1. Pemanfaatan Limbah Pengolahan Agar Sebagai Komponen Medium
Produksi Selulase dari Mikroba Pengolahan agar dari rumput laut berkembang pesat di Indonesia. Produksi yang meningkat diikuti dengan meningkatnya limbah pengolahan agar. Limbah ini memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah pengolahan agar sebagai komponen medium produksi enzim selulase dari mikroba. Tiga jenis isolate mikroba yaitu PMP1206, Serratia marcescens SGS 1609, dan isolat bakteri PC3, dikultivasi dalam medium padat yang mengandung Karboksi Metil Selulosa (KMS). Isolat mikroba yang menghasilkan zona bening paling besar, dipilih dan enzim diproduksi dalam medium cair yang mengandung selulosa dari limbah agar. Enzim dihasilkan dari perlakuan terbaik dilakukan karakterisasi medium. Produksi enzim adalah Medium Sintetik Minimal (MSM) cair dengan penambahan 1% limbah agar yang telah diberi perlakuan dengan NaOH 0, 2, 4, dan 6%. Inkubasi dilakukan pada suhu 30°C, 150 rpm. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari untuk diuji aktivitas enzimnya. Hasil seleksi isolat menunjukkan S. marcescens SGS 1609 menghasilkan zona bening paling besar dengan indeks selulolitik 2,25. Produksi enzim selulase pada medium limbah agar menunjukkan bahwa waktu optimal produksi enzim diperoleh pada inkubasi selama 1-3 hari dari perlakuan NaOH 6%. Enzim yang dihasilkan bekerja optimum pada pH 6 dan suhu 50°C. Pada suhu 40-60°C selama 4 jam penurunan aktivitas enzim tidak lebih dari 30%. Aktivitas selulase meningkat dengan penambahan ion Ca2+ dan Mg2+, dan menurun dengan adanya 10 mM ion Zn2+. 1.1. Metode Penelitian Penelitian dilakukan bertahap, diawali seleksi isolat bakteri berdasarkan kemampuan menghasilkan enzim selulase pada media KMS padat, ditunjukkan oleh zona bening yang dihasilkan. Isolat kemudian ditumbuhkan pada medium cair. Pretreatment dilakukan menggunakan NaOH dengan 0, 2, 4, dan 6% konsentrasi. Sampel disentrifugasi, filtrat sebagai enzim kasar, diuji aktivitas enzimnya. Analisis deskriptif terhadap seleksi isolat bakteri selulolitik dan karakterisasi enzim. Analisis statistik pada penentuan konsentrasi NaOH terbaik. Perlakuan yang nyata dilanjutnya dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Duncan. 1.2. Seleksi Isolat Bakteri Selulolitik Tiga isolat bakteri yang diuji kemampuannya menghasilkan selulase diperoleh hasil bahwa isolat S.marcescens SGS 1609 menghasilkan indeks selulolitik terbesar (IS= 2,25), dibandingkan dua isolat lainnya. Pewarna congo red diserap oleh polisakarida yang memiliki ikatan -D-glukan. Terbentuknya zona bening menunjukkan bahwa polisakarida telah terdegradasi menjadi sakarida dengan rantai yang lebih pendek sehingga tidak dapat menyerap pewarna congo red ketiga isolat yang digunakan memang memiliki kemampuan mendegradasi selulosa dari limbah agar yang memiliki ikatan -D-glukan. Hasil kualitatif ini maka isolat S.marcescens SGS 1609 diteliti lebih lanjut untuk dikultivasi pada medium limbah agar, guna mendapatkan informasi karakter enzimnya. 1.3. Preparasi Limbah Pengolahan Agar Penghilangan sisa agar dari limbah pengolahan agar menghasilkan rendemen berupa limbah yang lebih bersih dari pengotor sebesar 33,5%. Selanjutnya pemanasan dengan larutan NaOH menghasilkan rendemen yang rendah, berkisar antara 23,9-25,5% dan sedikit penurunan kadar abu dari 6,4-6,0% pada penggunaan NaOH konsentrasi 6%. Kadar abu yang tinggi pada limbah pengolahan agar berasal dari celite yang mengandung silika yang digunakan dalam proses penyaringan pada pengolahan agar di industri. Semakin tinggi konsentrasi NaOH juga menghasilkan kenampakan limbah yang lebih baik, yaitu lebih pucat (keabu-abuan) dari yang semula berwarna coklat kehitaman. Dengan demikian NaOH berkontribusi terhadap pengurangan mineral dan pigmen. Serratia. m SGS 1609 mempunyai aktivitas selulolitik terbesar berdasarkan pembentukan zona bening dibandingkan dengan isolat PMP1206 dan PC3. Penggunaan 1% limbah pengolahan agar yang diberi perlakuan NaOH 6% dalam medium MSM cair menghasilkan enzim selulase dari S. marcescens SGS 1609. Waktu optimal produksi enzim selulase 1-3 hari. Enzim selulase yang optimum pada pH 6, suhu 50 °C, dan stabil pada suhu 40-60 °C selama 4 jam. 2. Adaptasi Isolat Bakteri Aerob Penghasil Gas Hidrogen pada Medium Limbah Organik Hidrogen merupakan salah satu energi alternatif yang efisien dan ramah lingkungan. Hidrogen dapat dihasilan oleh bakteri aerob dengan menggunakan limbah organik sebagai substratnya. Perbedaan medium dari medium pengaya ke medium limbah organik cair akan menyebabkan stres pada bakteri, sehingga perlu adanya proses adaptasi agar bakteri mampu bertahan hidup dalam medium limbah organik. Pengadaptasian dilakukan dengan memindahkan inokulum dari medium pengaya ke medium limbah organik cair. Setelah berumur 24 jam dipindahkan kembali ke medium limbah organik cair yang baru dan diukur pertumbuhannya dengan Optical Density (OD 600 nm) setiap 24 jam hingga 3 kali transfer adaptasi. Pertumbuhan bakteri aerob isolat A6, A27, dan A31 selama adaptasi adanya kenaikan pertumbuhan setelah mengalami tiga kali transfer. Isolat bakteri A31 menunjukkan proses adaptasi yang signifikan mulai dari transfer I hingga III. 2.1. Pembuatan Medium Limbah Organik Cair (LOC) Limbah padat organik yang memiliki kandungan protein dan lemak, seperti organ buangan ikan, ayam, dan sapi sebanyak 1500 gr dicampur dengan 3000 ml limbah cair yang berupa sisa perendaman ikan. Selanjutnya diblender hingga homogen dan didapatkan filtrat. Kemudian ditambahkan dengan 3 gr pupuk NPK (0,1 % dari total volume limbah organik) dan 3 gr pupuk Urea (0,1 % dari total volume limbah organik). Medium juga ditambahkan dengan 2,4 gram FeCl2. Setelah itu pH medium diatur hingga didapat pH netral dengan menambahkan NaOH 2M atau HCl 2M tetes demi tetes menggunakan pipet pasteur, kemudian ditutup dengan sumbat kapas dan diautoklaf selama 15 menit. 2.2. Inokulasi Isolat Bakteri Aerob dalam Medium Limbah Organik Cair Isolat bakteri aerob yang digunakan adalah isolat A6, A27, dan A31 yang cenderung masuk ke genus Bacillus sp. berdasarkan karakter biokimia. Adaptasi dilakukan dengan cara mengambil kira-kira satu ose biakan bakteri aerob dari limbah organik padat, kemudian diinokulasikan ke dalam 10 ml medium limbah organik cair dan isolat diinkubasi kira-kira selama 24 jam dengan agitasi kemudian diremajakan dengan cara peremajaan isolat dilakukan sebanyak 3 kali. 2.3. Pengukuran Pertumubahan Isolat Aerob Selama masa adaptasi, pertumbuhan isolat bakteri diukur berdasarkan optical density pada panjang gelombang 600 nm, 24 jam sekali selama 3 hari masa inkubasi. Sampel bakteri aerob diambil dengan menggunakan pipet mikro sebanyak 100µl kemudian diencerkan dengan aquades hingga 2 ml dalam kuvet dan dideteksi absorbansisi warnanya dengan menggunakan spektrofotometer. Larutan blanko yang digunakan untuk kalibrasi spektrofotometer adalah medium LOC yang diencerkan dengan pengenceran yang sama dengan sampel. Hasil absorbansinya kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran yaitu 20 kali. Pada jam ke 24, 48, dan 72 setiap transfer diukur pertumbuhan bakterinya. Transfer dilakukan setiap 24 jam. Secara umum bakteri telah melewati fase lag, log, stasioner dan kematian dalam waktu 24 jam. Bakteri dapat tumbuh dalam medium yang mengandung satu atau lebih persyaratan nutrisi tersebut. Medium limbah organik cair yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan analisa komposisi penyusunnya, akan tetapi medium limbah organik cair ini diasumsikan mengandung nutrisi yang lengkap bagi bakteri, karena berasal dari limbah pasar yang mengandung air ikan, udang, cumi, juga potongan potongan ayam, dan insang ikan yang kaya akan karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu, di dalam medium limbah organik cair ini juga ditambahkan unsur besi, Fe dari FeCl2.7H2O, NPK, dan urea, sehingga membantu bakteri yang diujikan dalam proses adaptasinya dalam medium. Penambahan unsur besi ini digunakan sebagai activator atau pengaktivasi enzim hidrogenase dari bakteri sehingga bakteri mampu menghasilkan gas hidrogen. Adaptasi bakteri aerob penghasil gas hidrogen dengan kode isolat A6, A27, dan A31 menunjukkan adanya kenaikan pertumbuhan bakteri tersebut setelah mengalami tiga kali transfer adaptasi. Isolat bakteri A31 menunjukkan proses adaptasi yang signifikan mulai dari transfer I hingga transfer III. Adaptasi pertama menunjukkan adanya peningkatan OD dari 0,56, 1,02, hingga 1,3. Adaptasi kedua dari 0,62, 2,16 hingga 2,34. Adaptasi ketiga 0,54, 2,3, hingga 2,88. Hal ini menunjukkan bakteri-bakteri aerob dengan kode isolat A6, A27, dan A31 mampu hidup dalam medium limbah organik cair. DAFTAR PUSTAKA
Fawzya, Y., dkk. 2014. Pemanfaatan Limbah Pengolahan Agar Sebagai
Komponen Medium Produksi Selulase dari Mikroba. Jurnal JPB Perikanan. 9(1): 51-60. Hidayah, N., dkk. 2012. Adaptasi Isolat Bakteri Aerb Penghasil Gas Hidrgen pada Medium Limbah Organik. Jurnal Sains dan Seni ITS. 1(1): 16-18.