You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit respiratory distress syndrome adalah penyebab utama

kematian pada bayi baru lahir. Diperkirakan 30 % dari semua kematian

neonatus yang disebabkan oleh penyakit membrane hialin (PMH).

PMH terutama terjadi pada bayi premature, intensitasnya berbanding

terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. PMH ini 60-80%

terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30

% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih

dari 37 minggu, dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi

dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur

kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan seksio sesarea,

persalinan cepat, asfiksia, stress dingin, dan adanya riwayat bahwa bayi

sebelumnya terkena.

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam

globalisasi khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu

diperhatikan dalam mencegah berbagai penyakit salah satunya ARDS

yaitu merupkan Gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai

dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar

dikedua belah paru akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma

jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.

1
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak

yang timbul pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari

sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas Dewasa (ARDS) juga dikenal dengan

edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma klinis yang ditandai

penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah

penyakit atau cedera serius. Dalam sumber lain ARDS merupakan kondisi

kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,

biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan

pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor

pretipitasi meliputi tenggelam, emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis,

emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai bentuk. Dua kelompok yang

tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami

sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster

dengan pH rendah. Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan ARDS

dan kegagalan organ multiple karena infeksi oleh basil aerobic gram

negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1 sampai 96 jam sebelum

timbul ARDS.

ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun

1967. Ini meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal,

menyebabkan edema pulmonal nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai

difusi akut infiltrasi pulmonal yang berhubungan dengan masalah besar

tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen dan pulmonary

arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.

2
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple

dan mungkin menjadi bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS

diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus pertahun. Sampai adanya

mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi konsisten,

insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju mortalitas

tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab

utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju

kematian menyeluruh kurang lebih 50% – 70%. Perbedaan sindrom klinis

tentang berbagai etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis umum

tanpa menghiraukan factor penyebab.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Acute Respiratory Distress Syndrome ?

2. Bagaimana Konsep Penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome

Pada Anak ?

3. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Acute

Respiratory Distress Syndrome ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu Acute Respiratory Distress Syndrome.

2. Untuk mengetahui Konsep Penyakit Acute Respiratory Distress

Syndrome Pada Anak.

3. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Acute

Respiratory Distress Syndrome.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ARDS

Acute Respiratory Distress Syndrome bukan suatu penyakit,

melainkan suatu kumpulan gejala atau dalam istilah medis dikatakan

sebagai suatu sindrom pada sistem pernafasan (American Lung

Association, 2013).

Acute Rspiratory Distress Syndrome (Sindrom Distress Pernafasan

Akut) adalah perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau

tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai

Hyaline Membrane Disease (HMD) (Suriadi, 2001).

RDS juga disebut sebagai sindrom gawat nafas yaitu kumpulan

gejala yang terdirir atas dyspnea atau takipnea dengan frekuensi

pernafasan besar 60 kali per menit, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan

retraksi didaerah epigastrium, suprastena, intercostal pada saat inspirasi

(Ngatiyah, 2005 : 23).

Menurut Whalley dan Wong, gangguan ini merupakan penyakit

yang berhubungan dengan perkembangan maturasi paru. Gangguan ini

dikenal juga dengan nama hyaline membrane disease (HMD) atau

penyakit membrane hialin yang melapisi alveoli.

4
Sindrom distress pernafasan adalah perkembangan yang immature

pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam

paru. Respiratory Syndrome dikatakan sebagai hyaline membrane disease

B. Etiologi

Etiologi RDS dihubungkan dengan usia kehamilan, berat badan

bayi yang lahir kurang dari 2500 gram. Sering terjadi pada bayi dengan

lahir kurang dari 1000 gram. Semakin muda seorang bayi, semakin tinggi

resiko RDS sehingga menjadikan perkembangan yang immature pada

sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah srurfaktan dalam paru.

Kadar surfaktan paru mature biasanya muncul sesudah 35 minggu. Sintesis

surfaktan sebagian bergantung pada pH, suhu dan perfusi normal.

Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungan dengan

hopvolemik, hipotensi, dan stress dingin, dapat menekan sistesis surfaktan.

Atelectasis alveolar, formasi membrane hialin, dan edema

intertisial membuat paru-paru kurang lentur, memerlekukan tekanan yang

lebih besar untuk mengembangkan alveolus kecil dan jalan nafas. Pada

bayi, dada bawah tertarik kedalam ketika diafragma turun dan tekanan

intrtoraks menjadi negative, dengan demikian membatasi jumlah tekanan

intrathoraks yang dihasilkan, akibatnya muncul kecenderungan atelaktasis,

dinding dada bayi yang sangat lemah memberi lebih sedikit tekanan dari

pada dinding dada bayi matur terhadap kecenderungan paru kolaps.

RDS terjadi dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada

perempuan, insiden meningkat pada bayi dengan faktor-faktor tertentu,

5
misalnya ibu yang menderita diabetes mellitus melahirkan bayi berusia

kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal dan lahir melalui section Caesar

Etiologi yang lain dari ARDS adalah:

1. Kelainan paru : pneumonia

2. Kelainan jantung : penyakit jantung bawaan, disfungsi myocardium

3. Kelainan susunan syaraf pusat akibat: asfiksia, perdarahan otak

4. Kelainan bedah : peneumotoraks, fistel trakeosofageal, hernia

diafragmatika

5. Kelainan metabolic: hipoglikemi, asidosis metabolic

6. Kelainan lain: sindrom aspirasi meconium, penyakit membrane hialin

Bila menurut masa pertumbuhan, penyebab gangguan nafas lain:

a. Pada bayi kurang bulan

 Penyakit mebran hialin

 Pneumonia

 Asfiksia

 Kelainan atau malformasi kongential

b. Pada bayi cukup bulan

 Sindrom aspirasi meconium

Sindrom aspirasi meconium (SAM) adalah kumpulan gejala

yang diakibatkan oleh terhisapnya meconium kedalam

saluran pernafasan bayi akibat peningkatan aktivitas usus

janin. Meconium adalah feses janin saat dalam kandungan

6
yang apabila terjadi gangguan dapat bercampur denga

cairan amnion sehingga terhirup oleh janin.

 Pneumonia

 Asidosis

 Kelainan atau malformasi kongenital

C. Patofisiologi

Pada bayi dengan RDS, karena adanya ketidakmampuan paru

untuk mengembang dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang premature

terjadi gagal pernafasan karena imaturenya dinding dada, parenchym paru,

dan imaturnya endothelium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada

akhir ekspirasi.

Pada bayi RDS disebabkan oleh menurunnya jumlah surfaktan atau

perubahan kualitatif surfaktan dapat menyebabkan ketidakmampuan

alveoli untuk ekspansi. Terjadi perubahan intra extratoracic dan

menurunnya pertukaran udara.

Secara alamiah perbaikan mulai terjadi setelah 24-48 jam. Sel yang

rusak akan diganti. Membrane Hyaline, berisi debris dari sel necrosis yang

tertangkap dalam proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein), di

pagosit oleh makrogaf. Sel cuboidal menempatkan pada alveolar yang

rusak dan epitelium jalan nafas, kemudian terjadi perkembangan sel

kapiler baru pada alveoli. Sintesis surfaktan kembali diproduksi dan

kemudian terjadi perbaikan alveoli untuk pengembangan.

7
D. Komplikasi

a. Pneumotoraks

b. Pneumomediastinum

c. Pulmonary intersititial dysplasia

d. Bronchopulmunory dysplasia (BPD)

e. Paten ductus arteriousus (PDA)

f. Hipotensi

g. Menurunnya pengeluaran urine

h. Asidosis

i. Hipotermi

j. Hipernatremi

k. Hipokalemi

l. Disseminated intravascular (DIC)

m. Kejang

n. Intraventricular hemorrhage

o. Retinophaty pada premature

p. Infeksi sekunder

E. Manifestasi klinis

Tanda biasanya tampak dalam beberapa menit kelahiran, walaupun tanda-

tanda ini tidak dapat dikenal selama beberapa jam sampai pernafasan

menjadi cepat, dangkal bertambah sampai 60/mnt.

a. Tachypnea

b. Retraksi dada (suprasternal, substernal, intercostal)

8
c. Pernafasan terlihat parodis

d. Cuping hidung

e. Apnea

Terjadi ketika bayi menjadi lelah dan muncul tanda-tanda tidak

menyenangkan yang membutuhkan intervensi segera.

f. Murmur

g. Sianosis

Kematian jarang terjadi pada bayi hari pertama sakit, biasanya terjadi

antara hari ke-2 dan ke-7 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar

dan perdarahan paru atau intraventikular.

F. Pemeriksaan Diagnostik

a. Foto Rontgent

Untuk melihat densitas atelectasis dan elevasi diafragma dengan

overdistensi duktus alveolar

b. Analisa gas darah

Analisa gas darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60

mmHg, SaO2 92%-94%, pH 7,31-7,45

c. Imature lecithin

Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah

fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi

surfaktan, sebagai tolak ukur kematangan paru, dengan cara

menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomeilin dari cairan

9
amnion. Sfingomyelin merupakan suatu membrane lipid yang secara

relative merupakan komponen non spesifikasi dari cairan amnion.

Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah <

0,5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkatkan secara bertahap

pada level 1 pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada

usia gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal

RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2,2 : 1 atau lebih

mengindikasikan maturitas paru. Phospatidygglicerol : meningkat saat

usia 35 minggu.

G. Penatalaksaan terapeutik

Terapi yang diberikan ialah pengobatan pertukaran oksigen dan

karbondioksida paru ynag tidak adekuat, asidosis metabolic dan

insufesiensi sirkulasi. Perawatan suportif awal bayi baru lahir terutama

pada pengobatan asidosis, hipoksia, hipotensi, dan hipotermia akan

mengurangi keparahan RDS. Terapi memerlukan pemantuan yang cermat

dan sering terhadap frekuensi jantung dan pernafasan: PO2, PCO2, pH,

bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah, hematrokit, tekanan darah, dan

suhu.

a. Pemberian oksigen

Oksigen hangat yang dilembabkan harus diberikan pada kadar yang

cukup pada mulanya untuk mempertahankan tekanan arteri antara 55-

70 mmHg dengan tada-tanda vital yang stabil, untuk mencegah resiko

tosisitas oksigen.

10
Untuk bayi yang apneu memerlukan bantuan ventilasi mekanis yang

bertujuan memperbaiki oksigenasi dan mengeleminasi CO2 tanpa

menybabkan trauma paru atau toksisitas oksigen. Nilai gas darah yang

dapat diterima yang menyeimbangkan risiko hipoksia dan asidosis

dengan risiko ventilasi mekanis adalah PaO2: 55-70

b. Pertahankan nutrisi yang kuat

c. Pertahankan suhu lingkungan netral

d. Diit 60 kcal/kg/hari (sesuaikan dengan protocol yang ada) dengan

asam amino yang mencukupi utuk mencegah katabolisme protein dan

ketoasidosis endogenous

e. Pertahankan PO2 dalam batas normal

f. Menjaga suhu tubuh

Bayi ditempatkan didalam isolate dan suhu dalam tubuh dipertahankan

antara 36,5-37 C.

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien

Nama, umur, Jenis Kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

gol. Darah, diagnosa medis, taggal masuk RS, tanggal pengkajian, no

med.rec.

2. Identitas penanggung jawab

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, no.Hp, hubungan dengan klien.

3. Riwayat kesehatan

 Riwayat keperawatan sekarang

 Riwayat keperawatan dahulu

 Riwayat kesehatan keluarga

4. Identifikasi factor resiko

5. Riwayat maternal

 Menderita penyakit seperti diabetes mellitus

 Kondisi seperti perdarahan placenta

 Tipe dan lamanya persalinan

 Stress fetal atau intrapartus

 Status infant saat lahir

12
 Prematur, umur kehami

 Apgar score, apakah terjadi aspiksia

 Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar

6. Kaji system pernapasan, tanda dan gejala RDS

 Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100

x)

 Nafas grunting

 Nasal flaring

 Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal

 Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan

dengan persentase desaturasi hemoglobin

 Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea

7. Kaji system kardiovaskuler

 Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat

 Murmur sistolik

 Denyut jantung dalam batas normal

8. Kaji intergumen

 Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal

 Pitting edema pada tangan dan kaki

 Mottling

 Penurunan suhu tubuh

9. Pemeriksaan Penunjang

13
 Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : tidak terlihat jelas pada stadium

awal atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang

terletak di tengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat

penyebaran di interstitisial secara bilateral dan infiltrate alveolar,

menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak

terjadi pembesaran pada jantung.

 ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan

nilai CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai

kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 > 50)

menunjukkan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori

(Ph > 7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat

juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan

peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis

metabolic dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan

dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme anaerob.

 Tes Fungsi Paru (Pulmonary Function Test) : Compliance paru dan

volume paru menurun, terutama FRC, peningkatan dead space

dihasilkan oleh pada area terjadinya vasokonstriksi dan

mirkroemboli timbul.

 Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.

14
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan immature paru dan

dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan

2. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau

pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat adanya secret pada jalan

napas

3. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidakseimbangan

napas bayi dan ventilator; tidak berfungsinya ventilator, dan posisi

bantuan ventilator yang kurang tepat

4. Resiko injuri berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-basa; O2

dan CO2 dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa ) dari alat bantu

nafas

5. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan hospitalisasi

sekunder dari situasi krisis pada bayi

6. Resiko kurangnya volume dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

pemakaian diuretic

15
C. INTERVENSI

Diagnosa
No Tujuan Perencanaa
Keperawatan

1. Gangguan Pertukaran gas 1. Identifikasi bayi mungkin

pertukaran gas adekuat adanya resiko-resiko yang

berhubungan dengan muncul


Kriteria hasil :
immature paru dan 2. Monitor status pernapasan;
 Nilai analisa
dinding dada atau distress pernapasan
gas darah
kurangnya jumlah 3. Monitor analisa gas darah,
dalam batas
cairan surfaktan pulse oximetry
normal
4. Posisikan bayi dengan tepat
 Nilai SaO2dal agar ada upaya bernapas
am batas 5. Pertahankan suhu
normal lingkungan netral

6. Pemberian oksigen sesuai

program

2. Tidak efektif Kepatenan jalan 1. Kaji dada bayi adanya nafas

bersihan jalan nafas napas dapat bilateral dan ekspansi selama

berhubungan dengan dipertahankan inspirasi

obstruksi atau dengan kriteria 2. Atur posisi bayi untuk

pemasangan intubasi hasil: memudahkan drainage

trakea yang kurang

16
tepat adanya secret  Tidak Bunyi

pada jalan napas rhonki 3. Lakukan suction

 Tidak terjadi 4. Kaji kepatenan jalan napas

retraksi setiap jam

interkosta 5. Kaji posisi ketepatan alat

ventilator setiap jam

6. Auskultasi kedua lapang

paru

3. Tidak efektif pola Support ventilator 1. Monitor analisa gas darah

napas berhubungan tepat dan ada usaha 2. Gunakan alat bantu

dengan bayi untuk pernapasan sesuai instruksi

ketidakseimbangan bernafas. 3. Pantau ventilator setiap jam

napas bayi dan 4. Berikan lingkungan yang


Dengan Kriteria
ventilator; tidak kondusif
hasil:
berfungsinya 5. Kaji adanya usaha bayi
 analisa gas
ventilator, dan posisi dalam bernapas
darah
bantuan ventilator
dalam
yang kurang tepat
batas

normal

4. Resiko injuri Bayi tidak 1. Evaluasi gas darah

berhubungan dengan mengalami injury 2. Monitor pulse oximetry

ketidakseimbangan Dengan Kriteria 3. Monitor komplikasi

17
asam-basa; O2 dan hasil: 4. Pantau dan pertahankan

CO2 dan barotrauma ketepatan posisi alat bantu


 asam-basa,
(perlukaan dinding napas
O2, CO2 ada
mukosa ) dari alat
dalam batas
bantu nafas
normal

 barotrauma

tidak terjadi

5. Resiko perubahan Orang tua bayi 1. Jelaskan semua alat-alat

peran orang tua akan menerima (monitor, ETT, ventilator)

berhubungan dengan keadaan anaknya pada orang tua

hospitalisasi 2. Ajarkan orang tua untuk


Dengan Kriteria
sekunder dari situasi selalu mengunjungi
hasil:
krisis pada bayi 3. Ajarkan orang tua untuk
 Melakukan
berpartisipasi dalam
bonding dan
perawatan bayi
mengidentifik
4. Instruksikan pada ibu untuk
asi perannya
memberikan ASI dan
 Memberikan ajarkan cara merangsang
ASI eksklusif pengeluaran ASI

6. Resiko kurangnya Keseimbangan 1. Pertahankan cairan infus 60-

volume dari cairan dan 100 ml/kg/hari atau sesuai

kebutuhan tubuh elektrolit dapat advice

18
berhubungan dengan dipertahankan 2. Gunakan infus pompa

pemakaian diuretic 3. Monitor intake dan output


Dengan Kriteria
4. Kaji elektrolit darah
Hasil:
5. Monitor jumlah cairan infus
 Pasien dapat
yang masuk
menunjukkan

keadaan

volume cairan

normal dengan

tanda tekanan

darah, berat

badan, urine

output pada

batas normal.

D. IMPLEMENTASI

Disesuaikan dengan Intervensi yang telah di buat.

E. EVALUASI

1. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas

yang jernih dan ronchi (-)

2. Pasien bebas dari dispneu

3. Pasien mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

19
4. Pasien memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

5. Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

6. Pasien bebas dari gejala distress pernafasan

7. Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan

tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.

20
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Acute Respiratory Distress Syndrome bukan suatu penyakit,

melainkan suatu kumpulan gejala atau dalam istilah medis dikatakan

sebagai suatu sindrom pada sistem pernafasan (American Lung

Association, 2013).

Acute Rspiratory Distress Syndrome (Sindrom Distress Pernafasan

Akut) adalah perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau

tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai

Hyaline Membrane Disease (HMD) (Suriadi, 2001).

ARDS juga disebut sebagai sindrom gawat nafas yaitu kumpulan

gejala yang terdirir atas dyspnea atau takipnea dengan frekuensi

pernafasan besar 60 kali per menit, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan

retraksi didaerah epigastrium, suprastena, intercostal pada saat inspirasi

(Ngatiyah, 2005 : 23).

Menurut Whalley dan Wong, gangguan ini merupakan penyakit

yang berhubungan dengan perkembangan maturasi paru. Gangguan ini

dikenal juga dengan nama hyaline membrane disease (HMD) atau

penyakit membrane hialin yang melapisi alveoli.

21
Sindrom distress pernafasan adalah perkembangan yang immature

pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam

paru. Respiratory Syndrome dikatakan sebagai hyaline membrane diseas.

ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada

tahun 1967. Ini meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler

pulmonal, menyebabkan edema pulmonal nonkardiak. ARDS

didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang berhubungan

dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen

oksigen dan pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18

mmHg.

ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ

multiple dan mungkin menjadi bagian dari gagal organ multiple.

Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus pertahun.

Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi

konsisten, insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju

mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah

penyebab utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada

laju kematian menyeluruh kurang lebih 50% – 70%. Perbedaan sindrom

klinis tentang berbagai etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis

umum tanpa menghiraukan factor penyebab.

22

You might also like