You are on page 1of 1

Hubungan antara Tingkat Upah dengan Korupsi

Salah satu dari berbagi faktor terjadinya korupsi, dapat ditinjau dari perspektif ekonomi. Menurut para
penganut paham ini, korupsi terjadi disebabkan oleh ketidakmampuan relatif seseorang dalam bidang
ekonomi. Kemiskinan dan rendahnya tingkat pendapatan menjadi pendorong utama terjadinya seseorang
melakukan tindakan korupsi. Tingkat pendapatan yang tidak sesuai dirasakan tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan pada tingkatan yang diharapkan. Karena itu setiap peluang yang ada untuk
memperoleh tambahan pendapatan akan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Para penganut paham
ekonomi tentang penyebab korupsi, menyatakan semua itu terjadi karena rendahnya tingkat upah atau
gaji. Oleh karena itu kebijakan reformasi birokrasi yang disarankan adalah melakukan remunerasi atau
penyesuaian pendapatan bagi pegawai pemerintah (remuneration policy). Asumsinya ialah gaji yang tinggi
akan mengurangi keinginan seseorang untuk melakukan korupsi.

Soedarno (2008) menyatakan bahwa jumlah gaji yang tinggi tidak menjamin seseorang untuk tidak
melakukan perbuatan korup. Dia menunjukkan kasus-kasus korupsi yang terjadi di Bulog, pertamina, Bank
Mandiri, dan Bank Indonesia, bukan disebabkan karena rendahnya gaji dan dengan demikian menurutnya,
tidak terdapat korelasi antara gaji yang tinggi dengan perbuatan korupsi. Hal serupa juga muncul dari
sebuah tulisan dari Taufiq (2008), bahwa kebijakan remunerasi tidak menjamin suatu institusi bebas dari
korupsi. Apa yang diutarakan oleh dua kritikus diatas memang membuktikan keadaan sebenarnya,
kenaikan gaji yang semula dianggap sebagai metode dalam upaya pemberantasan korupsi agaknya
berjalan nihil. Ternyata gaji memang tidak selamanya berkorelasi signifikan terhadap perilaku korup para
pejabat publik di negeri ini. Perilaku korup tersebut, ternyata menyeret para pejabat publik dengan gaji
yang “mentereng”, kita sebut saja mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini.

Kenaikan gaji, tampaknya memang telah membuat korupsi birokratis dapat sedikit dikendalikan, tetapi
untuk jenjang birokrasi tertentu pemberian kenaikan gaji tidak selalu efektif untuk meredam nafsu
birokrasi untuk melakukan korupsi. Secara teoritis, hubungan antara gaji dan tingkat korupsi birokrasi
masih bersifat mendua (Ambiguous). Namun terjadinya korupsi itu juga sangat tergantung pada besarnya
keuntungan dan biaya yang berada di bawah pengendalian pejabat pemerintah.

Sumber:
Lodan, K. (13 November 2013). Memetakan Korupsi dalam Perspektif Ekonomi. Dipetik 13 November
2016, dari http://arsip.batampos.co.id/13-11-2013/memetakan-korupsi-dalam-perspektif-
ekonomi/

You might also like