You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan
menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan
keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga
berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-
masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam
belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan
kesulitan belajar termasuk kegiatan penyelidikan . Perlunya diadakan penyelidikan
belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan
pelayanan untuk berkembang secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan,
kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga,
sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju
sesuai dengan kemampuannya. Dan keempat, untuk menghadapi permasalahan yang
dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa
dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam
mengidentifikasi kesulitan
belajar siswa.
Oleh karena itu perlu adanya tindakan lanjut dalam masalah kesulitan yaitu
dengan melalui pencegahan an cara penyelesaian maslah belajar agar belajar dapat
menjadi lebih efektif lagi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian dari Masalah Belajar ?
2. Apa saja Jenis-jenis Masalah Belajar ?
3. Apa Penyebab Masalah Belajar ?
4. Bagaimana Pencegahan dalam Masalah Belajar ?
5. Bagaimana Penyelesaian Masalah dalam Belajar ?

1
1.3 Tujuan Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Masalah Belajar .
2. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Masalah Belajar .
3. Untuk Mengetahui Penyebab dari Masalah Belajar
4. Untuk Mengetahui Pencegahan dalam Masalah Belajar.
5. Untuk Mengetahui Penyelesaian Masalah dalam Belajar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masalah Belajar


Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang
melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang
mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan.
Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat
didefinisikan “ Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman. 1
Dari definisi masalah dan belajar dapat diartikan atau didefinisikan bahwa
masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid akan
menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Kondisi tertentu itu dapat
berkenaan dengan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan
dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar
ini tidak hanya dialami oleh murud-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi
juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Masalah belajar menunjukkan adanya suatu jarak antara prestasi akademik yang
diharapkan dengan prestasi akademik yang dicapai oleh peserta didik (prestasi aktual).
Dengan kata lain bahwa peserta didik dikatakan mengalami kesulitan belajar bila
prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan kapasitas intelegensinya.2

1 Gagne, Kondisi dari Belajar ( New York : Holt, 1984 ), hlm.77.


2 Sugihartiono,dkk, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta : UNY Press, 2007), hlm.149-150.

3
2.2 Jenis – Jenis Masalah Belajar3
a. learning disorder
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang
mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya
terganggu atau terhambat oleh adanya respon-respon yang bertentangan, sehingga hasil
belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
Contoh :
Siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan
sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang
menuntut gerakan lemah-gemulai.

b. Learning Disfunction
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan
siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak
menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan
psikologis lainnya.
Contoh :
Siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok
menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola
volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

c. Under Achiever
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah.
Contoh :
siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan
tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja
atau malah sangat rendah.

3 Akhmad Sudrajat., Kesulitan dan Bimbingan Belajar diakses dari


https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/kesulitan-dan-bimbingan-belajar/, pada tanggal 10
Mei 2017 pukul 05.00 WIB.

4
d. Slow Learner atau lambat belajar
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses
belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok
siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

e. Learning Disabilities
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana
siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah
potensi intelektualnya.
Secara harfiah, kejenuhan belajar berasal dari dua kata yaiut “kejenuhan” dan
“belajar” adalah “padat atau penuh sehingga tidak mampu memuat lagi”, Selain itu,
jenuh juga dapat berarti “jemu” atau “bosan”. 4
Dalam belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga terkadang
mengalami peristiwa negatif lainnya yang disebut jenuh belajar yang dalam bahasa
psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau (baca: pletou) saja. Peristiwa jenuh
ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses belajar (kejenuhan belajar)
dapat membuat siswa tersebut merasa telah memubazirkan usahanya. Jadi kejenuhan
belajarilah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar tetapi tidak
mendatangkan hasil.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara
konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh.
Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah,
konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami,
mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan
tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek
psikomotorik, kognitif, maupun afektif .
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua
kelompok :
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disabilities), meliputi gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar

4 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995. hlm. 411.

5
bahasa dan komunikasi dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial
juga dalam hal pemecahan masalah.
b. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities), menunjuk pada
adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan
kapasitas yang diharapkan seperti membaca, menulis dan matematika.5
Misalnya untuk dapat menguasai soal matematika bentuk cerita, seorang anak
harus menguasai terlebih dahulu kemampuan membaca pemahaman. Untuk dapat
membaca, seorang sudah harus berkembang kemampuannya dalam melakukan
diskriminasi visual maupun auditif, serta kemampuan untuk memusatkan perhatian.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun
fisiologis. Hambatan tersebut menyebabkan prestasi belajar siswa yang dicapai berada
di bawah semestinya.

Kelompok yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat
ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula
ketuntasan belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak
sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan.Jenis dan tingkat kesulitan yang
dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami
bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa
disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan
tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan
mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di
atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik
aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif .
Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai
oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.

5 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta : PT Rineka Cipta,
1998), hlm.11.

6
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin
ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu
rendah
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal
dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat,
tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar
kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan
sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi
tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan
sedih atau menyesal, dan sebagainya.

Siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya
kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Siswa dikatakan gagal dalam
belajar apabila :
1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam
pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat
berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang
dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan
sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga
harus menjadi pengulang (repeater)

7
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang
mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan,
sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan
mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau
kemajuan belajar siswa : tujuan pendidikan, kedudukan dalam kelompok, tingkat
pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi,
1. Tujuan Pendidikan

Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu


komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan
pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna
mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut
dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu
mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk
menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka
sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional.
Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan
tersebut.
Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika
siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus
dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning)
dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil
dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan
sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut
dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah
dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.

2. Kedudukan dalam Kelompok


Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam
pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila
memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan.

8
Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah
angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai
seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi
yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-
siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi
di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.
Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka
yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan lower
group.
Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang
dicapainya. dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah, sehingga siswa
mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah
diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan membandingkan
prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat
prestasi di bawah rata – rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.

3. Perbandingan antara potensi dan prestasi


Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat
potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi
cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula.
Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh
prestasi belajar yang rendah pula.
Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya
kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang
dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang
dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa
setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ)
sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata
hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat
kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di
atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut dengan istilah
underachiever.

9
2.3 .Penyebab Masalah Belajar dan Kejenuhan Belajar
a. Penyebab Masalah Belajar
para ahli memiliki perbedaan-perbedaan dalam menyusun faktor penyebab
kesulitan beklajar ini, karena perbadaan pandangan mereka malihat sejauh mana faktor
yang mempengaruhi kesulitan belajar. Seperti ungkapan Adi Dwi Gunawan tetapi ia
menghubungkannya dengan keberhasilan belajar “Faktor dominan yang menentukan
keberhasilan proses belajar adalah dengan mengenal dan memahami bahwa setiap
individu adalah unik dengan gaya belajar berbedaantara satu dengan yang lain, tidak ada
gaya belajar yang lebih unggul dari gaya belajar lainnya.6
Faktor- faktor terjadinya masalah belajar ada dua faktor yaitu :
1. Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri ),
antara lain:
a. Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat
bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan (alergi,
asma, dan sebagainya).
b. Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam fungsi mental),
pertimenampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya
cenderung kurang.
c. Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan
diri (maladjustment), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta
ketidakmatangan emosi.
d. Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang
perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering
bolos atau tidak mengikuti pelajaran.

2. Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu :7
a. Sekolah, antara lain :
1. Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
2. Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
3. Metode mengajar yang kurang memadai
4. Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar

6 Adi W Gunawan, Born To Be Genius, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 86.
7 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hlm. 182-184.

10
b. Keluarga (rumah), antara lain :
1. Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis.
2. Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
3. Keadaan ekonomi.

2.4 Pencegahan Masalah Belajar

1. Faktor-Faktor Internal Pencegahan Belajar


a. Sikap Terhadap Belajar
Selama melakukan proses pembelajaran sikap siswa akan menentukan hasil dari
pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan membawa
kepada sikap yang salah dalam melakukan pembelajaran. Sikap siswa ini akan
mempengaruhinya terhadap tindakan belajar. Sikap yang salah akan membawa siswa
mersa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya tidak akan terjadi proses belajar yang
kondusif.8

b. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses
belajar. Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan
belajar. Selanjutnya mutu belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi belajar
pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Motivasi menjadi salah satu beberapa
faktor kesulitan belajar, karena motivasi diakui sebagai dasar penggerak yang
mendorong aktivitas belajar.9
c. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada
pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses
memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi
belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Menurut
seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar seseorang setelah tiga puluh menit telah
mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa

8 Muhibbin Syah, Psikologi...., hlm. 173.


9 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hlm. 153.

11
menit. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat
ditingkatkan.

d. Mengolah Bahan Belajar


Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi dan
cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar
merupakan nilai nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta
nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik
jika siswa berperan aktif selama proses belajar.

e. Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu proses
belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia lakukan.
Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau
menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada
sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut
terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan,
penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.

f. Rasa Percaya Diri Siswa


Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil.
Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian perwujudan diri yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Semakin
sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik maka rasa percaya dirinya
akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka siswa akan merasa lemah
percaya dirinya.

g. Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar


Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk
dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan
secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah
dalam belajar atau kehidupan sehari-hari. Dengan perolehan hasil belajar yang rendah,

12
yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar,
berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Hal ini akan merugikan calon
tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk
melakukan belajar dibidang kterampilan.
h. Kebiasaan Belajar
Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa akan mempengaruhi kemampunanya dalam
berlatih dan menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk
tersebut dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan
kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya
pemimpin, bergaya jantan seperti merokok. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat
ditemukan di sekolah-sekolah pelosok, kota besar, kota kecil. Untuk sebagian kebiasaan
tersebut dikarenakan oleh ketidakmengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri.

i. Cita-Cita Siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita
harus ditanamkan sejak mulai kecil. Cita-cita merupakan harapan besar bagi siswa
sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi menggapai cita-cita
tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi maka
siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuannya sendiri.

2. Faktor-Faktor Eksternal Pencegahan Belajar


a. Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik . Ia tidak hanya mengajar bidang studi
yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik pemuda generasi
bangsanya. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi
penyandang profesi bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga
mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan
keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan
kebutuhan hidup sebagai manusia.

b. Prasarana dan Sarana Pembelajaran


Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi
pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana

13
menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik. Justru disinilah
muncul bagaimana mengolah sarana dan prasaranapembelajaran sehingga tersenggara
proses belajar yang berhasil dengan baik.
c. Lingkungan Sosial Siswa Di Sekolah
Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung
jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan
sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja
berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian.
d. Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang diberlakukan di sekolah adalah kurikulum nasional yang
disahkan oleh pemerintah, atau yayasan pendidikan. Kurikulum disusun berdasarkan
tuntutan kemajuan masyrakat. Dengan kemajuan dan perkembangan masyrakat timbul
tuntutan kebutuhan baru dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi. Adanya
rekonstruksi itu menimbulkan kurikulum baru. Perubahan kurikulum sekolah
menimbulkan masalah seperti tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah, isi
pendidikan berubah, kegiatan belajar mengajar berubah serta evaluasi berubah.

Adapun cara lain yang dilakukan pencegahan masalah belajar yaitu : 10


1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi
dengan takaran yang cukup banyak.
2. pengubahan dan penjadwalan kembali jam jam di hari hari belajar yang
dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat.
3. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi
pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak buku, alat alat perlengkapan belajar
dan sebagainya sampai memungkinkan siswa merasa ada disebuah kamar baru
yang lebih menyenangkan untuk belajar.
4. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk
belajar lebih giat dari pada sebelumnya.
5. Siswa harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam) dengan cara
mencoba belajar dan belajar lagi.

10 Fathan Fantastic dan Dinda Deniz, Bikin Belajar Selezat Coklat (Yogyakarta; Boooks magz,
2009)hlm. 105

14
2.5 Penyelesaian Masalah Belajar
Dalam rangka usaha mengatasi masalah belajar tidak bisa diabaikan dengan
kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari
sumber-sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab penyerta lainnya, mutlak
dilakukan secara akurat, efektif, dan efisien.
Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka usaha mengatasi
masalah belajar anak didik, dapat dilakukan dengan 6 tahap, yaitu: pengumpulan data,
pengolahan data, diagnosis, prognosis, treatment, dan evaluasi.
1. Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi.
Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung
yang disebut dengan pengumpulan data.
Menurut Samisbani dan R isbani, dalam pengumpulan data dapat dipergunakan
berbagai metode, diantaranya adalah:
a. Observasi
b. Kunjungan rumah
c. Studi kasus
d. Case history
e. Daftar pribadi
f. Meneliti pekerjaan anak
g. Tugas kelompok
h. Melaksanakan test (baik tes IQ maupun tes prestasi/achievement).
Dalam pelaksanaannya, metode-metode tersebut tidak harus semuanya
digunakan secara bersama-sama akan tetapi tergantung pada masalahnya, kompleks atau
tidak. Semakin rumit masalahnya, maka semakin banyak juga kemungkinan metode
yang dapat dipergunakan, sebaliknya semakin sederhana masalahnya, mungkin dengan
satu metode observasi saja, sudah dapat ditemukan faktor apa yang menyebabkan
kesulitan belajar anak.

2. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada artinya jika
tidak diadakan pengolahan secara cermat. Semua data harus diolah dan dikaji untuk
mengetahui secara pasti sebab-sebab kesulitan belajar yang dihadapi oleh anak.

15
Dalam pengolahan data, langkah yang ditempuh antara lain adalah:
a. Identifikasi kasus
b. Membandingkan antar kasus
c. Membandingkan dengan hasil tes, dan
d. Menarik kesimpulan

3. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data.
Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak(berat dan ringannya).
b. Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab
kesulitan belajar.
c. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar, dan
sebagainya.

4. Prognosis
Prognosis artinya”ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosis,
akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan
apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.
Pendek kata, prognosis adalah merupakan aktivitas menyusun rencana/program yang
diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.

5. Treatment (Perlakuan)
Perlakuan disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang
bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah
disusun pada tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan:
a. Melalui bimbingan belajar individual.
b. Selalui bimbingan belajar kelompok.
c. Melalui remedial teaching untuk mata pelajaran tertentu.
d. Melalui bimbingan orang tua di rumah.
e. Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah
psikologis.
f. Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik secara umum.

16
g. Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan
karakteriktik setiap mata pelajaran.

6) Evalusi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah
diberikan berhasil dengan baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar
dari lingkaran masalah kesulitan belajar, atau gagal atau berhasil treatment yang telah
diberikan kepada anak, dapat diketahui sampai sejauh mana kebenaran jawaban anak
terhadap item-item soal yang diberikan dalam jumlah tertentu melalui alat evaluasi
berupa tes prestasi belajar atau achievement test. Karenanya, perlu pengecekan kembali
dengan cara mencari faktor-faktor penyebab dari kegagalan itu.
Agar tidak terjadi kesalahan pengertian, disini perlu ditegaskan bahwa pengecekan
kembali hanya dilakukan bila terjadi di kegagalan treatment berdasarkan evaluasi, di
mana hasil prestasi belajar anak didik masih rendah, di bawah standar. Dalam rangka
pengecekan kembali atas kegagalan treatment, secara teoritis langkah-langkah yang
perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Re-ceking data (baik yang berhubungan dengan masalah pengumpulan
maupun pengolahan data).
b. Re-diagnosis
c. Re-prognosis
d. Re-treatment
e. Re-evaluasi
Dengan demikian, perlu adanya penanganan dari guru BK untuk melakukan
penanganan bagi anak yang mengalami kesulitasn belajar. Bimbingan dan konseling
dimaksudkan agar siswa mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta
menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.
Selain itu guru juga dapat melakukan hal-hal berikut untuk mengatasi masalah
belajar peserta didik. Berikan perintah yang terperinci. Karena anak–anak mengalami
kesulitan belajar, guru perlu mengulang atau memberikan perintah baru ketika tahap
pelajaran berikutnya dimulai. Gunakan semua indera pada saat mengajar. Jika perlu,
tanyakan pada orang tua atau guru lainnya, indera mana yang potensial bagi anak untuk
dapat belajar dengan maksimal.

17
Sebisa mungkin jangan ada gangguan di dalam kelas, karena anak–anak ini
mudah terganggu. Gambar–gambar, mainan, atau barang–barang yang tidak diperlukan
sangat berpeluang mengganggu konsentrasi mereka.
Sampaikan pelajaran dengan menggunakan contoh – contoh konkret. Anak yang
mengalami kesulitan dalam belajar akan memahami maknanya jika ia dapat melihat dan
merasakan apa yang dijelaskan. Memperhatikan beberapa anak yang mengalami
kesulitan dalam belajar ini terlihat sangat aktif atau bahkan terlalu aktif. Maka kita harus
berusaha supaya anak ini terus berada di dekat kita. Kontak fisik seperti merangkul atau
memegang pundak bisa meningkatkan perhatian mereka.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering
ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan
terapi terhadap permasalan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui
berbagai media penanganan yang khusus intensif serta terpadu antara pendidik,
siswa dan orang tua dirumah. Karena walau bagaimanapun juga sebagaian
waktu anak lebih banyak dihabiskan di rumah dari pada di sekolah di bawah
pengawasan orang tua.

2. faktor yang dapat membuat siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran,


yaitu:
a. Faktor internal belajar siswa, meliputi sikap siswa dalam belajar, motivasi
belajar siswa, konsentrasi siswa, cara mengolah pembelajaran, rasa percaya
diri siswa, kebiasaan belajar, dan cita-cita siswa.
b. Faktor eksternal belajar siswa, meliputi guru sebagai pembina siswa belajar,
sarana dan prasarana, lingkungan siswa di sekolah dan kurikulum sekolah.

3. Pencegahan untuk masalah belajar yaitu : Melakukan pendekatan terhadap


siswa,Pencarian data tentang masalah yaitu dengan berkomunikasi dengan orang
tua siswa dan wali kelas, Melakukan konsultasi secara privat.
4. Penyelesaian untuk Masalah Belajar yaitu : pengumpulan data, pengolahan data,
diagnosis, prognosis, treatment, evaluasi.

3.2 Saran
Agar proses belajar mengajar siswa dapat berlangsung secara optimal,
diperlukan pendekatan yang lebih intensif dari guru BK. Sehingga siswa dapat terus
terpantau bagaimana perkembangannya dalam proses pembelajaran.

19
DAFTAR PUSTAKA

Gagne, 1984. Kondisi dari Belajar. New York : Holt.

Sugihartiono,dkk, 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.

Akhmad Sudrajat. 2008. Kesulitan dan Bimbingan Belajar diakses dari


https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/kesulitan-dan-bimbingan-belajar/,
pada tanggal 10 Mei 2017.

Abdurrahman, Mulyono.1998. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta : PT Rineka Cipta.

Gunawan, Adi W. 2003. Born To Be Genius. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Fathan Fantastic dan Dinda Deniz. 2009. Bikin Belajar Selezat Coklat.
Yogyakarta; Boooks magz.

20

You might also like