You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi
khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
mencegah berbagai penyakit salah satunya ARDS yaitu merupakan gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat
yang menyebar dikedua belah paru akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) juga dikenal dengan edema paru
nonkardiogenik merupakan sindroma klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. Dalam sumber lain ARDS
merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat.
Beberapa faktor meliputi emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru,
perdarahan dan trauma berbagai bentuk. Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar
untuk sindrom adalah yang mengalami sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi
sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah. Kebanyakan kasus sepsis yang
menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena infeksi oleh basil aerobic gram
negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1 sampai 96 jam sebelum timbul ARDS.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini
meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema
pulmonal nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang
berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen
dan Pulmonary Arterial Wedge Pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan
mungkin menjadi bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak
kurang dari 150.000 kasus pertahun. Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif
berdasarkan definisi konsisten, insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui.
Laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab
utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh
kurang lebih 50% – 70%. Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak
sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa menghiraukan faktor penyebab (Muttaqin,
2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
2. Apa klasifikasi Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
3. Apa etiologi Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
4. Bagaimana patofisiologi dari Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnosik Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
7. Bagaimana komplikasi dari Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
9. Bagaimana pathway Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
2. Untuk mengetahui apa klasifikasi Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
3. Untuk mengetahui apa etiologi Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)?
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Adult Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)?
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Adult Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)?
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostic Adult Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)?
7. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari Adult Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)?
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Adult Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)?
9. Untuk mengetahui bagaimana pathway Adult Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)?
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Adult Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan
pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Martin T, Susan
2010).
Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsioksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan
oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida
lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS ( Gagal nafas Akut )
merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah
sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel –sel
tubuh.sehingga tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan
menjadi lebih besar.

B. Klasifikasi
a. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal
secara struktural maupun fungsional sebelum awal penyakit timbul.
b. Sedangkan gagal nafas kronis adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik. Emflesma dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara) pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkipnia yang
memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kerusakan
yang ireversibel.

Menurut definisi NANDA International (2012), ARDS dikategorikan menjadi 3 tipe


berdasarkan tingkat keparahanya. Pembagian ini didasarkan atas tingkat hipoksemia yang
dialami yaitu
ARDS Pa02/Fi02 CPAP/PEEP Mortlitas
ARDS Ringan 200-300 mmHg ≥ 5𝑐𝑚 𝐻20 27%
ARDS Sedang 100 − 200 𝑚𝑚𝐻𝑔 ≥ 5cm H20 32%
ARDS Berat ≤ 100 𝑚𝑚𝐻𝑔 5cm ≥ H20 45%

Berdasarkan tampilan histologis ARDS dibagi menjadi 3 fase yaitu

1. Fase eksudatif (0-4 hari)

a. Edema Alveolar dan Interstitial

b. Kongesti Kapiler

c. Kerusakan sel alveolar tipe 1

d. Pembentukan membran hialin lebih awal

2. Fase froliferatif (3-10 hari)

a. Peningkatan sel aveolar II

b. Infiltrasi seluler dari septum alveolar

c. Penyusutan membran hialin

3. Fase fibrotic (> 10 hari)

a. Fibrosis membran hialin dan septum alveolar

b. Fibrosis dukus alveolar (Corwin 2010).

C. Etiologi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan ARDS dapat dilihat pada tabel (Corwin,
Elizabeth J. 2010)

Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi (mekanisme Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi
tidak langsung) oksigen aspirasi asam lambung, tenggelam,
sepsis, syok, (apapun
penyebabnya),koagulasi intravascular
tersebar (disseminated intravascular
coagulation-DIC), dan pancreas idiopatik.
Obat-obatan Heroindan salsilat.
Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan TB paru
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan amnion,
emboli paru thrombosis, rudapaksa (trauma)
paru, radiasi, keracunan oksigen, transfuse
massif, kelainan metabolic (uremia), bedah
mayor.

D. Patofisiologi

Sindrome gagal nafas pada klien dewasa (ARDS) selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema yang berada dari
edema parukarena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologist, mula-mula terjadi kerusakan
membrane kapiler-alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium
kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan
interstitial. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai edema paru pada ARDS, penting
untuk mengetahui hubunngan struktur dan fungsi alveoli.
Membrane alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel tipe I (tipe A), sel penyokong
yang tidak mempunyai mikrovili dan amat tipis. Sel tipe II (tipe B) berbentuk hamper
seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat
pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel tipe I atau tipe II dengan membrane
basal endothelium dan sel endothelium.
Begian membran kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tebal 0,1 mm. sel
pneumosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai zat yang
terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95% dari permukaan alveoli ini,
akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli-kapiler. Pada kerusakan mendadak
paru, mula mula terjadi peradangan interstisial, edema, dan pendarahan yang disertai
dengan proliferasi sel tipe II yang rusak keadaan peradangan ini dapat membaik secara
lambat atau membentuk fibrosis paru yang luas.
Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60 A
sehingga terjadi perembesan cairan dan unsure-unsur lain darah ke dalam alveoli dan
terjadi edema paru. Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan jika kapasitas
interstisium terlampaui, alveoli mulai terisi menyebabkan atelektasis kongestidan terjadi
hubungan intraoulmoner (shunt).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimuai dengan aktivasi komplemen
sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lalin. Selanjutnya aktivasi komplemen akan
menghasikan C5a yang menyebabkan granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak
endothelium mikrovaskular paru, sehingga mengakibatkan peningkatan mermeabilitas
kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel endoteium dengan melepaskan
protease yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin dan fibronektin, dan
proteolisi protein plasma dalam sirkulasi seperti faktor Hageman, fibrinogen, dan
komplemen.
Beberapa hal yang menyokong peranan granulosit dalam proses timbulnya ARDS
adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada bintang percobaan dengan ARDS
karena terkumpulnya granulosit dalam paru.
Biopsi paru dari klien dengan ARDS menunjukan juga adanya pengumpulan
granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktivasi mampu
melepaskan enzim proteolitik seperti elastase, kolagenase,dan oksigen radikal yang dapat
mengahambat aktivitas antiprotease paru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung, dan intoksikasi oksigen dapat
merusak sel endothelium arteri pulmonalis dan leukosit neutrofil yang teraktivasi akan
memperbesar kerusakan tersebut. Histamin, serotonim, atau bradikinin dapat
menyebabkan kontraksi sel endothelium dan mengakibatkan pelebaran porus interselular
serta peningkatan permeabilitas kapiler.
Adanya hipotensi dan pancreatitis serta akut dapat menghambat produksi
surfaktan dan fosfolipase A. selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan
mengahambat produksi dan aktifitas surfaktan. Sehingga menyebabkan mikroatelektasis
dan sirkulasi venuarterial bertambah. Adanya perlambatan aliran kapiler sebab hipotensi,
hiperkoagulabilitas dan asidosis, hemolisi, toksin bakteri, dan lain-lain dapat merangsang
timbulnya koagulasi intravascular tersebar (disseminated intravascular coagulation-DIC).
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menybabkan cairan merembes
kejaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan artelektasis kongesti yang
luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku dan komplians (compliance)
paru munurun. Kapasitas residu fungsional (functiona residual capasciti-FRC) juga
menurun. Hipoksemia berat merupakan gejala penting ARDS dan menyebabkan
hipoksemia adaah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venous (aliran
darah mengalir ke alveoli yang kolaps), dan kelainan difusi alveoli-kapiler akibat
penebalan dinding alveoli-kapiler.
Peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler menimbulkan edema
interstitial dan alveolar serta atelektasis alveola, sehingga jumlah udara sisa pada paru
diakhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun (Yusuf, 2012).

E. Manifestasi Klinis
Manifetasi klinis ARDS bervariasi bergantung pada penyebab. Pada permulaan
dan beberapa jam setelah cedera, klien mungkin bebas dari berbagai tanda dan gejala
gangguan pernafasan. Tanda awal yang sering kali terlihat adalah peningkatan frekuensi
pernapasan yang segera diikuti dengan dispnea.
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan suara napas ronchi basah yang halus saat
inspirasi meskipun tidak begitu jelas (Sudoyo, A. W., 2006)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik ARDS dapat dibuat berdasarkan pada kriteria berikut:
1. Gagal napas akut (saturasi oksigen kurang dari 90%, RO: terdapat gambaran
akumuasi udara atau cairan, dapat terlihat perppindahan letak mediastinum)
2. Infiltrate pulmoner “fluffy” bilateral pada gambaran rontgen thorak
3. Hipoksemia (PaO2 dibawah 50-60 mmHg) meski FcO2 50-60% (fraksi oksigen yang
dihirup)

G. Komplikasi
 Aritmia
 Penurunan output urine
 Hipotensi
 Asidosis metabolic
 Repiratorius
Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai.
Adanya edema paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan dan daya aktivitas surfaktan
akan menurunkan daya tahan paru terhadap infeksi. Hasil positif pada pasien yang
sembuh dari ARDS paling mungkin fungsi tiga dari kemampuan tim kesehatan untuk
melindungi paru dari kerusakan lebih lanjut selama periode pemberian dukungan hidup,
pencegahan toksisitas oksigen dan perhatian terhadap penurunan sepsis (A. W. Sudoyo,
2006)

H. Penatalaksanaan
Pemberian cairan harus dilakukan secara seksama,terutama jika ARDS disertai
kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan permeabilitas kapiler
paru, cairan dan sirkulasi, merembes kejaringan interstitial dan memperlambat edema
paru, cairan yang di berikan harus cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat
(denyut jantung yang tidak cepat, ekstremitas hangat, dan dieresis yang baik) tanpa
menimbulkan edema atau memperberat edema paru. Jika perlu dimonitor dengan kateter
Swan Ganz dan teknik thermodelution untuk mengukur curah jantung (Isselbacher, Dkk.
2000).
Penatalaksanaan yang bisa diberikan adalah sebagai berikut:
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara
potensial mempunyai efek samping toksik. Klien tanpa penyakit paru tampak
toleran dengan oksigen 100% selama 24-72 jam tanpa abnormalitas fisiologis
penting. Pengukuran ABGs awal akan memperlihatkan penekanan PO2
meskipun PCO2 menurun, sehingga perbedaan oksigen alveolar-arteri
meningkat. Pada stadium dini pemberian oksigen dengan masker atau dengan
kanula akan membuat koreksi yang bermakna pada peningkatan PO2 arteri.
2. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Tujuan terapi
modalitas ini adalah untuk memberikan dukungan ventilasi sampai intergeritas
membran alveoli-kapiler kembali baik. Dua tujuan lainnya adalah:
 Memelihara ventilasi dan oksigenasi adekuat selama periode kritis
hipoksemia berat
 Mengembalikan faktor etiologi yang mengawali penyebab distress
pernafasan.
3. Positif End_Expiratory Presure (PEEP)
Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan oleh volume ventilator
dengan tekanan tinggi dan kemampuan aliran, dimana PEEP dapat
ditambahkan. PEEP dipertahankan dalam alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
Komplikasi utama PEEP adalah penurunan curah jantung dan
barotrauma. Ini lebih sering terjadi jika klien di ventilasi dengan tidal volume
diatas 15ml/Kg atau PEEP tingkat tinggi. Peralatan selang dada terakostomi
darurat harus siap tersedia.
4. Trirasi Cairan
Mekanisme patogenenis peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler
mengakibatkan edema intertisial dan alveolar. Pemberian cairan yang
berlebihan pada organ normal dapat menyebabkan edema paru dan gagal
pernafasan tujuan utama terapi cairan adalah mempertahankan parameter
fisiologis normal.
5. Terapi Farmakologi
Pengunaan kartikosteroid masih menjadi kontrofersi sebelumnya terapi
antibiotic untuk profilaksis. Akan tetapi fakta menunjukan bahwa ini tidak
mencegah sepsis gram negtif yang berbahaya.
6. Pemantauan Oksigenasi Arteri Adekuat
Kebanyakan volume oksigen yang di transfer kejaringan dalam bentuk
yang telah berikatan dengan hemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan
oksigen dalam darah menurun, sebagai akibat efek ventilasi mekanik PEEP.
Pengukuran seri hemoglobin perlu dilakukan untuk tranfusi sel darah merah.
7. Pemeliharaan Jalan Napas
Selang Endotrakeal atau selang Trakeostomi disediakan tidak hanya
sebagai jalan napas tetapi juga sangat berarti dalam melindungi jalan
napas,memberikan dukungan ventilasi kontinu,dan memberikan konsentrasi
oksigen terus menerus.
8. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pernapasan bagian atas dan bawah
serta pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan.
9. Dukungan Nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada klien dengan
masalah kritis.nutrisi parenteral total (nasogastric tube-NGT) dapat
memperbaiki malnutrisi dan memungkinkan klien untuk terhindar dari gagal
napas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi.
10. Monitor Semua Sistem Terhadap Respons Terapi dan Potensial komplikasi
Rata-rata Mortalitas 50-70%,dapat menimbulkan gejala sisa saat
penyembuhan.Prognosis jangka panjang baik.Abnormalitas fisiologis dari
ringan sampai sedang yang telah dilaporkan adalah abnormalitas obstruksi
terbatas, Defect difusi sedang, dan hipoksemia selama latihan.
I. Pathway
J. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku :
2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neurologis yaitu :
- Distres pernafasan akut ; takipnea, dispnea , pernafsan menggunakan
otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
- Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai
seharian.
- Riwayat Keluhan Utama
P : Nyeri
Q : Terus menurus
R : seluruh persendian, dada, dan perut
S : 4 (0-5)
T : saat beraktivitas
3. Riwayat kesehatan sekarang
- Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit
yang sama ketika klien masuk rumah sakit
- Riwayat kesehatan dahulu
- Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang sama
sebelumnya
- Riwayat pemakaian obat-obatan
B. Pengkajian Primer
1. Airway ( Jalan Napas)
- Jalan nafas tidak normal
- Terdengar adanya bunyi nafas ronci
- Tidak ada jejak badan daerah dada
2. Breathing
- Peningkatan frekuensi nafas
- Nafas dangakal dan cepat
- Kelemahan otot pernafasan
- Kesulitan bernafas
3. Sirkulation
- Penurunan curah jantung : Gelisah, takikardia
- Sakit kepala
- Pingsan
- Berkeringat banyak
- Pusing
- Mata berkunang-kunang
4. Disability
- Dapat terjadi penurunan kesabaran
- Treage (merah)
C. Pengkajian Sekunder
 Pengkajian fisik
- B1 (Breath):
Sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekels
halus seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
- B2 (Blood):
Pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal atau meningkat
(terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock),
takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.
- B3 (Brain):
Kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
- B4 (Bowel): -
- B5 (Bladder): -
- B6 (Bone):
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksemia secara
reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal/alveolar pada
status cedera kapiler.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmonal non kardia.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
4. Ketidaktahuan pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi dari informasi.

E. Intervensi Keperawatan

DX 1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksemia secara reversible/menetap,


refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 a. Evaluasi perubahan a. Aspek penting perawatan
jam setelah diberikan tingkat kesadaran, cata ARDS adalah ventilasi
intervensi keperawatan tidak sianosis dan perubahan mekanik. Tujuan
terjadi gangguan pertukaran warna kulit, termasuk modalitas terapi ini untuk
gas membrane mukosa dan memberikan dukungan
Kriteria Hasil: kuku. ventilasi sampai
- Klien menunjukan b. Lakukan pemberian intergritas membrane
tidak ada gejala terapi oksigen. alveoli-kapiler kembali
distress pernafasan c. Lakukan ventilasi baik.
- Melaporkan tidak mekanik. b. Akumulasi secret dan
adanya/penurunan d. Monitor kadar berkurangnyanya
dispnea hemoglobin. jaringan paru yang sehat
- Menunjukan e. Kolabo dapat mengganggu
perbaikan ventilasi f. rasi pemilihan oksigenasi organ vital
dan oksigenasi pemberian cairan. dan jaringan tubuh.
adekuat dengan GDA g. Kolaborasi pemberian c. Oksigen adalah obat
dalam rentang normal. terapi farmakologi. dengan sifat terapeutik
penting dan secara
potensial mempunyai
efek samping toksik.
Tanpa dasar penyakit
paru tampak toleran
dengan oksigen 100%
selama 24-72 jam tanpa
abnormalitas fisiologi
klinis penting.
d. Kebanyakan volume
oksigen ditransportasikan
kejaringan dalam ikatan
dengan hemoglobin. Bila
anemia terjadi,
kandungan oksigen
dalam darah menurun
sebagai akibat efek
ventilasi mekanik dan
suplemen. Pengukuran
hemoglobin perlu untuk
kalkulasi kandungan
oksigen yang akan
menuntukan kebutuhnan
untuk transfusi sel darah
merah.
e. Tujuan utama terapi
cairan adalah untuk
mempertahankan
parameter fisiologis
normal. Mekanisme
patogenitas peningkatan
permeabilitas
alveokapiler
mengakibatkan edema
interstitial dan alveolar.
f. Penggunaan
kortikosteroid masih
kontroversial.
Sebelumnya, terapi
antibiotik diberikan awal
untuk profilaksis, tetapi
pengalaman menunjukan
bahwa ini tidak
mencegah sepsis bakteri
gram negative yang
berhaya, sehingga
antibiotic profilaksis
rutin tidak lagi
digunakan.

DX 2 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pulmonal non kardia.


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan: Setelah dilakukan a. Monitor vital signs a. Berkurangnya
tindakan keperawatan selama seperti tekanan darah, volume/keluarnya cairan
3x24 jam, diharapkan heart rate, denyut nadi dapat meningkatkan heart
volume cairan di paru (jumlah dan volume). rate, menurunkan tekanan
berkurang/ menghilang. b. Amati perubahan darah, dan volume denyut
Kriteria Hasil: kesadaran, turgor kulit, nadi menurun.
-Menunjukkan bernafas kelembaban membran b. Defisit cairan dapat
dengan efektif mukosa dan karakter diidentifikasi dengan
-Klien tidak sesak sputum. penurunan turgor kulit,
-Pengeluaran urin normal. c. Hitung intake, output dan membran mukosa kering,
balance cairan. Amati sekret kental.
“insesible loss”. c. Memberikan informasi
d. Timbang berat badan tentang status cairan.
setiap hari. d. Perubahan yang drastis
e. Berikan cairan IV dengan merupakan tanda
observasi ketat penurunan total body
f. Monitor/berikan water.
penggantian elektrolit e. Meskipun cairan
sesuai indikasi. mengalami deficit,
pemberian cairan IV
dapat meningkatkan
kongesti paru yang dapat
merusak fungsi respirasi.
f. Elektrolit khususnya
pottasium dan sodium
dapat berkurang sebagai
efek terapi deuritik.

DX 3 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan penurunan nafsu makan.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan: Setelah dilakukan a. Kaji intake klien a. Sebagai informasi dasar
asuhan keperawatan selama b. Tingkatkan intake makan untuk perencanaan awal
3 x 24 jam diharapkan melalui: dan validasi data.
pemenuhan kebutuhan - Kurangi gangguan b. Cara khusus tingkatakan
nutrisi klien terpenuhi. dari luar nafsu makan
- Sajikan makanan c. Memudahkan makanan
Kriteria Hasil: dalam kondisi hangat masuk.
-BB meningkat c. Selingi makan dengan d. Mulut yang bersih
-Nafsu makan menningkat minum. meningkatkan nafsu
d. Jaga kebersihan mulut makan.
klien. e. Meningkatkan intake
e. Berikan makan sedikit makanan.
tapi sering. f. Memberikan asupan diet
f. Kolaborasi dengan ahli yang tepat.
gizi.
DX 4 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi dari
informasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan: Setelah dilakukan a. Pacu belajar untuk a. Sembuh dari gangguan
asuhan keperawatan selama 3 memenuhi kebutuhan gagal paru dapat sangat
x 24 jam diharapkan klien pasien. Berikan menghambat lingkup
kliem paham tentang informasi dalam cara perhatian pasien,
penyakit, kondisi, prognosis, yang jelas/ringkas. Kaji konsentrasi dan energy
dan progam pengobatan. potensial kerjasama untuk penerimaan
dalam program informasi/tugas baru.
Kriteria Hasil: pengobatan dirumah. Khususnya orang terdekat
- Menjelaskan hubungan Termasuk orang terdekat memerlukan keterlibatan
antara proses penyakit sesuai indikasi. Pacu bila proses penyakit berat
dan terapi. belajar untuk memenuhi atau berubah untuk
- Mengidentifikasi dengan kebutuhan pasien. batasan kesembuhan.
benar tanda dan gejala Berikan informasi dalam b. ARDS adalah komplikasi
yang memerlukan cara yang jelas/ringkas. dari proses lain, bukan
perhatian medis Kaji potensial kerjasama diagnose utama.
dalam program Pasien/orang terdekat
pengobatan dirumah. sering bingung dengan
Termasuk orang terdekat terjadinya pada sistem
sesuai indikasi. pernapasan “sehat”
b. Berikan informasi yang sebelumnya.
berpusat pada c. Penurunan tahanan
penyebab/timbulnya menetap selama periode
proses penyakit pada waktu setelah operasi.
pasien/orang terdekat. Kontrol/menghindari
c. Anjurkan dalam tindakan pemajanan pada factor
pencegahan, bila lingkungan, seperti
diperlukan diskusikan asap/debu, reaksi alergis,
pentingnya atau infeksi diperlukan
mempertahankan periode untuk menghindari
istirahat teratur. Hindari komplikasi lanjut.
lingkungan dingin dan d. Pemberian instruksi
orang yang sedang penggunaan obat yang
infeksi. aman memampukan
d. Berikan informasi verbal pasien untuk mengikuti
dan tertulis tentang obat, dengan tepat program
contoh tujuan, efek pengobatan.
samping, rute, dosis, e. Pasien harus menghindari
jadwal. terlalu lelah dan
e. Berikan pedoman untuk mengimbangi periode
aktivitas. istirahat dan aktivitas
f. Tunjukan teknik untuk meningkatkan
bernapas adaptif dan regangan/stamina dan
cara menurunkan mencegah
kebutuhan energy selama konsumsi/kebutuhan
melakukan aktivitas oksigen berlebihan.
sehari-hari. f. Kondisi lemah dapat
g. Bantu membuat rencana membuat kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan pasien menyelesaikan
individu setelah pulang. tindakan sedarhana pun.
g. Memungkinkan kembali
ke rumah sementara tetap
memberikan dukungan
yang diperlukan selama
periode
penyembuhan/perbaikan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
ARDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus dan
membrane kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem
paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas.
ARDS merupakan keadaan gagal nafas mendadak yang timbul pada klien
dewasa tampak kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi
secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak faktor predisposisi
seperti shok karena perdarahan, spesies, pradupaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh
lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung intoksikasi heroin atau metadon.
Secara umum, penanganan ARDS bersifat suportif di ICU. Selain itu, tentunya
harus diatasi penyebab ARDS itu terjadi seperti menatalaksanan infeksi, mengurangi
peradangan serta membuang cairan dari paru. Masalah yang dapat terjadi akibat ARDS
(maupun terkait terapi yang memang diperlukan) antara lain adalah kegagalan
multiorgan, pneumothorax terkait penggunaan mesin ventilator, fibrosis paru, maupun
pneumonia terkait ventilator. Sebagian besar kematian akibat ARDS terkait dengan
kondisi sepsis dan kegagalan multiorgan. Mortalitas juga meningkat pada penderita yang
berusia lebih tua.

B. Saran
Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang gangguan system
respirasi ARDS selain untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang
perawat, juga untuk berbagi kepada masyarakat tentang informasi gangguan system
respirasi ARDS. Makalah ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2009.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan; Salemba Medika.
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta; EGC.
Yusuf. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC
Sudoyo, A. W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Fakultas Indonesia.
Isselbacher, Dkk. 2000. Harison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta:
EGC.
Bates, J. M. 2012. Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Susan Martin T. 2010. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Brunner & Sudarth. 2001. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
NANDA International. 2012. NANDA: Nurshing Diagnoses: Definitions and
Clasification. Philadelphia: NANDA International

You might also like