Professional Documents
Culture Documents
TUGAS AKHIR
Oleh :
PROGRAM STUDI
D-III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunianya sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir dengan judul
“EVALUASI PENERAPAN CONTRACTOR SAFETY SECURITY SECURITY
MANAGEMENT SYSTEM (CSSMS) PADA TAHAP WORK IN PROGRESS
SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELEKAAN KERJA DI PT
TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA” sebagai salah satu persyaratan
akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah pada program Diploma III Program
Studi Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Vokasi Universitas Airlangga.
Dalam tugas akhir ini dijabarkan tentang penerapan tahap prakualifikasi
CSMS sebagai upaya pencegahan kecelakaan, sehingga dapat digunakan sebagai
bahan masukan instansi terkait dan tambahan pengetahuan bagi peneliti serta
masyarakat umum. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi – tingginya kepada Erwin Dyah Nawawinetu, dr.,
M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,
koreksi serta saran hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
Terima kasih serta penghargaan penulis sampaikan pula kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. H. Widi Hidayat, S.E., Ak., CMA., CA. selaku Dekan Fakultas
Vokasi Universitas Airlangga.
2. Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
3. Eny Inayati, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Fakultas Vokasi
Universitas Airlangga.
4. Erwin Dyah Nawawinetu, dr., M.Kes, selaku Koordinator Program Pendidikan
Diploma III Program Studi Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
5. Ibu Titis dan mbak yuni, selaku admin Program Studi Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga yang
telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan bantuan hingga saya
menyelesaikan Tugas Akhir ini
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga maupun Dosen diluar FKM yang
telah membimbing dan memotivasi penulis selama melaksanakan pendidikan
perkuliahan.
7. Bapak dan Ibu penjaga Ruang Baca Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga, yang telah membantu memberikan pinjaman buku
referensi dan memberikan tempat yang nyaman untuk pengerjaan Tugas Akhir
ini.
8. Kedua Orang tuaku Bapak Heru Guritno dan Ibu Eny Qoedsiah, adikku
tersayang Jihan Hasna Aqillah serta keluarga besar dari Ponorogo dan Pacitan
yang selalu mendoakan, memenuhi kebutuhan saya dan menemani, serta
menyemangati saya dalam suka dan duka.
9. Bapak Bondan Winarno selaku Assitant Manager HSSE di PT Terminal
Petikemas Surabaya yang telah berkenan menjadi narasumber dan memberikan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Untuk Bapak Didid W. Nugroho selaku Spervisor HSE, staff HSE lainnya dan
seluruh staff PT Terminal Petikemas Surabaya yang telah memberikan
kesempatan saya untuk mengambil data dan menerima saya dengan sangat
baik.
11. Teruntuk Nazia Retno Nayenggita, Alan Dwi Kusumo, Raihan Ibrahim, dan
Amira Anandhita yang selalu menyemangati dan mengingatkan saya untuk
segera menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Keluarga besar Hiperkes 2014 sebagai wadah curahan hati dan pembelajaran
hidup bagi penulis.
13. Kakak angkatan Hiperkes 2011 yang telah membantu saya memberikan
rekomendasi buku – buku dan membantu memperdalam materi Tugas Akhir
saya.
Penulis menyadari Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Karena
keterbatasan yang penulis miliki, maka diharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk menyempurnakan Tugas akhir ini.
Penulis
vi
ABSTRACT
Port service corporation is a company that mainly involves numbers of
contractors in its production activities. On that ground, they need a management
system to manage contractors which called Contractor Safety Management
System (CSSMS). Ineffective company management is one of root causes of work
accidents. One of the stages in work in progress in CSSMS is one of the means to
prevent contrators work accidents.
This study was an observational descriptive which using purposive
sampling method towards two contractors at PT Terminal Petikemas Surabaya
(PT TPS). The data was collected using checklist technique to observe and
interview the HSE. After that, the data was analyzed descriptively and described
in narrative form.
The result of the study showed the application of CSSMS in work in
progress stage has been relevant with PT Terminal Petikemas Surabaya (PT TPS)
CSSMS guideline which refers to Dubai Port World. The implementation of work
in progress reduces or decrease the rate of work accidents in PT Terminal
Petikemas Surabaya within 6 months after the enactment of CSSMS.
For improvement, PT Petikemas Surabaya needs to provide feedback
about the failure factors towards the contractors who do not manage to pass the
work in progress stage and recommendations about the improvement on the
contractor company.
vii
ABSTRAK
Perusahaan jasa pelabuhan merupakan perusahaan yang banyak
melibatkan kontraktor dalam kegiatan produksinya, sehingga perlu adanya sistem
manajemen untuk mengelola kontraktor yang dikenal dengan Contractor Safety
Management System (CSSMS). Manajemen perusahaan yang lemah merupakan
akar penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Salah satu tahap work in progress
dalam CSSMS merupakan upaya pencegahan kecelakaan kerja kontraktor.
Penelitian ini merupakan penelitian jenis observasional. Sampel penelitian
ini diambil secara purposive sampling terhadap dua kontraktor pada PT Terminal
Petikemas Surabaya (TPS). Pengambilan data menggunakan checklist untuk
observasi dan wawancara dengan pihak HSE. Data dianalisis secara deskriptif dan
dijelaskan dalam bentuk narasi.
Hasil penelitian menunjukkan penerapan CSSMS tahap work in progress
telah sesuai dengan pedoman CSSMS PT Terminal Petikemas Surabaya (PT TPS)
yang mengacu pedoman Dubai Port World. Penerapan work in progress tersebut
menurunkan atau mengurangi terjadinya kasus kecelakaan kerja di PT Terminal
Petikemas Surabaya dalam kurun waktu 6 bulan setelah diberlakukannya CSSMS.
Sebaiknya pihak PT Terminal Petikemas Surabaya juga memberikan
umpan balik pada pihak kontraktor yang tidak lulus tahap Work In Progress
mengenai penyebab ketidaklulusan dan rekomendasi untuk perbaikan pada
perusahaan kontraktor tersebut.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................iii
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS ...................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................v
ABSTRACT ........................................................................................................vi
ABSTRAK ..........................................................................................................vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ...........................................xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................2
1.2 Identifikasi Masalah ..............................................................................4
1.3 Pembatasan dan Rumusan Masalah ......................................................5
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................6
1.4.1 Tujuan Umum ...........................................................................6
1.4.2 Tujuan Khusus ..........................................................................6
1.4.3 Manfaat Penelitian ....................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................8
2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja........................................................8
2.2 Kecelakaan Kerja .................................................................................9
2.2.1 Definisi Kecelakaan Kerja ........................................................9
2.2.2 Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja ...................................12
2.2.3 Teori Penyebab Kecelakaan ......................................................13
ix
xi
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
5.1 Hasil Tingkat Pemenuhan Work In Progress (pekerjaan sedang berlangsung)
PT A & PT B 86
5.2 Perhitungan Jumlah jam kerja sebulan PT A dan PT B 89
5.3 Tabel Frequency Rate dan Severity Rate PT A dan PT B 89
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
2.1 Teori Domino 15
2.2 Swiss Cheese Model 18
2.3 Tahapan Contractor Safety Management System 36
5.1 PT Terminal Petikemas Surabaya 54
5.2 Struktur Organisasi PT Terminal Petikemas Surabaya 58
5.3 Hasil Penilaian dari Kepemimpinan dan Komitmen Manajemen Tertinggi
64
5.4 Hasil Presentase dari Kebijakan dan Sasaran Strategis 67
5.5 Organisasi, Tanggungjawab, Sumber-Sumber, Standar-Standar, dan
Dokumentasi 72
5.6 Hasil Penilaian dari Bahaya Dan Manajemen Efek 75
5.7 Hasil Penilaian dari Perencanaan dan Prosedur 78
5.8 Hasil Penilaian dari Penerapan dan Pemantauan Kinerja 80
5.9 Hasil Penilaian dari Audit dan Tinjauan 83
5.10 Hasil Penilaian dari Prosedur Tanggap Darurat 84
5.11 Hasil Penilaian dari Manajemen HSSE dan Fitu-fitur tambahan 85
5.12 Persentase Pemenuhan Work In Progress (pekerjaan sedang berlangsung)
PT A dan PT B 87
5.13 Diagram Frequency Rate PT A dan PT B 90
5.14 Diagram Severity Rate PT A dan PT B 90
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran
1 Hasil Penilaian terhadap kontraktor PT A & PT B di PT Terminal
PetikemasSurabaya
2 Surat penerimaan pengambilan data
3 Kriteria Pekerjaan
4 Checklist Pelaksanaan Work in progress di PT TPS
xv
& : Dan
/ : Atau
- : Tanda penghubung
% : Persen
± : Kurang lebih
Daftar Singkatan
API : American Petroleum Institute
BP Migas : Badan Pelaksana Minyak dan Gas
CCP : Compression and Processing Platform
CSSMS : Contractor Safety Security Management System
H : High
KKKS : Kontraktor Kontrak Kerja Sama
KKS : Kontrak Kerja Sama
L : Low
M : Medium
PT A : Perusahaan kontraktor bergerak bidang perawatan dermaga
PT B : Perusahaan kontraktor bergerak bidang perawatan dermaga
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam industri bidang jasa pelabuhan
saat ini. Berbagai segi permasalahan yang dapat timbul dari K3, seperti
Kecelakaan Kerja adalah kejadian yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan,
serta dapat menimbulkan korban jiwa, kerugian bagi tenaga kerja, serta gangguan
kerugian materi dan kerugian bukan materi. Kerugian materi yaitu pengeluaran
manajemen keselamatan yang lebih baik dan hilangnya waktu bekerja (Suma’mur,
2009).
Kecelakaan kerja tidak terjadi begitu saja namun dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk manusia atau unsafe action, mesin, bahan baku dan lingkungan
atau dengan kata lain keadaan-keadaan diluar manusia yang tidak aman disebut
unsafe conditions (Ramli, 2010). Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
menimbulkan kerugian yang tentu saja menjadi masalah besar bagi perusahaan
karena kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi namun dapat
Salah satu isu penting dalam keselamatan operasi di sektor industri adalah
tahun 2013 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per
hari, sedangkan pada tahun 2012 hanya 98.711 kasus kecelakaan kerja, tahun
2009 terdapat 96.314 kasus, tahun 2008 terdapat 94.736 kasus, dan tahun 2007
perusahaan, baik karena risiko yang ada pada suatu proses produksi maupun yang
tidak dari proses produksi. Dalam hal ini kontraktor sangatlah rawan terhadap
lebih rendah dari pada karyawan tetap dari suatu perusahaan tersebut. Selain itu
terpapar bahaya.
Industri bidang jasa pelabuhan memiliki tingkat risiko yang berbahaya mulai
dari proses bongkar muat barang, peletakan petikemas diatas kapal, melakukan
merupakan fasilitas pendukung pelabuhan yang bergerak dalam hal bongkar muat
mekanismekan. Hal ini dapat meningkatkan jumlah muatan yang bisa ditangani
telah menjadi salah satu pilihan utama dalam pengiriman kargo dalam
Kegiatan di terminal petikemas tidak tanpa risiko. Risiko yang terdapat dalam
kegiatan bongkar muat antara lain tenggelam, tertimbang, dan tertabrak. Ketiga
hal tersebut dapat ditimbulkan dari sarana peralatan alat transportasi petikemas
ataupun sarana fasilitas terminal. Sarana untuk alat transportasi petikemas berupa
dermaga bongkar muat, container yard, dan area bongkar muat sedangkan sarana
atau fasilitas terminal berupa alat bongkar muat petikemas atau alat berat seperti
kecelakaan kerja terkait dengan cargo handling atau bongkar muat petikemas di
Hongkong masih tinggi dan lainnya cenderung meningkat melihat laporan kasus
kecelakaan kerja dari tahun 2010 hingga 2013. Pada tahun 2010 tercatat bahwa
terdapat adanya 167 kasus kecelakaan kerja terkait bongkar muat petikemas. Pada
tahun berikutnya yaitu tahun 2011 tercatat adanya 215 kasus kecelakaan kerja
terkait bongkar muat petikemas yang menandakan trennya cukup naik tajam. Pada
tahun 2012 terjadi penurunan kasus kecelakaan kerja terkait bongkar muat
petikemas yaitu sejumlah 126 kasus, dan tahun 2013 kasus kecelakaan kerja
tubrukan/ senggolan kapal 37,15 %, kandas 7,34 %, muatan rusak/ jatuh ke laut
4,97 %, Anak Buah Kapal jatuh ke laut 6,05 %, mesin rusak 12,74 %, kapal
hanyut 0,86 %, jangkar terputus 1,08 %, tidak terdata 2,59 %, dan lain-lain 2,81 %
akhir. Pada tahap work in progress ini merupakan tahapan untuk mengevaluasi
kinerja HSE (K3) kontraktor sebelum kontrak berakhir dan sebagai pertimbangan
untuk tender pengadaan jasa berikutnya. Oleh karena itu, perlu penerapan tahap
work in progress yang baik untuk bisa mendapatkan kontraktor yang potensial
perusahaan yang bergerak jasa pelabuhan dan bongkar petikemas perusahaan jasa
Banyaknya kasus-kasus kecelakaan kerja yang ternyata lebih banyak dialami oleh
enam tahapan, antara lain: penilaian risiko, prakualifikasi, seleksi, kegiatan pra
pekerjaan, pekerjaan berlangsung dan evaluasi akhir. Pada tahap work in progress
ini perusahaan menyaring kontraktor yang akan menjadi rekan kerjanya. Tahap
work in progress ini harus dilakukan dengan baik dan benar agar permasalahan
terhadap banyaknya kecelakaan kerja yang dialami kontraktor dapat dicegah atau
Petikemas Surabaya.
1.4.3 ManfaatPenelitian
1. Bagi instansi
2. Bagi peneliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
pelindungan terhadap tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja atau
perusahaan dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja agar selalu
7. Untuk melindungi tenaga kerja dan memberi rasa aman pada saat
bekerja.
2.1.1 Definisi
suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali tidak terduga
semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau
properti maupun konvensi yang terjadi di dalam proses kerja industri atau
dalam sekejap mata, dan setiap kejadian menurut Bennet NBS (1995)
didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga yang
yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung yang menjadi beban
dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau pulang
ke rumah dari tempat kerja melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui yang
meninggal dunia. Ini tanpa melihat penyebab dari penyakit yang diderita,
Ketenagakerjaan, 2014).
atau rekreasi atau cuti, dan lain-lain adalah diluar makna kecelakaan
3. Kecelakaan di rumah
tidak sengaja dan tidak terkendali yang menyebabkan cedera dan kerugian
yang merupakan hasil langsung dari tindakan tidak aman (unsafe action)
dan kondisi tidak aman (unsafe condition) yang dimana keduanya tidak
faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses
suatu perbuatan kita tidak dapat terjadi dengan sendirinya, tetapi terjadi
oleh satu atau beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu
oleh 5 (lima) faktor penyebab yang secara berurutan dan berdiri sejajar
antara faktor satu dengan yang lainnya. Kelima faktor tersebut adalah
(Tarwaka, 2008) :
1. Domino kebiasaan
2. Domino kesalahan
4. Domino kecelakaan
5. Domino Cedera
kecelakaan adalah cukup dengan membuang salah satu kartu domino atau
1. Kurangnya pengawasan
3. Penyebab kontak
Faktor ini meliputi tindakan dan kondisi yang tidak sesuai dengan
standar.
4. Insiden
Hal ini terjadi karena adanya konflik dengan energi atau bahan-bahan
berbahaya.
5. Kerugian
manusia itu sendiri, harta benda atau properti dan proses produksi.
3. Unsafe act / Unsafe Condition: faktor dalam hal ini dapat disebabkan
kerja baik alat dan mesin, material, serta lingkungan yang tidak aman
terjatuh.
sosial kerja
Sumber: http://www.hseinfo.com/kecelakaan-kerja/
Gambar 2.1 Heinrich Model (Teori Domino)
suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dan tidak diduga
akibat dari lingkungan kerja, kesalahan para pekerja, dan tindakan yang
tidak aman pada saat bekerja atau berada ditempat kerja sehingga dapat
alat dan mesin serta perlengkapan dalam kondisi tidak layak operasi.
4. Incident: Setiap kecelakaan yang terjadi akibat dari kontak energi yang
terlempar ke objek
tenaga kerja
c. Terperangkap atau terjepit alat dan mesin atau objek. Pekerja tertekan
atau terhimpit diantara dua atau lebih benda, atau diantara komponen
benda
barang
pada setiap sistem yang berbeda, sehingga dapat dijelaskan pada tahap
bahaya tertentu yang bila tidak mendapatkan perhatian secara khusus akan
aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar proses
2. Kondisi yang menyimpang dari suatu pekerjaan yang bisa terjadi akibat:
berbahaya,dll.
d. Kesalahan komunikasi.
alat.
5. Kecelakaan akibat adanya sabotase, yang bisa dilakukan oleh orang luar
maupun dari dalam pabrik, biasanya hal ini akan sulit untuk diatasi atau
atau objek kerja, cedera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka.
a. Terjatuh.
dua benda.
e. Terpapar kepada atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi.
b. Sarana alat angkat dan angkut, seperti forklift, alat angkat angkut
kereta, alat angkut beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat
angkut di udara,dll.
a. Patah tulang.
h. Luka bakar.
i. Keracunan akut.
b. Luka umum,dll.
3. Loss Time Injury Frequency Rate: adalah kejadian cedera, atau sakit
4. Severity Rate: waktu (hari) yang hilang dan waktu pada (hari)
kerja yang harus dicatat (MTI, LTI & cedera yang tidak mampu
Sulaksmono (1997) dan yang tersirat pada UU No. 1 tahun 1970 pasal 10
juga tenaga kerja dan pemerintah. Upaya pencegahan kecelakaan agar tidak
menimbulkan bahaya
2. Substitusi yaitu mengganti bahan atau proses kerja yang lebih berbahaya
dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali
atas tidaklah praktis harus diadopsi dengan pengendalian policy, prosedur dan
peran besar dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja, untuk itu perlu
2. Pemberian label
5. Higiene perusahaan
6. Pemantauan
7. Pemeriksaan kesehatan
Alat Pelindung Diri (APD) ialah seperangakat alat yang digunakan tenaga
kerja untuk melindungi sebagian atau seluruhnya dari adanya potensi bahaya
atau kecelakaan kerja. APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuh,
(Ardhan, 2010). Seluruh jenis APD yang tersedia dan beragam, pemasok
sebagianya. Akan tetapi, ada beberapa prinsip umum yang harus diikuti yaitu
Guna menentukan mutu suatu APD dapat dilakukan mulai proses pengujian di
jumlah APD ditentukan dengan jumlah tenaga kerja, tidak dipakai secara
bergantian. Selain jenis mutu dan jumlah APD hal pokok yang cukup penting
(Turnip, 1992).
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
mendorong produktivitas.
untuk suatu tujuan. Dan termasuk dalam sistem manajemen antara lain struktur
resiko), wewenang dan tanggung jawab, praktik kerja, prosedur, proses, dan
sumber daya.
menuret OHSAS 18001 adalah: (1) Kebijakan K3, (2) Identifikasi bahaya,
lainnya, (4) Objektif K3 dan program K3, (5) Sumberdaya, peran, tanggung
2.4 Kontraktor
1999 tentang jasa konstruksi pada Bab 1 bahwa jasa konstruksi adalah layanan
telah mempunyai kontrak yang sah untuk memasok barang dan jasa-jasa pada
(Falenshina, 2012).
(2003), kontraktor adalah seseorang yang bekerja pada sebuah badan usaha
atau seseorang yang secara pribadi mengusahakan sebuah badan usaha untuk
hubungan profesi dengan sebuah perusahaan lain dalam bentuk kerja atau
dari perusahaan tersebut dengan jumlah imbalan tertentu untuk kurun waktu
perusahaan kontraktor merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
lingkungan kerja
dipatuhi
8. Memberi tahu tentang alat-alat, bahan dan proses yang akan digunakan
menggunakan perlengkapannya
10. Memberi tahu fasilitas yang akan digunakan tenaga kontraktor dan
Dalam hal ini keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kontraktor sangat
kurang.
karena itu, tenaga kontraktor lebih beresiko terhadap bahaya ketika berada
di lingkungan kerja.
4. Kontraktor selalu bekerja dengan cepat karena dikejar jadwal dan target
Salah satu upaya untuk menghindari kecelakaan kerja, maka diperlukan cara
serangkaian kegiatan atau program kerja yang menjadi bagian dalam smk3 di
ataupun perusahaan yang diberi tugas untuk melaksanakan pekerjaan kontrak dan
setiap tenaga kerja yang berada di tempat kerja, termasuk keselamatan semua
kontraktor yang terbaik sesuai dengan standart yang berlaku dalam berbagai aspek
yang sistematis.
perusahaan.
lingkungan kontraktor.
dan pengendalian resiko dari kegiatan, produk barang dan jasa harus
dan kesehatan kerja yang dimana prosedurnya harus ditetapkan dan dipelihara.
Bab “Penerapan” yaitu dalam point pembelian, pokok yang dibahas, yaitu:
2. Sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra
3. Pada saat barang dan jasa di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan
kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut
serangkaian kegiatan atau program kerja yang menjadi bagian dalam smk3 di
setiap tenaga kerja yang berada di tempat kerja, termasuk keselamatan semua
1. Tahap administrasi
terdiri dari :
a. Penilaian Resiko
Suatu prosedur untuk meneliti resiko pekerjaan yang akan dikontrakkan dan
b. Prakualifikasi
kontraktor yang memiliki potensi untuk bekerja secara aman dan memiliki
keahlian dalam pekerjaan terkait yang akan diikutsertakan dalam proses tender.
Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) di lapangan. Tahap ini terdiri dari :
b. Pekerjaan berlangsung
periksa di bagian ini, yaitu daftar periksa inspeksi keselamatan kerja (Safety
koreksi, karena mekanisme kontrol tidak akan pernah terbentuk tanpa langkah
koreksi.
c. Evaluasi Akhir
berlangsung. Hasil evaluasi akan disimpan di data bank dan menjadi bahan
sampai pada tahapan pre-job activity, dengan menggunakan check list inspeksi
HSE dan check list program HSE, maka dilakukanlah evaluasi HSE performance
sehingga didapat evaluasi sementara HSE. Hasil evaluasi digunakan untuk menilai
kinerja kontraktor, dan hasil CSSMS ini harus dievaluasi secara berkala,
Perusahaan.
2. Feed Back terhadap penerapan HSE untuk perbaikan pekerjaan yang akan
datang.
Pada tahapan akhir ini yang perlu diperhatikan adalah (American Petroleum
Institute, 2011) :
yang berlaku.
pekerja.
Dokumentasi
pencemaran lingkungan.
Audit dan tinjauan merupakan salah satu bagian pada tahap Work
dan perusahaan dengan dialog dua arah dan review dan audit data
8. Tanggap Darurat
darurat.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
Contractor Safety
Management System,
Pedoman terdiri dari :
1. Penilaian
Implementasi CSSMS Risiko
berdasarkan CSSMS 2. Prakualifikasi
PT Terminal
Petikemas Surabaya 3. Seleksi Tingkat
pemenuhan
4. Kegiatan Pra CSSMS
pekerjaan kontraktor di
PT TPS
5. Kegiatan berstandarkan
berlangsung CSSMS
Dubai Port
6. Evaluasi World
Akhir (DPW)
Kecelakaan Kerja
Keterangan :
: Variabel Diteliti
: Variabel Tidak Diteliti
41
Dubai Port World lebih dikenal dengan (Contractor Safety & Security
Management System) CSSMS kontraktor ini terbagi menjadi enam tahapan, antara
Progress sebagai tahap penting atau sebagai gerbang utama dalam menyaring
kontraktor yang potensial sesuai dengan pedoman Dubai Port World, serta
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
43
pekerjaan yang akan datang. Tahap work in progress dilakukan bersama antara
dijadikan acuan untuk pekerjaan yang akan datang. Pada tahap work in
April-Juli 2017.
a. Kepemimpinan dan Komitmen Tindakan Komitmen dan Observasi, Terdapat 4 pertanyaan yang
Manajemen Tertinggi kepemimpinan dari kontraktor wawancara dan tiap itemnya memiliki skor 0-
untuk mengelola dan dokumen 2
meningkatkan kinerja K3LL perusahaan dengan terdiri dari :
berdasarkan kontrak kerja dalam menggunakan 0 = Tidak dilakukan dan tidak
CSSMS PT Terminal Petikemas checklist. ada bukti
Surabaya berdasarkan : 1=Dilaksanakan dan tidak ada
1. Manajer Senior dan manajemen bukti
tertinggi terlibat secara 2=Dilaksanakan dan ada bukti
personal dalam manajemen
HSSE. Skoring yang dihasilkan dari
1. 67-100% :
Kategori Baik
2. 34-66% :
Kategori Sedang
3. 0-33% :
Kategori Kurang
i. Manajemen HSSE dan Fitur-Fitur Adanya manajemen HSSE dan Observasi, Terdapat 2 pertanyaan yang
Tambahan fitur-fitur tambahan dalam wawancara dan tiap itemnya memiliki skor 0-
melakukan penerapan pada dokumen 2
tingkat manajerial HSSE di perusahaan dengan terdiri dari :
kontraktor. menggunakan
checklist 0 = Tidak dilakukan dan tidak
ada bukti
1=Dilaksanakan dan tidak ada
1. 67-100% :
Kategori Baik
2. 34-66% :
Kategori Sedang
3. 0-33% :
Kategori Kurang
2. Kecelakaan Kerja Angka kecelakaan kerja meliputi Dokumen Dapat mengurangi angka
FR dan SR pada PT A dan PT B perusahaan dan kecelakaan kerja :
sebelum dan sesudah wawancara. 1) Penurunan pada tingkat
diterapkannya CSSMS Frequency Rate dan
Severity Rate
2) Penurun-an angka tingkat
kecelaka-an kerja
a. Observasi
b. Wawancara
a. Profil Perusahaan
c. Prosedur CSSMS
dibandingkan data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif
dengan menjabarkan hasil yang ada. Dari sini akan diketahui tentang
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 PT Terminal Petikemas Surabaya
Indonesia III sebesar 51% dan P & O Ports Australia sebesar 49%, sekaligus
tanggal 1 Maret 2006, saham kepemilikan P & O Ports Australia diambil alih oleh
56
Terminal Petikemas yang efisien dan efektif terhadap biaya, yang mampu
Kepulauan Indonesia. Dengan posisinya yang berada di sebelah timur pulau Jawa,
dua juta teus pertahun. Pada tahun 2004, untuk pertama kalinya TPS mampu
menangani lebih dari satu juta teus dalam tahun kalender. Produktifitas terminal
dipantau secara terus-menerus. Dalam lima tahun terakhir ini, tingkat penanganan
kapal petikemas telah meningkat dua kali lipat, dan waktu balik truk (TRT) telah
menurun sampai 50%. Hal penting yang mendukung kesuksesan TPS, adalah tak
luput dari kinerja para pegawai perusahaan dan para kontraktornya. Untuk hal ini,
sikap adil. Dewan Komisaris dan Dewan Direktur TPS berkomitmen untuk
mempertahankan posisi yang penting yang dipegang oleh TPS yaitu sebagai
TPS yang unik dan menonjol yaitu sebagai Pintu Gerbang ke kawasan Indonesia
terjadwal.
yang terus maju, tanggap, dapat dipercaya, yang menyediakan fasilitas terminal
dengan lingkungan
besar baik terhadap pekerja, masyarakat maupun lingkungan. Oleh karena itu,
berkelanjutan.
President Director
Vice President Director
HSSE MANAGER Human Legal and Commercial Manager Information and Technology
Resource Manager Manager Manager
Security Assitant Health, General Affair General Affair Legal Assitant Public Relation IT Application IT Infrasturcture
Manager Safety & Environtment Assitant Manager Assitant Manager Manager Assistant Manager Assitant Manager Assistant Manager
Assistant Manager
Security Administration Health, Office & Supply Training & Development Contract Management Public Relation Application Support Hardware & IT
Superintendent Safety & Environtment Management Superintendent Superintendent Superintendent Superintendent Support
Superintendent Superintendent Superintendent
Security Superintendent Safety & Fire General Affair HR Management Legal TOS & SAMS Administrator
Protection Superintendent Asssistant Manager Corporate & Litigation Superintendent Superintendent
Superintendent Superintendent
tiga direktur, yaitu direktur keuangan, direktur operasional, dan direktur teknik.
Disamping itu terdapat tiga manajer yang bertanggung jawab langsung kepada
presiden direktur yaitu manajer HSSE, manajer Human Resource, L&C Manager
dengan baik, namun meskipun masih ada yang harus ditingkatkan lagi tiap
dengan Contractor Safety & Security Management System. Dalam hal ini prosedur
dikelompokkan ke dalam dua tahap. Setiap tahapan terdiri dari tiga langkah, yaitu
tahap kualifikasi terdiri dari Risk Assessment, Pra Qualification, Selection, dan
tahap implementasi kontrak terdiri dari Pre Job Activity, Work in Progress, Final
beberapa fungsi atau unit kerja, seperti : engineering, staf pengadaan dan HSE.
CSSMS yaitu :
Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari proses CSSMS dalam tahap ini
Work In Progress dari kinerja kontraktor secara keseluruhan pada saat melakukan
pekerjaan dari tahap penilaian resiko sampai pada tahap akhir pekerjaan akan
internasional yaitu berupa standar yang dikeluarkan oleh Dubai Port World
memberikan umpan balik yang akan dijadikan acuan untuk pekerjaan yang akan
pekerjaan kontraktor dapat berjalan dengan aman dan selamat (Ramli, 2010).
(CSSMS).
System (CSSMS) yang berdasarkan Dubai Port World (DPW) ini hanya
Pada tahap Work In Progress ini diikuti oleh dua perusahaan kontraktor terbesar
kontraktor yang potensial untuk mengerjakan pekerjaan yang akan datang. Nama
System (CSSMS) yang dimana merupakan salah satu wujud komitmen kontraktor
tingkat manajemen yang paling tinggi (top manager). Hasil dari observasi
Komitmen Manajemen Tertinggi, pada tabel skoring evaluasi pada tahap Work In
Pada aspek pimpinan para manajer senior dan manajemen tertinggi terlibat
secara personal dalam manajemen HSSE, dalam hal ini PT A mendapatkan point
yang artinya dilaksanakan dan tidak ada bukti. Dengan begitu PT A telah
perusahaan kontraktor dan ada berupa bukti keterlibatan dalam masalah rapat
personal dalam manajemen HSSE di perusahaan kontraktor namun tidak ada bukti
mengerti dan berkomitmen untuk mencapai target HSSE. Dalam hal ini PT A
1 yang artinya dilaksanakan dan tidak ada bukti. Pada PT B dalam penilaian
dilaksanakan dan ada bukti dan point 1 yang artinya dilaksanakan dan tidak ada
bukti. Dengan begitu PT A telah melaksanakan aspek komitmen pada semua level
organisasi perusahaan kontraktor dan tidak ada berupa bukti keterlibatan dalam
pelaksanaannya.
dalam hal ini PT A sudah mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan namun
kontraktor namun tidak ada berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam
tidak adanya panutan dalam melakukan promotif budaya dalam K3. Pada PT B
pelaksanaannya.
Pada aspek adanya struktur organisasi HSSE, dalam hal ini PT A sudah
mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan namun tidak ada bukti sedangkan
begitu PT A tidak ada stuktur organisasi HSE yang ditampilkan pada saat tinjauan
struktur organisasi HSSE dan disertai bukti akan adanya struktur organisasi pada
PT B.
70%
70%
68%
66%
60%
64%
62%
60%
58%
56%
54%
PT A PT B
nilai dari 4 pertanyaan yang diajukan telah mendapatkan nilai lebih dari 50%,
yang artinya penerapan untuk komitmen dan kepemimpinan telah berjalan dengan
baik, sekalipun masih ada yang kurang untuk aspek data referensi tentang tingkat
Pada Gambar 5.1 menunjukkan diagram batang hasil penilaian dari peneliti
sebesar 60% termasuk dalam kategori sedang dan membutuhkan perbaikan lebih
Kebijakan dan sasaran strategis ini merupakan salah satu bagian tahap dari
Work In Progress. Dimana kebijakan dan sasaran strategis ini harus merupakan
bagian integral dari keseluruhan manajemen organisasi. Dalam hal ini pihak
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada seluruh pekerja. Hasil dari observasi
evaluasi pada tahap Work In Progress CSSMS untuk Kebijakan dan Sasaran
strategis, pada tabel skoring evaluasi pada tahap Work In Progress CSSMS
HSSE, dalam hal ini PT A mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan ada
bukti. Dengan begitu PT A telah memiliki dokumen kebijakan HSSE dan ada
berupa bukti pada dokumen. Pada PT B telah memiliki dokumen kebijakan HSSE
untuk HSSE, dalam hal ini PT A mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan
dan ada bukti sedangkan PT B mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan
lingkungan kerjanya dan ada berupa bukti pada dokumen. Pada PT B telah
pada dokumen
dalam hal ini PT A sudah mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan namun
dan tidak ada bukti. Dengan begitu PT A telah melaksanakan aspek pemenuhan
kebijakan HSSE dan komunikasinya di lapangan namun tidak ada berupa bukti
keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam
pelaksanaannya.
88% 88%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
PT A PT B
Gambar 5.4 Diagram Batang Hasil Presentase dari Kebijakan dan Sasaran
Strategis
Gambar 5.2 menunjukkan hasil penilaian dari peneliti yaitu sebesar
88% untuk penilaian PT A termasuk dalam kategori baik sedangkan 88% untuk
penentuan tujuan dan pemantauan HSSE (Vico Indonesia, 2010). Selain itu dalam
Standar, dan Dokumentasi, pada tabel skoring evaluasi pada tahap Work In
mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan dan ada bukti. Dengan begitu
pertemuan HSSE namun tidak memiliki bukti pelengkap yang harus dipenuhi
pada saat terjadinya pemenuhan kegiatan penilain dari evaluasi pada tahap
dikomunikasikan terhadap para pekerja dalam pertemuan HSSE dan ada berupa
Pada aspek kompetensi dan pelatihan untuk manajerial HSSE, dalam hal ini
bukti sedangkan PT B mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan dan ada
Pada aspek Kompetensi dan Pelatihan Umum terkait HSSE, dalam hal ini
dilaksanakan dan tidak ada bukti. Dengan begitu PT A telah memastikan para
tidak ada berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya
HSSE namun tidak ada berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam tidak
adanya koordinasi yang bagus dalam penyampaian kebijakan HSSE dan ada bukti
Pada aspek pelatihan khusus terkait HSSE, dalam hal ini secara
dimana pelatihan khusus diperlukan untuk menangani potensi bahaya khusus yang
ada dalam aktivitas pekerjaannya dan dalam pelaksanaan HSSE untuk menangani
potensi bahaya khusus yang ada dilengkapi dengan ada berupa bukti
dimana pelatihan khusus diperlukan untuk menangani potensi bahaya khusus yang
ada dalam aktivitas pekerjaannya dan dalam pelaksanaan HSSE untuk menangani
potensi bahaya khusus dan tidak adanya bukti yang mendukung dalam
pelaksanaannya.
Pada aspek personil HSSE berkualifikasi terkait HSSE, dalam hal ini
dilaksanakan dan tidak ada bukti. Dengan begitu PT A telah memastikan para
tidak ada berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya
HSSE namun tidak ada berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam tidak
adanya koordinasi yang bagus dalam penyampaian kebijakan HSSE dan ada bukti
Pada aspek pengujian kesesuaian bagi sub kontraktor, dalam hal ini secara
dan tidak ada bukti. Dengan begitu PT A telah memastikan para pekerja memiliki
memahami mengenai kebijakan dan pelaksanaan HSSE namun tidak ada berupa
bukti keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus
untuk memahami mengenai kebijakan dan pelaksanaan HSSE namun tidak ada
berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang
bagus dalam penyampaian kebijakan HSSE dan ada bukti yang mendukung dalam
pelaksanaannya.
sudah mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan namun tidak ada bukti
mengenai kebijakan dan pelaksanaan HSSE namun tidak ada berupa bukti
keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam
untuk memahami mengenai kebijakan dan pelaksanaan HSSE namun tidak ada
berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang
bagus dalam penyampaian kebijakan HSSE dan ada bukti yang mendukung dalam
pelaksanaannya.
88%
88%
87%
86%
85%
82%
84%
83%
82%
81%
80%
79%
PT A PT B
82% untuk penilaian PT A termasuk dalam kategori baik sedangkan 88% untuk
dibandingkan dengan PT A.
resiko/bahaya menuju titik yang aman bagi pekerja kontraktor yang akan
dan manajemen efek yang ada pada kontraktor tercantum pada Work In Progress
alat pelindung diri, cara penanganan potensi bahaya, dan pencemaran lingkungan.
Hasil dari observasi evaluasi pada tahap Work In Progress CSSMS untuk
pada tabel scoring evaluasi pada tahap Work In Progress CSSMS (terlampir pada
mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan ada bukti. Dengan begitu PT
A telah memiliki dokumen kebijakan HSSE dan ada berupa bukti pada dokumen.
Pada PT B telah memiliki dokumen kebijakan HSSE dan ada berupa bukti pada
dokumen.
dalam hal ini PT A mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan ada bukti
pada dokumen
mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan namun tidak ada bukti sedangkan
PT B mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan dan tidak ada bukti. Dengan
terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam penyampaian kebijakan
Pada aspek Alat Pelindung Diri, dalam hal ini PT A sudah mendapatkan
mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan dan tidak ada bukti. Dengan begitu
di lapangan namun tidak ada berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam
tidak adanya koordinasi yang bagus dalam penyampaian kebijakan HSSE. Pada
mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan dan tidak ada bukti. Dengan begitu
di lapangan namun tidak ada berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam
tidak adanya koordinasi yang bagus dalam penyampaian kebijakan HSSE. Pada
mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan dan tidak ada bukti. Dengan begitu
di lapangan namun tidak ada berupa bukti keterlibatannya yang terbukti dalam
tidak adanya koordinasi yang bagus dalam penyampaian kebijakan HSSE. Pada
sudah mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan namun tidak ada bukti
keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam
pelaksanaannya.
79%
64%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
PT A PT B
Gambar 5.6 Diagram Batang Hasil Penilaian dari Bahaya dan Manajemen Efek
Gambar 5.6 menunjukkan hasil penilaian dari peneliti yaitu sebesar
Perencanaan dan prosedur adalah salah satu aspek dalam penilaian Work In
untuk Perencanaan dan Prosedur, pada tabel skoring evaluasi pada tahap Work
dalam hal ini PT A mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan ada
bukti. Dengan begitu PT A telah memiliki dokumen kebijakan HSSE dan ada
keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam
pelaksanaannya.
Pada aspek Penyelidikan Kejadian dan Pelaporan, dalam hal ini PT A sudah
keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam
pelaksanaannya.
79%
80%
78%
76%
71%
74%
72%
70%
68%
66%
PT A PT B
Gambar 5.7 Diagram batang Hasil Penilaian dari Perencanaan dan Prosedur
Gambar 5.7 menunjukkan hasil penilaian dari peneliti yaitu sebesar 71%
memiliki presentase yang lebih bagus PT B dalam pemenuhan klausul Bahaya dan
Surabaya, kegiatan penerapan dan pemantauan kinerja adalah salah satu aspek
dalam penilaian Work In Progress. Dapat kita diketahui bahwa penerapan dan
pemantauan kinerja evaluasi aspek bahaya dan prosedur audit. Hasil dari
dan Prosedur, pada tabel skoring evaluasi pada tahap Work In Progress
dalam hal ini PT A mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan ada
bukti. Dengan begitu PT A telah memiliki dokumen kebijakan HSSE dan ada
keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam
pelaksanaannya.
Pada aspek Penyelidikan Kejadian dan Pelaporan, dalam hal ini PT A sudah
keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam
pelaksanaannya.
80%
80%
80%
79%
78%
79%
78%
78%
77%
PT A PT B
Gambar 5.8 Diagram batang Hasil Penilaian dari Penerapan dan Pemantauan
Kinerja
Gambar 5.8 menunjukkan hasil penilaian dari peneliti yaitu sebesar 78%
100% sehingga tingkat pemenuhan penilaian dari Bahaya Dan Manajemen Efek
Audit dan tinjauan merupakan salah satu bagian pada tahap Work In
Progress yang dimana untuk mengetahui kinerja HSSE kontraktor dan perusahaan
dengan dialog dua arah dan review dan audit data yang diperoleh, lalu
Tujuan dari audit dan tinjauan ini melakukan evaluasi bersama kontraktor
dan perusahaan yang dapat menjadi referensi untuk masa depan pekerjaan.
Kontrak harus ditutup dengan laporan kinerja, memberikan umpan balik untuk
masa depan.
Hasil dari observasi evaluasi pada tahap Work In Progress CSSMS untuk
Perencanaan dan Prosedur, pada tabel skoring evaluasi pada tahap Work In
dalam hal ini PT A mendapatkan poin 2 yang artinya dilaksanakan dan ada bukti
Dengan begitu PT A telah memiliki dokumen kebijakan HSSE dan ada berupa
bukti pada dokumen. Pada PT B telah memiliki dokumen kebijakan HSSE dan
HSSE dilingkungan kerjanya dan ada berupa bukti pada dokumen. Pada PT B
mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan namun tidak ada bukti sedangkan
PT B mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan dan tidak ada bukti. Dengan
terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam penyampaian kebijakan
sudah mendapatkan poin 1 yang artinya dilaksanakan namun tidak ada bukti
keterlibatannya yang terbukti dalam tidak adanya koordinasi yang bagus dalam
pelaksanaannya.
100%
100%
95%
84%
90%
85%
80%
75%
PT A PT B
100% sehingga tingkat pemenuhan penilaian dari Audit dan Tinjauan memiliki
Surabaya. Setiap kontraktor harus memiliki standar emergency respon plan (ERP)
yang setiap area harus terpasang denah evakuasi tanggap darurat dan memiliki tim
tanggap darurat.
100%
100%
90%
80%
50%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
PT A PT B
100%
100%
90%
80%
70%
60%
50% 25%
40%
30%
20%
10%
0%
PT A PT B
Gambar 5.11 Hasil Penilaian dari Manajemen HSSE dan Fitu-fitur tambahan
Gambar 5.11 menunjukkan hasil penilaian dari peneliti yaitu sebesar
perbaikan dalam pemenuhan klausul bagian ini, sedangkan 100% untuk penilaian
PT A PT B
Dari keseluruhan elemen CSSMS yang ada dalam pedoman Dubai Port
memenuhi sebesar 68% dan PT B telah memenuhi sebesar 86%. Dalam hal ini
PT A termasuk kategori baik karena skoring yang didapat >67% dan harus
dilakukan perbaikan pada klausul atau bagian antara lain : manajemen bahaya dan
CSSMS.Dalam hal ini, masih ada beberapa tahapan Work In Progress CSSMS
yang perlu diperbaiki oleh pihak kontraktor PT A yaitu Manajemen bahaya dan
baik dalam penerapannya yaitu pada tahap kebijakan dan sasaran strategis, dan
Audit dan tinjauan. Selain itu masih ada beberapa tahapan Work In Progress
CSSMS pada PT B yang sudah baik dalam penerapannya yaitu pada tahap
manajemen HSSE dan fitur-fitur tambahan, prosedur tanggap darurat, audit dan
tinjauan.
ini, adalah merupakan data kecelakaan kerja dari keseluruhan karyawan pada
Penerapan CSSMS tahap Work In Progress tersebut merupakan salah satu upaya
dilihat dari data kecelakaan kerja dalam 6 bulan terakhir, setelah adanya
data tersebut, diketahui bahwa masih terjadi beberapa kasus kecelakaan kerja.
berikut :
PT A PT B
Jumlah jam kerja Sehari 10 Jam 12 Jam
Jumlah hari kerja 24 Hari 24 Hari
sebulan
Jumlah tenaga kerja 100 Pegawai 200 Pegawai
Jumlah jam kerja 24.000 Jam 86.400 Jam
sebulan
(Jam kerja sehari x hari
kerja sebulan x jumlah
tenaga kerja)
jam kerja, jumlah hari kerja sebulan dan jumlah jam kerja dalam sebulan
yaitu : 10 jam/hari, 24 hari kerja, 100 pegawai, dengan jumlah jam kerja
kerja, jumlah hari kerja sebulan dan jumlah jam kerja dalam sebulan yaitu :
12 jam/hari, 24 hari kerja, 200 pegawai, dengan jumlah jam kerja 86.400 jam
kerja.
PT A PT B
TAHUN BULAN Frequency Severity Frequency Severity
Rate Rate Rate Rate
Juni 8,3 0,15 8,1 0,17
Juli 10,4 0,16 10,4 0,19
Agustus 12,5 0,15 8,1 0,17
2016 September 10,4 0,16 9,3 0,18
Oktober 8,3 0,10 5,8 0,14
November 8,3 0,0625 10,4 0,19
Jumlah Rata-rata 9,7 0,130417 8,68 0,173
Desember 6,25 0,10 4,6 0,13
Januari 6,25 0,10 5,8 0,14
2017 Februari 8,3 0,08 11,6 0,2
Maret 4,2 0,0625 4,6 0,13
April 6,25 0,10 5,8 0,14
Mei 4,2 0,083 3,5 0,08
Jumlah Rata-rata 5,91 0,088 5,98 0,14
Sumber : (Dokumen K3 PT A dan PT B, 2017)
Frequency Rate
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
PT A PT B
Severity Rate
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
PT A PT B
kerja, maka meningkat pula keparahan kecelakaan. Hal ini dikarenakan semakin
banyak kecelakaan, maka semakin banyak pula hari hilangnya. Namun hal ini
yang ada yang ditampilkan pada tabel sebelumnya , maka dapat dilihat penyebab
System (CSSMS) ini cukup tinggi. Angka kecelakaan ini didapatkan dari
angka kecelakaan kumulatif dari bulan Mei hingga bulan November 2016
karena unsafe act dan unsafe condition. Penyebab unsafe act yaitu karena
jalan yang memiliki intensitas debu yang tinggi, terutama pada musim
memiliki curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan jalan pecah dan
kecelakaan kumulatif dari bulan Desember 2016 hingga bulan Mei 2017
Dari tabel 5.3 di atas dapat di lihat rata-rata dari Frequency Rate di PT A
pada 6 bulan sebelum diterapkan CSSMS dengan Frequency Rate (FR) 64,45
(akumulasi angka frequency rate 6 bulan) dan 6 bulan setelah diterapkan CSSMS
dengan Frequency Rate (FR) 64,45 (akumulasi angka frequency rate 6 bulan).
frequency rate 6 bulan). Jika dilihat dari data diatas walaupun jumlah kecelakaan
signifikan setelah diterapkannya CSSMS dan tidak terjadi kecelakaan lagi (zero
kerugian.
Dari tabel 5.3 di atas dapat di lihat rata-rata dari Frequency Rate di PT B
pada 6 bulan sebelum diterapkan CSSMS dengan Frequency Rate (FR) 53,3
(akumulasi angka frequency rate 6 bulan) dan 6 bulan setelah diterapkan CSSMS
dengan Frequency Rate (FR) 35,9 (akumulasi angka frequency rate 6 bulan).
Sedangkan pada 6 bulan sebelum diterapkan CSSMS dengan Severity Rate (SR)
1,05 (akumulasi angka severity rate 6 bulan) dan 6 bulan setelah diterapkan
CSSMS dengan Severity Rate (SR) 0,82 (akumulasi angka frequency rate 6
bulan). Jika dilihat dari data diatas walaupun jumlah kecelakaan turun namun
diterapkannya CSSMS dan tidak terjadi kecelakaan lagi (zero accident ) sehingga
BAB VI
PEMBAHASAN
terbesar yang dalam proses produksinya memiliki potensi bahaya yang tinggi
Safety Management System (CSSMS) terhadap kontraktor nya sebagai salah satu
mengurangi angka tingkat kecelakaan kerja yang ada di tempat kerja dan segera
accident.Bahwa penerapan CSSMS yang ada di PT TPS ini baru tahap pengenalan
awal kepada kontraktor, sehingga evaluasi yang dilakukan hanya pada work in
96
Safety Analysis)
ada yang harus ditingkatkan lagi tiap tahapan dari tahap work in progress.
Berikut adalah pembahasan hasil dari observasi audit tahap work in progress
Tambahan..
Petikemas Surabaya yang mengacu pada pedoman Dubai Port World (DPW).
kontraktor.
yang melakukan inspeksi pada area tersebut. Selain itu kurangnya dalam
K3, dikarenakan pada setiap safety meeting belum ada pembinaan atau
masing kontraktor.
tahap dari Work in progress. Kebijakan dan sasaran strategis ini harus
program kerja, hal ini terbukti dari pihak kontraktor yang tidak
dalam pelaksanaan kebijakan dan sasaran strategis ini jika tidak dipenuhi
adanya bukti bahwa telah menerima tugas sesuai dengan standar operasi
yang belum terpenuhi meliputi : tidak ditemukan cukup bukti bahwa ahli
adanya pelatihan tenaga kerja pada bagian mekanik alat berat untuk
bahwa PT A tidak melakukan rapat P2K3 secara rutin dan tidak ada
operasi prosedur yang telah ditetapkan oleh PT TPS, karena tidak adanya
tersebut. tidak adanya pelatihan tenaga kerja pada bagian mekanik alat
berat untuk mematuhi intruksi kerja, hal ini disebabkan oleh kurang
ini telah sesuai dengan pedoman Dubai Port World FR-MR-1506 pada
menuju titik yang aman bagi pekerja kontraktor yang akan melakukan
bahwa form daftar penilaian risiko dan analisa keselamatan kerja yang
ada belum tercakup dalam prosedur PT TPS, tidak ada cukup bukti
diri.
bahwa PT A tidak ada bukti form daftar penilaian risiko dan analisa
penilaian resiko yang telah disediakan oleh PT TPS. Selain itu, petugas
kerja, untuk dapat ditunjuk sebagai Petugas P3K di tempat kerja oleh
alat pelindung diri telah tercantum pada pedoman Dubai Port World FR-
terpenuhi.
mengenai teknis pengangkatan. Hal ini disebabkan oleh kurang ada nya
umpan balik dari pihak kontraktor terhadap tenaga kerja yang melakukan
kerja kurang, dan segera dilakukan perbaikan sesuai dengan Dubai Port
pengangkatan”
dipenuhi nya beberapa kriteria meliputi :Tidak ada tindak lanjut atas
bahwa PT A tidak ada tindak lanjut atas temuan dan hasil rapat tinjauan
dan pengkajian oleh petugas atau Ahli K3 yang ditunjuk sesuai peraturan
kinerja HSE kontraktor dan perusahaan dengan dialog dua arah dan
review dan audit data yang diperoleh, lalu mendapatkan umpan balik
kontraktor.
kontraktor dan perusahaan yang dapat menjadi refrensi untuk masa depan
beberapa kriteria seperti : Tidak ada tindak lanjut atas audit internal yang
bahwa PT A tidak ada bukti form daftar penilaian risiko dan analisa
ini dikarenakan PT A tidak ada tindak lanjut atas audit internal yang telah
terpenuhi.
harus memiliki standar emergency respon plan (ERP) yang setiap area
tanggap darurat.
terpenuhi.
dipenuhi nya beberapa kriteria seperti :Tidak ada bukti bahwa petugas
dalam Asosiasi Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimana hal
petugas K3.
bahaya dan manajemen efek sudah berjalan dengan baik pada PT A dan
kriteria yang ada pada klausul manajemen HSSE dan fitur tambahan.
yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali tidak terduga semula yang
maupun korban jiwa yang terjadi di dalam proses kerja industri atau yang
berkaitan dengannya.
BAB VII
Kesimpulan dan Saran
7.1 Kesimpulan
118
7.2 Saran
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
120
Frank E Bird Jr. 1989. Management Guide to Loss Control. Institute Publishing
Loganville, Georgia.
Ginanjar, dkk. 2007. Pengantar Ilmu Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Raja
Grafindo Persada PT: Jakarta.
Heinriech.1972. The Handbook of health and Safety Pratice sixth edition. Great
Britanian :Prevention Hall.
Helliyanti, I. .2009. Penerapan Sistem Manejemn Keselamatan Kerja Kontraktor
pada PT Sembilang Jaya, Sukabumi. Skripsi. Universitas 17 Agustus 1945.
ILO. 2001. Guideline on Occupational Safety Management System. ILO-OSH
2001. Geneva.
John, Ridley. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga.
Maritime Departemen The Goverment of the Hongkong, 2010. Casualities in
Cargo Handling Accidnets in 2010. [pdf] Hong Kong : Marine Departmen
The Goverment of the Hongkong. Tersedia di :
www.mardep.gov.hk/en/publication/pdf/mias_c1_2011.pdf [10 mei 2017]
Mangkunegara (2001) Mangkunegara. 2001. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja seri Manajemen Operasi No 11. Jakarta : PPM
OHSAS 18001 : 2007. Occupational and Health Safety Assessment Series, OH&S
Safety Management System Requirments
Pedoman Tata Kerja.2006. Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lindungan Lingkungan Kontraktor. Vico Indonesia.
Purnama (2003) Purnama, Rosdja. 2003. Studi Evaluasi Tingkat Pemenuhan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Kontraktor Di
China National Offshore Oil Corp. (CNOOC) tahun 2000 – 2002. Thesis.
Depok ; Universitas Indonesia
PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan &
Kesehatan Kerja
Ramli, Soehatman. 2010. Contractor Safety Manajement System.
http://code.google.com/p/hse-k3ll-migas/downloads/detail
name=Modul3.pdf&can=2&q=(sitasi 10 mei 2017).
Rasjid, R. 1993. Pencegahan Kecelakaan Dalam Industri. Lokakarya. Surabaya
Resees, John. 2009. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga
Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta :
Dian Rakyat.
Sahab, S. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT. Bina
Sumber Daya Manusia. Jakarta.
Silalahi,B.N. B dan Rumondang B. Silalahi. 2002. Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja bidang pelabuhan. Semarang : Bina Ilmu.
Suardi, R. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehata Kerja. Jakarta :
PPM.
Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung. Cetakan XII
Suma’mur, P.K.2009.Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja (Hyperkes).
Jakarta: Sagung Seto.
Sulaksmono, M. 1997. Manajemen Keselamatan Kerja. Penerbit Pustaka.
Surabaya.
Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi
K3 di tempat kerja. Jakarta : Harapan Press.
Turnip. 1992. Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Konstruksi. Jakarta : Gunung
Agung
Petikemas Surabaya
PT A PT B
1. Kebijakan dan Dokumentasi terkait Keselamatan & Kesehatan Kerja
dan Lingkungan HSE Policy & Documents
A. Apakah perusahaan anda memiliki dokumen
kebijakan HSSE? (Ya/Tidak) Jika Ya, mohon
dilampirkan!
B. Siapakah yang memiliki keseluruhan dan
tanggung jawab dan pertanggungjawaban secara
keseluruhan sampai akhir untuk HSSE di
organisasi Anda?
C. Bagaimana Anda memastikan pemenuhan
kebijakan HSSE dan komunikasinya di lapangan?
Mohon dilampirkan bukti pendukungnya!