You are on page 1of 62

KIMIA DAN BIOKIMIA KELAPA SAWIT

BAB 1
1. Pengenalan
Minyak kelapa merupakan monokotiledon milik spesies Elaeis. Ini adalah
pohon abad dan tanaman penghasil minyak tertinggi, menghasilkan rata-rata 3,7 T
minyak per hektar per tahun di Malaysia. Tanaman ini unik menghasilkan dua jenis
minyak. Daging mesocarp menghasilkan minyak kelapa yang digunakan terutama
untuk tujuan dimakan dan kernel akan menghasilkan minyak kernel kelapa sawit
yang penggunaannya secara luas dalam industry oleokimia. Genus Elaeis terdiri
dari dua spesies, yang bernama E. Guineensis dan Elaeis Oleifera. E. Guineensis
berasal dari Afrika Barat dan bahan penanaman yang komersial terutama spesies
ini. E. Oleifera merupakan tanaman pendek asal Amerika Selatan dan minyaknya
ditandai dengan kandungan asam oleid yang tinggi.
Minyak kelapa sawit menjadi minyak sayur yang paling penting nomor dua
di dunia setelah minyak kedelai pada tahun 1980. Minyak ditunjukkan sebagai
kepemilikan Malaysia, Indonesia, Nigerria, Pantai Gading atau Negara sumber
lainnya. Asal minyak sering memberika indikasi identitas dan karakteristik
kualitasnya. Pada saat ini, produksi minyak kelapa sawit terbesar di dunia dating
dari Asia Tenggara, khususnya Malaysia da Indonesia. Produksi minyak kelapa
sawit Malaysia naik dri 8,3 juta Ton pada tahun 1998 menjadi 10,6 juta T pada
tahun 1999, dan mempertahankan posisinya sebagai penyuplai minyak terbesar d
dunia. Saat ini, minyak kelapa sawit menyumbang 13% dari total produksi minyak
dan lemak dunia dan diperkirakan akan menyalip minyak kedelai sebagai minyak
sayur yang paling penting.

BAB 2
2. Asal Mula
E. guineensis berasal dari Afrika Barat. Ini pertama kali diperkenalkan ke
Brasil dan negara-negara tropis lainnya pada abad ke-15 oleh Portugis. Namun,
propagasinya tidak lepas landas sampai abad ke-19 ketika Belanda membawa bibit
dari Afrika Barat ke Indonesia menghasilkan empat bibit yang ditanam di Bogor,
Indonesia pada tahun 1848. Kelapa sawit disebut dura dan progeni dari bibit ini
ditanam sebagai tanaman hias di Deli dan dikenal sebagai Deli Dura. Dari sana
kelapa sawit dikirim ke Kebun Raya di Singapura pada tahun 1875, dan kemudian
dibawa ke Malaya (seperti Malaysia Barat kemudian dikenal) pada tahun 1878.
Kelapa sawit awalnya ditanam di Malaya sebagai tanaman hias dan penanaman
komersial pertama hanya pada tahun 1917.
E. oleifera berasal dari Amerika Selatan. Minyak mesokarp E. oleifera
memiliki kandungan asam oleat dan linoleat yang lebih tinggi dan kandungan asam
palmitat serta asam jenuh lainnya yang lebih rendah. Nilai yodium (IV) berkisar
antara 70 ± 80. Minat utama saat ini pada E. oleifera adalah potensi pembawaan
karakter berguna untuk hibrida interspesifik dengan E. guineensis. Baik E.
guineensis dan E. oleifera memiliki jumlah kromosom somatik yang sama sebesar
32 dan mudah hibridisasi [2]. Keuntungan dari hibrida F1 atas E. guineensis adalah
minyak yang lebih tidak jenuh dan keuntungan yang lebih rendah (a lower height
increment).

BAB 3
3. Deskripsi Buah
Buah kelapa sawit merupakan buah biji yang membentuk tandan yang rapat.
Percarp terdiri dari 3 lapis, yaitu eksocarp (kulit), mesocarp (pulpa terluar yang
megandung minyak kelapa sawit, dan endocarp (cangkang keras pelapis kernel
(endosperma) yang megandung cadangan minyak dan karbohidrat untuk embrio).
Ketebalan cangkang (batok) dikendalikan oleh gen tunggal. Homozigot dura
(sh+sh+) cangkanya lebih tebal dan homozigot pisifera (sh-sh-) tidak memiliki
cangkang. Persilangan antara dura dan pisifera menghasilkan heterozigot tenere
yang H cangkan tipis dikelilingi oleh cincin serat pada mesocarp. Cangkang tenera
yang lebih tipis menghasilkan mesocarp yang lebih berminyak. Sejak 1961,
sebagian besar bahan-bahan tanam ialah tenera (dura + pisifera). Pisifera tidak
digunakan sebagai bahan tanam komersial karena sebagian besar tidak subur.
BAB 4
4.1 Pertumbuhan Buah dan Dekomposisi Minyak
Pertumbuhan buah dimulai pada 2 minggu setelah penyerbukan dan terjadi
secara bersamaan dengan masaknya organ produksi jantan dan betina. Pada 8
minggu setelah penyerbukan, benih endosperm masih cair dan menjadi semi gelatin
pada 10 minggu setelah penyerbukan. Deposisi minyak pada endosperma mulai 12
minggu setelah penyerbukan dan hampir penuh pada 16 (WAA). Selama rentan
waktu ini, endosperma dan endocarp perlahan mengeras dan endocarp menjadi
cangkang keras pada 16 WAA melapisi kernel (endosperma bewarna
putih).deposisi minyak pada mesocarp mulai pada 15 WAA dan berlanjut sampai
kematangan buah selama 20 WAA. Buah-buah pada tandan tidak metang secara
bersamaan karena sedikit variasi pada waktu penyerbukan. Jangkan waktu
kesediaan bunga-bunga kecil pada pemekaran bunga betina ialah 2-5 hari. Buah-
buah pada akhir dari setiap buliran yang matang pertama dan mereka pada dasar
terakhir. Buah-buah pada bagia luar tandan besar-besar dan sangat bewarna oren
ketika matang sedangkan bagian dalam lebih kecil dan pucat. Bukti lebih lanjut
akumulasi lipid pada tandan setelah timbulnya abses buah pertama telah
bertentangan. Terdapat beberapa laporan seperti :
1. Minyak lanjut terdispersi pada tandan setelah abses pertama
2. Jatuhnya satu buah menandakan kematangan keseluruhan pada tandan
dengan sintesis minyak yang tida berlanjut.
3. Akumulasi minyak pada tandan (lengkap) pada tanda pertama abses buah.
Peningkatan dalam kandungan minyak setelah ini jelas sebagai hasil dari
pengeringan sebagai buah matang.
4.2 Perubahan mutu lipid dan perubahan komposisi asam lemak pada saat (seiring
dengan) peningkatan perkembangan minyak sawit dalam mesocarp
Oo et al. dan Bafor dan Osagie mempelajari perubahan mutu dan komposisi
lipid pada peningkatan mesocarp E. guineensis var. tenera and var. Dura, secara
berturut-turut. Hasil dari Oo et al. dan Osagie ditampilkan pada tabel 1 dan 2 dan
hasil tersebut pada dasarnya mirip dengan hasil yang didapatkan oleh Bafor dan
Osagie. Fosfolipid merupakan mutu lipid utama sebelum pengendapan minyak,
yaitu sekitar 60% dari total lipid pada 8-12 WAA. Fosfolipid membentuk sebagian
besar komponen polar dari mesocarp kelapa sawit yang belum matang. Pada
keadaan matang, kadang-kadang glikolipid membentuk komponen utama dari lipid
polar.
Bafor dan Osagiemelaporkan bahwa sebagian besar fosfolipid dari
mesocarp kelapa sawit yang belum matang (8 WAA) terdiri dari
phosphatidycholine (PC), dilanjutkan phosphatidylinositol (PI) dan
lysophosphatidyl-choline (LPC) dengan jumlah PC sekitar 51% dari total
fosfolipid. Phosphatidylethanolamine (PE) yang tidak terdeteksi pada 8 WAA,
terhitung 20% dari total fosfolipid pada 18 WAA.

Tabel 1. Perubahan kandungan lipid berdasarkan peningkatan mesocarp kelapa


sawit [10]a

a
Angka pada tanda kurung menunjukkan persentase (%) mutu lipid di setiap
sampel. WAA, minggu setelah pemanenan; TL, total lipids; FA, asam lemak;
TAG, DAG, MAG, mono-, di-, tri-asilgliserol; PL, lipid polar.

Meskipun presentase komposisi fosfolipid menurun seiring peningkatan


buah, kandungan totalnya tetap konstan, hal ini menunjukkan bahwa membran lipid
sebelumnya telah disintesis selama peningkatan buah.
Tabel 2. Perubahan komposisi asam lemak dari lipid berdasarkan tingkat
mesocarp yang berbeda [10]a

a
Asam lemak menunjukkan angka atom karbon: angka ikatan rangkap

Monogalactosyldiacylglycerol (MGDG) dan digalactosyldiacylglycerol


(DGDG) merupakan glikolipid utama dari mesocarp mentah yang berjumlah 62 dan
38% dari total glikolipid.MGDG merupakan glikolipid utama dalam mesocarp
matang. Glikolipid lain yang teridentifikasi yaitu esterified glycoside, steryl
glycoside, cerebrosides dan DGDG.
Pada Malaysian terena komersial, lipid netral, terutama triasilgliserol
(TAG) meningkat dengan cepat dari 16 WAA dan mencapai maksimum pada 20
WAA sejalan dengan akumulasi total lipid. Nigerian dura menunjukkan pola yang
hampir sama kecuali pada akumulasi TAG dari 18-22 WAA.
Asam palmitoleat dan asam linolenat menunjukkan jumlah yang signifikan
di tahap awal sintesis lipid. Khusus untuk kloroplas dan membran asam lemak
menunjukkan perbandingan yang tinggi dari kloroplas dan sintesa seluler menuju
penyimpanan lipid sintesis. Namun asam lemak ini tidak terdeteksi setelah 16 WAA
dikarenakan sangat sedikit dibandingkan akumulasi penyimpanan lipid.
Mesocarp yang belum matang mengandung banyak klorofil yang menurun
hingga 17 WAA disertai dengan akumulasi yang besar dari karoten setelah buah
matang. Selain itu, karakteristik dari mesocarp hijau yang belum matang
mengandung banyak sterol. Setelah buah matang, kandungan sterol menurun akibat
pengenceran dalam jumlah besar TAG sintesis.
Monoasilgliserol (MAG) tidak termasuk dalam biosintesis TAG dan adanya
monoasilgliserol pada jaringan ekstrak merupakan akibat dari aktivitas lipolitik.
Seperti yang dilihat pada tabel 1, kadar MAG cukup rendah selama peningkatan
buah pada minyak sawit mesocarp. Presentase keduanya 1,2- dan 1,3-siasilgliserol
(1,2- dan 1,3-DAG) menurun dengan akumulasi TAG secara bertahap. 1,2-DAG
merupakan prekursor yang mendekati TAG dan konsentrasinya dalam mesocarp
menunjukkan bahwa konsentrasinya seimbang selama jalannya biosintesis.
Asam lemak utama dari minyak sawit TAG yaitu 16:0, 18:1 dan 18:2. Pada
buah muda (8-12 WAA), 18:3 merupakan penambahan asam lemak utama. Pada
buah matang (20 WAA), asam palmitat merupakan asam lemak utama sekitar 44%
dari total komposisi asam lemak, diikuti asam oleatdan linoleat sekitar 39 dan 10%.
Kadar asam oleat lebih tinggi dan asam palmitat lebih rendah pada 16-18 WAA
dibandingkan dengan buha matang. Hal ini dikarenakan tingginya aktivitas
palmitoyl-ACP thioesterase pada buah matang. Stereospesifik penyebaran residu
lemak asil minyak sawit ditunjukkan pada tabel 3. Penyebaran ini sangat ditentukan
oleh acyltransferase enzymes dari Kennedy Pathway. Enzim pertama pada
Kennedy Pathway, glycerol-3-P acyltransferase (GPAT) mengatalisis esterifikasi
acyl-CoAs menjadi posisi sn-1 dari glycerol backbone menghasilkan formasi 1-acyl
sn-glycerol-3-phosphate atau lysophosphatidate. Kegiatan 1-acyl-sn-glycerol-3-
phosphate acyltransferase (LPAAT) pada posisi sn-2 menproduksi phosphatidate.
Phosphatidate phosphohydrolase menghidrolisis fosfat dari phosphatidate untuk
menghasilkan 1,2-diacylglycerol. Tahap terakhir di Kennedy pathway yaitu
katalisasi oleh 1,2-diacylglycerol acyltransferase (DAGAT) yang menambah grup
asil ke sn-3 untuk memproduksi triasilgliserol (TAG).
Pada tanaman, GPAT berperan sebagai enzim yang mengontrol batas
karbon yang masuk dalam Kennedy pathway. Meskipun GPAT setengah jebuh,
GPAT lebih rendah daripada LPAAT. Pada CPO, jenis TAG C50 dan C52
berjumlah sekitar 43 dan 41% dari total kompsisi TAG. Komponen utama dari C52
yaitu POO dan OOP. Berdasarkan distribusi tersebut, tiga posisi dari molekul
gliserol dapat memuat baik asam palmitat maupun asam oleat. Namun, terdapat
beberapa pilihan untuk asam palmitat dibanding asam oleat pada sn-1. Manaf dan
Harwood terlarut dan dimurnikan GPAT dari fraksi mikrosomal minyak sawit
mesocarp dan calli. Selain itu, ditemukan bahwa minyak sawit GPAT dapat
menggunakan baik palmitoyl-CoA dan oleoyl-CoA, palmitoyl-CoA merupakan
substrat yang digemari.
LPAAT menunjukkan spesifikasi substrat yang kuat dari kebanyakan jenis
minyak biji-bijian. Pada safflower , enzim ini lebih memilih linoleat ke oleat dan
mendiskriminasi hampir seluruh asam lemak jenuh. Pada rapeseed, erucate
merupkaan substrat yang sanngat miskin dibandingkakn oleat. Tingginya
komposisi PPO pada minyak sawit menunjukkan posisi sn-2 yang biasanya spesifik
untuk asam lemak tidak jenuh, menjadi kurang spesifik pada tanaman ini.oleh sebab
itu, meskipun minyak sawit LPAAT tampak untuk dapat memiliki pilihan pada
asam oleat, minyak sawit LPAAT dapat menerima palmitoyl-CoA sebagai substrat.
Hampir sama, pada PKO jenis TAG yang utama yaitu karbon nomor 36, 38 dan 40.
Kandungan utama C36 yaitu asam laurat, sedangkan C38 dan C40 sebagian besar
terdiri dari kombinasi asam laurat dan myristic acid. Posisi sn-2 dan kernel sawit
LPAAT tidak menunjukkan spesifikasi tinggi untuk asam lemak tidak jenuh.
Sementara itu, GPAT dan LPAAT juga termasuk dalam biosintesis fosfolipid,
enzim ketiga, DAGAT, yang unik kepada TAG. Enzim ini mempunyai beberapa
selektivitas, namun pada umumnya lebih luas spesifikasinya. Oo dan Chew
mendeteksi aktivitas DAGAT baik pada mikrosom dan oil bodies dari minyak sawit
mesocarp dengan aktivitas dua hingga tiga kali lebih tinggi pada oil bodies. Pada
persiapannya mikrosomal dan oil body membutuhkan Mg2+ untuk memaksimalkan
aktivitasnya. Pada persiapan keduanya, enzim diaktifkan dengan myristoyl-CoA,
palmitoyl-CoA, stearoyl-CoA dan oleoyl-CoA. Ketika ditunjukkan bersama
campuran dari dua oleoyl-CoA, enzim mikrosomal menunjukkan tidak adanya
selektivitas namun enzim oil body telah memilih oleoyl-CoA dibandingkan
palmitoyl-CoA. Oo et al. Dan Oo dan Chew juga melaporkan bahwa aktivitas
GPAT dan LPAAT di kedua mikrosom dan persiapan oil body. Umi Salamah et al.
Melapotkan bahwa DAGAT di minyak sawit kultur callus memilih palmitoyl-CoA
sebagai substrat.

Tabel 3. Posisi penyebaran asam lemak (%) pada minyak sawit

4.3 Enzim dalam Pengaturan Komposisi Asam Lemak di Mesocarp Kelapa Sawit

Jumlah asam palmitat sekitar 44% dari total komposisi asam lemak kelapa
sawit (Mesocarp). Tidak pada minyak sayur komersial lainnya, bahwa asam
palmitat menumpuk pada tingkat ini. Banyak percobaan untuk mengubah
komposisi asam lemak dengan manipulasi genetic membutuhkan pemahaman
pengaturan/regulasi sintesis asam lemak. Pada minyak kelapa sawit, pertanyaan
yang bersangkutan untuk dijawab ialah mengapa asam palmitat menumpuk di
mesocarp.
4.4 Ketoacil Sintase

KAS II merupakan enzim kondensasi yang bertanggung jawab khusus dalam


konversi asam palmitat menjadi asam stearate, oleh karena itu enzim ini
mempunyai peran penting dalan menentukan rasio asam lemak C16 menjadi C18.
Investigasi aktivitas KAS II pada Mesocarp berkembang dari 12-21 WAA
menunjukkan bahwa aktivitas meningkat dari 15WAA mencapai maksimum pada
20 WAA. Hal ini setara dengan kelapa awit yang dimulai pada 16 WAA dan
mencapai maksimum pada kurang lebih 20 WAA.
Kandungan palmitat yang tinggi realif terhadap stearate dalam minyak
kelapa sawit yang menunjukka bahwa KAS II sebagai tingkat pengontrol enzim.
Nilai Yodium IV merupakan tingkat ketidakjenuhan minyak. Korelasi positif yang
kuat telah diamati antara aktivitas KAS II dan aktivitas IV KAS II juga berkorelasi
positif tingkat C18:1 dan C18:2 secara kuat dengan pengganbungan dari dua asam
lemak. Menariknya, tingkat C16 : 0 berkorelasi negative dengan aktivitas KAS II
serta ke tingkat C18:1. Temuan memeberikan hasil kuat bahwa membatasi aktivitas
KS II berpengaruh terhadap akumulasi asam palmitat di mesocarp kelapa sawit.
Temuan ini juga menunjukkan bahwa A9 disaturasi tidak membatasi pada
mesocarp kelapa sawit dan efisien dalam mengubah A9 stearol ACP menjadi ACP
oleoyl. Disaturase oleat juga cukup aktif dalam mengubah asam oleat menjadi asam
lenoleat seperti korelasi yang kuat antara aktivitas KAS II dan C18:1. Dengan
begitu, peningkatan aktivitas KAS II akan menghasilkan peningkatan pada asam
oleat serta kandungan asam linoleat. Anti-perasa denaturase mungkin diperlukan
untuk memperleh asam oleat yang tinggi tanpa meningkatkan kandungan asam
linoleat.
KAS V dimurnikan 10.00 kali dari mesocarp kelapa sawit. Enzim murni
mengalami aktivitas optimal pada pH 4,5 dan 5,0. Aktivitas maksimal terdapat pada
suhu 30’C dan semakinberkurang secara signifikan pada suhu yang lebih tinggi. Ion
divale memiliki efek yang signifikan pada aktivitas KAS II. MG2+ pada 10MM
merangsang aktivitas KAS II 6-10 kali lipat, sementara Cu2+ dan Ca2+ justru
mengurangi aktivitas KAS II. Penelitian sedang dilakukan untuk menyelidiki efek
kation pada komposisi asam lemak dan kandungan minyak. Pertanyaan yang harus
dijawab yaitu pupuk seperti MG2+ mempengaruhi komposisi asam lemak. Apakah
tanah yang memiliki banyak kandungan magnesium akan meingkat unsaturasi?
4.5. Acyl ACP Thioesterases
Acyl ACP thioesterases memainkan peran yang sangat penting dalam
penghentian perpanjangan rantai. Enzim-enzim ini menyebabkan pelepasan asam
lemak dari ACP sehingga mereka dapat diekspor keluar dari plastid ke sitoplasma
di mana mereka dimasukkan ke dalam triasilgliserol. Kandungan minyak palmitat
dan oleat yang tinggi dari minyak kelapa sawit menunjukkan adanya acyl ACP
thioesterases dengan spesifisitas tinggi untuk palmitoyl ACP dan oleoyl ACP di
mesocarp kelapa sawit. Investigasi aktivitas thioes-terase dalam ekstrak mentah
mesocarp kelapa sawit menunjukkan preferensi untuk palmitoyl ACP diikuti oleh
oleoyl ACP sebagai substrat (Gambar 1) [36 ± 38]. Hasilnya mengkonfirmasi
bahwa asam palmitat adalah dibelah dari palmitoyl ACP dalam rantai asam lemak
yang sedang tumbuh, menghasilkan asam palmitat yang bergerak keluar dari plastid
dan esterisasi pada TAG oleh aksi acyltransferases di sitoplasma (retikulum
endoplasma). Mekanisme ini akan menghasilkan akumulasi TAG yang
mengandung asam palmitat tingkat tinggi. Demikian pula, aktivitas tinggi
thioesterase terhadap oleoil ACP menjelaskan tingginya kadar asam oleat dalam
mesocarp kelapa sawit. Ada beberapa aktivitas thioesterase terhadap stearoyl ACP
dan aktivitas yang sangat rendah terhadap lauroyl ACP dan myristoyl ACP dalam
ekstrak mesocarp mentah. Asam stearat, laurat dan miristis hanya ada dalam jumlah
kecil dalam minyak sawit (Tabel 4). Dengan munculnya manipulasi genetika,
sekarang dimungkinkan untuk menyesuaikan komposisi asam lemak dari
minyak. Meningkatkan asam oleat dengan mengorbankan asam palmitat adalah
salah satu target tersebut. Dengan demikian menarik untuk menyelidiki apakah
palmitoyl ACP thioesterase dan aktivitas oioesterase Oleoil ACP bertempat pada
satu protein atau pada protein yang terpisah. Jika pada protein tunggal, manipulasi
untuk asam palmitat yang lebih rendah akan menghasilkan penurunan asam oleat
yang sesuai. Demikian pula, manipulasi untuk peningkatan asam oleat juga akan
meningkatkan tingkat asam palmitat. Namun, jika mereka berbeda protein, maka
mereka dapat dimanipulasi secara mandiri. Pemurnian protein demikian dilakukan
dan dua puncak utama diselesaikan dengan kromatografi. Aktivitas thioesterase
terhadap palmitoyl ACP dan oleoyl ACP dengan demikian dipastikan berada pada
dua puncak yang terpisah [39,40], yaitu mereka merupakan dua protein terpisah dan
oleh karena itu akan menerima manipulasi genetik secara independen.
4.6 stearoyl-acp-desaturase
Asam oleat terbentuk dari desaturasi aerobik asam stearat oleh 9-stearoyl-
ACP desaturase. Palmitoyl ACP dan stearoyl ACP sama-sama bisa menjadi substrat
untuk enzim9-staroyl- ACP, namun palmitoyl ACP berperan sebagai substrat yang
buruk atau kurang efektif. Palmitat dan oleat merupakan produk utama biosintesis
asam lemak de novo. Minyak sawit mengandung 39% asam oleat dan <5% asam
stearat yang menunjukkan bahwa enzim 9-stearoyl- ACP desaturase yang terdapat
pada mesokarp sangat aktif dan secara efektif mengubah hampir semua stearoyl
ACP menjadi Oleoyl ACP. Minyak sawit mengandung 44% asam palmitat.
Palmitoyl ACP sebagai subtrat yang buruk untuk enzim 9-staroyl- ACP desaturase
ditunjukkan dengan kandungan asam palmitat 44% namun hanya 0,1-0,3% asam
palmetoleat dari total asam lemak. Namun, pada kondisi tertentu, desaturase
mengubah karakter minyak secara drastis. Asam palmitoleat dapat di sentesis dan
menghasilkan asam lemak >30% dari komposisi asam lemak total. Kandungan
asam stearat juga meningkat, menunjukkan bahwa aktivitas desaturase total telah
mengubah preferensinya untuk stearoil ACP dan juga bertindak pada palmitoyl
ACP. Namun, hampir semua asam palmitoleat yang dihasilkan merupakan asam
cis-vaccenic yang terbentuk oleh elongasi asam palmitoleat.
4.7 Aktivitas Lipase Pada Mesokarp Kelapa Sawit
Asam Lemak Bebas merupakan penentu kualitas minyak yang
keberadaannya dapat menyebabkan ketengikan dan penurunan kualitas minyak.
Lipase merupakan enzim yang terlibat dalam degradasi triasilgliserol. Peningkatan
kadar FFA dalam minyak sawit dalam buah dikaitkan dengan aksi lipase. Namun,
bukti tentang sifat lipase telah bertentangan penelitian Oo, dan Tombs and Stubbs,
yang melaporkan tidak adanya lipase endogen di mesocarp kelapa sawit. Dari
beberapa penelitian, karena kelapa sawit merupakan tanaman tropis, lipase dalam
mesokarp kelapa sawit diduga telah terurai secara alami sebelum buah
berkecambah. Peran lipase dalam mesokarp masih perlu distudi lebih lanjut.

BAB 5
5. Kandungan Kimia Minyak Sawit
Lebih dari 95% minyak sawit terdiri dari campuran TAG (triasilgliserol).
Beberapa komponen minor dari minyak sawit seperti fosfatida, sterol, pigmen,
tokoferol, dan trace metal. Komponen lain dalalm minyak sawit adalah metabolit
yang diperoleh dari biosintesis TAG dan produk dari aktivitas lipolitik.
5.1 Asam Lemak Minyak Sawit
Asam lemak termasuk dalam asam alifatik seperti asam palmitat, stearat,
dan oleat dalam lemak dan minyak nabati dan hewani. Asam lemak yang ada pada
minyak sawit adalah miristic, palmitat, stearat, oleat dan linoleat. Minyak sawit
memiliki asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam jumlah yang kurang lebih sama.
5.2 Triacylglycerols
Sebagian besar asam lemak dari minyak sawit merupakan TAG.
Penempatan asam lemak dan jenis asam lemak yang berbeda pada molekul gliserol
akan menghasilkan jumlah TAG yang berbeda. Ada 7-10% TAG jenuh, terutama
tripalmitin. TAG tidak jenuh sekitar 6-12%. Lebih dari 85% asam lemak tak jenuh
berada pada posisi sn-2 pada molekul gliserol. TAG secara umum berpengaruh
besar terhadap karakteristik fisik minyak sawit seperti titik leleh dan kristalisasi.
BAB 6
6 Komponen Minor Minyak Sawit
Komponen minor sawit dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
terdiri dari turunan asam lemak seperti gliserida parsial (mono dan diasilgliserol),
fosfatida, ester, dan sterol. Kelompok kedua termasuk senyawa selain asam lemak
seperti hidrokarbon, alkohol alifatik, sterol bebas, tokoferol, pigmen dan logam.
Komponen minor seperti sterol, alkohol alifatik, pigmen dan hidrokarbon bersifat
tidak mudah terbakar. Komponen laiin seperti gliserida parsial dan fosfatida dapat
larut dalam alkalin hidroksida.

6.1 Gliserida parsial


Gliserida parsial tidak terjadi secara alami kecuali pada minyak sawit yang
berasal dari buah rusak. Minyak dari buah rusak akan mengalami produksi asam
lemak bebas, air dan gliserida parsial.
Beberapa Isomer MAG (monoasilgliserol) dan DAG (Diasilgliserol)
ditemukan di minyak sawit. Minyak sawit umumnya mengandung 3 tipe DAG yaitu
C32 (dipalmitoylglycerol or PP), C34 (palmitoyloleoylglycerol or PO) and C36
(dioleoylglycerol or OO). Menurut siew dan Ng komposisi DAG pada minyak sawit
tergantung pada tingkat kematangan buah dan tingkat degradasi hidrolitik.
Kandungan DAG yang lebih tinggi diperoleh dari turunan biosintesis TAG.
DAG cenderung sulit dihilangkan selama proses refining karena valatilitas
yang rendah. DAG dalam minyak sawit dapat mempengaruhi karakterfisik seperti
kristalisasi. DAG dalam minyak sawit berinteraksi dengan TAG membentuk
campuran eutectic, mengurangi yield leleh tinggi TAG (fraksi stearin) dalam
proses fraksinasi. DAG mencegah kristalisasi isoterma selama fraksinasi.
Kandungan MAG pada minyak sawit biasanya rendah, dibawah 1%.
Keberadaan MAG bersama ALB dapat meningkatkan kelarutan ail pada CPO.
Asam lemak utama pada MAG dalam minyak sawit biasanya asam palmitat dan
oleat.
BAB 7
7. Konstituen Non-gliserida

Terdapat beberapa senyawa non-gliserida yang ditemukan dalam minya


sawit. Table 9. Menunjukkan informasi mengenai tingkatan komponen minor
dalam minyak. Fraksi non-gliserida minyak sawit terdiri dari sterol, triterpene,
alkohol, tokoferol, fosfolipid, klorofil, karotenoid, dan komponen flavor yang
mudah menguap (volatile) seperti aldehid dan keton.

7.1 alkohol triterpen

Bahan unsaponiable (tidak dapat tersaponifikasi) dalam minyak kelapa


sawit terkandung dalam proporsi yang kecil sekitar (0,02%) dari alcohol triterpen.
Ini adalah kelompok kompleks dari konstituen tanaman dimana terdiri dari lima
cincin sikloheksana padat utama dengan 30 atom karbon. Mereka dapat dipisahkan
dari sterol oleh kromatografi dan beberapa diidentifikasi (ditemukan) dalam minyak
sawit mentah termasuk cycloartenol, 24-methylenecy-cloartanol, cycloartanol dan
b-amyrin [68].

7.2. 4-Metil sterol

Cycloartenol dan 24-methylene cycloartanol pada tumbuhan mewakili asal


mula (pembentukkan) biosintesis 4- metil sterol. Sterol ini hadir dalam jumlah kecil
dalam fraksi triterpenik pada minyak. Itoh dkk. [69] melaporkan adanya
obtusifoliol, cycloeucalenol, gramisterol dan citostadienol dalam minyak sawit.
Sterol ini tidak muncul untuk memainkan peran biologis tertentu dan mungkin
intermediet biosintetik antara alkohol triterpenat yang dapat berevolusi dan sterol.

7.3 Sterols
Sterol adalah senyawa tetracyclic dengan umumnya 27, 28 atau 29 atom
karbon. Mereka membentuk sebuah bagian yang cukup besar dari materi
unsaponiable dalam minyak. Total kandungan sterol dalam minyak sawit adalah
sekitar 0,03%. Bhakare et al. menjelaskan bahwa minyak sawit india yg berasal
dari sawit dura dan pisifera mengandung tingkatan dari β-sitosterol yang
ditunjukkan pada tabel 10. Mereka tidak dapat mendeteksi kandungan kolestrol
pada sampel meskipun telah dilaporkan terdapat dalam jumlah yang sangat kecil
pada minyak kelapa sawit. Kolesterol (2,2 ± 6,7%), ∆ 5-avenasterol (0 ± 2,8%) ∆ 7
± stigmasterol (0 ± 2,8%) dan ∆ 7-avenasterol (0 ± 4%) juga ditemukan pada fraksi
sterol (326 ± 627 mg / kg) dari minyak sawit
Sebagian besar sterol relative inert (lamban) dan tampak tidak berkontribusi
pada properti penting dan kelapa sawit. Namun ∆5-avenasteroltelah dilakukan
untuk menunjukkan aktivitas antioksidan dalam minyak edible (bisa dimakan).
7.4 Vitamin E
Vitamin E adalah vitamin yang larut dalam lemak, yang terdiri dari dua seri
homologous utama (tocochromanols), dikenal sebagai tokoferol dan tokotrienol.
Tokoferol adalah struktur yang ditandai dengan rantai samping jenuh di cincin
chroman, sedangkan tocotrienols miliki rantai samping phytyl yang tidak jenuh.
Empat homolog dari masing-masing jenis diketahui ada di alam dan mereka
memiliki berbagai tingkat aktivitas antioksidan dan vitamin E.
Minyak nabati, terutama minyak biji, adalah sumber yaqng kaya akan
tokoferol. Vitamin E secara tradisional diekstraksi dari residu dari industri
penyulingan kacang kedelai., pada sisi lain,, sebagian besar Tocotrienols ditemukan
dalam minyak sawit dan minyak sereal seperti barley dan minyak dedak padi.
Dengan munculnya minyak sawit sebagai minyak nabati terbesar kedua di pasar
dunia. Kemajuan teknologikal telah dibuat untuk memungkinkan ekstraksi
tocotrienol dari minyak sawit yang saat ini tersedia secara komersial.
Kandungan vitamin E dalam minyak sawit mentah berkisar antara 600 ±
1000 bagian per juta (ppm) [20] dan merupakan campuran tokoferol (18 ± 22%)
dan tocotrienols (78 ± 82%). Tocotrienol utama yang terdapat pada minyak kelapa
sawit adalah alpha-tocotrienol (22%), gamma-tocotrienol (46%) dan delta-toco-
trienol (12%) [72].
Kandungan vitamin E dari minyak sawit sebagian hilang karena
pengolahan. Contohnya, telah dilaporkan bahwa minyak sawit yang telah
mengalami proses refining, bleaching dan deodorized (RBD), palm olein dan palm
stearin mempertahankan kandungan asli vitamin E yang berasal dari minyak
mentah sekitar 69, 72 dan 76% secara berturut – turut. Namun demikian, ada variasi
besar pada perkiraan ini dalan industri penyulingan (refining) karena perbedaan
dalam kondisi tanaman serta desain tanaman yang mempengaruhi jumlah dari
vitamin E yang hilang selama refining. Telah diamati bahwa vitamin E cenderung
untuk membagi (berubah) ke dalam fraksi olein selama fraksinasi minyak sawit.
Misalnya, konsentrasi vitamin E dalam RBD palm olein dan RBD palm stearin
adalah 104 ± 135% dan 57 ± 75% secara berturut – turut dari kandungan vitamin
E asli pada sumber RBD sawit.
Kerugian utama terjadi pada tahap deasidifikasi pada pemurnian minyak
sawit dan mungkin dapat diminimalisir oleh penggabungan nampan saringan atau
kolom pra-pengupas yang dikemas ke dalam proses refining konvensional. Vitamin
E yang hilang selama pemrosesan terkonsentrasi pada distilat asam lemak sawit
(PFAD), produk sampingan dari refining minyak sawit secara fisik. PFAD telah
diidentifikasi sebagai sumber bahan baku yang baik untuk pengembalian vitamin E
yang terdapat pada sawit. Selain itu, PFAD relatif murah dan tersedia di seluruh
industri refining. Analisis laboratorium PFAD dari minyak kelapa sawit mentah,
palm olein dan palm stearin, refining menunjukkan bahwa rata-rata vitamin E yaitu
5252, 6895 dan 4235 ppm secara berturut - turut
7.5 Pigmen
Pigmentasi buah sawit berhubungan dengan tingkat kematangan sawit. Dua
macam pigmen alami pada CPO yaitu karotenoid dan klorofil. Minyak sawit dari
buah yang muda mengandung lebih banyak klorofil dan lebih sedikit karotenoid
daripada minyak sawit dari buah yang matang. Pigmen dalam minyak sawit terlibat
dalam mekanisme autoksidasi, fotooksidasi, dan antioksidan.
7.6 Karotenoid
Karotenoid adalah tetraterpenes tinggi tidak jenuh yang disintesis dari
delapan unit isoprena. Karotenoid dibagi menjadi dua jenis utama: mobilotenes
yang secara keras polyene hidrokarbon, dan xanthophylls, yang mengandung
oksigen. Oksigen dalam xanthophylls dalam bentuk hidroksi (misalnya zeaxanthin
dan lutein), keto, epoxy atau kelompok karboksil. Karoten yang paling sederhana
adalah likopen.
Minyak sawit mentah memiliki warna oranye-merah karena kandungan
karotennya yang tinggi (700 ± 800 ppm). Karotenoid utama dalam minyak sawit
adalah β- dan α-karoten yang mencapai 90% dari total karotenoid. Ada sekitar 11
karotenoid hidrokarbon dalam fraksi minyak sawit olahan. Berbagai jenis dan
komposisi karotenoid (Tabel 11) diekstrak dari minyak yang berasal dari spesies
sawit yang berbeda dipelajari oleh Yap et al. [76]. Mereka menemukan 13 jenis
karotenoid dengan mayor satu, a-karoten dan b-karoten, masing-masing terhitung
54 ± 60% dan 24 ± 60% dari total karotenoid. Tidak ada perbedaan signifikan dalam
jenis karotenoid yang ditemukan dalam minyak E. oleifera dan E. guineensis, dan
hibrida dan backcrosses dari E. guineensis. Studi juga menunjukkan bahwa E.
guineensis mengandung kadar lycopene yang lebih tinggi dibandingkan E. oleifera
dan hibrida dengan E. guineensis.
Karotenoid adalah prekursor vitamin A, dengan b-karoten memiliki
tertinggi aktivitas provitamin A. Minyak sawit memiliki retinol 15 kali lebih banyak
daripada wortel dan 300 kali lebih banyak daripada tomat. Karoten sensitif terhadap
oksigen dan cahaya. Oksidasi karoten dipercepat oleh hydroperoxides yang
dihasilkan dari oksidasi lipid, yang mengarah ke perubahan warna dan pemutihan.
Produk yang terbentuk dari kerusakan oksidatif karotenoid antara lain α- dan β-
ionon, β-13 dan β-14-apocarotenals dan β-13-apocrotenone.
Dalam memurnikan minyak sawit mentah, karotenoid merupakan bagian
yang pertama kali dihilangkan sebagian oleh adsorpsi dengan energi panas, pada
tahap deodorisasi uap suhu tinggi menghancurkan kromogenik pada sifat-sifat
karotenoid yang tersisa untuk menghasilkan minyak sawit berwarna kuning muda.
Dengan karoten sebagai sumber kaya Vitamin A, sebuah proses dikembangkan
untuk menghasilkan deacidied dan deodorisasi minyak sawit merah yang dapat
mempertahankan sebanyak 80% dari karotenoid murni. Minyak sawit merah
diproduksi dari proses ini, dengan nama dagang “CAROTINO”.
7.7 Klorofil
Selain karotenoid, kelompok pigmen penting lainnya dalam minyak sawit
adalah klorinophylls. Klorinophylls adalah klorofil hijau a dan klorofil b dan
pheophytin coklat a dan pheophytin b. Secara struktural, molekul klorofil
mengandung inti porfirin (tetrapyrrole)
dengan atom magnesium chelated di tengah. Klorofil larut dalam lemak sebagai
hasil dari rantai phytol yang menempel pada salah satu cincin porfirin.
Dalam minyak sawit mentah, tingkat karotenoid yang lebih tinggi menutupi
keberadaan klorofil secara visual. Penyelidikan oleh Ikemefuna dan Adamson
tentang perubahan klorofil dan karotenoid di buah dari E. guineensis menunjukkan
bahwa klorofil tidak hilang sepenuhnya dalam buah-buahan matang. Buah hijau
dan matang dari jenis sawit tenera dan dura mengandung klorofil a dan klorofil b
dengan jumlah yang bervariasi tetapi klorofil a dalam buah matang berkurang 80 ±
90% dari buah hijau. Hilangnya klorofil b kurang dari 50 ± 75%. Strecker dkk,
mengatakan bahwa pada minyak yang dimurnikan (refine), melaporkan nilai sekitar
800 mg / kg klorofil untuk minyak sawit mentah tetapi tidak menemukan sisa
klorofil dalam produk sawit yang dihasilkan. Sebuah penelitian selanjutnya oleh
Usuki dkk. menunjukkan bahwa palm olein yang terkandung mengandung
sebanyak 583 mg / kg klorofil total yang terdiri dari klorofil a (30 mg / kg), klorofil
b (114 mg / kg), pheophytin a (341 mg / kg) dan pheophytin b (98 mg / kg). Tan et
al. menemukan bahwa kandungan klorofil dalam minyak sawit mentah, dinyatakan
sebagai pheophtyin a, berkisar antara 250 hingga 1800 mg / kg. Fraksi cair (olein)
dari minyak sawit mentah mengandung lebih banyak klorofil karena partisi klorofil
preferensial ke dalamnya. Dalam 1 tahun survei pada minyak sawit mentah yang
dikumpulkan dari pabrik dan penyulingan di Malaysia, Tan et al. menganalisa
kandungan klorofil total dalam 1.300 sampel menggunakan teknik yang diinduksi
oleh laser.

Mereka mengamati kisaran 897 ± 4000 mg / kg. Kandungan klorofil yang


tinggi akan menunjukkan minyak dari buah-buahan mentah.
Klorofil dan turunannya yaitu photosensitiser. Jenis senyawa kimia ini
menyerap cahaya dan aktif, atau `` peka '', baik minyak tak jenuh atau oksigen
molekuler untuk menginduksi photosensitis oksidasi. Istilah `` photosensitised
oxidation '' identik dengan oksidasi dengan oxygen singlet yang memulai oksidasi
oleh produksi radikal bebas. Klorofil dalam minyak tidak diinginkan keberadaanya
karena mampu memberikan efek negatif pada deteriorasi oksidatif, hidrogenasi dan
pemutihan. Selama tahun 1938, Coe mengatakan bahwa ketengikan dalam minyak
sayur mungkin berhubungan dengan klorofil yang bertindak sebagai photosensitiser
untuk membebaskan hidrogen bebas dalam reaksi fotokimia.Abraham dan Deman
[84] menjelaskan bahwa klorofil memperlambat laju hidrogenasi sementara
menurut Koritala [85], ia menemukan bahwa minyak yang mengandung pheophytin
akan berubah menjadi hijau setelah hidrogenasi. Klorofil dari biji-bijian atau buah-
buahan yang mengandung minyak diekstraksi ke dalam minyak, keduanya sulit
untuk dihilangkan dengan cara konvensional menggunakan alkali dan proses
pemutihan.
Seperti karotenoid, pigmen klorofil sebagian dihilangkan oleh bleaching
earths. Efisiensi dari bleaching earths untuk penyulingan CPO dapat lebih baik
diukur dengan adsorpsi klorofil dari minyak. Korelasi negatif yang signifikan
ditemukan antara
adsorpsi klorofil dan warna minyak yang dipreparasi [87]. Semua hasil ini
menunjukkan bahwa lebih banyak proses yang terlibat dan mahalnya proses yang
harus digunakan untuk pemutihan, perlakuan panas atau hidrogenasi minyak nabati
yang mengandung klorofil tingkat tinggi sebelum warna yang diinginkan tercapai.
7.8 Lipid polar
Selain TAGs (lipid netral), minyak sawit juga mengandung lipid polar
seperti glikolipid danfosfolipid. Glikolipid adalah lipid polar utama (1000 ± 3000
ppm) [88]. Kelas lipid ini terdiri dari berbagai jenis derivatif gula rantai panjang
yang mungkin mengandung DAG, sebuah ceramide backbone atau polisakarida-
lipid kompleks yang terfosforilasi. Glikolipid dapat diklasifikasikan ® berdasarkan
gliserol, ceramides atau lipopolisakarida. Glikolipid utama (26,8% dari glikolipid
total) adalah MGDG berbasis gliserol yang memiliki satu gula yang terikat secara
glikosida dengan DAG.
Asam lemak utama dalam MGDG adalah asam linolenat. DGDG adalah glikolipid
utama kedua pada minyak sawit (23,1%). Selain MGDG dan DGDG, steryl
glicoside dan acylated steryl glicoside juga terdeteksi dalam minyak sawit India
[89].
Fosfolipid tersedia dalam jumlah yang relatif kecil (5 ± 130 ppm) dalam
minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Menurut Kulkarni et al.
[90], fosfolipid utama dari minyak sawit India adalah phosphatidylcholine (34% ±
35%), phosphatidylethanolamine (22 ± 26%), phosphatidylinositol (21 ± 25%),
cardiolipin (7 ± 8%) dan phosphatidylglycerol (5 ± 7%). Peneliti menunjukkan
bahwa asam lemak utama dalam semua fosfatida ini adalah palmitat, stearat, oleat
dan asam linoleat. Selain fosfolipid yang ditemukan oleh Kulkarni et al. [89], Goh
dkk [90] menemukan phosphatidylglycerol dalam minyak mesocarp E.
gunineensis. Mereka menjelaskan bahwa larutan minyak mesocarp yang diekstrak
mengandung 1000 ± 2000 ppm fosfolipid. Namun, phospholipids hanya tersedia
dalam jumlah 20 ± 80 ppm pada minyak sawit mentah komersial. Goh et al. [90]
juga menemukan komponen fosfolipid minor lainnya seperti asam fosfatidat,
difosfat.
phatidylglycerol, lysophosphatidylethanolamine dan lysophosphatidylcholine dan
fosfatidilserin.
Sebuah studi tentang senyawa fosfor dalam minyak sawit oleh Siew [91]
menunjukkan bahwa fosfor pholipids membentuk proporsi yang relatif kecil dari
total kandungan fosfor dalam minyak sawit mentah. Menurut Siew [91], sebagian
besar fosfor muncul sebagai ortofosfat anorganik dan terdapat hubungan kuat antara
kandungan fosfor dan besi dalam minyak mentah. Dia menjelaskan bahwa senyawa
fosfor utama dalam minyak sawit adalah asam fosfat, DAGs terfosforilasi seperti
asam fosfatidat, dan polifosfat kemungkinan dapat terbentuk dari pemanasan sisa
asam fosfat. Fosfat organik terbentuk dari residu asam fosfat dan campuran
diacylglycerols selama deodorisasi. Fosfat organik
terbentuk dari dua jenis asam utama: asam fosfatidik dan asam polifosfatik. Dia
menyimpulkan bahwa asam fosfatidat dapat terbentuk dari fosforilasi DAG dalam
sisa minyak mentah, sedangkan asam polifosfatik kemungkinan dapat terbentuk
dari fosforilasi MAGs pada posisi MAGs 1,2 atau 1,3.
Fosfor dari fosfat anorganik dan dari fosfolipid tampaknya memiliki fungsi
berbeda dalam minyak sawit. Fosfolipid menunjukkan efek antioksidan [92 ± 94].
Efek antioksidan-sinergistiknya [95] dapat dikaitkan dengan berkurangnya pro-
oksidan ion logam yang larut untuk membentuk senyawa yang tidak aktif [96].
Hudson dan Mahgoub [95] juga menunjukkan adanya hubungan antara fosfolipid
dan antioksidan alami seperti a-tocopherol dan quercetin. Ion-ion logam yang tidak
larut dalam hidrat dapat juga didispersikan oleh fosfolipid melalui tindakan
miscellar. Fosfolipid dan glikolipid dapat menyebabkan misel menjadi terbalik,
vesikel atau emulsi pembentukan droplet, fosfolipid juga dapat menghilangkan ion
logam prooksidan dan garam hidrofiliknya dari fase lipid untuk mengurangi
oksidasi.
Fosfat anorganik, misalnya asam fosfat, dapat meningkatkan laju hidrolisis
minyak sawit yang telah direparasi. Siew [91] mengamati peningkatan bertahap dari
ortofosfat anorganik pada penyimpanan minyak sawit di suhu tinggi, dan
berhipotesis bahwa peningkatan itu berasal dari pelepasan asam fosfat dari
hidrolisis asam polifosfat atau fosfat organik. Hidrolisis minyak kemudian
dikatalisis oleh asam fosfat yang dilepaskan.
Meskipun fosfolipid telah terlibat dalam ketidakstabilan oksidatif [95],
masalah pemurnian dan kerugian [97] dan masalah warna [97,98], efek kerusakan
dari fosfolipid tidak diamati dalam minyak sawit. Gee [88] menunjukkan bahwa
pemutihan minyak sawit mentah sebagian besar tidak berhubungan dengan
kandungan fosfolitik atau total kandungan fosfor. Pengamatan ini kemudian
dikuatkan oleh Siew [91].
Peran dan efek fosfolipid yang berlawanan, bertindak sebagai pensinergis
antioksidan oleh jejak chelating dari prooxidant metal, dan sebagai prooxidant
dengan mendispersikan metal untuk mengurangi stabilitas minyak. Secara umum,
kandungan fosfor dari minyak sawit mentah dan yang sudah dimurnikan dianggap
sebagai spesifikasi kualitas utama karena efek tidak langsung pada kualitas minyak
melalui campuran fosfor dengan logam dan asam lemak bebas.
7.9. Komponen yang mudah menguap dari oksidasi minyak sawit
Kuntom [99] melakukan penelitian tentang volatil yang dihasilkan dari
oksidasi minyak sawit. Dia menggunakan teknik headspace dari adsorpsi pada
Tenax untuk memonitor perkembangan senyawa volatil dalam sampel minyak
sawit. Volum kemudian dipisahkan oleh kapil kromatografi gas dan diidentifikasi
dengan spektrometri massa. Dia menemukan bahwa yang paling penting dalam
senyawa volatil minyak sawit teroksidasi adalah alkanal C4-9, trans-2- alkenals C5-
8, 2-alkyls furans C1,2,4,5, dan juga hidrokarbon alifatik dan aromatik. Aldehida
paling dominan adalah n-heksanal sebagai parameter yang baik untuk monitoring
oksidasi pada minyak sawit.
7.10 Flavour Compounds

CPO segar mrmiliki aroma khas kacang-kacangan. Kuntom [99]


Mengkarakterisasi aroma alami dan aroma tengik dengan mengekstrak senyawa
flavor menggunakan disfilasi uap yang diikuti dengan analisa kromatografi gas
(analisa untuk menguji kemurnian dari bahan tertentu atau memisahkan berbagai
komponen dari campuran). Dia menemukan aldehida dalam jumlah kecil, dengan
hidrokarbon terpena dan monooksigen terpena mandominasi pada senyawa flavor
minyak sawit segar. Terpena meliputi linalool, trans-allo-ocimene dan β-
cyclocitral. Selain terpena, napthalena dan turunannya, 1,2,3,4-tetrahidronapthalen
juga terdeteksi.

Aldehid dan keton merupakan senyawa flavor yang paling banyak


ditemukan pada minyak sawit tengik. Hal ini meliputi alipatik aldehid, C4-C10 dan
trans-2-alkenals C6-C9 yang tidak jenuh. Aldehid lain yang terdeteksi yaitu trans-2-
nonenal, trans,cis-2-4-decadienals, trans,trans-2-4 hexadienal dan trans,cis-2-4-
hexadienal. Diantara keton terdapat 2-alkanone C5,9,10’2,2,6-tri-metilsiklohexsanon,
oct-3-en-2-one dan ɣ-heptalakton.

7.11Hidrokarbon

Squalen adalah hidrokarbon gugus heksan tidak jenuh dengan 30 atom


karbon dan paling banyak ditemukan pada lemak nabati dan hewani. Squalen
adalah prekusor dalam biosintesis sterol dan menunjukkan aktivitas antioksidan
[100] CPO mengandung 200-300ppm squalen. Sesquiterpen dan diterpene
hidrokarbon merupakan hidrokarbon lain yang disajikan dalam jumlah kecil.
Hidrokarbon ini, bersama dengan volatil, dihilangkan saat proses refining crude oil.

7.12 Metal

Sisa metal dapat ditunjukkan secara komplek dikelilingi oleh protein,


fosfolipid, lipid, atau nonlipid caries. Dalam CPO, sisa metal berasa dari
kontaminasi tanah dan pupuk. Sisa metal juga dapat berasal dari pabrik minyak,
tangki penyimpanan, tangki berjalan, saluran pipa, kapal tangki [101]. Penggunaan
stainless steel untuk mesin-mesin pabrik tertentu yang kontak langsung dengan
minyak bertujuan untuk mengurangi kontaminasi.

Sisa metal juga dapat ditunjukkan dalam padatan logam yang tidak
tersuspensi dalam minyak [102]. Besi dapat dihasilkan dalam campuran koloid
dengan protein dan selulosa atau dengan mikro particular lain yang mengandung
gabungan dari kalsium, magnesium atau fosfat.

Besi dan tembaga mudah tetoksidasi dan tingkat yang tinggi pada palm oil
harus dihindari. Logam ini mengkatalis dekomposisi hidroperoksida untuk radikal
bebas. Diantara keduanya tembaga memiliki potensi lebih tinggi 10 kali lipat
dibandingkan besi. Tembaga mempercepat rasio perusakan hidroperoksid dengan
cara meningkatkan produksi produk oksidasi sekunder, sementara besi
meningkatkan rasio formasi dari peroksida. Rata-rata tingkat besi yang
teridentifikasi pada CPO 4,4 ppm, sedangkan tembaganya sebesar 0,06 ppm [103]
Tingkat ini dapat direduksi saat pemurnian masing-masing hingga 0,5-1,0 ppm dan
<0,1 ppm [104]

Logam lain yang teridentifikasi pada minyak sawit yaitu manganat,


cadmium, dan lead [105] aktivitas yang juga meningkatkan oksidasi dari manganat
diantara tembaga dan besi berkisar antara 1 ppm pada crude palm oil [106]
cadmium dan lead ditemukan dengan konsentrasi yang rendah [104] dan efeknya
paada proses oksidasi dapat diabaikan.

BAB 8
Reaksi kimia dari minyak sawit

8.1 Hidrolisis

Hidorlisis merupakan reaksi kimia dimana H2O (molekul dari air) akan
diurai/dipecah kedalam bentuk kation H+ (hidrogen) serta anion OH– (hidroksida)
melalui proses kimiawi. Proses tersebut umumnya dipakai dalam memecah suatu
polimer tertentu, khususnya polimer dimana terbuat melalui proses bertahap
polimerisasi. Istilah hidrolisis sendiri berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang
berarti air serta lysis dengan arti pemisahan.

Triasilgliserol terkandung 95% pada minyak kelapa sawit. Oleh karena itu,
senyawa kimia pada minyak kelapa sawit didominasi oleh reaksi-reaksi kelompok
ester. Ikatan ester pada triasilgliserol bisa dihidrolisis untuk menghasilkan sebagian
gliserida, asam lemak bebas dan gliserol tergantung seberapa jauh reaksi dibiarkan
terus berjalan. Semenjak perdagangan CPO berdasarkan pada spesifikasi yang
termasuk senyawa FFA, faktor –faktor yang mempengaruhi rasio hidrolisis dari
minyak pada kelapa sawit dan minyak yang diekstraksi menyita perhatian besar
pada industri minyak kelapa sawit.
Hidrolisis bisa terjadi dari lipolisis mikroba, auto katalisis, atau lipolisis
enzimatik. Lipolisis microbial disebabkan oleh mikroorganisme yang memasuki
buah dan membebaskan enzim lipase. Penyimpanan buah-buahan yang tidak benar
dan penundaan pengolahan mendukung multiplikasi mikroorganisme dan hidrolisis
minyak.

Air harus ada untuk hidrolisis autokatalitik terjadi. Rasio reaksi hidrolitik
tergantung pada suhu kelembapan atau kandungan air dan konsentrasi asam lemak
bebas. Hidrolisis enzimatik disebabkan oleh lipase endogenus pada buah.
Kenampakan buah-buahan yang memarlebih aktivitas lipolitik dari pada buah-
buahan yang tidak [107] Buah-buahan yang terlalu masak penundaan pengolahan
dan penanganan yang buruk pada tandan buah kelapa sawit semuanya berkontribusi
pada pengasaman minyak. Dengan demikian pemanenan dan penanganan yang
bagus harus selalu dipraktekkan untuk meminimalkan hidrolisis. Sejumlah
publikasi tentang masalah konten FFA dan hidrolisis dalam produk minyak sawit
tersedia [108±110]

8.2 Sapoifikasi

Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur
dengan alkali yang menghasilkan sabun dan gliserol. Prinsip dalam proses
saponifikasi, yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan
sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan
membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut dengan trace. Pada
campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl. Garam NaCl ditambahkan
untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga sabun akan
tergumpalkan sebagai sabun padat yang memisah dari gliserol (Gebelin, 2005).
Hidrolisis alkali pada ester organic atau saponifikasi memproduksi garam
alkalia dan alkohol. Ketika triasilgliserol/asaam lemak dicampur dengan alkali,
menghasilkan garam atau logam alkali (sabun) dan gliserol. Ini adalah reaksi dasar
dalam pembuatan sabun dan gliserin dari minyak kelapa sawit. Saponifikasi juga
merupakan dasar untuk dua hal penting dalam penentuan analisis. Itu digunakan
untuk menentukan keasaman dan saponifikasi pada lemak dan minyak. Nilai
saponifikasi mengidentifikasi rata-rata berat molekul atau berat yang sepadan pada
senyawa-senyawa lemak dalam minyak. Oleh karena itu, identitas karakteristik
dari minyak atau lemak dan minyak kelapa sawit memiliki nomor saponifikasi atau
nilai antara 192 dan 205.
8.3 Interesterifikasi
Interesterifikasi merupakan reaksi pengaturan kembali ikatan ester. Ester
dari suatu asam lemak bereaksi dengan alkohol, ester atau asam lemak lain untuk
membentuk ester baru yang memiliki struktur atau komposisi yang berbeda dengan
ester asli. Reaksi ini bertujuan untuk memodifikasi sifat fisik lemak seperti
perlakuan leleh, karakteristik kristal, kandungan solid lemak dan plastisitas namun
tetap mempertahankan sifat kimia dan nutrisi. Interesterifikasi merupakan cara
untuk produksi asam lemak khusus seperti shortening dan kembang gula. Berikut
merupakan contoh reaksi ester :
8.4 Alkoholisis
Alkoholisis merupakan reaksi dimana kelompok lain menggantikan gugus alkoksil
dari molekul gliserida. Alkoholisis merupakan reaksi dasar yang digunakan dalam
persiapan metil ester untuk menentukan komposisi asam lemak dari kelapa sawit.. Berikut
merupakan reaksi alkoholisis :

8.5 Transesterifikasi
Proses pertukaran gugus organik R″ pada suatu ester dengan gugus organik
R′ dari alkohol. Transesterifikasi diterapkan untuk menghasilkan metil ester. Proses
ini menyerupai hidrolisis, namun pada transesterifikasi yang digunakan bukanlah
air, melainkan metanol. Berikut merupakan reaksi transesterifikasi :

8.6 Oksidasi
Asam lemak tak jenuh dalam minyak dapat mengalami autooksidasi sehingga
menyebabkan kerusakan minyak. Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan minyak, maka
semakin mudah minyak tersebut mengalami oksidasi minyak. Oksidasi minyak tersebut
dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas dalam minyak dengan dipicu oleh
factor-faktor pemicu untuk mempercepat reaksi oksidasi minyak seperti cahaya, panas,
peroksida lemak atau minyak, logam-logam berat (Cu, Fe, Co, dan Mn), logam porfirin
(hematin, hemoglobin, mioglobin, dan klorofil) dan enzim-enzim lipoksidase. Minyak
sawit lebih tahan terhadap oksidasi karena tingkat yang lebih tinggi dari asam lemak jenuh.

8.7 Halogenasi
Halogenasi adalah suatu reaksi kimia yang melibatkan penambahan satu atau
lebih halogen pada ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh. Halogenasi bertujuan untuk
mengukur derajat ketidakjenuhan minyak/lemak. Halogenasi umum diaplikasikan untuk
menghasilkan turunan asam lemak terhalogenasi salah satunya sebagai antiflammability
pada produk tekstil dan sebagai reaksi intermediate (antara) pada produk atau komponen
lain

8.8 Hidrogenasi

Hidrogenasi adalah proses penjenuhan ikatan rangkap dalam asam lemak


jenuh dengan penambahan gas hidrogen. Mekanismenya yaitu hidrohen ( H ) akan
memutus ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal, sehingga yang awalnya tidak
jenuh menjadi jenuh akibat adanya pemutusan ikatan rangkap menjadi ikatan
tunggal oleh atom H. Penggunaan katalis diperlukan agar reaksi yang berjalan
efisien dan dapat digunakan, katalis yang biasa digunakan yaitu nikel, paladium dan
platina. Reaksi hidrogenasi ini berfungsi untuk:

- Memperbaiki stabilitas rasa, menjaga kualitas minyak, mengurangi


kandungan asam linolenat yang sangat reaktif, mencegah tengik akibat
oksidasi, dan mencegah rasa tidak enak setelah minyak digunakan untuk
menggoreng.
- Merubah sifat fisik dari cair menjadi padat/semipadat, atau menjadikan
teksturnya seperti mentega.

Hidrogenasi sempurna terhadap asam lemak tak jenuh akan menghasilkan asam
lemak jenuh. Contoh hidrogenasi:
Hidrogenasi sempurna suatu minyak akan menghasilkan semua asam lemak
dalam keadaan jenuh. Hal ini menyebabkan produk minyak terhidrogenasi parsial
sempurna mempunyai tekstur yang terlalu padat untuk dijadikan bahan makanan.
Sehingga dalam industri pengolahan minyak, minyak diolah secara hidrogenasi
parsial katalitik hingga dihasilkan produk yang mempunyai tekstur sesuai dengan
keinginan.

Dalam hidrogenasi parsial, hanya sebagian dari asam lemak tak jenuh yang
terhidrogenasi menjadi asam lemak jenuh. Sebagai efek samping, sebagian asam
lemak cis akan mengalami perubahan konfigurasi menjadi trans,trans fatty
acids.Dari proses hidrogenasi parsial ini tidak terjadi penambahan atom H pada
asam lemak, namun asam lemak akan mengalami perubahan konfigurasi
dari cis menjadi trans. Dimana asam lemak tak jenuh cis akan memutar 180 derajat
sehingga terbentuk konfigurasi trans-nya.
BAB 9
9. Nutrisi dan komponen minyak sawit
Hampir 90% dari produksi minyak sawit dunia digunakan sebagai makanan.
Hal ini menunjukan bahwa nutrisi dari minyak sawit ini cukup bagus . Asam lemak
menjadi komposisi minyak sawit yang menjadi fokus perhatian dalam menentukan
kecukupan nutrisinya berhubungan dengan faktor risiko penyakit jantung koroner
(PJK). Seperti yang disebutkan sebelumnya, Asam palmitat (44%) adalah asam
lemak jenuh utama di dalam minyak sawit dan ini diimbangi oleh hampir 39% asam
oleat tak jenuh tunggal dan 11% asam linoleat tak jenuh ganda. Sisanya sebagian
besar adalah asam stearat (5%) dan miristis (1%). Komposisi ini secara signifikan
berbeda dari minyak kernel yang hampir 85% jenuh. Bebrapa percobaan nutrisi ini
telah dilakukan pada manusia dan hewan. Studi-studi ini telah menghasilkan hasil
yang tidak hanya menunjukkan kecukupan gizi minyak sawit dan produknya tetapi
juga menyebabkan transisi dalam pemahaman gizi dan efek fisiologis dari minyak
sawit, asam lemak dan komponen lainnya.
Seperti hasil dari penelitian ini dan temuan lainnya, ada upaya dalam
mengajarkan konsumen untuk memilih lemak dengan kandungan asam lemak yang
dapat membantu mempertahankan kadar kolesterol darah normal. Rekomendasi
tersebut dinyatakan dalam hampir setiap laporan kesehatan nasional utama yang
difokuskan untuk mengurangi pengaruh dan mortalitas dari PJK. Kesadaran
konsumen akan rekomendasi diet ini telah ditunjukkan kepada masyarakat luas
dengan beralih dari lemak hewani ke minyak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal.
Namun, perubahan tersebut sering ditentukan dan dikondisikan oleh penggunaan
dan fungsi akhir dari minyak dan lemak yang bersangkutan. Pergantian penggunaan
mentega dengan margarin dan kecenderungan peningkatan konsumsi margarin tak
jenuh ganda dan jenuh rendah lainnya yang mengandung produk kaya lemak dilihat
sebagai langkah positif dalam mengurangi kejadian PJK. Data terbaru kali ini telah
menunjukkan bahwa hidrogenasi dari minyak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal
yang digunakan dalam formulasi produk seperti itu menghasilkan pembentukan
asam lemak trans yang meningkatkan lipid terkait faktor resiko untuk PJK. Karena
minyak sawit mengandung 44% dari komposisi sebagai asam palmitat jenuh,
umumnya di asumsikan bahwaakan terjadi peningkatan TC setelah mengkonsumsi
dalam jangka panjang. Memang penelitian dengan manusia pada awalnya telah
melaporkan bahwa makanan kaya palmiticacid yang sebagian besar berasal dari
minyak kelapa sawit menghasilkan TC dan kolesterol low density lipoprotein
(LDL-C) yang lebih tinggi dari pada makanan yang diperkaya baik dalam asam
oleat atau polyunsaturated linoleat tak jenuh tunggal. Namun, pada pemeriksaan
yang lebih dekat juga terlihat bahwa nilai-nilai TC dan LDL-C dari para
sukarelawan ini setelah mencoba minyak kelapa sawit sebenernya lebih rendah. Hal
ini menunjukkan bahwa makanan kaya akan minyak sawit mampu memodulasi
profil lipoprotein plasma secara menguntungkan dibandingkan dengan diet basal
para relawan. Pembelajaran yang lebih baru (pada hewan dan model manusia)
untuk diperiksa dibawah ini telah memberikan hasil yang berbeda dengan yang
diatas. Setidaknya satu pembelajaran epidemiologi telah menjelaskan bahwa nilai-
nilai TC sangat normal mungkin dalam lingkungan makanan dimana minyak sawit
adalah sumber lemak utama. Permasalahan selanjutnya dijelaskan oleh beberapa
penelitian yang melaporkan efek dari spesies trigliserida dan komponen minor
dalam minyak sawit pada modulasi kolesterol.
Komponen kecil yang menarik dalam minyak sawit adalah vitamin E dan
karotenoid. Teknologi untuk mengisolasi konsentrasi komponen ini digunakan
dalam beberapa penelitian yang mengarah untuk menelitii efek fisiologisnya. Efek
dari tocotrienol minyak sawit dapat menurunkan kolesterol, aktivitas pro-vitamin
A dari kelapa sawit merah dan konsentrat karoten kelapa sawit dan sifat antioksidan
dan anti-kanker berasal dari keduanya yaitu vitamin E sawit dan karoten. Temuan-
temuan ini didukung oleh sejumlah besar publikasi ilmiah.

BAB 10
10. Efeksi Minyak Sawit Dan Fraksinya Pada Lipid Darah Dan Lipoprotein

10.1 Penelitian pada hewan

10.1.1 Penilitian tikus

Pengaruh minyak sawit pada lipid darah dan lipoprotein telah diperiksa
dengan perbandingan dengan minyak yang lebih tidak jenuh. Kris-Etherton et al.
[132] membandingkan efek cholesterolaemic dari diet yang mengandung 10% berat
minyak kelapa sawit, zaitun, safflower dan jagung. Tikus yang diberi minyak zaitun
memiliki kadar TC plasma yang secara signifikan lebih tinggi daripada tikus yang
diberi makan minyak jagung, sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
tingkat TC tikus yang diberi makan jagung, safflower dan minyak sawit. Namun,
di hadapan diet kolesterol, Sugano dan Immaizumi [133] menunjukkan peningkatan
signifikan, TC pada tikus yang diberi diet minyak sawit atau olein dibandingkan
dengan diet minyak. Ikeda dkk. [134] meneliti efek minyak sawit dan minyak
safflower dalam kaitannya dengan berbagai jenis serat makanan pada penyerapan
kolesterol pada tikus. Penyerapan kolesterol meningkat oleh minyak sawit dalam
hubungan dengan serat yang tidak larut tetapi efek ini tidak jelas ketika fibrosa yang
tidak larut diganti dengan serat larut.

Pengaruh minyak sawit pada tingkat lipid pra-dan pasca-prandial juga telah
diperiksa oleh Groot et al. [135] yang mengamati kadar trigliserida plasma pra-dan
pasca-prandial yang lebih tinggi pada tikus yang diberi diet minyak sawit
dibandingkan dengan diet minyak bunga matahari. Disarankan bahwa efek ini
mungkin terkait dengan spesies trigliserida yang lebih jenuh yang ada dalam
minyak sawit. Haave et al. [136] meneliti efek dari lemak makanan yang
disumbangkan oleh minyak sawit, minyak zaitun atau minyak safflower pada tikus
hamil. Kadar kolesterol plasma janin bebas tidak secara signifikan berbeda antara
diet; namun, aktivitas 3-hidroksi-3-metilglutarat-ko-enzim A (HMG-CoA) janin
pada janin yang diberi minyak safflower dan minyak zaitun lebih tinggi
dibandingkan dengan pemberian makan minyak kelapa sawit.

Sundram et al. [137] meneliti minyak kelapa sawit, olein sawit, stearin
sawit, minyak jagung dan minyak kacang kedelai untuk pengaruhnya pada
distribusi kolesterol lipoprotein pada tikus yang diberi makan yang mengandung
40% energi sebagai lemak. Kadar kolesterol plasma tikus yang diberi minyak
kedelai secara signifikan lebih rendah daripada tikus yang diberi makan minyak
jagung, minyak kelapa sawit, olein sawit dan stearin sawit. Perbedaan yang
signifikan antara kadar kolesterol plasma tikus yang diberi minyak jagung dan tikus
yang diberi makan tiga diet minyak sawit tidak terbukti. HDL-kolesterol dibesarkan
pada tikus yang diberi makan tiga diet minyak sawit dibandingkan dengan tikus
yang diberi minyak jagung atau minyak kacang kedelai. Rasio TC / HDL-C yang
dihasilkan lebih baik dikurangi oleh tiga diet minyak sawit.

Studi awal ini, semua dilakukan dalam model tikus, bertujuan untuk
memahami efek dasar minyak sawit dan fraksinya pada regulasi dan metabolisme
kolesterol. Hasil dari penelitian tikus ini sering tidak cukup konklusif, karena tikus
didominasi oleh model hewan HDL (yaitu sebagian besar TC yang bersirkulasi
pada tikus dibawa dalam fraksi lipoprotein densitas tinggi) dan, karenanya, tidak
kristis. untuk menginduksi hypercholesterolaemia atau atherosclerosis. Dalam
mengenali keterbatasan ini, penelitian selanjutnya dicoba pada model binatang lain
seperti hamster, gerbil dan primata non-manusia.

10.1.2 Studi Hamster Dan Gerbil

Dalam beberapa tahun terakhir, hamster, terutama hamster Suriah emas dan
gerbil, telah digunakan secara luas sebagai model hewan untuk menjelaskan
mengenai sintesis sterol dan metabolisme LDL. Menggunakan model ini, efek dari
asam lemak pada makanan dan kolesterol pada makanan dalam sintesis kolesterol
plasma dan metabolisme LDLsecara in vivo telah dicoba. Pada model hamster,
kolesterol pada makanan yang diberikan menunjukkan perubahan signifikan pada
jumlah plasma dan LDL-C, sedangkan parameter ini relatif tidak berpengaruh pada
model tikus. Beberapa studi hamster dimana minyak sawit berperan sebagai lemak
pada makanan telah dilakukan dengan hasil di bawah ini.

Lindsey et al. menguji efek kualitatif dari lemak yang berbeda termasuk
minyak sawit dan asam lemak spesifik pada lipid plasma dan lipoprotein pada
hamster jantan muda. Menu yang mengandung 13% energi sebagai lemak dengan
variasi rasio asam lemak tak jenuh ganda / jenuh. Mengganti rantai 12:0 + 14:0 dari
minyak kelapa dengan 16:0 dari minyak sawit, berpengaruh terhadap peningkatan
HDL-C dan penurunan LDL-C. Perubahan manfaat yang serupa terbukti pada rasio
kolesterol LDL / HDL dan rasio plasma apolipoprotein B / A1. Studi ini juga
menjelaskan bahwa asam lemak jenuh utama dalam minyak sawit, yaitu asam
palmitat, dapat meningkatkan produksi HDL-C. Hal ini diperkuat dengan penelitian
bahwa apolipoprotein A1 dan reseptor LDL tertinggi, melimpahnya mRNA
dikaitkan dengan minyak sawit yang digunakan untuk memberi makan hamster.

Pronczuk et al. [140] membandingkan efek relatif 16: 0 (berasal dari minyak
sawit) dan asam lemak 12:0 pada lipid plasma gerbil. Pertukaran energi sebanyak
8% antara 16: 0 dan 12: 0 tercapai pada menu yang mengandung 40% energi lemak
dimana semua asam lemak lainnya dipertahankan konstan. Kedua menu
menghasilkan kolesterol plasma, trigliserida, dan HDL-C yang serupa. Ketika menu
yang sama dilakukan pada Monyet cebus, efek serupa pada lipid dan lipoprotein
kembali terbukti. Studi ini menyarankan bahwa respon hypercholesterolaemic
dalam gabungan asam lemak 12: 0 + 14: 0 yang terjadi bersaman di alam (misalnya
dalam minyak kelapa, PKO dan lemak susu) mungkin terkonfirmasi pada asam
miristat (14: 0) dalam campuran. Hipotesis ini telah memperoleh kepercayaan lebih
jauh dari hasil beberapa penelitian terkontrol manusia (lihat di bawah).

Hayes dkk. menguji potensi cholesterolaemic dari lemak yang berbeda pada
lemak-sensitif gerbil. Mereka melaporkan bahwa menu minyak kedelai
terhidrogenasi yang mengandung trans mempengaruhi hiperkolesterolemia yang
menengah sebagai respon terhadap menu dari stearin sawit dan minyak kelapa.
Untuk menjaga pengamatan sebelumnya, menu minyak kelapa berpengaruh
terhadap level kolesterol yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
stearin sawit 16: 0.

10.1.3 Studi primata non-manusia

Hayes dkk memberi makan tiga jenis monyet dengan menu bebas kolesterol,
dimana asam lemak dikontrol dengan ketat. Meskipun pada saat itu menyediakan
jumlah lemak jenuh yang sama, mono-unsaturates dan polyunsaturates yang berasal
dari minyak kernel dan minyak kelapa secara sistematis diganti dengan minyak dari
sawit. Tingginya lemak jenuh (>80%) dan makanan jenis AHA (Asosiasi Jantung
di Amerika) dengan lemak jenuh yang sama (mono-unsaturates dan
polyunsaturates) masing-masing dimasukkan sebagai kontrol positif dan negatif,
karena 12:0 dan 14:0 dari minyak kernel dan minyak kelapa secara sistematis
diganti dengan 16:0 dari minyak sawit, sehingga TC dan LDL-C menurun. Selain
itu, mengganti 50% dari polyunsaturates dari makanan AHA dengan 16:0 dari
minyak sawit gagal memperoleh peningkatan yang diharapkan dalam TC dan LDL-
C sedangkan pengganti serupa dengan 12:0 dan 14:0 dalam makanan AHA secara
signifikan meningkatkan TC, LDL-C, dan kolesterol LDL/HDL. Selanjutnya,
perbandingan TC yang diamati menunjukkan nilai dasar sempurna dengan prediksi
berdasarkan TC dengan persamaan jika 16:0 dari minyak sawit dianggap netral.
Studi ini serupa dengan hipotesis dasar dari Hayes dan Khosla tahun 1992 yang
menggambarkan ambang batas untuk efek polyunsaturates pada kolesterol dan
netralitas.
Dalam penelitian lain menggunakan monyet cebus, khosla, dan hayes
menilai reaksi dari asam palmitat menyebabkan tidak adanya kolesterol pada
makanan. Minyak sawit digunakan sebagai sumber makanan asam palmitat.
Mereka menukarkan 10% dari kandungan lemak antara 16:0 dan 18:1, sementara
mempertahankan 14:0 dan 18:2 menjadi tingkat konstan dalam makanan.
Konsentrasi lipid plasma dan metabolisme lipoprotein (LDL dan HDL kinetika)
tidak berpengaruh ketika menggunakan makanan bebas kolesterol. Hasil serupa
juga terlihat pada penelitian lain yang menggunakan monyet cebus dan rhesus yang
diberi makanan bebas kolesterol. Konsentrasi lipid plasma identik pada hewan yang
diberi makan kaya akan minyak (minyak sawit) dan (minyak canola). Minyak sawit
juga menghasilkan perbandingan kolesterol LDL/HDL yang rendah, secara
signifikan lebih baik dari pada makanan pengendali lainnya.
Khosla dkk menilai dampak pengganti 12:0 dan 14:0 dari minyak kelapa
dengan asam palmitat (16:0) dari minyak sawit dalam makanan AHA step-1
menggunakan monyet rhesus. Pengujian makanan ini memiliki rasio
polyunsaturates/saturates 0,99 sedangkan makanan kontrol yang menunjukan
makanan Amerika memiliki rata-rata rasio jenuh tak jenuh antara 0,5. Memberi
makanan diet 16:0 memperoleh penurunan yang signifikan dalam konsentrasi TC,
LDL-C, apoB dan ukuran penggabungan apoB LDL yang dikurangi dengan
membandingkan makanan kontrol. Demikian juga dengan penelitian monyet cebus
yang dilakukan serupa, Khosla et all menilai efek asam palmitat dari minyak sawit
dengan perubahan asam lemak dari minyak kedelai yang terhidrogenasi
berpengaruh untuk cholesterolaemic mereka. Sehubungan dengan rata-rata
makanan kontrol Amerika, kandungan palmitat secara signifikan mengurangi
perbandingan aterogenik TC/HDL-C sedangkan perubahan makanan tidak
berpengaruh. Namun, perubahannya ditandai dengan penurunan yang signifikan
dengan memanfaatkan kolesterol HDL yang relatif mengandung makanan
palmitat.
Monyet hijau Afrika yang diberi makanan kaya kolesterol dan berbagai
tingkatan asam lemak dinilai oleh Rudel et all untuk gejala aterosklerotik mereka.
Tingkat makanan yang memiliki kolesterol tinggi diberikan untuk meningkatkan
TC dan menyebabkan aterosklerotik. Memberikan makanan dengan tingkatan
lemak jenuh yang tinggi (minyak sawit palmitat) dengan adanya makanan dengan
kolesterol tingkat tinggi yang diinduksi tingkat TC tertingginya. Namun, ketika
kolesterol dihilangkan dari makanan yang mengandung lemak jenuh, TC menurun
dalam waktu 2 minggu dari 390 hingga 200 mg/dl. Sundram et all (1997)
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada TC dan LDL-C pada kelinci yang
diberi makan semipurifikasi bebas kolesterol yang mengandung 12:0 dan 14:0 atau
asam lemak trans tetapi tidak pada kelinci yang diberi makan olein palem kaya
sawit. Saat makanan pengandung kolesterol ditambahkan kedalam makanan hewan
tersebut didalam penelitian lanjutan luka aterosklerotik terlihat jelas pada 5/8 dan
6/8 dari kelinci yang masing-masing diberi makanan penggemuk 12:0 dan 14:0 dan
perubahan makanan penggemuk. Sebaliknya, luka aterosklerotik secara signifikan
lebih rendah dan jelas hanya pada 2/8 dari palm olein diberikan pada kelinci dan
1/8 dari campuran AHA untuk makanan kelinci tersebut.
10.2.1. Pengaruh minyak sawit sebagai bagian dari diet sehat rendah lemak

Ketika mengkonsumsi minyak sawit dengan kadar lemak rendah (<30%


energi), diketahui bahwa hal ini memiliki efek terhadap kolesterol dalam tubuh
pada sejumlah penelitian. Marzuki dkk. [153] melakukan penelitian tentang
mengkonsumsi makanan yang mengandung minyak sawit atau minyak kedelai pada
panelis muda yang sehat. Panelis yang sehat dan normal, tingkat serum TC (Total
Cholesterol) dan LDL-C (Low Density Lipoprotein Cholesterol) tidak berubah
secara signifikan saat diet oleh minyak sawit atau minyak kedelai. Dalam penelitian
serupa [154], ketika relawan dialihkan dari diet minyak kelapa ke diet minyak sawit
atau diet minyak jagung, serum TC (Total Cholesterol) menurun masing-masing
36 mg / dl dan 51 mg / dl. Oleh karena itu, serum TC (Total Cholesterol) yang
diamati pada konsumsi minyak sawit atau diet minyak jagung relatif lebih sedikit
dibandingkan diet minyak kelapa. Ghafoorunissa dkk. [155] mengganti minyak
kacang tanah dengan minyak sawit dalam makanan khas India dengan dihasilkan
27% energi sebagai lemak. Ini dua kali lipat lebih efektif secara ketersediaan asam
lemak jenuh dan menurunkan setengah kandungan asam linoleat. Terlepas dari
perubahan besar dalam komposisi asam lemak akibat peggunaan minyak sawit,
namun kadar kolesterol dan lipoprotein tidak berubah pada peniltian ini.
10. 2.2 Efek samping dari minyak sawit dibandingkan dengan minyak kaya asam
oleat

Minyak tak jenuh tunggal yang kaya asam oleat saat ini disebut-sebut
menjadi minyak yang paling sehat dari minyak lain yang dapat dikonsumsi selama
diet. Sementara zaitun, rapeseed dan Canola mengandung lebih dari 60% dari
komposisinya sebagai asam cis-oleat, palm olein memiliki sekitar 48% dari asam
lemak tak jenuh tunggal ini. Terdapat pertanyaan apakah tingkat asam oleat pada
minyak sawit cukup untuk menghasilkan lipoprotein- kolesterol proaktif yang
melindungi terhadap CHD (Coronary Heart Disease) yang diteliti dalam beberapa
riset. Ng et al. mengamati efek diet minyak sawit dan minyak zaitun pada lipid dan
lipoprotein dalam serum yang dibandingkan dengan diet minyak kelapa. Setiap
minyak di uji sebagai minyak goreng dan menyumbang dua sepertiga dari total
asupan lemak. Diet minyak kelapa secara signifikan meningkatkan serum lipid dan
lipoprotein, yaitu TC (Total Cholesterol), LDL-C (Low Density Lipoprotein
Cholesterol), dan HDL-C (high density lipoprotein cholesterol). Namun, pertukaran
satu sama lain antara palm olein (kaya 16: 0) dan minyak zaitun (kaya 18: 1)
menghasilkan nilai-nilai sejenis TC (Total Cholesterol), LDL-C (Low Density
Lipoprotein Cholesterol), dan HDL-C (high density lipoprotein cholesterol). Ini
menunjukkan bahwa pada manusia normocholesterolaemic yang sehat, palm olein
bisa ditukar dengan minyak zaitun (oleat tinggi) tanpa merugikan kadar lipid dan
lipoprotein serum. Choudhury dkk. [157] mengelola pertukaran energi 5% antara
minyak sawit (kaya 16: 0) dan minyak zaitun (18: 1-kaya) di 21 pria dan wanita
dewasa yang sehat dan normocholesterolaemic mengkonsumsi lemak rendah (30%
energi) dan diet rendah kolesterol (<200 mg / hari) diet. Dalam kondisi ini, TC
(Total Cholesterol) dan LDL-C (Low Density Lipoprotein Cholesterol) tidak secara
signifikan berbeda antara dua minyak, sehingga ketika 16: 0 dalam minyak sawit
diganti dengan 18: 1 dalam minyak zaitun, peningkatan yang diharapkan pada TC
(Total Cholesterol) dan LDL-C (Low Density Lipoprotein Cholesterol) tidak jelas.
Di sebuah penelitian manusia sebelumnya, Truswell dkk. [158] juga menguji efek
yang sama antara palm olein dan Minyak canola.

Sundram et al. [159] memberi makan 23 panelis pria normal


normocholesterolaemic yang dirancang dengan hati-hati dengan makanan diet
lengkap yang mengandung minyak Canola (18: 1-kaya), palm olein (16: 0-kaya)
atau diet AHA (American Heart Association) Langkah 1 AHA, semua berperan
sekitar 31% energi sebagai lemak dan <200 mg diet kolesterol / hari. Campuran
minyak AHA diperoleh dengan memadukan minyak kedelai (50%), minyak sawit
(40%) dan minyak Canola (10%) yang menghasilkan rasio 1: 1: 1 dari Saturate,
Monounsaturates dan polyunsaturates. Serum TC, VLDL-C dan LDL-C tidak
terlihat secara signifikan dipengaruhi oleh ketiganya meskipun dari asam lemak
utama. Tinggi 18: 1 Canola dan 16: 0 palm olein yang tinggi menghasilkan
kolesterol plasma dan lipoprotein hampir identik. Hanya HDL-C setelah dilakukan
diet AHA mempinyai nilai yang lebih tinngi dibandingkan dengan dua diet lainnya.
Temuan studi di atas sekarang menjadi subyek paten (Sundram et al. [147])
menganjurkan rasio asam lemak yang seimbang untuk mempertahankan rasio LDL
/ HDL-kolesterol yang tepat yang dapat menjadi pelindung kardio.

Berbeda dengan studi di atas, Zock et al. [160] menyampaikan bahwa


mengganti 10% energi dari 16: 0 dengan 18: 1 pada subjek normocholesterolaemic
secara signifikan menurunkan TC dan LDL-C. Perguruan tinggi Belanda tidak
menggunakan sumber lemak alami. Pola makan kaya 18: 1 disiapkan dengan
membaur tinggi 18: 1 minyak matahari, minyak matahari yang sangat
terhidrogenasi, dan minyak dengan intermiten tinggi 18: 2. minyak sawit esteri
dicampur dengan minyak nabati lainnya. Diet kaya 16: 0 diformulasikan dengan
membaurkan minyak sawit yang difraksionasi, minyak biji kapas, dan minyak
matahari yang sepenuhnya terhidrogenasi. Memberi campuran lemak yang
mengandung moietas trigliserida atipikal mungkin sebagian bertanggung jawab
peningkatan yang diamati pada TC dan LDL-C. Sebaliknya, ketika Sundram et al.
[161] secara maksimal menggantikan kebiasaan diet orang Belanda dengan minyak
sa Bb wit, TC dan LDL-C yang tidak terefleksi. Namun demikian, diet minyak
kelapa sawit menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam HDL2-C dan
apolipo-rasio protein A1 / B menandakan beberapa manfaat kardiovaskular
daripada sebaliknya yang berarti penggunaan minyak sawit ini benar dan sesuai.

Studi yang disebutkan di atas berfokus pada kandungan asam oleat dalam
minyak yang berbeda yang diuji (sawit olein, canola, rapeseed dan zaitun) untuk
mengetahui sifat modulasi kolesterol mereka. Tanpa ragu, asam oleat telah terbukti
memiliki sifat penurun kolesterol yang dikatakan sama atau lebih baik
dibandingkan dengan polyunsaturate. Namun, jumlah asam oleat optimal yang
dibutuhkan untuk memastikan bahwa profil lipoprotein yang bermanfaat masih
belum ditentukan. Dalam konteks ini, palm olein con- Taining 44 - 48% asam oleat
sama dalam kolesterol plasma dan modulasi lipoprotein seperti lainnya yang
mengandung asam oleat lebih tinggi termasuk zaitun (70%), canola (65%) dan
rapeseed (60%). Ini sangat baik untuk palm olein dan jelas mengurangi efek
kolesterolik.

10.2.3. Efek minyak sawit dibandingkan dengan lemak jenuh


Diet manusia mengandung campuran lemak, dan campuran asam lemak.
Jaring efek dari campuran tersebut pada TC dan/atau lipoprotein individu akan
menjadi efek keseluruhan dari semua asam lemak, beberapa bertindak berlawanan
arah satu sama lain. Oleh karena itu penting untuk menguraikan asam lemak
pengontrol kolesterol kunci untuk menentukan indeks cholesterolaemic lemak atau
minyak dikonsumsi. Untungnya, di beberapa studi baru-baru ini berfokus pada isu-
isu ini dan telah memberikan observasi tambahan yang cenderung mendukung
pengamatan Hegsted [123] bahwa asam lemak jrnuh mampu mengatur kolesterol
mereka. Beberapa penelitian ini menggunakan minyak sawit sebagai sumber 16: 0
dalam diet uji mereka dijelaskan di bawah ini.
Sundram et al. [162] diberi makan 17 subjek normocholesterolaemic
seluruh makanan diet yang dipertukarkan 5% energi antara 16: 0 dan 12: 0 + 14: 0
(lauric + myristic, LM). Dibandingkan dengan diet LM, diet 16: 0 kaya
menghasilkan konsentrasi TC 9% lebih rendah, terutama oleh LDL yang
berkonsentrasi rendah (11%) C. Heber dkk. [163] mengevaluasi diet yang
diperkaya dengan minyak sawit, minyak kelapa atau minyak kedelai yang
terhidrogenasi untuk periode tes 3 minggu pada pria Amerika yang sehat.
Signifikan meningkat TC, LDL-C dan apolipoprotein B terlihat setelah konsumsi
diet minyak kelapa tetapi tidak dengan minyak kelapa sawit dan makanan minyak
kedelai yang dihidrogenasi. Di dalam Ng et al. [154.156] belajar, diet diperkaya
minyak kelapa dibandingkan dengan palm olein. Pada kedua populasi, makan
minyak kelapa menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam TC dan LDL-C
dibandingkan dengan pemberian olein sawit.
Studi-studi ini membandingkan efek 12: 0 + 14: 0 (LM) yang terjadi
secara alami dalam minyak kelapa dan minyak inti sawit. Mereka menyarankan
bahwa efek cholesterolaemic karena 16: 0 (asam palmitic) adalah sig-jauh lebih
rendah daripada kombinasi LM. Minyak kelapa hampir 85% jenuh dan memiliki
telah menyarankan bahwa nilai kolesterol yang lebih tinggi setelah diet minyak
kelapa mungkin hanya karena ketersediaan asam linoleat yang lebih rendah. Saran
ini telah didiskon dalam studi terbaru tentang Sundram et al. [164]. Meskipun
inkorporasi tingkat tinggi 18: 2 (5,6% en) dalam diet LM, itu menginduksi secara
signifikan konsentrasi TC dan LDL-C yang lebih tinggi pada sukarelawan sehat
dibandingkan dengan diet olein sawit kaya 16: 0 (3,3% dan 18: 2) [165]. (Gambar
2 dan 3)
Tingkat TC dan LDL-C yang lebih tinggi yang diinduksi oleh diet LM
tidak konsisten dengan nilai-nilai diharapkan berdasarkan Kunci ± Hegsted
persamaan [121 ± 123], yang memprediksi bahwa kon centrations akan dihasilkan
dari kedua asam lemak. Namun, dapat diperdebatkan bahwa kompromi yang
dirangkum binasi efek jenuh diet yang berbeda dalam Kunci ± regresi Hegsted
cenderung melebih-lebihkan pentingnya 16: 0 dan meremehkan dampak 12: 0 + 14:
0. Pertanyaan yang tersisa adalah yang mana dari dua asam lemak yaitu 12: 0 dan
14: 0 lebih cholesterolaemic? Itu pemisahan 12: 0 dan 14: 0 dari sumber-sumber
lemak alami adalah diancult karena mereka cenderung terjadi bersamaan. Hayes
dan Khosla [143] mengoptimalkan konten 12: 0 atau 14: 0 dalam studi hewan
mereka sehingga aktual efek kolesterolemik dari asam lemak jenuh individu dapat
dipahami dengan lebih baik. Mereka menemukan 14: 0 meningkatkan kolesterol
hampir empat kali lipat dari 12: 0. Ini memungkinkan mereka untuk memposting
akhir-akhir ini asam miristat (14: 0) adalah asam lemak peningkat kolesterol yang
paling ampuh dalam makanan manusia dan asam palmitat (16: 0) relatif netral.
Wood dkk. [166] melaporkan efek mentega, margarin keras, minyak
sunØower dan minyak sawit (mentah dan teringat) pada efek lipoprotein dari subjek
Amerika yang mengkonsumsi 38% energi sebagai lemak. Lemak tes menyediakan
hampir 50% dari total asupan lemak, yang setara dengan 16% energi. Diet yang
mengandung minyak sawit mentah atau yang diremajakan tidak meningkatkan TC
relatif terhadap kebiasaan diet ican sementara LDL-C relatif terhadap semua tes diet
lainnya. Namun, minyak kelapa sawit yang diapresiasi menyebabkan peningkatan
yang signifikan dalam HDL-C yang bermanfaat dan tingkat apolipoprotein A1 yang
terkait. Rasio LDL / HDL-kolesterol yang dihasilkan lebih unggul pada diet minyak
sawit yang telah direvisi ini. Dibandingkan-ison, minyak sunØower menghasilkan
pengurangan signifikan pada TC, LDL-C dan HDL-C yang diinginkan dan
apolipoprotein A1.
Menggunakan 15 wanita normocholesterolaemic yang diberi makanan
padat, Schwab et al. [167] gagal untuk menemukan perbedaan apa pun dalam kadar
lipid plasma setelah pertukaran energi 4% antara 12: 0 dan 16: 0. Temme et al. [168]
melaporkan efek diet makan yang diperkaya dengan asam laurat dan palmitat pada
lipid plasma. Subyek mengkonsumsi makanan padat yang bertukar energi 8%
antara lauric dan asam palmitat. Diet asam laurat menghasilkan TC dan LDL-C
yang lebih tinggi daripada asam palmitat diet tetapi ini tidak dapat dijelaskan oleh
kandungan asam miristat yang agak lebih tinggi dalam diet. Dengan demikian,
perubahan lipid plasma tampaknya menunjukkan bahwa asam laurat per se lebih
choles-terol membesarkan dari asam palmitat. Dalam studi Denke dan Grundy
[169], diet 12: 0-kaya (con-tributing 17,6% energi) meningkatkan TC sebesar 9 mg
/ dL dibandingkan dengan diet yang mengandung 17,4% dan 16: 0. Peningkatan TC
karena pola makan 12: 0 terjadi secara eksklusif di LDL-C. Data ini, oleh karena
itu, menunjukkan bahwa efek cholesterolaemic 16: 0 berasal dari minyak sawit /
palm olein lebih rendah dari 12: 0 dan 14: 0 berasal dari lemak alami termasuk
minyak kelapa, minyak inti sawit dan lemak mentega.
Dari studi di atas efek asam palmitat (asam lemak jenuh utama dalam
produk minyak kelapa sawit), pada plasma lipoprotein kolesterol menjadi lebih baik
dipahami. Memang, jika palmitic asam adalah hiperkolesterolemia, kemudian
sintesis endogen meningkat atau penurunan izin tingkat kolesterol harus jelas. Studi
manusia tentang Cook et al. [170] menyelidiki hubungan antara sintesis kolesterol
endogen dan kandungan asam palmitat dalam diet disumbangkan oleh minyak
sawit. Tingginya kadar asam palmitat dalam makanan tidak berpengaruh secara
signifikan kadar serum total dan LDL-kolesterol. Tingkat sintetik fraksional dari
kolesterol tidak berbeda antara perawatan diet (kadar asam palmitat tinggi dan
rendah). Ini menyarankan bahwa ada tidak ada hubungan antara sintesis endogen
kolesterol dan kandungan asam palmitat dalam diet.
Asam lemak jenuh dalam minyak sawit terdiri dari asam palmitat dan
asam stearat (44 dan 5%, masing-masing tively). Grundy dan Vega [127]
sebelumnya telah menganjurkan netralitas asam stearat. Itu Studi yang disebutkan
di atas dengan minyak sawit, pada intinya menunjukkan bahwa asam lemak jenuh
di telapak tangan minyak tidak berkontribusi untuk meningkatkan muatan
kolesterol plasma. Dengan deduksi sederhana, ini menunjukkan itu asam palmitat
berperilaku sebagai asam lemak netral dan oleh karena itu tidak ada asam lemak
dalam minyak sawit peningkatan kolesterol.

10.3. Pengaruh sawit olein dibandingkan dengan trans asam lemak


Kontroversi terus berlanjut atas signifikansi trans asam lemak dalam
nutrisi manusia, khususnya mengenai dampak negatifnya pada lipoprotein plasma
dan implikasi yang tidak diinginkan untuk atherogenesis. Trans asam lemak dapat
merusak lipoprotein ekts dengan meningkatkan TC, LDL-C, lipoprotein Lp (a) dan
menurunkan HDL-C relatif terhadap mereka cis isomer. Ini telah membangkitkan
kebutuhan untuk mengganti lemak terhidrogenasi dengan lemak padat alami dalam
sejumlah besar formulasi makanan. Itu eunisasi nutrisi dari lemak padat
menggantikan lemak terhidrogenasi harus sedemikian rupa sehingga mereka tidak
merugikan lipid plasma ect dan faktor risiko PJK lainnya. Dalam konteks ini,
minyak sawit bisa dianggap sebagai alternatif yang sesuai.
Nestel dkk. [171] dibandingkan atrans lemak kaya elaidic dengan
campuran 16: 0-kaya (16: 0 berkontribusi terutama oleh minyak sawit). Kedua
campuran tes menghasilkan TC dan LDL-C yang lebih tinggi daripada kontrol kaya
oleat diet. Pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam TC dan LDL-C antara minyak
yang kaya akan elasetika dan kelapa sawit-diet kaya. Namun HDL-C secara
signifikan meningkat pada diet kaya 16: 0 dan LDL yang dihasilkan. Rasio HDL-
C lebih menguntungkan pada diet minyak sawit dibandingkan dengan trans diet. Ini
yang menyebabkan para penulis untuk menyimpulkan bahwa ada sedikit manfaat
dari menghindari penggunaan minyak sawit dengan mengganti trans-berlemak
asam dalam formulasi makanan. Sundram et al. [164] melakukan perbandingan
langsung trans elaidis lemak yang dirancang untuk menggantikan jenuh (16: 0, 12:
0 + 14: 0) dalam makanan dan pengolahan makanan. Makan dari asam elaidic pada
energi 5,5% secara signifikan meningkatkan TC dan LDL-C relatif terhadap 16: 0-
rich (palm olein) dan lemak 18: 1-kaya dan HDL-C tertekan secara unik dan
meningkatkan lipoprotein Lp (a) relatif ke semua lemak yang diuji (termasuk 12: 0
+ 14: 0). 16: 0 dan cis 18: 1-diet kaya menimbulkan identik efek pada lipoprotein.
Dampak dari trans asam elaidic pada lipoprotein profil manusia tampaknya lebih
buruk daripada jenuh yang terjadi pada minyak alami dan lemak. Dalam tindak
lanjut mempelajari isi dari trans asam elaidic dikurangi dengan meningkatkan isi
18: 1 dan 18: 2 trans isomer yang kembali dibandingkan dengan diet diperkaya olein
sawit. Meskipun ada perubahan ini, sifat peningkatan kolesterol dari trans asam
lemak bertahan lebih dari minyak sawit olein Mempertahankan kadar asam palmitat
yang lebih tinggi secara signifikan [172].
Bukti yang mengimplikasikan efek buruk gizi trans asam lemak
meningkat terus. Dijangka panjang, industri akan dipaksa mencari alternatif untuk
lemak terhidrogenasi. Seperti itu penduduk asli harus benar-benar terbukti aman
dari segi nutrisi dan belum memenuhi persyaratan fisiko-kimia produk makanan.
Proof lemak padat dari minyak kelapa membuatnya menjadi pesaing alami untuk
menggantikannya lemak terhidrogenasi dalam formulasi makanan padat lemak.
Penggunaan minyak sawit dalam produk semacam itu bisa hampir menghilangkan
mereka trans kandungan asam lemak. Komposisi asam lemak yang diinginkan
dalam pro saluran juga dapat dengan mudah dicapai dengan mencampur sawit dan
minyak lainnya. Misalnya, ini telah terjadi ditunjukkan sebelumnya dalam
campuran AHA [159] di mana sawit olein berkontribusi 40% dari komposisi
campuran dan ini menghasilkan rasio LDL / HDL-kolesterol optimal.
Studi-studi yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa sifat-sifat
cholesterolaemic dari minyak sawit dan sawit olein tergantung pada beberapa titik
set. Minyak sawit dan olein sawit telah terbukti hypo-cholesterolaemic
dibandingkan dengan diet berkontribusi jumlah variabel lemak laurat dan miristis
asam. Ini sangat baik untuk hipotesis bahwa efek cholesterolaemic dari lemak jenuh
asam tidak sama [173]. Memang, netralitas asam stearat telah lama diadvokasi. Di
com-Dibandingkan dengan diet yang diperkaya oleh minyak canola, rapeseed dan
zaitun, palm olein tampaknya sebanding dalam kemampuannya memodulasi lipid
dan lipoprotein. Studi-studi yang meminjamkan kepercayaan untuk ini observasi
dilakukan dengan sukarelawan sehat yang mengkonsumsi energi lemak sedang
banyak (30% energi) dan kolesterol sedang (<300 mg / hari). Ketika
hypercholester-Subjek olaemik dan lemak tinggi (> 40% energi sebagai lemak) diet
formula cair digunakan minyak sawit muncul untuk meningkatkan TC dan LDL-C.
Minyak sawit dan olein sawit juga akan terus digunakan sebagai bahan
penting dalam aplikasi makanan membutuhkan lemak padat tanpa hidrogenasi. Ini
jelas terlihat lebih unggul secara nutrisi lemak terhidrogenasi dengan tidak
meningkatkan TC dan LDL-C sementara membantu dalam peningkatan manfaat
HDL-kolesterol. Terlepas dari asam lemaknya, komponen minor yang ada dalam
minyak sawit, terutama tocotrienols, telah dilaporkan mengurangi TC dan LDL-C
[174] melalui kemampuan mereka untuk menekan aktivitas reduktase HMG-CoA.
Temuan-temuan ini memerlukan evaluasi ulang dari nutrisi efek dari minyak sawit
dan palm olein pada lipid darah dan lipoprotein terutama karena mereka siap untuk
melanjutkan pentingnya mereka sebagai minyak makan utama untuk konsumsi
manusia di seluruh dunia

BAB 11
11. Pengaruh Minyak Sawit Pada Trombosis Arteri, Aritmia Jantung, Dan
Sintesis Prostanoid
11.1. Trombosis arteri
Hornstra dkk. [175] melakukan beberapa penelitian untuk mengevaluasi
efek minyak sawit pada arteri-bosis menggunakan teknik lingkaran aorta pada tikus.
Data ini juga telah ditinjau [176]. Waktu obstraksi (OT) diukur sebagai waktu yang
berlalu antara penyisipan lingkaran kanula diaorta pada perut hewan dan oklusi
dengan pembentukan trombus. Secara umum, tikus diberi makan diet kaya asam
lemak tak jenuh ganda memiliki OT yang lebih panjang daripada yang diberi diet
asam lemak jenuh. Tikus yang diberi makan sari buah kelapa memiliki OT serupa
dengan tikus yang diberi diet minyak tak jenuh ganda termasuk minyak rapeseed,
biji rami dan minyak sunflower. Oleh karena itu, dalam model aorta loop dengan
minyak sawit berperilaku seperti minyak tak jenuh ganda. Hornstra [176] lebih
lanjut menyarankan bahwa antitrombotik efek dari minyak sawit tampaknya paling
tidak sebagian, terkait dengan jumlah dan komposisi unsaponifiables dalam
minyak.
Rand et al. [177] mengukur agregasi platelet yang diaktifkan pada tikus
yang diberi minyak sawit atau minyak biji bunga marahri (50% energi lemak).
Mereka melaporkan agregasi platelet yang lebih besar di bunga matahari makan
minyak tikus dibandingkan dengan tikus yang diberi makan minyak kelapa.
Agregasi platelet yang diinduksi oleh adenosine dipho-sphate, collagen atau PAF-
acether juga dilaporkan sebanding pada kelinci yang diberi makan minyak sawit,
minyak minyak matahri, minyak zaitun, minyak biji rami dan minyak ikan [175].
Vles [178] menunjukkan bahwa minyak sawit akan menghasilkan tingkat lesi
aterosklerosis yang lebih tinggi daripada pemberian rapeseed atau minyak bunga
matahari. Namun, ketika protein itu diubah dari kasein menjadi protein kedelai,
Perbedaan ini tidak lagi terlihat bahkan ketika kelinci diberi makan selama 1,5
tahun [175].
11. 2 Aritmia Jantung
Dengan menggunakan model tikus dari aritmia jantung iskemik setelah oklusi
bedah arteri koroner utama, telah ditunjukkan adanya lemak jenuh, meski
minyaknya tak jenuh ganda, terutama minyak ikan yang kaya akan asam lemak n-
3 yang melindungi terhadap aritmia jantung. Charnock et al. [179] menemukan
bahwa diet yang dilengkapi dengan minyak sawit yang diolah dengan refining
secara kimia atau refining secara fisik memberikan nilai rata antara lemak jenuh
ginjal domba dan minyak tak jenuh ganda biji bunga matahari selama stres iskemik.
11.3 Sintesis Prostanoid
Prostanoid, sering disebut hormon lokal, adalah serangkaian senyawa yang
terkait secara struktural yang berasal dari asam lemak tak jenuh ganda tertentu.
Prostanoid yang terbentuk oleh trombosit darah dan pembuluh darah ini berperan
penting dalam trombosis dan atherosclerosis. Kuantitas dan jenis lemak makanan,
rasio tak jenuh ganda / jenuh dan rasio asam lemak n-3 / n-6 mengatur sintesis
prostanoid. Trombosit darah diaktifkan menghasilkan thromboxane A2 (TxA2),
yaitu agregasi (pengumpulan) trombosit, dan karenanya memiliki efek
prothrombotic. Prostacyclin (PGI2) yang diproduksi oleh dinding pembuluh dapat
menonaktifkan trombosit darah dan memecah agregat trombosit.
 Hornstra dkk. [175] melaporkan bahwa pada tikus, diet minyak sawit
menyebabkan penurunan signifikan TxA2 dalam kolagen platelet
teraktifkan dibandingkan dengan diet minyak bunga matahari pada
tikus.
 Rand et al. [177] melaporkan rasio thromboxane / prostasiklin secara
signifikan lebih rendah pada trombosit tikus yang diberi makan minyak
sawit.
 Sugano dan Immaizumi [133] menunjukkan bahwa ketika diet mengandung
20% minyak sawit, minyak safflower atau minyak zaitun, rasio PGI2 / TxA2
tertinggi untuk minyak safflower, menengah untuk minyak sawit dan
terendah untuk tikus yang diberi makan minyak zaitun.
 Abeywardena dkk. [180] berhipotesis bahwa modulasi menguntungkan dari
rasio thromboxane/prostasiklin oleh minyak sawit mungkin berkaitan dengan
fraksi unsaponifiable dalam minyak sawit dan terutama tocotrienols. Sugano
dan Immaizumi [133] menunjukkan bahwa rasio prostasiklin aorta terhadap
tromboksan plasma setelah diet minyak sawit pada tikus tidak dapat
diprediksi hanya berdasarkan komposisi asam lemak dari minyak saja.

BAB 12
12. Pengaruh Minyak Sawit Pada Karsinogenesis
Tampaknya ada korelasi positif antara kuantitas dan kualitas lemak yang
dikonsumsi dan kejadian kanker payudara, usus besar dan prostrate. Banyak dari
pengamatan epidemiologi yang menghubungkan konsumsi lemak dengan jenis
kanker yang berbeda telah direproduksi pada hewan laboratorium. Sebagai contoh,
asam lemak tak jenuh ganda, terutama yang kaya akan seri n-6 yang berasal dari
minyak biji nabati, memiliki efek mempromosikan tumor pada model kanker
mammae. Oleh karena itu, ini adalah dasar untuk mengevaluasi efek dari diet
minyak sawit yang diperkaya pada tahap inisiasi, promosi dan pengembangan
karsinogenesis mammae. Menggunakan model tikus yang dibuat karsinogenik oleh
administrasi 7,12 dimethylbenz (a) anthracene (DMBA):
 Hopkins et al. (1979), menunjukkan bahwa perkembangan dan insiden tumor
mammae sensitif terhadap tingkat asam linoleat (18: 2 n-6) dalam makanan.
Pada tikus yang dilakukan secara moderat, diet yang mengandung 2,8%
minyak jagung dan 21,8% minyak sawit menghasilkan indeks
karsinogenesis yang lebih rendah daripada diet rendah lemak, rendah-
linoleat yang mengandung 5% minyak jagung.
 Buckman et al. [183] Setelah 21 hari, volume rata-rata tumor pada tikus yang
diberi makanan safflower oil 20% hampir dua kali lipat dari 20% berat minyak
kelapa sawit dan enam kali lipat dari tikus yang diberi diet 5% minyak sawit.
Yang menarik juga adalah pengamatan bahwa 5% tikus yang diberi
makan minyak sawit memiliki volume tumor rata-rata yang lebih rendah
secara signifikan.
 Sylvester et al. [184] yang memberi makan makanan yang mengandung
minyak sawit, minyak jagung, lemak sapi atau lemak babi (45% kalori)
Pemberian minyak kelapa sawit menghasilkan angka tumor terendah. Ini
menunjukkan bahwa diet lemak dapat memodulasi tumor melalui mekanisme
independen dari komposisi asam lemak mereka.
 Sundram et al. [185] memberi makan tikus Sprague-Dawley betina yang
diobati dengan DMBA, diet semisintetik yang mengandung 20% b / b sawit
(baik mentah, revisned atau metabisulphite yang diolah), minyak jagung dan
kedelai selama satu bulan. Tikus yang diberi makan jagung 20% atau
minyak kacang kedelai memiliki insiden tumor yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan hasil tumor dari tikus yang diberi makan minyak
sawit.
Alasan yang mungkin adalah kandungan asam linoleat n-6 secara signifikan
pada minyak jagung dan minyak kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan minyak
sawit.
- Minyak sawit : asam palmitat
- Minyak jagung, kedelai : asam linoleat / Tak jenuh C18

Titik leleh kedelai (linoleat) lebih rendah daripada sawit (palmitat) karena
kedelai memiliki ikatan rangkap (asam lemak tak jenuh). Oleh karena itu, sawit
lebih baik digunakan untuk menggoreng karena titik lelehnya tinggi. Semakin jenuh
asam lemaknya, titik leleh akan semakin tinggi. Minyak sawit memiliki melting
point tinggi, tidak mudah menguap, tidak mudah bau, tidak mudah teroksidasi.

ISU : MINYAK SAWIT DAPAT MEMICU KANKER


Sebenarnya minyak kelapa sawit tidak akan memicu kanker asalkan
digunakan sekali pakai karena setelah digunakan untuk menggoreng, minyak
tersebut mengandung senyawa akrilamid. Senyawa akrilamid adalah senyawa
pemicu kanker yang biasanya dihasilkan setelah penggorengan dengan suhu tinggi.
Senyawa akrilamid yang juga bagian dari senyawa karsinogenik pada minyak
kelapa sawit jumlahnya paling rendah dibanding minyak lainnya.

Efek non-promoting minyak sawit pada jenis tertentu dari karsinogenesis


eksperimental mungkin sebagian terkait dengan konstituen minor yang ada di
dalamnya. Dari jumlah tersebut, karotenoid dan tokotrienol menarik. b-karoten
telah lama didalilkan menjadi bermanfaat sebagai agen antikanker. CPO adalah
salah satu sumber alami karotenoid yang paling kaya dan melalui teknik
pemrosesan yang lebih baik banyak kandungan karotenoid yang asli dapat disimpan
dalam minyak olahan. Rancangan penelitian ini [185] telah berspekulasi bahwa
minyak sawit mentah yang mengandung karotenoid dan palm vitamin E (tokoferol
dan tokotrienol) akan memiliki efek non-promotif yang lebih besar pada kanker
mamarius tikus dibandingkan dengan telapak yang diobati atau metabisulfit yang
dirawat. minyak.

BAB 13
13. Komponen Minor dalam Minyak Sawit Dan Efek Kesehatannya

Karatenoid

Tocopherol
Vit. E
Tocotrienols
<1% dari konstituen,
Komponen
minor berperan penting dalam
Sterol menjaga stabilitas dan
minyak
sawit kualitas minyak sawit
Phosphatides

Alkohol
triterpenic

Alifatik
Alfa karoten
500-700 ppm
karatenoid
CPO Beta karoten
Vitamin E
(600 ± 1000 ppm)

Karotenoid memiliki aktivitas pro-vitamin A. Namun, dalam upaya


memenuhi persepsi konsumen tentang minyak yang dipreparasi (warna kuning
keemasan), selain itu pro-vitamin A pada suhu tinggi akan rusak dan mempercepat
ketengikan. Oleh sebab itu, karotenoid sering terdegradasi dan dihapus secara
termal selama tahap deodorisasi proses refining. Dalam CPO, karotenoid
tampaknya memberikan perlindungan terhadap oksidasi dengan teroksidasi terlebih
dahulu sebelum serangan oksidatif pada triasilgliserol.
Minyak sawit RBD, palm olein dan palm stearin mempertahankan sekitar
69%, 72% dan 76% dari tingkat asli vitamin E dalam CPO. Sebagian besar
sitosterol, campesterol, stigmasterol dan kolesterol merupakan fitosterol dalam
minyak sawit. Seperti minyak nabati lain yang dapat dimakan, kandungan
kolesterol minyak sawit dapat diabaikan. Kadar fitosterol dapat dikurangi dalam
proses refining.

BAB 14
14. Palm vitamin E

Minyak sawit yang telah mengalami pemurnian mengandung sekitar 350 ±


450 ppm vitamin E, disajikan sebagai berikut: RRR-α-tocopherol (30%) dan
tocotrienol (70%) isomer. Sebaliknya, minyak lain seperti jagung, kedelai dan
bunga matahari sumber yang baik dari tokoferol tetapi tidak mengandung
tocotrienol. Secara sejarah, aktivitas vitamin E (satu unit internasional, IU) telah
didefinisikan sebagai 1 mg semua termasuk rac-a-tocopheryl acetate sementara 1
mg dari RRR-α-tokoferol menyamai 1,49 IU. Selain itu, aktivitas vitamin E dalam
makanan dinyatakan sebagai α-tocopherol setara (α-TE) yang merupakan aktivitas
1 mg RRR- α-tocopherol [186]. Hal ini merupakan, faktor perubahan untuk setiap
mg tokoferol dan toctrienols yang berbeda di minyak kelapa sawit ke a-TE adalah
sebagai berikut: α-tocopherol, 1.0; gamma-tocopherol; 0,5; delta-tocopherol, 0,1;
alpha-tocotrienol, 0,3 dan beta-tocotrienol, 0,05. Faktor-faktor untuk gamma dan
delta tocotrienols saat ini tidak diketahui. Faktor perubahan ini didasarkan pada
kemampuan masing-masing isomer mengatasi gejala kekurangan vitamin E tertentu
seperti resorpsi janin, distrofi otot dan encephalomalacia. Karena faktor-faktor ini
didasarkan pada tes resorpsi janin tikus [187], hubungan mereka dengan manusia
sering dipertanyakan. Selain itu, aktivitas biologis mereka mungkin didasarkan
pada aktivitas antioksidan mereka, tetapi ini juga tampak menyesatkan. Misalnya,
α-tocotrienol hanya sepertiga aktivitas biologis α-tocopherol, namun memiliki
[188] atau setara yang lebih tinggi [189] aktivitas antioksidan. Namun, alpha-
tocotrienol kini telah dilaporkan menunjukkan lebih besar perlindungan sel darah
merah terhadap hemolisis oksidatif daripada α-tocopherol. Ini juga menunjukkan
sebuah efek penghambatan yang lebih tinggi berpengaruh pada peroksidasi lipid
mikrosomal hati tikus yang diinduksi oleh adriamycin dibandingkan atocopherol.

Tokoferol dalam minyak sawit dan sumber makanan lainnya diserap,


diangkut dan dimetabolisme sebagaimana didokumentasikan sebelumnya [191].
tocotrienol, di sisi lain, ditangani secara berbeda. Ikeda dkk. [192] melaporkan
bahwa α-tocotrienol pada tikus ditingkatkan dibandingkan dengan tokoferol. Di
hamster, Hayes dkk. [141] menyarankan bahwa memberi makan campuran
tocotrienol dan tokoferol diperkaya dari minyak sawit meningkatkan sekresi khusus
α-tocopherol pada getah bening. konsentrasi Plasma tocotrienol, terutama dalam
keadaan berpuasa, sulit untuk dideteksi sebagaimana adanya dimetabolisme sangat
cepat. Hayes dkk. [p141] melaporkan adanya tokotrienol di semua jaringan kecuali
otak hamster memberi makan fraksi kelapa sawit tocotrienol fraksi kaya tokoferol
(TRF) dengan jaringan adipose terutama kaya tocotrienol. Kulit tikus juga tampil
unik dalam kemampuannya mengumpulkan jumlah tocotrienol yang cukup banyak.
Kehadiran α- dan gamma-tocotrienol yang dimiliki telah dilaporkan oleh Podda
dkk. [193] bahkan ketika diet tidak diperkaya dengan tocotrienols. Kulit telah
disarankan menjadi tempat penyimpanan dan ekskresi penting untuk vitamin E dan
akumulasi tocotrienol dapat sangat bermanfaat dalam melindungi penghalang lipid
stratum korneum.
Sekarang ada minat yang berkembang pada sifat gizi dan fisiologis vitamin
E di minyak sawit, terutama dari tocotrienol. baru-baru ini telah ditinjau oleh
Theriault et al. [194]. Qureshi et al. [131] tocotrienol pertama yang diisolasi dari
barley dan menyarankan bahwa alpha-tocotrienol dalam barley memberikan
penghambatan tergantung dosis aktivitas HMG-CoA reduktase (HMGR),yang
mengatur sintesis kolesterol di hati. Parker dkk. [195] menyarankan bahwa alpha-,
gamma dan delta-tocotrienols bertindak pasca transkripsi untuk menurunkan massa
HMGR di sel HepG2.

Selanjutnya, Qureshi et al. [174] menggunakan fraksi tocotrienol-rich (palm


vitee) dari minyak sawit untuk mengevaluasi kemungkinan hipokolesterolemik
pada manusia. Dalam studi double blind crossover menggunakan 20 subyek
hiperkolesterolemia (kolesterol total, TC> 6,2 mmol / L) suplementasi palmvitee
menyebabkan penurunan signifikan pada TC dan LDL-C. Apolipoprotein B
menurun 9 ± 11%, serum tromboksan sebesar 25% dan faktor trombosit PF4
sebesar 16% dibandingkan dengan plasebo suplementasi minyak jagung. Tan et al.
[196] menunjukkan bahwa administrasi hanya satu vitee sawit kapsul, mengandung
18 mg tokoferol dan 42 mg tocotrienol, secara signifikan menurunkan TC dan LDL-
C pada subjek hypercholesterolaemic. Babi hypercholesterolaemic dengan
hyperlipemias yang diwariskan pada fraksi kaya kelapa sawit tocotrienol juga
menunjukkan penurunan signifikan pada TC, LDL-C, apolipoprotein B, TxB2 dan
PF4 [197]. Telah diusulkan bahwa kombinasi gamma-tocotrienol dan alpha-
tocopherol dalam rasio yang sama dengan yang ada dalam minyak sawit layak
untuk evaluasi lebih lanjut sebagai agen hipolipemik potensial untuk orang dengan
risiko atherogenic

Serbinova dkk. [188] menunjukkan bahwa vitamin E pada minyak sawit


memberikan perlindungan yang lebih besar cedera iskemia / reperfusi pada jantung.
Langendorff yang terisolasi daripada tokoferol. Ini dimanifestasikan melalui
penekanan lengkap kebocoran enzim LDH dari jantung iskemik, menurun
adenosine triphosphate dan tingkat creatine fosfat dan penghambatan pembentukan
endogen lipid peroksida oleh palm vitamin E. palm tocotrienol juga menunjukkan
efisiensi daur ulang yang lebih tinggi dan keseragaman distribusi yang lebih besar
di lapisan membran. Properti ini menawarkan banyak hal potensi anti-oksidan yang
lebih tinggi untuk tocotrienol (terutama d-ɣ-tocotrienol) daripada isomer tokoferol.

Tocotrienol sawit mungkin memiliki sifat anti kanker. Sundram et al. [185]
menyarankan minyak sawit mentah lebih efektif daripada minyak sawit olahan
dalam meningkatkan periode latensi tumor di Indonesia DMBA diperlakukan pada
tikus. Ini dikaitkan dengan kehadiran tocotrienols dan karotenoid di minyak
mentah. Ketika kandungan vitamin E dalam minyak sawit dihilangkan, secara
signifikan jelas lebih banyak tumor [198]. Penambahan vitamin E sawit ke minyak
jagung (500 atau 1000ppm) menghasilkan lebih rendah insiden tumor dan hasil
dibandingkan dengan tikus yang diberi minyak jagung saja.

Serangkaian penelitian juga menyelidiki efek in vitro dari tocotrienols pada


sel kanker payudara manusia. Dibandingkan dengan a-tocopherol (500 ug / ml
konsentrasi), yang tidak memiliki penghambatan pertumbuhan sel kanker payudara
manusia, palm TRF menghambat penggabungan (3H) timidin ke manusia sel
kanker payudara sebesar 50% (pada konsentrasi 180 ug / ml) [199]. Reseptor
negatif-negatif dan sel kanker payudara manusia yang positif digunakan untuk
menguji keefektifan tocotrienol sawit pada berbagai konsentrasi. Tocotrienol
individu ini menunjukkan penghambatan yang lebih besar efek pada sel-sel ini dan
pada konsentrasi yang jauh lebih rendah daripada TRF. Faktor pertumbuhan insulin
(IGF) Protein pengikat telah dilaporkan berperan dalam mediasi pertumbuhan
payudara yang diinduksi oleh IGF sel kanker. Gamma dan delta tocotrienols
ditunjukkan untuk menurunkan ekspresi IGF mengikat protein selain efek anti-
proliferasi mereka. Guthrie dkk. [200] menunjukkan bahwa tocotrienol
menghambat proliferasi reseptor estrogen positif MCF-7 payudara manusia sel
kanker dan kombinasi tocotrienol dengan tamoxifen lebih efektif daripada
utocotrienols atau tamoxifen saja. Ada juga tampaknya sinergi dalam
penghambatan sel kanker manusia antara tocotrienol sawit dan flavonoid.
Kombinasi tocotrienols, flavonoid dan tamoxifen terbukti lebih efektif daripada
komponen individu [201].
Wan Zurinah dkk. [202] menunjukkan bahwa TRF palm mengurangi
keparahan hepatocarcinogenesis pada tikus yang diobati dengan 2-
acetylaminofuorene. Kerusakan sel hati dikurangi oleh TRF bersama dengan
penurunan aktivitas glutamyltranspeptidase plasma. Tingkat keparahan
hepatocarcinoma berkurang pada tikus yang dilengkapi dengan TRF selama 9 bulan
dibandingkan dengan 1 atau 2 bulan. Palm tocotrienols juga menghambat
proliferasi sel-sel kanker epitel sedangkan α-tocopherol tidak berpengaruh. Efek
anti-proliferasi dari tocotrienol sawit dikaitkan dengan peningkatan apoptosis yang
diukur dengan peningkatan fragmentasi DNA.

Tocotrienol sawit juga telah dilaporkan efektif terhadap tumor tikus


transplantasi [203]. Tikus yang disuntik dengan campuran tokoferol dan tokotrienol
yang diekstraksi dari minyak sawit secara signifikan meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup setelah transfer intra-peritonial sel karsinoma IMC. Di sisi lain,
alpha-tocopherol hanya menghasilkan sedikit peningkatan waktu bertahan hidup.
Kelangsungan hidup tikus yang menerima tocotrienols ditingkatkan dengan cara
yang tergantung dosis. Komiyama dkk. [204] berhipotesis bahwa efek antitumor
tocotrienol sawit dapat dimediasi melalui aktivitas sitotoksik langsung atau melalui
kemampuan untuk merangsang sistem kekebalan inang. Komiyama dan Yamaoka
[204] menunjukkan penghambatan pertumbuhan sel tumor manusia dan tikus
terkena tocotrienols sementara onset limfoma subkutan pada tikus HRS / J tanpa
rambut ditunda [205] 2 ± 4 minggu. Gamma dan delta-tocotrienol yang berasal dari
minyak sawit juga menghambat pertumbuhan virus Epstein-Barr [206].

BAB 15
15. Karatenoid kepala sawit

Mesokarp buah kelapa sawit menghasilkan minyak sawit berwarna merah


tua, yang mengandung 700 ± Karotenoid 800ppm. Ciri-ciri karotenoid sawit dan
kemajuan teknologi ini yang ditujukan untuk memproduksi konsentrat minyak
sawit merah dan konsentrat karoten telah didiskusikan sebelumnya. Aktivitas pro-
vitamin A dari karotenoid telah dikenal sejak lama. Hanya sedikit karotenoid adalah
provitamin, dan yang bervariasi dalam bioavailabilitasnya. Biopotensi relatif hanya
beberapa dari provitamin ini yang telah diperkirakan oleh bioassay tikus dan yang
paling banyak yang penting adalah b-karoten - baik dalam hal bioaktivitasnya dan
kejadian yang tersebar luas. b-karoten adalah prekursor vitamin A yang paling
penting dalam nutrisi manusia dan menyediakan sumber utama vitamin A di banyak
negara berkembang. Di seluruh dunia, sekitar 60% dari vitamin diperkirakan
berasal dari pro-vitamin A.

15.1 Aktivitas pro-vitamin A dari karotenoid sawit

Drummond dkk, menyatakan bahwa minyak sawit mentah adalah sumber


yang sangat baik vitamin A karena hanya jumlah kecil mampu meningkatkan
pertumbuhan dan menyembuhkan xerophthalmia pada usia muda tikus. Lebih
lanjut, mereka menemukan bahwa fraksi minyak sawit yang tidak berpolarisasi
secara biologis tidak aktif dan kandungan karoten dihancurkan selama hidrogenasi.
Aktivitas vitamin A dalam minyak sawit kemudian dikaitkan dengan karotenoid.
Rosedale dan Oliveiro, meneliti vitamin lemak minyak sawit merah yang larut
dalam lemak. Penelitiannya berasal dari tingginya insiden xerophthalmia pada
anak-anak Tamil di Malaya dan rawan orang dewasa terhadap infeksi pernafasan
karena kekurangan vitamin A. Minyak sawit terbukti efektif dalam menggantikan
vitamin A dan aktivitasnya ditemukan sama bahwa minyak ikan cod kaya vitamin
A. Mereka juga menarik kesimpulan bahwa itu tidak mungkin pasokan vitamin A
yang cukup bisa dijamin dengan diet sayuran campuran, kecuali beberapa minyak
seperti minyak sawit merah juga dikonsumsi. Penelitian baru pada minyak sawit
dan minyak sawit merah di tempat lain. b-karoten kaya warna merah minyak sawit
digunakan dalam studi intervensi untuk mengevaluasi kemungkinan perannya
dalam pencegahan Kekurangan vitamin A di antara populasi berisiko di India pada
1930-an. Anak-anak 5 ± 10 tahun, tua dengan keratomalacia diobati dua kali sehari
dengan emulsi yang disiapkan dengan minyak sawit merah. Setiap dosis
mengandung 0,6 ml minyak sawit merah selama 15 hari. Perawatan minyak sawit
merah juga dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan mengobati kelompok
lain anak-anak (dengan keratomalacia) dengan cod minyak hati mengandung dosis
vitamin A yang sama. Mereka juga mengamati bahwa minyak sawit merah dapat
dicampur dengan minyak makan yang berbeda di 5 ± 12% tanpa memodifikasi rasa
asli dari minyak, tetapi dengan sedikit perubahan warna. Karoten konten berkisar
dari 30 ± 70ug /g, potensi vitamin menjadi dua hingga tiga kali lebih besar dari itu
mentega berkualitas baik [211]. Berasal dari hal-hal yang mendorong ini, Liga
Bangsa-Bangsa Konferensi Antarpemerintah tentang Kebersihan Pedesaan pada
akhir 1930-an merekomendasikan kemungkinan memanfaatkan minyak sawit
merah sebagai sumber pro-vitamin A di negara-negara tertentu. Minyak sawit
merah adalah sumber alami b-karoten yang paling kaya, sebuah pendahulu dari
vitamin A, sebagai tambahan untuk menyediakan kepadatan energi untuk diet.
Rukmini [212] meringkas beberapa aspek kesehatan dan efek nutrisi dari minyak
sawit merah dan hasil evaluasi keamanan yang komprehensif dilakukan oleh
Dewan India untuk Penelitian Medis di National Institute of Nutrition. Tujuan dari
pekerjaan ini adalah merekomendasikan penggunaan minyak dalam program
pemberian makan tambahan. Berbasis pada hasil yang diperoleh, direkomendasikan
bahwa negara berkembang seharusnya tidak ragu-ragu dalam menciptakan strategi
untuk meningkatkan penggunaan minyak sawit merah dalam memerangi
kekurangan vitamin A. Itu Pentingnya minyak sawit merah dalam pengobatan
defisiensi vitamin A telah ditegaskan kembali oleh banyak orang yang lainnya [213
± 216]. Ini mudah diproduksi, tersedia sepanjang tahun, murah dan mudah diakses
sumber vitamin A untuk sebagian besar negara berkembang.

15.2 penyerapan karotenoid

Lemak makanan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi


penyerapan karotenoid, karena karotenoid hanya dapat diserap melalui adanya
garam empedu dan suspensi misel yang tepat [217]. Lemak dalam makanan juga
menyediakan kendaraan untuk mengangkut karotenoid. Ketersediaan protein juga
mempengaruhi penyerapan [218]. Karena karotenoid dalam minyak kelapa merah
hadir dalam bentuk bebas lemak yang terlarut, makan kemungkinan tingkat
penyerapannya dapat lebih tinggi [219]. Isomer trans merupakan fraksi utama dan
lebih baik dikonversi untuk vitamin A dibandingkan dengan isomer cis, sehingga
dapat meningkatkan pemanfaatannya [220]. Minyak kelapa sawit kaya palmitat,
yang diperlukan untuk esterifikasi dan transportasi retinol ke hati. Vitamin E sangat
penting untuk penggunaan vitamin A secara normal di samping meningkatkan
penyimpanannya tiga hingga enam kali [219] Roels dkk. [218] melaporkan
administrasi kelapa sawit telah menyembuhkan rabun senja anak-anak di Indonesia
dengan malnutrisi protein ringan. Tingkat retinol serum mereka, setelah pengobatan
dengan minyak sawit sama seperti pada anak-anak yang menerima vitamin A dalam
jumlah yang cukup. Anak-anak 2 hingga 5 tahun yang mengkonsumsi karoten dari
minyak sawit merah lebih baik daripada karoten dari sumber lain [221]. Di masa
yang lebih baru, keberhasilan dalam memanfaatkan minyak sawit merah sebagai
sumber pro-vitamin A dapat memerangi kekurangan vitamin A pada anak-anak
sekolah di India dan ibu menyusui di Honduras telah didirikan [222.223]. Minyak
sawit mentah diterima oleh anak-anak pra-sekolah di India sebagai minyak kelas
edible (31). Anak-anak menunjukkan peningkatan yang cukup besar dalam
mengatasi kekurangan vitamin A. Pertemuan ke-15 Kelompok Konsultan Vitamin
A Internasional di Guatemala [224], merekomendasikan penggunaan minyak sawit
merah karena kandungan karotenoidnya tampak sangat tersedia secara biologis.
Rekomendasi serupa juga telah dibuat oleh PBB [225]. megintervensi makanan
dengan minyak sawit merah memiliki tingkat perlindungan yang baik dari
defisiensi vitamin A yang parah.

15.3. Karotenoid sawit dan profilaksis kanker

Mengidentifikasi diet sebagai salah satu faktor utama dalam etiologi kanker.
Pembelajaran Kanker epidemiologi telah memberikan bukti bahwa agen
kemopreventif kanker ada secara alami dalam makanan kita. Asupan tinggi sayuran
dan buah-buahan diketahui terkait dengan risiko rendah kanker paru-paru dan
saluran gastrointestinal. Efek pelindung mungkin berhubungan dengan komponen
yang berbeda hadir dalam buah-buahan dan sayuran. Meskipun, lebih dari 1000
senyawa telah diuji, retinoid dan karotenoid telah menerima perhatian paling
banyak. Sejumlah epidemiologis penelitian telah menunjukkan korelasi terbalik
antara asupan makanan atau tingkat vitamin dalam darah A / karotenoid dan risiko
kanker, serta efek anti-karsinogenik untuk senyawa ini. Data lebih lanjut
menunjukkan bahwa berbagai situs kanker mungkin dipengaruhi oleh karotenoid
ini. Penghambatan karsinogenesis kimia oleh karotenoid, minyak sawit dengan
referensi untuk benzo metabolit pyrene in vivo dan in vitro pada sel hati tikus telah
dilaporkan oleh Tan dan Chu. Juga telah dilaporkan bahwa karotenoid sawit
menunjukkan efek penghambatan pada proliferasi sejumlah sel kanker manusia. Ini
termasuk neuroblastoma, GOTO, kanker pankreas PANC-1, glioblastoma A172
dan kanker lambung HGC-27 . Menarik minat dari studi pengamatan ini adalah
bahwa palm alpha-carotene dan konsentrat karoten sawit adalah melindungi,
sedangkan beta-karoten sintetis adalah mempromosikan tumor. terisolasi palm
alpha-carotene dan konsentrat karoten sawit dan menunjukkan kemampuannya
untuk menghambat hati, paru-paru dan tumor kulit pada tikus. Namun, efek yang
sama tidak dapat dikaitkan dengan beta-karoten sintetis. Efek penghambatan
superior serupa untuk alpha-karoten yang jelas dalam kulit yang diinduksi secara
kimia model perkembangan tumor. Secara keseluruhan, hasil ini mengarah pada
kesimpulan bahwa buket alami Karotenoid, dalam minyak sawit memiliki aktivitas
kemopreventif yang menjanjikan melawan kanker.

You might also like