You are on page 1of 3

Nama : Wahyu krisna pambudi

NIM : 161710101051

Kelas : THP-B 2016

Kelompok :E

Jurnal utama :

PENGGUNAAN SUPLEMEN GLUKOSAMIN-KONDROITIN SULFAT PER-ORAL PADA PASIEN


OSTEOARTHRITIS PASCA SCALING DAN ROOT PLANING (Kajian Pada Gingival Index,
Bleeding on Probing dan Pocket Depth)

Jurnal Pendukung :

1. Pembuatan Glukosamin Hidroklorida dari Cangkang Udang dengan Energi Microwave


2. PERAN GLUKOSAMIN PADA OSTEOARTRITIS
3. PEMANFAATAN LIMBAH KRUSTASEA DALAM PEMBUATAN GLUKOSAMIN
HIDROKLORIDA DENGAN METODE AUTOKLAF

Bahan :

Limbah krustasea : Penggunaan limbah krustasea ini dikarenakan tingginya kandungan kitosan yang banyak
manfaatnya diberbagai bidang, serta melanjutkan ke proses derivatisasi menjadi glukosamin, yang akhir akhir
ini sedang trendi dalam mengantisipasi osteoarthritis.Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit
radang sendi yang ditandai dengan kerusakan progresif pada tulang rawan yang diiringi dengan perubahan
tulang subkondral (Zamli & Sharif 2011).

Zat Aktif yang terkandung :

Kulit udang mengandung protein 25- 40%, kalsium karbonat 45-50%, dan kitin 15- 20%, tetapi
besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udang dan tempat hidupnya.

Cangkang kepiting mengandung protein 15,60- 23,90%, kalsium karbonat 53,70- 78,40%, dan kitin
18,70-32,20% yang juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya.

Kitin merupakan salah satu biopolimer homopolisakarida yang tersedia sangat banyak di alam. Kitin
terutama terdapat pada invertebrata laut, serangga, kapang dan beberapa jenis khamir. Kitin biasanya banyak
ditemukan dalam keadaan bergabung dengan protein (Knorr, 1984). Struktur kitin dapat dilihat pada Gambar
1. Kitin memiliki struktur mirip selulosa. Bila selulosa tersusun atas monomer glikosa, maka kitin tersusun
dari monomer N-asetil glukosamin.

Kitosan merupakan bahan organik yang banyak digunakan di berbagai industri kimia. Salah satu
penerapan kitosan yang penting dan dibutuhkan dewasa ini adalah sebagai pengawet bahan makanan
pengganti formalin. Kitosan adalah bahan alami yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet
makanan karena tidak beracun dan aman bagi kesehatan. Kitosan pada limbah krustasea ini akan
dimanfaatkan untuk pembentukan suplemen glukosamin
Glukosamin merupakan gula amino dan prekursor penting dalam sintesis biokimia protein, glikosilasi
dan lipid. Dalam industri, glukosamin diproduksi secara komersial oleh hidrolisis eksoskeleton krustasea atau
melalui fermentasi dari biji-bijian seperti jagung atau gandum.

Mekanisme kerja :

Glukosamin diproduksi dalam tubuh melalui jalur biosintesis heksosamin. Dalam jalur ini, glukosa
memasuki sel melalui transporter glukosa dan fruktosa di metabolisme untuk fruktosa-6-fosfat oleh suatu
heksokinase. Fruktosa-6-fosfat bentuk glukosamin-6- fosfat dalam reaksi dikatalisis oleh glutamin yang
membatasi enzim: fruktosa6-fosfat-amidotransferase (GFAT) di mana glutamin berfungsi sebagai donor
gugus amino (Schleicher & Weigert, 2000). Berdasarkan fungsionalnya persendian. Glukosamin adalah zat
yang secara alami memperbaiki tulang rawan. Mekanisme kerja glukosamin menghambat sintetis
glikosaminoglikan dan mencegah destruksi tulang rawan. Glukosamin merangsang selsel tulang rawan untuk
pembentukan proteoglikan dan kolagen yang merupakan protein esensial untuk memperbaiki fungsi
persendian. Namun seiring bertambahnya usia produksi glukosamin di dalam tubuh akan menurun oleh karena
itu dibutuhkan sumber glukosamin dari luar yang bias kita dapatkan dari kandungan kitin dan kitosan pada
limbah krustasea ataupu biji-bijian.

Cara Pengujian :

a. Pada kunjungan pertama atau hari ke-0, penelitian dimulai dengan :

1) Dilakukan pemeriksaan klinis subjek penelitian

2) Dilakukan pengisian rekam medik pasien dan informed consent.

3) Penilaian status gingiva dengan GI menurut Loe & Silness

4) Dilakukan pemeriksaan BOP dengan probe periodontal yang dimasukkan pada 2 titik poket yaitu papila
mesial dan distal vestibular. Skor perdarahan dicatat (+) ada perdarahan dan (-) tidak terdapat perdarahan.

5) Dilakukan pengukuran PD dengan probe periodontal yang dimasukkan pada titik disto-vestibular,
vestibular, mesio-vestibular, mesio-lingual, lingual dan disto-lingual. Pengukuran dicatat pada skala yang
tampak pada probe di margin gingiva.

6) Dilakukan tindakan scaling dan root planing (SRP) menggunakan ultrasonic scaler.

7) Bagi kelompok yang terpilih diberikan suplemen glukosamin-kondroitin sulfat dan mengisi blangko
pemberian suplemen, serta dikawal dan dimotivasi untuk kepatuhan meminum suplemen selama 30 hari.

b. Kunjungan berikutnya pada hari ke-21 dan hari ke-30 dilakukan kegiatan :

1) Kontrol hasil tindakan SRP.

2) Pencatatan hasil penilaian GI, BOP serta pemeriksaan PD dengan prosedur seperti pengambilan data sama
seperti hari ke-0.
Hasil Penelitian :

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien osteoarthitis yang dilakukan terapi periodontal
SRP disertai penambahan suplemen glukosamin-kondroitin sulfat secara sistemik dapat menyebabkan
penurunan GI dan PD lebih baik daripada hanya terapi SRP saja, sedangkan pada parameter BOP tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.

Kesimpulan :

1. Penggunaan suplemen glukosamin-kondroitin sulfat per-oral pada pasien osteoarthritis pasca


scaling dan root planing (SRP) dapat menurunkan gingival index (GI) dan menurunkan pocket depth (PD).

2. Penggunaan suplemen glukosamin-kondroitin sulfat per-oral pada pasien osteoarthritis pasca SRP
tidak berbeda secara bermakna dalam menurunkan bleeding on probing (BOP).

You might also like