Professional Documents
Culture Documents
Alfian Rizky Hakim1 , Dian Pelita Damayanti1 ,Dwi Martiwi1 , Edi Setiawan1 ,
Fitri Aulia1 , Indri Mar’atus Soleha1 ,Nindy Rahayuningtyas1 , Nur Kristina1
,Rahita Melyssa Ahmad1 , Rendra Lebdoyono1
Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Jember
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Nata adalah lapisan polisakarida ekstraseluler (selulosa) yang dihasilkan
dari fermentasi. Nata mempunyai tekstur kenyal, berwarna putih, menyerupai gel
dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata tidak akan tumbuh di dalam
cairan). Tekstur tersebut dihasilkan oleh pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
yang ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa. Bakteri Acetobacter
xylinum merupakan bakteri yang bersifat aerob, gram positif dan dapat
memproduksi selulosa (Malviani, et al., 2014). Berdasarkan jenis media pembuatan
nata, nama yang diberikan pun berbeda, seperti Nata de Coco dari media air kelapa,
Nata de Soya dari media ampas pabrik tahu, Nata de Cassava dari media ampas
pabrik tapioka, Nata de Molase dari media limbah cair tebu (Sihmawati, 2014).
Jenis nata yang beredar di masyarakat adalah nata de coco, yaitu nata yang
terbuat dari air kelapa. Tetapi ada bahan baku lain untuk membuat nata, misalnya
dari sari buah – buahan, air leri (air cucian beras). Seiring perkembangan teknologi,
bahan membuat nata semakin beragam, dapat dibuat dari ampas tahu, buah semu
jambu mete, lidah buaya atau kulit nanas. Komponen yang berperan membentuk
nata dari bahan baku tersebut adalah gula, asam organik dan mineral yang diubah
menjadi selulosa sintetik oleh Acetobacter xylinum (Hastuti, 2015).
Kualitas nata sangat dipengaruhi oleh nutrisi media, pH mendia,
ketersediaan oksigen, suhu lingkungan, lama waktu fermentasi dan ada tidaknya
kontaminan. Selain itu, media dan formulasi starter juga dapat mempengaruhi
kualitas nata. Oleh sebab itu, perlu dilakukan praktikum untuk mengetahui
pengaruh jenis media dan formulasi starter yang berbeda terhadap kualitas fisik dan
sensoris nata yang dihasilkan.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Pada praktikum Nata ini, bahan utama yang digunakan adalah air kelapa
dan molasses. Bahan yang digunakan untuk proses isolasi adalah 1 ml Nata. Bahan
yang digunakan untuk pembuatan starter adalah 800 ml air kelapa dan molasses,
gula 1,5 gr , 1 ml asam asetat dan 20 ml Acetobacter xylinum. Bahan yang
digunakan untuk proses produksi adalah 800 ml air kelapa dan molasses, ZA, NPK,
gula pasir, asam asetat, asam sitrat, cuka dan starter Nata. Bahan yang digunakan
untuk proses pemanenan adalah Sampel Nata yang telah diinkubasi selama 10 hari.
Dan alat yang digunakan untuk proses isolasi adalah cawan petri, bunsen, media
NA (Natrium Agar) dan inkubator. Alat yang dugunakan untuk pembuatan starter
adalah hotplate, spatula, bunsen, thermometer, pipet mikro dan incubator.. Alat
yang digunakan untuk proses produksi adalah kertas koran, karet gelang, jar,
hotplate, spatula, bunsen, thermometer , pipet mikro dan inkubator. Serta alat yang
digunakan untuk proses pemanenan adalah kertas pH, plastik, sendok, penggaris
dan timbangan analitik.
Pelaksanaan Praktikum
A. Isolasi Bakteri
Tahapan awal percobaan ini diawali dengan sanitasi tangan dan meja kerja
praktikum menggunakan alkohol 70% untuk mencegah kontaminasi yang tidak
diinginkan. Selanjutnya bunsen dinyalakan karena praktikum isolasi harus
dilakukan dekat dengan api agar keadaan tetap aseptis. Selanjutnya pengambilan
nata sebanyak 1 ml. Kemudian dilakukan penuangan pada cawan petri dan
dilakukan penambahan setengah media Na (Natrium Agar). Kemudian dilakukan
pendiaman hingga memadat. Lalu dilakukan penambahan setengah media Na dan
dilakukan pendiaman kembali hingga memadat. Dan terakhir, diinkubasi suhu
30OC selama 48 jam karena itu merupakan waktu yang optimal.
Nata 1 ml
+ media 1/2
+ media 1/2
C. Pembuatan Starter
Proses pembuatan Strarter nata dimulai dari persiapan bahan yakni air
kelapa dan molasses sebanyak 200gr, kemudian di panaskan hingga hampir
mendidih kemudian dilakukan penambahan gula sebanyak 1,5 gram di dinginkan
sampai mencapai suhu 30 0C. fungsi dari penambahan gula sebagai nutrisi untuk
mikrobanya. Selanjutnya dilakukan penambahan asam asetat sebanyak 1 ml untuk
mengatur pH yaitu 4. Kemudian penambahan 20 ml Acetobacter xylinum yang
berfungsi untuk mempolimerasi glukosa menjadi selulosa dan memebrikan rasa
asam. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 24 jam dengan suhu 300C karena
Acetobacter xylinum itu optimal apda suhu tersebut, selama 48b jam, inkubasi akan
membentuk paliker (lapisan tipis nata) yang bersamaan dengan penjernihan air
dibawahnya.
+ 1,5 gr gula
Pendidihan 10 menit
Pendinginan 300C
+ Asam Asetat 1 ml
+ 20 ml Acetobacter xylinum
+ nutrisi media
+ asam asetat 2 ml
Pendinginan 300C
+ starter Nata
a. Tebal nata
Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.xylinum substrat diperkaya dengan karbon
dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Pada proses fermentasi pembuatan
nata memerlukan nutrisi terutama sumber karbon yang cukup bagi pertumbuhan
bakteri. Selama proses fermentasi, terjadi pembentukan lapisan selulosa, semakin
lama waktu fermentasi maka semakin tebal pula lapisan selulosa yang terbentuk.
3
2.7
2.5 2.5
2.5 2.4
2.25 2.3
2
2
Ketebalan (cm)
1.5
1.5 1.3
0.5 0.3
0.2 0.2 0.2
0.1
0 0
0
1A 1B 1C 1D 2A 2B 2C 2D 3A 3B 3C 3D 4A 4B 4C 4D
Perlakuan
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil yaitu nata de coco tanpa
penambahan gula dengan starter 15% memiliki tebal 2,25 cm, nata de coco tanpa
penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki tebal 2,5 cm, nata de coco
tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki tebal 2,7 cm, nata de coco
tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki tebal, 2,4 cm, nata de coco
tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki tebal 2,5 cm, nata de coco
tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30% memiliki tebal 1,5 cm, nata de
coco tanpa penambahan NPK dengan starter 30% memiliki tebal 2,3 cm, nata de
coco tanpa penambahan ZA dengan starter 30% memiliki tebal 2,0 cm, nata de
molasses tanpa penambahan gula dengan starter 15% memiliki tebal 0,2 cm, nata
de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki tebal 0,1
cm, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki tebal
0,2 cm, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki tebal
0,2 cm, nata de molasses tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki tebal
1,3 cm, nata de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30%
memiliki tebal 0,3 cm, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter
30% memiliki tebal 0 cm, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter
30% memiliki tebal 0 cm.
Berdasarkan parameter tebal, dapat diketahui bahwa sampel produk nata de
coco yang memiliki nilai tebal paling tinggi yaitu nata tanpa penambahan NPK pada
penggunaan starter 15% dan nata tanpa penambahan gula penggunaan starter 30%.
Tebal sampel nata de coco tanpa penambahan NPK pada penggunaan starter 15%
dapat disebabkan karena terdapat penambahan ZA sebagai pengganti NPK. Hamad
dan Kristiono (2013), mengatakan bahwa dalam NPK terkandung 15% kandungan
nitrogen sedangkan dalam ZA terkandung 20,8 % nitrogen. Oleh karena itu, jumlah
penambahan nitrogen pada pembuatan nata mempengaruhi ketebalan nata. Semakin
banyak kandungan nitrogen yang ditambahkan maka ketebalan nata akan semakin
meningkat. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Liana dkk. (2007) serta Patria dkk
(2013) yang menyatakan bahwa penambahan konsentrasi nitrogen dapat
meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk. Pada nata tanpa penambahan
gula dengan penggunaan starter 30% memilki nilai tebal yang tinggi. Hal ini tidak
sesuai dengan literature yang ada. Seharusnya nata tanpa penambahan gula
memiliki nilai tebal yang lebih rendah gula merupakan sumber karbon yang
digunakan untuk pertumbuhan bakteri A.xylinum dan sebagian gula akan disintesis
menjadi selulosa dan asam (Sutarminingsih, 2004). Semakin banyak gula maka
akan semakin banyak selulosa ekstraseluler yang terbentuk dari pemecahan gula..
Selulosa yang terbentuk berupa benang–benang membentuk suatu jalinan yang
terus menebal menjadi lapisan nata (Rizal dkk. 2013; Keshk, 2014). Penyimpangan
tersebuat dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu kandungan
gula pada air kelapa telah mencukupi untuk pembentukkan nata sehingga saat nata
ditambahkan gula maka kandungan gula menjadi berlebih sehingga terjadi
penurunan ketebalan nata. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa
gula yang terlalu banyak pada media mengakibatkanpenurunan pH fermentasi,
akibat pengubahan gula menjadi asam Misgiyarta (2007). Pada sampel dengan
produk nata de molasses, nilai ketebalan nata paling tinggi yaitu nata tanpa
penambahan gula, nata tampa penamban NPK, dan nata tanpa penambahan ZA
dengan penggunaan starter 15% sedangkan nata tanpa penambahan asam sitrat
memiliki nilai ketebalan paling rendah. Hal ini disebabkan karena penambahan
asam sitrat pada nata menyebabkan pH semakin menurun (semakin asam) sehingga
proses pembentukan lapisan nata semakin rendah yang dikarenakan semakin
jauhnya larutan dari pH optimum pembentukan nata. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Saragih (2004), Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerob
pembentuk nata yang hidup pada media asam. Acetobacter xylinum dapat hidup
dan berkembang pada pH 3-5, namun perkembangbiakannya akan optimum pada
pH 4,3. Pada nata de molasses dengan starter 30% didapatkan hasil yaitu nata tanpa
penambahan gula memiliki nilai ketebalan yang tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan
literature yang ada. Ketidaksesuaian ini sama halnya dengan nata de coco, karena
kandungan gula yang berlebih dapat menurunkan ketebalan dari nata.
b. Berat nata
Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.xylinum substrat diperkaya dengan karbon dan
nitrogen melalui proses yang terkontrol. Pada proses fermentasi pembuatan nata
memerlukan nutrisi terutama sumber karbon yang cukup bagi pertumbuhan bakteri.
Selama proses fermentasi, terjadi pembentukan lapisan selulosa, semakin lama
waktu fermentasi maka semakin tebal pula lapisan selulosa yang terbentuk.
Semakin lama waktu fermentasi maka nata yang terbentuk semakin berat.
100
90.88
90
80
69.65
67.24
70 65.2265.1
57.66 59.89
60
Berat (gr)
51.31
50
40
30
20 13.92
10.36
10.05 9
10 3.97 3.96
0 0
0
1A 1B 1C 1D 3A 3B 3C 3D 2A 2B 2C 2D 4A 4B 4C 4D
Perlakuan
Gambar 2. Berat Nata de coco dan Nata de molases : 1 dan 3 (Nata de coco), 2
dan 4 (Nata de molases), A (tanpa gula), B (tanpa Asam Sitrat), C (tanpa
NPK), dan D (tanpa ZA).
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil yaitu nata de coco tanpa
penambahan gula dengan starter 15% memiliki berat 57,66 g, nata de coco tanpa
penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki berat 67,26 g, nata de coco
tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki berat 69,65 g, nata de coco
tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki berat 90,88 g, nata de coco
tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki berat 59,89 g , nata de coco
tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30% memiliki berat 51,31 g, nata de
coco tanpa penambahan NPK dengan starter 30% memiliki berat 65,22 g, nata de
coco tanpa penambahan ZA dengan starter 30% memiliki berat 64,10 g, nata de
molasses tanpa penambahan gula dengan starter 15% memiliki berat 3,97 g, nata
de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki berat 10,36
g, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki berat
10,05 g, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki berat
9 g, nata de molasses tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki berat
13,92 g , nata de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30%
memiliki berat 3,96 g, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter
30% memiliki berat 0 g, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter
30% memiliki berat 0 g.
Berdasarkan parameter berat, dapat diketahui bahwa sampel produk nata de
coco yang memiliki nilai berat paling tinggi yaitu nata tanpa penambahan ZA pada
penggunaan starter 15% dan nata tanpa penambahan NPK penggunaan starter 30%.
Berdasarkan literatur yang ada, sampel yang sesuai yaitu nata tanpa penambahan
NPK penggunaan starter 30% dikarenakan pada sampel ini peran NPK digantikkan
oleh ZA dimana kandungan nitrogen ZA lebih tinggi sehingga nilai berat nata
menjadi lebih tinggi. Ketika nata yang dihasilkan lebih berat maka mempunyai
kecenderungan air yang terkandung di dalamnya semakin sedikit. Nata yang
dihasilkan lebih kompak dengan selulosa sehingga air yang ada dalam matrik nata
lebih sedikit (Yoshinaga et al., 1997). Akan tetapi, jika jumlah nitrogen yang
ditambahkan menyebabkan kelebihan pada kandungan nitrogen di medium maka
akan menyebabkan nilai berat nata menurun. Karena kebutuhan nitrogen akan
mencapai maksimum pada jumlah tertentu sampai akhirnya keberadaan sisa
nitrogen ini memberikan efek menurunkan produk nata yang dihasilkan (Edria et
al., 2008, Budhiono et al., 1999). Hal ini dapat berlaku pada data nata tanpa
penambahan ZA pada penggunaan starter 15% dimana nilai berat nata ini lebih
tinggi jika dibandingkan dengan nata tanpa penambahan NPK. Pada nata de
molasses nilai berat nata paling tinggi yaitu nata tanpa penambahan asam sitrat
dengan penggunaan starter 15% dan nata tanpa penambahan gula dengan
penggunaan starter 30%. Hal ini dapat disebabkan karena nata tanpa penambahan
asam sitrat menciptakan kondisi asam atau pH yang sesuai dengan pertumbuhan
bakteri yaitu sekitar 4,3 sedangkan pada sampel nata tanpa penambahan gula
mengalami ketidaksesuaian dengan literature. Seharusnya semakin banyak gula
khusunya pada media maka semakin banyak selulosa ekstraseluler yang terbentuk
dari pemecahan gula. Semakin tinggi kandungan sukrosa pada media substrat cair,
maka akan semakin tinggi pula nilai berat nata yang dihasilkan. Ketidaksesuaian
ini dapat disebabkan karena, kandungan sukrosa pada molasses yang cukup tinggi
yakitu sekitar 34,19% sehingga jika ditambahkan gula maka kandungan sukrosa
akan berlebih sehingga berat nata akan menurun.
70
60 57
50
50
Volume (mL)
44
40 34
30 32 30
30 26
20 15
13 12 11
10
10
0 0
0
1A 1B 1C 1D 2A 2B 2C 2D 3A 3B 3C 3D 4A 4B 4C 4D
perlakuan
Gambar 3. Volume Nata de coco dan Nata de molases : 1 dan 3 (Nata de coco),
2 dan 4 (Nata de molases), A (tanpa gula), B (tanpa Asam Sitrat), C (tanpa
NPK), dan D (tanpa ZA).
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil yaitu nata de coco tanpa
penambahan gula dengan starter 15% memiliki sisa volume 44 ml, nata de coco
tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki sisa volume 50 ml, nata
de coco tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki sisa volume 57 ml,
nata de coco tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki sisa volume, 75
ml, nata de coco tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki sisa volume
30 ml, nata de coco tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30% memiliki
sisa volume 26 ml, nata de coco tanpa penambahan NPK dengan starter 30%
memiliki sisa volume 34 ml, nata de coco tanpa penambahan ZA dengan starter
30% memiliki sisa volume 32 ml, nata de molasses tanpa penambahan gula dengan
starter 15% memiliki sisa volume 13 ml, nata de molasses tanpa penambahan asam
sitrat dengan starter 15% memiliki sisa volume 10 ml, nata de molasses tanpa
penambahan NPK dengan starter 15% memiliki sisa volume 12 ml, nata de
molasses tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki sisa volume 11 ml,
nata de molasses tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki sisa volume
30 ml, nata de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30% memiliki
sisa volume 15 ml, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter 30%
memiliki sisa volume 0 ml, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter
30% memiliki sisa volume 0 ml.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa sampel produk
nata de coco yang memiliki volume sisa cairan paling tinggi yaitu nata tanpa
penambahan ZA dengan penggunaan starter 15% dan nata tanpa penambahan NPK
dengan penggunaan starter 30 Pada nata de molasses volume sisa cairan paling
tinggi yaitu nata tanpa penambahan gula dengan penggunaan starter 15% dan
penggunaan starter 30%. %. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan nitrogen
dan karbon pada media kurang memadai sehingga proses pembentukkan selulosa
kurang maksimal. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin
rendah volume cairan sisa maka nutrisi pada media banyak yang dimanfaatkan
bakteri Acetobacter xylinum dalam membentuk selulosa dalam bentuk serat
semakin tinggi (Anisa, 2015).
Analisis Mutu Sensoris
6
55 5
5
4 4 44 4 4 4 44 4 4 4 4
Nilai Sensori
4
3 33 33 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3
222 22 2 22 2 2 2
2
1
1
0
1A 2A 3A 4A 1B 2B 3B 4B 1C 2C 3C 4C 1D 2D 3D 4D
Sampel
Warna
Warna sampel nata de molasses yang paling disukai yaitu sampel 2 atau
dengan penambahan starter 15% dengan rata-rata yang dihasilkan sebesar 3,6. Nilai
ini lebih besar dari rata-rata nilai sampel menggunakan starter 30% yaitu yang
hanya sebesar 3 yang berarti biasa. Hal ini disebabkan karena pada sampel 4
terdapat dua sampel yang tidak menghasilkan nata sehingga tidak bisa dinilai. Hal
tersebut menyebabkan nilai rata-rata berkurang. Adapun hal lain yang
mempengaruhi yaitu kondisi lingkungan atau bahan tambahan yang digunakan
selama proses produksi pembuatan nata. Jika kondisi lingkungan (wadah) serta
bahan tambahan dalam pembuatan nata yang digunakan tidak bersih atau masih
mengandung kotoran, maka hal ini akan mempengaruhi warna nata yang
dihasilkan. Warsiati (2013) mengatakan bahwa ketika gula pasir dimasukkan dalam
sampel yang masih mengandung kotoran, maka kotoran tersebut akan terperangkap
di dalam media sehingga mempengaruhi warna nata. Warna Nata de molasses akan
semakin keruh sehingga kurang disukai.
Teksur
Aroma
KESIMPULAN
Agus. 2006. Pengaruh pH Awal dan Jumlah Inokulum Acetobacter xylinum Pada
Pembuatan Nata Sari Buah Nanas. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya.
Budhiono, A., Rosidi, B., Taher, H. & Iguchi, M. 1999. Kinetic Aspects Of
Bacterial Cellulose Formation In Nata De Coco Culture System.
Carbohydrate Polymer, 40, 137 - 143.
Edria, D., Wibowo, M. & Elvita, K. 2008. Pengaruh Penambahan Kadar Gula Dan
Kadar Nitrogen Terhadap Ketebalan, Tekstur Dan Warna Nata De Coco.
Bogor: Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan , IPB.
Hastuti, Anisa I.T. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi & Jenis Sumber Nitrogen
Terhadap Produktivitas & Sifat Fisik Nata De Lontar (Borassus flabellifer).
Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Keshk, S.M. 2014. Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications,
J Bioproces Biotechniq.4 (2) : 2-10.
Liana Y.W., Muis, M., Arinong, A. R., 2007, Analisis Usaha Pembuatan Nata De
Coco dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan Nitrogen Yang
Berbeda, Jurnal Agrisistem, 3 (2):77-78.
Malviani, E., Pratama, Y., dan Salafudin. 2014. Fermentasi Sampah Buah Nanas
Menggunakan Sistem Kontinu Dengan Bantuan Bakteri Acetobacter
xylinum. Jurnal Institut Teknologi Nasional. Vol.2 (1).
Misgiyarta, 2007, Teknologi Pembuatan Nata de Coco, Makalah, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pasca panen Pertanian, Bogor.
Patria, A., Muzaifa, M. & Zurrahmah. 2013. Pengaruh penambahan gula dan
amonium sulfat terhadap kualitas nata de Soya. Jurnal
Pond, W.G, D.C. Church dan K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. Jhon Willey and Sons, Canada
Pontoh, J. 2013. Penentuan kadar gula merah olahan nira kelapa dan aren dengan
metode enzimatik. Skripsi. Manado : universitas sam ratulangi
Purnomo, B. 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Bengkulu: Fakultas
Pertanian UNIB.
Rizal, H.M., Pandiangan, D.M dan Saleh, A. 2013. Pengaruh Penambahan Gula,
Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal
Teknik Kimia. Vol. 19 (1).
Rizal, H.M., Pandiangan, D.M. & Saleh, A. 2013. Pengaruh penambahan gula,
asam asetat dan waktu fermentasi terhadap kualitas nata de corn.Jurnal
Teknik Kimia 19 (1) : 34-39.
Setyawati, R. 2009. “Kualitas Nata De Cassava Limbah Cair Tapioka dengan
Penambahan Gula Aren dan Lama Fermentasi Yang Berbeda”. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sihmawati, Rini Rahayu et al. 2014. Aspek Mutu Produk Nata De Coco Dengan
Penambahan Sari Buah Mangga. Jurnal Teknik Industri HEURISTIC. Vol.
11(2).
Sumiyati. 2009. “Kualitas Nata de Cassava Limbah Cair Tapioka dengan
Penambahan Gula Pasir dan Lama Fermentasi yang Berbeda”. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sutarminingsih, 2004, Peluang Usaha Nata de Coco, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Warsiati. 2013. Pemanfaatan Limbah Air Kelapa Menjadi Produk Coco Cider:
Kajian Penambahan Gula Dan Waktu Fermentasi. Jurnal Bumi Lestari. Vol.
13 (1).
Yoshinaga, F., Tonouchi, K. & Watanabe, K. 1997. Research Progress In The
Production Of Bacterial Cellulose By Aeration And Agitation Culture And Its
Application As A New Industrial Material. Biosci. Biotechnol. Biochem, 61,
219 - 224.
DATA PENGAMATAN
Isolasi dan Identifikasi Nata
Ket:
2 = kurang
3 = biasa
4 = baik
5 = sangat baik
DOKUMENTASI
Foto Keterangan