You are on page 1of 30

PENGARUH FORMULASI STARTER TERHADAP KUALITAS FISIK

DAN ORGANOLEPTIK NATA DE COCO DAN NATA DE MOLASSES

Alfian Rizky Hakim1 , Dian Pelita Damayanti1 ,Dwi Martiwi1 , Edi Setiawan1 ,
Fitri Aulia1 , Indri Mar’atus Soleha1 ,Nindy Rahayuningtyas1 , Nur Kristina1
,Rahita Melyssa Ahmad1 , Rendra Lebdoyono1
Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Jember

ABSTRAK

Nata adalah produk pangan berupa lapisan selulosa sebagai hasil


fermentasi. Starter yang digunakan dalam fermentasi nata adalah bakteri
Acetobacter xylinum. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang dapat
mensistesis selulosa dari glukosa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh formulasi starter terhadap kualitas fisik (tebal, berat dan volume) dan
sensoris (warna, aroma dan tekstur) nata. . Metode yang digunakan adalah
memberikan perlakuan yang berbeda pada nata yang menggunakan bahan utama
berupa molasses dan air kelapa, yaitu penambahan starter sebanyak 15% dan 30%
pada masing masing bahan utama ,tanpa penambahan gula, tanpa penambahan
asam sitrat, tanpa penambahan ZA dan tanpa penambahan NPK. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa untuk sampel Nata de coco yang terbaik secara analisis mutu
fisik adalah nata dengan penambahan starter sebesar 15% tanpa penambahan NPK
dan yang terbaik secara analisis mutu sensoris adalah nata dengan penambahan
starter sebesar 15% tanpa penambahan gula, sedangkan untuk sampel nata de
molasses yang terbaik secara analisis mutu fisik adalah nata dengan penambahan
starter sebesar 15% tanpa penambahan asam sitrat dan yang terbaik secara analisis
mutu sensoris adalah nata dengan penambahan starter sebesar 15% tanpa
penambahan NPK

Kata Kunci : Molasses, Nata , Air Kelapa

PENDAHULUAN
Nata adalah lapisan polisakarida ekstraseluler (selulosa) yang dihasilkan
dari fermentasi. Nata mempunyai tekstur kenyal, berwarna putih, menyerupai gel
dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata tidak akan tumbuh di dalam
cairan). Tekstur tersebut dihasilkan oleh pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
yang ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa. Bakteri Acetobacter
xylinum merupakan bakteri yang bersifat aerob, gram positif dan dapat
memproduksi selulosa (Malviani, et al., 2014). Berdasarkan jenis media pembuatan
nata, nama yang diberikan pun berbeda, seperti Nata de Coco dari media air kelapa,
Nata de Soya dari media ampas pabrik tahu, Nata de Cassava dari media ampas
pabrik tapioka, Nata de Molase dari media limbah cair tebu (Sihmawati, 2014).
Jenis nata yang beredar di masyarakat adalah nata de coco, yaitu nata yang
terbuat dari air kelapa. Tetapi ada bahan baku lain untuk membuat nata, misalnya
dari sari buah – buahan, air leri (air cucian beras). Seiring perkembangan teknologi,
bahan membuat nata semakin beragam, dapat dibuat dari ampas tahu, buah semu
jambu mete, lidah buaya atau kulit nanas. Komponen yang berperan membentuk
nata dari bahan baku tersebut adalah gula, asam organik dan mineral yang diubah
menjadi selulosa sintetik oleh Acetobacter xylinum (Hastuti, 2015).
Kualitas nata sangat dipengaruhi oleh nutrisi media, pH mendia,
ketersediaan oksigen, suhu lingkungan, lama waktu fermentasi dan ada tidaknya
kontaminan. Selain itu, media dan formulasi starter juga dapat mempengaruhi
kualitas nata. Oleh sebab itu, perlu dilakukan praktikum untuk mengetahui
pengaruh jenis media dan formulasi starter yang berbeda terhadap kualitas fisik dan
sensoris nata yang dihasilkan.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Pada praktikum Nata ini, bahan utama yang digunakan adalah air kelapa
dan molasses. Bahan yang digunakan untuk proses isolasi adalah 1 ml Nata. Bahan
yang digunakan untuk pembuatan starter adalah 800 ml air kelapa dan molasses,
gula 1,5 gr , 1 ml asam asetat dan 20 ml Acetobacter xylinum. Bahan yang
digunakan untuk proses produksi adalah 800 ml air kelapa dan molasses, ZA, NPK,
gula pasir, asam asetat, asam sitrat, cuka dan starter Nata. Bahan yang digunakan
untuk proses pemanenan adalah Sampel Nata yang telah diinkubasi selama 10 hari.
Dan alat yang digunakan untuk proses isolasi adalah cawan petri, bunsen, media
NA (Natrium Agar) dan inkubator. Alat yang dugunakan untuk pembuatan starter
adalah hotplate, spatula, bunsen, thermometer, pipet mikro dan incubator.. Alat
yang digunakan untuk proses produksi adalah kertas koran, karet gelang, jar,
hotplate, spatula, bunsen, thermometer , pipet mikro dan inkubator. Serta alat yang
digunakan untuk proses pemanenan adalah kertas pH, plastik, sendok, penggaris
dan timbangan analitik.
Pelaksanaan Praktikum
A. Isolasi Bakteri
Tahapan awal percobaan ini diawali dengan sanitasi tangan dan meja kerja
praktikum menggunakan alkohol 70% untuk mencegah kontaminasi yang tidak
diinginkan. Selanjutnya bunsen dinyalakan karena praktikum isolasi harus
dilakukan dekat dengan api agar keadaan tetap aseptis. Selanjutnya pengambilan
nata sebanyak 1 ml. Kemudian dilakukan penuangan pada cawan petri dan
dilakukan penambahan setengah media Na (Natrium Agar). Kemudian dilakukan
pendiaman hingga memadat. Lalu dilakukan penambahan setengah media Na dan
dilakukan pendiaman kembali hingga memadat. Dan terakhir, diinkubasi suhu
30OC selama 48 jam karena itu merupakan waktu yang optimal.

Nata 1 ml

Penuangan pada Cawan Petri

+ media 1/2

Pendiaman hingga memadat

+ media 1/2

Inkubasi 30OC selama 48 jam

Gambar 1. Diagram Alir proses Isolasi Bakteri


B. Identifikasi Mikroba
1. Metode Pewarnaan Gram
Tahapan awal percobaan ini diawali dengan sanitasi tangan dan meja kerja
praktikum menggunakan alkohol 70% untuk mencegah kontaminasi yang tidak
diinginkan. Lalu menyiapkan preparat steril kemudian disemprot dengan alkohol
dan dikering anginkan. Setelah itu ditambahkan dengan 1 ose BAL (Bakteri Asam
Laktat) kemudian ditetesi dengan 1 tetes aquades dan difiksasi proses fiksasi harus
berada di dekat Bunsen untuk mengkondisikan dalam keadaan aseptis dan supaya
memperluas struktur internal serta eksternal dari sel mikroorganisme. Setelah itu
didiamkan sebentar dan ditetesi dengan 2-3 tetes larutan kristal violet menggunakan
pipet tetes dan didiamkan selama 1 menit dengan tujuan dapat diasumsikan bahwa
waktu 1 menit sudah mengunci larutan kristal violet sebagai pewarna primer.
Setelah itu dicuci dengan air mengalir supaya sisa kristal violet dapat luntur dan
memperjelas pengamatan. Setelah itu dikering anginkan. Selanjutnya yakni ditetsi
dengan 2-3 tetes larutan Mordan dengan tujuan memperkuat pengikatan warna
kristal violet oleh mikroba tersebut. Lalu didiamkan selama 1 menit karena
diasumsikan waktu tersebut sudah cukup jelas untuk memberikan warna ungu pada
bakteri. Lalu dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan. Setelah itu, ditetesi
dengan 2-3 tetes alkohol dengan kadar 96% dengan tujuan mmbilas atau
melunturkan kelebihan zat warna pada sel mikroorganisme tersebut lalu dicuci
dengan air mengalir. Kemudian ditetesi dengan 2-3 tetes larutan Safranin kemudian
didiamkan selama 1 menit karena diasumsikan waktu tersebut sudah cukup jelas
untuk dinding sel dalam mengikat Safranin. Fungsi dari larutan Safranin sendiri
dapat dijadikan sebagai pewarna sekunder dan sebagai tanda bahwa
mikroorganisme tersebut merupakan jenis gram negatif. Setelah itu dicuci dengan
air mengalir dan dikering anginkan. Kemudian ditetesi dengan minyak Imersi
dengan tujuan supaya tidak terjadi kontaminasi, tidak ada ruang udara dan supaya
memperjelas obyek yang akan diamati. Setelah itu dilakukan penutupan d glass.
Dan langkah terakhir yakni pengamatan dan perbesaran 1000 kali.

C. Pembuatan Starter
Proses pembuatan Strarter nata dimulai dari persiapan bahan yakni air
kelapa dan molasses sebanyak 200gr, kemudian di panaskan hingga hampir
mendidih kemudian dilakukan penambahan gula sebanyak 1,5 gram di dinginkan
sampai mencapai suhu 30 0C. fungsi dari penambahan gula sebagai nutrisi untuk
mikrobanya. Selanjutnya dilakukan penambahan asam asetat sebanyak 1 ml untuk
mengatur pH yaitu 4. Kemudian penambahan 20 ml Acetobacter xylinum yang
berfungsi untuk mempolimerasi glukosa menjadi selulosa dan memebrikan rasa
asam. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 24 jam dengan suhu 300C karena
Acetobacter xylinum itu optimal apda suhu tersebut, selama 48b jam, inkubasi akan
membentuk paliker (lapisan tipis nata) yang bersamaan dengan penjernihan air
dibawahnya.

200 ml air kelapa / molasses

Pemanasan hingga hampir mendidih

+ 1,5 gr gula

Pendidihan 10 menit

Pendinginan 300C

+ Asam Asetat 1 ml

+ 20 ml Acetobacter xylinum

Inkubasi 300C , 4 hari

Gambar 2. Diagram Alir proses pembuatan starter Nata


D, Produksi Nata
Proses produksi Nata dimulai dari menyiapkan bahan air kelapa dan
molases sebanyak 200 ml kemudian penambahan gula, ZA, NPK, asam sitrat dan
Cuka. Selanjutnya air kelapa dan molasses di panaskan hingga mendidih serta
dilakukan pengadukan supaya menghomogenkan semua bahan. Kenudian diberi
nutri media sesuai dengan tabel dibawah ini. Kemudian dilakukan pendinginan
hingga mencapai suhu 300C lalu ditambahkan starter Nata dan diaduk hingga
tercampur rata kemudian ditutup kertas koran untuk menghindari terjadinya
kontaminasi dari udara. Selanjutnya di lakukan inkubasi selama 10 hari dengan
suhu 300C karena Acetobacter xylinum tumbuh optimal pada suhu tersebut.
Dalam praktikum ini dilakukan 8 perlakuan terhadap sampel yang diuji,
seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Perlakuan Terhadap Sampel Nata
Molasses
Air Asam
Sampel (Brix= Gula NPK ZA Cuka
kelapa sitrat
4)
1A - 200 ml - 0,13 0,13 0,067 2 ml
g g g
1B - 200 ml 1,5 g - 0,13 0,067 2 ml
g g
2A 200 ml - - 0,13 0,13 0,067 2 ml
g g g
2B 200 ml - 1,5 g - 0,13 0,067 2 ml
g g
3C - 200 ml 1,5 g 0,13 - 0,067 2 ml
g g
3D - 200 ml 1,5 g 0,13 0,13 - 2 ml
g g
4C 200 ml - 1,5 g 0,13 - 0,067 2 ml
g g
4D 200 ml - 1,5 g 0,13 0,13 - 2 ml
g g
800 ml air kelapa / molasses

Pemanasan hingga mendidih

Dibagi menjadi 4 @ 200 ml

+ nutrisi media

+ asam asetat 2 ml

Pendinginan 300C

+ starter Nata

Pengadukan hingga rata

Penutupan dengan koran, diikat dengan karet gelang

Inkubasi 300C , 10 hari

Gambar 3. Diagram Alir proses produksi Nata


E. Pemanenan
Proses pemanenan Nata dimulai dari pengambilan sampel Nata yang telah
di inkubasi selama 10 hari. Kemudian lapisan parikel (lapisan tipis Nata) di ambil
dan diletakan pada plastik yang kemudian dilakukan pengamatan terhadap fisik
(volume, tebal, berat) dan sensoris (warna, tekstur, aroma) dari Nata.

Nata yang telah diinkubasi selama 10


hari

Pemanenan (dilakukan pengamatan fisik (volume, tebal,


berat) dan senspris (warna. Tekstur, aroma)

Gambar 4. Diagram Alir proses pemanenan Nata


HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Identifikasi

Isolasi merupakan proses pemisahan mikroorganisme sehingga didapatkan


kultur/isolat murni. Isolat tersebut kemudian ditumbuhkan dalam sebuah media.
Untuk mengetahui jenis mikroba yang tumbuh dari isolat tersebut perlu dilakukan
identifikasi. Identifikasi merupakan upaya untuk mengetahui nama suatu makhluk
hidup dalam suatu kelompok tertentu berdasarkan perbedaan dan persamaan
karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing mikroorganisme. Pada isolasi dan
identifikasi mikroba nata, nata ditumbuhkan dalam sutu media dengan diinkubasi
selama 48 jam. Namun, setelah 2 hari tidak terdapat mikroba yang tumbuh pada
media, baik kapang, khamir, maupun bakteri. Mikroorganisme yang diharapkan
tumbuh dari nata yaitu bakteri Acetobacter xylinum. Namun, dari hasil pengamatan
tidak ditemukan mikroba apapun.

Pertumbuhan Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara


lain adalah kandungan nutrisi meliputi jumlah karbon dan nitrogen, tingkat
keasaman media, pH, temperatur, dan udara (oksigen). Suhu optimal pertumbuhan
bakteri Acetobacter xylinum pada 28–31˚C dengan pH optimal 3-4 (Agus, 2006).
Pada inkubasi nata, Acetobacter kemungkinan tidak tumbuh disebabkan karena
kurangnya kandungan nutrisi pada media pertumbuhan, sehingga tidak mencukupi
kebutuhan makanan bagi mikroba yang ditumbuhkan. Selain itu, dimungkinkan
disebabkan kurang optimalnya suhu inkubasi pada mikroba.

Analisis Mutu Fisik


Mutu adalah kumpulan sifat atau ciri yang membedakan suatu produk
dengan produk lain. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak
aspek. Salah satu jenis mutu pangan yaitu mutu fisik. Mutu fisik terdiri atas
beberapa sifat fisik seperti berat jenis, titik beku, titik gelatinisasi pati, bilangan
penyabunan, dan indeks bias. Sifat fisik berhubungan dengan karakteristik bahan
dan komponennya. Salah satu karakter penting yang berhubungan dengan sifat fisik
adalah sifat fungsional dari bahan pangan atau komponennya.
Pada praktikum yang dilaksanakan, digunakan dua bahan baku untuk
membuat nata yaitu air kelapa dan molasses dimana masing – masing bahan baku
memiliki 8 sampel sehingga total sampel keseluruhan yaitu 16 sampel. Pada
praktikum ini, terdapat tiga sampel yang gagal yaitu nata de molasses tanpa
penambahan ZA, dan nata de molasses tanpa penambahan NPK. Kedua sampel ini
memiliki volume dari awal sampai akhir tetap yaitu 200 ml dikarenakan pada kedua
sampel tidak menghasilkan lapisan nata (tidak jadi) sehingga tidak ada produk
yang dapat diuji berat dan tebalnya. Gagalnya pembuatan nata de molasses tanpa
penambahan ZA dan NPK dikarenakan ZA dan NPK merupakan sumber nitrogen
untuk mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, jika dalam suatu
larutan molasses sumber nitogennya sedikit maka kesempatan Acetobacter xylinum
untuk tumbuh akan kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnomo (2011), sumber
nitrogen merupakan faktor pendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata yang
dapat berasal dari nitrogen organik maupun nitrogen anorganik. Sumber nitrogen
organik diantaranya protein dan ekstrak yeast, pepton dan tripton. Nitrogen
anorganik seperti ammonium fosfat, urea, kalium nitrat, dan ZA.
Secara keseluruhan Selain itu nata yang terbuat dari air kelapa atau nata de
coco memiliki kalitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan nata yang terbuat
dari molasses atau nata de molasse. Hal ini disebabkan karena air kelapa
mengandung gula khusunya sukrosa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
molasses yang hanya mengandung sukrosa sekiat 34,19%. Gula kelapa memiliki
kandungan sukrosa 77% (Pontoh, 2013). Selain itu gula kelapa juga kaya akan
vitamin dan mineral baik makro maupun mikro dibanding gula pasir dan gula
lainnya. Di sisi lain nata yang menggunakan starter 15% memiliki nilai tebal, berat,
dan volume yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nata yang menggunakan
starter 30%. Hal ini dapat disebabkan oleh jumah starter yang diberikan melebihi
dari 15 % dari volume media fermentasi sehingga bakteri Acetobacter xylinum akan
kekurangan nutrisi yang diperlukan dalam pembentukan nata de coco dan
menyebabkan penghambatan proses fermentasi (Retni, 2008). Pada praktikum ini,
parameter mutu fisik yang diamati yairu ketebalan nata. berat nata, dan sisa volume
cairan fermentasi nata

a. Tebal nata
Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.xylinum substrat diperkaya dengan karbon
dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Pada proses fermentasi pembuatan
nata memerlukan nutrisi terutama sumber karbon yang cukup bagi pertumbuhan
bakteri. Selama proses fermentasi, terjadi pembentukan lapisan selulosa, semakin
lama waktu fermentasi maka semakin tebal pula lapisan selulosa yang terbentuk.

3
2.7
2.5 2.5
2.5 2.4
2.25 2.3
2
2
Ketebalan (cm)

1.5
1.5 1.3

0.5 0.3
0.2 0.2 0.2
0.1
0 0
0
1A 1B 1C 1D 2A 2B 2C 2D 3A 3B 3C 3D 4A 4B 4C 4D
Perlakuan

Gambar 1. Ketebalan Nata de coco dan Nata de molases : 1 dan 3 (Nata de


coco), 2 dan 4 (Nata de molases), A (tanpa gula), B (tanpa Asam Sitrat), C
(tanpa NPK), dan D (tanpa ZA).

Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil yaitu nata de coco tanpa
penambahan gula dengan starter 15% memiliki tebal 2,25 cm, nata de coco tanpa
penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki tebal 2,5 cm, nata de coco
tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki tebal 2,7 cm, nata de coco
tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki tebal, 2,4 cm, nata de coco
tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki tebal 2,5 cm, nata de coco
tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30% memiliki tebal 1,5 cm, nata de
coco tanpa penambahan NPK dengan starter 30% memiliki tebal 2,3 cm, nata de
coco tanpa penambahan ZA dengan starter 30% memiliki tebal 2,0 cm, nata de
molasses tanpa penambahan gula dengan starter 15% memiliki tebal 0,2 cm, nata
de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki tebal 0,1
cm, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki tebal
0,2 cm, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki tebal
0,2 cm, nata de molasses tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki tebal
1,3 cm, nata de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30%
memiliki tebal 0,3 cm, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter
30% memiliki tebal 0 cm, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter
30% memiliki tebal 0 cm.
Berdasarkan parameter tebal, dapat diketahui bahwa sampel produk nata de
coco yang memiliki nilai tebal paling tinggi yaitu nata tanpa penambahan NPK pada
penggunaan starter 15% dan nata tanpa penambahan gula penggunaan starter 30%.
Tebal sampel nata de coco tanpa penambahan NPK pada penggunaan starter 15%
dapat disebabkan karena terdapat penambahan ZA sebagai pengganti NPK. Hamad
dan Kristiono (2013), mengatakan bahwa dalam NPK terkandung 15% kandungan
nitrogen sedangkan dalam ZA terkandung 20,8 % nitrogen. Oleh karena itu, jumlah
penambahan nitrogen pada pembuatan nata mempengaruhi ketebalan nata. Semakin
banyak kandungan nitrogen yang ditambahkan maka ketebalan nata akan semakin
meningkat. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Liana dkk. (2007) serta Patria dkk
(2013) yang menyatakan bahwa penambahan konsentrasi nitrogen dapat
meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk. Pada nata tanpa penambahan
gula dengan penggunaan starter 30% memilki nilai tebal yang tinggi. Hal ini tidak
sesuai dengan literature yang ada. Seharusnya nata tanpa penambahan gula
memiliki nilai tebal yang lebih rendah gula merupakan sumber karbon yang
digunakan untuk pertumbuhan bakteri A.xylinum dan sebagian gula akan disintesis
menjadi selulosa dan asam (Sutarminingsih, 2004). Semakin banyak gula maka
akan semakin banyak selulosa ekstraseluler yang terbentuk dari pemecahan gula..
Selulosa yang terbentuk berupa benang–benang membentuk suatu jalinan yang
terus menebal menjadi lapisan nata (Rizal dkk. 2013; Keshk, 2014). Penyimpangan
tersebuat dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu kandungan
gula pada air kelapa telah mencukupi untuk pembentukkan nata sehingga saat nata
ditambahkan gula maka kandungan gula menjadi berlebih sehingga terjadi
penurunan ketebalan nata. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa
gula yang terlalu banyak pada media mengakibatkanpenurunan pH fermentasi,
akibat pengubahan gula menjadi asam Misgiyarta (2007). Pada sampel dengan
produk nata de molasses, nilai ketebalan nata paling tinggi yaitu nata tanpa
penambahan gula, nata tampa penamban NPK, dan nata tanpa penambahan ZA
dengan penggunaan starter 15% sedangkan nata tanpa penambahan asam sitrat
memiliki nilai ketebalan paling rendah. Hal ini disebabkan karena penambahan
asam sitrat pada nata menyebabkan pH semakin menurun (semakin asam) sehingga
proses pembentukan lapisan nata semakin rendah yang dikarenakan semakin
jauhnya larutan dari pH optimum pembentukan nata. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Saragih (2004), Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerob
pembentuk nata yang hidup pada media asam. Acetobacter xylinum dapat hidup
dan berkembang pada pH 3-5, namun perkembangbiakannya akan optimum pada
pH 4,3. Pada nata de molasses dengan starter 30% didapatkan hasil yaitu nata tanpa
penambahan gula memiliki nilai ketebalan yang tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan
literature yang ada. Ketidaksesuaian ini sama halnya dengan nata de coco, karena
kandungan gula yang berlebih dapat menurunkan ketebalan dari nata.
b. Berat nata
Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.xylinum substrat diperkaya dengan karbon dan
nitrogen melalui proses yang terkontrol. Pada proses fermentasi pembuatan nata
memerlukan nutrisi terutama sumber karbon yang cukup bagi pertumbuhan bakteri.
Selama proses fermentasi, terjadi pembentukan lapisan selulosa, semakin lama
waktu fermentasi maka semakin tebal pula lapisan selulosa yang terbentuk.
Semakin lama waktu fermentasi maka nata yang terbentuk semakin berat.
100
90.88
90
80
69.65
67.24
70 65.2265.1
57.66 59.89
60
Berat (gr)

51.31
50
40
30
20 13.92
10.36
10.05 9
10 3.97 3.96
0 0
0
1A 1B 1C 1D 3A 3B 3C 3D 2A 2B 2C 2D 4A 4B 4C 4D
Perlakuan

Gambar 2. Berat Nata de coco dan Nata de molases : 1 dan 3 (Nata de coco), 2
dan 4 (Nata de molases), A (tanpa gula), B (tanpa Asam Sitrat), C (tanpa
NPK), dan D (tanpa ZA).

Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil yaitu nata de coco tanpa
penambahan gula dengan starter 15% memiliki berat 57,66 g, nata de coco tanpa
penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki berat 67,26 g, nata de coco
tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki berat 69,65 g, nata de coco
tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki berat 90,88 g, nata de coco
tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki berat 59,89 g , nata de coco
tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30% memiliki berat 51,31 g, nata de
coco tanpa penambahan NPK dengan starter 30% memiliki berat 65,22 g, nata de
coco tanpa penambahan ZA dengan starter 30% memiliki berat 64,10 g, nata de
molasses tanpa penambahan gula dengan starter 15% memiliki berat 3,97 g, nata
de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki berat 10,36
g, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki berat
10,05 g, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki berat
9 g, nata de molasses tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki berat
13,92 g , nata de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30%
memiliki berat 3,96 g, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter
30% memiliki berat 0 g, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter
30% memiliki berat 0 g.
Berdasarkan parameter berat, dapat diketahui bahwa sampel produk nata de
coco yang memiliki nilai berat paling tinggi yaitu nata tanpa penambahan ZA pada
penggunaan starter 15% dan nata tanpa penambahan NPK penggunaan starter 30%.
Berdasarkan literatur yang ada, sampel yang sesuai yaitu nata tanpa penambahan
NPK penggunaan starter 30% dikarenakan pada sampel ini peran NPK digantikkan
oleh ZA dimana kandungan nitrogen ZA lebih tinggi sehingga nilai berat nata
menjadi lebih tinggi. Ketika nata yang dihasilkan lebih berat maka mempunyai
kecenderungan air yang terkandung di dalamnya semakin sedikit. Nata yang
dihasilkan lebih kompak dengan selulosa sehingga air yang ada dalam matrik nata
lebih sedikit (Yoshinaga et al., 1997). Akan tetapi, jika jumlah nitrogen yang
ditambahkan menyebabkan kelebihan pada kandungan nitrogen di medium maka
akan menyebabkan nilai berat nata menurun. Karena kebutuhan nitrogen akan
mencapai maksimum pada jumlah tertentu sampai akhirnya keberadaan sisa
nitrogen ini memberikan efek menurunkan produk nata yang dihasilkan (Edria et
al., 2008, Budhiono et al., 1999). Hal ini dapat berlaku pada data nata tanpa
penambahan ZA pada penggunaan starter 15% dimana nilai berat nata ini lebih
tinggi jika dibandingkan dengan nata tanpa penambahan NPK. Pada nata de
molasses nilai berat nata paling tinggi yaitu nata tanpa penambahan asam sitrat
dengan penggunaan starter 15% dan nata tanpa penambahan gula dengan
penggunaan starter 30%. Hal ini dapat disebabkan karena nata tanpa penambahan
asam sitrat menciptakan kondisi asam atau pH yang sesuai dengan pertumbuhan
bakteri yaitu sekitar 4,3 sedangkan pada sampel nata tanpa penambahan gula
mengalami ketidaksesuaian dengan literature. Seharusnya semakin banyak gula
khusunya pada media maka semakin banyak selulosa ekstraseluler yang terbentuk
dari pemecahan gula. Semakin tinggi kandungan sukrosa pada media substrat cair,
maka akan semakin tinggi pula nilai berat nata yang dihasilkan. Ketidaksesuaian
ini dapat disebabkan karena, kandungan sukrosa pada molasses yang cukup tinggi
yakitu sekitar 34,19% sehingga jika ditambahkan gula maka kandungan sukrosa
akan berlebih sehingga berat nata akan menurun.

c. Sisa volume cairan fermentasi nata


Sisa volume cairan nata merupakan sisa media yang tidak terbentuk menjadi
lapisan selulosa atau nata. Hal ini dipengaruhi oleh bebrapa hal, seperti nutrisi pada
substrat dan lamanya waktu feermentasi. Semakin banyak nata yang terbentuk, hal
ini berarti sisa volume cairan fermentasi semakin sedikit.
80 75

70

60 57
50
50
Volume (mL)

44
40 34
30 32 30
30 26

20 15
13 12 11
10
10
0 0
0
1A 1B 1C 1D 2A 2B 2C 2D 3A 3B 3C 3D 4A 4B 4C 4D
perlakuan

Gambar 3. Volume Nata de coco dan Nata de molases : 1 dan 3 (Nata de coco),
2 dan 4 (Nata de molases), A (tanpa gula), B (tanpa Asam Sitrat), C (tanpa
NPK), dan D (tanpa ZA).
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan hasil yaitu nata de coco tanpa
penambahan gula dengan starter 15% memiliki sisa volume 44 ml, nata de coco
tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 15% memiliki sisa volume 50 ml, nata
de coco tanpa penambahan NPK dengan starter 15% memiliki sisa volume 57 ml,
nata de coco tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki sisa volume, 75
ml, nata de coco tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki sisa volume
30 ml, nata de coco tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30% memiliki
sisa volume 26 ml, nata de coco tanpa penambahan NPK dengan starter 30%
memiliki sisa volume 34 ml, nata de coco tanpa penambahan ZA dengan starter
30% memiliki sisa volume 32 ml, nata de molasses tanpa penambahan gula dengan
starter 15% memiliki sisa volume 13 ml, nata de molasses tanpa penambahan asam
sitrat dengan starter 15% memiliki sisa volume 10 ml, nata de molasses tanpa
penambahan NPK dengan starter 15% memiliki sisa volume 12 ml, nata de
molasses tanpa penambahan ZA dengan starter 15% memiliki sisa volume 11 ml,
nata de molasses tanpa penambahan gula dengan starter 30% memiliki sisa volume
30 ml, nata de molasses tanpa penambahan asam sitrat dengan starter 30% memiliki
sisa volume 15 ml, nata de molasses tanpa penambahan NPK dengan starter 30%
memiliki sisa volume 0 ml, nata de molasses tanpa penambahan ZA dengan starter
30% memiliki sisa volume 0 ml.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa sampel produk
nata de coco yang memiliki volume sisa cairan paling tinggi yaitu nata tanpa
penambahan ZA dengan penggunaan starter 15% dan nata tanpa penambahan NPK
dengan penggunaan starter 30 Pada nata de molasses volume sisa cairan paling
tinggi yaitu nata tanpa penambahan gula dengan penggunaan starter 15% dan
penggunaan starter 30%. %. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan nitrogen
dan karbon pada media kurang memadai sehingga proses pembentukkan selulosa
kurang maksimal. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin
rendah volume cairan sisa maka nutrisi pada media banyak yang dimanfaatkan
bakteri Acetobacter xylinum dalam membentuk selulosa dalam bentuk serat
semakin tinggi (Anisa, 2015).
Analisis Mutu Sensoris

Analisis mutu sensoris dilakukan menggunakan uji skoring dengan kriteria


semakin tinggi angka maka mutu sensori semakin baik. Aspek yang dinilai meliputi
warna, aroma, dan tekstur. Bahan yang digunakan dalam pembuatan nata yaitu air
kelapa dan molasses. Air kelapa dan molasses yang digunakan masing-masing
dibedakan menjadi dua perlakuan utama yaitu penambahan starter nata sebesar 15
% dan 30 %. Dari masing-masing perlakuan utama, terdapat empat perlakuan
tambahan yaitu dengan tanpa penambahan gula, pasir, tanpa penambahan asam
sitrat, tanpa penambahan NPK, dan tanpa penambahan senyawa ZA. Penilaian
sensoris menggunakan nilai number 1 sampai 5. Nilai 1 merupakan sangat kurang,
nilai 2 kurang, nilai 3 biasa, nilai 4 baik, dan nilai 5 sangat baik. Hasil pengujian
sesnoris disajikan dalam grafik berikut.

6
55 5
5
4 4 44 4 4 4 44 4 4 4 4
Nilai Sensori

4
3 33 33 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3
222 22 2 22 2 2 2
2
1
1

0
1A 2A 3A 4A 1B 2B 3B 4B 1C 2C 3C 4C 1D 2D 3D 4D
Sampel

Warna Bau Tekstur

Gambar x. Grafik analisis mutu sensoris nata de coco dan nata de


molasses

Keterangan : Sampel 1 dan 3 merupakan nata menggunakan air kelapa.


Sedangkan sampel 2 dan 4 merupakan nata menggunakan molasses. Perlakuan A,
B, C, dan D berlaku untuk semua sampel dimana A merupakan sampel tanpa
penambahan gula pasir, B merupakan tanpa penambahan asam sitrat, C merupakan
tanpa penambahan NPK, dan D merupakan tanpa penambahan senyawa ZA.

Warna

Warna merupakan salah satu parameter pengujian sesnsoris mutu nata.


Warna yang baik dihasilkan dari proses pembuatan nata dan bahan baku pembuatan
nata. Semakin cerah warna maka mutu nata semakin baik, sedangkan semakin gelap
warna maka mutu nata semakin tidak baik sehingga kurang disukai panelis. Pada
umumnya, Nata de coco memiliki warna yang cerah dan bersih, tidak gelap dan
keruh. Acetobacter xylinum dapat mengubah gula menjadi selulosa dan ikatan
selulosa inilah yang menghasilkan warna putih pada nata (Rizal et al, 2013).
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui nilai pengujian warna pada masing-
masing sampel. Pada sampel menggunakan air kelapa, mutu warna yang paling
tinggi yaitu pada sampel 3 yaitu menggunakan air kelapa dengan konsetrasi
penambahan starter 30%. Nilai rata masing-masing perlakuan yaitu sebesar 4.
Tidak ada perlakuan tambahan yang mempengaruhi warna nata de coco yang
dihasilkan. Seharusnya sampel tanpa penambahan gula pasir memiliki warna tidak
lebih putih dan lebih tidak disukai karena tidak ada gula yang ditambahkan akan
terpecah menjadi selulosa hingga menghasilkan warna putih cerah. Sedangkan
untuk sampel 1 yaitu air kelapa dengan tambahan starter 15%, nilai rata masing-
masing perlakuan yaitu 3. Hal ini diketahui karena starter yang ditambahkan sedikit
sehingga kurang memecah gula menjadi selulosa yang menyebabkan warna putih
jika dibandingkan dengan sampel 3 (Rizal et al, 2013). Rata-rata nilai warna sampel
air kelapa dan molasses yang paling disukai yaitu sampel menggunakan air kelapa
dikarenakan warna dasar bahan baku molasses keruh dan cokelat kehitaman
sehingga kurang disukai saat sudah menjadi nata. Warna hitam pada molasess
disebabkan karena molasses merupakan hasil samping atau limbah cair dalam
pembuatan gula Kristal yang telah melalui tahap pemanasan berkali-kali sehingga
warna limbah bewarna cokelat kehitaman (Pond dkk, 1995).

Warna sampel nata de molasses yang paling disukai yaitu sampel 2 atau
dengan penambahan starter 15% dengan rata-rata yang dihasilkan sebesar 3,6. Nilai
ini lebih besar dari rata-rata nilai sampel menggunakan starter 30% yaitu yang
hanya sebesar 3 yang berarti biasa. Hal ini disebabkan karena pada sampel 4
terdapat dua sampel yang tidak menghasilkan nata sehingga tidak bisa dinilai. Hal
tersebut menyebabkan nilai rata-rata berkurang. Adapun hal lain yang
mempengaruhi yaitu kondisi lingkungan atau bahan tambahan yang digunakan
selama proses produksi pembuatan nata. Jika kondisi lingkungan (wadah) serta
bahan tambahan dalam pembuatan nata yang digunakan tidak bersih atau masih
mengandung kotoran, maka hal ini akan mempengaruhi warna nata yang
dihasilkan. Warsiati (2013) mengatakan bahwa ketika gula pasir dimasukkan dalam
sampel yang masih mengandung kotoran, maka kotoran tersebut akan terperangkap
di dalam media sehingga mempengaruhi warna nata. Warna Nata de molasses akan
semakin keruh sehingga kurang disukai.

Teksur

Tekstur merupakan salah satu parameter pengujian sesnsoris mutu nata.


Tekstur yang baik dihasilkan dari proses pembuatan nata dan bahan baku
pembuatan nata. Semakin kenyal tekstur maka mutu nata semakin baik, sedangkan
semakin keras dan semakin liat tekstur maka mutu nata semakin tidak baik sehingga
kurang disukai panelis. Tekstur kenyal disebabkan oleh selulosa yang terbentuk
oleh bakteri Acetobacter xylinum belum terlalu keras sehingga tekstur menjadi
kenyal. Semakin lama fermentasi tekstur nata semakin lembek karena lapisan nata
yang terbentuk semakin tebal (Setyawati, 2009). Berdasarkan grafik nilai mutu
tekstur sampel nata diatas dapat diketahui bahwa sampel yang paling disukai yaitu
sampel satu atau dengan penambahan starter sebesar 15%. Nilai ini lebih besar jika
dibanding dengan sampel nata air kelapa dengan penambahan starter 30%. Hal ini
disebabkan oleh semakin banyak selulosa yang terbentuk dan berikatan, maka
bentuk dan tekstur nata akan semakin padat sehingga sedikit lebih keras. Selulosa
terbentuk dari proses pemecahan gula menjadi fruktosa dan glukosa oleh bakteri
Acetobacter Xylinum. Semakin banyak starter yang ditambahkan maka semakin
banyak selulosa yang dihasilkan sehingga tekstur semakin memadat pada sampel
dengan penambahan starter 30% (Rizal et al, 2013). Perbandingan rata-rata mutu
tekstur sampel air kelapa dengan molasses lebih disukai mutu tekstur sampel air
kelapa. Hal ini disebabkan oleh tidak terbentuknya nata yang sempurna pada
sampel berbahan baku molasses. Molasses tidak mengandung nutrisi yang cukup
seperti air kelapa yang dibutuhkan bakteri asam laktat untuk tumbuh sehingga tidak
terbentuk nata pada sampel ini (Rizal dkk, 2013).

Aroma

Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi konsumen


sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen dapat mencium makanan
tersebut. Aroma merupakan salah satu parameter penentuan kuaitas suatu produk.
Produk yang baik tentu memiliki aroma yang baik pula. Aroma yang baik untuk
nata yaitu tidak asam. Nilai pengujian rata-rata aroma tertinggi dihasilkan oleh
sampel nata de coco starter 15% dengan perlakuan tanpa gula, tanpa asam sitrat,
tanpa NPK dan tanpa ZA. Nata de coco dengan perakuan tanpa asam sitrat dan ZA
memiliki aroma yang sangat baik. Berdasarkan penilaian panelis, panelis menyukai
aroma nata yang tidak berbau asam. Sedangkan nata dengan rata-rata penilaian
aroma terendah terdapat pada nata yang terbuat dari molases. Panelis kurang
menyukai karena aroma nata yang dihasilkan terlalu asam. Aroma asam dari nata
bergantung pada jenis molasses yang digunakan dan bergantung pada penambahan
asam cuka. Jika molasses yang digunakan adalah molasses yang sudah lama
disimpan, maka hal ini akan meningkatkan aroma asam pada nata yang dihasilkan.
Hal ini dikarenakan molasses yang digunakan telah terfermentasi terlebih dahulu
oleh mikroba lainnya. Kemudian, penambahan asam cuka juga berpengaruh sebab
semakin banyak penambahan cuka, maka akan menurunkan pH dari nata , semakin
rendah pH nata maka akan memberikan aroma asam yang menyengat pada nata
(Sumiyati, 2009).

KESIMPULAN

Proses pembuatan nata menyebabkan terjadinya perubahan fisik pada bahan


baku yang meliputi warna, tekstur, aroma. Hasil praktikum menunjukkan bahwa
untuk sampel Nata de coco yang terbaik secara analisis mutu fisik adalah nata
dengan penambahan starter sebesar 15% tanpa penambahan NPK dan yang terbaik
secara analisis mutu sensoris adalah nata dengan penambahan starter sebesar 15%
tanpa penambahan gula, sedangkan untuk sampel nata de molasses yang terbaik
secara analisis mutu fisik adalah nata dengan penambahan starter sebesar 15%
tanpa penambahan asam sitrat dan yang terbaik secara analisis mutu sensoris adalah
nata dengan penambahan starter sebesar 15% tanpa penambahan NPK.
DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2006. Pengaruh pH Awal dan Jumlah Inokulum Acetobacter xylinum Pada
Pembuatan Nata Sari Buah Nanas. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya.
Budhiono, A., Rosidi, B., Taher, H. & Iguchi, M. 1999. Kinetic Aspects Of
Bacterial Cellulose Formation In Nata De Coco Culture System.
Carbohydrate Polymer, 40, 137 - 143.
Edria, D., Wibowo, M. & Elvita, K. 2008. Pengaruh Penambahan Kadar Gula Dan
Kadar Nitrogen Terhadap Ketebalan, Tekstur Dan Warna Nata De Coco.
Bogor: Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan , IPB.
Hastuti, Anisa I.T. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi & Jenis Sumber Nitrogen
Terhadap Produktivitas & Sifat Fisik Nata De Lontar (Borassus flabellifer).
Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Keshk, S.M. 2014. Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications,
J Bioproces Biotechniq.4 (2) : 2-10.
Liana Y.W., Muis, M., Arinong, A. R., 2007, Analisis Usaha Pembuatan Nata De
Coco dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan Nitrogen Yang
Berbeda, Jurnal Agrisistem, 3 (2):77-78.
Malviani, E., Pratama, Y., dan Salafudin. 2014. Fermentasi Sampah Buah Nanas
Menggunakan Sistem Kontinu Dengan Bantuan Bakteri Acetobacter
xylinum. Jurnal Institut Teknologi Nasional. Vol.2 (1).
Misgiyarta, 2007, Teknologi Pembuatan Nata de Coco, Makalah, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pasca panen Pertanian, Bogor.
Patria, A., Muzaifa, M. & Zurrahmah. 2013. Pengaruh penambahan gula dan
amonium sulfat terhadap kualitas nata de Soya. Jurnal
Pond, W.G, D.C. Church dan K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. Jhon Willey and Sons, Canada
Pontoh, J. 2013. Penentuan kadar gula merah olahan nira kelapa dan aren dengan
metode enzimatik. Skripsi. Manado : universitas sam ratulangi
Purnomo, B. 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Bengkulu: Fakultas
Pertanian UNIB.
Rizal, H.M., Pandiangan, D.M dan Saleh, A. 2013. Pengaruh Penambahan Gula,
Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal
Teknik Kimia. Vol. 19 (1).
Rizal, H.M., Pandiangan, D.M. & Saleh, A. 2013. Pengaruh penambahan gula,
asam asetat dan waktu fermentasi terhadap kualitas nata de corn.Jurnal
Teknik Kimia 19 (1) : 34-39.
Setyawati, R. 2009. “Kualitas Nata De Cassava Limbah Cair Tapioka dengan
Penambahan Gula Aren dan Lama Fermentasi Yang Berbeda”. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sihmawati, Rini Rahayu et al. 2014. Aspek Mutu Produk Nata De Coco Dengan
Penambahan Sari Buah Mangga. Jurnal Teknik Industri HEURISTIC. Vol.
11(2).
Sumiyati. 2009. “Kualitas Nata de Cassava Limbah Cair Tapioka dengan
Penambahan Gula Pasir dan Lama Fermentasi yang Berbeda”. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sutarminingsih, 2004, Peluang Usaha Nata de Coco, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Warsiati. 2013. Pemanfaatan Limbah Air Kelapa Menjadi Produk Coco Cider:
Kajian Penambahan Gula Dan Waktu Fermentasi. Jurnal Bumi Lestari. Vol.
13 (1).
Yoshinaga, F., Tonouchi, K. & Watanabe, K. 1997. Research Progress In The
Production Of Bacterial Cellulose By Aeration And Agitation Culture And Its
Application As A New Industrial Material. Biosci. Biotechnol. Biochem, 61,
219 - 224.

DATA PENGAMATAN
Isolasi dan Identifikasi Nata

Kelompok Perlakuan Tebal Berat Volume warna bau Tekstur


(cm) (gr) (ml)
1 A 2,25 57,66 44 3 5 5
B 2,5 67,24 50 3 4 4
C 2,7 69,65 57 3 4 3
D 2,4 90,88 75 3 5 3
2 A 0,2 3,97 13 2 2 2
B 0,1 10,36 10 3 2 2
C 0,2 10,9 12 4 4 2
D 0,2 9 11 4 3 2
3 A 2,5 59,89 30 4 3 3
B 1,5 51,31 26 4 2 4
C 2,3 65,22 34 4 3 4
D 2,0 64,10 32 4 2 3
4 A 1,3 13,92 30 4 3 3
B 0,3 3,96 15 2 2 1
C - - 0 - - -
D - - 0 - - -
Sampel Jumlah Koloni Uji Identifikasi Uji Katalase
Bakteri Kapang Khamir Pewarnaan Morfologi
Gram
Nata 0 0 0 - - Tidak
Dilakukan
pengujian

Pengamatan Produksi Nata

Ket:

Sensori : 1 = sangat kurang

2 = kurang

3 = biasa

4 = baik

5 = sangat baik
DOKUMENTASI

Foto Keterangan

Pemanasan media molases dan air


kelapa

Pengukuran air kelapa sebanyak


200 ml dengan gelas ukur 100 ml
sebanyak 2 kali

Penuangan air kelapa dari gelas


ukur kedalam jar
Penambahan nutrisi media

Pengaturan pH keasaman dengan


penambahan asam asetat di ruang
asam

Pendinginan media hingga suhu


30oC
Penambahan starter nata sebanyak
15 ml (sesuai perlakuan)

Produksi nata kelompok 3


(perlakuan penambahan starter 30
ml)

Starter nata dari molases untuk


kelompok 2 dan 4

Pembagian media dengan


penambahan nutrisi media yang
berbeda (A,B,C, dan D)
Pengukuran suhu media hingga
30oC

Pengukuran berat nata air kelapa

Pengukuran volume sisa air


kelapa pada produksi nata
Pengukuran pH pada nata

Pengukuran berat pada nata dari


molases

Nata dan sisa air kelapa pada


perlakuan penambahan starter
nata 15%/30 ml

Nata dan sisa air kelapa pada


perlakuan penambahan starter
nata 25%/50 ml
Nata dan sisa molases pada
perlakuan penambahan starter
nata 25%/50 ml

Salah satu nata dari molases


dengan perlakuan penambahan
starter nata 15%/30ml

Pemanasan media hingga


mendidih
Penambahan 1,5 gr gula pada
media

Pengukuran Acetobacter xylinum


sebanyak 20 ml untuk
dimasukkan pada media

You might also like