jenis pekerjaan yang
tersedia?
8. Adakah tenaga kerja migran atau musiman di daerah itu?
9. Apa masalah sosial yang mereka alami? Bagaimana sikap anggota
masyarakat lainnya terhadap pekerjaan migran?
10. Berapakah tingkat pengangguran di masyarakat pedesaan?
11. Berapakah tingkat tunawisma di masyarakat pedesaan? Jenis bantuan
apa yang tersedia bagi tunawisma?
Faktor Sosial Lainnya
1. Tarif transportasi apa yang tersedia untuk penduduk pedesaan?
2. Apakah masyarakat pedesaan memiliki rencana untuk kejadian
bencana?
Behavioral Dimension
1. Berapakah tingkat gizi keseluruhan populasi pedesaan?
2. Berapakah tingkat alkohol, tembakau, dan penggunaan obat lain di
populasi pedesaan?
3. Apa prevalensi penyalahgunaan zat dalam populasi?
Latihan dan Aktivitas Santai
1. Berapa luas olahraga di masyarakat pedesaan?
2. Kesempatan rekreasi apa yang tersedia bagi penduduk pedesaan?
Apakah kegiatan rekreasi menimbulkan bahaya kesehatan?
Praktek yang Aman
1. Sampai sejauh mana tindakan pengamanan yang digunakan oleh
penduduk pedesaan (misalnya sabuk pengaman)?
Aktivitas Seksual
1. Sampai sejauh mana penduduk pedesaan terlibat dalam praktik seksual
yang tidak aman?
Health System Dimension
1. Bagaimana sikap warga pedesaan terhadap kesehatan dan perawatan?
Bagaimana mereka mendefinisikan kesehatan dan penyakit?
2. Layanan kesehatan apa yang tersedia untuk penduduk pedesaan?
3. Apakah tersedia layanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan?
4. Faktor apa yang menghalangi penyedia layanan kesehatan untuk tidak
mencari lokasi di pedesaan?
5. Apakah layanan pencegahan utama tersedia dan digunakan oleh
masyarakat?
6. Sampai sejauh mana layanan khusus tersedia di masyarakat? Jika tidak
ada, di mana penduduk pedesaan mendapatkan perawatan?
7. Seberapa mudah diakses pelayanan kesehatan di masyarakat? Berapa
jarak yang biasa dengan fasilitas perawatan kesehatan
8. Sampai sejauh mana penduduk pedesaan menggunakan layanan
kesehatan yang tersedia? Apa hambatan penggunaan layanan
kesehatan?
9. Apakah ada praktisi kesehatan rakyat yang menyediakan layanan di
daerah ini? Sampai sejauh mana layanan mereka digunakan oleh
anggota masyarakat pedesaan?
10. Bagaimana layanan kesehatan didanai? Apakah dana memadai untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan?
11. Berapa luas populasi yang tidak diasuransikan atau kurang
diasuransikan di masyarakat pedesaan?

Sumber : (Clark, 1999)


B. Diagnosis Keperawatan Kesehatan Komunitas
Diagnosis keperawatan merupakan suatu pernyataan yang
menjelaskan respons manusia (status kesehatanatau resiko perubahan pola)
dari individu atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, membatasi, mencegah dan mengubahnya.
(Carpentino,2000) dalam (Afendi & Makhfudli, 2009), Diagnosa
keperawatan ini dipakai untuk menentukan masalah yang terjadi pada
klien, keluarga maupun komunitas untuk pedoman dalam pembuatan
rencana tindakan dan intervensi untuk mencapai asuhan keperawatan yang
sudah ditentukan.
Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial sebagai dasar intervensi keperawatan dalam mencapai tujuan
asuhan keperawatan (North American Nurshing Diagnosis Association
(NANDA) dalam (Afendi & Makhfudli, 2009)). Diagnosa keperawatan
disini sangat ditekankan dalam penentuan masalah dimana masalah
tersebut dapat dilihat dari respon individu yang dapat diidentifikasi dari
tanda dan gejala yang muncul dari individu tersebut.
Anderson Mc Farlance (1996) dalam (Afendi & Makhfudli, 2009)
menggunakan teori Neuman dari komunitas dan mengembangkan
diagnosis keperawatan berdasarkan sistem penggabungan penarikan
kesimpulan. Pada sistem ini mereka menggunakan logika berpikir atau
penarikan kesimpulan terhadap masalah, etiologi serta tanda dan gejala
dari suatu masalah. Tanda dan gejala dari diagnosis keperawatan kesehatan
komunitas adalah pernyataan kesimpulan yang menjelaskan lama atau
besarnya masalah. Contoh diagnosis keperawatan kesehatan komunitas
adalah sebagai berikut menurut Anderson:
1. Tingginya angka mortalitas bayi berhubungan dengan:
a. Ketidakmampuan sumber di departemen kesehatan setempat dalam
memenuhi kebutuhan antepartum
b. Pelayanan antepartum yang tidak dapat diakses
c. Kurangnya tenaga kesehatan terlatih yang ditunjang dengan angka
mortilitas bayi sebesar 17,3 setiap 1000 kelahiran hidup, tidak ada
bus yang melewati klinik, data klinik menyatakan kurangnya
tenaga dan tidak ada perawat atau bidan yang berlisensi di
komunitas.
Jadi dari contoh yang sudah disebutkan diatas bahwa setiap
kejadian yang ada pada komunitas itu akan disimpulkan melalui
identifikasi sumber dan analisis masalah sehingga nantinya akan dijadikan
sebagai diagnosa keperawatan komunitas.
C. Perencanaan Asuhan Keperawatan Kesehatan Komunitas
Perencanaan tingkat pencegahan primer, sekunder dan tersier dapat
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing klien, keluarga,
atau masyarakat itu sendiri. perawat kesehatan masyarakat memainkan
peran penting dalam merencanakan strategi pencegahan bagi masyarakat
pedesaan (Clark, 1999).

1. Pencegahan Primer
Di daerah pedesaan, pencegahan primer berfokus pada pencegahan
masalah kesehatan berisiko tinggi yang endemik pada masyarakat
pedesaan. Pencegahan dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan,
pencegahan penyakit komonsil, dan pencegahan kecelakaan dan cedera
yang berkaitan dengan kegiatan kerja dan liburan (Clark, 1999)
a. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan dimasyarakat dapat dilakukan oleh tenaga
ksehatan setempat, puskesmas maupun mahasiswa untuk
mencegah dan memberi pengetahuan kepada masyarakat sehingga
dapat menurunkan resiko terjadinya masalah seperti masalah
kesehatan. Dalam melakukan promosi kesehatan ini perawat dapat
menyampaikan mengenai cara menjaga kesehatan, cara mencegah
penularan penyakit dan bagaimana gaya hidup sehat. Perencanaan
kegiatan promosi kesehatan di lembaga masyarakat terpilih
merupakan tugas bagi perawat kesehatan masyarakat. Seperti
mengenalkan praktik promosi kesehatan kepada anak-anak serta
mengajarkan asas gizi yang baik kepada ibu hamil dan pekerja
kafetaria serta juru masak yang merencanakan dan menyajikan
makanan di sekolah dan institusi lainnya (Clark, 1999).

b. Pencegahan Penyakit
Perawat kesehatan masyarakat pedesaan dapat merencanakan
intervensi yang ditujukan untuk memodifikasi faktor risiko di
antara kelompok klien pedesaan dengan beberapa cara (Clark,
1999). Dalam upaya pencegahan penyakit biasanya perawat
melakukannya dengan cara memberikan edukasi langsung kepada
individu itu sendiri maupun mengadakan promosi kesehatan yang
nantinya akan diikuti oleh masyarakat maupun kelompok. Perawat
adalah narasumber dalam jenis kegiatan ini. merencanakan
hipertensi, kolestrol, pemeriksaan payudara sendiri atau
kesempatan pemeriksaan gula darah gratis melalui bidan, perawat,
dokter atau organisasi masyarakat lainnya. Hal ini adalah cara lain
untuk menilai masyarakat agar fokus pada kebutuhan untuk
menurunkan risiko kesehatan.
c. Pencegahan Cedera
Berencana mencegah kecelakaan dalam perawat kesehatan
masyarakat pedesaan sangat penting. Perawat kesehatan
masyarakat pedesaan berfungsi baik sebagai pendidik formal
maupun informal serta perencana masyarakat untuk strategi
pencegahan kecelakaan (Clark, 1999).
Dalam pencegahan cidera ini perawat dapat merencanakan progam
pendidikan kepada masyarakat maupun komunitas mengenai
informasi bagaimana cara melakukan perlindungan diri atau
keselamatan pada saat masyarakat tersebut kerja maupun sedang
berkendara.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder seringnya dilakukan setelah ditemukanya
masalah kesehatan seperti dalam (Clark, 1999) yang menyatakan
bahwa perencanaan untuk pencegahan sekunder disesuaikan pada
penyelesaian masalah yang teridentifikasi selama pengkajian (Clark,
1999).

a. Screening (penyaringan)
Screening utama yang dilakukan dalam perawatan komunitas
kesehatan pedesaan mungkin dilakukan disalah satu dari dua
setting: sistem sekolah lokal atau departemen kesehatan
masyarakat (Clark, 1999). Contohnya, anak khusus dengan
skoliosis, anak dengan pendengan dan penglihatan yang
bermasalah, dan anak dengan status imunisasi yang kurang baik.
Perawat kesehatan komunitas juga harus secara rutin memantau
pola pertumbuh anak dan tes ada tidaknya anemia dan dilakukan
screening untuk mengetahui hipertensi dan tuberkolosis, screening
pemeriksaan kanker payudara, serviks, usus pada orang dewasa
yang dana utamanya berasal dari negara dan bersumber dari
pemerintahan pusat (Clark, 1999).
b. Lingkungan Screening
Pentingnya perawat kesehatan komunitas adalah untuk
merencanakan kesehatan di tingkat komunitas, salah satunya
adalah di lingkungan sekitar. Banyak masalah yang akan kita temui
seperti sampah, polusi udara, air bersih dan yang lainya. Maka dari
itu perlu dilakukan perbaikan.
Hal yang perlu diperhatikan termasuk tentang penjagaan, ketiadaan
orang tua, kekurangan atau terkontaminasinya suplai air bersih,
tidak baiknya perawatan pada binatang, pemberitaan tentang
gigitan binatang, dan terjangkitnya penyakit infeksius, contohnya,
infeksi gatrointestinal oleh Gardia atau Samonella (Clark, 1999).
c. Perawatan Pada Kondisi yang Ada
Seringnya di pedesaan, kita menemukan orang dengan gangguan
mental akan diasingkan dan bahkan dikurung oleh keluarganya
karena dianggap menyusahkan juga dianggap sebagai aib keluarga.
Namun seperti dalam buku (Clark, 1999), yang menyatakan bahwa
Pasien gelandang dengan gangguan mental merupakan bagian dari
keluarga dalam pedesaan, dan perawatan kesehatan yang
dibutuhkan merupakan bagian dari daftar yang akan dilakukan oleh
perawat pedesaan.
Perawat boleh merencanakan beberapa perawatan untuk layanan
yang berpusat pada keluarga, mendorong tetangga dan teman untuk
membantu, dan menyadari adanya perbedaan antar komunitas dan
keluarga adalah beberapa strategi yang mungkin adalah perawatan
keluarga dalam situasi tersebut (Clark, 1999).
d. Perawatan Kedaruratan, Triase dan Rujukan
Penelitian menunjukan bahwa penanganan pada awal kritis sangat
berhasil dalam keadaan darurat. Perencanaan yang aman dan
koordinasi dari anggota tim kedaruratan penting untuk
keberhasilan dalam pemberian perawatan kedaruratan (Clark,
1999). Perawatan kedaruratan termasuk pertolongan pertama pada
kecelakaan, pemberian bantuan hidup dasar, dll.
3. Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan tersier dalam perawatan kesehatan komunitas
dalam latar praktik di pedesaan adalah pengarahan pencegahan
komplikasi penyakit kronik dan pencegahan kambuhnya penyakit akut
dalam masalah kesehatan. Tindakan asuhan keperawatan dilakukan
terutama oleh perawat kesehatan rumah berbasis komunitas yang
merawat lansia dan klien dengan luka yang dirawat dirumah kronis
yang perlu dipantau secara ketat untuk memastikan proses penyakit
mereka. Manajemen perawatan dilakukan untuk mengkoordinasi
perawatan dan menjadi sumber yang cukup efektif untuk pencegahan
komplikasi (Clark, 1999).
D. Evaluasi Asuhan Keperawatan Kesehatan Komunitas
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan,
rencana tindakan dan implementasinya sudah berhasil dicapai
(Ignatavicius dan Bayne, 1994 dalam (Afendi & Makhfudli, 2009).
Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan komunitas dalam
mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan
dengan komunitas berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan. Sehingga perawat dapat mengambil
keputusan. Proses evaluasi terdiri atas dua tahap yaitu mengukur
pencapaian tujuan komunitas baik kognitif, afektif, psikomotor dan
perubahan funsi tubuh seta gejalanya dan membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Afendi & Makhfudli,
2009).
Evaluasi perawatan kesehatan di pedesaan dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil kesehatan dari klien tersebut setelah dilakukan
tindakan keperawatan untuk kesehatannya. Salah satu cara perawat dalam
melakukan evaluasi terhadap klien adalah dengan melihat kembali apakah
tindakan yang dilakukan sudah berhasil atau belum dan klien sudah
mengerti atau belum mengenani tindakan yang dilakukan oleh perawat
tersebut. Misalnya, setelah perawat melakukan tindakan keperawatan pada
anak usia remaja dimana kegiatan ini untuk menurunkan angka kehamilan
pada anak remaja jaman sekarang dengan pendidikan kesehatan. Perawat
kembali memvalidasi klien untuk mengulang hal apa yang perlu
diperhatikan atau hala apa yang tadi dijelaskan oleh perawat.
BAB III

KESIMPULAN

Area Rural

Pengertian Karakteristik Hambatan Masalah Praktik


Kesehatan Keperawatan
Komunitas kecil 1. Lahan luas namun 1. Akses
yang menetap kepadatan penduduk transportasi Bekerja di lahan Tenaga keperawatan
rendah susah
di suatu tempat pertanian sering harus mempunyai
2. Lapangan kerja 2. Kualitas terkena urap, tetanus keterampilan klinis
kebanyakan agraris sumber daya dan tuberculosis. yang bagus dari
pelayanan Selain itu juga berbagai usia dan
3. Masih pegang teguh kesehatan
tradisi kontaminasi racun dengan masalah
masih kurang
seperti pestisida. kesehatan yang ada.
4. Hubungan antar
tetangga rukun

Pengkajian

Biologis Fisiologis Psikologis Sosial Behavioral Health System


1. Umur 1. Lingkungan 1. Ekonomi 1. Tradisi 1. Risiko 1. Internal 
aktivitas berpusat
2. Faktor 2. Bencana 2. Lingkungan 2. Status waktu luang pada
keturunan pendidikan keluarga
3. Penyakit dan 2. Pola
3. Fungsi yang diderita ekonomi konsumsi 2. Eksternal 
fisiologis seperti pemerintah
3. Tunawisma merokok
3. Pola
kesehatan lain

Diagnosa

Identifikasi masalah yang terjadi di desa


Perencanaan

Primer Sekunder Tersier


Promosi Screening masalah kesehatan Pengarahan pencegahan komplikasi
kesehatan
Screening lingkungan Pencegahan kambuhnya penyakit
Pencegahan
penyakit Bagaimana petgas kesehatan
menyediakan pelayanan klien

Evaluasi

Tolak ukur dari perencanaan yang sudah dilakukan


DAFTAR PUSTAKA

Ade Yonata, Dea Gratia Putri Saragih. (2016). Pengaruh Konsumsi Kafein Pada
Sistem Kardiovaskular. Medical Journal of Lampung University , 1.

Afendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika.

Allender, J.A. et al. (2014). Community & Public Health Nursing: Promoting the
Public’s Health 8th edition. Wolters Kluwer: Lippincott Williams &
Wilkins.

Bintarto, R. (1983). Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Clark, M. J. (1999). Nursing in The Community : Dimentions of Community


Health Nursing . United States of America: Appleton & Lange.

Eckholm, E. P. (1977). Masalah Kesehatan Lingkungan sebagai Sumber Penyakit.


Jakarta: PT Gramedia.

Gibney, M. J., et al. (2008). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Indrizal, E. (2013). Memahami Konsep Perdesaan dan Tipologi Desa di Indonesia.


Diakses 22 Juli 2013 dari
http://fisip.unand.ac.id/media/rpkps/EdiIndizal/M3.pdf.

Klobuchar, A. (2014). Keeping Rural Communities Healthy. Diakses pada tanggal


22 Februari, dari:
https://www.jec.senate.gov/public/_cache/files/d9e7711e-5576-49f4-a00d-
67b0d66074d8/keeping-rural-communities-healthy.pdf

Luthfia, A. R. (2013). Menilik Urgensi Desa di Era Otonomi Daerah. Journal of


Rural and Development. Vol: IV No 2 Agustus 2013.

Molinari, D. & Bushy, A. (2012). The Rural Nurse: Transition to Practice. New
York: Springer Publishing Company.
Setiawan, S. (2016). Karakteristik Wilayah Pedesaan Beserta Penjelasannya.
Diakses pada tanggal 22 Februari, dari:
http://www.gurupendidikan.co.id/karakteristik-wilayah-pedesaan-beserta-
penjelasannya/

Susanto, T., Purwandari, R., & Wuryaningsih, E. W. (2016). Model Kesehatan


Keselamatan Kerja Berbasis Agricultural Nursing : Studi Analisis Masalah
Kesehatan Petani. Jurnal Ners, 45-50.

Wood, J. (2004). Rural Health and Healthcare: A North West Perspective.


Lancaster: Bowland Tower East .

You might also like