You are on page 1of 39

ARDS (Sindrom Gawat Nafas Dewasa)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ARDS (Sindrom Gawat Nafas Dewasa) adalah kondisi disfungsi parenkim paru yang
dikarateristikan oleh kejadian antesenden mayor, eksklusikardiogenik menyebabkan edema paru,
adanya takipnea dan hipoksia,daninfiltrate pucat pada foto dada.
ARDS ( juga disebutb syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini
mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun,dengan laju mortalitas 65%
untuk semua pasien yang mengalami ARDS (Sindrom Gawat Nafas Dewasa). Faktor resiko
menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah,
aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia,
dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan
intubasi dan ventilasi mekanik.
Sesuai dengan uraian diatas, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai ARDS (Sindrom
Gawat Nafas Dewasa) beserta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan terhadap pasien dengan
masalah ARDS (Sindrom Gawat Nafas Dewasa).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang di maksud dengan ARDS?
1.2.2 Bagaimana Etiologinya?
1.2.3 Bagaimanakah patofisiologinya?
1.2.4 Bagaimanakah manifestasi klinisnya?
1.2.5 Bagaimana penatalaksanaannya?
1.2.6 Apa saja komplikasi dari ARDS?
1.2.7 Bagaimanakah pemeriksaan penunjangnya?
1.2.8 Bagaimanakah asuhan keperawatan bagi pasien ARDS?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan tentang definisi ARDS
1.3.2 Menjelaskan etiologi dari ARDS
1.3.3 Menjelaskan patofisiologinya
1.3.4 Menjelaskan manifestasi klinisnya
1.3.5 Menjelaskan penatalaksanaannya
1.3.6 Menjelaskan komplikasi yang terjadi pada pasien ARDS
1.3.7 Menjelaskan pemeriksaan penunjangnya
1.3.8 Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien ARDS

BAB 2
PEMBAHASAN

A
Anatomo fisiologi

Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-saluran didalam rongga
hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga
hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang
masuk kedalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok) terletak di depan bagian
terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian
vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran.
Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari laring sampai kira-
kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus
(bronchi). Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang rawan yang
diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakhea,
selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira vertebra
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis
sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus. Yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi
oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat
bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar
20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding
yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura
yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang
berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-
paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas. (Pearce,2002)

Fisiologi
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-
paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan ekternal, oksigen diambil melalui mulut dan
hidung pada waktu bernafas, dan oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan
dalam darah dalam kapiler pulmonal. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus
membran, diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke
seluruh tubuh. Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi dalam
darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandun oksigen dari seluruh tubuh masuk kedalam
jaringan mengambil karbon dioksida dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernafasan
eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml (4,5-5 liter).
Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 %, kurang lebih
500ml, disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada
pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pernafasan secara
normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik
inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga penafasan terbalik. (Syaifuddin, 2006)

2.2 Definisi
ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh karena
terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar.
(Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000).
ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari
bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat parah. ARDS pernah dikenal dengan
banyak nama termasuk syok paru, paru-paru basah traumatik, sindrom kebocoran kapiler,
postperfusi paru, atelektasis kongestif dan insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom ini tidak
pernah timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi.
Sindrom Gawat Nafas Dewasa atau ARDS juga dikenal dengan edema paru non kardiogenik
adalah sindrom klinis yang di tandai dengan penurunan progesif kandungan oksigen arteri yang
terjadi setelah enyakit atau cedera serius. (Brunner& Suddart hal :615)
Sindrom gagal pernafasan(ARDS) merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul
pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas Dewasa
(ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma klinis yang
ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera
serius. Dalam sumber lain ARDS merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk
kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada
berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam,
emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai bentuk.
Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami sindrom
sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah. Kebanyakan
kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena infeksi oleh basil
aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1 sampai 96 jam sebelum timbul
ARDS. ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini meliputi
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema pulmonal
nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang berhubungan dengan
masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen dan pulmonary arterial wedge
pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan mungkin menjadi bagian
dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus
pertahun. Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi konsisten,
insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju mortalitas tergantung pada etiologi
dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan
sepsis, pada laju kematian menyeluruh kurang lebih 50% – 70%. Perbedaan sindrom klinis tentang
berbagai etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa menghiraukan factor
penyebab.

2.2 Etiologi
ARDS terjadi jika paru-paru terkena cidera baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
berbagai proses. Masih belum jelas diketahui mengapa ARDS yang mempunyai sebab bermacam-
macam dapat berkembang menjadi sindrom klinis dan patofisiologis yang sama. Petunjuk umum
penyebab edema alveolar yang khas agaknya berupa cidera membrane kapiler-alveolar yang
menyebabkan kebocoran kapiler. Beberapa keadaan yang paling sering menyebabkan ARDS
antara lain :
Syok karena berbagai sebab (terutama hemoragik, pankreatitis akut hemoragik, sepsis gram
negatif). Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravaskuler diseminata (DIC).
Pnemonia virus yang berat. Trauma yang berat, misalnya cidera kepala, cidera dada yang langsung,
trauma pada berbagai organ dengan syok hemoragik, fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan
dengan fraktur tulang panjang seperti femur).
Cedera aspirasi/ inhalasi misalnya aspirasi isi lambung, hamper tenggelam, inhalasi asap, inhalasi
gas iritan (seperti klor, ammonia, sulfur dioksida), pemberian inhalasi oksigen konsentrasi tinggi
(FIO2 > 50%) yang lama (> 48 jam), takar lajak narkotik.
Posperfusi pada pembedahan pintas kardiopulmoner. Infeksi (virus, bakteri, jamur, tuberculosis).
Obat-obatan (paraquat, heroin, salisilat). Rudapaksa paru dan Radiasi.Gejala biasanya muncul
dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA (Sindrom Gawat
Pernafasan Akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya seperti hati atau
ginjal. Salah satu faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalah
14 diantara 100.000 orang/tahun.

2.3 Patofisiologi
Sindrom gagal pernafasan pada orang dewasa selalu berhubungan dengan penambahan
cairan dalam paru, merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema patu karena kelainan
jantung olah karena tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Mula-mula terjadi
kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan permeabilitas enditel kapiler
paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan edema alveoli dan interstitial. Adanya peningkatan
permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli,
menyebabkan edema paru dan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru,
paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun. Kapasitas sisa berfungsi
(fungsional residual capacity) juga menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting
sindrom gagal pernafasan pada orang dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak
seimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venus (aliran darah mengalir ke alveoli yang
kolaps) dan kel;ainan difusi alveoli-kapiler sebab penebalan dinding alveoli-kapiler.Meskipun
kejadian presipitasi spectrum luas berhubungan dengan ARDS, patogenesis pada umumnya adalah
kerusakan difusi pada membrane alveolokapiler, teorinya karena satu dari dua kategori mekanisme
Aspirasi bahan kimia tertentu atau inhalasi gas berbahaya kedalam jalan nafas yang secara
langsung toksik terhadap epithelium alveolar, menyebabkan kerusakan dan peningkatan
permeabilitas membrane alveolokapilar. Kerusakan pada membrane alveolokapilar dapat diawali
pada mikrovaskular pulmonal.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun dapat
juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan (misal awitan
mendadak infeksi akut). Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru
sampai berkembangnya gejala. Durasi sindrom dapat beragam dari beberapa hari sampai minggu.
Pasien yang tampak akan pulih dari ARDS dapat secara mendadak relaps kedalam penyakit
pulmonari akut akibat serangan sekunder seperti pneumotoraks atau infeksi berat.

2.4 Manifestasi Klinik


Gambaran primer dari ARDS meliputi :
1. Pirau intrapulmonary yang nyata dengan hipoksemia.
2. Berkurangnya daya kembang paru-paru yang progresif.
3. Dispnea dengan sesak nafas.
4. Takipnea yang berat akibat hipoksemia.
5. Bertambahnya kerja pernafasan skunder terhadap penurunan daya kembang paru-paru.
6. Daya kembang paru-paru menurun hingga 15 sampai 20 ml/cm H2O.
7. Kapasitas residu fungsional juga berkurang.
8. Timbul paru-paru yang kaku yang sukar berventilasi.
Ciri khas ARDS :

1. Hipoksemia yang tidak dapat diatasi dengan pembarian oksigen selama bernafas spontan.
2. Frekuensi pernafasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi.
3. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dan nyata
dari hipoksemia.

2.5 Diagnosa
 Pemeriksaan Fisik
Karena pemeriksaan fisik sering kali tidak memberikan petunjuk, satu dari alat-alat pengkajian
yang kuat adalah kesadaran konstan terhadap penyebab ARDS. Perawat harus mempertahankan
tingkat kecurigaan yang tinggi, dan berusaha keras untuk terus mengkaji. Data dasar yang penting
harus dikumpulkan. Perubahan dan kecenderungan yang dapat merupakan petunjuk dini keadaan
abnormal fungsi paru-tanda vital, sensori dan GDA -harus dicatat. Peningkatan frekuensi
pernafasan secara bertahap tanpa gejala atau tanda penyerta mungkin merupakan petunjuk dini.
 Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa klinis yang
tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk
melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian hiperkapnea
dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir.
Pada permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat gambaran
edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan PO2
arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis
penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada saat ini foto
dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas
menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah
berat, terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit
dipertahankan.
2.6 Penatalakasanaan Medis
Tujuan Terapi :
1. Support pernapasan.
2. Mengobati penyebab jika mungkin.
3. Mencegah komplikasi.
Terapi :
1. Intubasi untuk pemasangan ETT
2. Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk mempertahankan
keadekuatan level O2 darah.
3. Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator
4. Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
a. Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
b. Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
c. Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan
mempertahankan stabilitas membran paru

2.7 Komplikasi
Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya edema
paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan dan daya aktivitas surfaktan akan menurunkan daya
tahan paru terhadap infeksi. Komplikasi PEEP yang sering adalah penurunan curah jantung,
emfisema subkutis, pneumothoraks dan pneumomediastinum. Tingkat kemaknaan ARDS sebagai
kedaruratan paru ekstrim dengan rata-rata mortalitas 50%-70% dapat menimbulkan gejala sisa
pada penyembuhan, prognosis jangka panjang baik. Abnormalitas fisiologik dari ringan sampai
sedang yaitu abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara), defek difusi sedang dan
hipoksemia selama latihan. Hasil positif pada pasien yang sembuh dari ARDS paling mungkin
fungsi tiga dari kemampuan tim kesehatan untuk melindungi paru dari kerusakan lebih lanjut
selama periode pemberian dukungan hidup, pencegahan toksisitas oksigen dan perhatian terhadap
penurunan sepsis.

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
a) Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
b) Defek difusi sedang
c) Hipoksemia selama latihan
d) Toksisitas oksigen
e) Sepsis

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
a) Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
b) Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
c) Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
d) Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
e) Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
Pemeriksaan Rontgent Dada :
a) Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
b) Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Tes Fungsi paru :
a) Pe ↓ komplain paru dan volume paru
b) Pirau kanan-kiri meningkat

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian dengan pasien ARDS, meliputi :
a) Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

b) Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan ARDS meminta pertolongan dari tim
kesehatan

c) Riwayat penyakit saat ini


Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi
pengkajian.
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah
sesak napas berkurang apabila beristirahat?
2. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa
sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari
posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
3. Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
4. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
5. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau siang
hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala
secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala
timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
ARDS, Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu. Catat adanya
efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat
badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan ARDS berhubungan erat
dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual..
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi ARDS tidak diturunkan/tidak?
f) Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per system
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2
dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.

Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital


Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang dengan
menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara umum tentang kesadaran
klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu
tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.

B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi :
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak
kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi
pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space
(ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi
tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS) pada
sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang
melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak
napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum
yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai adanya
brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat
banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi :
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat
dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan
kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru
dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada
klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal
sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada
bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.
Perkusi :
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi
pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi
cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan
terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting
bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai
resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan
pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleuramasif
mendorong ke sisi sehat.
d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya
kengjungtiva anemis pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
fifampisin.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara
lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan,
upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
4. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk
yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan,
upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
a) Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
b) Mendemontrasikan batuk efektif.
c) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Intervensi Rasional
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang
1. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
efektif dan mengapa terdapat penumpukan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
sekret di saluran pernapasan. rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat
2. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan
pengontrolan batuk dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk
4. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas
setegak mungkin. dan meningkatkan ventilasi alveolar.
4. Lakukan pernapasan diafragma. 5. Meningkatkan volume udara dalam paru
5. Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
6. Pengkajian ini membantu mengevaluasi
mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke keefektifan upaya batuk klien.
dua , tahan dan batukkan dari dada dengan7. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat
melakukan 2 batuk pendek dan kuat. menyebabkan sumbatan mukus, yang
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien mengarah pada atelektasis.
batuk. 8. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
9. Expextorant untuk memudahkan
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak perbaikan kondisi klien atas pengembangan
kontraindikasi. parunya.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang
baik setelah batuk.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter : pemberian expectoran,
pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol
Kriteria Hasil :
a) Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
b) Pasien tampak rileks
Intervensi Rasional
1. Observasi karakteristik nyeri. Misalnya:1. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat
tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan diukur.
karakter /lokasi/intensitas nyeri. 2. Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan
2. Pantau TTV. bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila
3. Berikan tindakan nyaman. Misalnya: pijatan alasan untuk perubahan tanda vital telah
punggung, perubahan posisi, musik tenang, terlihat.
relaksasi/latihan nafas. 3. Tindakan non analgesik diberikan dengan
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering. sentuhan lembut dapat menghilangkan
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
menekan dada selama episode batukikasi. analgesik.
6. Kolaborasi dalam pemberian analgesik4. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat
sesuai indikasi mengiritasi dan mengeringkan membran
mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada
sementara meningkatkan keefektifan upaya
batuk.
6. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk
non produktif, meningkatkan kenyamanan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil : Suhu tubuh 36°C-37°C
Intervensi Rasional
1. Kaji suhu tubuh pasien. 1. Mengetahui peningkatan suhu tubuh,
2. Beri kompres air hangat. memudahkan intervensi.
3. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum2. Mengurangi panas dengan pemindahan panas
1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi). secara konduksi. Air hangat mengontrol
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian pemindahan panas secara perlahan tanpa
yang tipis dan mudah menyerap keringat. menyebabkan hipotermi atau menggigil.
5. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu,3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau akibat evaporasi
sesuai indikasi. 4. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
6. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan tipis mudah menyerap keringat dan tidak
pemberian obat sesuai program. merangsang peningkatan suhu tubuh.
5. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
6. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan panas tubuh
pasien.
4. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk
yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan
bebas tanda malnutrisi.
b) Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang
tepat.
Intervensi Rasional
1. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit,
1. Berguna dalam mendefinisikan derajat
timbang berat badan, integritas mukosa mulut, masalah dan intervensi yang tepat.
kemampuan menelan, adanya bising usus,
2. Membantu intervensi kebutuhan yang
riwayat mual/rnuntah atau diare. spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak
3. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
disukai.
3. Monitor intake dan output secara periodik. 4. Dapat menentukan jenis diet dan
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
tetapkan jika ada hubungannya dengan meningkatkan intake nutrisi.
medikasi. Awasi frekuensi, volume,
5. Membantu menghemat energi khusus saat
konsistensi Buang Air Besar (BAB). demam terjadi peningkatan metabolik.
5. Anjurkan bedrest. 6. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan obat-obat yang digunakan yang dapat
sesudah tindakan pernapasan. merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan
7. Memaksimalkan intake nutrisi dan
makanan tinggi protein dan karbohidrat. menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi: 8. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet
8. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan
komposisi diet. metabolik dan diet.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam
batas yang ditoleransi
Kriteria hasil :
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
Intervensi Rasional
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
1. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan
Catat laporan dispnea, peningkatan pasien memudahkan pemilihan intervensi.
kelemahan atau kelelahan. 2. Menurunkan stress dan rangsanagn
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi berlebihan, meningkatkan istirahat.
pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.3. Tirah baring dipertahankan selama fase akut
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana untuk menurunkan kebutuhan metabolic,
pengobatandan perlunya keseimbangan menghemat energy untuk penyembuhan.
aktivitas dan istirahat.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk
4. Pasien mungkin nyaman dengan kepala
istirahat. tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang meja atau bantal.
diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
5. Meminimalkan kelelahan dan membantu
aktivitas selama fase penyembuhan. keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.

BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu antara oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan
dari tubuh melalui paru.
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari
hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus
terminalis. Sedangkan zona respiratorius dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan
berakhir pada sakus alveulus terminalis.
Sindroma Gawat Pernafasan Akut (Sindroma Gawat Pernafasan Dewasa) adalah suatu jenis
kegagalan paru-paru dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang menyebabkan terjadinya
pengumpulan cairan di paru-paru (edema paru). Biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya
sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal.

Saran

Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang sehat
seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka
menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat
betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas
seseorang
I. PENDAHULUAN

Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia
agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan memberikan
toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi sebentar saja manusia
tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan
memepertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untukmetaboloisme tubuh. Oksigen
malkah bisa menjadisarana untuk mengatasi berbagai macam penyakit.1

Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris tahun 1775 dan dipakai
dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak awal tahun 1800. alvan Barach tahun 1920
mengenalkan terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit
paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula
hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik tanpa retensi
CO2.2

Komposisi udara kering ialah 20,98% O2, 0,04% CO2, 78,6% N2 dan 0,92% unsur inert lainnya,
seperti argon dan helium. Tekanan barometer (PB) di permukaan laut ialah 760 mmHg (satu
atmosfer). Dengan demikian, tekanan parsial (dinyatakan dengan lambang P). O2 udara kering di
permukaan laut adalah 0,21 x 760, atau 160 mmHg. Tekanan parsial N2 dan gas inert lainnya 0,79
x 760, atau 600 mmHg; dan PCO2 ialah 0,0004 x 760 atau 0,3 mmHg. Terdapatnya uap air dalam
udara pada berbagai iklim umumnya akan menurunkan persen volume masing masing gas,
sehingga juga sedikit mengurangi tekanan parsial gas gas-tersebut. Udara yang seimbang dengan
air jenuh dengan uap air, dan udara inspirasi akan jenuh dengan uap air saat udara tersebut
mencapai paru-paru.3

A. Transpor oksigen

Pengangkutan oksigen ke jaringan

Sistem pengangkut O2 di dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistim kardiovaskuler.
Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu tergantung pada jumlah O2 yang masuk kedalam paru-
paru, adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta
kapasitas darah untuk mengangkut O2. aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jaringan
vaskuler didalam jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 didalam darah ditentukan oleh jumlah
O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2.3

Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru kebagian respirasi paru sampai ke alveoli, membrana
basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%)
dan sisanya larut dalam plasma (3%). Dewasa muda pria, jumlah darahnya ± 75 ml/kg, wanita ±
65 ml/kg. Satu ml darah pria mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup
mengikat 4 Molekul O2 membentuk HbO2, oksi hemoglobin.4

Konsumsi oksigen keotak

Konsumsi O2 oleh otak manusia (tingkat metabolik serebrum untuk O2, CMRO2) rata-rata sekitar
3,5 ml/100 gr otak/menit (49 ml/menit untuk otak keseluruhan) pada seorang dewasa. Angka ini
mencerminkan sekitar 20 % darikonsumsi O2 total dalam keadaan istirahat. Otak sangat peka
terhadap hip[oksia, dan sumbatan terhadap pembuluh darah walaupun hanya selama 10 detik dapat
menyebabkan pingsan. Struktur-struktur vegetatif di batang otak lebih resisten terhadap hipoksia
dari pada korteks serebrum dan pasien dapat pulih dari kecelakaan misalnya henti jantung (dan
kelainan lain yang menyebabkan hipoksia yang cukup berkepanjangan) dengan fungsi vegetatif
normal tetapi mengalami defisiensi intelektual berat yang menetap : Ganglion basal menggunakan
O2 dengan tingkat yang sangat tinggi dan hipoksia kronik dapat menimbulkan gejala-gejala
penyakit parkinson serta defisit intelektual. Thalamus dan kolikulus inferior juga sangat rentan
terhadap[ kerusakan terhadap hipoksia.3

B. Tekanan parsial

Berbeda dengan zat cair, gas akan mengembang untuk mengisi ruang yang tersedia baginya, dan
volume yang ditempati oleh sejumlah molekul gas tertentu, pada suhu dan tekanan
tertentu(idealnya) akan tetap sama, bagaimanapun komposisi campuran gas tersebut.3

(diturunkan dari persamaan state of ideal gas)


Dengan: P = tekanan

n = jumlah molekul

R = konstanta gas

T = suhu absolut

V= volume

Perbedaan tekanan partial untuk O2 dan CO2menekankan bahwa hal tersebut merupakan kunci
bagi terjadinya pergerakan gas dan bahwa O2 “mengalir dari udara liar melalui alveoli dan darah
kedalam jaringan, sedangkan CO2 “mengalir turun” dari jaringan kedalam alveoli. Walaupun
demikian, jumlah kedua gas yang diangkut ke dan dari jaringan akan sangat tidak adekuat bila
sekitar 99% O2 yang larut didalam darah tidak terikat pada protein pembawa O2hemoglobin dan
bila sekitar 94,5% CO2 yang larut dalam darah tidak mengalami serangkaian reaksi kimia
reversibel yang mengubah CO2 menjadi senyawa lain.3

C. Reaksi Hemoglobin dan Oksigen

Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawaO2 yang sangat
serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari 4 subunit, masing-masing mengandung
gugus heme yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Heme adalah kompleks yang dibentuk
dari suatu porfirin dan 1 atom besi fero. Masing-masing dari ke-4 ataom besi dapat mengikat satu
molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero, sehingga reaksi
pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan
hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 ↔ HbO2.3

II. TIPE KEKURANGAN OKSIGEN DALAM TUBUH

A. Hipoksemia

Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100
mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai
PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-
94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila PaO2
kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai PaO2 dimana
setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg maka terjadi
penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,
hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.2

Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yan gbertujuan untuk


mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2)
dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang
meningkat dan sebaliknyatekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun.jaringan Vaskuler yang
mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi
yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki.
Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki
rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi
eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin
ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen.
Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan
menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jan tung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.2

B. Hipoksia3

Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan anoksia,
sebabjarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan, secara
tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis. Berbagai klassifikasi lain telah digunakan namun sidtim
4 jenis ini tetap sangat bergunaapabila masing-masing definisi istilah tetap diingat. Keempat
kategori hipoksia adalah sebagai berikut :

1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang

2. Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami denervasi
maupun pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi
3. Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti
ginjal dan jantung saat terjadi syok

4. Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan
paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida

Hipoksia Hipoksik 3

Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta
merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya.

Gejala dan tanda hipoksia hipoksik3

1. Pengaruh penurunan tekanan barometer

Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis respiratorik

2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen

Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau lebih rendah
dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan
pada tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung
uap air panas dari dalam tubuh menimbulkan kematian

3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa

Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada ketinggian
5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya seseorang hilang kesadaran.

4. Efek lambat akibat ketinggian

Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas, serta mual dan
muntah.

5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis cenderung
melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan
menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia.

Penyakit yng menyebabkan Hipoksia Hipoksik3

Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan organ pertukaran gas,
penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi
vena kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan. Kegagalan paru terjadi
bilakeadan seperti fibrosis pulmonal menyebabkan blok alveoli – kapiler atau terjadi ketidak
seimbangan ventilasi – perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot
pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh berbagai gangguan
mekanik seperti pneumothoraks atau obstruksi bronkhialyang membatasi ventilasi. Kegagalan
dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme persarafan yang mengendalikan
ventilasi, seperti depresi neuron respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.

Hipoksia Anemik3

Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan kadar 2,3-
DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun
demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan
latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan O2 kejaringan
aktif.

Hipoksia Stagnan3

Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat
terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada
gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan
dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok
paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya
lebih tinggi dari jantung.
Hipoksia Histotoksik

Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh
keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya.
Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja
dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan
pengobatan menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat
dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.

C. Gagal Nafas2

Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di instansi perawatan
intensif (IP). Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara
adekuat atau tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas
terjadi karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan karbondioklsida dan
penurunan jumlah oksigen yang diangkut kedalam jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis
tidak dibatasi oleh usia dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas hampir
selalu dihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain dalam proses respirasi
tidak boleh diabaikan.

Gagal Nafas Tipe I 2

Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan kegagalan oksigenasi. PaO2 ≤50
mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, sedangkan PaCO2 ≤40 mmHg, meskipun ini bisa juga
disebabkan gagal nafas hiperkapnia. Ada 6 kondisi yang menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu:

1. Ketidak normalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2)

2. Kegagalan difusi oksigen

3. Ketidak seimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]

4. Pirau kanan ke kiri


5. hipoventilasi alveolar

6. konsumsi oksigen jaringan yang tinggi

Gagal Nafas Tipe II 2

Tipe ini dihubungkandengan peningkatan karbondioksida karena kegagalan ventilasi dengan


oksigen yang relatif cukup. Beberapa kelainan utama yang dihubungkan dengan gagal nafas tipe
ini adalah kelainan sistem saraf sentral, kelemahan neuromuskuler dam deformiti dinding dada.
Penyebab gagal nafas

tipe II:

1. Kerusakan pengaturan sentral

2. Kelemahan neuromuskuler

3. Trauma spina servikal

4. Keracunan obat

5. infeksi

6. Penyakit neuromuskuler

7. Kelelahan otot respirasi

8. Kelumpuhan saraf frenikus

9. Gangguan metabolisme

10. Deformitas dada

11. Distensi abdomen massif

12. Obstruksi jalan nafas


III. TUJUAN TERAPI OKSIGEN

Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan,
sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih
dari 90%. Besarnya fraksi oksigen inspirasi yang didapat unit paru sesuai dengan volume oksigen
yang diberikan pada pasien dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 2

Alat Aliran (L/menit) Fi O2 (fraksi oksigen inspirasi)


Kanula nasal 1 0,24

2 0,28

3 0,32

4 0,36

5 0,40

6 0,44
Masker oksigen 5-6 0,40

6-7 0,50

7-8 0,60
Masker dengan 6 0,60
kantong reservoir
7 0,70

8 0,80

9 ≥0,80

10 ≥0,80

Pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen mempunyai arti yang sangat terbatas pada
hipoksia stagnan. Anemik dan histotoksik, karena yang dapat dicapai melalui cara ini hanyalah
peningkatan dalam jumlah O2 yang larut di dalam darah arteri. Hal ini juiga berlaku bagi hipoksia
hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah vena yang tidak teroksigenasi melewati paru-paru. Pada
bentuk hipoksia hipoksik lainnya, pemberian O2 sangat bermanfaat. Namun perlu diingat, bahwa
pada penderita gagal paru berat dengan hiperkapnia, kadar CO2 dapat sedemikian tingginya sampai
menekan dan bukan merangsang pernafasan.3

Walau tergolong jenis terapi dan teknologi kesehatan mutakhir, tetapi dengan menggunakan
oksigen murni yang mulai marak sekarang, sebenarnya sudah ditemukan sejak hampir 400 tahun
yang lalu, namun berbgai benturan yang dihadapi membuat dunia kesehatan terkesan kurang
mengakui teknik ini. Di Indonesia sendiri terapi oksigen murni dengan mempergunakan ruang
hiperbarik mulai dikenal sejak tahun enam puluhan. Namun penggunaannya masih terbatas bagi
kalangan penyelam AL yang mengalami penyakit dekompensasi yang terjadi akibat penurunan
tekanan yang terlampau cepat dari bawah keatas permukaan air. Gejala-gejalanya antara lain
adalah nyeri diseluruh tubuh, pusing dan kehilangan orientasi.1

IV. INDIKASI TERAPI OKSIGEN

Pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen mempunyai arti yang sangat terbatas pada
hipoksia stagnan, anemik dan histologik.karena yang dapat dicapai melelui cara ini hanyalah
peningkatan dalam jumlah O2 yang larut didalam darah arteri. Hal ini berlaku juga bagi hipoksia
hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah venayang tidak teroksigenasi melewati paru-paru. Pad
abentuk hipoksia hipoksik lainnya, pemberian O2 sangat bermanfaat namun perlu diingat, bahwa
penderita dengan gagal paru berat dengan hiperkapnia, kadar CO2 dapat sedemikian tingginya
sampai menekan dan bukan merangsang pernafasan. Sebagian penderita ini tetap bernafas karena
adanya rangsang kemoreseptor karotis dan aorta padapusat pernafasan. Apabila pemicuan oleh
hipokisia dihilangkan melalui pemberian O2, pernafasan dapat berhenti. Selama apnea, PO2 darah
arteri menurun, namun pernafasan mungkin tidak akan timbul kembali, karena peningkatan PCO2
akan lebih mendepresi pusat pernafasan. Oleh sebab itu, pemberian O2 pada keadaan ini dapat
berakibat fatal.3

Dalam perkembangannya barulah terapi oksigen ini dipakai untuk mengatasi penyakit-penyakit
seperti luka pada penderita diabetes hingga stroke. Tetapi yang membuatnya menanjakpopuler
sekarang ternyata adalah dengan meningkatnya kebutuhan orang akan hal kecantikan dan
kebugaran. Secra perlahan kalangan awam mulai mengenal hal ini hingga baru sekarang teknik
terapi ini dikenal orang sebagai terapi modern dalam dunia kesehatan.sekarang banyak yang
menggunakan terapi ini untuk mencegah penuaan,menambah kecantikan dan kebugaran juga
mencegah terjadinya kebotakan, dimana melalui sebuah survei mencatat alasan yang cukup tinggi
pada pengguna terapi ini.

Begitupun belum banyak pusat pusat kesehatan yang menyediakan fasilitas ini karena biayanya
yang masih relatif mahal dan terapinya yang harus dilakukan secara berkala. Sementara di
Amerika, Eropa dan Jepang pemakaiannya ternyata sudah begitu meluas sampai pusat-pusat
kebugaran. Sebuah laporan malah menyebutkan adanya tempat yang dinamakan Oxy Bar dimana
pengunjung dapat menghirup oksigen murni dengan berbagai pilihan yang beragam.1

Pemanfaatan terapi hiprebarik oksigen ini mengambil suatu pelajaran dari kecelakaan penyelaman
dan segala penyakit yang ditimbulkannya. Sebetulnya, bahaya atau penyakit yang dialami oleh
penyelam juga dirasakan sama oleh pekerja di ruang adara bertekanan tinggi. Saat turun, dapat
terjadi barotrauma yang terjadi pada telinga, gigi lubang, paru-paru dan lainnya.

Ketika didasar, dapat mengalami keracunan udara pernafasan seperti keracunan oksigen, nitrogen,
karbonmonoksida, maupun karbondioksida. Sedang saat naik, dapat terjadi penyakit dekompresi,
serta barotrauma.

Karenanya banyak penyakit yang dapat di terapi dengan hiperbarik ini seperti penyakit
dekompresi, emboli udara, aktinomikosis,anemia, insufisiensi arteri perifer akut, infeksi bakteri,
keracunan CO, keracunan sianida, gas gangren, cangkokan kulit, infeksi jaringan lunak oleh
kuman aerob dan an-aerob, osteoradionekrosis, radionekrosis jaringan lunak, sistisis akibat radiasi,
ekstraksi gigi pada rahang yang diobati dengan radiasi, mukomikosis, osteomielitis, ujung
amputasi yang tidak sembuh, luka diabetik, inhalasi asap, serta luka bakar.5

Terapi dengan oksigen murni mempunyai efek yang baik bagi aliran darah da kelangsungan hidup
jaringan yang terkena gangguan kekurangan oksigen. Penggunaan terapi oksigen bertekanan tinggi
ini kian meningkat dalam klinis. Pada jaringan disekitar yang terdapat luka, biasanya terjadi
hambatan kelancaran aliran oksigen. Padahal oksigen itu penting dan merupakan salah satu faktor
penentu dalam proses penyembuhan luka, biasanya terjadi hambatankelancaran aliran oksigen.
Padahal oksigen itu penting dan merupakan salah satu faktor penentu dalam proses penyembuhan
luka, sekaligus menangkal terjadinya infeksi. Kemampuan menghambat terjadi infeksi dengan
terapi oksigen bertekanan tinggi ini punya ciri dan kelebihan tersendiri dibanding dengan
pemakaian antibiotika.5

Beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang
tepat, pengobatan optimal dan indikasi terapi oksigen ini akan dapat memperbaiki keadaan
hipoksemia dan perbaikan klinik. Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan
dengan beberapa cara dibawah ini.2

1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus)

Diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:

PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%

PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale, polisitemia (hematokrit
>56%)

2. Pemberian secara berselang

Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:

Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%

Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti hipertensi
pulmoner.somnolen dan aritmia.

Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi
gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka
panjang.

V. KONTRA INDIKASI TERAPI OKSIGEN

Kasus-kasus yang tak diperkenankan menggunakan terapi ini antara lain adalah orang dengan
kelainan paru-paru karena bisa mengakibatkan pecahnya paru-paru dalam ruangan bertekanan
tinggi, orang dengan riwayat operasi paru, infeksi saluran nafas atas, cedera paru, tumor ganas,
orang yang mengidap penyakit-penyakit menular lain dan mengidap gaustrophobia (rasa takut
berada dalam ruangan tertutup). Karena itu, biasanya pasien diminta menyediakan data
pemeriksaan darah lengkap dan hasil foto rontgen paru minimal 6 bulan berselang sebelum
memulai terapi oksigen hiperbarik ini. Jadi bila ingin mencoba terapi oksigen mutakhir dengan
cara menghirup oksigen murni dalam ruangan hiperbarik ini tentu saja tak ada salahnya, tetapi
jangan lupa untuk memenuhi persyaratan dan prosedurnya serta satu hal yang paling penting yaitu
harus terlebih dahulu dimulai dengan berkonsultasi pada ahlinya untuk mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan.1

Berapa lama biasa terapi ini dilakukan? Berbeda dengan kasus-kasus penyelamanyang
membutuhkan waktu hingga lima jam, dari survey didapat data kira-kira sekitar satu jam untuk
tujuan kebugaran dan kecantikan dan bisa lebih lama sedikit untuk penyakit-penyakit yang lebih
serius. Terapi oksigen hiperbarik ini dilakukan secara berkala mulai dari enam sampai sepuluh kali
berturut-turut selama satu jam tergantung pada tempat penyedia fasilitasnya.1

Kontra indikasi terapi hiperbarik terutama pada penderita pneumothorak yang belum dirawat,
kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi
pneumothorak tersebut, dan juga bagi yang sedang hamil. Karena tekanan partial oksigen yang
tinggi berhubungan dengan penutupan patent ductus arteriosus bersifat bahaya bagi kehamilan
dan janin yang dikandung. Namun demikian, ada juga penelitian yang menunjukkan hasil,
komplikasi seperti itu tidak terjadi.

Penggunaan terapi oksigen hiperbarik sangat luas. Meskipun demikian penggunaannya relatif
masih kecil dibanding jumlah penduduk Indonesiayang sedemikian besar.5

VI. METODE

Oksigen diberikan dengan kanula nasal 2 (dua) liter permenit dapat meningkatkan fraksi oksigen
inspirasi dari 21% menjadi 27%, pendapat lain menyatakan bahwa oksigen dapat diberikan 2-4
liter per-menit. Metode ini kurang efisien sebab hanya oksigen yang mengalirpada awal inspirasi
saja yang sampai di alveoli dan ikut proses pertukaran gas. Penggunaan kateter transtrakeal
merupakan salah satu carauntuk mengatasi kurang efisiennya metode pemberian oksigen dengan
kanula nasal. Keuntungan kateter transtrakeal adalah mengurangi volume ruang rugi anatomik,
karena oksigen yang diberikan dosis kecil dan langsung melalui trakea, mengurangi iritasi nasal,
telinga dan fasial serta mencegah bergesernya alat tersebut pada saat tidur. Komplikasi yang dapat
terjadi dengan cara pemberian seperti ini adalah emfisema subkutis, bronkospasme, batuk
paroksismal, dislokasi kateter, infeksi di lubang trakea tempat masuknya kateter transtrakeal dan
mucous ball yang bisa mengakibatkan keadaan menjadi fatal.2

Terapi oksigen dengan ruang hiperbarik dilakukan dalam ruangan yang terbuat dari baja dengan
tekanan udara dibuat berkisar antara2-3 atm. Dalam tekanan yang lebih tinggi ini perjalanan
oksigen ternyata akan menjadi lebih lancar termasuk bagi oarang yang mengalami penyempitan
pembuluh darah. Oksigen murni yang dihirupnya akan tetap lancar memasuki pembuluh darah
menuju sel karena tekanan tinggi akan oksigen larut dalam cairan tubuh sehingga dapat sampai
kesetiap jaringan tubuh dengan cepat. Dengan mekanisme ini maka semua jaringan sel dalam
tubuh akan mendapat oksigen secara maksimal sehingga metabolisme tubuh pun akan berlangsung
lebih baik.

Penggantian jaringan yang rusak termasuk penyembuhan luka pun akan berlangsung lebih cepat.
Beberapa penelitian malah menyebutkan keadaan ini juga dapat membunuh berbagai macam
bakteri penyebab penyakityang ada didalam tubuh. Dengan metabolisme maksimal makaproses
penuaan pun akan dapat dihanbat sehingga orang akan kelihatan tetap cantik dan bugar. Sebuah
survey konsumen di Amerika mencatat berbagai problem kesehatan yang melatarbelakangi
pemilihan terapi ini seperti diabetes, stroke, anemia berat, hingga cedera atau luka seperti cedera
olah raga, luka bakar dan sebagainya. Rata-rata ruangan hiperbarik yang ada sekarang bisa
menampung beberapa pasien sekaligus.1

Awalnya, terapi oksigen hiperbarik (OHB) biasa digunakan sebagai terapi bagi penyelam untuk
menormalkan gas-gas dalam tubuhnya. Biasanya, penyelam dimasukkan kedalam Hyperbaric
Chamber atau Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) lalu diberi oksigen murni (100 persen)
dengan cara dihirup melalui hidung dengan menggunakan masker. Peserta bisa duduk atau
berbaring didalamnya. Pada prinsipnya, dalam terapi hiperbarik ini, penderita atau peserta
menghisap oksigen dalam ruangan bertekanan tinggi, hingga sekitar 2,4 atmosfer absolut. Tekanan
yang diberikan, hampir tiga kali lipat tekanan udara biasa. Sedangkan oksigen murni yang terhisap
sekitar lima kali oksigen pada udara biasa. Hiperbarik ini mempunyai manfaat yang cukup banyak.
Menurut Dr Muhammad Akbar, Sp.S, ketua bagian saraf Unhas/RS Wahidin Sudirohusodo, terapi
hiperbarik sangat baik untuk menormalkan jaringan hipoksia (kekurangan oksigen) dan anoksia
(tidak ada oksigen), dan meningkatkan kemampuan lekosit membunuh kuman. Tak hanya itu,
terapi oksigen itu juga dapat meningkatkan neovaskularisasi (jaringan darah) dan proliferasi
(pertambahan sel baru yang menggantikan sel mati) serta mengobati penyakit dekompresi.
Belakangan, para ilmuwan menemukan bahwa terapi oksigen tersebut juga baik bagi penderita
diabetes mellitus (DM) maupun stroke. Bahkan, dikota-kota besar di luar negri maupun di Jakarta
dan di Surabaya, penggunaan terapi oksigen ini berkembang pesat. Terapi oksigen hiperbarik
mulai dikenal sebagai terapi yang dapat membuat tubuh sehat dan bugar, bahkan menjadi salah
satu jurus ampuh untuk tampil awet muda dengan cara paling aman.7

Prinsip dasar terapi hiperbarik, penderita menghisap oksigen dalam ruangan bertekanan tinggi,
hingga sekitar 2,4 atmosfer absolut. Dengan tekanan yang diberikan, hampir tiga kali lipat tekanan
udara biasa, dan oksigen murni yang terhisap sekitar lima kali oksigen pada udara biasa. Sehingga
total oksigen mampu terkonsumsi dalam terapi hiperbarik oksigen ini, 15 kali lebih
banyak,dibanding bernafas dalam keadaan biasa.

Pelaksanaan pengobatan dengan oksigen hiperbarik dapat dikerjakan di dalam kamar tunggal
(monoplace chamber) atau kamar ganda (multiplace chamber). Kamar udara bertekanan tinggi
ganda dapat digunakan oleh banyak orang, maximum 10 orang.di sini penderita dapat didampingi
oleh perawat atau dokter yang ikutmengalami tekanan bersama dengan penderita. Dalam kamar
udara bertekanan tinggi ganda ini penderita menghisap oksigen 100% melalui masker.

Kamar udara bertekanan tinggi ganda ini cocok digunakan untuk penderita yang karena
keadaannya perlu seorang pendamping, atau bilamana akan dilakukan tindakan bedah atau yang
akan menjalani tindakan lainnya.5

Dengan terapi oksigen murni, tak perlu waktu yang begitu panjang, paling hanya satu jam. Meski
demikian, dengan mekanisme sel yang mudah dipercepat menjadi tua, dan yang tua dengan cepat
diganti yang muda, metabolisme sel tubuh menjadi sempurna kembali dalam waktu yang relatif
singkat.5

VII. SISTEM PEMBERIAN OKSIGEN


Sistem pemberian oksigen yang dipakai untuk aliran terus-menerus ada 3 macam:2

1. Oksigen dimampatkan bertekanan tinggi

Oksigen disimpan dalam tabung metal bertekanan tinggi, aliran udara dapat diatur dengan alat
regulator. Macam-macam tabungnya adalah tabung H (244 cuff), tabung E (22 cuff), tabung D (13
cuff). Keuntungannya adalah murah harganya, tersedia cukup banyak dan dapat disimpan lama.
Kerugiannya adalah berat, kurang praktis dalam pengisian dan mudah meledak.

2. Oksigen cair

Oksigen cair tidak bertekanan tinggi dan dapat disimpan dalam tempat tertentu, dilengkapi dengan
alat HCF4 untuk mengubah oksigen cair menjadi gas sehingga dapat dihirup. Tempat
pennyimpanan tersebut dinamakan dewar yang dapat menyimpan O2 cair pada suhu -273oF.
Umumnya dewar berisi 100 pound oksigen yang dapat habis dalam satu minggu bila dipakai terus-
menerus dengan aliran 2 liter permenit.

3. Oksigen konsentrat

Sistem oksigen konsentrat didapat dengan mengekstraksikan udara luar menggunakan metode
molekuler sieve. Oksigen diekstraksi sehingga dapat diberikan kepada pasien dan nitrogen dibuang
kembali ke udara luar.

VIII. RESIKO TERAPI OKSIGEN

Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen
diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru
terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain
seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis.2

Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri, jamur,
biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau
lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri
tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.

Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2, selanjutnya mengalami
gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan jaringan paru (displasia
bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia
retrolental), yaitu pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan
kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak
hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening,
kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan
peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah.3

IX. KESIMPULAN

1. Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia, sebentar saja
manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan
mempertahankan kehidupan., oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.

2. Tipe-tipe kekurangan oksigen dalam tubuh terbagi dua:

a. Hipoksemia yaitu suatu keadaan dimana terjadipenurunan konsentrasi oksigen dalam


darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal, SaO2 95%

b. Hipoksia yaitu kekurangan oksigen ditingkat jaringan

c. Gagal nafas yaitu suatu keadaan kritis dimana kebutuhan oksigen darah dan sistem organ
tidak tercukupi

3. Gejala-gejala yang timbul dari hipoksia adalah

a. Alkalosis respiratorik

b. Gejala mental seperti irritabilitas, dan penurunan kesadaran

c. Sakit kepala, sesak nafas, insomnia serta mual dan muntah


4. Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan,
sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih
dari 90%

5. Indikasi terapi oksigen antara lain:

a. Diabetes

b. Stroke

c. terapi untuk kecantikan dan kebugaran

d. Penyakit dekompresi

e. Emboli udara

f. Aktinomikosis

g. Anemia

h. Insufisiensi arteri perifer akut

i. Infeksi Bakteri

j. Keracunan CO

k. Keracunan sianida

l. Gas ganren

m. Cangkokan kulit

n. Infeksi jaringan lunak

o. Osteomielitis

p. Ekstraksi gigi
6. Kontra indikasi terapi oksigen antara lain

a. Kelainan paru

b. Riwayat operasi paru

c. Infeksi saluran nafas atas

d. Cedera paru

e. Tumor ganas

f. Penyakit menular

g. Pengidap gaustrophobia

h. Kehamilan

i. Pneumothorax

7. Resiko terapi oksigen antara lain adalah:

a. Keracunan oksigen

b. Retensi CO2

c. Atelektasis

d. Disstress substernal

e. Kongesti hidung

f. Nyeri tenggorokan

g. Batuk

h. Retinipati prematuritas
i. Kedutan otot

j. Rasa pening

k. kejang

l. Bunyi berdering dalam telinga

m. Koma

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Meditasi Dzikir. Stress and Health Solution. Web .12 Desember 2005.
www.MedDzik.org

2. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005

3. Ganong, F. William. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. jakarta: EGC. 2003

4. Latief, A. Said. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif. Jakarta.
2002

5. Anonymous. Hiperbari Terapi Oksigen Murni Tekanan Tinggi. Web 11 April 2004.
www.pikiranrakyat.com

6. Anonymous. Sehat dan Bugar dengan Terapi Oksigen. Web. 3 May 2006. www.fajar.co.id

You might also like