Professional Documents
Culture Documents
1. Pekerjaan cacat
2. Keterlambatan oleh penyedia jasa
Sebab – sebab umum
Komunikasi antara pengguna jasa dan penyedia jasa buruk; Administrasi kontrak yang tidak mencukupi; Sasaran
waktu yang tidak terkendali; Kejadian eksternal yang tidak terkendali; Kontrak yang artinya mendua.
Sebab – sebab dari pengguna jasa
Informasi tender yang tidak lengkap/sempurna mengenai desain, bahan, spesifikasi; Penyelidikan site yang tidak
sempurna/perubahan site; Reaksi/tanggapan yang lambat; Alokasi risiko yang tidak jelas; Kelambatan pembayaran;
Larangan metode kerja tertentu.
Sebab - sebab dari penyedia jasa
Pekerjaan yang cacat/mutu pekerjaan buruk; Kelambatan penyelesaian; Klaim tandingan/perlawanan klaim;
Pekerjaan tidak sesuai spesifikasi; Bahan yang dipakai memenuhi syarat garansi.
Jenis-jenis klaim
a. Klaim tambahan biaya dan waktu; Diantara beberapa jenis klaim, akan ditinjau 2 (dua) jenis klaim
yang sering terjadi yaitu klaim yang timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Klaim jenis ini
biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya.
b. Klaim biaya tak langsung (Overhead); Selain itu terdapat pula jenis klaim lain sebagai akibat
kelambatan tadi, klaim atas biaya tak langsung (overhead). Penyedia jasa yang terlambat menyelesaikan
suatu pekerjaan karena sebab-sebab dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan
alasan biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai.
c. Klaim tambahan waktu (tanpa tambahan biaya); Walaupun klaim kelembatan kelihatannya
sederhana saja, namun dalam kenyataannya tidak demikian. Misalnya penyedia jasa hanya diberikan
tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena alasan-alsan tertentu.
d. Klaim kompensasi lain; Dilain kejadian penyedia jasa selain mendapatkan tambahan waktu
mendapatkan pula kompensasi lain.
KLAIM KONSTRUKSI
Oleh :
1. Pendahuluan.
Di negara-negara Barat dimana Industri Jasa konstruksi sudah berkembang dengan pesat dan menggunakan
teknologi yang serba canggih, masalah klaim sudah lama dikenal dan sudah merupakan suatu masalah biasa
yang terjadi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.
Para Penyedia Jasa di negara-negara tersebut bersaing sangat ketat satu sama lain
dalam usaha memenangkan tender untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Hampir
semua Penyedia Jasa menguasai teknologi dan seluk beluk Jasa Konstruksi sehingga
perbedaan harga penawaran pada waktu tender tidak lagi karena perbedaan harga
suatu pekerjaan tetapi karena persaingan dalam efisiensi mengerjakan pekerjaan
tersebut.
Dengan kata lain, perusahaan jasa konstruksi yang paling efisienlah yang dapat
menekan harga suatu pekerjaan sehingga menjadi murah yang memungkinkannya
memenangkan tender, bukan karena perbedaan mutu pekerjaan itu sendiri.
Akhir-akhir ini persaingan harga karena efisiensi inipun sudah semakin ketat
sehingga harga penawaran yang masuk hampir-hampir sama nilainya.
Oleh karena itu beberapa perusahaan Jasa Konstruksi mencari keuntungan bukan
dari efisiensi tapi dari kejeliannya melihat peluang klaim yang besar pada waktu
tender.
Setelah dia yakin bahwa peluang klaim tersebut cukup besar memberikan
keuntungan maka harga penawarannya pada waktu tender ditekan sehingga jauh
dibawah penawaran lain, sehingga dia menang. Setelah menang tender dia menyusun
struktur klaim yang memang sudah direncanakan.
Di Perancis ada 2 perusahaan besar yang demikian jelinya menyusun klaim, sampai-
sampai dijuliki “Claim Artist”.
Kita di Indonesia terlanjur banyak yang mengartikan klaim sebagai suatu tuntutan.
Oleh karena itu klaim menjadi sesuatu yang “tabu”.
Banyak Pengguna Jasa (Pemerintah) yang kurang senang apabila Penyedia Jasa
mengajukan klaim. Tidak jarang terjadi Penyedia Jasa tersebut pada kesempatan
berikut tidak disertakan lagi dalam tender karena sering mengajukan klaim. Inilah
sebabnya di Indonesia sampai ditahun-tahun delapan puluhan sampai awal tahun
sembilan puluhan Penyedia Jasa “takut” mengajukan klaim.
Padahal sebagaimana akan kita lihat dalam uraian selanjutnya arti sesungguhnya
dari klaim tak lebih dari suatu permintaan.
Dalam uraian selanjutnya akan kita bahas pertama-tama mengenai perkembangan
klaim di tanah air kita, kemudian dilanjutkan dengan cara pengelolaan klaim,
pengertian klaim, kategori klaim dan sebab-sebab timbulnya klaim. Juga akan
diuraikan cara-cara menyelesaikan sengketa konstruksi melalui arbitrase.
Berbicara mengenai perkembangan klaim di Indonesia, kita perlu menengok secara singkat perkembangan
Industri Jasa Konstruksi itu sendiri .
Sejak kita merdeka, perkembangan Jasa Konstruksi dapat kita bagi dalam 5 periode, yaitu :
Dalam periode ini yang merupakan periode awal kemerdekaan, Industri Jasa Konstruksi belum lahir. Kita di
sibukkan dengan pergolakan fisik melawan Belanda yang ingin kembali menjajah kita. Pelbagai
hasilperundingan yang dicapai seperti Linggarjati, Renville, Rum-Royentidak membuahkan hasil yang
diharapkan. Barulah setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) kita bebas dari gangguan pihak Belanda.
Praktis pada periode ini kita belum dapat membangun.
Dalam periode inipun kita praktis belum mulai membangun karena sistim
ketatanegaraan yang kita pakai menyebabkan pemerintahan tidak pernah
stabil (Kabinet berganti-ganti dalam hitungan bulan) disamping adanya
gangguan dari golongan separatis seperti DI, TII, PRRI, Permesta. Pemerintah
belum mempunyai rencana pembangunan yang definitif.
Dalam periode ini sistim ketatanegaraan kita melaui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 kembali ke UUD
1945. Presiden Soekarno mulai melakukan pembangunan yang dikomandoi sendiri. Kita catat beberapa
pembangunan Hotel megah (Indonesia, Samudera Beach, Ambarukmo, Bali Beach), Jembatan Semanggi,
Wisma Nusantara, Gelora Bung Karno, Proyek Ganefo (sekarang Komplek MPR/DPR). Sayangnya proyek-
proyek tersebut tidak banyak bermanfaat untuk rakyat banyak kecuali Bendungan Jatiluhur, Karangkates,
Asahan. Industri Jasa Konstruksi mulai bangkit namun terbatas pada perusahaan-perusahaan Belanda yang
di nasionalisasikan.
Dalam periode ini kita untuk pertama kali mempunyai program pembangunan
yang terarah dan berkesinambungan yang dikenal dengan istilah Repelita
(Rencana Pembangunan Lima Tahun) dimulai tahun 1969.
Dapat dikatakan dalam periode inilah mulai tumbuh industri jasa konstruksi secara
definitif. Perusahan-perusahan Belanda yang diambil alih pada tahun 1959 dan
berstatus Perusahaan Negara (PN) diubah statusnya menjadi Persero.
Pekerjaan tidak lagi dibagi tapi ditenderkan. Mulailah persaingan antar BUMN. Kemudian swastapun mulai
bangkit, termasuk swasta asing. Proyek-proyek banyak yang menggunakan dana dari luar negeri.
Dalam periode ini Industri Jasa Konstruksi benar-benar lumpuh. Akibat krisis
moneter pertengahan 1997 banyak proyek terbengkalai. Pengguna Jasa tak
mampu membayar Penyedia Jasa. Klaim-klaim konstruksi mendadak banyak
bermunculan terutama karena Penyedia Jasa tidak dibayar.
3.1.1 Klaim konstruksi dapat terjadi antar para pihak yang berkontrak. Tegasnya klaim mungkin saja datang
dari pihak Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa atau sebaliknya. Jadi tidak benar bila klaim hanya datang
dari pihak Pengguna Jasa atau sebaliknya hanya Pengguna Jasa yang boleh mengajukan klaim.
3.1.2 Disamping itu klaim dapat juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak seperti Konsultan
Pengawas/Perencana, para Sub Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa.
3.1.3 Arti klaim sesungguhnya adalah permintaan/permohonan mengenai biaya, waktu dan atau kompensasi
pelaksanaan diluar ketentuan tercantum dalam kontrak konstruksi. Jadi adalah suatu kekeliruan/salah
pengertian yang menganggap klaim adalah suatu tuntutan. Memang benar klaim adakalanya berakhir dengan
suatu tuntutan baik melalui suatu Badan Peradilan atau Lembaga Arbitrase apabila permintaan tersebut
tidak dikabulkan.
3.1.4 Pengajuan klaim dapat dengan berbagai cara dan yang paling sederhana berupa permintaan lisan
sampai dengan permintaan yang disusun secara tertulis lengkap dengan data pendukungnya.
3.1.5 Para pihak didalam suatu kontrak konstruksi lebih menyukai pemecahan secara damai tanpa melalui
Badan Peradilan. Mereka menginginkan terdapat keputusan yang cepat, karena penyelesaianmelalui
Pengadilan disamping memakan waktu dan biaya, permasalahannya semakin terbuka untuk umum.
Penyelesaian melalui Arbitrase lebih disukai karena disamping waktu lebih pendek, para arbiter dapat dipilih
yang profesional dan keputusannya adalah final dan mengikat para pihak. Upaya hukum dalam bentuk
apapun bila telah keluar keputusan arbitrase tidak diperkenankan (berbeda dengan Pengadilan yang
memungkinkan banding, kasasi atau Peninjauan Kembali).
3.1.6 Mengenai klaim ini Robert D. Gilbreath dalam bukunya yang berjudul MANAGING CONSTRUCTION
CONTRACTS pada halaman 203 - 204 menulis sebagai berikut :
“KLAIM-KLAIM
Dalam konteks suatu kontrak konstruksi, kedua belah pihak dapat mengajukan klaim satu sama lain.
2. Pengguna Jasa boleh klaim pembebasan dalam pengertian pengurangan nilai kontrak dan
atau percepatan atau penundaan dari pelaksanaan Penyedia Jasa.
Tentu saja, banyak pihak lain baik secara terikat kontrak atau lainnya boleh mengajukan klaim satu sama lain
baik kepada Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa, termasuk para Sub-Penyedia Jasa Konstruksi Perencana atau
konsultan hukum.
Pembicaraan kita dititik beratkan pada klaim-klaim yang paling biasa selama masa pelaksanaan - dari Penyedia
Jasa kepada Pengguna Jasa atau sebaliknya. Prinsip-prinsip yang sama dari pembelaan atau pengajuan klaim
yang disajikan disini juga digunakan pada mayoritas dari keadaan klaim-klaim lainnya.
Klaim tidak lebih dari suatu permintaan atau pemohonan mengenai biaya, waktu atau kompensasi pelaksanaan
atas sesuatu yang telah diberikan atau dimaksud dari salah satu pihak dalam kontrak kepada pihak lain.
Klaim-klaim dapat disajikan dalam setiap macam bentuk, mulai dari yang tidak resmi atau bahkan permintaan
lisan sampai kepada paket dokumen klaim yang disusun secara rapi.
Kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah klaim itu secara alamiah adalah berupa tuntutan hukum dengan
pengertian salah satu pihak menggugat pihak lain atas suatu kerusakan dalam rasa hukum. Sebetulnya bukan ini
kasusnya.
Walaupun beberapa klaim memburuk sampai suatu titik dimanapermintaan membutuhkan tindakan hukum atau
arbitrase, kebanyakan diselesaikan jauh sebelum hal ini terjadi.
Kebanyakan mayoritas klaim yang diprakarsai oleh Pengguna/ Penyedia Jasa diselesaikan melalui perundingan
mematuhi ketentuan-ketentuan atau pendekatan yang disetujui bersama mengenai waktu dan biaya pelaksanaan
antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.
Dalam daerah hukum dan ancaman hukum, kebanyakan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa menyadari
penyelesaian tanpa melalui jalur hukum sangat lebih dikehendaki. Kedua belah pihak biasanya menderita jika
klaim berlangsung atau dialihkan kedalam tuntutan hukum.
Tujuan setiap orang yang bersangkutan haruslah mengerti situasi klaim secepatnya dan menyelesaikannya
selekas mungkin.
Apakah anda lebih suka mendapatkan penyelesaian proyek atau memaksakan klaim lewat pengadilan ?.
Kebanyakan para Pengguna Jasa yang layak akan memilih yang tersebut pertama. (Terjemahan bebas N. Yasin)
Sebagaimana telah disinggung dalam butir 3.1, klaim dapat terjadi dari Pengguna Jasa terhadap Penyedia
Jasa atau sebaliknya. Berdasarkan hal ini klaim dapat dikategorikan dalam 2 hal yaitu :
b. Tambahan kompensasi
Sebagai ilustrasi, sewaktu bertugas di Saudi Arabia terasa asing dikuping sewaktu Pengguna Jasa
menanyakan : “Do you have any claim to us ?”
Di Indonesia hampir tak pernah ada Pengguna Jasa yang bertanya seperti kejadian di Saudi Arabia tersebut.
Hal ini tak lain karena salah pengertian mengenai arti sesungguhnya dari klaim sehingga dianggap sesuatu
yang “tabu”.
Jadi sebagaimana dengan perubahan pekerjaan, klaim dapat berasal dari mana saja. Walaupun ada beberapa
sebab timbulnya klaim, tetapi hampir semuanya memiliki dasar dalam tindakan atau pengurangan dari salah
satu pihak dalam kontrak namun dapat juga yang kurang sering terjadi seperti sebab-sebab dari pihak ketiga,
tindakan/keinginan Tuhan atau hal lain yang menyebabkan pihak yang mengajukan klaim pihak yang
mengajukan klaim menderita rugi.
Dalam pelatihan ini kita batasi sebab-sebab timbulnya klaim antara para pihak dalam suatu kontrak
konstruksi yaitu antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.
c. Pemutusan kontrak
b. Kelambatan atau cacat dari bahan atau peralatan yang harus disediakan
Pengguna Jasa.
Para Pengguna Jasa yang tidak puas dengan apa yang dihasilkan Penyedia
Jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian termasuk biaya perubahan,
penggantian atau pembongkaran pekerjaan yang cacat. Dalam banyak
kejadian pekerjaan tidak sesuai spesifikasi tersebut dalam kontrak atau
hal lain yang tidak cocok dengan maksud yang di tetapkan. Kadang-
kadang barang-barang atau jasa yang diminta tidak sesuai
garansi/jaminan dari Penyedia Jasa atau pemasoknya.
Kedua situasi ini muncul bila kontrak secara nyata telah di putuskan
salah satu pihak. Titik berat pembicaraan kita tidak akan sampai pada
contoh yang ekstrim ini karena kita memusatkan perhatian pada
situasi-situasi klaim yang lebih biasa terjadi – yaitu yang muncul
selama masa pelaksanaan pekerjaan dan bila kelanjutan pelaksanaan
kewajiban-kewajiban kontrak oleh kedua belah pihak di pikirkan.
Klaim-klaim konstruksi yang biasa muncul dan paling sering terjadi adalah mengenai
waktu dan biaya sebagai akibat perubahan pekerjaan. Bila pekerjaan di
ubah ketakanlah volume pekerjaan bertambah atau sifat dan jenisnya
berubah maka tidak terlalu sulit untuk menghitung berapa tambahan
biaya yang di minta Penyedia Jasa beserta tambahan waktu.
Namun terkadang Penyedia Jasa, di samping klaim yang di sebutkan tadi juga klaim
sebagai dampak terhadap pekerjaan yang tidak berubah.
Hal ini dapat di terangkan sebagai berikut : suatu pekerjaan yang tidak di rubah
terpaksa (karena alasan teknis pelaksanaannya) di tunda
pelaksanaannya karena ada pekerjaan lain yang berubah. Pekerjaan
yang tidak berubah tadi seharusnya di kerjakan pada musim kemarau.
Oleh karena terjadi penundaan maka pekerjaan ini terpaksa di
laksanakan dalam musin hujan yang mengakibatkan menurunnya
produktivitas dan perlu tambahan biaya untuk melindungi pekerjaan
tersebut dari pengaruh cuaca (hujan).
Belum lagi kemungkinan terjadi kenaikan upah buruh karena musim hujan tambahan
tenaga pengamanan, biaya administrasi dan overhead.
Jika suatu keadaan rangsangan klaim yang telah di terangkan sebelumnya terjadi, Penyedia
Jasa segera memberitahukan Pengguna Jasa mengenai hal itu dan
pengaruh dari masing-masing.
Bila pemberitahuan ini di lakukan dengan menekankan klaim, kebanyakan para Penyedia
Jasa meminta tambahan waktu dan/atau konpensasi untuk (1) kenaikan
biaya untuk melaksanakan perubahan pekerjaan dan (2) “dampak biaya”
pada pekerjaan yang tidak berubah. Dalam banyak kasus di mana situasi
klaim yang bonafide telah terjadi, Penyedia Jasa telah menderita beberapa
kenaikan biaya-biaya (dalam arti waktu, biaya atau keduanya dalam
masing-masing kategori).
Pengguna Jasa boleh menerima atau menolak biaya-biaya langsung untuk melaksanakan
pekerjaan yang di rubah. Akan tetapi, dampak biaya – biaya pada pekerjaan
yang tidak di rubah – tidak mudah untuk di tentukan atau di hitung
biayanya. Mari kita bicarakan dulu biaya-biaya untuk melaksanakan
perubahan pekerjaan. Beberapa biaya yang paling biasa terjadi adalah :
- pengaruh cuaca
Untuk dampak biaya-biaya, seluruh hal tersebut di atas dapat diklaim. Bedanya adalah lebih sulit menetapkan
dasar dari dampak dan menghitung kenaikan biaya. Pertanyaan mengenai apakah dampak
biaya dapat dikurangi dengan mudah dapat dikatakan, tapi sulit dijawab: Berapa kenaikan
biaya untuk melaksanakan pekerjaan B dan C setelah pekerjaan A dirubah. Untuk menjawab
pertanyaan ini baik Penyedia Jasa maupun Pengguna Jasa harus menetapkan apa yang
seharusnya menjadi biaya untuk pekerjaan B dan C dan A tidak berubah.
Hal ini membutuhkan analisis kualitatif yang lebih dan seringkali merupakan masalah yang
paling sulit sehubungan dengan dampak biaya.
Cara terbaik untuk melukiskan dampak biaya adalah melalui sebuah contoh. Misalkan Pengguna Jasa
karena satu dan lain hal memperlambat pekerjaan Penyedia Jasa dan menyebabkan penundaan
pekerjaan tersebut yang telah direncanakan untuk dilaksanakan dalam musim panas menjadi
musim dingin. Pekerjaan itu sendiri adalah sama, tetap, toh Penyedia Jasa harus menanggung
biaya sehubungan dengan pekerjaan musim dingin yang seharusnya dilakukan pada musim
panas.
- Biaya-biaya alat pemanas dan bahan bakar untuk melindungi orang dan
untuk pelaksanaan pekerjaan seperti pemanasan untuk beton.
Walaupun klaim dan perubahan pekerjaan sasarannya sama yaitu meminta kompensasi
atas biaya dan waktu namun sesungguhnya berbeda sifatnya. Kompensasi
atas perubahan pekerjaan diajukan sebelum pekerjaan tersebut
dilaksanakan. Bila tidak/belum disetujui pekerjaan tersebut belum
dilaksanakan. Sedangkan klaim, diajukan pada saat pekerjaan sudah atau
sedang dikerjakan. Biasanya cara pengajuan klaim dimulai dengan
penyampaian fakta mengenai suatu pekerjaan yang ditanyakan,
diantaranya mengenai lokasi pekerjaan, dan analisis biaya.
Kemudian dilengkapi dengan keterangan yang mendukung klaim tersebut dan disusun
berurutan biasanya berdasarkan surat-menyurat antara Pengguna Jasa
dan Penyedia Jasa.
Mengenai cara pengajuan klaim ini Robert D. Gilbreath dalam bukunya: MANAGING
CONSTRUCTION CONTRACTS pada halaman 207 menulis sebagai
berikut:
Sebagaimana telah disebut sebelumnya, klaim-klaim Penyedia Jasa dapat bervariasi dalam
bentuk dan isinya. Akan tetapi jenis klaim biasanya mengikuti struktur
sebagai berikut :
2. Keterangan mengenai fakta peristiwa yang telah terjadi (atau tidak terjadi)
biasanya disajikan secara kronologis dan merupakan surat-menyurat,
perintah-perintah perubahan, rapat-rapat, dan sebagainya.
4. Analisa biaya, yang mungkin termasuk rincian daftar kenaikan biaya yang
disebabkan perubahan atau suatu perbandingan antara biaya
sesungguhnya dan biaya yang diperkirakan – perbedaan antara
keduanya menunjukkan jumlah klaim.
Perlu diingat bahwa klaim berbeda dengan perhitungan Penyedia Jasa akibat
pemberitahuan perubahan pekerjaan. Dalam arti yang sangat kaku mungkin
sama, dengan pertimbangan bahwa dalam kedua hal tersebut Penyedia Jasa
menyajikan informasi mengenai tambahan biaya kepada Pengguna Jasa.
Akan tetapi, pengajuan biaya terjadi sebelum pekerjaan dilaksanakan, dan
sebuah klaim biasanya diajukan setelah atau selama pelaksanaan pekerjaan
bersangkutan.
Begitu kenaikan kompensasi atau tambahan waktu disetujui maka klaim harus
berubah menjadi perubahan pekerjaan.
“Prosedur Klaim”
Penyedia Jasa harus menyiapkan klaimnya secara tertulis untuk kompensasi tambahan bagi
perubahan yang harganya tidak ditetapkan dalam rincian yang mencukupi
untuk mengajukan secara jelas fakta-fakta yang diperlukan untuk
menunjukkan biaya dan posisinya dimana dia berhak mendapatkan
kenaikan harga kontrak karena perubahan pekerjaan. Tak ada format
tertentu yang diperlukan untuk pengajuan klaim. Akan tetapi klaim tersebut
haruslah ditata/diatur secara logis dan berisi fakta pernyataan klaim dalam
sebanyak mungkin rincian yang diperlukan untuk menyajikan pandangan
Penyedia Jasa, juga harus berisi atau merujuk pada dokumen-dokumen
pokok dan pasal-pasal kontrak, laporan-laporan dari saksi ahli dan foto-foto
dan juga harus berisi dasar hukum dan kontrak dari klaim tersebut untuk
menunjukkan bahwa Penyedia Jasa berhak mendapatkan kenaikan nilai
kontrak.
Kebanyakan Penyedia Jasa dan Sub-Penyedia Jasa diminta berdasarkan kontrak untuk
mengajukan klaim perpanjangan waktu jika proyek terlambat karena suatu
sebab untuk menghindari ganti rugi kelambatan.
Sebagai contoh, jika Pengguna Jasa secara lisan memberitahukan kerja tambah
kepada Penyedia Jasa yang akan menyebabkan penyelesaian pekerjaan
terlambat, Penyedia Jasa harus mengajukan klaim perpanjangan waktu
dalam batas waktu tertentu setelah menerima perintah.
Penyedia Jasa dapat melindungi dirinya mengenai hal ini dengan mengirim
satu surat kepada Pengguna Jasa yang berisi dua pernyataan :
Jadi, bila proyek terlambat, diperlukan 2 macam klaim - perpanjangan waktu dan
tambahan biaya. Kesalahan yang biasa terjadi dari Penyedia Jasa yang
melaksanakan pekerjaan tambah hanya mengajukan klaim tambahan biaya
dan melalaikan klaim perpanjangan waktu.
Jika perubahan pekerjaan menyebabkan Penyedia Jasa terlambat dan dia lupa minta
perpanjangan waktu maka dia terpaksa mempercepat pekerjaan dengan
biayanya sendiri untuk menghindari ganti rugi atas keterlambatan.
Sebagai suatu ilustrasi, dalam Pelatihan ini disajikan cara perusahaan Perancis yang
memenangkan tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
yang telah disinggung sebelumnya.
Oleh karena itu dia mengajukan penawaran yang harganya di bawah penawaran
lain sehingga dia memenangkan tender tersebut.
2. Klaim Biaya
Oleh karena klaim-klaim tersebut didukung data yang akurat, hampir seluruhnya
diterima dan dibayar oleh Pengguna Jasa.
Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa klaim yang berdasarkan data yang
akurat (bukan karangan atau mengada-ada) seharusnya diterima.
Terlihat pula disini bahwa sesungguhnya Pengguna Jasa ikut memberikan
sumbangan pada klaim ini yaitu kekurang telitian menyampaikan data
lapangan sewaktu tender dan ini memang hal yang sering terjadi.
Bila suatu klaim muncul, misalkan dari Penyedia jasa kepada Pengguna Jasa (ini
yang sering terjadi) maka klaim tersebut harus dianalisis dengan cermat.
Pertama-tama Pengguna Jasa harus meneliti apakah klaim tersebut berdasarkan
fakta yang dapat dibuktikan. Kemudian dianalisis dasar hukumnya seperti
kesesuaian dengan kontrak atau peraturan perundang-undangan dan
akhirnya tentu saja meng-analisis biaya yang diminta.
Akan tetapi analisis biaya tidaklah mudah dan dapat bervariasi sesuai kecerdikan
Penyedia Jasa seperti memasukkan tambahan biaya untuk pekerjaan yang
sesungguhnya tidak berubah tapi terpengaruh pelaksanaannya karena ada
pekerjaan yang berubah. Kemudian Penyedia Jasa juga klaim biaya sewa
alat yang menganggur/idle, biaya overhead, tambahan biaya uang karena
ada perpanjangan waktu dlsb.
“Analisis Klaim-Klaim.
(2) analisis secara hukum atau berdasarkan kontrak (apakah benar Penyedia
Jasa berhak mengajukan klaim)
(3) analisis biaya (berupa biaya tambahan uang atau waktu harus diberikan
kepada Penyedia Jasa).
Analisis klaim secara faktual dan hukum lebih mudah jika anda mempunyai
bentuk pengawasan yang cocok, rincian data, pengawasan perubahan yang
tersusun, penetapan kemajuan pekerjaan dan pembayaran yang obyektif dan
sebagainya.
Walaupun pendekatan ini dapat menyakinkan “batas atas” dari biaya klaim
yang diperlukan, hal ini biasanya tidak berdaya guna dalam mencari
penyelesaian.
Metoda kenaikan biaya lebih dianjurkan dibandingkan dengan metode biaya total
karena beberapa alasan. Pertama-tama, metode ini mensahkan kenaikan-
kenaikan biaya yang timbul dari kondisi-kondisi lain dari yang terhutang
pada fakta-fakta klaim (in-efisiensi Penyedia Jasa, nasib buruh, faktor-faktor
yang tidak berkaitan dengan klaim itu sendiri).
Seringkali dengan filosofi biaya total, suatu unsur kenaikan biaya yang tidak pada
tempatnya, bila dimasukkan kedalam klaim, mengaburkan atau menodai
unsur-unsur yang bermanfaat, sehingga mengurangi efektifitas klaim. Selain
itu metode kenaikan biaya menitik beratkan pada penyebab dan pengaruh
dalam satu nada. Dengan metode kenaikan biaya, para Penyedia Jasa
mengaitkan setiap tambahan biaya dengan setiap fakta penyebab, misalnya :
Pengarahan anda adalah pemadatan tanah dilakukan dengan alat pemadat
tangan yang seharusnya menggunakan mesin giling menyebabkan kami
menanggung kenaikan biaya.
Di antara beberapa jenis klaim, akan ditinjau 2 (dua) jenis klaim yang paling sering
terjadi yaitu klaim yang timbul akibat keterlambatan penyelesaian
pekerjaan. Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan biaya
dan tambahan waktu.
Selain itu terdapat pula jenis klaim lain sebagai akibat kelambatan tadi yaitu klaim
atas biaya tak langsung (overhead). Penyedia Jasa yang terlambat
menyelesaikan suatu pekerjaan karena sebab-sebab dari Pengguna Jasa,
meminta penggantian tambahan biaya overhead dengan alasan biaya ini
bertambah karena pekerjaan belum selesai.
Di lain kejadian Penyedia Jasa selain mendapat tambahan waktu mendapatkan pula
konpensi lain.
“Klaim-Klaim Kelambatan.
Salah satu jenis klaim yang paling sering terjadi adalah Pengguna Jasa, Penyedia
Jasa lain atas kondisi-kondisi lapangan menyebabkan Penyedia Jasa
terlambat. Dalam banyak kasus klaim tersebut berupa tambahan waktu
dan biaya.
Kebanyakan Pengadilan menjumpai tiga macam klaim yang jelas, dan cara
penyelesaian tergantung pada macam yang terkait.
Untuk hal ini, Penyedia Jasa hanya diberikan perpanjangan waktu, tapi
tidak tambahan biaya atau pembebasan lainnya.
Disini Penyedia Jasa tidak saja diberikan perpanjangan waktu (jika hal itu
dapat ditunjukkan bahwa perpanjangan waktu tersebut perlu) tapi juga
tambahan ganti rugi/konpensasi.
2. asuransi
4. biaya umum
5. penyewaan
6. pemeliharaan alat
7. pemasokan materal
8. dukungan teknik
9. administrasi kontrak
11. pengamanan
12. pengawasan
Berhutang kepada semua hal tersebut diatas dan lebih lagi mudah dilihat mengapa
kelambatan yang diizinkan sangat jarang – jika waktu diberikan, uang
biasanya diberikan juga (klaim ganti rugi).
Penggunaan paling biasa dari keterlambatan yang diizinkan adalah bila diberikan
dimuka – Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa setuju mengenai penundaan
untuk kebaikan salah satu pihak atau keduanya.
Dapatkah Penyedia Jasa menagih biaya-biaya umum kepada Pengguna Jasa, hanya karena
kelambatan ?.
Dengan kata lain, jika Pengguna Jasa memperlambat Penyedia Jasa selama dua bulan, dan
disamping biaya-biaya langsung dan terkait seperti tersebut diatas
Penyedia Jasa managih overhead kantor pusat – apakah harus dibayar ?.
Kebanyakan orang menolak dugaan ini segera, tetapi hal ini mempunyai
manfaat – dan telah dibenarkan dalam kasus per kasus.
Apa yang menyebabkan biaya overhead naik ?. Sebagai contoh pertimbangkan gaji seorang
Direktur Utama Penyedia Jasa, pengeluaran-pengeluaran perusahaan
staf perusahaan, tagihan-tagihan umum pada kantor pusat, pengeluaran
gedung, pajak real estate, biaya iklan dan seterusnya. Biaya-biaya ini
tidak khusus dibebankan pada salah satu kontrak, tapi diperhitungkan
dengan menyebarkannya kepada semua kontrak dan termasuk secara
tidak langsung dalam harga penawaran Penyedia Jasa.
Jika kontrak yang terlambat dari satu tahun menjadi dua tahun
pelaksanaan, biaya-biaya ini berjalan terus tidak pandang apakah ia
proporsional terhadap jumlah pekerjaan sesungguhnya ada atau tagihan
yang terjadi.
2. apakah biaya-biaya klaim ini diizinkan (apakah sudah dimasukkan dalam biaya
kontrak lain)
3. unsur-unsur apa saja yang dimasukkan (keanggotaan golf Direktur Utama).
Isu final ini menjadi prinsip pembukuan yang hanya diketahui beberapa orang saja
sehubungan dengan pengumpulan biaya, metoda pengalokasian beban yang
dipakai dan disebar.
Mencukupi untuk menyatakan bahwa biaya-biaya kelambatan sering lebih tinggi dari yang
disadari Pengguna Jasa dan harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati
sebelum kelambatan dibuktikan atau diizinkan terjadi.
Sebuah butir penting lain muncul disini. Tidak ada maaf untuk kekurangan pelatihan atau
kesadaran pada isu ini – untuk klaim-klaim yang tidak peka.
Jika anda terlibat dalam konstruksi, dalam hal apa saja, anda harus tahu bagaimana
keputusan anda mengenai kepekaan waktu dan biaya dan harus siap untuk
menikmati atau menanggung konsekwensi sebelum hal tersebut diambil.
Hal ini berarti bahwa semua orang harus mengetahui dasar-dasar pengajuan dan
pembelaan klaim, macam-macam biaya yang dapat terlibat dan pengelolaan
kontrak yang kritis. Bahwa sistim biaya dan jadual adalah penting bukan saja
untuk pengawasan kontrak tapi juga untuk perlindungan klaim.
Hal yang sama juga benar untuk dokumentasi, pelaporan kontrak, catatan pembukuan yang
sangat teliti. Klaim yang berkembang menjadi tuntutan hukum sering terjadi
beberapa tahun-tahun sesudah semua orang yang bertanggung jawab telah
pindah atau melupakan apa yang terjadi.
Hal itu mengenai seseorang dari mereka untuk membuat anda seorang yang percaya pada
sistim pengelolaan kontrak dan pengawasan kontrak.
Dalam paragrap ini akan diuraikan bagaimana proses klaim yang terjadi sebagai akibat
perubahan yang diperintahkan atau diminta.
4.2. Pemberitahuan.
Bila perubahan pekerjaan diketahui sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pemberitahuan kepada Pengguna Jasa.
Untuk ini Penyedia Jasa mengajukan Permintaan Perubahan kepada Pengguna Jasa.
4.5. Klaim.
4.6. Arbitrase/Pengadilan.
Apabila klaim tidak disetujui, Penyedia Jasa dapat mengajukan penyelesaian sengketa
lewat Arbitrase atau Pengadilan (sesuai kesepakatan dalam kontrak).
Tentu saja dengan otoritas dari Pengguna Jasa/Penyedia Jasa jika suatu klaim
terjadi, Manajer Kontrak/Administrator Kontrak melakukan hal-hal berikut :
5.3. Evaluasi.
a. Dokumen Kontrak
b. Perubahan-perubahan pekerjaan
d. Risalah rapat
5.5. Analisis.
Sekali klaim tersebut telah diselesaikan maka Perintah Perubahan Pekerjaan harus
diterbitkan. Dalam hal ini semua perubahan terhadap kontrak harus diawasi
dan didokumentasikan dengan baik.
Apabila cara penanganan klaim seperti diatas tidak mencapai persetujuan, maka
dapat ditempuh melalui pengadilan atau arbitrasi.
Catatan :
Seluruh prosedur tersebut diatas yaitu butir 5.1 hingga butir 5.7 dapat pula
dilakukan oleh Penyedia Jasa apabila inisiatip klaim datang dari pihak Penyedia
Jasa.
Dan seperti beberapa proses lain yang diuraikan disini, dia bertindak lebih sebagai
koordinator daripada sebagai kuasa Pengguna Jasa.
Setiap klaim yang diterima Pengguna Jasa harus diteruskan ke Manajer Kontrak. Dia
harus membuat arsip klaim dan mencatat klaim tersebut dalam suatu usulan atau
buku daftar klaim untuk maksud penelusuran.
Jika tambahan informasi diperlukan dari Penyedia Jasa, hal ini harus dicatat dalam
buku daftar klaim dan Penyedia Jasa diminta untuk menyediakannya.
Sekali arsip klaim telah lengkap, Manajer Kontrak menyusun daftar bantuan dari
personal proyek dalam menganalisis klaim dan menyiapkan tanggapan kepada
Penyedia Jasa. Orang-orang yang dilibatkan termasuk Manajer Konstruksi,
insinyur-insinyur perencana, insinyur biaya, pembuat jadual proyek dan sebagainya.
Usaha mereka seharusnya menyusun dan mengkoordinasikan tugas dari analisis yang
objektif dan tanggapan yang wajar.
Manajer Kontrak tidak pernah harus menyetujui kenaikan biaya dengan Penyedia Jasa
atau pembebasan lain tanpa otoritas yang tepat dan dianjurkan bahwa Proyek
Manajer atau Kepala Perwakilan Pengguna Jasa memimpin semua perundingan
dengan Penyedia Jasa. Sekali lagi, peranan Manajer Kontrak adalah penasehat
mengenai otoritas kontrak Pengguna Jasa, tidak perlu sebagai penyelenggara
kontrak, walaupun hal ini diizinkan jika Pengguna Jasa menginginkannya.
Dalam hal ini semua perubahan kontrak apakah atas inisiatip Pengguna Jasa
(pembentukan dan mengakibatkan perubahan pekerjaan) atas dasar inisiatip
Penyedia Jasa (pengajuan klaim dan berakibat perubahan pekerjaan) diawasi dan
didokumentasikan dengan cara yang sama.
a. Kasus 1.
Pengguna Jasa dari suatu komplek industri yang sedang dibangun, baru-baru ini
mengirimkan seorang insinyur mesin mengikuti seminar 3 hari mengenai teknik
pemeriksaan pengelasan. Ketika pulang, dengan penuh antusias mengenai
inspeksi radiografi untuk mengetahui cacat pengelasan, dia merubah spesifikasi
untuk proses penanaman pipa uap tepat setelah Penyedia Jasa melaksanakan
pekerjaan tersebut.
Karena pemeriksaan dilakukan oleh perusahaan lain yang disewa Pengguna Jasa
tidak ada perubahan pekerjaan. Setelah beberapa bulan bekerja, Penyedia Jasa
yang memasang pipa mengajukan klaim sebesar Rp.2.000.000.000,- sebagai
tambahan kompensasi karena inefisiensi dan campur tangan disebabkan
kenaikan proses pengawasan.
Spek asli hanya minta pemeriksaan pengelasan secara visual namun inspeksi
periodik dengan X-Ray menyebabkan pengelasan pipa terhenti pada saluran
terbuka karena tukang las takut kena radiasi.
Banyak pengelasan ditolak dan harus diulang dan jadual bertambah hingga
musim dingin yang mengakibatkan inefisiensi dalam pengelasan.
b. Kasus 2.
Sebuah kontrak unit price dimenangkan oleh Penyedia Jasa listrik untuk
pembangunan pusat listrik.
Gambar berubah mengenai saluran kabel bawah tanah dan rute/jalannya kabel
yang ditetapkan secara tiba-tiba ketika tarikan kabel dimulai dalam pabrik.
Perubahan berdampak pada penambahan panjang kabel yang ditanam hanya
sebanyak 10% dari perkiraan asli dan Penyedia Jasa dibayar berdasarkan unit
price untuk penambahan ini.
Akan tetapi Penyedia Jasa tetap mengajukan klaim sebagai kompensasi diatas
jumlah tersebut diatas untuk memperhitungkan :
- in-efisiensi dalam operasi. Jika kabel diukur, dipotong, ditarik dan kemudian
dikeluarkan lagi dan dibuang karena revisi Gambar perubahan ukuran
kabel dan rute.
- In-efisiensi dalam pembelian dan pemotongan kabel, karena Penyedia Jasa tidak dapat
merencanakan penggunaan kabel sampai kepada panjang potongan kabel
maksimum dari standar gulungan kabel yang dibeli.
- Demobilisasi, waktu tunggu, dan remobilisasi dan angkatan kerja dari satu tempat
ketempat lain dari pabrik karena perubahan gambar kenyataan.
c. Kasus 3.
Kontrak lump sum untuk memasang genarator turbin untuk pusat listrik nuklir
diberikan kepada Penyedia Jasa A – Mekanikal.
Peralatan akan dipasok oleh kapal tongkang 2 minggu setelah Penyedia Jasa –A
melakukan mobilisasi lapangan. Cuaca yang membeku menyebabkan es
memblokir sungai yang bersebelahan dengan pusat listrik, dengan keterlambatan
2 bulan dalam penerimaan turbine generator milik Pengguna Jasa. Untuk
mengejar kehilangan waktu, proyek manajer memerintahkan Penyedia Jasa –B
untuk memulai instalasi sirkulasi pipa air dari bangunan turbine ke menara
pendingin.
Pada waktu generator turbine akhirnya tiba, Penyedia Jasa-A tidak dapat
memindahkan komponen-komponen berat dari dermaga tongkang ketujuan
penempatannya dibangunan turbin karena lubang galian pipa sedalam 7 meter
terisi sebagian pipa air sirkulasi yang menghalangi jalan masuk.
- Tenaga kerja dan peralatan menunggu 2 bulan karena es dan tambahan 2 bulan untuk
kelambatan lubang pipa.
- Percepatan kerja segera lubang pipa ditutup untuk mengatasi kehilangan waktu
- Kehilangan keuntungan karena tidak dapat menggunakan tenaga kerja dan peralatan
untuk pekerjaan lain.
Dari uraian tentang Klaim Konstruksi telah diketahui bahwa pengertian klaim
sesungguhnya adalah sebuah permintaan (claim is a demand) mengenai
tambahan kompensasi waktu, biaya atau bentuk lain antara pihak yang
berkontrak. Dalam suatu Proyek Konstruksi, klaim bukanlah tuntutan atau
gugatan yang terlanjur dianggap benar di negeri kita. Namun tidak selalu klaim
tersebut dapat diselesaikan atau dipenuhi. Dalam hal klaim tersebut tidak
terpenuhi atau terselesaikan, maka hal itu berarti telah terjadi sengketa antara
para pihak yang berkontrak. Inilah yang dimaksudkan dengan sengketa
konstruksi yaitu sengketa yang terjadi dalam Industri Konstruksi. Sengketa ini
harus diselesaikan
Dalam Pelatihan ini titik berat cara penyelesaian sengketa adalah melalui
Arbitrasekarena cara inilah yang lebih banyak dipakai karena hal-hal
yang akan diuraikan nanti
7.2.2 Pilihan penyelesaian sengketa ini harus secara tegas dicantumkan dalam
kontrak konstruksi dan sengketa yang dimaksud adalah sengketa
perdata (bukan pidana). Misalkan pilihan penyelesaian sengketa
tercantum dalam kontrak adalah arbitrase. Dalam hal ini Pengadilan
tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut seperti tersebut
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.30/1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 3.
7.2.5 Oleh karena belakangan ini orang lebih cenderung memakai cara
penyelesaian sengketa melalui arbitrase karena alasan-alasan yang akan
diuraikan kemudian maka penyelesaian sengketa melalui arbitrase
akan diuraikan lebih luas dalam Pelatihan ini.
7.3 Pengertian-Pengertian Arbitrase dan Arbiter.
Bila kita ambil analogi dalam suatu pertandingan sepak bola, seorang wasit sama
sekali tidak boleh berpihak kepada salah satu kesebelasan. Tugasnya adalah
mengawasi jalannya pertandingan sesuai aturan permainan. Bila salah seorang
atau beberapa orang pemain melakukan pelanggaran maka dia harus
menjatuhkan hukuman atau memberikan peringatan tidak pandang dari
kesebelasan mana orang tersebut berasal.
Hal ini penting diketahui karena masih banyak orang menganggap arbiter tersebut
adalah pembela mereka seperti di Pengadilan. Ini keliru besar.
Penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang arbiter atau para arbiter
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau
mentaati keputusan yang diberikan oleh arbiter atau para arbiter yang
mereka pilih atau tunjuk tersebut.
Waktu, prosedur, dan biaya arbitrase Putusan pengadilan yang in kracht van
lebih efisien. Putusan bersifatfinal and gewijsde membutuhkan waktu yang relatf
binding, dan tertutup untuk upaya lama (> 5 thn jika sampai tingkat MARI).
hukum banding atau kassai;
a. Arbiter Tunggal
7.6.2 Tidak dapat menarik diri setelah menjadi Arbiter, kecuali atas
persetujuan para pihak yang bersengketa. Dibutuhkan adanya
penetapan Pengadilan jika para pihak tidak memberi persetujuan;
7.6.3 Wajib mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan dalam sengketa
jika memutus sengketa lewat dari 6 (enam) bulan, tanpa alasan yang
sah;
7.6.4 Wajib mengundurkan diri jika Hak Ingkar yang diajukan salah satu
pihak yang bersengketa terbukti.
Honorarium arbiter, sekretariat dan Biaya perkara relatif murah dan telah
administrasi, relatif mahal. Tolok-ukur ditentukan oleh MARI.
jumlah umumnya ditentukan oleh nilai
klaim (sengketa). Apabila biaya ditolak
atau tidak dibayar oleh salah satu pihak,
maka pihak yang lain wajib
membayarnya agar sengketa diperiksa
Arbitrase.
Relatif sulit untuk membentuk Majelis Tidak ada hambatan berarti dalam
Arbitrase apabila Lembaga Arbitrase Ad pembentukan Majelis Hakim yang
Hoc memeriksa perkara.
Tidak memiliki juru sita sendiri sehingga Memiliki juru sita dan atau sarana
menghambat penerapan prosedur dan pelaksanaan prosedur hukum acara.
mekanisme Arbitrase secara efektif.
Putusan Arbitrase tidak memiliki daya Pelaksanaan Putusan dapat dipaksakan
paksa yang efektif, dan sangat secara efektif terhadap pihak yang kalah
bergantung kepada Pengadilan jika dalam perkara.
putusan tidak dijalankan dengan
sukarela.
Jadi ada 2 kemungkinan terjadi perjanjian arbitrase yaitu sebelum sengketa timbul atau
sesudahnya.
KLAUSULA STANDAR
ARBITRASE AD HOC
Setiap perselisihan, sengketa atau tuntutan yang terjadi dalam pelaksanaan atau
yang berkenaan dengan perjanjian ini, termasuk namun tidak terbatas pada
perbuatan wanprestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian, yang tidak dapat
diselesaikan melalui musyawarah (negosiasi) akan diselesaikan melalui arbitrase
yang dilaksanakan di (…………..) sesuai dengan ketentuan dan prosedur dalam
Undang-UNDANG Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Setiap perselihan, sengketa atau tuntutan apapun yang terjadi dalam pelaksanaan
atau yang berkenaan dengan perjanjian ini, akan diselesaikan melalui arbitrase yang
dilaksanakan di ( ………………………………) dengan ketentuan dan prosedur
BANI.
Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur
arbitrase BANI yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa
sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.
Any dispute, controversy or claim arising out of or relating to this contract, or the
breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance
with the UNCITRAL Arbitration Rules as at the present in force. The appointing
authority shall be the ICC in accordance with the rules adopted by the ICC for this
purpose.
7.9.1 Pengantar
a. Mediasi
b. Negosiasi
c. Konsiliasi