You are on page 1of 33

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa/ 19 November 2013

Teknologi Bahan Penyegar Golongan :P1


Dosen : Dr. Indah Yuliasih, S.TP, M.Si
Asisten : Aldi Maulidiansyah (F34090012)
Zakki Mubarok (F34090025)

KAKAO

Oleh :
Kelompok 3
Cecep Suseno Azis (F34110003)
Yoseva Anastasia BP (F34110004)
Irni Indriani Pramesti (F34110015)
Muhammad Nurdiansyah (F34110022)
Astridia Permatasari (F34110028)
Nataliya Sukmawati Putri (F34110031)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kakao merupakan salah satu hasil pertanian yang berpotensi untuk
meningkatan devisa Indonesia. Coklat dengan kandungan kakao (biji coklat) lebih
dari 70% juga memiliki manfaat untuk kesehatan, karena coklat kaya akan
kandungan antioksidan yaitu fenoldan flavonoid yang dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh sangat besar. Dengan adanya antioksidan, akan mampu untuk
menangkap radikal bebas dalam tubuh. Selain itu kakao memiliki nilai ekonomis
yang tinggi. Pengolahan kakao, yaitu mulai dari bungkil sampai lemaknya dapat
dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai tinggi.
Produksi kakao di indonesia meningkat dengan berjalannya waktu, namun
mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam. Hal ini yang menyebabkan harga
produk kakao indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara lain. Rendahnya
mutu kakao dapat disebabkan karena minimnya sarana pengolahan , cara pengolahan
yang tidak tepat dan pengawasan mutu yang rendah. Sebagai salah satu penghasil
kakao, Indonesia harus dapat meningkatkan mutu biji kakao menjadi sebuah produk
agar dapat bersaing dengan Negara-negara penghasil kakao lainnya. Peningkatan
nilai produk kakao juga dapat dilakukan dengan pengolahan lanjut produk kakao
yaitu dengan mengolah bahan baku cocoa liquor, cocoa butter dan cocoa powder.
Oleh karena itu praktikum teknologi pengolahan kakao ini dilakukan.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan biji kakao skala kecil
dengan memanfaatkan peralatan yang sederhana dan mendapatkankan
karakteristiknya , serta membuat produk olahan lanjut kakao.
II. METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah keranjang rotan, pemukul
kayu, wadah bambu, daun pisang, karung goni, ember, mesin pengering, wajan,
spatula, alat kempa, alat penghalus, mortar dan mesin pencuci.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah kakao, biji kakao,
cocoa liquor, cocoa butter, dan cocoa powder.

2.2 Metode
Mulai

Masukkan buah kakao ke dalam keranjang rotan

Tutup keranjang dengan daun-daunan dan biarkan


selama 5-7 hari

Setelah 5-7 hari, pecah/belah buah kakao dengan


menggunakan pemukul kayu atau tangan hingga
didapatkan biji kakao

Keluarkan biji kakao lalu masukkan ke dalam ember,


sedangkan empulur yang melekat pada biji dibuang

Masukkan biji kakao ke dalam besek yang dilapisi


dengan daun pisang dan ditutup, lalau didiamkan selama
1-7 hari

Rendam biji kakao yang telah difermentasi selama ±3 jam, lalu


cuci biji kakao secara manual atau dengan mesin pencuci,
pencucian jangan terlalu bersih.
Keringkan biji kakao dengan mesin pengering pada suhu 55-660 C
selama 20-25 jam

Setelah disangrai, pecah biji kakao untuk memisahkan kulit dengan


inti biji

Lakukan sortasi terhadap biji kakao kering untuk memisahkan biji


kakao baik dengan biji kakao yang cacat

Kemas biji kakao dengan menggunakan karung goni, jangan


dengan karung plastik

Selesai

b. Pengolahan cocoa liquor, cocoa butter dan cocoa powder

Mulai

Bersihkan biji kakao dari kotoran secara manual atau pun secara
mekanis

Sangrai biji kakao dalam alat penggorengan (wajan) pada suhu


116-1210 C selama 15-70 menit

Untuk mendapatkan pasta kakao/cocoa liquor, giling biji kakao


dengan alat penggilingan sejenis blender sampai kakao berbentuk
pasta.
Untuk mendapatkan lemak kakao/cocoa butter ,kempa biji kakao
dengan menggunakan kempa hidrolik yang dindingnya terdapat
lubang-lubang sebagai penyaring, pada suhu 500 C

Lakukan pengayakan untuk memperoleh ukuran fraksi yang


seragam

Selesai

c. Pengolahan produk berbahan baku coca liquor, cocoa butter dan cocoa powder

Mulai

Cocoa liquor, cocoa butter, cocoa powder

Lakukan pengolahan menjadi produk cokelat batangan, minuman


cokelat, dan brownies cokelat berdasarkan komposisi dan cara
pembuatan masing-masing

Lakukan analisa mutu produk olahan cokelat secara organoleptik


terkait tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, warna dan rasa.

Catat hasil uji organoleptik

Selesai
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil [ Terlampir]


3.2 Pembahasan
3.2.1 Jenis Kakao
Secara umum jenis kakao terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Criollo atau yang
dikenal sebagai kakao mulia Forastero dan Trinitario (campuran Criollo dan
Forastero). Criollo merupakan jenis kakao yang menghasilkan biji kakao dengan
mutu terbaik sehingga dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour cocoa, choiced
cocoa dan edel cocoa. Kurang lebih 7% dari produksi kakao dunia dan merupakan
jenis edel yang dihasilkan di Equador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika,
Srilangka, Indonesia dan Samoa. Buahnya berwarna merah atau hijau dengan kulit
buah tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji kakao jenis ini berbentuk bulat telur
dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada saat basah. Kakao
jenis criollo mempunyai rasa yang kompleks dan lembut, tetapi cita rasa coklatnya
kurang kuat (Pangkalan Ide 2008).
Jenis kakao forastero merupakan jenis kakao dengan mutu kakao sedang atau
bulk cocoa atau lebih dikenal dengan ordinary cocoa dengan cita rasa coklat yang
kuat. Buahnya berkulit tebal dan berwarna hijau, sementara biji kakaonya berbentuk
tipis dengan kotiledon berwarna unggu pada saat basah. Jumlahnya sekitar 93% dari
produksi kakao dunia dan merupakan jenis bulk yang dihasilkan Afrika Barat, Brazil
dan Dominika. Sementara jenis kakao Trinitario merupakan hybrida dari jenis
kakao Criollo dan Forastero secara alami sehingga jenis kakao ini sangat heterogen.
Kakao jenis ini menghasilkan biji kakao fine flavour cocoa dan ada yang termasuk
dalam bulk cocoa. Bentuknya bervariasi dengan buah berwarna hijau dan merah. Biji
kakaonya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna unggu muda sampai
unggu tua pada saat basah. cita rasa kakao ini kompleks, lembut, dan terasa coklat
kuat (Pangkalan Ide 2008).

3.2.2 Kandungan Bahan Aktif


Biji coklat mengandung lemak 31%, karbohidrat 14% dan protein 9%.
Protein coklat kaya akan asam amino triptofan, fenilalanin, dan tyrosin. Meski coklat
mengandung lemak tinggi namun relatif tidak mudah tengik karena coklat juga
mengandung polifenol (6%) yang berfungsi sebagai antioksidan pencegah
ketengikan. Di Amerika Serikat konsumsi coklat hanya memberikan kontribusi 1%
terhadap intake lemak total sebagaimana dinyatakan oleh National Food
Consumption Survey (1987-1998). Jumlah ini relatif sedikit khususnya bila
dibandingkan dengan kontribusi daging (30%), serealia (22%), dan susu (20%).
Lemak pada coklat, sering disebut cocoa butter, sebagian besar tersusun dari lemak
jenuh (60%) khususnya stearat. Tetapi lemak coklat adalah lemak nabati yang sama
sekali tidak mengandung kolesterol. Coklat terdiri dari bungkil dan lemak coklat
(Minifie 1999).
Lemak kakao merupakan campuran dari beberapa jenis trigliserida.
Trigliserida terdiri dari gliserol dan tiga asam lemak bebas. Salah satu diantaranya
lemak tidak jenuh. Komposisi asam lemak bervariasi, tergantung pada kondisi
pertumbuhan. Lemak kakao mengandung asam oleat, palmitat dan stearat. Hal ini
menyebabkan perbedaan karakteristik fisiknya, terutama berpengaruh pada sifat
tekstur makanan cokelat dan proses pembuatannya. Lemak kakao dari biji yang
mengandung asam lemak bebas (ffa) tinggi juga cenderung lebih lunak dari pada
lemak dari biji kakao yang masih utuh. Lemak kakao adalah lemak alami 12 yang
diperoleh dari nib kakao (kotiledon) hasil proses pemisahan dengan proses
pengepresan hidraulik atau expeller. Pengepresan bertujuan untuk memisahkan
lemak atau minyak dari pecahan nib kakao. Banyaknya lemak yang dapat terekstrak
tergantung dari lamanya pengepresan dan tekanan yang digunakan. Lemak kakao
memiliki sifat khas yakni bersifat plastis, dan memiliki kandungan lemak padat yang
relative tinggi. Hasil pengepresan tersebut akan menghasilkan bungkil kakao yang
akan diolah menjadi bubuk kakao (Wahyudi, 2008).
Cokelat mengandung alkaloid-alkaloid seperti teobromin, fenetilamina, dan
anandamida, yang memiliki efek fisiologis yang baik untuk kesehatan. Kandungan-
kandungan ini banyak dihubungkan dengan tingkat serotonin dalam otak.Keuntungan
dari coklat yaitu mengandung flavanoids dan sebagai antioksidan.Antioksidan
melindungi tubuh dari penuaan yang disebabkan oleh radikal bebas, yang bisa
menyebabkan kerusakan yang mengakibatkan penyakit jantung. Coklat yang
dimakan dalam jumlah normal secara teratur dapat menurunkan tekanan
darah.Cokelat mendukung kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah sedang,
termasuk kandungan anti oksidannya yang dapat mengurangi pembentukan radikal
bebas dalam tubuh. Katekin adalah antioksidan kuat yang terkandung dalam coklat.
Salah satu fungsi antioksidan adalah mencegah penuaan dini yang bisa terjadi karena
polusi ataupun radiasi. Katekin juga dijumpai pada teh meski jumlahnya tidak
setinggi pada coklat. Coklat mempunyai kemampuan untuk menghambat oksidasi
kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh,
sehingga dapat mencegah risiko penyakit jantung koroner serta kangker(Anonim,
2007).
Mengkonsumsi coklat tidak menimbulkan kecanduan, tetapi bagi sebagian
orang, rasa coklat yang khas menyebabkan keinginan untuk mengkonsumsinya
kembali. Ini yang disebut chocolate craving. Dampak coklat terhadap perilaku dan
suasana hati (mood) terkait erat dengan chocolate craving. Ingin mengkonsumsi
coklat kembali kemungkinan dikarenakan aromanya, teksturnya, manis-pahitnya dsb.
Hal ini juga sering dikaitkan dengan kandungan phenylethylamine yang adalah suatu
substansi mirip amphetanine yang dapat meningkatkan serapan triptofan ke dalam
otak yang kemudian pada gilirannya menghasilkan dopamine. Dampak dopamine
adalah muncul perasaan senang dan perbaikan suasana hati. Phenylethylamine juga
dianggap mempunyai khasiat aphrodisiac yang memunculkan perasaan seperti orang
sedang jatuh cinta ( Hatta 1992).
Selain itu coklat juga memilki khasiat untuk kecantikan. Coklat dapat
digunakan sebagai masker atau lulur. Lemak coklat atau cocoa butter yang
terkandung dalam lulur coklat berkhasiat melembutkan, menghaluskan kulit. Lulur
coklat juga dapat memutihkan/mencerahkan kulit. Selain itu adanya katekin
(catechin) yang merupakan antioksidan yang kuat yang ada dalam coklat dapat
mencegah penuaan dini, mencegah keriput, dan melindungi kulit dari polusi
menjadikan kulit bercahaya dan awet muda.

3.2.3 Antioksidan Kakao


Kandungan zat antioksidan dalam kakao cukup tinggi, seperti disebutkan
sebelumnya. Kandungan antioksidan dalam kakao antara lain, katekin, epikatekin,
prosianidin. Semua zat tersebut tergolong dalam polifenol. Kandungan polifenol
dalam kakao sebesar 120-180 g/kg, 37% diantaranya dalam bentuk monomer flavan-
3-ol, 58% dalam bentuk oligomer dan 5% sisanya berupa antosianin dan polifenol
lainnya. Epikatekin pada kakao memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan
kardiovaskular. Biji kakao mengandung 12,8-43,2 mg/g (-)-epikatekin bergantung
pada varietasnya. Pemanasan pada proses fermentasi, pengeringan dan
pemanggangan dapat menyebabkan berkurangnya kandungan (-)-epikatekin, (+)-
katekin serta mendorong terbentuknya stereoisomer baru (-)-katekin
(Rohmatussolihat 2009).
Senyawa anti oksidan merupakan substansi yang dapat menetralkan radikal
bebas dengan cara mengorbankan dirinya agar teroksidasi. Senyawa radikal bebas
merupakan senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak
berpasangan pada orbit luarnya. Dengan ketidakberadaan elektron pada sisi luarnya,
menyebabkan senyawa ini sangat reaktif mencari pasangan dengan cara mengikat
elektron molekul dari senyawa yang ada disekitarnya. Cara kerja senyawa radikal
bebas bersifat labil, artinya jika senyawa ini mengikat elektron maka senyawa radikal
bebas lain akan terbentuk. Dengan kata lain akan tercipta rantai radikal bebas.
Senyawa ini dapat mengikat asam nukleat, protein lemak, bahkan DNA atau sel
hidup lain sehingga dapat menyebabkan penyakit degeneratif seperti kanker.
Senyawa radikal bebas ini dapat terbentuk dari sisa metabolisme makhluk hidup itu
sendiri. selain itu, proses pembakaran, dan pemanasan oleh UV juga dapat
menyebabkan terbentuknya senyawa radikal bebas. Berikut ini gambar ilustrasi
mengenai pembentukan awal senyawa radikal bebas (inisiasi), proses pembentukan
radikal bebas baru (propagasi) dan pemutusannya (Soematmaji 1998).

Gambar 1. Pembentukan senyawa radikal bebas, pembentukan lagi dan


pemutusan siklus
Cara kerja senyawa antioksidan dalam menangkal radikal dengan cara
mengorbankan dirinya sendiri untuk dioksidasi oleh senyawa radikal bebas tersebut.
Terikatnya senyawa antioksiadan menyebabkan stabilnya senyawa radikal bebas.
Artinya, siklus radikal bebas terputus dan proses oksidasi kontinu terhenti. Suatu
jenis antioksidan hanya akan efektif untuk menghentikan senyawa radikal bebas
tertentu. Oleh sebab itu tidak semua antioksidan efektif menetralkan radikal bebas.
Bahkan senyawa antioksidan tertentu dapat menimbulkan proses oksidasi yang
menghasilkan senyawa oksigen membahayakan. Berikut ini reaksi kimia pengikatan
elektron antioksidan oleh senyawa radikal bebas (Rohmatussolihat 2009).

Gambar 2. Pengikatan elektron radikal bebas


Senyawa anti oksidan sendiri dibagi menjadi tiga macam berdasarkan
fungsinya, yaitu primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer berperan sebagai
pendonor atom H untuk menghentikan rantai radikal bebas. Dampaknya adalah
terbentuknya produk yang lebih stabil, artinya reaksi propagasi terhambat. Senyawa
antioksidan sekunder berperan dalam pengikatan ion logam, penangkal oksigen,
mengubah hidroperoksida menjadi molekul non-radikal. Antioksidan tersier
berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh radikal
bebas (Hartanto 2012).

3.2.4 Proses Pengolahan


Secara umum proses pengolahan biji kakao menjadi coklat melalui beberapa
tahapan proses. Tahapan proses pengolahan biji kakao menjadi coklat secara umum
semuanya sama, yaitu dari mulai proses pembersihan hingga menjadi produk cokelat.
Masing-masing tahapan proses mempunyai fungsi tertentu dalam pengubahan biji
kakao menjadi produk-produk bernilai tambah. Tahapan pertama, biji kakao
dibersihkan untuk menghilangkan semua bahan yang asing. Biji ditumpuk di lantai
atau wadah (keranjang bambu, kotak kayu) dan difermentasi selama 2 – 8 hari.
Secara periodik, dilakukan pengadukan biji agar oksigen yang dibutuhkan untuk
proses fermentasi bisa masuk dan tersebar merata diseluruh tumpukan biji. Selama
fermentasi, suhu biji naik menjadi 45 - 50°C yang mematikan biji (menghentikan
germinasi) dan meningkatkan keasaman biji. Selain itu juga terjadi pembentukan
warna dan flavor serta degradasi parsial komponen penyebab rasa pahit dan kelat.
Pulp yang menempel pada biji coklat terdekomposisi secara enzimatis menjadi cairan
yang larut air. Fermentasi dikatakan sempurna jika warna biji kakao berubah dari
warna terang menjadi coklat gelap yang homogen dan biji mudah dipisah dari kulit
bijinya. Setelah fermentasi selesai, biji dikeringkan hingga kadar air mencapai 6 –
8%. Proses pengeringan bisa dilakukan dengan cara penjemuran atau menggunakan
oven pengering (55 – 660 C) (Susanto, 1994). Di beberapa negara, termasuk
Indonesia, dilakukan pencucian biji sebelum dikeringkan. Walaupun akan
memperbaiki penampakan biji, tetapi pencucian yang berlebihan beresiko untuk
meningkatkan kerapuhan biji. Biji kakao kering dibagi dalam beberapa kelas mutu.
Mutu terbaik adalah biji yang masuk dalam kategori kelas mutu A. Tahapan
selanjutnya, biji kakao akan dipanggang/disangrai untuk membawa keluar rasa coklat
dan warna biji (roasted). Suhu, waktu dan tingkat kelembaban pada saat
penyangraian (roasted) tergantung pada jenis biji yang digunakan dan jenis cokelat
atau produk yang akan dihasilkan. Tahapan ketiga, sebuah mesin penampi
(winnowing machine) akan digunakan untuk memisahkan kulit biji dan biji kakao.
Tahapn keempat, biji kakao kemudian akan mengalami proses alkalisasi, biasanya
menggunakan kalium karbonat, untuk mengembangkan rasa dan warna. Tahapn
kelima, setelah di alkalisasi, biji kakao kemudian memasuki proses penggilingan
untuk membuat cocoa liquor (kakao partikel tersuspensi dalam cocoa butter). Suhu
dan tingkat penggilingan bervariasi sesuai dengan jenis mesin penggilingan yang
digunakan dan produk yang akan dihasilkan. Pembuatan pasta coklat melibatkan
tahapan proses pembersihan biji, pemisahan kulit dan penyangraian. Pembersihan
ditujukan untuk mengeluarkan pengotor yang mungkin terbawa, seperti pasir, batu,
partikel-partikel tanaman dan sebagainya. Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan.
Jika pengotor yang keras hanya potensial untuk merusak peralatan proses, maka
pengotor organik juga bisa merusak flavor coklat selama proses penyangraian
(Wahyudi, 2008).
Proses penyangraian biji coklat dilakukan pada suhu maksimal 1500 C,
selama 10 – 35 menit, tergantung dari tujuan akhir penggunaan biji. Biji yang akan
diolah menjadi coklat (chocolate), membutuhkan proses sangrai yang lebih intensif
dibandingkan dengan biji yang akan diolah untuk menjadi coklat bubuk (cocoa
powder). Apapun metode penyangraian yang dipilih, proses tidak boleh
menghanguskan kulit karena akan merusak flavor. Selama proses penyangraian,
kadar air biji turun menjadi sekitar 2% dan terjadi pembentukan flavor coklat. Biji
akan berwarna lebih gelap dengan tekstur yang lebih rapuh dan kulit menjadi lebih
mudah dipisah dari daging biji (nib). Penyangraian juga akan mempermudah proses
ekstraksi lemak. Selain itu, panas selama penyangraian juga berperan untuk
membunuh kontaminan yang mungkin terikut dari tahapan sebelumnya.
Biji yang telah disangrai secepatnya didinginkan untuk mencegah pemanasan
yang berlebihan. Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit ari dan
lembaganya dengan menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara
mekanis). Keberadaan kulit ari dan lembaga tidak diinginkan karena akan merusak
flavor dan karakteristik produk olahan coklat. Setelah penyangraian, biji coklat (nib)
mengalami proses penggilingan (pelumatan). Proses ini dilakukan secara bertingkat
sebanyak 2 – 3 tahap untuk memperoleh pasta coklat (cocoa liquor atau cocoa mass)
dengan tingkat kehalusan tertentu. Pada pembuatan pasta coklat, kadang juga
dilakukan proses alkalisasi sebelum proses penggilingan. Tujuan proses alkalisasi
adalah untuk melembutkan flavor dengan menetralkan sebagian asam-asam bebas,
juga untuk memperbaiki warna, daya basah (wettability) dan dispersibilitas coklat
bubuk (cocoa powder) sehingga mencegah pembentukan endapan dalam minuman
coklat. Pada proses alkalisasi, nib sangrai direndam dalam larutan alkali encer
(konsentrasi 2 – 2.5%) pada suhu 75 – 1000 C lalu dinetralkan untuk selanjutnya
dikeringkan sampai kadar air menjadi 2%, atau di adon (kneading). Proses ini
menyebabkan penggembungan pati dan menghasilkan massa coklat dengan struktur
sel berbentuk sponge dan porous.
Tahapan selanjutnya, setelah biji kakao menjadi cocoa liquor, biasanya
produsen akan menambahkan bahan pencampur, seperti kacang untuk menambah
citra rasa coklat. Umumnya menggunakan lebih dari satu jenis kacang dalam produk
mereka, yang dicampur bersama-sama dengan formula yang dibutuhkan. Tahapan
keenam adalah mengekstrak the cocoa liquor dengan cara dipress/ditekan untuk
mendapatkan lemak coklat (cocoa butter) dan kakao dengan massa padat yang
disebut cocoa presscake. Persentasi lemak kakao yang dipress disesuaikan dengan
keinginan produsen sehingga komposisi lemak coklat (cocoa butter) dan cocoa
presscake berbeda-beda. Tahapan selanjutnya dibagi menjadi dua arah yang berbeda.
Lemak coklat akan digunakan dalam pembuatan coklat. Sementara cocoa presscake
akan dihaluskan menjadi coklat dalam bentuk bubuk. Bungkil biji hasil dari
pengepressan dihaluskan dengan menggunakan alat penghalus (breaker) dan diayak
untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang seragam. Kadar lemak didalam coklat
bubuk berkisar antara 10 – 22%. Bubuk coklat dengan kadar lemak yang lebih tinggi
biasanya memiliki warna yang lebih gelap dan flavor yang lebih ringan. Coklat
bubuk ini digunakan dalam berbagai produk pangan, misalnya untuk membuat
minuman coklat, inggridient untuk cake, puding, ice cream dan sebagainya.Untuk
memperoleh coklat bubuk, maka sebagian lemak coklat (cocoa butter) yang ada di
dalam pasta coklat harus dikeluarkan. Proses pengeluaran lemak dilakukan dengan
mengepress pasta menggunakan pengepress (hidraulik atau mekanis) pada tekanan
400 – 500 bar dan suhu 90 – 1000 C. Lemak coklat panas dilewatkan ke filter press
untuk memisahkannya dari kotoran yang mungkin terbawa, untuk selanjutnya
dicetak dan didinginkan. Lemak coklat ini digunakan oleh industri coklat.
Tahapan selanjutnya, lemak coklat (cocoa butter) selanjutnya akan
digunakan untuk memproduksi coklat melalui penambahan cocoa liquor. Bahan-
bahan lain seperti gula, susu, pengemulsi agen dan cocoa butter ditambahkan dan
dicampur. Proporsi bahan akan berbeda tergantung pada jenis cokelat yang dibuat.
Tahapan selanjutnya, campuran kemudian mengalami proses pemurnian sampai
pasta yang halus terbentuk (refining). Refining bertujuan meningkatkan tekstur dari
coklat. Tahapn selanjutnya, dilakukan proses conching, untuk mengembangkan lebih
lanjut rasa dan tekstur coklat. Conching adalah proses menguleni atau smoothing.
Kecepatan, durasi dan suhu conching akan mempengaruhi rasa. Sebuah alternatif
untuk conching adalah proses pengemulsi menggunakan mesin yang bekerja seperti
pengocok telur. Tahapan selanjutnya, campuran tersebut kemudian melewati
pemanasan, pendinginan dan proses pemanasan kembali. Hal ini mencegah
perubahan warna dan lemak coklat dalam produk tersebut. Hal ini untuk mencegah
perubahan warna dan melelehnya coklat dalam produk. Tahapan selanjutnya,
campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan atau digunakan untuk
pengisi enrobing dan didinginkan di ruang pendingin. Tahap terakhir, cokelat yang
sudah jadi kemudian dikemas untuk distribusi ke outlet ritel (Iswanto, 2004).
Umumnya cocoa liquor yang akan digunakan dalam pembuatan bubuk
cokelat atau cocoa powder di-alkalisasi terlebih dahulu, tetapi hanya sedikit liquor
yang digunakan untuk membuat cokelat diberi perlakuan ini. Hasil praktikum
menunjukkan bahwa Konssentrasi alkali yang diberikan mempengaruhi secara nyata
aroma, kenampakan, penerimaan keseluruhan oleh panelis, ukuran yang partikel dan
kekerasan cokelat. Sedangkan suhu koncing berpengaruh nyata terhadap aroma, rasa,
kenampakan, penerimaan keseluruhan dan tekstur cokelat. Pengaruh interaktif
alkalisasi dan koncing terjadi pada parameter aroma dan penerimaan keseluruhan.
Hasil percobaan adalah bahwa konsentrasi alkali pada kadar 8-15 g/kg masa kakao
dengan suhu koncing 74-800C dapat dipakai sebagai kondisi optimum untuk
menghasilkan cokelat yang bermutu baik, membawa keluar warna cokelat lebih,
menghasilkan kakao lebih gelap.

3.2.5 Jenis Penyangraian


Penyangraian merupakan salah satu tahap pengolahan pengolahan hilir kakao
yang akan menentukan mutu akhir produk makanan maupun minuman berbasis
cokelat (Lopez dan Donald 1981). Penyangraian bertujuan untuk mengembangkan
rasa, aroma, warna dan mengurangi kadar air. Rasa dan aroma kakao sangat
ditentukan oleh suhu dan waktu sangrai, kadar air, ukuran biji dan bentuk biji.
Tujuan lainnya dari penyangraian adalah mengendorkan kulit sehingga mudah
dilepaskan, mematikan mikroba, serta membuat nib lebih renyah sehingga
memudahkan penghancuran dan penghalusan (Wahyudi 2008).
Sebelum melalui penyangraian, keping biji kakao harus melalui pembersihan
terlebuh dahulu. Kemudian penyangraian dilakukan pada suhu tertentu selama 15-70
menit tergantung bentuk mesin, banyaknya biji yang disangrai, dan hasil olahan
cocoa yang diinginkan. Pada penyangraian dengan mesin, terdapat dua tipe
penyangraian yaitu tipe batch dan tipe kontinyu. Selain dengan mesin, penyangraian
dapat dilakukan dengan manual yaitu dengan menyangrai biji kakao di atas wajan
sambil diaduk-aduk agar pemanasannya rata dan tidak gosong. Penyangraian dengan
wajan ini juga berlangsung selama 15 menit sampai keping biji menjadi berwarna
kecoklatan dan terbentuk aroma khas coklat.
Selama proses penyangraian, biji kakao mengalami perubahan fisik maupun
kimia. Selama penyangraian, biji kako kehilangan air dan komponen-komponen
volatil, serta menyebabkan kulit menggembung yang dapat memudahkan proses
selajutnya (pemisahan kulit dengan inti biji). Selain itu juga menyebabkan warna
kotiledon menjadi coklat tua. Sementara itu secara kimia, terjadi reaksi browning non
enzimatis yang meliputi reaksi maillard dan karamelisasi, antara gula pereduksi
dengan asam amino yang hasil akhirnya adalah melanoidin. Selain itu adanya
interaksi senyawa-senyawa calon pembentuk citarasa khas coklat. Biji kakao yang
telah disangrai memiliki aroma coklat khas yang inten dengan rasa sepat, pahit dan
asam yang rendah. Senyawa pembentuk aroma khas coklat seperti pirazin, karbonil
dan ester meningkat secara nyata selama penyangraian dari 35-65 menit pada suhu
140oC sehingga aroma khas coklat menjadi lebih tajam. Keberadaan senyawa
polifenol pada penyangraian ternyata menjadi kendala pembentukan senyawa
citarasa khususnya pirazin. Peningkatan konsentrasi polifenol dalam pasta coklat
selama penyangraian secara nyata menurunkan citarasa khas coklat, karakter
”viskos” dan konsentrasi pirazin (Wahyudi 2008).
Berdasarkan suhu yang digunakan untuk proses penyangraian, penyangraian
dibagi menjadi 3 jenis yaitu penyangraian ringan, penyangraian medium dan
penyangraian gelap. Penyangraian ringan membutuhkan suhu 95-110oC dan
menghasilkan kakao mulia dengan citarasa yang ringan, aroma yang lembut dan
warna masih agak kemerahan. Penyangraian ringan ini sesuai untuk biji kakao
dengan kelembaban relatif setimbang (ERH) 40% dan cocok untuk pembuatan
permen coklat-susu, atau memproduksi bubuk kakao merah dan lemak kakao yang
beraroma lembut. Penyangraian medium membutuhkan suhu 106-121oC dan
menghasilkan kakao mulia dengan citarasa yang sedang, aroma yang lebih tajam
daripada penyangraian ringan dan warna keping biji coklat. Penyangraian ini sesuai
untuk biji kakao dengan kelembaban relatif setimbang (ERH) 30% dan merupakan
penyangraian yang paling umum digunakan untuk memproduksi produk turunan
coklat. Sementara itu penyangraian gelap membutuhkan suhu di atas 121oC misalnya
130oC dan menghasilkan kakao mulia dengan citarasa yang pahit, terutama pada
lemak kakao yang dihasilkan serta warna coklat tua kehitaman. Penyangraian ini
sesuai untuk biji kakao dengan kelembaban relatif setimbang (ERH) 20% (Wahyudi
2008).
Berdasarkan bagian yang disangrai, terdapat 3 macam metode penyangraian
yaitu whole bean roasting, nib roasting, dan liquor roasting. Whole bean roasting
adalah metode penyarangaian yang menyangrai seluruh bagian biji kakao, yang
dilakukan setelah biji kakao dibersihkan. Sedangkan pada nib roasting penyangraian
dilakukan hanya terhadap nib biji, yaitu setelah biji kakao di-winnowing dan menjadi
nib. Dan liquor roasting adalah metode penyangraian terhadap cacao liquor, yaitu
setelah biji di winnowing dan dipastakan (di-grinding) sehingga menjadi liquor.
Biasanya temperatur yang digunakan untuk penyangraian antara 1100C dan 1400C
saat kadar air berkurang sebanyak 3%. Proses penyangraian total lamanya antara 45
menit - 1 jam. Setelah penyangraian, produk biasanya didinginkan pada pendingin
eksternal. Perlakuan suhu tinggi selama roasting diiringi dengan semakin
berkurangnya kelembaban pada biji kakao mengakibatkan terbunuhnya mikroba
kontaminan seperti Salmonella yang mungkin terkontaminasi pada biji kakao selama
pengeringan tanah/di tempat terbuka (Beckett 1994).
3.2.6 Proses Alkalisasi
Proses alkalisasi merupakan proses penambahan suatu bahan alkalis yang
sesuai dengan biji kakao dengan tujuan untuk mengatur tingkat keasaman agar
mencapai tingkat yang diinginkan (Muchdori 2009.
Bubuk kakao merupakan salah satu produk olahan dari biji kakao yang telah
dikenal masyarakat. Kebutuhan akan bubuk kakao yang berkualitas sangat tinggi
terutama bagi industri makanan dan minuman. Saat ini, permintaan akan bubuk
kakao untuk industri dalam negeri belum mampu terpenuhi. Hal tersebut disebabkan
minimnya pasokan bahan baku berupa biji kakao yang telah difermentasi serta
kualitas dari beberapa bubuk yang dihasilkan kurang memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh industri mengenai bubuk kakao. Untuk memenuhi permintaan akan
bubuk kakao tersebut maka kualitas dari bubuk kakao harus ditingkatkan. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dari bubuk kakao adalah
dengan penggunaan biji kakao sebagai bahan baku dan pengurangan kadar lemak
dalam bubuk kakao. Disamping itu, modifikasi pada proses pengolahannya juga
perlu dilakukan, yaitu dengan penambahan proses alkalisasi pada pengolahan bubuk
kakao. Alkalisasi merupakan suatu metode yang dilakukan untuk meningkatkan
warna dan citarasa dari bubuk kakao yang dihasilkan.

3.2.7 Contoh Pengolahan Produk Kakao


Coklat dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai yang lebih tinggi.
Sebagai contohnya yaitu:
1) Cokelat Praline
Coklat praline merupakan coklat yang diberi isi tambahan seperti blue berry dan
kacang mede sehingga rasanya lebih kearah fruity dan terkesan gurih.
Bahan Cokelat Praline
 200 gr cokelat batangan putih
 200 gram cokelat batangan pekat
 1/2 sendok teh pewarna (untuk pewarna ini bisa anda gunakan banyak warna
misalnya merah, pink, biru, hijau atau warna apa saja kesukaan anda)
 Cetakan gunakan berbagai macam bentuk misal kotak, hati, bulat, lonjong
dan seterusnya
Bahan Untuk Isi Cokelat Praline
 200 ml susu cair bisa juga divariasi dengan kacang mede atau blue berry
 200 gram selai (jenis selai yang digunakan juga bisa divariasi mulai dari rasa
strawberi atau rasa buah yang lain)
 200 gram cokelat batangan putih
Cara Pengolahan Cokelat Praline
 Lelehkan cokelat dengan cara di-tim. Cara melelehkan dengan teknik tim
yaitu coklat ditaruh dalam dalam panci kecil kemudian panci tersebut
dimasukkan ke dalam dalam air mendidih dalam panci besar. Untuk
memudahkan dalam melelehkan terlebih dulu bisa anda potong kecil-kecil
coklat batangannya. Kemudian tambahkan pewarna sesuai warna kesukaan
anda
 Cokelat pekat dilelehkan dengan cara di tim
 Untuk isinya, panaskan susu cair sampai mendidih kemudian dicampur
dengan selai dan cokelat putih, aduk hingga larut.
 Tuangkan cokelat pekat ke dalam berbagai cetakan yang telah anda siapkan
dan diamkan sampai dingin dan menjadi keras
 Isilah dengan bahan isian coklat yang sudah anda buat tadi dan kemudian
dinginkan di dalam (Anonim 2012)
2) Brownis Coklat
Bahan
 200 gram mentega
 200 gram dark cooking chocolate
 150 gram gula pasir halus sebagai pemanis
 120 gram tepung terigu
 100 gram kacang almond, panggang, cincang sebagai perenyah brownis
 100 gram kacang almond, iris tipis sebagai perenyah brownis
 3 butir telur
 1/2 sendok teh garam sebagai penetral rasa
Cara Membuat :
 Lelehkan mentega, kemudian masukkan dark cooking chocolate, aduk hingga
coklat meleleh.
 Masukkan gula pasir halus, aduk rata sampai gula larut. Kemudian
tambahkan telur, kocok hingga rata. Masukkan tepung terigu sedikit demi
sedikit, aduk rata.
 Setelah itu tambahkan cincangan kacang almond, aduk rata.
 Tuang adonan ke dalam loyang berukuran 20x20x4 cm yang telah diolesi
margarin dan dialasi dengan kertas roti terlebih dahulu. Lalu taburi bagian
atas adonan dengan irisan kacang almond.
 Panggang ke dalam oven dengan suhu 180 derajat celcius selama 45 menit
atau hingga matang. Angkat dan dinginkan.
 Potong-potong brownies menurut selera.
 Brownies coklat panggang siap untuk dihidangkan (Anonim 2013).
3) Eskrim Coklat

Bahan :
 1/4 mangkok coklat
 1/2 mangkok gula pasir
 3 butir telur kuning
 1/2 cangkir susu cair
 2 sdk mkn tepung maizena
 vanili secukupnya sebagai citra rasa
Cara membuat :
 Masak gula pasir, susu dan vanili hingga mendidih.
 Campurkan dengan tepung maizina, coklat dan air.
 Masukkan kunung telus dan susu sedikit demi sedikit kemudian rebus lagi
hingga mendidih.
 Setelah mendidih, angkat dan diamkan hingga panas berkurang.
 Masukkan kedalam lemari es. Jika sudah keras berarti es krim Anda siap
dihidangkan
4) Bolu Kukus Coklat
Bahan :
 200 gram mentega, lelehkan di atas api sedang
 100 gram gula pasir
 100 gram tepung terigu
 50 gram coklat bubuk
 10 gram 0valet sebagai pelembut kue
 5 butir telur ayam
 1/2 kaleng susu kental manis coklat sebagai penambah citra rasa
 selai strawberry secukupnya
Cara Membuat :
 Kocok gula, telur dan ovalet dengan kecepatan tinggi hingga mengembang.
Setelah itu masukkan tepung terigu, coklat bubuk dan susu kental manis,
aduk hingga rata.
 Kemudian masukkan mentega yang telah dilelehkan, dan aduk lagi hingga
rata. Lalu tuang adonan ke dalam loyang persegi yang telah diolesi mentega
sebelumnya.
 Kukus di atas api sedang selama 30 menit atau tunggu hingga matang, angkat
dan dinginkan.
 Keluarkan kue dari cetakan, lalu belah kue menjadi dua bagian dengan rata.
Setelah itu olesi dengan selai strawberry pada bagian bawahnya, lalu tutup
kembali dengan bagian kue yang lain.
 Potong-potong kue menurut selera.
 Kue bolu kukus coklat siap untuk dihidangkan (Anonim 2013).
5) Kripik Pisang Coklat

Bahan
 75 gram gula bubuk.
 50 gram coklat bubuk.
 2 sendok makan susu bubuk rasa vanila.
 Minyak untuk menggoreng.
Bumbu, aduk.
Bahan 2 (pisang):
 20 buah pisang kepok tua mentah.
 4 sendok makan garam.
 3 liter air, untuk merendam.
Cara Membuat Keripik Pisang Coklat:
 Masukkan bahan bumbu ke dalam kantong plastik. Sisihkan.
 Iris pisang secara memanjang menggunakan mandolin slicer.
 Rendam irisan pisang di dalam air yang sudah bercampur garam hingga
lendir pisang hilang (± ... menit). Tiriskan hingga kering.
 Goreng dalam minyak banyak dan panas hingga berwarna kuning
kecokelatan. Angkat, tiriskan.
 Setelah tidak lagi panas, masukkan keripik ke dalam plastik isi bumbu, kocok
berkali-kali hingga benar-benar tersalut rata. Keluarkan. Sajikan(Anonim
2013)

6) Minuman Coklat
Bahan
 Gula pasir 100 gram
 Creamer 125 gram
 Coklat bubuk 25 gram
 Air 250 ml
Cara membuat minuman coklat
 Didihkan air sebanyak 250 ml lalu masukkan ke dalam gelas
 Tambahkan gula pasir 100 gram, coklat bubuk 25 gram dan creamer 125
gram
 Aduk hingga merata, setelah itu minuman coklat dapat disajikan.

7) Coklat Batang
Bahan
 Susu kental manis 20 gram
 Dark Coklat 80 gram
 Cocoa Butter 50 gram
 Gula halus 50 gram
Cara membuat
 Lelehkan dark coklat
 Setelah itu tambahkan cocoa butter dan gula halus
 Setelah tercampur merata tambahkan susu kental manis
 Dinginkan coklat di lemari es

8) Lulur Coklat
Lemak coklat atau cocoa butter yang terkandung dalam lulur coklat berkhasiat
melembutkan, menghaluskan kulit, Lulur coklat juga dapat
memutihkan/mencerahkan kulit. Selain itu adanya katekin (catechin) yang
merupakan antioksidan yang kuat yang ada dalam coklat dapat mencegah penuaan
dini, mencegah keriput, dan melindungi kulit dari polusi menjadikan kulit bercahaya
dan awet muda.
Bahan
 Butter coklat 100 gram
 Madu 10 gram
 Air mawar

Cara pembuatan
 Butter coklat dicampur dengan air mawar
 Tambahkan madu lalu diaduk
 Setelah itu gosokkan ke seluruh badan sehingga kotoran pada badan keluar
(Anonim 2012).

9) Masker coklat

Masker coklat dapat memutihkan/mencerahkan kulit. Selain itu adanya


katekin (catechin) yang merupakan antioksidan yang kuat yang ada dalam coklat
dapat mencegah penuaan dini, mencegah keriput, dan melindungi kulit dari polusi
menjadikan kulit bercahaya dan awet muda. Selain itu putih telur juga dapat
mengencangkan kulit
Bahan
 Butter coklat 20 gram
 Putih telur 2 butir
 Air mawar

Cara pembuatan
 Butter coklat dicampur dengan air mawar
 Tambahkan putih telur lalu diaduk
 Setelah itu oleskan secara merata ke wajah, biarkan selama 15 menit
 Basuh wajah dengan air (Anonim 2012).

10) Pudding coklat


Bahan
 Bubuk coklat 50 gram
 Agar-agar Powder
 Santan 100 ml
 Air 600 ml
 Pudding fla powder
 Gula 200 gram

Cara pembuatan
 Didihkan air sebanyak 600 ml
 Tambahkan agar-agar powder, bubuk coklat, gula dan santan
 Aduk aduk setelah itu tuangkan dalam cetakan, dinginkan
 Buat fla dengan menyeduhkan pudding fla powder dengan air
 Setelah pudding dingin, tuangkan fla ke atas pudding
 Pudding coklat siap dihidangkan.(Anonim 2013).

3.2.8 Cocoa Butter Subtitute & Cocoa Butter Equivalent


Berdasarkan karakteristiknya high grade SFs atau Cocoa Butter Replacer,
CBR (sering pula disebut sebagai hard butter) bisa dibedakan menjadi 3 kategori;
yaitu (i) Cocoa Butter Equivalent (CBE), (ii) Cocoa Butter Substitute (CBS) dan (iii)
Cocoa Butter Extender (CBX).
Cocoa Butter Equivalent (CBE)
CBE adalah CBR yang lemak yang susunan asam lemaknya mempunyai
kemiripan (dalam hal jenis, komposisi dan simetrinya) dengan susunan asal lemak
pada TAG alami CB. Dalam hal ini, CBE merupakan salah satu SFs yang
mempunyai nilai ekonomi paling tinggi. Di pasar dunia CBE bisa dihargai sampai
sekitar US$ 480/ ton CBE. CBE pada dasarnya merupakan high grade SFs, CBRs,
yang tidak diperoleh dari proses hidrogenasi yang mengandung susunan, distribusi
dan simetri asam lemak FA dengan karakteristik triasilgliserol (TAG) di-saturated
mono-unsaturated sebagaimana CB alami. Karena secara kimia dan fisika CBE
mempunyai kemiripan dengan CB, maka dikatakan bahwa CBE mempunyai
kompatibilitas (kecocokan) penuh dengan CB dimana keduanya bisa dicampur
dengan rasio campuran berapa pun. CBE bisa digunakan untuk menggantikan
seluruhnya atau untuk dicampurkan dengan CB tanpa menyebabkan perubahan
sensori khususnya yang berkaitan dengan mutu coklat yang terdeteksi. Dengan
karakteristik yang mirip dan kompatibilitas yang penuh tersebut, maka CBE
mempunyai keunggulan luar biasa, karena harganya lebih murah dan suplainya yang
lebih pasti. Namun demikian, CBE tetap saja mempunyai beberapa kekurangan yaitu
dalam hal: Pertama, mempunyai tolerasi yang lebih rendah terhadap lemak susu.
Kedua, stabilitasnya rendah pada suhu yang lebih tinggi. Ketiga, mempunyai
kecenderungan “blooming” lebih tinggi daripada CB.
Produksi CBE, High Grade SFs
Untuk memproduksi aneka specialty fats dari minyak sawit (CPO dan PKO),
proses utama yang perlu dikuasai adalah (i) proses fraksionasi, (ii) hidrogenasi, dan
(iii) interesterifikasi. Dalam hal ini, proses fraksinasi yang dimaksud adalah proses
pemisahan minyak ke dalam fraksi padat dan cair. Di industri dikenal 3 macam
fraksinasi yaitu fraksinasi kering (dry fractionation), fraksinasi dengan deterjen
(detergent fractionation) dan fraksinasi dengan pelarut (solvent fractionation).
Sedangkan hidrogenasi adalah proses penjenuhan untuk meningkatkan stabilitas
oksidatif titik-titik lelehnya. Tergantung dari tingkat hidrogenasinya, minyak dapat
dimodifikasi menjadi aneka minyak dengan berbagai kekerasan, sehingga berpeluang
untuk diaplikasi untuk tujuan yang beragam pula. Dengan pengendalian proses
hidrogenasi PKO (titik leleh sekitar 27-28oC), bisa dihasilkan produk terhidrogenasi
dengan titik leleh beragam, mulai dari 32-41°C. Selain fraksinasi dan hidrogenasi,
proses yang belakangan lebih banyak diaplikasikan untuk produksi specialty fats
adalah interesterifikasi. Interesterifikasi pada dasarnya adalah suatu proses yang
mengatur kembali posisi dan distribusi asam-asam lemak pada rangka gliserol,
sehingga bisa menghasilkan lemak (TAGs) dengan titik leleh yang berbeda. Pada
dasarnya, CBE bisa diproduksi dengan secara tepat mengendalikan proses
interesterifikasi (directed interesterification). Pada dasarnya, proses yang umum
dilakukan adalah (i) asidolisis antara minyak alami yang mempunyai asam lemak
oleat (O) pada posisi sn-2 dengan asam lemak palmitat (P) atau asam stearat (S)
menggunakan katalis spesifik, enzim lipase dengan spesifitas sn-1,3 atau (ii)
interesterifikasi minyak alami yang mengandung asam oleat (O) pada posisi sn-2
dengan tripalmitin atau tristearin menggunakan lipase spesifik sn-1,3. Secara
skematis reaksi ini dinyatakan pada Gambar 1. Minyak sawit dengan karakteristik
asam lemaknya yang khas, berpotensi digunakan sebagai substrat (yaitu minyak
alami yang mempunyai asam lemak oleat (O) pada posisi sn-2) untuk proses
produksi CBE. Pada prakteknya, substrat yang banyak digunakan untuk proses
produksi CBE adalah fraksi tengah sawit (palm mid fraction atau PMF) yang
diperoleh dengan teknik fraksinasi aseton, yang skema umumnya diperlihatkan pada
Gambar 2. Dengan teknik fraksinasi aseton dua tahap (Gambar 2), maka bisa
dihasilkan PMF dengan titik leleh sekitar 30-35oC, bilangan Iod (IV) > 32-36, dan
kandungan[POP], [POS] dan [SOS] berturut-turut adalah 56%, 10% dan 1%. PMF
kemudian bisa digunakan sebagai subtrat bagi reaksi enzimatis untuk proses produksi
CBE.

Gambar 3. Reaksi asidolisis dan interesterifikasi untuk memproduksiCBEs

Gambar 4. Skema proses fraksinasi aseton untuk memperoleh Fraksi TengahSawit


atau Palm Mid Fraction.
CBS : Lemak Laurat
Sumber utama adalah dari Palm Kernel Stearine (PKS) dan hydrogenated
palm kernel oil (HPKO). Namun demikian, untuk keperluan produksi CBS, PKS
memiliki karakteristik yang lebih baik daripada HPKO, lantaran PKS secara alami
sudah mempunyai sifat fungsionalitas yang mirip dengan CB. Kemiripan ini
terutama terletak pada : (i) ketajaman kurva solid fat content (SFC) atau kurva NMR,
(ii) sangat mudah dipatahkan (very brittle), dan (iii) mempunyai kisaran suhu leleh
yang pendek. CBS adalah lemak yang mempunyai karakter fisik yang mirip atau
bahkan “lebih baik” jika dibandingkan dengan karakter fisik CB. Namun demikian,
secara kimia CBS adalah lemak laurat yang tidak mengandung TAG simetri dan
sebagai akibatnya CBS mempunyai kompatibilitas yang terbatas jika dicampurkan
dengan CB. Dengan demikian, CBS merupakan pengganti (substitute) untuk CB,
khususnya untuk produksi coklat yang lebih murah. Pada dasarnya, kelebihan dan
kekurangan CBS dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Sehingga karena memiliki
asam lemak dengan panjang rantai karbon yang mirip dengan asam lemak pada CB,
maka CBX mempunyai toleransi terhadap CB lebih baik daripada CBS, yaitu bisa
dicampur sampai sekitar 25% CB tanpa menemui masalah kompatibilitas. Disamping
itu, CBX mempunyai kualitas flavor, bau dan warna yang baik, tidak memerlukan
tempering, tetapi mempunyai kecenderungan mengalami “blooming”, terutama jika
disimpan pada waktu yang cukup lama.
Minyak Inti Sawit (MIS) memiliki karakteristik fisikokimia yang dapat
dimanipulasi untuk menghasilkan Cocoa Butter Substitute (CBS, pengganti le-mak
kakao). CBS digunakan sebagai bahan baku produksi cokelat compound yang
umumnya memerlukan kandungan lemak dengan sifat khusus sekitar 28-35%
(Basiron, Y., Jalani, B. S. and Weng., C. K. 2000). CBS kompatibel dalam proses
pembuatan produk cokelat: pencampuran bahan baku, penghalusan, conching,
tempe-ring, pencetakan, pendinginan dan stabilisasi. CBS dapat diproduksi dari
minyak dan lemak nabati dengan cara kimia atau fraksinasi maupun enzimatik.
Teknologi pembuatan CBS dari MIS telah dikembangkan ke skala industri besar
diantaranya adalah fraksinasi dan hidrogenasi serta kombinasinya. Namun teknologi
ini dalam skala industri kecil belum tersedia (Lipp, M., and Anklam, E., 1998),.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah menghasilkan teknologi proses
hidrogenasi-penuh (full hydrogenation) MIS mentah dan terafinasi skala
laboratorium tanpa menghasilkan asam lemak trans dalam kondisi temperatur
moderat dan tekanan tinggi. Menurut Anonim (2006) Pembesaran skala ke 100
kg/batch perlu dilakukan dan dioptimasi kondisi prosesnya untuk mendukung
pemanfaatan MIS pada skala industri kecil menengah. Proses hidrogenasi adalah
suatu proses menggunakan hidrogen untuk menjenuhkan asam lemak tak jenuh
dengan bantuan katalis, umumnya katalis yang digunakan adalah katalis nikel. [11]
Kandungan MIS terhidroge-nasi yang bebas asam lemak trans penting karena sifat
asam lemak ini yang meningkatkan low densisty lipoprotein (LDL) dan menurunkan
high density lipoprotein (HDL) sehingga menjadi faktor resiko penting pada penyakit
jantung koroner. MIS terhidrogenasi yang dihasilkan pada skala laboratorium oleh
PPKS masih memiliki asam lemak (Zock, P.L., Blijlevens, R.A.M.T., de Vries,
J.H.M. and Katan, M.B. 1993).

3.2.9 Cocoa Powder di Pasaran


Berdasarkan warna yang dihasilkannya, terdapat tiga jenis kakao powder
yaitu kakao powder berwarna coklat muda, coklat tua dan hitam. Kakao powder
berwarna coklat muda biasanya untuk minuman, sedangkan untuk biskuit
menggunakan kakao powder berwarna hitam. Untuk cake umumnya menggunakan
cokelat compound yang lemak kakaonya sudah diganti dengan lemak nabati (Kiki
2013). Selain itu, berdasarkan kadar lemak yang dikandungnya, cocoa powder juga
dibedakan lagi menjadi coklat bubuk yang rendah lemak (sebagian besar lemaknya
telah dihilangkan), coklat bubuk dengan kadar lemak sedang (kandungan lemak
sekitar 10 – 22%) dan coklat bubuk dengan kadar lemak tinggi (kadar lemak coklat
diatas 22%). Coklat bubuk dengan kadar lemak tinggi digunakan untuk membuat
minuman atau sarapan, biasanya digunakan dalam pembuatan susu bubuk coklat.
Umumnya cacao powder yang dijual di pasaran dibedakan atas cara pembuatannya,
sehingga terdiri dari 2 jenis utama yaitu natural cocoa powder dan alkalized cocoa
powder. Namun kebanyakan coklat bubuk yang dijual dipasaran adalah jenis cocoa
natural. Natural cocoa powder diperoleh dari biji kakao kering (setelah difermentasi)
yang dihilangkan kulitnya, disangrai (roasting), dihaluskan, dipres untuk diambil
lemaknya hingga tersisa sekitar 10-12% lemak dalam cocoa powder atau bubuk
kakaonya. Cocoa powder natural memiliki rasa pahit dan sedikit asam, berbentuk
tepung, serta mengandung sedikit lemak. Coklat bubuk jenis ini banyak digunakan
sebagai bahan campuran untuk membuat kue, cookies, brownies karena memberikan
citarasa coklat yang pekat dan warna coklat tua. Natural cocoa powder merupakan
asam sehingga ketika ditambahkan dengan baking soda saat pembuatan kue, akan
bereaksi dan membuat kue dapat mengembang saat dipanaskan di dalam oven.
Contoh merk cocoa powder dengan proses natural adalah Nestle’s Cocoa dan
Hershey’s Cocoa. Sementara itu, alkalized cocoa powder atau yang biasa disebut
dutch cocoa powder dibuat dengan menambahkan larutan alkali (yang membantu
menetralkan kepahitan dan keasaman cocoa natural) selama proses roasting sehingga
dapat diperoleh variasi warna dan rasa untuk berbagai kebutuhan industri pangan
pemakainya dan menjadi produk yang netral. Cocoa dutch digunakan sebagai bahan
untuk membuat coklat panas karena aromanya lebih lembut, mudah larut dalam
liquid dan warnanya coklat kemerahan. Contoh merk cocoa powder dengan proses
dutch adalah Valrhona Cocoa Powder dan Droste Cocoa. Selain dari dua jenis utama
tersebut, banyak jenis lainnya yang merupakan variasi atau kombinasi dari kedua
jenis utama tersebut, di antaranya black cocoa powder, aristocrat cocoa, garnet
dutch cocoa, dan russet cocoa powder. Sebagai contoh, black cocoa powder atau
black onyx cocoa powder disebut juga super alkalized cocoa powder, yang
mengalami alkalisasi ekstrim sehingga menghasilkan cocoa powder dengan warna
kehitaman dan mengandung lemak paling sedikit di antara jenis cocoa powder
lainnya (Stardley 2004).

3.2.10 Pembahasan Data


Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses
fermentasi sangat berpengaruh terhadap mutu kimia dan organoleptik biji kakao
maupun produk olahan setengah jadi coklat. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk
membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun terutama juga untuk
memperbaiki dan membentuk citarasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta
mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Widyotomo dkk 2004). Proses fermentasi
biji dapat berlangsung baik bila jumlah (volume tumpukan) biji dan waktu fermentasi
terpenuhi serta pengadukan (pembalikan) tumpukan biji merata (Adi dkk 2006).
Fermentasi yang sempurna akan menentukan citarasa biji kakao dan produk
olahannya, termasuk juga karena buah yang masak dan sehat serta pengeringan yang
baik. Fermentasi sempurna yang dimaksud adalah sesuai dengan penelitian Sime-
Cadbury, yaitu fermentasi selama 5 hari, fermentasi pada kotak dangkal (42 cm)
dengan sekali pengadukan setelah fermentasi 2 hari. Jika fermentasi yang dilakukan
kurang atau tidak sempurna, selain citarasa khas cokelat tidak terbentuk, juga
seringkali dihasilkan citarasa ikutan yang tidak dikehendaki, seperti rasa masam,
pahit, kelat, sangit, dan rasa tanah (Atmawinata dkk 1998). Hasil analisis mutu kimia
menunjukkan bahwa pasta, lemak, dan bubuk cokelat yang dibuat dari biji kakao
yang difermentasi sempurna (5 hari) memiliki kadar lemak yang lebih tinggi
dibandingkan produk olahan dari biji kakao yang tidak difermentasi dan yang
difermentasi kurang sempurna. Pada produk bubuk coklat, proses fermentasi dapat
menurunkan kadar bahan bukan lemak, sehingga secara relatif kadar lemak akan
meningkat seiring dengan semakin lamanya waktu fermentasi (Yusianto et al 1997).
Secara keseluruhan, panelis juga memberikan rangking tertinggi untuk atribut mutu
organoleptik pasta dan bubuk cokelat dari biji yang difermentasi sempurna
(Suharyanto 2007).
Proses fermentasi juga mengakibatkan penurunan pH yang terus berlanjut
seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Perbedaan nilai pH cocoa powder,
mengakibatkan perbedaan warna dan kegunaannya. Bubuk cokelat dari biji yang
difermentasi termasuk bubuk natural yang berwarna cenderung lebih terang daripada
bubuk cokelat dari biji non fermentasi. Bubuk cokelat natural cocok digunakan
dalam industri roti, sementara bubuk dengan pH di atas 6,0 biasanya digunakan
untuk pembuatan minuman, puding, dan es krim (Anonim 2005).
Proses fermentasi menyebabkan penguraian atau degradasi pulp pada kulit
biji sehingga kulit biji menipis (Suharyanto 2007). Akibatnya massa biji kakao
setelah fermentasi akan berkurang jika dibandingkan dengan sebelum fermentasi.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, fermentasi 3 hari menghasilkan biji
dengan kadar 9,3% dan 14,08%, fermentasi 5 hari menghasilkan biji dengan kadar
23,4% dan fermentasi 7 hari menghasilkan biji dengan kadar 8,28%. Berdasarkan
hasil tersebut, kadar biji tertinggi dihasilkan dari fermentasi 5 hari. Hal ini
menunjukkan bahwa fermentasi 5 hari dengan 1x pengadukan adalah waktu yang
paling optimum untuk melakukan fermentasi, sehingga hasilnya sudah sesuai dengan
literatur penelitian Sime-Cadburry. Pada fermentasi 3 hari, rendemen biji yang
dihasilkan lebih sedikit daripada yang dilakukan 5 hari. Hal ini kurang sesuai dengan
literatur, dimana semakin sedikit waktu fermentasi maka pulp yang terdegradasi akan
semakin sedikit sehingga massa biji masih cukup tinggi. Selain itu, pada fermentasi 3
hari juga tidak dilakukan pengadukan sehingga fermentasi yang terjadi tidak terlalu
merata, akibatnya pulp yang terdegradasi tidak merata di semua tempat dan massa
bijinya seharusnya lebih besar daripada fermentasi dengan waktu yang lebih lama.
Pada fermentasi 7 hari, terjadi over-fermented sehingga persentase biji yang
dihasilkan lebih sedikit daripada 5 hari. Hal ini disebabkan waktu untuk
mendegradasi pulp lebih banyak daripada 5 hari.
Jika dilihat dari segi rendemen biji, semakin sedikit waktu fermentasi akan
menghasilkan rendemen yang tinggi namun pada hasil tersebut citarasa khas coklat
yang enak belum terlalu terbentuk, ditandai dengan belum terdegradasinya zat-zat
calon pembentuk citarasa menjadi zat-zat pembentuk citarasa. Pada produk pasta
coklat/cocoa liquor, kurangnya waktu fermentasi dapat menyebabkan kerusakan
citarasa yang tidak dapat diperbaiki dengan modifikasi pengolahan selanjutnya,
demikian juga jika fermentasi biji tidak dilakukan, aroma khas cokelat tidak akan
muncul dan biji kakao memiliki rasa sepat dan pahit yang berlebihan (Misnawi
2005). Proses pengadukan pun penting dilakukan untuk membuat fermentasi
berlangsung secara merata, sehingga tidak terjadi kebusukan. Dengan demikian,
selain menghasilkan rendemen terbesar karena waktu yang mencukupi
pendegradasian pulp, citarasa biji dengan fermentasi 5 hari lebih terbentuk dan lebih
baik daripada 3 atau 7 hari, sehingga disebut sebagai waktu yang optimum.
Berdasarkan hasil proses pengolahan kakao, diperoleh data neraca massa
empat kelompok praktikum. Pada pengupasan buah kelompok 1, berat awal kakao
sebesar 5127 gram dan diperoleh kulit buah dan plasenta serta biji kakao masing-
masing sebesar 4076,8 gram dan 1050,2 gram. Pada proses fermentasi selama 7 hari,
biji kakao yang masuk berukuran 853.45 gram. Setelah difermentasi, berat bii kakao
menjadi 344,5 gram dengan kadar air 34%. Kemudian biji kakao yang direndam dan
dikeringkan mengalami susut bobot hingga 322,6 gram. Kadar airnya menurun
hingga 24%. Pada proses sortasi dan penyangraian, biji kakao mengalami penyusutan
pula hingga 308,8 gram dengan kadar air sebesar 11,3%. Pada proses pengupasan
dan pemisahan, NIB yang dihasilkan memiliki berat 287,8 gram (93,8%).
Selanjutnya proses pengempaan dan penggilingan menghasilkan cocoa butter dan
cocoa powder. Berat cocoa powder tersebut sebesar 112,26 gram dengan kadar air
8,3%, sementara hasil data berat cocoa butter tidak dihitung karena kelalaian
praktikan.
Hasil pengolahan kakao kelompok 2 diperoleh berat buah kakao sebesar
5208,3 gram dengan kulit buah dan plasentanya sebesar 3944,5 gram. Setelah
difermentasi selama 5 hari, biji kakao memiliki berat 445,8 gram.Sementara pada
proses perendaman dan pengeringan, air yang menguap sebesar 16,3 gram sehingga
berat akhirnya sebesar 429,5 gram. Setelah itu,biji kakao yang disortasi dan disangrai
mengalami susut bobot hingga beratnya 403,8 gram. Bobotnya kembali menyusut
setelah mengalami proses pengupasan dan pemisahan yaitu menjadi 287,8 gram.
Proses selanjutnya yaitu pengempaan dan penggilingan yang menghasilkan cocoa
butter sebesar 55,3 gram dan cocoa powder 347,9 gram.
Hasil pengolahan data kelompok 3 diperoleh berat awal buah kakao sebesar
4819,7 gram dengan berat biji kakao sebesar 1055,9 gram. Biji kakao tersebut
mengalami fermentasi selama 3 hari. Namun, data berat biji setelah fermentasi tidak
dicantumkan karena kelalaian praktikan dalam merekap. Setelah mengalami
perendaman dan pengeringan, bji kakao mengalami penyusutan hingga berat
akhirnya sebesar 445,8 gram. Kemudian bii kakao disortasi dan disangrai hingga
beratnya kembali menurun menjadi 387,1 gram. Pada proses pengupasan dan
pemisahannya, berat NIB nya yaitu 311,8 gram. Hasil akhir biji kakao kelompok ini
yaitu cocoa liquor dengan berat 292,1 gram.
Pada hasil pengolahan kakao kelompok 4, biji kakao diproses untuk
menghasilkan cocoa liquor dengan melewati proses alkalisasi. Berat awal biji kakao
yang diolah sebesar 1128,2 gram dengan berat buah kakao sebesar 5000 gram.
Kemudian biji kakao yang difermentasi selama satu hari mengalami penyusutan
bobot sehingga berat akhir setelah diproses ialah 621,42 gram. Setelah direndam dan
dikeringkan, bobotnya kembali menyusut menjadi 442,4 gram. Setelah disortasi dan
disangrai, penyusutan terjadi hingga bobot biji kakao menjadi 373,5 gram akibat
adanya penguapan air. Pada proses selanjutnya yaitu pengupasan dan pemisahan,
NIB yang diperoleh bobotnya sebesar 334,23 gram (89,5% dari berat awal dikupas).
Sementara pada proses penggilingan, diperoleh cocoa liquor dengan bobot akhir
sebesar 334,2 gram.
3.2.11 Pembahasan Organoleptik.
Uji organoleptik pada praktikum kali ini dilakukan diakhir praktikum
pengolahan kakao. Uji sensori ini dilakukan terhadap tiga jenis produk akhir olahan
kakao. Ketiga jenis produk tersebut adalah minuman coklat, brownies coklat, dan
coklat batang. Produk-produk tersebut diuji dengan beberapa parameter sesuai
karakteristik masing-masing produk.
Pada produk brownies coklat, terdapat 4 parameter yang diujikan, antara lain
warna, rasa, aroma, dan tekstur. Sampel yang digunakan ada 3 jenis, yaitu 108, 286,
dan 721. Sampel 108 merupakan brownies yang berbahan baku dari kakao yang
difermentasi selama 7 hari, 286 berasal dar kakao yang difermentasi selama 1 hari,
dan 721 dari kakao yang difermentasi selama 3 hari. Pada parameter warna, nilai F
hitung yang didapat yakni sebesar 28,25. Sementara F pada tabel dengan taraf
kepercayaan 1% dan 5%, nilai yang didapat sebesar 5,222 dan 3,248. Dari data,
diketahui bahwa F hasil uji organoleptik lebih besar dibandingkan dengan F pada
tabel. Artinya, terdapat minimal 1 jenis sampel yang memberikan pengaruh
perbedaan pada panelis. Setelah dilakuan uji lanjut, warna brownies yang berasal
dari kakao dengan lama waktu fermentasi yang berbeda memberikan pengaruh
perbedaan yang nyata terhadap panelis pada taraf kepercayaan 1 %. Parameter
berikutnya, yakni rasa, aroma, dan tekstur. Kemudian dari hasil olahan data
organolpetik, nilai F yang didapat yakni sebesar 0,21, 0,34, dan 1,65. Sementara
nilai F pada tabel taraf kepercayaan 1 % dan 5 % yakni sebesar 5,222 dan 3,248.
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa nilai F hasil olahan data lebih kecil dari
nilai F pada tabel. Sehingga dapat diartikan, tidak ada perbedaan nyata pada rasa,
aroma, dan tekstur brownies yang berasal dari kakao dengan lama waktu fermentasi
yang berbeda. Namun secara garis besar produk jenis brownis yang paling disukai
panelis untuk parameter warna adalah sampel dengan kode 108, untuk parameter rasa
yang paling disukai adalah sampel dengan kode 721, sedangkan parameter aroma
yaitu sampel 721.
Produk selanjutnya adalah minuman coklat, parameter yang diuji antara lain
warna, rasa, dan aroma. Minuman ini berasal dari tiga jenis kakao yang memilki
perbedaan pada lama waktu fermentasi. Sampel A berasal dari kakao dengan lama
fermentasi 5 hari, sampel B berasal dari kakao dengan lama fermentasi 7 hari, dan
sampel C berasal dari kakao dengan lama fermentasi 0 hari. Data hasil uji
organoleptik diolah sehingga didapat nilai F pada masing-masing parameter. Pada
parameter warna, nilai F yang didapat yakni 0,21. Pada parameter rasa, nilai F yang
didapatkan yakni sebesar 3,09 %. Terakhir, yakni pada parameter aroma, nilai F
yang didapat yakni 0,81. Sementara pada tabel statistic, nilai yang ditunjukkan pada
taraf kepercayaan 1 % yakni 5,12 dan pada taraf 5 % sebesar 3,206. Angka yang
dihasilkan,baik pada parameter rasa, warna, maupuin aroma menunjukkan angka
yang lebih kecil daripada nilai F pada kedua taraf kepercayaan. Hal ini menunjukkan
bahwa pada ketiga parameter, tidak ada perbedaan nyata yang diterima oleh panelis.
Jadi, pada minuman coklat yang berasal dari kakao fermentasi 0, 5, dan 7 hari, tidak
ada perbedaan nyata terhadap rasa, warna, dan aroma. Namun secara garis besar
produk jenis minuman coklat yang paling disukai panelis berdasarkan parameter
warna adalah sampel dengan kode C, untuk parameter rasa sampel dengan kode B,
sedangkan parameter warna yaitu sampel A dan B.
Produk olahan lainnya yakni coklat batang. Tiga jenis sampel yang digunakan
yakni 146, 153, dan 281. Seperti pada produk sebelumnnya, perbedaan pada ketiga
sampel tersebut terletak pada jenis kakao yang diolah. Sampel 146 berasal dari kakao
dengan lama fermentasi 3 hari. Sampel 153 berasal dari kakao dengan lama
fermentasi 5 hari. Sampel 281 berasal dari kakao yang difermentasi selama 0 hari.
Parameter yang diuji antara lain warna, rasa, aroma, dan tekstur. Pada perhitungan
hasil olahan data organoleptik, diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata pada
keempat parameter. Artinya, kakao dengan lama waktu fermentasi yang berbeda
menghasilkan kualitas organoleptik pada coklat batang yang tidak berbeda nyata.
Lama waktu fermentasi sangat menentukan kualitas organoleptik biji kakao.
Kualitas biji kakao ini sangat menentukan kualitas berbagai produk olahan coklat,
terutama produk dengan coklat sebagai bahanbaku. Parameter yang sangat
dipengaruhi akibat fermentasi coklat antara lain aroma dan cita rasa. Pada hasil uji
organoleptik, perbedaan yang nyata hanya terjadi pada warna brownies. Sementara
pada produk lain, tidak ada perbedaan nyata yang tampak pada berbagai parameter.
Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian pelaksanaan prosedur uji organoleptik.
Meski demikian, produk coklat batang yang paling disukai panelis untuk parameter
warna sampel 153, untuk parameter rasa sampel 153, dan pada parameter aroma juga
sampel 153.

3.2.12 Perusahaan Nasional Pengolahan Kakao


Perusahaan coklat domestik yang terkenal salah satunya adalah “Coklat
Monggo” yang berada di Yogyakarta. Coklat Monggo diolah dari biji kakao pilihan
dari perkebunan di Jawa, Sumatra dan Sulawesi. Setiap varian produk memiliki
keunikan dari cita rasa asli bahan-bahan Indonesia yang merupakan kreasi dari ahli
cokelat Belgia. Varian rasa dan bentuk coklat Monggo ini di antaranya Monggo bars
dan Monggo tablet dengan rasa beragam seperti karamel, stroberi, durian, white
chocolate, milk chocolate, orange, jahe dan sebagainya. Proses pembuatan Coklat
Monggo ini diawali dengan memfermentasi biji coklat. Biji kakao basah diletakkan
di dalam keranjang dan ditutup daun pisang. Di sekeliling biji kakao terdapat lapisan
yang mulai memanas dan menfermentasi. Proses ini dilakukan untuk menghilangkan
rasa pahit dan memperkuat rasa cokelat itu sendiri. Hasilnya adalah biji kakao
tersebut menjadi padat dan berwarna cokelat serta siap untuk dikeringkan, biasanya
dijemur di luar. Dengan cuaca yang sesuai, biasanya pengeringan biji kakao dapat
dilakukan dalam beberapa hari. Selama proses pengeringan, biji kakao akan
kehilangan kelembabannya yang berukuran lebih dari setengah berat biji basah.
Petani tersebut terus membalik – balik biji kakao tersebut serta memisahkan serpihan
– serpihan biji kakao. Biji kakao dari satu buah kakao standar yang sudah
dikeringkan apabila ditimbang beratnya tidak lebih dari 55 g, dan biasanya
dibutuhkan 400 buah kakao untuk membuat 450g cokelat. Biji kakao kering yang
sudah siap untuk dikirimkan dalam karung mempunyai berat 60 sampai 90
kg.Setelah kualitas biji kakao diteliti oleh pembeli, coklat diproses sedemikian rupa.
Langkah pertama dari pengolahan adalah pembersihan. Hal ini dilakukan dengan
memasukkan biji kakao tersebut kedalam mesin pembersih yang akan memisahkan
sisa daging dan kulit buah kakao. Ketika biji tersebut sudah dibersihkan secara
keseluruhan, maka biji kakao tersebut ditimbang dan dihaluskan sesuai dengan
ukuran dan standar dari perusahaan.
Untuk mendapatkan cita rasa yang kuat dari biji kakao tersebut, maka buah
cokelat tersebut dipanggang di dalam sebuah tabung silinder yang besar dan
berputar. Proses ini dapat berlangsung selama 30 menit sampai 2 jam tergantung dari
keinginan pembeli. Setelah pemanggangan maka biji kakao tersebut didinginkan dan
dikupas kulit luarnya yang gosong akibat proses pemanggangan tadi. Pada saat
bubuk cokelat di buat maka lemak nabati dari biji kakao bernama mentega kakao
akan dihilangkan, sedangkan untuk membuat cokelat yang dapat dimakan maka
lemak nabati tadi justru ditambahkan dalam pembuatannya. Cokelat batangan
berkualitas tinggi memadarkan minimal 25% mentega kakao dari berat cokelat.
Dengan adanya mentega kakao tersebut, cokelat akan lebih bercita rasa dan akan
lebih lunak. Campuran kakao massa, mentega kakao, gula dan perasa ini kemudian
akan memasuki proses conching, proses ini menciptakan pasta cokelat yang halus.
Proses ini berlangsung selama yang diinginkan, biasanya selama beberapa jam
sampai dengan 5 hari. Setelah proses penghalusan, campuran cokelat tersebut
melalui proses pengaturan suhu dengan proses dipanaskan, di dinginkan, dan
dipanaskan kembali (tempering process). Kemudian campuran cokelat tersebut
dimasukan ke dalam cetakan dan dibentuk sesuai keinginan. Ketika cokelat sudah di
cetak, maka cokelat dimasukkan ke tempat pendinginan dengan suhu yang stabil
untuk menjaga cita rasa cokelat tersebut. Setelah itu, cokelat dilepaskan dari cetakan
dan dikemas yang kemudian dipasarkan pada distributor dan konsumen. Lapisan tipis
luar dari biji kakao dipisahkan dengan menggunakan mesin. Selanjutnya daging biji
kakao digiling sampai dengan mentega kakao mulai mencair akhirnya akan
berbentuk cairan kental yang di beri nama cokelat liquor dan akan dimasukkan ke
dalam cetakan dan didiamkan sampai padat.
IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kakao dapat diolah menjadi produk primer yaitu kokoa liquor, kokoa butter
dan kokoa powder. Kakao dikupas dan diambil bijinya kemudian di fermentasi
dengan perlakuan alkalisasi atau tidak setelah itu dikeringkan. Biji kakao kering
disangrai dan digiling maka didapatkan kokoa liquor. Jika kokoa liquor dipress maka
didapatkan kokoa butter dan sisanya dihaluskan maka didapatkan kokoa powder.
Semua produk primer ini dapat diolah lebih lanjut untuk menjadi produk sekunder.
Dari hasil pengolahan kakao setiap kelompok, setiap biji kakao mengalami
penyusutan pada masing-masing prosesnya. Penyusutan ini dapat disebabkan oleh
adanya penguapan air pada proses fermentasi, pengeringan dan penyangraian.
Sementara pada proses pengupasan serta penggilingan, terjadi penyusutan bobot
akibat lost (hilang).
Berdasarkan hasil pengolahan kakao keempat kelompok, penyusutan bobot
proses fermentasi terbanyak pada biji coklat yang difermentasi selama 7 hari.
Sementara penyusutan bobot akibat pengeringan terbanyak pada biji kakao yang
dialkalisasi, karena air yang menguap mencapai 28,8%. Sementara biji kakao yang
telah difermentasi selama 3 hari memiliki penyusutan bobot akibat penyangraian
yang paling banyak yaitu sebesar 13,2%. Kualitas produk primer maupun
sekundernya ditentukan oleh lama fermentasi dan ada tidaknya alkalisasi. Dari
neraca massa yang didapat, fermentasi 5 hari memiliki rendemen paling besar. Jadi
secara neraca massa waktu optimum fermentasi kakao adalah 5 hari.
Dari hasil uji sensori produk brownis, untuk parameter warna adalah sampel
dengan kode 108, untuk parameter rasa yang paling disukai adalah sampel dengan
kode 721, sedangkan parameter aroma yaitu sampel 721. Kemudian produk jenis
minuman coklat yang paling disukai panelis berdasarkan parameter warna adalah
sampel dengan kode C, untuk parameter rasa sampel dengan kode B, sedangkan
parameter warna yaitu sampel A dan B. Terakhir, produk coklat batang yang paling
disukai panelis untuk parameter warna sampel 153, untuk parameter rasa sampel 153,
dan pada parameter aroma juga sampel 153. Pada hasil uji organoleptik, perbedaan
yang nyata hanya terjadi pada warna brownies. Sementara pada produk lain, tidak
ada perbedaan nyata yang tampak pada berbagai parameter. Hal ini disebabkan oleh
ketentuan pelaksanaan uji organoleptik kurang memenuhi standar.

4.2 Saran
Praktikum dapat dilaksanakan lebih sistematis. Pembagian tugas atau produk
yang dilakukan lebih merata. Produk sekunder kakao yang dibuat lebih bervariasi
lagi sehingga wawasan praktikan akan bertambah.
Daftar Pustaka

Anonim. 2005. Biskuit Halal Banyak Ragamnya. Diakses melalui Republika Online,
15 Desember 2013.
Anonim, (2006), Laporan Akhir Tahunan 2006 PPKS: Produksi Specialty Fat dan
Nutraceutical dari Minyak Sawit dan Fraksi-Fraksinya, Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, Medan.
Anonim.2007.DarkCokelat.http://www.pacific.net.id/pakar/khomsan/010502.html.(
18 Desember 2013)
Anonim.2012 . Coklat Praline. http://www.bolaria.net/2013/02/cara-membuat-
coklat-pralinecetakbatanga.html (18 Desember 2013).
Anonim.2013 . Resep Eskrim Coklat. http://resepmasakanku.com/resep-es-
krim/resep-masakan-es-krim-coklat.html.(18 Desember 2013).
Anonim.2013 . Resep Coklat Batang. http://resepmasakanku.com/resep-coklat/resep-
coklat-batang.html.(18 Desember 2013).
Anonim.2012 . Lulur dan Masker Coklat. http://www.bolaria.net/2013/02/cara-
membuat-lulur-danmaskercoklat.html (18 Desember 2013).
Anonim.2013 . Resep Pudding Coklat. http://resepmasakanku.com/resep-
pudding/resep-pudding-coklat.html.(18 Desember 2013).
Anonim. 2013. Resep Brownis. http://www.likethisya.com/resep-brownies.html ( 18
Desember 2013)
Anonim. 2013. Resep Kue Bolu. http://www.likethisya.com/resep-kue-bolu.html
(18 Desember 2013)
Anonim. 2013. Resep Kripik Pisang Coklat.
http://resep69.blogspot.com/2013/04/Cara-Membuat-Keripik-Pisang-
Coklat.html (18 Desember 2013).
Atmawinata, O., Sri Mulato, S. Widyotomo, dan Yusianto. 1998. Teknik Pra
Pengolahan Biji Kakao Segar Secara Mekanis untuk Mempersingkat Waktu
Fermentasi dan Menurunkan Kemasaman Biji. Pelita Perkebunan, Jurnal
Penelitian Kopi dan Kakao, Volume 14, Nomor 1, April 1998.
Basiron, Y., Jalani, B. S. and Weng., C. K. 2000. Advances Oil Palm Research
Volume II, Malaysian Palm Oil Board, Malaysia pp. 815-820.
Beckett, ST. 1994. Industrial Chocolate Manufacture and Use. United Kingdom :
Chapman and Hall.
Hatta, Sunanto., 1992. Cokelat Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek
Ekonomisnya. Yogyakarta : Kanisius.
Hartanto, Hondy. 2012. Identifikasi Potensi Antioksidan Minuman Cokelat Dari
Kakao Lindak (Theobroma Cacao L.) Dengan Berbagai Cara Preparasi:
Metode Radikal Bebas 1,1 Diphenyl-2-Picrylhydrazil (Dpph). (terhubung
berkala). http://repository.unhas.ac.id (16 Desember 2013).
Iswanto, Hadi. 2004. Panduan Lengkap Budi Daya Kakao. Jakarta: AgroMedia
Pustaka.
Kiki. 2013. Fermentasi, Kunci Utama Penghasil Coklat. Berkualitas [Terhubung
Berkala] http://www.kulinologi.co.id/index1.php?view&id=987885 (14
Desember 2013).
Lipp, M., and Anklam, E. 1998. Review on Cocoa Butter and Alternatives for Use in
Chocolate, Part A: Compositional Data, J. of Food Chemistry, Vol 62 No 1,
pp 73-79.
Lopez, AS dan Mc. Donald. 1981. A definition of descriptors to be used for the
qualification of chocolate flavours in flavor testing, Revista Theobroma, 11,
209—217.
Minifie, W. Belnard., 1999. Chocolate, cocoa and Confectinery Sains Technology.
London : An Aspen Publication.
Misnawi. 2005. Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat. Warta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 21 (3). Oktober 2005, Jember.
Muchdori. 2009. Pemerintah Wajib Terapkan SNI Wajib pada Produk Kakao. [
terhubung berkala]. http : // www. Kemenperin.go.id// (23 Desember 2013).
Pangkalan Ide. 2008. Dark Chocolate Healing. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo. http://chocolatemonggo.com (11 Desember 2013).
Rohmatussolihat. 2009. Antioksidan, Penyelamat sel-sel Tubuh. (terhubung berkala).
www.lipi.go.id. (16 Desember 2013).
Soematmaji, D.W. 1998. Peran stress oksidatif dalam Patogenesis Angiopati Mikro
dan Makro DM. dalam: Medica. 5 (24): 318-325.
Stardley, L. 2004. Types of Cocoa. [Terhubung Berkala]
http://whatscookingamerica.net/Q-A/CocoaTypes.htm (15 Desember 2013)
Suharyanto. 2007. Pengaruh Fermentasi Biji Kakao Terhadap Mutu Produk Olahan
Setengah Jadi Cokelat. [Terhubung Berkala]
http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2007/TPH/pengaruhfermentasi.doc
Susanto. 1994. Tanaman Kakao. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Wahyudi, T, PangabeandanPujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Widyotomo, S, Sri Mulato, dan Handaka. 2004. Mengenal Lebih Dalam Teknologi
Pengolahan Biji Kakao. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol.
26 No. 2, 2004.
Zock, P.L., Blijlevens, R.A.M.T., de Vries, J.H.M. and Katan, M.B. 1993. Effects of
stearic acid and trans fatty acid versus linoleic acid on blood pressure in
normotensive.

You might also like