You are on page 1of 94

PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN SPIRITUAL,

SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP


KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN

RETY PUSPITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Pola Asuh
Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak
Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” adalah benar karya saya. Karya ini berdasarkan
arahan dari komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari
hasil karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis yang saya buat kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Rety Puspitasari
NIM I251130011
RINGKASAN

RETY PUSPITASARI. Pengaruh Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual,


serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di
Perdesaan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan TIN HERAWATI.

Perkembangan moral individu tidak terlepas dari karakter yang


dimilikinya. Individu dapat dikatakan berkarakter apabila individu mengetahui
moral, merasakan moral, dan melakukan moral, sehingga individu dapat
melakukan kebaikan berdasarkan moral. Kondisi karakter anak Indonesia
mengalami penurunan, hal tersebut dapat terlihat dari anak usia sekolah dasar
yang melakukan tindakan-tindakan yang buruk, seperti tawuran, bullying,
kriminalitas, pencabulan, pemerkosaan, dan perilaku lainnya. Perilaku tersebut
merupakan tindakan yang tidak berkarakter. Ini terjadi kemungkinan dampak dari
kondisi lingkungan yang diterima oleh anak baik lingkungan keluarga maupun
lingkungan lainnya. Karakter penting dibentuk oleh keluarga sebagai pengasuh
utama anak usia sekolah dasar. Anak usia sekolah dasar masih mengalami
perkembangan moral pada tahap berikutnya sehingga penting pengasuhan
karakter dilakukan pada usia ini, karena akan berdampak dalam jangka panjang
sampai anak menjadi dewasa. Orangtua melalui perannya membentuk karakter
anak usia sekolah dasar melalui proses pengasuhan yang positif. Proses
pengasuhan positif dapat dilihat dari pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual,
serta dapat dilihat melalui kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual
ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar di perdesaan.
Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun
2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan
Berbasis Family and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti,
M.Sc. dan anggotanya Alfiasari SP., M.Si. Pemilihan tempat dilakukan secara
purposive di perdesaan wilayah Kabupaten Bogor. Penarikan contoh pada
penelitian dengan menggunakan proportional random sampling dengan jumlah
125 responden. Pengambilan data dilakukan melalui teknik wawancara dengan
bantuan kuesioner. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, uji independent t-
test, dan uji regresi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari pola asuh
disiplin dan spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Terdapat
perbedaan yang signifikan antara karakter anak laki-laki dengan anak perempuan.
Tidak terdapat perbedaan kecerdasan spiritual ibu pada anak lak-laki dan anak
perempuan. Karakter anak perempuan lebih baik dari anak laki-laki. Hasil analisis
regresi menunjukkan bahwa pendapatan, pola asuh disiplin induktif, pola asuh
spiritual, kecerdasan spiritual ibu berpengaruh terhadap karakter anak.

Kata kunci : pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual ibu,
karakter anak.
SUMMARY

RETI PUSPITASARI. The Effect of Discipline and Spiritual Parenting Pattern,


and Mother Spiritual Quotient on Character of School-Age Children In Rural
Area. Supervised by DWI HASTUTI and TIN HERAWATI.

Moral development of individual is inseparable from the character. It is


said that individual with good character is one with good moral knowing, moral
feeling, and moral acting. The condition of children character in Indonesia has
decreased, it can be seen from the children in elementary school who conducted
bad things such as fights, bullying, crime, sexual abuse, rape, and other bad
behaviors. This could be happens because they have bad experience from their
environment as in family environment. Character is formed by the family as the
primary caretaker of the child. Children in elementary school are still in the
process of moral development, so it‟s important to help children to have good
characters. Parents can help children to have good characters through positive
parenting. Positive parenting can be seen from discipline and spiritual parenting
pattern, and spiritual quotient from mothers. The purpose of this study was to
analyze the effect of discipline and spiritual parenting pattern, and parent spiritual
quotient on character of school age children in rural area.
This study was part of a grant research of " Character Education Model of
Children in Rural Family with Family and School - Based Partnership" chaired by
Dr. Ir. Dwi Hastuti, Msc. and Alfiasari SP, MSc. as a member. This study was
conducted in Ciasihan and Ciasmara, Pamijahan, Bogor. The sample consisted of
125 respondents and selected by using proportional random sampling method.
Data were collected through interview with questionnaire as research tool. Data
were analyzed with descriptive analysis, independent t-test and regression test.
There were no significant differences of discipline and spiritual parenting pattern
based on child‟s gender. There were significant differences of character based on
child‟s gender. There were no significant differences of mother‟s spiritual quotient
based on child‟s gender.This study found that girls have better character than
boys. Regression analysis showed that family income, parenting pattern of
inductive discipline, parenting pattern of spiritual, and mother spiritual quotient
were affecting child‟s character.

Keywords: child‟s character, parenting pattern of discipline, parenting pattern of


spiritual, mother spiritual quotient
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN SPIRITUAL,
SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.
PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala
karunia-Nya sehingga penulisan usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pola
Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter
Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” telah diselesaikan dengan baik. Penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu penulis sejak menjadi mahasiswa pascasarjana hingga dapat
menyelesaikan studi, yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin
Herawati, S.P., M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan wawasan pengetahuan yang amat
bermanfaat bagi tersusunnya tesis ini.
2. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model
Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and
School Partnership” yakni, kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., Alfiasari SP,
M.Si., yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut,
sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis.
3. Tak ada kata yang dapat mengambarkan rasa terima kasih pada suami
tercinta, Kakanda Mochamad Ade Nugraha, SP., ME. atas doa, dukungan,
cinta, dan kasih sayangnya yang tak terhingga. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua anak-anak tersayang Mohammad Arsyad Izzadin
dan Mohammad Akmal Nasrullah atas semangat dan dukungannya.
4. Keluarga Bapak dan Ibu RT, Pemerintah Desa dan masyarakat di Desa
Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
5. Saudari Leni Novitasari, S.Si, Zervina Rubyn Devi Situmorang, S.Si, dan
teman-teman tim HIKOM sebagai enumerator dalam penelitian.
6. Teman-teman PS IKA angkatan 2013 dan staf administrasi PS IKA atas
dukunganya selama penyelesaian tesis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin Ya Allah.

Bogor, Januari 2016

Rety Puspitasari
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3

2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner 4
Teori Perkembangan Moral Kohlberg 4
Pola Asuh Dispilin 5
Pola Asuh Spiritual 5
Kecerdasan Spiritual 6
Karakter Anak Usia Sekolah Dasar 7

3. KERANGKA PEMIKIRAN 11

4. METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 13
Prosedur Pengambilan Contoh 13
Cara Pengumpulan Data 13
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian 14
Pengolahan dan Analisis Data 15
Definisi Operasional 16

5. KARAKTERISTIK KELUARGA DAN


KARAKTERISTIK ANAK 18

6. PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN


POLA ASUH SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR
Pendahuluan 23
Metode 24
Hasil 26
Pembahasan 32
Simpulan 35
Daftar Pustaka 35

7. PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL


IBU TERHADAP KARAKTER ANAK
USIA SEKOLAH DASAR
Pendahuluan 38
Metode 41
Hasil 42
Pembahasan 46
Simpulan 49
Daftar Pustaka 49

8. PEMBAHASAN UMUM 52
9. SIMPULAN DAN SARAN 55
10. DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 62
DAFTAR TABEL

4.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 14


6.1 Sebaran contoh berdasarkan kategori, 26
nilai rata-rata dan standar deviasi, dan
koefisien uji beda variabel pola asuh
disiplin antara anak laki-laki dan anak perempuan
6.2 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata 28
dan standar deviasi, dan koefisien uji beda
variabel pola asuh spiritual antara anak
laki-laki dan anak perempuan
6.3 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata 29
dan standar deviasi, dan koefisien uji beda
variabel karakter antara anak laki-laki
dan anak perempuan
6.4 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan 30
anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh
spiritual yang berpengaruh terhadap karakter
6.5 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, pola 31
asuh disiplin, dan pola asuh spiritual yang berpengaruh
terhadap karakter
7.1 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori, 42
nilai rata-rata, dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.2 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori, 43
nilai rata-rata pada indikator kecerdasan spiritual
dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.3 Sebaran contoh karakter anak berdasarkan kategori 44
perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.4 Sebaran contoh karakter anak perdimensi 44
berdasarkan kategori, nilai rata-rata,
dan standar deviasi perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.5 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik 45
keluarga dan anak, kecerdasan spiritual ibu dengan
karakter anak laki-laki dan anak perempuan
7.6 Koefisien regresi karakteristik keluarga 46
dan anak, kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter
anak usia sekolah dasar

DAFTAR GAMBAR

2.1 Komponen karakter baik Thomas Lickona 8


3.1 Kerangka berpikir 12
4.1 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian 13

DAFTAR LAMPIRAN

1. Koefisien korelasi karakteristik keluarga 63


2. Koefisien korelasi karakteristik keluarga 63
dan karakteristik anak dengan pola asuh
disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter
3. Koefisien korelasi anatara kecerdasan spiritual 63
dengan pola asuh spiritual
4. Koefisien korelasi karakteristik keluarga 64
dan karakteristik anakkecerdasan spiritual
dengan karakter
5. Skor hasil pernyataan persepsi anak
5.1 Pola asuh disiplin 64
6. Skor hasil pernyataan
6.1 Pola asuh spiritual 66
7. Skor pernyataan hasil kecerdasan spiritual ibu 68
8. Skor pernyataan hasil Karakter anak 71
9. Sumber acuan jurnal 75
10. Riwayat Hidup 78
1

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nilai moral sudah seharusnya diberikan orangtua kepada anak karena


dapat menjadi budi pekerti dan watak batiniah yang digunakan dalam menghadapi
situasi atau keadaan dengan cara yang bermoral (Lickona, 2013). Nilai moral
membentuk karakter, yang menjadi fondasi penting dalam terbentuknya
masyarakat beradab dan sejahtera (Megawangi, 2009). Anak adalah sebagai
generasi penerus bangsa, sehingga anak harus tumbuh dan berkembang dengan
baik dan matang secara moral. Anak yang matang secara moral akan mampu
menilai sesuatu yang baik atau buruk dalam menghadapi setiap keadaan, sehingga
terhindar dari perilaku tidak bermoral. Anak yang berperilaku sesuai moral adalah
anak yang berkarakter. Lickona (2013) mengatakan sesorang yang berkarakter
adalah yang mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan
kebaikan.
Anak yang berkarakter adalah anak yang matang secara emosi dan
spiritual (Megawangi, 2009). Kematangan emosi dan spiritual seorang anak
didapat melalui pengalaman bersama keluarga. Orangtua selalu dihadapkan pada
perilaku anak dalam menegakkan aturan sehingga orangtua perlu melakukan
disiplin. Disiplin dapat mempengaruhi nilai-nilai pada anak dan sering muncul
ketika anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar
moral yang berlaku. Orang tua yang berulang kali menggunakan cara tertentu dari
disiplin akan membantu anak dalam mengembangkan emosi, yang diperlukan
dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain dalam berperilaku moral
Hoffman (2000).
Kebutuhan dasar setiap individu adalah ditanamkannya moral dan spiritual
karena sebagai landasan penting dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (Hastuti, 2015). Secara alami anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan
(Megawangi, 2009), maka melalui pola asuh spiritual, orangtua membimbing
anak agar berperilaku baik. Kebaikan didorong dan dirangsang oleh orangtua
secara terus-menerus melalui pelukan, kehangatan, dan kasih sayang agar
kebaikan itu akan terus berkembang menjadi perilaku. Melalui medan energi,
memori yang dimiliki manusia apabila diulang terus-menerus akan terbentuk pola
dan kebiasaan yang akhirnya akan menjadi karakter (Sheldrake, 1987).
Peran ibu dalam mengasuh anak terlihat dari kuantitas dan kualitas yang
diberikan kepada anak (Hastuti, 2015). Ibu memberikan kualitasnya melalui
interaksi bersama anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Ibu akan menghadapi berbagai perilaku anak, terutama perilaku yang melanggar
aturan moral. Ibu harus dapat menangani dan memperbaiki perilaku anak yang
melanggar melalui interaksi. Kondisi ibu harus dalam keadaan stabil dapat
mengatasi situasi tanpa menyakiti anak. Terutama saat ibu menghadapi periode
anak usia sekolah dasar yang merupakan masa anak mengadopsi standar moral
orangtua sehingga anak ingin mendapatkan penilaian baik dari orangtuanya.
Lickona (1983) mengatakan anak usia sekolah dasar adalah fase balas membalas,
yaitu anak akan menyukai seseorang yang baik kepadanya dan akan membenci
2

orang yang tidak baik kepadanya. Karena itu, kecerdasan spiritual ibu menjadi
penting dalam membentuk pemahaman nilai-nilai pada anak. Menurut Iglesias
(2010) agama dan spiritual orang tua memiliki pengaruh terhadap pemahaman
nilai-nilai anak. Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang dibutuhkan dalam
memfungsikan kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual secara efektif.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa (Zohar dan Marshall, 2001). Ibu akan
lebih arif dan menyadari tentang nilai-nilai dan kreatif menemukan nilai-nilai
baru. Menurut penelitian, spiritual dapat memberikan pengaruh pada pola asuh
orangtua (Arca, 2007).
Berdasarkan pemaparan, penanaman nilai moral anak melalui pola asuh
disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu sudah seharusnya anak
berperilaku sesuai moral. Namun kenyataannya, masih banyak perilaku anak yang
yang bertentangan dengan moral. Menurut data Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Januari 2011- Maret 2015 menunjukkan jumlah kasus anak setiap
tahunnya mengalami kenaikan. Beberapa kasus di antaranya, 1797 kasus pada
bidang pendidikan (tawuran pelajar, bullying, pungli), 991 kasus bidang
pornografi dan cybercrime (kejahatan seksual online, pornografi dan media
sosial), dan 5901 kasus anak yang berhadapan dengan hukum (kekerasan fisik,
pembunuhan, pencurian, kecelakaan lalu lintas, penculikan, aborsi, dan
kepemilikan senjata tajam). Perilaku buruk yang dilakukan oleh anak dikarenakan
rendahnya kesadaran moral (Lickona, 2001). Karena itu, perlunya orangtua
melakukan penanaman karakter pada anak, karakter yang berkualitas dibentuk
sejak kecil, agar anak terhindar dari pribadi yang bermasalah saat dewasa
(Megawangi, 2009).

Masalah Penelitian

Pola asuh disiplin merupakan teknik atau cara yang dilakukan oleh
orangtua dalam mendorong anak untuk berperilaku baik (Hastuti, 2015). Patrick et
al.(2012) menyatakan bahwa pola asuh disiplin orangtua berhubungan dengan
meningkatnya identitas moral. Identitas moral merupakan komitmen individu
terhadap moral, sehingga sesuatu yang dilanggar komitmen moral individu akan
merasa terancam integritas dirinya (Santrock, 2012). Multiple Indicator Cluster
Survey (MICS) pada program UNICEF di kabupaten terpilih di salah satu
Propinsi di Indonesia melakukan survei dengan sampel 6000 rumah tangga (1000
setiap kabupaten) dan ibu atau pengasuh dari anak usia 2-14 tahun menemukan
bahwa ibu masih menggunakan pola asuh disiplin penegasan dan jumlahnya di
atas 80 persen di setiap kabupaten.
Karakter merupakan perilaku yang baik dalam melakukan tindakan-
tindakan yang benar berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain
(Lickona, 2013). Saat ini, kondisi karakter anak usia sekolah dasar di Indonesia
cukup memprihatinkan, hal itu dapat terlihat dari beberapa kasus yang sudah
dilaporkan kepada kepolisian. Di Kabupaten Bogor misalnya, ada kasus tindak
pidana yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar setiap tahun di antaranya
pencabulan, persetubuhan, dan perkosaan (data Polres Kabupaten Bogor 2010-
2014). Hasil penelitian mengenai karakter terhadap 100 sampel anak di kabupaten
3

dan kota Bogor menemukan bahwa karakter anak di perdesaan lebih rendah
dibandingkan di perkotaan (Dewanggi, 2014).
Spiritual merupakan hal dasar yang dibutuhkan oleh setiap individu karena
keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi spiritual yang baik dapat
membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai yang baik. Hasil studi Herawati
(2012) terhadap keluarga di Kabupaten Bogor menemukan bahwa tidak
sepenuhnya orangtua memberikan spiritual terhadap anak karena orangtuanya
sendiri masih jarang melakukan spiritual keagamaan.
Hasil pemaparan yang dijelaskan, maka permasalahan yang ingin dijawab
dalam penelitian yaitu (1) manakah dimensi pola asuh disiplin yang paling
berpengaruh terhadap karakter, (2) manakah di antara pola asuh disiplin atau pola
asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter, (3) apakah terdapat hubungan
antara pola asuh spiritual dengan kecerdasan spiritual ibu, (3) apakah terdapat
perbedaan antara pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual pada anak laki-laki
dan perempuan (4) serta adakah pengaruh kecerdasan spiritual ibu terhadap
karakter.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah menganalisis pengaruh pola asuh disiplin


dan spiritual, serta kecerdasan spiritual Ibu terhadap karakter anak usia sekolah
dasar di perdesaan. Tujuan khusus penelitian adalah :
1. mengidentifikasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin dan
spiritual, kecerdasan spiritual ibu, dan karakter anak,
2. menganalisis perbedaan pola asuh disiplin dan spiritual ibu, kecerdasan
spiritual ibu, dan karakter antara anak laki-laki dan perempuan,
3. menganalisis hubungan pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan
spiritual ibu dengan karakter anak,
4. menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual ibu, serta
kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu orangtua dalam pembentukan


karakter anak, terutama dalam keterampilan mengasuh anak melalui pola asuh
disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini
memberikan informasi tentang pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan
kecerdasan spiritual yang dilakukan ibu di perdesaan. Bagi pemerintah, penelitian
dapat dimanfaatkan untuk menjadi sebuah acuan di dalam pembuatan kebijakan
pendidikan karakter dan meningkatkan sumber daya manusia sebagai aset negara.
Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat menjadi sumber acuan untuk
melakukan penelitian yang lebih dalam lagi mengenai karakter, khususnya
penelitian dalam bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA

Teori Ekologi Bronfenbrenner

Keluarga adalah tempat pertama anak untuk dididik dan dibesarkan


(Megawangi, 2009). Oleh karenanya, keluarga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak. Anak melakukan interaksi bersama keluarga
serta lingkungan masyarakat di sekelilingnya. Teori yang mendasari penelitian ini
adalah teori ekologi Bronfenbrenner. Teori ekologi mengedepankan faktor
lingkungan, dengan pengaruh sistem lingkungan terhadap perkembangan
(Santrock, 2012). Sistem ini diidentifikasi dalam lima sistem lingkungan, yaitu
mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Hastuti,
2015).
Pertama, lingkungan mikro tempat anak tinggal yaitu keluarga, teman
sebaya, sekolah, dan tetangga. Anak berinteraksi langsung dengan orang tua, guru,
teman seusia, dan orang lain. Di lingkungan ini, anak paling banyak berinteraksi
untuk berkembang membentuk pola dan kebiasaan hidup sehari-hari. Kedua
mesosistem adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan
pengalaman di sekolah, keluarga dan teman sebaya. Ketiga eksosistem terjadi saat
pengalaman dikaitkan dengan lingkungan sosial dan individu tidak memiliki peran
aktif dalam konteks individu itu sendiri. Keempat makrosistem adalah budaya
tempat individu tinggal. Kelima, kronosistem adalah peristiwa lingkungan dan
transisi dari rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris (Santrock, 2012;
Puspitawati, 2012; Hastuti, 2015).

Teori Perkembangan Moral Kohlberg

Kohlberg (1977) berpandangan bahwa pada dasarnya setiap orang


bermoral, yang perkembangannya dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut.
Pra konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu heteronom (anak bersikap egosentris
sehingga mereka beranggapan bahwa perasaannya dapat dimengerti oleh orang
lain. Perilaku moral dihubungkan dengan hukuman, apapun yang dihargai
merupakan perbuatan yang baik, dan apapun yang dihukum merupakan perbuatan
yang buruk) dan individual (kondisi anak mulai paham bahwa orang lain memiliki
kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Perilaku dinilai baik apabila dapat
memenuhi kepentingan individu. Timbal balik merupakan suatu kebutuhan).
Konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu interpersonal comformity
(ekspektasi-ekspetasi antarpribadi timbal balik, keselarasan hubungan dan
antarpribadi. Rasa percaya diri, kasih sayang dan kesetiaan dihargai dan
dipandang sebagai dasar dari penilaian moral. Moral baik menurut anak jika
mereka disukai oleh orang lain) dan law and order (moral dikatakan baik apabila
ditetapkan sesuai hukum (sah dan legal) yang berlaku di masyarakat. Hukum atau
aturan harus dipatuhi, walaupun tidak adil. Hukum atau aturan harus dipatuhi
karena untuk menjaga tatanan sosial di masyarakat).
Pasca konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu kontrak sosial dan hak
individual (validitas hukum harus diubah apabila tidak dapat mempertahankan dan
5

melindungi hak dan nilai dasar dari manusia) dan prinsip-prinsip etika universal
(individu mengembangkan kode moral internal yang berdasarkan nilai-nilai
universal dan hak-hak manusia yang mendahului aturan dan hukum sosial.
Dihadapkan pada konflik antara hukum dan hati nurani, maka nurani yang akan
diikuti walaupun berisiko).

Pola Asuh Disiplin

Secara persuasif orangtua melakukan pengasuhan melalui gaya dan


strategi disiplin (Wilson dan Morgan, 2004). Hoffman (2000) menemukan adanya
pengaruh pengasuhan disiplin orangtua terhadap nilai-nilai pada anak. Orangtua
menghadapi perilaku anak yang tidak dapat diduga setiap harinya terutama ketika
anak sudah berada di lingkungan sosial. Oleh karena itu, orangtua penting
melakukan pendisiplinan kepada anak. Pendisiplinan yang dilakukan orangtua
merupakan interaksi bersama anak yang dilakukan melalui beberapa teknik
disiplin dengan mengasuh dan mengajarkan anak mengenai perilaku. Orangtua
menegakkan aturan ketika anak melakukan kesalahan sehingga cara yang
diberikan harus tepat.
Anak-anak membutuhkan banyak pelatihan dalam menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan moral. Orang tua cukup membutuhkan waktu dalam
memberikan instruksi moral pada anak-anak. Ada tiga teknik utama yang
digunakan oleh orang tua dalam menyampaikan aturan-aturan moral yang
melibatkan emosi (Hoffman 2000), yaitu induktif (penjelasan), power assertion
(penegasan), dan love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal).
Induktif adalah teknik yang dilakukan dengan cara berkomunikasi dan
penalaran yang jelas dalam menetapkan standar anak taat. Strategi ini bentuknya
lebih demokrasi. Secara luas, disiplin induktif adalah penawaran yang diberikan
orangtua dengan alasan mengapa anak perlu mengubah tingkah lakunya. Hoffman
(2000) berpendapat bahwa orientasi induktif adalah dengan cara orangtua
menunjukkan implikasi dari tindakan anak terhadap orang lain, terutama
pentingnya dalam meningkatkan internalisasi nilai-nilai.
Powerassertive (penegasan) adalah teknik yang digunakan secara tegas
dalam mengubah anak ketika anak melakukan kenakalan, meliputi ancaman
secara fisik, kontrol pada anak berupa material yang berupa hukuman,
penghapusan hak istimewa sehingga anak dapat mengubah perilakunya. Cara
disiplin ini biasanya menggunakan fisik, seperti memukul, menendang, mencubit,
menampar, mendorong, dan lainnya.
Love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal) adalah
metode atau cara yang dilakukan dengan mengabaikan, mengisolasi, atau
menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak sehingga anak akan membawa
perubahan perilaku.

Pola Asuh Spiritual

Anak penting untuk diberikan penanaman spiritual oleh orangtua karena


spiritual merupakan kebutuhan yang mendasar bagi individu dalam keyakinannya
6

terhadap Tuhan. Anak akan memiliki landasan yang penting dalam menjalankan
kehidupannya. Dengan demikian, pola asuh spiritual orangtua akan membimbing
dan mengarahkan anak untuk berperilaku baik dalam kondisi dan tempat anak
berada (Hastuti, 2015).
Ada faktor alami dan lingkungan yang mempengaruhi seorang anak
(Megawangi, 2009). Ibu yang kondisinya baik saat mengandung dan setelah
melahirkan akan menghasilkan hormon yang berpengaruh pada otak. Hormon ini
akan menentukan perilaku pengasuhan pada ibu, hormon ini akan memprogram
sistem metabolisme pada anak, yang nantinya akan mempengaruhi anak setelah
dewasa, terutama pada anak perempuan. Melalui sosok seorang ibu, seorang anak
mendapatkan energi baru dalam mengarungi dan mengeksplorasi kehidupannya
(Megawangi, 2014). Secara alami anak telah memiliki kebaikan, apabila kebaikan
itu didorong melalui pola asuh spiritual yang baik, kemungkinan perilaku anak
akan dipengaruhi. Ahli biologi Sheldrake (1987) mengatakan kesadaran kita
terhubung ke bidang kolektif yang disebut bidang morfik. Setiap anggota
kelompok dapat memberikan kontribusi terhadap bidang morfik kolektif sehingga
kesadaran bidang morfik ini dapat diterima oleh setiap individu. Sheldrake (1987)
mempercayai bahwa bidang morfik berisi informasi untuk rencana pembangunan
sebuah organisme hidup.
Sheldrake (1987) mengatakan bahwa semua organisme mempunyai bentuk
resonansi sendiri, sebuah medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme
itu, yang memberinya informasi dan bentuk yang disebut morphogenetic.
Morphogenetic melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat dengan
medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka dengan
akumulasi ingatan pengalaman masa lalu dari spesies tersebut. Tetapi medan ini
menjadi lebih spesifik, membentuk medan di dalam medan, dengan setiap pikiran
bahkan setiap organ tubuh mempunyai resonansi dan sejarah uniknya sendiri,
menstabilkan kehidupan tersebut dengan gambaran dari pengalaman masa
lampau.

Kecerdasan Spiritual

Spiritual asalnya dari bahasa latin spiritus, artinya sesuatu yang dapat
memberikan kehidupan dan vitalitas pada sebuah sistem. Spiritual didefinisikan
sebagai pemberian makna, nilai-nilai, dan berbagai niat yang mendasari apa yang
kita lakukan. Spiritual dapat dipandang sebagai peningkatan yang dimiliki
seseorang tentang kehidupan, dengan melakukan pertanyaan pada diri sendiri,
mengapa kita melakukan dan mencari cara untuk melakukannya sehingga
menjadi lebih baik. Spiritual ini harus dapat menimba makna, nilai, tujuan, dan
motivasi, dan itu semua dapat dijangkau melalui kecerdasan spiritual.
Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, cerdas
menempatkan perilaku pada kehidupan dalam kontek makna yang lebih luas,
kecerdasan dalam menilai bahwa tindakan seseorang akan bermakna
dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spriritual adalah dasar dan fungsi
yang efektif yang diperlukan dalam kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan
emosi (EQ). Kecerdasan spiritual akan memberikan kemampuan dalam
7

membedakan mana perilaku yang baik dan buruk. Kecerdasan spiritual


mengarahkan manusia untuk lebih kreatif dan menyatukan dalam mengatasi
kesenjangan diri dengan yang lainnya.
Tanda-tanda kecerdasan spiritual yang baik menurut Zohar dan Marshall
(2001) sebagai berikut.
a. Kemampuan bersikap fleksibel (beradaptasi spontan dan aktif), dapat
beradaptasi dalam situasi atau keadaan dimana pun berada, dengan tidak
terkungkung pada paradigma yang telah ditetapkan, dengan memahami
paradigma tersebut dengan membuat suatu perubahan.
b. Kemampuan memiliki kesadaran yang tinggi, menyadari masalah itu,
menyadari betapa sedikitnya yang saya ketahui tentang saya, sehingga saya
harus bertekad untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang sederhana dan dapat
meningkatkan komunikasi saya dengan diri saya sendiri.
c. Kemampuan menghadapi dan mengatasi permasalahan, memanfaatkan
spontanitas yang mendalam yang merupakan karunia kecerdasan spiritual
bawaan, sehingga menghadapi secara jujur dengan mengambil tanggung jawab
atas peranan saya di dalamnya.
d. Kemampuan untuk hidup berkualitas memiliki visi dan nilai, visi utama terlihat
nyata dengan mengilhami apa yang dilakukan, sedangkan nilai yang mendalam
adalah menyelamatkan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup, dan
seterusnya.
e. Kemampuan untuk tidak melakukan yang dapat merugikan, kita menyadari diri
kita yang dalam pusat pribadi, yang berakar pada pusat eksistensi itu sendiri,
sehingga seseorang yang spiritualnya cerdas akan mengetahui ketika dia
menyakiti orang lain berarti dia menyakiti dirinya sendiri.
f. Kemampuan menghubungkan setiap bagian dalam mencapai keberhasilan
(holistik).
g. Kemampuan untuk selalu bertanya dalam mendapatkan jawaban yang paling
dasar.
h. Kemampuan independensi terhadap lingkungan sanggup untuk berbeda dan
bertahan dengan keyakinan sendiri, mampu menentang orang banyak,
berpegang pada pendapat yang tidak populer, jika itu memang benar-benar
diyakininya.dapat
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang dapat
dipakai untuk mengambil makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi
sehingga dapat menggunakannya dalam proses berfikir, membuat keputusan dan
segala sesuatu yang patut dilakukan. Kecerdasan spiritual memiliki kemampuan
untuk mengintegrasikan semua kecerdasan baik intelektual dan emosi, sehingga
kecerdasan spiritual mampu menjadikan makhluk yang benar-benar utuh secara
intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan
internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumbernya inti alam semesta sendiri.

Karakter Anak Usia Sekolah Dasar

Orangtua harus mengajarkan nilai-nilai sebagai dasar dalam pembentukan


karakter (Lickona, 2008). Karakter merupakan sebuah gerak dialektis dalam
proses konsolidasi individu yang dinamis sehingga hasilnya karakter kepribadian
8

stabil. Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian yaitu ciri, karakteristik,
atau sifat yang khas dari seseorang yang merupakan bentukan dari lingkungan
yang diterimanya (Koesoema, 2007).

Perasaan Moral
Pengetahuan Moral 1. Hati nurani
1. Kesadaran moral 2. Harga diri
2. Pengetahuan nilai moral 3. Empati
3. Penentuan perspektif 4. Mencintai hal yang
4. Pemikiran moral baik
5. Pengambilan keputusan 5. Kendali diri
6. Pengetahuan pribadi 6. Kerendahan hati

Tindakan Moral
1. Kompeten
2. Keinginan
3. Kebiasaan

Gambar 1
Komponen Karakter Baik Thomas Lickona

Lickona (2012) memberikan pemikiran bahwa karakter memiliki tiga


bagian yang saling berhubungan satu sama lainnya yaitu pengetahuan moral,
perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik adalah mengetahui hal-
hal yang baik, menginginkan hal-hal yang baik, dan melakukan tindakan yang
baik. Ketiga hal tersebut akan mewakili karakter yang kita inginkan sesuai dengan
moral.
Pengetahuan moral, memiliki enam aspek sebagai tujuan pendidikan
karakter, yaitu kesadaran moral, menggunakan pemikiran untuk melihat situasi
yang memerlukan penilaian moral dan memahami informasi dari permasalahan,
mengetahui nilai moral berarti mengetahui sebuah nilai dalam memahami cara
dalam menerapkan nilai dalam berbagai situasi, penentuan perspektif,
kemampuan dan mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi, dengan
membayangkan apa yang harus dilakukan dengan bereaksi, berpikir, dan
merasakan permasalahan, pemikiran moral melibatkan pemikiran moral yang
melibatkan pemahaman apa artinya moral, pengambilan keputusan, mampu
berpikir dalam melakukan tindakan melalui permasalahan moral sehingga ahli
dalam mengambil keputusan, pengetahuan pribadi, mengetahui tentang diri
sendiri adalah jenis pengetahuan moral yang sulit untuk diperoleh sehingga
diperlukannya pengembangan karakter.
Perasaan moral, merupakan sisi emosional dari karakter, terdiri dari hati
nurani memiliki sisi, yaitu kognitif (mengetahui yang benar), emosional
(melakukan yang benar), harga diri, menilai diri dan menghargai diri sendiri,
9

dengan tidak terpengaruh oleh orang lain, empati, identifikasi atau pengalaman
yang seolah-olah dialami oleh diri sendiri dengan masuk dalam diri orang lain,
mencintai hal baik, mengikutsertakan pada sifat yang benar-benar tertarik pada
sesuatu yang baik, kendali diri, menahan diri agar tidak mengikuti apa yang ingin
diri lakukan, kerendahan hati, sisi afektif pengetahuan individu.
Tindakan moral, merupakan hasil dari dua bagian karakter, terdiri dari
kompetensi, kemampuan mengubah penilaian dan perasaan moral dalam tindakan
yang moral yang efektif, keinginan, tindakan untuk melakukan yang baik karena
gerakan energi moral dalam melakukan yang kita pikirkan, kebiasaan,
pengalaman yang diulangi dalam melakukan kebaikan dilakukan secara berulang-
ulang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Nilai-nilai moral menurut Lickona (2012) adalah sebagai berikut. Rasa
hormat yaitu menunjukkan penghargaan terhadap diri orang lain selain diri kita
sendiri. Tiga hal yang menjadi pokoknya adalah menghormati diri sendiri,
menghormati orang lain, dan menghormati apapun bentuk kehidupan dan
lingkungan dengan saling menjaga. Menghormati diri sendiri, yaitu
memperlakukan diri sendiri sebagai manusia yang memiliki nilai sehingga kita
akan menjaga diri untuk tidak dirusak oleh sesuatu yang berbahaya, misalnya
narkoba, merokok, dan lainnya. Menghormati orang lain, yaitu memperlakukan
orang lain dengan baik sebagaimana memperlakukan diri sendiri dengan baik
karena orang lain memiliki hak dan nilai yang tinggi sama dengan diri kita sendiri.
Tanggung jawab merupakan bentuk lanjutan dari penghormatan kita
terhadap orang lain. Memberikan respon kepada orang lain dengan memberikan
perhatian terhadap apa yang orang lain inginkan sehingga ada tanggung jawab
yang positif untuk saling menjaga.Tanggung jawab merupakan sikap saling
membutuhkan dengan tidak mengacuhkan orang lain yang ditimpa kesulitan.
Kejujuran berhubungan dengan manusia agar tidak merugikan orang lain
dengan berbuat kecurangan, penipuan, dan pencurian. Toleransi merupakan sikap
dalam memiliki kesetaraan dan tujuan untuk mereka yang memiliki pemikiran,
ras, dan keyakinan berbeda-beda. Kebijaksanaan merupakan hal-hal yang
dilakukan dalam menghindari sesuatu yang membahayakan diri baik secara fisik
maupun moral.
Disiplin diri membentuk kita untuk tidak merasa puas dengan sesuatu yang
kita dapatkan dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dan bekerja
keras dalam menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan diri
sendiri. Tolong menolong, sikap peduli sesama, kerja sama merupakan hal yang
membantu kita dalam melakukan tanggung jawab yang membimbing kita untuk
berbuat kebaikan dengan hati.
Keberanian merupakan sikap yang membentuk kita untuk menghormati
hak orang lain saat kita berhadapan dalam tekanan yang memaksa untuk
bergabung dengan orang lain dalam ketidakadilan. Sikap ini membentuk kita
untuk bersikap tegas dan positif terhadap orang lain.
Demokratis merupakan nilai yang mendidik kita untuk memahami dan
menghargai nilai-nilai demokrasi.
Manusia memiliki kesadaran hidup sehingga dengan kesadaran yang
dimilikinya akan memudahkan manusia untuk hidup lebih baik dalam berperilaku.
Perilaku akan mengantarkan manusia pada kehidupan berkarakter. Setiap orang
memiliki kesadaran moral dan rasa yang terbentuk dari interaksi yang mereka
10

bawa sejak awal bersama pengalaman dengan keluarganya. Hal ini untuk
membedakan derajatnya dengan orang lain. Moral akan membentuk perilaku
manusia dan membuat penilaian dari perilaku orang lain. Simpati, Tanggung
Jawab, dan Wewenang merupakan perasaan sentimen tentang kemanusiaan, kita
akan merasakan penderitaan yang terjadi. Kita akan merasa bertanggung jawab
akan hal itu. Tapi kita tidak merasakan penderitaan orang lain, kita merasa tidak
bertanggung jawab akan hal yang terjadi. Jika kita menganggap simpati dan
keadilan penting, kita akan berkorban untuk membantu dengan berbuat baik demi
kepentingan yang diperlukan. Simpati dan keadilan dianggap penting, kita akan
selalu berbuat baik, walaupun disakiti (Wilson, 1993).
Keadilan didefinisikan sebagai pembagian sama dalam meminimalkan
konflik, sehingga mendapat keuntungan yang sama. Aturan tentang keadilan
muncul pada sebagian besar dari keinginan mementingkan diri sendiri: untuk
mendapatkan perhatian, mendorong kerjasama, atau menyelesaikan perbedaan
pendapat (Wilson, 1993). Rasa keadilan pada manusia diwujudkan pada tiga
konsep, yaitu ekuitas, orang memiliki kontribusi yang sama terhadap hasil, timbal
balik orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain berhak untuk
mendapatkan kembali, ketidakberpihakan orang menghakimi orang lain harus
dapat adil dan jeli terhadap aturan yang telah disepakati di awal.
Setiap orang berusaha untuk menahan diri dan mengontrol dirinya untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kontrol diri merupakan kemampuan
seseorang secara berhati-hati mengejar kepentingannya sendiri. Pengendalian diri
merupakan permasalahan seseorang yang dihadapkan pada pilihan antara
kesenangan sesaat dan nilai yang didapat dalam jangka panjang. Menjadi saleh
tidaklah cukup bagi seseorang untuk mengontrol diri. Perlunya usaha yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan nilai/kebajikan dalam jangka panjang.
Kontrol diri merupakan moral yang dilakukan sebagai simpati dan keadilan.
Kewajiban adalah sifat untuk menghargai walaupun tanpa imbalan dengan
resiko ketakutan terhadap hukuman. Menjadi orang yang bermoral bukan hanya
dengan menghormati kewajiban tetapi dengan menghormati alasan kepentingan
untuk melakukan hal itu. Motivasi kita untuk menghargai kewajiban dengan
melibatkan sesuatu hal yang benar disebut kesetiaan. Kewajiban merupakan
kesediaan orang untuk menghargai kewajibannya tanpa adanya imbalan sosial
untuk melakukannya. Membantu merupakan suatu kewajiban tanpa melihat latar
belakang yang dibantunya, walaupun yang dibantunya membuat marah. Semua
yang dilakukan berdasarkan hati nurani.
Hati nurani merupakan pemahaman terhadap kewajiban moral, dari sisi
kognitif untuk mengetahui apa yang benar, dan sisi emosional merasa wajib untuk
melakukan apa yang benar
11
3. KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian menggunakan pendekatan teori ekologi Bronfenbrenner (1994),


yaitu anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat
yang membentuk pola kebiasaannya dalam sehari-hari ketika anak berinteraksi
dengan lingkungan di rumah, sekolah, dan teman sebayanya. Aplikasi teori ada
pada pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu kepada anak.
Penelitian ini pun menggunakan pendekatan teori pola asuh disiplin Hoffman,
teori morphic field, teori kecerdasan spiritual Danah dan Zohar untuk melihat
pengaruh keluarga terhadap karakter anak.
Anak berada di dalam lingkungan keluarga yang merupakan kelompok
sosial dan bagian dari lingkungan masyarakat yang mempengaruhi orangtua
dalam melakukan tugas-tugasnya. Hal ini seperti yang digambarkan
Brofenbrenner (1994) bahwa anak mendapatkan pengalaman dan melewati masa
perkembangan melalui interaksi dengan orang dan lingkungan yang ada di
sekitarnya. Karena itu, keluarga memiliki peran penting memberikan pengasuhan
dalam mengajarkan nilai-nilai agar anak berkarakter. Karakter pada anak penting
untuk diteliti terutama pada masa anak usia sekolah dasar karena masa ini anak
sudah memasuki masa sekolah dimana anak akan berinteraksi selain keluarganya
yaitu bersama teman sebayanya (Santrock, 2012). Pada masa ini, tahapan anak
akan menyukai orang lain yang baik kepadanya, dan membenci kepada orang
yang tidak baik kepadanya (Hastuti, 2015).
Sebagai individu, orangtua harus memiliki kecerdasan spiritual karena
dapat menggambarkan kualitas hidup individu. Kecerdasan spiritual akan
membantu manusia menjalani hidup dalam tingkatan makna yang lebih dalam
(Zohar dan Marshall, 2001). Kondisi spiritual yang baik diperlukan dalam
keluarga karena akan mampu membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai
yang baik (Sinaga, 2007 dalam Herawati, 2012). Sebagaimana pada karakteristik
keluarga kecerdasan spiritual berhubungan dengan usia, penelitian menemukan
semakin tinggi usia individu maka kecerdasan spiritualnya akan lebih baik. Tidak
berbeda dengan jenis kelamin yang memiliki hubungan dengan kecerdasan
spiritual (Singh dan Sinha, 2013). Kemampuan keluarga dalam pengasuhan tidak
terlepas dari keadaan ekonomi dan merupakan faktor yang berhubungan dengan
kemampuan spiritual ibu dalam melakukan praktik pengasuhan (Bert, 2011).
Spiritual memiliki hubungan dengan harga diri individu, sehingga orangtua
sebagai individu dengan harga diri akan lebih optimis dalam menghadapi
kehidupan (Tabitha, 2014). Orangtua dengan spiritual yang baik akan
menjalankan agamanya ketika berhubungan dengan perilaku anak (Bert, 2011).
Kecerdasan spiritual yang tinggi berhubungan dengan ciri orangtua yang
mengasuh dengan penuh kasih sayang (Zohar dan Marshall, 2001). Spiritual atau
agama yang orangtua miliki akan mempengaruhi praktik pengasuhan (Syakarani,
2004; Arca, 2007), sehingga pola asuh spiritual itu akan berpengaruh terhadap
nilai-nilai moral pada anak (Iglesias, 2010).
Ada beberapa pola dalam pengasuhan yang menunjukkan pada aspek
tertentu sehingga kebutuhan anak secara fisik dan nonfisik terpenuhi (Hastuti,
2015). Salah satunya adalah pola asuh disiplin, Hoffman membagi pola asuh
disiplin menjadi tiga cara, yaitu induktif (penjelasan), penegasan
(powerassertion), dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal
12
(lovewithdrawl). Pola asuh disiplin ini berhubungan dengan karakter anak
terutama dengan harga diri (Renk et al., 2005). Harga diri merupakan sisi
emosional dari karakter (Lickona, 2013). Karakteristik keluarga yang
berhubungan dengan pola asuh disiplin adalah pendapatan dan pendidikan
(Helpenny et al., 2009). Karakteristik anak yang mempengaruhi pola asuh disiplin
orangtua adalah jenis kelamin (Winskell et al., 2014).
Secara alami seorang anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan, maka
melalui pola asuh spiritual ibu, kecintaan kebaikan itu diharapkan akan terus ada
dan tidak berubah sehingga anak berkarakter. Ibu merupakan energi baru untuk
anak dalam mengarungi kehidupannya (Megawangi, 2009). Sheldrake (1987)
mengatakan bahwa semua organisme memiliki bentuk resonansi sendiri, sebuah
medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme itu, yang memberinya
informasi dan bentuk yang melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat
dengan medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka
dengan akumulasi ingatan pengalaman masa lalu. Karakteristik keluarga yang
berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah pendapatan. Karakteristik anak
yang berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah jenis kelamin.
Dalam pola asuh, ditemukan hubungan antara pola asuh disiplin dengan
perilaku anak (Johnson, 1994; Renk et al., 2005 ; Mc Kinney, 2011; Patrick dan
Gibbs, 2012; Winskell, 2014). Hoffman (2000) dalam penelitiannnya menemukan
bahwa disiplin induktif berhubungan dengan perilaku empati.

Budaya

Kecerdasan Spiritual
Ibu
a. Fleksibel
Pola Asuh Spiritual
b. Kesadaran tinggi
c. Bijaksana a. Tuhan
d. Adaptasi b. Personal
e. Visi dan nilai c. Sosial Karakter Anak
f. Bermanfaat a. Pengetahuan
g. Holistik moral
h. Rasa ingin tahu Pola Asuh Disiplin b. Perasaan
i. Teguh pendirian a. Induktif moral
(penjelasan) c. Tindakan
Karakteristik b. Penegasan moral
keluarga (powerassertion)
a. Pendidikan c. Mengabaikan/
b. Pendapatan menyudutkan
c. Besar Keluarga
d. Usia dengan kata verbal
(lovewithdrawl)
Karakteristik anak
a. Usia
b. Jenis Kelamin

Gambar 2 Kerangka Berpikir Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta
Kecerdasan Spiritual terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
13

4. METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di Kecamatan Pamijahan,


Kabupaten Bogor yang diwakili oleh Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di perdesaan dengan alasan hasil penelitian
terdahulu menemukan bahwa karakter anak di perdesaan memerlukan perhatian
yang lebih. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015.

Prosedur Pemilihan Contoh

Populasi penelitian ini adalah anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas
4 dan 5 yang tinggal bersama kedua orangtuanya di dua desa yang terpilih. Total
populasi berjumlah 357 dari dua desa yang terpilih yaitu 142 di Desa Ciasihan dan
215 di Desa Ciasmara. Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan
proportional random sampling, sehingga didapat 50 sampel di desa Ciasihan, dan
75 sampel di desa Ciasmara, total keseluruhan sampel yakni 125 responden.
Kerangka penarikan contoh pada penelitian disajikan dalam Gambar 5.

Kabupaten Bogor Purposive

Kecamatan Pamijahan Purposive

Desa Ciasihan Desa Ciasmara Purposive

SD Negeri Ciasihan Kelas 4-5 SD Negeri Ciasmara Kelas 4-5 Purposive


N = 142 N = 215

Proportional
50 75 random
sampling
Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian

Cara Pengumpulan Data

Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang
dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in
time) dan merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan
judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Pedesaan Berbasis Family
14

and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc. dan
anggotanya Alfiasari, SP., MSi.
Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapat melalui
wawancara meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh disiplin,
pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter anak. Jenis dan cara
pengumpulan data disajikan lengkap dalam Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data


Jumlah Konsep
Variabel Skala data pertanyaan Instrumen
dan Skala
Karakteristik keluarga
Usia Ayah Rasio
Usia Ibu Rasio
Pendidikan Rasio
Pekerjaan Nominal
Pendapatan Rasio
Jumlah Anggota Keluarga Rasio
Karakteristik anak
Jenis kelamin Nominal
Usia Rasio
Pola Asuh disiplin mengembangkan DDI (The
Induktif 14 butir Dimension of Discipline
Penegasan Ordinal 15 butir Inventory) (Straus, Murray A,
(powerassertion) 2011)
Mengabaikan/menyudutk 12 butir (Skala
an dengan kata verbal likert 1-4)
(lovewithdrawl)
Pola asuh spiritual Ordinal mengembangkan Brief
Tuhan 16 butir Multidimensional Measure of
Personal 27 butir Religiousness/Spirituality
Sosial 9 butir (Skala (Idler, 1999)
likert 1-4)
Kecerdasan Spiritual Ordinal 56 butir(Skala mengembangkan Brief
likert 1-4) Multidimensional Measure of
Religiousness/Spirituality
(Idler, 1999)
Karakter Anak Ordinal 22 butir mengembangkan instrumen dari
Pengetahuan moral 19 butir Values in action Youth oleh
Perasaan moral 16 butir (Skala Peter & Seligman (2004)
Tindakan moral likert 1-4)

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian

Karakteristik keluarga yang diukur meliputi usia ayah dan ibu, lama
pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Usia ayah dan
ibu diukur berdasarkan tahun. Usia ayah dan ibu diukur berdasarkan tahun, lalu
dikelompokkan berdasarkan Santrock (2012) yaitu dewasa awal (20-30an),
dewasa menengah (40an-60), dewasa akhir (>60). Pendidikan orangtua
dikelompokkan menjadi tidak sekolah (0 tahun), tidak tamat SD (0-5 tahun), tamat
SD (6 tahun), tamat SMP (9 tahun), tamat SMA (12 tahun), tamat D1/D2/D3 (13-
15 tahun), tamat S1/S2/S3 (>16 tahun). Pekerjaan orangtua dikelompokkan
15

menjadi tidak bekerja, petani pemilik, petani penyewa, petani penggarap, petani
buruh harian, pegawai swasta, pedagang, buruh, dan lainnya. Pendapatan keluarga
dikelompokkan menjadi miskin (< Rp 271 970) dan tidak miskin (> Rp 271 970).
Besar keluarga dikelompokkan menjadi kecil (< 4), sedang (5-7), dan besar (>7).
Karakteristik anak yang diukur meliputi jenis kelamin dan usia anak.
Realibilitas kuesioner sebagai berikut.
1. Pola asuh disiplin sebagai berikut.
a. Dimensi induktif dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,849,
b. Dimensi penegasan (powerassertion) dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,796,
c. Dimensi mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl)
dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,790.
2. Pola asuh spiritual dengan nilai Cronbach’s alpha 0,961,
a. Tuhan dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,943
b. Personal dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,910
c. Sosial dengan nilai Cronbachs’s alpha 0, 744
3. Kecerdasan spiritual dengan nilai Cronbach’s alpha 0,950,
4. Karakter anak sebagai berikut.
a. Pengetahuan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,930
b. Perasaan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,904
c. Tindakan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,866

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan yaitu editing,


coding, entering, dan cleaning. Editing dilakukan dengan meneliti kelengkapan,
pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan dari jawaban, konsistensi dari jawaban
yang satu dengan lainnya, kerelevansian jawaban, serta keragaman dari data.
Coding dilakukan dengan menyusun kode sebagai panduan dalam memasukkan
dan mengolah data. Data dientry dan dicleaning, lalu data dianalisis secara
deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif mencakup nilai rata-rata, nilai
maksimum dan minimum pada data kuantitatif.
Penskoran dibuat secara konsisten, lalu skor yang telah diperoleh diindeks
terlebih dahulu. Indeks indikator adalah mentransformasikan nilai skor variabel ke
dalam interval 0–80 agar nilai skor tersebut mudah diinterpretasikan. Variabel
yang nilai skornya ditransformasikan kedalam indeks adalah : skor pola asuh
disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual dan karakter anak. Rumus indeks
indikator sebagai berikut :

Indeks Indikator = skor yang diperoleh - skor minimum x 100%


Skor maksimal-skor minimum

Analisis inferensia digunakan dalam menjawab tujuan penelitian sebagai


berikut.
1. Uji beda T-test. Uji beda T-test digunakan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan antara pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual,
dan karakter anak menurut jenis kelamin anak.
16

2. Uji Korelasi. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan pola asuh
disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual dengan karakter anak.
3. Uji regresi. Uji regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh pola asuh
disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual terhadap karakter anak.

Y = c + β 1X1 + β 2X2 + β 3X3 + ........................+ β 11X13 + e

Keterangan :
Y = Karakter anak
C = Konstanta
X1 = Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan),
X2 = Usia anak (tahun),
X3 = Usia Ayah (tahun),
X4 = Usia Ibu (tahun),
X5 = Lama pendidikan Ibu (tahun),
X6 = Lama pendidikan Ayah (tahun),
X7 = Jumlah anggota keluarga (orang),
X8 = Pendapatan perkapita keluarga (rupiah/bulan),
X9 = Pola asuh disiplin induktif (Skor)
X10 = Pola asuh disiplin powerassertive (Skor)
X11 = Pola asuh disiplin lovewithdrawl (Skor)
X12 = pola asuh spiritual (Skor)
X13 = kecerdasan spiritual (Skor)
β1-13 = Koefisien regresi
E = error.

Definisi Operasional

Karakteristik keluarga adalah keadaan atau ciri dari keluarga berdasarkan usia
orang tua (ayah dan ibu), pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, dan
pendapatan keluarga.
Karakteristik anak adalah keadaan atau ciri yang melekat pada anak dilihat dari
usia dan jenis kelamin
Pola asuh disiplin adalah metode yang dilakukan ibu dalam untuk membentuk
ketaatan, kepatuhan, melalui cara induktif, penegasan, atau pemberian
konsekuensi
Penjelasan (Inductive) adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengubah
perilaku anak sesuai moral dengan penggunaan komunikasi dan penalaran
yang jelas dalam menetapkan standar ketaatan anak
Penegasan (powerassertion)adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengubah
perilaku anak dengan menggunakan ancaman seperti memukul, mencubit,
dan lainnya.
Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) cara yang
dilakukan ibu dalam mengubah perilaku anak dengan mengabaikan,
mengisolasi, atau menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak untuk
membawa perubahan perilaku anak.
Pola asuh spiritual adalah bimbingan spiritual yang diajarkan Ibu terhadap anak
dalam menghadapi setiap keadaan dalam kehidupan sehari-hari
17

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan ibu dalam memahami makna dan nilai
dalam kehidupan keluarga, sehingga ibu dapat keluar dari permasalahan yang
dihadapinya, kecerdasan spiritual ibu dilihat dari kemampuannya bersikap
fleksibel, kesadaran tinggi, bijaksana, adaptasi, visi dan nilai, bermanfaat,
holistik, rasa ingin tahu, dan teguh pendirian.
Fleksibel adalah tidak takut pada sesuatu yang baru dengan berusaha
memahami keadaan lingkungan yang berbeda dari biasanya.
Kesadaran tinggi adalah menyadari apa yang terjadi dengan keadaan tanpa
mengeluh atau menjadi lemah.
Bijaksana adalah mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
Adaptasi adalah mampu menghadapi dan melampaui rasa sakit.
Visi dan nilai adalah menyelamatkan kehidupan, menigkatkan kualitas
kehidupan, memperbaiki taraf kesehatan, pendidikan, komunikasi,
memenuhi dasar manusia, melestarikan alam, memulihkan kesadaran,
dan kebanggaan untuk membantu.
Bermanfaat adalah enggan untuk melakukan kerugian
Holistik adalah melihat keterkaitan dengan berbagai hal
Rasa ingin tahu adalah untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar
Teguh pendirian adalah memiliki pendirian pada sesuatu yang dianggap
benar oleh diri sendiri walaupun banyak yang menantang.
Karakter adalah perilaku anak tentang moral baik
Pengetahuan moral adalah pemahaman anak dalam mengetahui moral yang
baik,
Perasaan moral adalah emosi anak dalam memiliki hati untuk merasakan
moral
Tindakan moral adalah anak melakukan moral baik setelah mengetahui dan
merasakan moral baik.
18

5. KARAKTERISTIK KELUARGA DAN ANAK

Karakteristik Keluarga

Usia Orangtua
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar usia ayah (64,0%)
berusia pada dewasa menengah (40-59 tahun) dengan rata-rata usia ayah secara
keseluruhan 44,02 tahun. Penelitian menemukan bahwa usia ibu sebagian besar
(56%) berusia pada dewasa awal (< 39 tahun) dengan rata-rata usia ibu secara
keseluruhan 37,81 tahun (Tabel 1).

Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia orangtua


Ayah Ibu
Usia
„n % n %
Dewasa awal (< 39 tahun) 38 30,4 70 56,0
Dewasa menengah (40-59 80 64,0 55 44,0
tahun)
Dewasa akhir (> 60 tahun) 7 5,6 0 0
Total 125 100 125 100
Min-Maks (tahun) 27-70 23-55
Rata-rata+standardeviasi 44,02+8,97 37,81+7,60

Besar Keluarga
Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga dari responden
termasuk ayah dan ibu. Hasil menemukan sebagian besar keluarga contoh (54,4%)
merupakan keluarga sedang (5-7 orang) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga
contoh adalah lima orang (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga


Besar Keluarga Jumlah Persentase %
Kecil (< 4 orang) 46 36,8
Sedang (5-7 orang) 68 54,4
Besar (>7 orang) 11 8,8
Total 125 100
Min-Maks (orang) 1-10
Rata-rata+standardeviasi 5,18+1,38

Pendidikan Orangtua
Orangtua responden memiliki latar belakang pendidikan yang beragam.
Hasil menemukan hampir dari sebagian contoh pendidikan ayah (4,0%) tidak
sekolah, (27,2%) tidak tamat SD, (48,0%) tamat SD, (14,4%) tamat SMP, (5,6%)
tamat SMA, dan (0,8%) tamat diploma. Hasil menemukan hampir dari sebagian
contoh pendidikan Ibu (4,0%) tidak sekolah, (35,2%) tidak tamat SD, (46,4%)
tamat SD, (12,0%) tamat SMP, (1,6%) tamat SMA, dan (0,8%) tamat diploma.
19

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orangtua


Ayah Ibu
Pendidikan
„n % n %
Tidak sekolah 5 4,0 5 4,0
Tidak tamat SD 34 27,2 44 35,2
Tamat SD 60 48,0 58 46,4
Tamat SMP 18 14,4 15 12,0
Tamat SMA 7 5,6 2 1,6
Tamat D1/D2/D3 1 0,8 1 0,8
Tamat S1/S2/S3 0 0 0 0
Total 125 100 125 100
Min-Maks (tahun) 0-16 0-16
Rata-rata+standardeviasi 6,14+2,70 6,00+2,28

Pekerjaan Orangtua
Pekerjaan orangtua responden beragam, hasil menemukan lebih dari
seperempat pekerjaan ayah (38,4%) adalah pedagang, kurang dari seperempat
pekerjaan ayah sebagai petani (19,2%) dan lebih dari seperempat perkerjaan ayah
adalah buruh (26,4). Berbeda dengan pekerjaan ibu, lebih dari setengah (55,2%)
menjadi ibu rumah tangga, ibu sebagai petani (10,4%) dan ibu yang melakukan
pekerjaan lainnya (24,8%) (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua


Ayah Ibu
Jenis pekerjaan
„n % n %
Tidak bekerja 1 0,8 69 55,2
Petani 24 19,2 13 10,4
Pegawai swasta 6 4,8 0 0
Pedagang 48 38,4 10 8,0
Buruh 33 26,4 2 1,6
Lainnya (pembantu, ojek 13 10,4 31 24,8
dll.)
Total 125 100 125 100

Pendapatan
Pendapatan memiliki pengaruh dalam keluarga (Brooks, 2001), yaitu ikut
menentukan keputusan bagi keluarga dalam memberikan kebutuhan anak baik
secara fisik maupun non fisik. Penelitian ini menemukan rata-rata pendapatan
keluarga secara keseluruhan adalah Rp 562 777,00. Hasil penelitian menemukan
lebih dari separuh keluarga (72,0%) berada pada kategori tidak miskin. Hal
tersebut dilihat dari Garis Kemiskinan Kabupaten Bogor (2013), yaitu berada pada
rentang lebih dari Rp 271 970 (Tabel 5).
20

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita


Pendapatan Perkapita Jumlah Persentase %
Miskin (< Rp 271 970) 35 28,0
Tidak Miskin (> Rp 271 970) 90 72,0
Total 125 100
Min-Maks (tahun) 50000-6000000
Rata-rata+standardeviasi 562 777+670 952

Karakteristik Anak

Jenis kelamin
Jenis kelamin anak merupakan faktor yang dapat mempengaruhi orangtua
dalam bersikap saat mengasuh anak. Hasil penelitian menemukan lebih dari
separuh anak (56%) berjenis kelamin laki-laki dan lebih dari seperempat anak
(44%) berjenis kelamin perempuan.

Usia Anak
Setiap anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda dan usia adalah
salah satu faktor yang dapat mengetahui tahap perkembangan dari seseorang.
Hasil penelitian menemukan bahwa rentang usia anak laki-laki berkisar antara 10
sampai 15 dengan rata-rata adalah 11,24 tahun. Usia anak perempuan berkisar
antara 9 sampai 12 tahun dengan rata-rata adalah 10,73 tahun. Persentase usia
anak laki-laki yang terbesar adalah (44,3%) 11 tahun dan anak perempuan yang
terbesar (49,1%) adalah 11 tahun (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran contoh usia anak


Laki-laki Perempuan
Usia
„n % n %
9 0 0 13 5,5
10 15 21,4 17 30,9
11 31 44,3 27 49,1
12 18 25,7 8 14,5
13 5 7,1 0 0
15 1 1,4 0 0
Total 70 100 55 100
Min-Maks (tahun) 10-15 9-12
Rata-rata+standardeviasi 11,24+0,970 10,73+0,781

Urutan Anak
Anak laki-laki yang dijadikan contoh adalah anak pada urutan 1 sampai 10
dan anak perempuan yang dijadikan contoh adalah anak pada urutan 1 sampai 7 di
dalam keluarganya. Lebih dari seperempat anak laki-laki (27,1%) merupakan anak
urutan pertama dan lebih dari seperempat anak perempuan (34,5%) menempati
urutan kedua dalam urutan kelahiran di keluarganya (Tabel 7). Hasil uji beda
menunjukkan tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan.
21

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga


Laki-laki Perempuan
Usia
„n % n %
1 19 27,1 10 18,2
2 15 21,4 19 34,5
3 9 12,9 10 18,2
4 11 15,7 5 9,1
5 4 5,7 7 12,7
6 6 8,6 3 5,5
7 4 5,7 1 1,8
8 1 1,4 0 0
10 1 1,4 0 0
Total 70 100 55 100
Min-Maks (tahun) 1-10 1-7
Rata-rata+standardeviasi 3,17+2,113 2,87+1,576
p- value 0,384
22
6. ARTIKEL 1

PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN POLA ASUH SPIRITUAL IBU


TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR
(The Effect of Mother’s Parenting Pattern of Discipline and Spiritual on
Character of Primary School Age Children)

Rety Puspitasari, Dwi Hastuti, Tin Herawati

Abstrak

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan


pola asuh spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar. Desain
menggunakan cross sectional, lokasi penelitian dipilih purposive di Kecamatan
Pamijahan, Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kabupaten Bogor. Anak dipilih secara
proportional random sampling, 50 anak dari Desa Ciasihan dan 75 anak dari Desa
Ciasmara. Data dikumpulkan melalui wawancara. Tidak ada perbedaan nyata pola
asuh disiplin dan spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Karakter
anak dan pola asuh disiplin penegasan (powerassertion) terdapat perbedaan nyata
antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pola asuh disiplin memiliki nilai rata-
rata rendah dan pola asuh spiritual memiliki nilai rata-rata sedang. Hasil
menemukan lama pendidikan ibu, pola asuh disiplin induktif, dan pola asuh
spiritual pada dimensi Tuhan berhubungan positif signifikan dengan karakter,
sedangkan pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal
berhubungan negatif signifikan dengan karakter anak. Faktor yang berpengaruh
positif signifikan terhadap karakter anak adalah pendapatan perkapita, jenis
kelamin, pola asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual.

Kata kunci : disiplin, spiritual, induktif, penegasan, lovewithdrawl, anak usia


sekolah dasar

Abstract

This study aimed to analyze The effect of Mother’s Parenting Pattern of


Discipline and Spiritual toward Character of Primary School Age Children. This
study was conducted in Ciasmara and Ciasihan villages. Samples were selected
by proportional random sampling method, 50 children from Ciasihan and 75 from
Ciasmara were used in the study. Data was collected through interviews with
questionnaire as the tools. There were not significant differences of the parenting
pattern of discipline and spiritual between boys and girls. There were significant
differences of the parenting pattern of discipline powerassertion and character
between boys and girls. Parenting pattern of discipline inductive were low and
pattern of spiritual were middle. Results found that high maternal education,
parenting pattern of discipline inductive and spiritual of god has a positive
correlation with the character of children, and parenting of discipline
23

lovewithdrawl has a negative correlation with the character of children. Results


of multiple linear regression analysis found that family income, the child gender,
parenting pattern of discipline inductive, parenting pattern of spiritual were
positively affection child’s character.

Keyword : discipline, spiritual, induktive, powerassertion, lovewithdrawl, school


age children

PENDAHULUAN

Salah satu tahap perkembangan yang akan dilewati oleh manusia yaitu
tahap anak usia sekolah dasar, tahap anak berkumpul dan berkelompok dengan
teman. Anak ingin diterima oleh teman sebayanya sebagai anggota dengan
menyesuaikan diri dan standar yang dimiliki oleh kelompoknya, sehingga
hubungan timbal balik menjadi penting dalam hubungan pertemanan. Hubungan
pertemanan akan positif maupun negatif, semua bergantung pada pengalaman
anak selama pengasuhan orangtuanya. Sebagaimana Sangawi et al. (2015)
mengemukakan pengasuhan anak yang negatif bersama orangtuanya akan
menyebabkan perilaku anak bermasalah. Perilaku dapat dilihat ketika anak
mendapatkan tekanan dari teman, sebagaimana Karina et al. (2013) mengatakan
pengaruh dan tekanan negatif dari teman sebaya menyebabkan anak semakin
rentan terlibat dalam perilaku negatif contohnya bullying. Kasus yang dilakukan
anak usia sekolah dasar di Indonesia sudah cukup memprihatinkan. Data KPAI
tahun 2011-2015 melaporkan ada 15.857 kasus anak yang di antaranya adalah
kasus anak usia sekolah dasar sebagai pelaku.
Tantangan terbesar orangtua dalam mengasuh anak adalah mempersiapkan
anak ketika masuk dalam lingkungan sosial. Berdasarkan pada teori ekologi,
keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang menjadi tempat anak untuk
berkembang membentuk pola dan kebiasaan (Santrock, 2012). Oleh karena itu,
pentingnya orangtua memberikan nilai-nilai moral pada anak melalui pola asuh
disiplin. Hoffman (2000) menyatakan bahwa orang tua berusaha secara persuasif
melakukan pengasuhan melalui gaya disiplin dengan mengeksplorasi pengaruh
pengasuhan disiplin tentang nilai-nilai pada anak. Disiplin sering muncul ketika
anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar moral
yang berlaku sehingga orang tua berulang kali menggunakan cara tertentu dari
disiplin yang membantu anak dalam mengembangkan emosi mereka (misalnya,
empati) yang diperlukan dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain
dalam berperilaku moral. Penerapan metode disiplin yang tepat oleh orangtua
akan memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan moral dan terhindar
dari perilaku negatif (Patrick dan Gibbs, 2007).
Spiritual merupakan pengalaman individu yang melibatkan pencarian
dalam menemukan tujuan, makna, kekuasaan, dan hubungan yang lebih besar
daripada diri, sumber transenden, atau alam semesta (Iglesias, 2010). Menurut
teori morphic field, perilaku berasal dari resonansi medan morphic yang dibentuk
secara terus-menerus dan menjadi pola kebiasaan dan pola kebiasaan itu akan
membentuk karakter (Sheldrake, 1987). Orangtua memberikan kasih sayang dan
kehangatan secara terus menerus dengan spiritual yang dimilikinya, sehingga anak
24

dapat merasakan spiritual tersebut. Spiritual akan menjadi pola atau kebiasaan
bagi anak sehingga menjadi karakter. Anak yang memiliki spiritual tinggi
memungkinkan tidak akan berperilaku negatif (Wijayanati dan Uyun, 2010).
Lickona (2001) mengatakan karakter mengalami pertumbuhan yang
membuat suatu nilai menjadi budi pekerti, sebuah watak batin yang digunakan
dalam merespon situasi melalui cara dengan penuh moral. Karakter merujuk pada
aspek-aspek kepribadian yang dipelajari melalui pengalaman, pelatihan, atau
proses sosialisasi. Karakter merupakan hal-hal yang dilakukan seseorang dalam
belajar bagaimana harus bersikap dalam situasi sosial atau interpersonal yang
membentuk perilaku berdasarkan pada kebutuhan untuk dilihat dengan cara yang
positif, seperti moral atau berbudi luhur, tapi bagian lain berkaitan dengan
bagaimana orang ingin melihat dan merasakan tentang mereka (Miller, 2005).
Nilai-nilai baik yang dimiliki individu akan menunjukkan perilaku berkarakter
(Lickona, 2001).
Hasil studi menunjukkan bahwa pola asuh disiplin berhubungan dengan
karakter anak. Penelitian di Amerika terhadap 116 siswa perempuan melalui
persepsi menunjukkan bahwa orangtua menggunakan strategi dalam memperbaiki
perilaku anak. Pengasuhan disiplin ibu yang melibatkan penegasan berhubungan
dengan depresi, kecemasan, dan harga diri anak (Renk et al., 2005). Anak
mempersepsikan orangtua melakukan disiplin penegasan mempunyai karakter
yang rendah. Penelitian ini menarik untuk diteliti lebih lanjut apakah pola asuh
disiplin dengan dimensi lainnya dapat berhubungan dan berpengaruh dengan
karakter.
Orangtua memainkan peran secara harmonis dan holistik untuk anak
(Runcan dan Goian, 2014). Sebagaimana hasil studi di Amerika menunjukkan
salah satu peran orangtua adalah praktik pengasuhan spiritual orangtua yang
berpengaruh pada anak dalam memahami nilai-nilai (Iglesias, 2010).

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan 1) menganalisis perbedaan pola asuh disiplin, pola


asuh spiritual dan karakter antara anak laki-laki dan anak perempuan, 2)
menganalisis hubungan karakteristik keluarga, pola asuh disiplin dan pola asuh
spiritual dengan karakter anak usia sekolah dasar, 3) menganalisis pengaruh
karakteristik keluarga, pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual terhadap karakter
anak usia sekolah dasar.

METODE

Penelitian ini menggunakan desain Cross sectional Study dengan metode


wawancara. Lokasi penelitian adalah di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat yang merupakan
bagian dari penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model
Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School
Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir Dwi Hastuti, MSc. dan anggotanya
25

Alfiasari, SP., MSi. Penentuan lokasi dipilih secara purposive. Pengambilan data
dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2015.
Populasi penelitian adalah anak usia sekolah dasar kelas 4 dan 5.
Pengambilan contoh diacak secara proportional random sampling. Hasil acak
adalah 50 anak Desa Ciasihan, 75 anak Desa Ciasmara, yang selanjutnya terpilih
menjadi responden.
Data penelitian terdiri dari karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola
asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan karakter anak. Karakteristik keluarga terdiri
atas usia orangtua (ayah dan ibu), lama pendidikan orangtua (ayah dan ibu),
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga. Kesejahteraan keluarga diukur
dengan garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu Rp 271 970
perkapita/bulan. Karakteristik anak terdiri atas jenis kelamin dan usia anak.
Pola asuh disiplin diukur dengan mengembangkan instrumen DDI (The
Dimension of Discipline Inventory) (Straus, 2011). Alat ukur pola asuh disiplin
telah diuji dengan nilai reliabilitas dengan koefisien Cronbach’s alpha yang
memadai (induktif, α =0,849; penegasan (powerassertion), α =0,796;
mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl), α =0,790). Pola
asuh disiplin ibu berdasarkan atas jawaban responden dari 41 pernyataan (induktif
= 14 pernyataan, penegasan = 15 pernyataan, dan pemberian konsekuensi = 12
pernyataan) dengan pilihan jawaban tiap pertanyaan dengan menggunakan skala
Likert mulai 1 hingga 4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan
4=selalu).
Pola asuh spiritual diukur dengan mengembangkan instrumen Brief
Multidimensional Measure of Religiousness/ Spirituality (Idler, 1999). Alat ukur
pola asuh spiritual telah diuji dengan nilai reliabilitas dengan koefisien
Cronbach’s alpha yang memadai (Tuhan α=0,943, personal α=0,910, sosial
α=0,744). Pola asuh spiritual menggunakan skala Likert mulai 1 hingga 4 (1=
tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Pernyataan untuk pola
asuh spiritual terdiri dari 52 pernyataan (Tuhan = 16 pernyataan, personal = 27
pernyataan, sosial = 9 pernyataan).
Karakter anak diukur dengan mengembangkan instrumen Values in action
Youth dari Peterson dan Seligmen (2004). Alat ukur karakter telah diuji dengan
nilai reliabilitas dengan koefisien Cronbach’s alpha yang memadai (pengetahuan
moral α=0,930, perasaan moral α=0,904, tindakan moral α=0,866). Karakter anak
berdasarkan atas jawaban responden dari 57 pernyataan (pengetahuan moral 22
pernyataan, perasaan moral 19 pernyataan, tindakan moral 16 pernyataan) dengan
pilihan jawaban tiap pernyataan dengan menggunakan skala Likert mulai 1 hingga
4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Data diolah
dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Data
dianalisis secara statistik dekriptif, uji beda, uji korelasi, dan uji regresi linier
berganda.
26

HASIL

Pola Asuh Disiplin

Pola asuh disiplin adalah cara atau metode yang dilakukan orangtua dalam
menurunkan perilaku yang tidak pantas dalam memenuhi keinginan anak (Locke
& Prinz, 2002). Lebih dari separuh anak laki-laki (64,3%) dan anak perempuan
(61,8%) menerima pola asuh disiplin induktif dalam kategori rendah dan hasil
menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pola asuh disiplin induktif antara
anak laki-laki dan anak perempuan. Hampir seluruh anak laki-laki (95,7%) dan
seluruh anak perempuan (100%) menerima pola asuh disiplin penegasan
(powerassertion) dalam kategori rendah. Hasil uji beda menunjukkan terdapat
perbedaan nyata pada pola asuh disiplin penegasan antara anak laki-laki dengan
anak perempuan. Seluruh anak laki-laki (100%) dan anak perempuan (100%),
menerima pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal
dalam kategori rendah. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan
nyata pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal ibu antara
anak laki-laki dengan anak perempuan. Keseluruhan pola asuh disiplin yang ibu
berikan kepada anak laki-laki (100%) dan anak perempuan (100%) pada kategori
rendah (Tabel 1).
Penelitian ini menemukan nilai rata-rata pola asuh disiplin induktif ibu
pada anak perempuan (59,64) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (54,10). Nilai
rata-rata pola asuh disiplin penegasan (powerassertion) ibu pada anak perempuan
(16,45) lebih rendah dibandingkan anak laki-laki (22,6). Nilai rata-rata pola asuh
disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal ibu pada anak perempuan
(17,56) lebih rendah dibandingkan anak laki-laki (17,73) (Tabel 1). Keseluruhan
dimensi pola asuh disiplin ibu menunjukkan bahwa nilai rata-rata masih rendah.

Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata, standar deviasi, dan
koefisien uji beda variabel pola asuh disiplin
Anak Laki-laki Anak Perempuan
Kategori Rata-rata+ Ratarata+ P value
(%) (%)
Standar deviasi Standar deviasi
Induktif
Rendah (indeks< 60) 64,3 61,8
54,10+20,26 59,64+20,05 0,130
Sedang (indeks 60-80) 24,3 14,5
Tinggi (indeks >80) 11,4 23,6
Total 100 100
Penegasan (powerassertion)
Rendah (indeks< 60) 95,7 100
22,6+14.6 16,45+10.83 0,010*
Sedang (indeks 60-80) 4,3 0
Tinggi (indeks >80) 0 0
Total 100 100
Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl)
Rendah (indeks< 60) 100 100
17,73+4,67 17,56+5,17 0,852
Sedang (indeks 60-80) 0 0
Tinggi (indeks >80) 0 0
Total 100 100
27
Lanjutan Tabel
Anak Laki-laki Anak Perempuan
Kategori Rata-rata+ Ratarata+ P value
(%) (%)
Standar deviasi Standar deviasi
Pola asuh disiplin
Rendah (indeks< 60) 100 94,5
29,31+9,07 30,89+12,46 0,415
Sedang (indeks 60-80) 0 5,5
Tinggi (indeks >80) 0 0
Total 100 100
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata pola asuh disiplin yang ibu
berikan kepada anak perempuan (30,89) lebih baik dibandingkan anak laki-laki
(29,31) (Gambar 1).

Gambar 1 Nilai rata-rata pola asuh disiplin ibu antara anak laki-laki dan anak
perempuan

31,5
30,89
31
30,5
30
29,5 29,31
29
28,5
anak laki-laki anak perempuan

Pola Asuh Spiritual

Hasil menunjukkan lebih dari separuh anak laki-laki (54,3%) dan anak
perempuan (56,4%) menerima pola asuh spiritual dalam kategori sedang (Tabel
2). Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pola
asuh spiritual yang diberikan pada anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil
menunjukkan pola asuh spiritual ibu dalam keterkaitan dengan Tuhan pada anak
laki-laki (45,7%) dalam kategori tinggi dan anak perempuan (54,5%) dalam
kategori sedang. Pola asuh spiritual yang keterkaitannya dengan personal (diri)
pada anak laki-laki (45,7%) dan anak perempuan (50,9%) dalam kategori sedang.
Pola asuh spiritual yang keterkaitannya dengan sosial pada anak laki-laki (38,6%)
dalam kategori rendah dan anak perempuan (49,1%) dalam kategori sedang.
28

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi,
dan koefisien uji beda variabel pola asuh spiritual antara anak laki-laki
dan anak perempuan
Kategori Anak Rata- Anak Rata- P value
Laki-laki rata+Standar Perempuan rata+Standar
(%) deviasi (%) deviasi
Tuhan
Rendah (indeks< 60) 11,4 5,5
78,04 76,42
Sedang (indeks60-80) 42,9 54, 5 0,591
+ 16,89 + 16,56
Tinggi (indeks >80) 45,7 40,0
Personal
Rendah (indeks< 60) 28,6 32,7
67,57 64,98
Sedang (indeks60-80) 45,7 50,9 0,293
+14,41 + 12,51
Tinggi (indeks >80) 25,7 16,4
Sosial
Rendah (indeks< 60) 38,6 41,8
67,00 62,15
Sedang (indeks60-80) 35,7 49,1 0,067
+15,81 + 12,84
Tinggi (indeks >80) 25,7 9,1
Pola asuh spiritual
Rendah (indeks< 60) 15,7 20,0
70,73 68,02
Sedang (indeks60-80) 54,3 56,4 0,279
+14,68 + 12,65
Tinggi (indeks >80) 30 23,6
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata pola asuh spiritual mengenai
eksistensinya kepada Tuhan, kepercayaan atau mencintai Tuhan, dan
kepatuhannya kepada Tuhan yang ibu berikan kepada anak laki-laki (78,04) lebih
baik dibandingkan anak perempuan (76,42). Nilai rata-rata pola asuh spiritual
personal mengenai kesabaran diri, menghargai, dan sikap baik/amanah dalam diri
yang ibu berikan pada anak laki-laki (65,57) lebih baik dibandingkan anak
perempuan (64,98). Nilai rata-rata pola asuh spiritual sosial mengenai
persahabatan yang ibu berikan pada anak laki-laki (67,00) lebih baik
dibandingkan anak perempuan (62,15) (Gambar 2). Keseluruhan dimensi pola
asuh spiritual yang ibu berikan menunjukkan bahwa nilai rata-rata sedang.

Gambar 2 Nilai rata-rata pola asuh spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak
perempuan

100
78,04 76,42
80 65,57 67 64,98
62,15
60 Tuhan

40 Personal
Sosial
20

0
anak laki-laki anak perempuan
29

Karakter

Hasil menunjukkan lebih dari seperempat pengetahuan moral anak laki-


laki (45,7%) dan anak perempuan (56,4%) dalam kategori tinggi. Hasil uji beda
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pengetahuan moral
antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Hasil menunjukkan lebih dari
separuh anak laki-laki (52,9%) memiliki perasaan moral dalam kategori sedang
dan lebih dari seperempat anak perempuan (45,5%) memiliki perasaan moral
dalam kategori tinggi. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (p>0.05) perasaan moral antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Hasil menunjukkan lebih dari seperempat anak laki-laki (37,1%) dan anak
perempuan (45,5%) memiliki tindakan moral dalam kategori sedang. Hasil uji
beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan tindakan moral antara anak
laki-laki dan anak perempuan. Secara keseluruhan nilai rata-rata karakter anak
perempuan (76,95) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (71,09) (Tabel 3). Hasil
pun menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan karakter anak laki-laki
dengan anak perempuan.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi,
dan koefisien uji beda variabel karakter antara anak laki-laki dan anak
perempuan
Anak Laki-laki Anak Perempuan
Kategori Rata- Rata- P value
(%) rata+Standar (%) rata+Standar
deviasi deviasi
Pengetahuan moral
Rendah (indeks< 80) 17,1 7,3
Sedang (60- 80) 37,1 73,36+19,12 36,4 80,04+12,48 0,027*
Tinggi (indeks >80) 45,7 56,4
Total 100 100
Perasaan moral
Rendah (indeks< 80) 17,1 10,9
Sedang (60- 80) 52,9 71,11+16,76 43,6 75,33+14,89 0,499
Tinggi (indeks >80) 30, 0 45,5
Total 100 100
Tindakan moral
Rendah (indeks< 80) 31,4 14,5
Sedang (60- 80) 37,1 68,17+19,43 45,5 74,53+14,99 0,048*
Tinggi (indeks >80) 31,4 40,0
Total 100 100
Karakter
Rendah (indeks< 80) 24,3 7,3
Sedang (60- 80) 45,7 71,09+13,153 45,5 76,95+13,15 0,013*
Tinggi (indeks >80) 30,0 47,3
Total 100 100
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
30

Hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh


disiplin, dan pola asuh spiritual dengan Karakter Anak

Analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif


signifikan antara lama pendidikan ibu (r= 0,260, p<0,05) dengan karakter anak
(laki-laki). Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan Ibu, maka karakter anak akan
semakin baik. Analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif
signifikan antara pendapatan perkapita (r= 0,285, p<0,05) dengan karakter anak
perempuan. Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan, maka karakter anak
(perempuan) akan semakin baik. Hasil menunjukkan tidak adanya hubungan
antara, usia ayah, usia ibu, lama pendidikan ayah, jumlah anggota keluarga, dan
usia anak dengan karakter anak. Sementara itu, pola asuh disiplin induktif
menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan (r= 0,357, p<0,01) dengan
karakter anak laki-laki dan (r= 0,298, p<0,05) karakter anak perempuan. Hal ini
berarti semakin tinggi ibu menggunakan pola asuh disiplin induktif, maka karakter
anak akan semakin baik. Pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan
kata verbal menunjukkan adanya hubungan negatif signifikan (r = -0,285, p<0,05)
dengan karakter anak laki-laki. Hal ini berarti semakin ibu menggunakan pola
asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal, maka karakter anak
akan semakin rendah. Analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan positif
signifikan antara pola asuh spiritual ibu mengenai hubungan ketuhanan dengan
karakter anak laki-laki (r = 0,251, p<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi ibu
memberikan pola asuh spiritual tentang ketuhanan kepada anak, maka karakter
anak akan semakin baik (Tabel 4).

Tabel 4 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin, dan
pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter
Karakter
Karakteristik Anak Anak
Laki-laki Perempuan
Karakteristik keluarga
Usia Ayah (tahun) -0,111 -0,008
Usia Ibu (tahun) -0,143 -0,066
Lama pendidikan Ayah (tahun) 0,016 0,027
Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,260* -0,120
Jumlah anggota keluarga 0,026 -0,013
Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0,040 0,285*
Karakteristik anak
Usia Anak (tahun) -0,032 -0,079
Pola Asuh Disiplin
a. Induktif (skor) 0,357** 0,298*
b. Penegasan (skor) -0,162 0,075
c. mengabaikan/menyudutkan -0,285* -0,088
dengan kata verbal (skor)
Pola Asuh Spiritual (skor)
a. Tuhan 0,251* 0,173
b. Personal 0,222 0,157
c. Sosial 0,186 0,039
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
31

Pengaruh Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, Pola Asuh Disiplin


dan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak

Hasil analisis regresi linier berganda terhadap karakter anak memiliki nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,268. Artinya, sebesar 26,8 persen karakter
anak dipengaruhi oleh variabel yang digunakan dalam pengujian, sementara
sebanyak 73,2 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang digunakan
dalam penelitian. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa
variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap karakter anak adalah
pendapatan perkapita, jenis kelamin anak, pola asuh disiplin induktif, dan pola
asuh spiritual (Tabel 5).
Hasil menunjukkan bahwa karakter anak perempuan lebih baik
dibandingkan karakter anak laki-laki. Penelitian ini menunjukkan bahwa pola
asuh disiplin induktif ibu (β=0,246 dan α=0,005) dan pola asuh spiritual ibu
(β=0,376 dan α=0,000) menjadi indikator yang penting dalam meningkatkan
karakter anak. Setiap peningkatan satu skor pola asuh disiplin induktif ibu dapat
meningkatkan 0,246 poin karakter anak dan pola asuh spiritual ibu dapat
meningkatkan 0,376 poin. Setiap peningkatan pendapatan perkapita satu rupiah,
akan meningkatkan karakter anak sebesar 0,199 poin.

Tabel 5 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin, dan
pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter
Variabel Tidak Terstandarisasi sig.
terstandarisasi
Konstanta (α) 35,063 0,070
Karakteristik keluarga
Usia Ayah (tahun) 0,078 0,056 0,728
Usia Ibu (tahun) -0,262 -0,183 0,238
Lama Pend. Ayah (tahun) -0,165 -0,034 0,699
Lama Pend. Ibu (tahun) -0,320 -0,056 0,559
Jumah Anggota Keluarga (JAK) 0,902 0,130 0,210
Pendapatan/kapita (Rp/bulan) 0,000 0,199 0,019*
Karakteristik anak
Jenis kelamin (0 laki-laki,1 perempuan) 6,290 0,238 0,007*
Usia Anak (tahun) 1,087 0,076 0,384
Pola Asuh Disiplin Ibu (skor)
Induktif (skor) 0,160 0,246 0,005*
Penegasan (skor) -0,113 -0,115 0,183
mengabaikan/menyudutkan -0,210 -0,078 0,374
dengan kata verbal (skor)
Pola Asuh Spiritual (skor) 0,346 0,376 0,000**
F 4,788
Sig 0,000**
R square 0,339
Total Adj. R2 0,268
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
32

PEMBAHASAN

Penelitian menemukan bahwa rata-rata ibu lebih banyak menggunakan


pola asuh disiplin induktif dalam meningkatkan karakter anak, walaupun nilai
rata-ratanya masih rendah. Hal itu dikarenakan, interaksi dan komunikasi ibu
dengan anak-anak tidak sepenuhnya menggunakan cara atau metode yang mudah
dipahami anak dalam mengubah perilaku sesuai moral, sehingga ibu perlu banyak
belajar untuk meningkatkan pola asuh disiplin induktif kepada anak. Nilai rata-
rata pola asuh disiplin induktif yang ibu berikan pada anak perempuan lebih baik
dibandingkan laki-laki. Sikap anak perempuan yang lebih prososial (Santrock,
2012) menyebabkan ibu lebih mudah berkomunikasi dalam memberikan
penjelasan dan aturan kepada anak. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
sebelumnya, terhadap 47 ibu pada kelompok budaya berbeda menemukan bahwa
ibu lebih banyak menggunakan pola asuh disiplin induktif terhadap anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Hal ini dikarenakan ibu harus menggunakan
penalaran dan penjelasan kepada anak laki-laki upaya mendorong kepatuhan
dalam jangka panjang mengenai aturan (Winskell, 2014).
Dilihat dari nilai rata-rata, penelitian ini menemukan ibu rendah
memberikan pola asuh disiplin penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan
kata verbal kepada anak laki-laki maupun anak perempuan. Dalam memperbaiki
perilaku anak laki-laki, ibu tegas dengan menghapus hak istimewa anak dan ibu
secara langsung menyatakan ketidaksukaannya pada anak. Ini terjadi karena anak
laki-laki memiliki tingkat agresif yang tinggi (Permatasari dan Hastuti, 2013).
Sesuai dengan penelitian sebelumnya terhadap 2582 orangtua dan anak usia
sekolah dasar kelas 5-6 menemukan bahwa anak laki-laki lebih banyak menerima
pendisiplinan penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal
dibandingkan anak perempuan. Berdasarkan stereotip peran gender, orang tua
masih percaya bahwa anak laki-laki membutuhkan pendisiplinan fisik
dibandingkan perempuan (McKee et al., 2007). Secara keseluruhan, ibu
memberikan pola asuh disiplin yang lebih baik kepada anak perempuan
dibandingkan anak laki-laki. Pola asuh disiplin yang ibu berikan di tempat
penelitian masih rendah dan ibu menggunakan lebih dari satu metode disiplin
dalam mengajarkan nilai-nilai moral pada anak. Sebagaimana penelitian
sebelumnya menemukan bahwa orangtua menggunakan lebih dari satu metode
disiplin dalam memperbaiki perilaku anak (Vangelisti, 2004).
Hasil penelitian menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan pola asuh
spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Namun, nilai rata-rata pola
asuh spiritual ibu mengenai eksistensi, kepercayaan dan kecintaan, dan
kepatuhannya kepada Tuhan terhadap anak laki-laki lebih baik dibandingkan anak
perempuan. Ibu memberikan pola asuh spiritual mengenai Tuhan secara terus
menerus melalui kasih sayang dan pelukan hangat, sehingga energi spiritual
tentang Tuhan beresonansi dengan anak. Nilai rata-rata pola asuh spiritual ibu
mengenai personal dalam kesabaran, menghargai, dan kebaikan pada anak laki-
laki lebih baik dibandingkan anak perempuan. Pola asuh spiritual ibu mengenai
sosial dalam melakukan persahabatan dengan teman pada anak laki-laki lebih baik
dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki pada usia sekolah dasar merupakan
masa anak senang bersosialisasi dengan teman sekelompoknya, sehingga pola
asuh spiritual tentang persahabatan selalu ibu berikan melalui aliran energi yang
33

ibu berikan kepada anak. Penelitian Myers (1996) mengemukakan bahwa kualitas
hubungan antara orang tua dan anak secara signifikan mempengaruhi kemampuan
orang tua dalam mempengaruhi spiritualitas anak-anak mereka. Kemampuan ini
meningkat dalam lingkungan keluarga yang hangat dan penuh perhatian dan
memiliki komunikasi dan hubungan pola positif. Keseluruhan dimensi pola asuh
spiritual yang ibu berikan, ibu memiliki harapan yang besar terhadap anak laki-
laki untuk menjadi pemimpin di dalam keluarga. Anak laki-laki harus
menggantikan posisi ayah apabila dewasa kelak di keluarga sehingga semangat
dan rasa kekhawatiran ibu terhadap perilaku anak laki-laki cukup besar. Penelitian
Stolz et al. (2005) menemukan ibu yang memberikan pengasuhan positif kepada
anak laki-laki berhubungan dengan rendahnya tingkat depresi pada anak.
Penelitian Iglesias (2010) menemukan bahwa anak laki-laki lebih melihat ibu
sebagai teladan bagi perkembangan spiritualnya.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara karakter antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan nyata
terlihat pada pengetahuan moral dan tindakan moral pada anak laki-laki dan anak
perempuan. Rata-rata pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral
pada karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Anak
perempuan memiliki karakter yang lebih baik dari anak laki-laki karena anak
perempuan memandang dirinya sebagai individu yang prososial dan empati
(Santrock, 2012). Sesuai dengan penelitian sebelumnya Karina et al. (2013)
menemukan adanya perbedaan karakter pada anak laki-laki dan anak perempuan.
Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
lama pendidikan ibu dengan karakter anak laki-laki. Ibu yang memiliki
pendidikan tinggi akan mampu untuk meningkatkan karakter anak. Hal ini
dikarenakan pendidikan yang ibu miliki akan menambah pengetahuan dan cara
berpikir ibu sehingga dalam mengasuh anak ibu akan berusaha lebih baik.
Sebagaimana penelitian Hastuti et al. (2011) menemukan bahwa ibu dengan
pendidikan tinggi secara umum lebih dapat memberikan stimulasi lingkungan
(fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anaknya. Menurut teori psikososial
ibu sebagai usia dewasa menengah merupakan masa individu untuk membantu
generasi muda dalam mengarahkan pada hal-hal yang berguna, sehingga posisi
ibu akan berusaha membekali dirinya dengan keterampilan. Kemampuan dan
keterampilan ibu merupakan modal dalam menangani anak terutama anak yang
agresif. Hal ini sesuai dengan Reeves et al. (2014) yang mengatakan pendidikan
ibu memungkinkan dapat meningkatkan karakter anak.
. Hasil menemukan bahwa pendapatan perkapita berhubungan dan
berpengaruh dengan karakter anak. Keluarga dengan pendapatan yang lebih
tinggi dapat meningkatkan karakter anak. Kondisi keuangan keluarga yang
tercukupi membuat anak lebih baik untuk melakukan perilaku sesuai moral karena
orangtua memfasilitasi anak untuk mengetahui tentang moral besar. Dengan rata-
rata ibu yang tidak bekerja, kondisi keuangan yang baik menyebabkan ibu lebih
banyak waktu untuk dapat mendampingi anak. Faktor kondisi perkembangan anak
yang baik di antaranya pendapatan (Brooks-Gunn dan Duncan, 1997).
Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan
pola asuh disiplin induktif ibu dengan karakter anak baik anak laki-laki maupun
anak perempuan. Ibu yang menggunakan pola asuh disiplin induktif kepada anak
akan meningkatkan karakter anak. Penelitian Renk et al. (2005) menemukan
34
bahwa pola asuh disiplin induktif orangtua akan memungkinkan anak terhindar
dari perilaku yang bermasalah. Sesuai penelitian sebelumnya Patrick et al. (2007);
Krevans dan Gibbs (1996) menemukan pola asuh disiplin induktif dapat
meningkatkan karakter anak terutama melalui penalaran moral dan perilaku
prososial. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang negatif
signifikan disiplin pemberian konsekuensi ibu dengan anak laki-laki. Ibu yang
menggunakan pola asuh disiplin pemberian konsekuensi akan menurunkan
karakter anak khususnya anak laki-laki. Anak laki-laki memiliki tingkat agresif
yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan (Hastuti et al., 2013;
Santrock, 2012), menyebabkan ibu menggunakan metode atau cara yang berbeda
dalam mendisiplinkan anak. Berbeda dengan penelitian Winskell et al. (2014)
yang menemukan bahwa ibu lebih menggunakan pola asuh disiplin penegasan
pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
Penelitian ini menemukan bahwa pola asuh spiritual pada dimensi Tuhan
berhubungan dengan karakter anak laki-laki. Pola asuh spiritual ibu tentang tuhan
dapat meningkatkan karakter anak. Ibu mempercayai bahwa kehidupan manusia
merupakan pemberian Tuhan yang besar (Singh dan Sinha, 2013), sehingga ibu
mengajarkan anak untuk eksistensi, kepercayaan atau mencintai, dan kepatuhan
kepada Tuhan melalui kasih sayang, pelukan, dan kehangatan secara terus
menerus, sehingga pola asuh spiritual yang terus-menerus diberikan kepada anak
akan menjadi pola kebiasaan yang membentuk karakter. Orangtua memberikan
peran penting dalam memperkenalkan keberadaan Tuhan kepada anak di rumah.
Sebagaimana penelitian Shin (2011) terhadap 570 orangtua dari 20 gereja di
Korea menemukan adanya hubungan antara keberadaan Tuhan dengan pola asuh
spiritual orangtua.
Hasil penelitian menemukan bahwa jenis kelamin, pola asuh disiplin
induktif dan pola asuh spiritual mempengaruhi karakter. Sesuai dengan penelitian
Karina et al. (2013) bahwa jenis kelamin anak berpengaruh terhadap karakter
anak. Ibu dengan menggunakan pola asuh disiplin induktif mampu meningkatkan
karakter anak. Hal ini dikarenakan cara yang dilakukan ibu menggunakan
komunikasi yang baik dan hangat kepada anak ketika ingin mengubah perilaku
anak dan meningkatkan moral anak (Hoffman, 2000). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Winskel et al. (2014) menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan jika ibu menerapkan pola asuh disiplin induktif pada anak yaitu moral
anak. Hasil penelitian Patrick et al. (2007) pun menemukan pola asuh disiplin
induktif orangtua berhubungan dengan meningkatnya identitas moral.
Karakter dipengaruhi oleh pola asuh spiritual Ibu. Pengalaman yang
dimiliki ibu merupakan hasil dari kebiasaan yang dilakukan ibu secara terus-
menerus dan berasal dari kebiasaan yang telah terbentuk dari generasi
sebelumnya. Kebiasaan itu secara sadar maupun tidak sadar menurun kepada
anak, sehingga kehangatan dan kasih sayang secara terus menerus yang ibu
lakukan kepada anak melalui pelukan, komunikasi yang baik, dan sentuhan yang
menenangkan, dengan harapan anak dapat merasakan energi spiritual yang ibu
berikan kepada anak, sehingga anak akan merasakan spiritual di dalam dirinya.
Anak yang merasakan spiritual di dalam dirinya akan merasakan makna
kehidupan yang lebih dalam sehingga memungkinkan anak ingin mengetahui
tentang Tuhan dan penciptaan-Nya. Sesuai dengan penelitian Iglesias (2010)
35

bahwa pola asuh spiritual orangtua berpengaruh terhadap nilai-nilai moral pada
anak.

SIMPULAN

Pola asuh disiplin secara keseluruhan pada rentang yang rendah. Pola asuh
disiplin induktif memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dimensi lainnya,
namun nilai rata-rata masih rendah. Melihat hasil penelitian, maka diperlukan
peningkatan pola asuh disiplin ibu di perdesaan dalam meningkatkan karakter
anak khususnya pola asuh disiplin induktif. Pola asuh disiplin penegasan dan
mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal memiliki nilai rata-rata sangat
rendah, hal ini baik karena ibu hampir tidak pernah melakukan pola asuh disiplin
penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal kepada anak.
Dilihat dari hasil uji beda, hanya pola asuh disiplin penegasan yang memiliki
perbedaan secara signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil
menemukan nilai rata-rata pola asuh disiplin ibu pada anak perempuan baik
dibandingkan anak laki-laki. Ibu menggunakan lebih dari satu metode pola asuh
disiplin dalam memperbaiki perilaku anak.
Pola asuh spiritual secara keseluruhan pada rentang sedang, namun dilihat
dari dimensi, pola asuh spiritual yang berhubungan dengan Tuhan memiliki nilai
rata-rata tertinggi. Hasil uji beda tidak memperlihatkan perbedaan signifikan pola
asuh spiritual antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Karakter anak secara keseluruhan dalam rentang sedang, namun dilihat
dari dimensi, pengetahuan moral pada anak perempuan dalam kategori tinggi.
Hasil uji beda menunjukkan bahwa karakter anak berbeda signifikan antara anak
laki-laki dengan anak perempuan. Pada pengetahuan moral anak dan tindakan
moral terdapat perbedaan signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki.
Adanya hubungan antara lama pendidikan ibu, pola asuh disiplin ibu
(induktif, mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal), dan pola asuh spiritual
dengan karakter anak. Hasil regresi menunjukkan pendapatan perkapita, jenis
kelamin anak, pola asuh disiplin induktif ibu, dan pola asuh spiritual ibu
berpengaruh positif signifikan terhadap karakter.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks-Gunn J., Duncan G.J. (1997). The effects of poverty on children. The
Future of Children. 7(2);55-71.
Hastuti D., Fiernanti D.Y.I, dan Guhardja S. (2011). Kualitas lingkungan
pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak usia balita di daerah
rawan pangan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen., Januari 2011, p:57-
65. ISSN: 1907-6037.
Hoffman M.L. (2000). Empathy and moral development. Cambridge : University
Press.
http://www.kpai.go.id
36

Idler, E. (1999). Multidimensional measurement of religiousness/spirituality for


use in health research. kalamazoo, mi: john e. fetzer institute. The Fetzer
Institute/National Institute on Aging Working Group.
Iglesias, A. (2010). A study of the influence of parent-child dynamics on
children's internalization of religious and spiritual beliefs and values. San
Diego : Clinical Dissertation Presented to the Faculty of the California
School of Professional Psychology at Alliant International University.
Karina, Hastuti D, Alfiasari. (2013). Perilaku bullying dan karakter remaja serta
kaitannya dengan karakteristik keluarga dan peer group. Jurn. Ilm. Kel. &
Kons. 6(1). hlm:20-29.
Krevans J dan Gibbs J.C. (1996). Parents use of inductive discipline: relations to
children's,empathy and prosocial behavior. Child Dev 67:3263–3277. The
society for Research in Child Development, Inc. All rights reserved. 0009-
3920/96/6706-0031801.001.
Lickona T. (2001) What is good character? Journal Reclaiming Children and
Youth; Winter 2001; 9, 4; ProQuest pg. 239.
McKee L., Roland E, Coffelt N, Olson A.R., Forehand R, Massari C,.... Zens M.
S. (2007). Harsh discipline and child problem behaviors:the roles of positive
parenting and gender. Journal Springer Science+Business Media, LLC
2007. J Fam Viol (2007) 22:187–196. DOI 10.1007/s10896-007-9070-6.
Miller T.W., Kraus R.F., dan Veltkamp L.J. (2005). Character education as a
prevention strategy in school-related violence. The Journal of Primary
Prevention (C_2005) DOI: 10.1007/s10935-005-0004-x.
Patrick R.B. dan Gibbs J.C. (2007). Parental expression of disappointment:
should it be a factor in hoffman‟s model of parental discipline? The Journal
of Genetic Psychology 168(2), 131–145.
Peterson C. dan Seligmen M.E.P. (2004). Character strengths and virtues: a
handbook and classification. New York: Oxford University Press.
Renk K., McKinney C, Klein J, & Oliveros A. (2005). Childhood discipline,
perceptions of parents, and current functioning in female college students.
Journal of Adolescence. Diambil dari www.elsevier.com/locate/jado.
Reeves R.V., Venator J, dan Howard K. (2014). The character factor: measures
and impact of drive and prudence. Center on Children & Families at
Brookings.
Runcan P.L. dan Goian C. (2014). Parenting practices and the development of
trait emotional intelligence: a study on romanian senior high schoolers.
Journal Revista de Asistenţ\ Social\, anul XIII, nr. 1/2014, pp. 67-78.
Santrock J.W. (2012). Life span development, perkembangan masa hidup.
Jakarta: Erlangga.
Sangawi H.S., Adams J, dan Reissland N. (2015). The effects of parenting styles
on behavioral problems in primary school children: a cross-cultural review.
Asian Social Science; Vol. 11, No. 22; 2015. ISSN 1911-2017.
DOI:10.5539/ass.v11n22p171.
Sheldrake R. (1987). Society, spirit & ritual: morphic resonance and the collective
unconscious - part ii. Journal Psychological Perspectives, (Fall 1987),
18(2), 320-331.
Shin S B. (2011). The Relationship Between Relational Christian Sprituality And
Parenting Styles Among Evangelical Korean Christian Parents With
37

Preschool-Aged Children (Disertasi). the Faculty of the Talbot School of


Theology Biola University.
Stolz H.E., Barber B.K., dan Olsen J.A. (2005). Toward disentangling fathering
and mothering: an assessment of relative importance. Journal of Marriage
and Family 67.4 (Nov 2005) : 1076-1092.
Straus A.M. (2011). Manual for the dimensions of discipline inventory (001).
Family Research Laboratory, University Of New Hampshire Durham, Nh
03824 (1) 603-862-2594.
Wijayanati A. dan Uyun Z. 2010. Pengaruh kecerdasan spiritual terhadap
kenakalan remaja: studi kasus pada siswa kelas 3 sltp muhammadiyah.
Jurnal Masaran Sragen Fakultas Agama Islam dan Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 91
– 110.
Winskel H, Walsh L, dan Tran T. (2014). Discipline strategies of vietnamese and
australian mothers for in regulating children‟s behaviour. Pertanika J. Soc.
Sci. & Hum. 22 (2): 575 -588 (2014). ISSN: 0128-7702. Diambil dari
Journal homepage: http://www.pertanika.upm.edu.my/
38

7. ARTIKEL 2

PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP


KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR
(The effect of Mother’s Spiritual Quotient on Character
of Primary School Age Children)

Rety Puspitasari, Dwi Hastuti, Tin Herawati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kecerdasan spiritual ibu


terhadap karakter anak usia sekolah dasar di Desa Ciasihan dan Ciasmara.
Populasi penelitian adalah anak usia sekolah dasar kelas 4 dan 5. Desain
penelitian menggunakan cross sectional study yang melibatkan 125 anak dan ibu,
yang dipilih secara proportional random sampling melalui wawancara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual ibu dan karakter anak dalam
kategori sedang. Kecerdasan spiritual ibu pada anak laki-laki lebih baik
dibandingkan anak perempuan. Karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan
dengan anak laki-laki. Hasil uji hubungan menemukan bahwa jenis kelamin anak
berhubungan positif dan signifikan dengan karakter anak. Kecerdasan spiritual ibu
berhubungan positif dan signifikan terhadap karakter. Hasil analisis regresi linier
berganda menemukan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan
signifikan terhadap karakter anak.

Kata kunci: kecerdasan spiritual, karakter, pengetahuan moral, perasaan


moral, tindakan moral

ABSTRACT

This study aims to analyze the effect of Mother’s spiritual quotient on


character of primary school age children in Ciasihan and Ciasmara village. The
study population was primary school age children grades 4 and 5. The study
design using a cross sectional study involving 125 children and mother, elected by
proportional random sampling through interviews. The results showed that the
mother’s spiritual quotient and child’s character were middle category. Mother’s
spiritual quotient of boys were higher than girls. Character of girls were higher
than boys. The test results found that the sex of the child positively and
significantly associated with child’s character. Maternal spiritual quotient
associated positive and significant with child’s character. Results of multiple
linear regression analysis found that spiritual quotient positive and significant
impact on child’s character.

Keyword : spirituality, spiritual quotient, character, moral knowing. moral


feeling, moral action
39

PENDAHULUAN

Fenomena tentang perilaku kekerasan yang dilakukan oleh anak telah


menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Fenomena ini merupakan
permasalahan yang harus diselesaikan secara bijaksana oleh banyak pihak
termasuk di antaranya keluarga sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan
anak. Di Indonesia, perilaku kekerasan yang dilakukan oleh anak dalam kondisi
memprihatinkan terutama kekerasan yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar.
Anak sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya tumbuh dan berkembang
dengan baik karena anak adalah aset negara yang akan dilibatkan dalam
pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Anak usia sekolah dasar
merupakan periode anak belajar dari pengalaman bersama lingkungan keluarga
dan sekolah, yang sudah seharusnya anak mendapatkan pengawasan dari orang
yang lebih dewasa karena anak banyak menghabiskan waktu bersama dengan
teman-teman selain keluarganya. Pengaruh orang tua memiliki peran yang penting
pada periode anak usia sekolah dasar, namun teman sebaya pun memiliki peran
dalam mempengaruhi anak (Santrock, 2012).
Kasus kekerasan menurut Park dan Peterson (2006) terkait dengan
karakter negatif yang menjadi masalah perilaku dan emosional anak, sedangkan
karakter positif terkait dengan perilaku prososial, keberhasilan di sekolah, dan
kompetensi. Kekerasan yang dilakukan anak menunjukkan rendahnya rasa peduli,
kasih sayang, dan kebersamaan terhadap sesama anak dan keadaan ini harus
menjadi perhatian besar bagi orang tua dalam membangun karakter yang baik
pada anak. Sebagaimana hasil survey UNICEF (2010) terhadap 1200 anak di
Indonesia, menginformasikan 31,8 persen anak usia sekolah dasar telah menjadi
korban bullying oleh teman sekolahnya. Ini menggambarkan bahwa ada pelaku
kekerasan anak yang telah dilakukan oleh teman sebaya.
Bronfenbrenner (1994) mengatakan bahwa sistem lingkungan dapat
mempengaruhi perkembangan anak, salah satunya adalah lingkungan keluarga
yang merupakan lingkungan terdekat dengan anak. Melalui lingkungan keluarga,
anak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan mengenai moral yang diperlukan
saat anak bersosialisasi. Keluarga melalui perannya memberikan kontribusi yang
besar dalam perkembangan moral dalam membentuk karakter dan kecerdasan
anak. Sebagaimana Moosa dan Ali (2011) mengatakan bahwa salah satu fungsi
yang paling mendasar dari keluarga adalah pengembangan karakter dan
peningkatan kecerdasan anak.
Spiritual dapat diartikan sebagai pemberian makna, nilai-nilai, dan
berbagai niat yang mendasari apa yang harus dilakukan. Seseorang dapat dilihat
spiritualnya dari kecerdasannya dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan tentang persoalan makna dan nilai. Kecerdasan dalam menilai
setiap tindakan dan jalan hidup seseorang itu lebih memiliki makna dibandingkan
dengan lainnya. McGhee dan Grant 2008; Zohar dan Marshall 2001; mengatakan
spiritual merupakan sesuatu yang lebih luas dari agama, namun tidak dapat
terpisahkan dari agama. Kecerdasan spiritual ini secara individu dapat
menciptakan perubahan dan pemahaman yang mendalam dari lapisan kepribadian
dan menganggap hidup sebagai sesuatu yang berarti dan berharga yang akhirnya
40

akan mempengaruhi karakter individu, sikap, dan cara berpikir sehingga


berdampak pada kepuasan dan kualitas hidup (Zohar dan Marshall, 2001).
Sebagaimana Moosa dan Ali (2011) menyatakan kecerdasan spiritual memiliki
pengaruh penting pada kualitas hidup individu, keyakinan dan sikap saat
menghadapi masalah sehari-hari.
Zohar dan Marshall (2001) mengatakan beberapa ciri atau tanda
berkembanganya kecerdasaan spiritual seseorang yaitu melalui kemampuan diri
bersikap fleksibel, kesadaran hidup yang tinggi, kemampuan menghadapi setiap
penderitaan, kualitas hidup yang didasari visi dan nilai, keengganan untuk
melakukan kerugian, melihat keterkaitan dengan berbagai hal, kecenderungan
untuk menanyakan sesuatu yang mendasar, dan teguh pada pendirian. Ibu terlibat
dengan perilaku moral anak sehingga spiritual dapat dijadikan landasan orang tua
dalam mengasuh moral anak (Vig dan Jaswal, 2014). Orang tua yang cerdas
secara spiritual akan mengendalikan dirinya saat melakukan praktik pengasuhan
kepada anak sehingga pengaruhnya cukup besar terhadap harga diri anak
(Johnson, 1994).
Di dalam keluarga, spiritual adalah sebuah inti dari ikatan yang utama dan
paling dekat hubungannya dalam berbagai aspek kehidupan keluarga (Froma,
2010), karenanya spiritual dibutuhkan di dalam keluarga. Orangtua sebagai
pengasuh dan perawat bagi anak-anak menjadi prioritas utama dalam
terbentuknya anak berkarakter. Khususnya Ibu adalah penenang, penyedia, dan
pengendali dari sebagian informasi yang diterima anak. Ibu yang memiliki
permasalahan atau depresi akan berpengaruh pada hasil anak yang negatif (Riley
et al., 2008). Hasil penelitian Bert (2009) terhadap 110 Ibu dan anak remaja
menunjukkan bahwa spiritual Ibu memberikan dampak terhadap sosial emosi dan
perilaku anak. Tabitha (2014) mengatakan bahwa spiritual berhubungan dengan
praktik pengasuhan.
Individu yang berkarakter adalah individu yang cerdas secara emosinya
(Megawangi, 2009 hal. 52; Peterson dan Seligmen, 2004). Maka dalam perilaku
perilaku sosial, anak yang cerdas emosi-sosialnya akan lebih mengenal perasaan
dan mengontrol perasaannya sehingga anak akan dapat mengatasi setiap
permasalahan yang dihadapinya saat di sekolah baik dalam pembelajaran maupun
pertemanan dengan teman sebayanya. Anak yang berkarakter baik akan memiliki
kematangan emosi dan spiritual tinggi dapat mengelola stresnya yang secara fisik
dapat meningkatkan kesehatannya (Megawangi, 2009). Pendidikan karakter yang
diberikan sejak kecil akan berpengaruh terhadap perkembangan individu di saat
dewasa (Megawangi, 2009; Chan Tu et al., 2013).

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan 1) membedakan kecerdasan spiritual ibu dan


karakter anak antara anak laki-laki dan anak perempuan, 2) menganalisis
hubungan karakteristik keluarga dan anak, serta kecerdasan spiritual ibu dengan
karakter anak 3) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan anak, serta
kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak.
41

METODE

Desain penelitian menggunakan Cross sectional Study. Penelitian


dilakukan di dua desa yaitu Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan
Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership.
Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Pamijahan merupakan daerah perdesaan dengan
lahan pertanian lima terbesar di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan
selama 4 minggu yaitu mulai bulan Mei hingga Juni 2015.
Populasi penelitian adalah anak usia sekolah dasar kelas 4 dan 5.
Pengambilan contoh diacak secara proportional random sampling dengan
melakukan pengacakan sesuai dengan perbandingan populasi di setiap desa. Total
keseluruhan contoh sebanyak 125 orang dan hasil acak adalah masing-masing 50
orang Ibu dan anak desa Ciasihan dan 75 orang Ibu dan anak desa Ciasmara.
Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan
spiritual, dan karakter anak. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan
bantuan kuesioner.
Karakteristik keluarga terdiri atas usia orangtua (ayah dan ibu), lama
pendidikan orangtua (ayah dan ibu), pendapatan keluarga, jumlah anggota
keluarga. Kesejahteraan keluarga diukur dengan garis kemiskinan Kabupaten
Bogor tahun 2013 (pendapatan perkapita/bulan < Rp 271.970,00). Karakteristik
anak terdiri atas jenis kelamin dan usia anak. Jenis kelamin anak terdiri atas laki-
laki dan perempuan. Usia anak adalah anak usia pertengahan awal dan akhir.
Kecerdasan spiritual diukur menggunakan instrumen pengembangan Brief
Multidimensional Measure of Religiousness/ Spirituality (Idler et al., 1998). Alat
ukur kecerdasan spiritual telah diuji dengan nilai reliabilitas koefisien Cronbach’s
alpha (α=0,950). kecerdasan spiritual menggunakan skala Likert mulai 1 hingga 4
(1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Pertanyaan untuk
kualitas spiritual terdiri dari 56 pertanyaan. Kecerdasan spiritual dikategorikan
menjadi tiga kategori yaitu rendah (<60), sedang (60-80) dan tinggi (>80).
Karakter anak diukur dengan mengembangkan instrumen Values in action
Youth dari Peterson dan Seligmen (2004). Alat ukur karakter telah diuji dengan
nilai reliabilitas koefisien Cronbach’s alpha (α=0,929). Karakter menggunakan
skala Likert mulai 1 hingga 4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan
4=selalu). Pertanyaan untuk karakter terdiri dari 57 pertanyaan. Karakter
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (<60), sedang (60-80) dan tinggi
(>80).
Data yang terkumpul diolah dan dianalisis. Analisis deskriptif dilakukan
untuk menggambarkan variabel-variabel dalam kuesioner dan menjelaskan hasil
wawancara. Uji beda dilakukan untuk membedakan kecerdasan spiritual ibu dan
karakter antara anak laki-laki dan anak perempuan. Uji korelasi dilakukan untuk
menganalisis hubungan antarvariabel. Uji regresi linier berganda dilakukan untuk
menguji pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan
spiritual Ibu terhadap karakter anak.
42
HASIL

Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual adalah pemahaman tentang makna dan nilai


kehidupan sehingga manusia dapat menjadi berubah, kreatif, dan memiliki
wawasan yang luas (Zohar dan Marshall, 2001). Kecerdasan spiritual ibu diukur
melalui pemikiran tentang fleksibel, kesadaran tinggi, bijaksana, adaptasi, visi dan
nilai, bermanfaat, holistik, rasa ingin tahu, dan teguh pendirian. Kecerdasan
spiritual ibu secara keseluruhan yang tersebar pada kategori sedang adalah sebesar
46,4% dengan 41% anak laki-laki dan 52,7% anak perempuan. Nilai rata-rata
kecerdasan spiritual ibu sebesar 67,13. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat
perbedaan nyata antara anak laki-laki dan anak perempuan pada tingkat
kecerdasan spiritual ibu (Tabel 1).

Tabel 1 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori dan perbedaan


antara anak laki-laki dan anak perempuan
Anak Anak
Total
Kategori Laki-laki Perempuan
„n % „n % „n %
Kecerdasan spiritual
Rendah (indeks< 60) 22 31,4 18 32,7 40 32
Sedang (indeks60-80) 29 41,4 29 52,7 58 46,4
Tinggi (indeks >80) 19 27,1 8 14,5 27 21,6
Minimum-Maksimum 34-93
Rat-rata+standar deviasi 67,13+12,95
P value 0,141
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Perbedaan yang nyata (p<0.05) terlihat pada kemampuan ibu dalam
beradaptasi baik yang memiliki anak laki-laki dan anak perempuan (Tabel 2).
Hasil menunjukkan bahwa kemampuan ibu beradaptasi pada keadaan dan kondisi
yang memiliki anak laki-laki lebih baik dibandingkan dengan anak perempuan. Ini
berarti ibu yang memiliki anak laki-laki lebih beradaptasi dengan keadaan atau
situasi dari setiap permasalahan kehidupan.
Hasil penelitian menunjukkan dari beberapa tanda kecerdasan spiritual ibu
nilai rata-rata tertinggi adalah visi dan nilai, terutama yang memiliki anak laki-laki
(55,7%). Ibu memiliki harapan yang besar terhadap anak laki-laki sehingga visi
dan nilai ibu tinggi, sedangkan pada anak perempuan (49,1%) dalam kategori
sedang. Kecerdasan spiritual ibu dalam kemampuan fleksibel yang memiliki anak
laki-laki (51,4%) dan anak perempuan (58,2%) dalam kategori rendah.
Kecerdasan spiritual ibu dalam meningkatkan kesadaran tingginya yang memiliki
anak laki-laki (42,9%) dan anak perempuan (45,5%) dalam kategori sedang.
Kemampuan bijaksana ibu yang memiliki anak laki-laki (44,3%) dalam kategori
tinggi, sedangkan anak perempuan (43,6%) dalam kategori sedang. Kemampuan
ibu untuk dapat hidup bermanfaat yang memiliki anak laki-laki (35,7%) dan anak
perempuan (60%) dalam kategori sedang. Kemampuan ibu dalam meningkatkan
kehidupan holistik yang memiliki anak laki-laki (42,9%) dan anak perempuan
(54,5%) dalam kategori sedang. Kemampuan ibu dalam meningkatkan rasa ingin
43

tahunya yang memiliki anak laki-laki (47,1%) dan anak perempuan (60%) dalam
kategori rendah. Kemampuan ibu teguh pada pendiriannya yang memiliki anak
laki-laki (32,9%) dan anak perempuan (43,6%) dalam kategori rendah (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori dan nilai rata-rata
perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan
Rata-rata +
Anak Anak Rata-rata +
Standar
Variabel laki-laki perempuan Standar deviasi P value
deviasi
(%) (%)
Fleksibel
Rendah (indeks< 60) 51,4 60,95+19,54 58,2 58,18+18,51 0,422
Sedang (indeks60-80) 34,3 29,1
Tinggi (indeks >80) 14,3 12,7
kesadaran tinggi
Rendah (indeks< 60) 25,7 71,90+17,46 32,7 68,28+16,39 0,239
Sedang (indeks60-80) 42,9 45,5
Tinggi (indeks >80) 31,4 21,8
Bijaksana
Rendah (indeks< 60) 17,1 76,19+15,94 21,8 72,03+15,44 0,145
Sedang (indeks60-80) 38,6 43,6
Tinggi (indeks >80) 44,3 34,5
Adaptasi
Rendah (indeks< 60) 45,7 64,28+17,42 65,5 57,37+12,05 0,013*
Sedang (indeks60-80) 37,1 32,7
Tinggi (indeks >80) 17,1 1,8
Visi dan nilai
Rendah (indeks< 60) 4,3 81,87+13,41 5,5 78,56+15,18 0,198
Sedang (indeks60-80) 40,0 49,1
Tinggi (indeks >80) 55,7 45,5
Bermanfaat
Rendah (indeks< 60) 31,4 70,20+18,14 23,6 67,88+14,43 0,439
Sedang (indeks60-80) 35,7 60,0
Tinggi (indeks >80) 32,9 16,4
Holistik
Rendah (indeks< 60) 28,6 72,22+20,35 23,6 69,29+18,75 0,410
Sedang (indeks60-80) 42,9 54,5
Tinggi (indeks >80) 28,6 21,8
Rasa ingin tahu
Rendah (indeks< 60) 47,1 59,05+19,40 60 56,36+19,36 0,444
Sedang (indeks60-80) 34,3 25,5
Tinggi (indeks >80) 18,6 14,5
Teguh pendirian
Rendah (indeks< 60) 32,9 69,37+21,77 43,6 63,64+20,22 0,135
Sedang (indeks60-80) 38,6 41,8
Tinggi (indeks >80) 28,6 14,5
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01

Karakter Anak

Karakter anak diukur melalui tiga dimensi, yaitu pengetahuan moral,


perasaan moral, dan tindakan moral. Karakter anak yang tersebar pada kategori
sedang adalah sebesar 48% dengan 45,7% merupakan contoh anak laki-laki dan
44

45,5% merupakan contoh anak perempuan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata antara karakter anak laki-laki dan anak perempuan
(p<0.05). Nilai rata-rata karakter anak secara keseluruhan 73,66 (Tabel 2).

Tabel 3 Sebaran contoh karakter anak berdasarkan kategori dan nilai rata-rata dan
perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan
Anak Anak
Total
Kategori Laki-laki Perempuan
„n % „n % „n %
Karakter
Rendah (indeks< 60) 17 24,3 4 7,3 21 16,8
Sedang (indeks60-80) 34 45,7 25 45,5 60 48,0
Tinggi (indeks >80) 19 30,0 26 47,3 44 35,2
Total 70 100 55 100 125 100
Minimum-Maksimum 30-99
Rata-rata+standar deviasi 73,66+13,15
P value 0,013*
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01

Hasil menunjukkan nilai rata-rata pengetahuan moral anak perempuan


(80,04) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (73,36). Hasil uji beda
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan anak
perempuan (p<0.05) dalam hal pengetahuan moral. Hasil menunjukkan nilai rata-
rata perasaan moral pada anak perempuan (75,33) lebih baik dibandingkan dengan
anak laki-laki (71,11). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal
perasaan moral. Hasil menunjukkan nilai rata-rata tindakan moral pada anak
perempuan (74,53) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (68,17). Hasil uji beda
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan anak
perempuan dalam hal tindakan moral (Tabel 3).

Tabel 4 Sebaran contoh karakter anak perdimensi berdasarkan kategori, nilai


rata-rata, dan standar deviasi perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
Anak Anak Total
Kategori Laki-laki Perempuan P value
Rata-rata+Standar deviasi
Pengetahuan moral 73,36+19,12 80,04+12,48 76,30+16,80 0,027*
Perasaan moral 71,11+16,76 75,33+14,89 72,97+16,04 0,499
Tindakan moral 68,17+19,43 74,53+14,99 70,97+17,83 0,048*
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01

Hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan


spiritual Ibu dengan karakter

Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang


signifikan antara lama pendidikan ibu dengan karakter anak laki-laki (r= 0,260,
p<0,05). Semakin pendidikan ibu tinggi, maka karakter pada anak laki-laki akan
45

semakin baik. Pendapatan perkapita berhubungan signifikan dengan karakter anak


perempuan (r= 0,285, p<0,05). Dengan tingginya pendapatan keluarga, karakter
pada anak perempuan dapat meningkat. Karakteristik keluarga yang lainnya tidak
terdapat hubungan yang signifikan dengan karakter anak. Kesadaran tinggi ibu
berhubungan siginfikan dengan karakter anak laki-laki (r= 0,351, p<0,01).
Kemampuan bijaksana ibu berhubungan signifikan dengan karakter anak laki-laki
(r= 0,419, p<0,01). Kemampuan ibu dalam hidup bermanfaat berhubungan
signifikan dengan karakter anak laki-laki (r= 0,354, p<0,01) dan anak perempuan
(r= 0,286, p<0,05). Kemampuan holistik ibu berhubungan dengan karakter anak
laki-laki (r= 0,365, p<0,01). Teguh pada pendirian berhubungan signifikan dengan
karakter anak laki-laki (r= 0, 475, p<0,01) (Tabel 5).

Tabel 5 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan anak, kecerdasan
spiritual ibu dengan karakter anak laki-laki dan anak perempuan
Karakter
Variabel Anak Anak
laki-laki Perempuan
Karakteristik Keluarga
Usia ayah (tahun) -0,111 -0,008
Usia Ibu (tahun) -0,143 -0,066
Lama pendidikan Ayah (tahun) 0,016 0,027
Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,260* -0,120
Jumlah anggota keluarga 0,026 -0,013
Pendapatan perkapita 0,040 0,285*
Karakteristik Anak
Usia anak -0,032 -0,079
Kecerdasan Spiritual
Fleksibel (skor) 0,230 0,117
Kesadaran tinggi (skor) 0,351** 0,256
Bijaksana (skor) 0,419** 0,160
Adaptasi (skor) 0,168 0,215
Visi dan nilai (skor) 0,200 0,179
Bermanfaat (skor) 0,354** 0,286*
Holistik (skor) 0,365** -0,008
Rasa ingin tahu (skor) 0,213 0,216
Teguh pendirian (skor) 0,475** 0,246
Keterangan : **Signifikan pada p<0.01; *Signifikan pada p<0.05;

Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual


Ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar

Hasil analisis regresi memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,141.


Hasil tersebut mengindikasikan bahwa 14,1 persen varian karakter anak dapat
dijelaskan oleh perubahan variabel yang ada dalam model (karakteristik keluarga,
karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual), sedangkan sisanya sebesar 85,9
persen ada variabel lain yang dapat mempengaruhi karakter anak. Hasil
menunjukkan bahwa karakter anak perempuan lebih tinggi dibandingkan karakter
anak laki-laki. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa dari
beberapa variabel yang berpengaruh positif signifikan, yaitu jenis kelamin
46

(p<0,05) dan kecerdasan spiritual ibu (p<0,01). Nilai positif pada jenis kelamin
menunjukkan bahwa karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-
laki. Hasil menunjukkan semakin baik kecerdasan spiritual ibu, maka
pengaruhnya akan semakin baik terhadap karakter anak (Tabel 6).

Tabel 6 Koefisien regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan


spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar
Karakter
Variabel Tidak terstandarisasi sig.
terstandarisasi
Konstanta (α) 47,112 0,014
Karakteristik Keluarga
Usia Ayah (tahun) -0,341 -0,233 0,134
Usia Ibu (tahun) 0,047 0,027 0,863
Lama pendidikan Ayah (tahun) -0,043 -0,009 0,924
Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,243 0,042 0,627
Jumlah anggota keluarga (orang) 1,388 0,199 0,068
Pendapatan perkapita 0,000 0,154 0,084
Karakteristik Anak
Jenis Kelamin (0=laki-laki 1= 0,002*
7,619 0,289
perempuan)
Usia Anak (tahun) 0,644 0,045 0,628
Kecerdasan Spiritual (skor) 0,329 0,324 0,000**
F 3,258
Sig. 0,001**
R Square 0,203
Total Adj. R2 0,141
Keterangan : *Signifikan pada p<0,05; **Signifikan pada p<0,01

PEMBAHASAN

Penelitian ini menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu secara


keseluruhan dalam rentang sedang, hal ini dapat terlihat dari beberapa tanda-tanda
kecerdasan spiritual ibu dalam kemampuan menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai dalam kehidupan di dalam keluarga. Ibu secara
individu kadang-kadang masih merasa terpuruk oleh kebiasaan, kekhawatiran,
sehingga belum dapat berdamai dengan masalah. Seseorang yang cerdas secara
spiritual adalah individu yang mampu memahami makna dan nilai-nilai sehingga
tindakan dan jalan hidup individu lebih bermakna dibandingkan yang lainnya, dan
indivdu tidak akan merasa khawatir dengan permasalahan yang dihadapinya
(Zohar dan Marshall, 2001). Ibu yang kecerdasan spiritualnya baik kemungkinan
akan memperlakukan dan menangani anaknya tidak berbeda jauh dengan dirinya
sendiri. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa spiritual orang tua akan
memberikan pengaruh terhadap perilaku anak dalam jangka panjang (Dixon,
Graber, dan Brooks-Gunn, 2008).
Secara keseluruhan kecerdasan spiritual ibu yang memiliki anak laki-laki
dan anak perempuan tidak memiliki perbedaan, namun pada kemampuan ibu
beradaptasi terdapat perbedaan kemampuan ibu yang memiliki anak laki-laki
dengan anak perempuan. Kemampuan ibu beradaptasi adalah kemampuan ibu
47

untuk keluar dari keadaan yang telah ditetapkan, sehingga dengan memahami
keadaan itu, ibu berusaha untuk membuat suatu perubahan yang lebih baik (Zohar
dan Marshall, 2001).
Kemampuan ibu dalam membawa visi dan nilai memiliki nilai rata-rata
baik terutama ibu yang memiliki anak laki-laki. Hal ini dikarenakan ibu memiliki
harapan yang besar untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi kepada
anak-anaknya, khususnya anak laki-laki. Visi dapat mengilhami apa yang
dilakukan oleh diri, dan nilai merupakan nilai-nilai manusia yang mendalam untuk
menyelamatkan kehidupan, meningkatkan kualitas kehidupan, memperbaiki taraf
kesehatan, pendidikan, komunikasi, memenuhi dasar manusia, melestarikan
ekologi global, memulihkan kesadaran tentang keunggulan, kebanggaan untuk
melayani, dan nilai lainnya, sehingga ibu dapat memberikan inspirasi kepada
anak-anaknya untuk memiliki visi dan nilai dalam berperilaku (Zohar dan
Marshall, 2001).
Hasil penelitian menemukan rata-rata karakter anak sedang, namun rata-
rata karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Dari
beberapa dimensi karakter, hasil menemukan bahwa dimensi pengetahuan anak
tentang moral lebih baik dibandingkan dengan perasaan moral dan tindakan
moral. Anak lebih baik dalam memahami dan mengetahui tentang moral, namun
tidak sepenuhnya anak merasakan tentang moral. Anak yang tidak stabil secara
emosinya berakibat anak rendah untuk berperilaku sesuai moral. Banyak faktor
yang menyebabkan anak berkarakter rendah, di antaranya menurut Johnson
(1994) pengalaman spiritual orang tua yang mempengaruhi harga diri anak yang
rendah. Harga diri menurut Lickona (2001) merupakan sisi emosional dari
karakter, dimana pengetahuan moral yang kita miliki akan mengarah pada
perilaku moral. Ibu merupakan pengasuh terdekat dengan anak sehingga semua
perilaku dan sikapnya dapat dijadikan model atau contoh bagi anak-anaknya.
Karena itu, kecerdasan spiritual ibu dalam kemampuan menghadapi kehidupan
sehari-hari harus terlihat baik oleh anak terutama saat berinteraksi. Berdasarkan
teori teori kognitif sosial, perkembangan anak terjadi melalui observasi dan
imitasi dari orang lain. Anak akan meniru baik maupun buruk yang dilakukan oleh
orang tuanya.
Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan individu menjalani hidup
lebih berarti dengan memahami makna dan nilai sehingga hidupnya akan lebih
dapat terkontrol (Danah dan Zohar, 2001). Ibu sebagai orangtua dan model bagi
anak dalam berperilaku, sudah seharusnya berperilaku dan mampu untuk
menghadapi situasi dan permasalahan yang dihadapi. Karenanya penting seorang
ibu memiliki harga diri yang tinggi. Penelitian Brody et al. (1994) menemukan
bahwa ibu dengan harga diri yang tinggi dapat mengatasi kehidupan yang lebih
baik dan lebih optimis dibandingkan dengan ibu rendah diri. Kualitas hidup ibu
yang baik dapat memberikan pengaruh positif pada praktik pengasuhan (Tabitha,
2014). Sebagaimana penelitian Maria (2013) menemukan bahwa kecerdasan
spiritual ibu memiliki pengaruh terhadap kemampuan ibu dalam mengasuh.
Karakter anak terbentuk tidak terlepas dari bagaimana kualitas lingkungan
pengasuhan dari keluarga, yaitu dengan memberikan stimulasi dan kehangatan
(Dewanggi, 2014). Lingkungan pengasuhan akan lebih baik lagi jika kualitas
orangtuanya baik, maka melalui kecerdasan spiritual diharapkan karakter anak
terbentuk. Hasil penelitian menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu
48

berhubungan positif dengan karakter anak. Ini berarti semakin baik kecerdasan
spiritual ibu, maka karakter anak akan semakin baik. Kecerdasan spiritual ibu
yang baik berarti ibu mampu dan akan menyadari tentang makna kehidupan,
bijaksana dalam bertindak, memanfaatkan hidup sebaik-baiknya, memadukan
semua unsur dalam kehidupan yang holistik, dan teguh terhadap pendiriannya,
sehingga Ibu memiliki pemikiran yang maju kedepan dan harapan yang besar
untuk lebih bermakna dalam hidup. Sebagaimana hasil penelitian Callaghan
(2005) yang mengatakan bahwa spiritual secara signifikan berhubungan dengan
karakter anak.
Keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang sudah seharusnya
memberikan pengaruh terhadap karakter anak. Hasil penelitian menemukan usia
ayah dan usia ibu tidak berpengaruh signifikan terhadap karakter anak. Dilihat
dari hubungan lama pendidikan dengan usia orangtua, orangtua yang semakin
bertambah usia, pendidikannya semakin rendah. Hal ini terjadi karena ketertarikan
orangtua di perdesaan untuk melanjutkan dan menambah keterampilan dirinya
rendah, perhatian mereka terfokus pada kebutuhan keluarga terutama untuk biaya
hidup sehari-hari termasuk biaya pendidikan anak-anak dan kebutuhan hidup
karena bertambahnya anggota keluarga baru, atau semangatnya menurun sehingga
pengasuhan diserahkan kepada anak tertua atau diajarkan mandiri yang anak
dianggap sudah besar. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya,
Dewanggi et al. (2015) yang menemukan bahwa usia ibu berpengaruh signifikan
dengan karakter anak.
Hasil menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki karakter lebih baik
dibandingkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan, anak perempuan memandang
dirinya sebagai individu yang prososial atau empati. Orang tua berperan dalam
membuat perbedaan bahwa anak perempuan lebih feminin dan anak laki-laki lebih
maskulin sehingga anak perempuan menganggap dirinya untuk lebih santun dan
anak laki-laki lebih menganggap dirinya agresif dalam bertindak. Anak laki-laki
memiliki kecenderungan lebih tinggi terlibat dalam konflik dibanding anak
perempuan (Santrock, 2012; Permatasari dan Hastuti, 2013). Sesuai dengan
penelitian Dewanggi et al. (2014); Karina, Hastuti, dan Alfiasari, (2013) anak
perempuan memiliki karakter lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Kemampuan
anak laki-laki maupun anak perempuan dalam menerima pengetahuan tidak
mengalami perbedaan, yang membedakan adalah pengalaman anak bersama orang
tuanya saat perkembangan (Santrock, 2012).
Hasil menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu mempengaruhi karakter
anak. Kecerdasan spiritual ibu adalah kemampuan dalam menyesuaikan aturan,
kemampuan membedakan, memberikan rasa moral, bermimpi dan memiliki cita-
cita agar terangkat dari kerendahan sehingga diri akan keluar dari situasi dengan
mengubah situasi yang dihadapinya. Individu yang dapat keluar dari situasi dan
membuat perubahan ke arah yang lebih baik, kondisi ini adalah individu yang
cerdas secara spiritual (Zohar dan Marshall, 2001).
Kecerdasan spiritual ibu digunakan untuk mencapai perkembangan diri
sebagai indvidu karena setiap individu memiliki potensi untuk mengembangkan
diri membuat perubahan yang lebih baik terutama ketika memanfaatkan hidup
dengan mengontrol diri dan menghadapi permasalahan bersama keluarga dan
lingkungan yang ada di sekitarnya. Zohar dan Marshall (2001) mengatakan bahwa
individu dengan kecerdasan spiritual yang baik akan menjadi cerdas dalam
49

beragama, sehingga kecerdasan spiritual ibu akan mampu menghubungkan diri


dengan makna dan ruh. Ibu menjadi kuat dan tenang ketika melakukan tugasnya
dalam pengasuhan terhadap anak dan menjalankan kesehariannya menghadapi
anak penuh kontrol diri terutama menghadapi perilaku anak yang berhubungan
dengan moral anak. Orang tua yang memiliki spiritual akan berpengaruh terhadap
karakter (terutama harga diri) anak (Reinert, 2005; Tabitha, 2014). Sebagai
kesimpulan maka hasil studi ini menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu
berpengaruh terhadap karakter anak.

SIMPULAN

Hasil penelitian menemukan bahwa secara keseluruhan kecerdasan


spiritual ibu dalam rentang sedang, namun dilihat dari tanda-tanda kecerdasan
spiritual ibu yang baik, rata-rata kemampuan ibu pada visi dan nilai lebih baik
dibandingkan kemampuan lainnya. Hasil menunjukkan rata-rata kecerdasan
spiritual ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan tidak berbeda signifikan,
namun pada kemampuan ibu beradaptasi terdapat perbedaan yang signifikan.
Karakter anak secara keseluruhan berada pada kategori sedang dan terdapat
perbedaan yang signifikan di antara keduanya. Pengetahuan moral dan tindakan
moral anak memiliki perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan anak
perempuan. Hasil menemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dan
kecerdasan spiritual ibu secara keseluruhan dengan karakter anak. Hasil
menemukan bahwa jenis kelamin dan kecerdasan spiritual ibu secara keseleruhan
berpengaruh terhadap karakter anak.

DAFTAR PUSTAKA

Abar, B., Carter, K. L., dan Winsler, A. (2009). The effects of maternal parenting
style and religious commitment on self-regulation, academic achievement,
and risk behavior among African-American parochial college students.
Journal of Adolescence 32, 259-273. DOI : 10.1016/j. adolescence.
2008.03.008. @2008 The Association for Professionals in Services
forAdolescents. Published by Elsevier Ltd.
Bapenas dan Unicef.(2011). The situation of children and women in indonesia
2000-2010, working towards progress with equity under decentralisation.
Jakarta.
Bert, S. C. (2011). The influence of religiosity and spirituality on adolescent
mothers and their teenage children. J Youth Adolescence (2011) 40:72–84.
DOI 10.1007/s10964-010-9506-9.
Bronfenbrenner U. (1994). Ecological models of human development. in
international encyclopedia of education, vo. 3, 2nd, ed. Oxford: Elveier.
Chowdhury S. (2010). The relationship between parent and adolescent levels of
religiosity and quality of the parent-child relationship. Barnard College of
Columbia University.
50

Dewanggi, M., Hastuti D., & Herawati T. (2015). The influence of attachment and
quality of parenting and parenting environment on children‟s character in
rural and urban areas of Bogor Jur. Ilm. Kel. & Kons., 8(1), 20-27.
Dixon, S.V., Graber, J.A., & Gunn, J.B. (2008). The roles of respect for parental
authority and parenting practices in parent–child conflict among african
american, latino, and european american families. Journal Family
Psychology, 22(1): 1–10. DOI: 10.1037/0893-3200.22.1.1. Diambil dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3125601/
Froma W. (2010). Spiritual diversity: multifaith perspectives in family therapy.
Family Process, Sep 49(3) ProQuest pg. 330.
Johnson M.A. (1994). The effect of a father's locus of control and spiritual well-
being on his adolescent child's self-esteem. George Fox College in partial
fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Psychology in
Clinical Psychology Newberg, Oregon.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2012). Profil
anak indonesia 2012.
Lickona, T. (2001). What is good character? Journal Reclaiming Children and
Youth, 9(4); ProQuest pg. 239.
McGhee & Grant (2008). Spirituality and ethical behaviour in the workplace:
wishful thinking or authentic reality. Electronic Journal of Business Ethics
and Organization Studies (EJBO), 13(2).
Moosa, J. & Ali, N. M. (2011). The study relationship between parenting styles
and spiritual intelligence. J. Life Sci. Biomed, 1(1), 24-27, 2011. Diambil
dari http://jlsb.science-line.com.
Tabitha, N. (2014). A study of the link between self-esteem and spiritual
experience of parents living in the „city of sadness‟ of hong kong. Journal of
the North American Association of Christians in Social Work.Social Work &
Christianity, 41(1), 45–59.
Idler, E. L., Musick, M. A., Ellison C. G., George, L.K., Krause N, Ory M.G.,
Pargament, K.I....Williams D.R., (1998). Measuring multiple dimensions of
religion and spirituality for health research. Research On Aging, 25(4), 327-
365. doi: 10.1177/0164027503252749 © 2003 Sage Publications.
Park, N. dan Peterson, C. (2006). Character strengths and happiness among young
children: content analysis of parental descriptions. Journal Of Happiness
Studies ,7, 323–341 @ Springer 2006. doi: 10.1007/S10902-005-3648-6.
Peterson, C. dan Seligmen, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: a
handbook and classification. New York: Oxford University Press.
Reinert, D. F. (2005). Self-representations, and attachment to parents: a
longitudinal study of roman catholic college seminarians. Journal
Spirituality Counseling and Values, 49(3), ProQuest Professional Education
pg. 226.
Riley A.W., Valdez C.R., Barrueco S., Mills C., Beardslee W., Sandler I., Rawal
P. (2008). Development of a family-based program to reduce risk and
promote resilience among families affected by maternal depression:
theoretical basis and program description. Clin Child Fam Psychol Rev
(2008) 11:12–29. DOI 10.1007/s10567-008-0030-3
Santrock J.W. (2012). Life span development, perkembangan masa hidup. Jakarta
: Erlangga.
51

Sheldrake R. (1987). Society, spirit & ritual: morphic resonance and the
collective unconscious - part II. Journal Psychological Perspectives, (Fall
1987), 18(2), 320-331.
Vig, D dan Jaswal. (2014). Interrelationship between parental use of positive
values and strong family bonds. Indian Journal of Health and Wellbeing
2014, 5(10), 1181-1183. Indian Association of Health, Research and
Welfare ISSN-p-2229-5356,e-2321-3698.
Zohar D dan Marshall I. (2001). SQ kecerdasan spiritual. Bandung. Terjemahan
Mizan.
52
PEMBAHASAN UMUM

Penelitian ini menemukan karakteristik keluarga (lama pendidikan ibu)


berhubungan dengan pola asuh disiplin induktif ibu. Semakin tinggi pendidikan
ibu, maka semakin baik pola asuh disiplin induktif ibu dalam meningkatkan
karakter anak. ibu dapat menerima informasi mengenai aspek-aspek pola asuh
disiplin, sehingga ibu dapat memberikan cara yang tepat dan baik dalam
meningkatkan karakter anak. Ibu berkomunikasi dengan baik dan penuh
kehangatan ketika berinteraksi dengan anak. Sesuai penelitian sebelumnya,
pendidikan orangtua memiliki hubungan dengan pola asuh disiplin (Helpenny et
al., 2009). Pada karakteristik anak, jenis kelamin anak berhubungan dengan pola
asuh disiplin penegasan ibu. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa jenis
kelamin berhubungan dengan pola asuh disiplin (Winskell et al., 2014).
Ibu sebagai orangtua yang memberikan pengasuhan kepada anak-anak
sudah seharusnya memiliki kecerdasan secara spiritual. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa kecerdasan spiritual berhubungan dengan pola asuh spiritual.
Menurut Maria (2013) bahwa kecerdasan spiritual ibu dapat memberikan
pengaruh terhadap cara kerja orangtua sebagai pengasuh. Hal ini dikarenakan ibu
akan menghadapi dan mengatasi permasalahan lebih terkontrol terutama saat
mengajarkan nilai moral kepada anak. Sesuai penelitian Arca (2007) menemukan
bahwa spiritual berhubungan dengan pengasuhan orangtua.
Keluarga (ayah, ibu, saudara) memiliki hubungan dengan perkembangan
karakter seorang anak (Hastuti, 2009), sehingga dalam mengasuh anak, ada cara
atau strategi yang harus diperhatikan oleh orangtua (Hastuti, 2015). Strategi
dilakukan dalam memperbaiki perilaku pelanggaran yang dilakukan oleh anak
sehingga anak perilakunya berubah sesuai dengan moral. Strategi yang orangtua
lakukan dalam memperbaiki pelanggaran menurut teori Hoffman yaitu melalui
pola asuh disiplin yang terdiri dari dimensi induktif, penegasan (powerassertion),
dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) (Krevans dan
Gibbs, 1996; Mc Kinney, 2011; Patrick dan Gibbs, 2012). Pada penelitian ini,
pola asuh disiplin dalam bentuk induktif berhubungan dengan meningkatnya
karakter anak. Pola asuh disiplin induktif merupakan cara yang dilakukan oleh
orangtua dalam memperbaiki pelanggaran yang dilakukan anak dengan
komunikasi dan mendengarkan alasan anak melakukan pelanggaran. Kondisi
tersebut menyebabkan anak lebih percaya diri dan merasa dihargai penjelasannya.
Ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti Krevans dan Gibbs
(1996) menemukan bahwa orangtua yang menggunakan pola asuh disiplin
induktif berhubungan dengan perilaku prososial atau empati. Serupa dengan hasil
penelitian Patrick et all. (2012) terhadap ibu dan anak menemukan bahwa
orangtua dengan pola asuh disiplin induktif berhubungan dengan meningkatnya
identitas moral anak, yang didefinisikan secara spesifik moral adalah kebaikan
dan keadilan dan di luar moral adalah kuat dan pintar sehingga anak berkualitas
secara individu. Individu dengan identitas moral akan memiliki ide dan komitmen
moral sebagai hal yang utama, sehingga individu menjadi pribadi yang kuat dalam
menghadapi tekanan. Penelitian Mc Kinney (2011) menemukan pola asuh disiplin
berhubungan dengan pengaturan emosional. Anak yang dapat mengatur emosinya
akan mampu dalam berhubungan dengan orang lain, memotivasi diri, dan
mengendalikan emosinya sehingga sukses dalam hidup (Latifah et al., 2011).
53

Penelitian ini menemukan pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan


dengan kata verbal berhubungan dengan menurunnya karakter anak khususnya
anak laki-laki. Anak yang diabaikan akan merasa tidak diperhatikan dan ditolak
apalagi dibarengi dengan sindiran-sindiran yang membuat anak merasa bersalah
sehingga anak akan merasa kehilangan percaya dirinya dan berpengaruh terhadap
perilaku. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa pola asuh disiplin
mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal akan menyebabkan harga diri anak
rendah, cemas, dan depresi (Renk et al., 2005; Patrick dan Gibbs, 2012). Anak
dengan kondisi rendah harga dirinya berakibat depresi pada anak (Santrock,
2007). Namun dalam kenyataannya, ibu dapat menggunakan lebih dari satu
metode dalam mengajarkan nilai dan memperbaiki perilaku anak yang tidak
sesuai moral (Vangelisti, 2004).
Penelitian ini menemukan bahwa pola asuh disiplin induktif berpengaruh
terhadap meningkatkan karakter anak. Ibu menggunakan cara yang lebih
komunikatif dalam berinteraksi dengan anak terutama dalam mengajarkan
perilaku moral kepada anak, sehingga anak akan dapat memahami dan lebih
menjunjung tinggi perilaku moral. Penelitian ini memperkuat penelitian Winskell
et al. (2014) yang menemukan bahwa ibu yang menggunakan pola asuh disiplin
induktif akan berpengaruh terhadap perilaku moral anak. Anak yang berperilaku
secara moral adalah anak yang berkarakter (Lickona, 2012).
Dalam proses pengasuhan, seorang anak tidak terlepas dari komunikasi
dan interaksi bersama ibunya. Ibu sebagai individu harus memiliki kecerdasan
spiritual dalam mengasuh anak. Anak dengan spiritual ibu yang baik akan
mengurangi perilaku yang bermasalah pada anak secara internal maupun eksternal
(Bert, 2011). Oleh karenanya, ibu harus memiliki kualitas hidup baik dan
sejahtera. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa kualitas hidup orangtua
yang baik atau sejahtera berhubungan dengan perkembangan anak yang positif
(Wen, 2014). Dalam mengembangkan kecerdasan spiritualnya, ibu harus ikut
serta dalam keagamaan. Penelitian menemukan orangtua yang berpartisipasi
dalam keagamaan secara positif berhubungan dengan mental dan kesejahteraan
fisik orangtua, yang nantinya dapat berkontribusi dalam melakukan praktik lebih
positif seperti harapan moral orangtua dan pengawasan yang lebih efektif kepada
anak (Smith, 2003). Hasil penelitian menemukan kecerdasan spiritual
berhubungan dengan gaya pengasuhan (Moosa dan Ali, 2011).
Orangtua harus memiliki spiritual yang baik dalam mengasuh anak-anak di
keluarga karena spiritual ini berhubungan dengan kesehatan individu. Orangtua
yang sehat individunya akan lebih siap menghadapi kebutuhan anak-anaknya.
Penelitian menemukan spiritual berhubungan dengan kesehatan individu dan
dimensi spiritual akan memfungsikan dimensi yang lain seperti biologis,
psikologis dan sosial (Abaspoorazar et al., 2015). Hal ini dikarenakan orangtua
sebagai pengasuh harus dijadikan sebagai model dan menguasai diri saat
berhubungan dengan anak. Setiap orangtua memiliki kemampuan yang berbeda
saat melakukan interaksi dan mempengaruhi anak, semuanya bergantung dari
kualitas dirinya.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa usia anak berhubungan negatif
dengan kecerdasan spiritual ibu. Semakin usia anak bertambah, kecerdasan
spiritual ibu menurun. Hal ini dikarenakan ibu menganggap anak sudah lebih
besar dan lebih dapat menjaga dirinya, walaupun kenyataannya anak masih
54

membutuhkan ibu dalam membantu mengajarkan nilai moral, sehingga


kemampuan ibu untuk menambah keterampilan dirinya menjadi berkurang. Hasil
ini berbeda dengan penelitian Maria (2013) yaitu kecerdasan spiritual ibu
berhubungan positif dengan usia anak.
Hasil penelitian ini menemukan kecerdasan spiritual ibu berhubungan
dengan pola asuh spiritual. Ibu semakin fleksibel, memiliki kesadaran yang tinggi,
bijaksana, dapat beradaptasi, memiliki visi dan nilai, dapat bermanfaat, berpikir
holistik, rasa ingin tahu yang tinggi, dan teguh pada pendiriannya dapat
meyakinkan dirinya memberikan pola asuh spiritual dalam meningkatkan karakter
anak. Hal ini dikarenakan kualitas hidup ibu yang baik dan menganggap spiritual
adalah sesuatu yang penting, serta ingin mendapatkan perubahan dalam hidup
keluarganya dengan memberikan manfaat dalam membentuk karakter anak lebih
baik. Ibu yang kualitas hidupnya baik tentu memotivasi diri dan kontrol diri akan
lebih baik, sehingga ibu akan memberikan penerapan pengasuhan yang hangat
kepada anak. Hasil penelitian sebelumnya Maria (2013) menemukan bahwa
kecerdasan spiritual ibu berhubungan positif dengan penerapan pengasuhan yang
hangat.
Kecerdasan spiritual merupakan salah satu bagian dari karakteristik
manusia yang merupakan hasil dari pengaruh emosional, lingkungan, orangtua
dan faktor sikap. Cerdas secara spiritual menurut Zohar dan Marshall (2001) akan
meningkatkan kecerdasan pengetahuan dan kecerdasan emosi. Ibu sebagai
pengasuh yang dekat dengan anak harus memiliki kualitas diri dalam spiritual
karena kecerdasan spiritual ibu secara tidak langsung akan mempengaruhi saat
memberikan pola asuh spiritual. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa
spiritual orangtua akan mempengaruhi cara ketika melakukan praktik pengasuhan
kepada anak (Arca, 2007; Lynn, 2012). Myers (1996) mengatakan spiritual akan
meningkatkan lingkungan keluarga yang positif, penuh kehangatan, dan
komunikasi yang baik. Menurut Wijayanati dan Uyun (2010) spiritual yang tinggi
akan menurunkan perilaku negatif yang dilakukan anak sehingga anak akan
melakukan kebaikan.
Orangtua menginginkan anaknya memiliki perilaku berkarakter yang
memahami nilai-nilai dan kebaikan. Anak yang berkarakter dapat dibentuk oleh
orangtua melalui pola asuh. Setiap individu membutuhkan kebutuhan dasar dalam
menjalani kehidupan, yaitu kebutuhan dasar akan spiritual di dalam dirinya.
Penanaman spiritual dalam meningkatkan karakter anak dapat dilakukan orangtua
melalui pola asuh spiritual. Pola asuh spiritual merupakan cara yang dilakukan
orangtua dalam meyakinkan bahwa setiap individu membutuhkan Tuhan dalam
kehidupan rohani (Hastuti, 2015). Hasil penelitian ini menemukan bahwa pola
asuh spiritual berhubungan dan berpengaruh terhadap meningkatkan karakter
anak. Orangtua melalui kasih sayang, kehangatan, dan pelukan menumbuhkan
kebaikan di dalam diri anak dengan menanamkan nilai-nilai moral. Kebaikan itu
telah ada di dalam diri individu (Megawangi, 2009). Kesadaran terhubung ke
bidang kolektif yang disebut bidang morfik (Sheldrake, 1987). Orangtua
memberikan kontribusi terhadap bidang morfik kolektif sehingga kesadaran
bidang morfik ini dapat diterima oleh anak. Bidang morfik berisi informasi dalam
membuat perencanaan. Informasi yang dimiliki anak secara alami apabila
orangtua menanamkan kebaikan dan nilai-nilai yang terus-menerus dilakukan,
maka akan menjadi pola kebiasaan yang akhirnya akan menjadi karakter.
55

Sebagaimana hasil penelitian menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu


berhubungan dengan penerapan pengasuhan yang hangat dan kasih sayang yang
menganggap bahwa spiritual adalah sesuatu yang penting (Maria, 2013).
Menurut Vygotsky perkembangan anak tidak terlepas dari aktivitas sosial
dan budaya (Santrock, 2012). Anak beradaptasi dengan lingkungan dan budaya
yang dijalaninya. Budaya merupakan cara hidup yang dimiliki secara bersama
oleh sekelompok orang yang diwariskan secara generasi ke generasi (Permatasari
dan Hastuti, 2013). Budaya ini memberikan pengaruh kepada praktik pengasuhan
yang dilakukan oleh ibu terhadap anak (Choudhury dan Ahmed, 2011). Begitu
pun cara orangtua dalam mengasuh anak, baik laki-laki maupun perempuan,
sehingga pengaruhnya berbeda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa karakter
anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan
bahwa orangtua menganggap bahwa anak perempuan lebih sensitif sehingga
diperlakukan lebih lembut dibandingkan anak laki-laki yang dianggap lebih kuat
dan agresif sehingga lebih tegas perlakuannya. Hasil penelitian Permatasari dan
Hastuti (2013) mengenai nilai budaya di keluarga kampung adat Urug Bogor
menunjukkan bahwa anak perempuan diasuh dengan kehangatan yang lebih tinggi
dibandingkan anak laki-laki karena mereka berpandangan bahwa anak perempuan
lebih berharga dibandingkan anak laki-laki. Perbedaan pertumbuhan secara fisik
dan perkembangan sosial dan mental anak menyebabkan orangtua melakukan
praktik pengasuhan yang berbeda.
Pentingnya suatu masyarakat berkarakter karena akan menumbuhkan
kebersamaan dan kedamaian dalam kehidupan. Menurut Megawangi (2007)
mulailah membangun karakter masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai moral
sebagai landasan karakter individu, dengan menanamkannya sejak awal sehingga
akan terbentuk kehidupan penuh adab dan sejahtera.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik keluarga contoh pada anak laki-laki dengan anak perempuan


tidak mengalami perbedaan. Usia orangtua (ayah dan ibu) lebih dari setengahnya
dalam kelompok dewasa menengah (40-50 tahun). Pendidikan orangtua (ayah dan
ibu) hampir setengahnya tamat SD. Pekerjaan ayah lebih dari seperempat adalah
pedagang dan pekerjaan ibu lebih dari setengahnya tidak bekerja. Pendapatan
lebih dari setengahnya di atas garis kemiskinan Kabupaten Bogor, yaitu tidak
miskin. Besar keluarga lebih dari setengahnya dalam kategori sedang dengan rata-
rata lima. Karakteristik anak lebih dari separuh adalah anak laki-laki dan sisanya
anak perempuan. Usia anak rata-rata sebelas tahun.
Pola asuh disiplin secara keseluruhan dalam kategori rendah. Pola asuh
disiplin ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan tidak terdapat perbedaan.
Pola asuh disiplin berdasarkan dimensi, yaitu pola asuh disiplin penegasan
terdapat perbedaan yang signifikan pada anak laki-laki dan perempuan. Pola asuh
disiplin penegasan lebih banyak dilakukan kepada anak laki-laki. Pola asuh
disiplin induktif paling banyak dilakukan oleh ibu walaupun nilai rata-ratanya
rendah, dan pola asuh disiplin penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan
56

kata verbal adalah pola asuh yang paling rendah dilakukan Ibu. Pola asuh disiplin
induktif pada contoh semakin meningkat seiring dengan tingginya pendidikan ibu
dan pola asuh disiplin induktif semakin menurun dengan bertambahnya usia ayah.
Pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal pada contoh
semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia ayah dan ibu.
Pola asuh spiritual ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan tidak
terdapat perbedaan. Pola asuh spiritual ibu terhadap anak dalam kategori sedang.
Pola asuh spiritual ibu pada contoh semakin meningkat seiring dengan tingginya
pendidikan ibu. Pola asuh spiritual ibu semakin menurun seiring dengan
bertambahnya usia anak.
Karakter anak laki-laki dan anak perempuan memiliki perbedaan yang
signifikan. Pada dimensi pengetahuan moral, ada perbedaan pada anak laki-laki
dan anak perempuan. Karakter anak perempuan pada pengetahuan moral memiliki
rata-rata lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Karakter anak semakin
meningkat seiring dengan tingginya pendidikan ibu pada anak laki-laki, hal ini
dilihat dari hasil hubungan antara lama pendidikan ibu semakin tinggi, maka usia
ibu semakin rendah. Karakter anak semakin meningkat seiring dengan tingginya
pola asuh disiplin dan spiritual yang diberikan pada anak. Karakter anak semakin
menurun seiring dengan tingginya pola asuh disiplin pengabaian.
Karakter anak pada contoh dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, pola
asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual. Pola asuh yang dilakukan ibu dalam
membentuk karakter, pola asuh spiritual lebih baik dibandingkan dengan pola
asuh disiplin.
Kecerdasan spiritual ibu pada contoh rata-rata sedang. Dari tanda-tanda
kecerdasan spiritual, rata-rata tertinggi pada kemampuan ibu dalam memiliki visi
dan nilai pada anak laki-laki, setengahnya dalam kategori tinggi. Kecerdasan
spiritual pada contoh semakin menurun, seiring dengan bertambahnya usia anak.
Pola asuh spiritual semakin meningkat seiring dengan tingginya kecerdasan
spiritual ibu dalam bersikap fleksibel, kesadaran yang tinggi, bijaksana,
beradaptasi, memiliki visi dan nilai, bermanfaat, holistik, rasa ingin tahu, dan
teguh pendirian sehingga ingin mendapatkan perubahan yang lebih baik dan yang
paling tinggi akan meningkatkan pengetahuan moral pada anak. Karakter anak
pada contoh dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual Ibu.

Saran

Hasil penelitian ini mendapatkan beberapa temuan, di antaranya pola asuh


spiritual lebih baik dibandingkan pola asuh disiplin dalam meningkatkan karakter
anak, karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan karakter anak laki-laki,
pola asuh disiplin dan spiritual berpengaruh terhadap karakter anak, kecerdasan
spiritual ibu berhubungan dengan pola asuh spiritual ibu, kecerdasan spiritual ibu
pada beberapa tanda berhubungan dengan karakter, dan kecerdasan spiritual
berpengaruh terhadap karakter anak.
Berdasarkan penemuan ini, penulis menyarankan kepada pihak terkait
sebagai berikut.
a. Pemerintah membuat kebijakan yang dapat meningkatkan keterampilan
orangtua dalam mengasuh anak.
57

b. Orangtua harus meningkatkan keterampilan dan kemampuan diri menggunakan


strategi atau cara dalam melakukan pengasuhan pada anak melalui kecerdasan
spiritual.
c. Lembaga swadaya masyarakat membantu pemerintah memberikan informasi
dan pembinaan kepada masyarakat mengenai keluarga dan pengasuhannya.
d. Peneliti melakukan penelitian yang lebih lanjut dengan menambah Ayah
sebagai responden dan melakukan perbandingan dengan kondisi di perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abar B., Carter K.L., dan Winsler A. (2009). The effects of maternal parenting
style and religious commitment on self-regulation, academic achievement,
and risk behavior among African-American parochial college students.
Journal of Adolescence 32 (2009) 259e273. DOI: 10.1016/j.adolescence.
2008.03.008. @ 2008 The Association for Professionals in Services
forAdolescents. Published by Elsevier Ltd.
Abaspoorazar Z., Farrokhi N.A., Ali A.B. (2015). Explaining the Relationship
between Parenting Styles, Identity Styles and Spiritual Health in
Adolescents. European Online Journal of Natural and Social Sciences 2015;
www.european-science.com Vol.4, No.3 pp. 450-460 ISSN 1805-3602.
Arca C.C. (2007). The role of spirituality and its influence on filipino parents‟ child-
rearing practices. (thesis). Department of social work california state university,
long beach in partial fulfillment of the requirements for the degree master of social
work.
Bapenas dan Unicef.(2011). The situation of children and women in indonesia
2000-2010, working towards progress with equity under decentralisation.
Jakarta.
Bert S.C. (2011). The influence of religiosity and spirituality on adolescent
mothers and their teenage children. J Youth Adolescence (2011) 40:72–84.
DOI 10.1007/s10964-010-9506-9.
Bronfenbrenner U. (1994). Ecological models of human development. In
International Encyclopedia of Education, Vo. 3, 2nd, Ed. Oxford: Elveier.
Choudhury N., Ahmed S. M. (2011). Maternal care practices among the ultra poor
households in rural Bangladesh: a qualitative exploratory study. Pregnancy
and Childbirth 2011, 11:15. http://www.biomedcentral.com/1471-
2393/11/15.
Chowdhury S. (2010). The relationship between parent and adolescent levels of
religiosity and quality of the parent-child relationship. Barnard College of
Columbia University.
Dewanggi, Hastuti D., Herawati T. (2015). the influence of attachment and quality
of parenting and parenting environment on children‟s character in rural and
urban areas of bogor. Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2015, p : 20-27 Vol.
8, No. 1 ISSN : 1907 – 6037.
Dixon S. V, Graber J.A., dan Gunn J.B. (2008). The roles of respect for parental
authority and parenting practices in parent–child conflict among african
american, latino, and european american families. J Fam Psychol. 2008
Feb; 22(1): 1–10. DOI: 10.1037/0893-3200.22.1.1. dalam
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3125601/.
58

Froma W., (2010). “Spiritual diversity: multifaith perspectives in family therapy.”


Family Process; Sep 2010; 49, 3; ProQuest pg. 330.
Halpenny A.M., Nixon E dan Watson D. (2009). Parenting styles and discipline:
parents’perspectives. Ireland. Office Of The Minister For Children And
Youth Affairs.
Hastuti, D. (2009). Stimulasi psikososial pada anak kelompok bermain dan
pengaruh-nya pada perkembangan motorik, kognitif, sosial emosi, dan
moral/karakter anak. Jur. Ilm. Kel. & Kons., 2(1), 41-56.
Hastuti, D., Alfiasari, & Sarwoprasodjo, S. (2012). Model harmonisasi peran
keluarga dan sekolah dalam pembentukan karakter mulia remaja bagi
tercapainya visi “insan cerdas komprehensif tahun 2014”. Institut Pertanian
Bogor, Bogor
Hastuti D., Fiernanti D.Y.I, dan Guhardja S. (2011). Kualitas lingkungan
pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak usia balita di daerah
rawan pangan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen., Januari 2011, p:57-
65. ISSN: 1907-6037.
Hastuti D. (2015). Pengasuhan :teori, prinsip, dan aplikasinya di indonesia.
Bogor : IPB Press.
Herawati T. (2012). “Manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga
peserta program pemberdayaan masyarakat dan perdesaan (kasus di
kabupaten bogor)” (Disertasi). Bogor : IPB.
Hoffman M.L. (2000). Empathy and moral development. Cambridge : University
Press.
http://www.kpai.go.id
Idler, E. (1999). Multidimensional measurement of religiousness/spirituality for
use in health research. kalamazoo, mi: john e. fetzer institute. The Fetzer
Institute/National Institute on Aging Working Group.
Iglesias, A. (2010). A study of the influence of parent-child dynamics on
children's internalization of religious and spiritual beliefs and values. San
Diego : Clinical Dissertation Presented to the Faculty of the California
School of Professional Psychology at Alliant International University.
Johnson M.A. (1994). The Effect of a Father's Locus of Control and Spiritual
Well-Being on His Adolescent Child's Self-Esteem. George Fox College in
partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of
Psychology in Clinical Psychology Newberg, Oregon.
Karina, Hastuti D, Alfiasari. (2013). Perilaku bullying dan karakter remaja serta
kaitannya dengan karakteristik keluarga dan peer group. Jurn. Ilm. Kel. &
Kons. 6(1). hlm:20-29.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2012). Profil
anak indonesia 2012.
Kohlberg L. dan Hersh R.H. (1977). Moral development: a review of the theory.
Theory into Practice, Vol. 16, No. 2, Moral Development. (Apr., 1977), pp.
53-59.
Krevans J. dan Gibbs J.C. (1996). Parents' use of inductive discipline: relations to
children's,empathy and prosocial behavior. Child Dev 67:3263–3277. The
society for Research in Child Development, Inc. All rights reserved. 0009-
3920/96/6706-0031801.001.
59

Latifah M., Hernawati N., dan Nurhayati S. (2011). Kecerdasan emosional,


kematangan sosial, self esteem, dan prestasi akademik mahasiswa lulusan
pesantren. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Januari 2011, p:66-73.
ISSN : 1907 -6037.
Lickona T. (2001) What is good character? Journal Reclaiming Children and
Youth; Winter 2001; 9, 4; ProQuest pg. 239.
Lynn M. (2012). Influences on father involvement: testing for unique
contributions of religion and spirituality. (Disertasi) Faculty of the Graduate
School, Marquette University. Milwaukee : Wisconsin.
Maria, H. (2013). Kecerdasan Spiritual Ibu, kualitas pengasuhan, dan kreativitas
anak sekolah dasar progresif dan nonprogresif di kota depok. (Thesis)
Sekolah Pascasarjana. Bogor : IPB.
McGhee dan Grant. (2008). “Spirituality and ethical behaviour in the workplace:
wishful thinking or authentic reality.” EJBO Electronic Journal of Business
Ethics and Organization Studies. Vol. 13, No. 2 (2008).
McKee L., Roland E., Coffelt N., Olson A.R., Forehand R., Massari C.,..... Zens
M. S. (2007). Harsh discipline and child problem behaviors: the roles of
positive parenting and gender. Journal Springer Science+Business Media,
LLC 200. J Fam Viol (2007) 22:187–196. DOI 10.1007/s10896-007-9070-6.
Megawangi R. (2005). Membiarkan berbeda. Bandung : Mizan.
___________.(2009). Pendidikan karakter. Depok: Indonesia Heritage
Foundation.
___________. (2014). Kelekatan ibu-anak, kunci membangun bangsa. Depok:
Indonesia Heritage Foundation.
Miller T.W., Kraus R.F., dan Veltkamp L.J. (2005). Character education as a
prevention strategy in school-related violence. The Journal of Primary
Prevention (C_2005) DOI: 10.1007/s10935-005-0004-x.
Moosa J. dan Ali N.M. (2011). The study relationship between parenting styles
and spiritual intelligence. J. Life Sci. Biomed. 1(1): 24-27, 2011. Diambil
dari http://jlsb.science-line.com/
Myers S.M. (1996). An interactive model of religiosity inheritance: the
importance of family context. American Sociological Review, 1996, Vol. 61
(October:858-866). The Pennsylvania State University.
Park N. dan Peterson C. (2006). Character strengths and happiness among young
children: content analysis of parental descriptions. Journal Of Happiness
Studies (2006) 7:323–341 @ Springer 2006. DOI 10.1007/S10902-005-
3648-6
Patrick R.B. dan Gibbs J.C. (2007). Parental expression of disappointment:
should it be a factor in hoffman‟s model of parental discipline? The Journal
of Genetic Psychology 168(2), 131–145.
Peterson C. dan Seligmen M.E.P. (2004). Character strengths and virtues: a
handbook and classification. New York: Oxford University Press.
Puspitawati H., dan Herawati T. (2013). Metode penelitian keluarga. Bogor : IPB
Press.
Puspitawati H. (2011). Fungsi pengasuhan dan interaksi dalam keluarga terhadap
kualitas perkawinan dan kondisi anak pada keluarga tenaga kerja wanita
(TKW). Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen., Januari 2011, p:11-20.
ISSN :1907 – 6037.
60

__________ dan Setioningsih S.S. (2012). Gender dan keluarga, konsep dan
realita di indonesia. Bogor : IPB Press.
Razak R.R.A. (2011). Spiritual dimension in education: the role of institutions of
higher education. The International Journal of the Humanities Volume 8,
Number 11, 2011. Universiti Sains Malaysia, Penang.http://www. Humanities-
Journal.com, ISSN 1447-9508.
Renk K., McKinney C., Klein J., & Oliveros A. (2005). childhood discipline,
perceptions of parents, and current functioning in female college students.
Journal of Adolescence. Diambil dari www.elsevier.com/locate/jado.
Reeves R.V., Venator J, dan Howard K. (2014). The character factor: measures
and impact of drive and prudence. Center on Children & Families at
Brookings.
Reinert, D.F. (2005). Self-representations, and attachment to parents: a
longitudinal study of roman catholic college seminarians. Journal
Spirituality Counseling and Values; Apr 2005; 49, 3; ProQuest Professional
Education pg. 226.
Riley A.W., Valdez C.R., Barrueco S., Mills C., Beardslee W., Sandler I., Rawal
P. (2008). Development of a family-based program to reduce risk and
promote resilience among families affected by maternal depression:
theoretical basis and program description. Clin Child Fam Psychol Rev
(2008) 11:12–29. DOI 10.1007/s10567-008-0030-3
Runcan P.L. dan Goian C. (2014). Parenting practices and the development of
trait emotional intelligence: a study on romanian senior high schoolers.
Journal Revista de Asistenţ\ Sociall, anul XIII, nr. 1/2014, pp. 67-78.
Santrock J.W. (2012). Life span development, perkembangan masa hidup.
Jakarta: Erlangga.
Sangawi H.S., Adams J, dan Reissland N. (2015). The effects of parenting styles
on behavioral problems in primary school children: a cross-cultural review.
Asian Social Science; Vol. 11, No. 22; 2015. ISSN 1911-2017.
DOI:10.5539/ass.v11n22p171
Sheldrake R. (1987). Society, spirit & ritual: morphic resonance and the
collective unconscious - part II. Journal Psychological Perspectives, (Fall
1987), 18(2), 320-331.
Smith C. (2003). Theorizing religious effects among american adolescents.
Journal for the Scientiflc Study of Religion 42:1 (2003) 17-30
Stolz H.E., Barber B.K., & Olsen J.A. (2005). Toward disentangling fathering and
mothering: an assessment of relative importance. Journal of Marriage and
Family 67.4 (Nov 2005) : 1076-1092.
Straus A.M. (2011). Manual for the dimensions of discipline inventory (001).
Family Research Laboratory, University Of New Hampshire Durham, Nh
03824 (1) 603-862-2594.
Suwarno B. (2007). Rumus dan data dalam analisis statistika. Bandung: Alfabeta.
Tabitha, N. (2014). A study of the link between self-esteem and spiritual
experience of parents living in the „city of sadness‟ of hong kong. Journal of
the North American Association of Christians in Social Work.Social Work &
Christianity, vol. 41, No. 1 (2014), 45–59.
Vangelisti, A. L. Ed. (2004). Family Communication. Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.University of Texas at Austin.
61
Vig, D. dan Jaswal. (2014). Interrelationship between parental use of positive
values and strong family bonds. Indian Journal of Health and Wellbeing
2014, 5(10), 1181-1183. Indian Association of Health, Research and
Welfare ISSN-p-2229-5356,e-2321-3698.
Wen M. (2014). Parental participation in religious services and parent and child
well-being: findings from the national survey of america‟s families. Journal
Religius Health (2014) 53:1539–1561. DOI 10.1007/s10943-013-9742-x.
Wijayanati A. dan Uyun Z. 2010. Pengaruh kecerdasan spiritual terhadap
kenakalan remaja: studi kasus pada siswa kelas 3 sltp muhammadiyah.
Jurnal Masaran Sragen Fakultas Agama Islam dan Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 91
– 110.
Winskel H., Walsh L., dan Tran T. (2014). Discipline strategies of vietnamese and
australian mothers for in regulating children‟s behaviour. Pertanika J. Soc.
Sci. & Hum. 22 (2): 575 -588 (2014). ISSN: 0128-7702. Diambil dari
Journal homepage: http://www.pertanika.upm.edu.my/
Zohar D. dan Marshall I. (2001). SQ kecerdasan spiritual. Bandung. Terjemahan
Mizan.
__________________. (2005). Spiritual capital. Bandung. Terjemahan Mizan.

62
LAMPIRAN
63

Lampiran 1 Koefisien korelasi karakteristik keluarga


Pendidikan Pendidikan Pendapatan
Usia Ayah Usia Ibu
Variabel Ayah Ibu Perkapita
Usia Ayah (tahun) 1
Usia Ibu (tahun) 0,829** 1
Lama Pendidikan
-0,123 -.0110 1
Ayah (tahun)
Lama Pendidikan
-0,312** -0,307** 0,414** 1
Ibu (tahun)
Pendapatan
-0,058 -0,126 0,095 0,213* 1
Perkapita (rupiah)

Lampiran 2 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak


dengan pola asuh disiplin (induktif, penegasan, pemberian
konsekuensi) dan spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter
Pola
Pemberian
Variabel Induktif Penegasan asuh Kecerdasan Karakter
konsekuensi
spiritual Spiritual
Karakteristik Keluarga
Usia ayah
-0,186* -0,076 -0,209* -0,91 0,067 -0,092
(tahun)
Usia Ibu
-0,150 -0,122 -0,177* -0,120 0,023 -0,061
(tahun)
Lama
pendidikan 0,153 -0,099 0,153 0,087 -0,007 0,041
Ayah (tahun)
Lama
pendidikan 0,223* -0,042 -0,020 0,195* 0,114 0,098
Ibu (tahun)
Jumlah
anggota 0,010 -0,016 -0,134 -0,052 0,008 0,024
keluarga
Pendapatan
0,052 0,016 -0,039 -0,076 0,090 0,141
perkapita
Karakteristik Anak
Jenis Kelamin
(0=laki-laki, 0,136 -0,230* 0,017 -0,116 -0,132 0,222*
1=perempuan)
Usia anak -0,170 -0,045 -0,076 -0,206* -0,194* -0,106
Keterangan : ** signifikan p< 0,01, * signifikan p< 0,05
Lampiran 3 Koefisien korelasi antara kecerdasan spiritual dengan pola asuh
spiritual
Variabel Pola asuh Spiritual
Kecerdasan Spiritual Ibu
Fleksibel 0.486**
Kesadaran tinggi 0,563**
Bijaksana 0,550**
Adaptasi 0,330**
Visi dan nilai 0,447**
Bermanfaat 0,560**
Holistik 0,445**
Rasa ingin tahu 0,456**
Teguh pendirian 0,488**
Keterangan : ** signifikan p< 0,01, * signifikan p< 0,05
64

Lampiran 4 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik


anak, kecerdasan spiritual dengan karakter
Pengetahuan Perasaan Tindakan Karakter
Variabel
moral moral moral
Karakteristik Keluarga
Usia ayah (tahun) -0,167 0,005 0,008 -0,078
Usia Ibu (tahun) -0,181* -0,066 -0,006 -0,120
Lama pendidikan Ayah (tahun) -0,004 0,054 0,040 0,041
Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,044 0.061 0,132 0,098
Pendapatan perkapita 0,129 0,065 0,138 0,141
Karakteristik Anak
Jenis Kelamin (0=laki-laki, 0,178*
0.198* 0.131 0,222*
1=perempuan)
Usia anak -0.032 -0.057 -0,177* -0,106
Kecerdasan Spiritual
Fleksibel (skor) 0,164 0.068 0,152 0,168
Kesadaran tinggi (skor) 0,289** 0,174 0,176* 0,281**
Bijaksana (skor) 0,262* 0,162 0,227* 0,282**
Adaptasi (skor) 0,220** 0,038 0,010 0,126
Visi dan nilai (skor) 0,187* 0,075 0,081 0,154
Bermanfaat (skor) 0,263** 0,217* 0,236** 0,308**
Holistik (skor) 0,249** 0,125 0,092 0,208**
Rasa ingin tahu (skor) 0,219* 0,105 0,104 0,191*
Teguh pendirian (skor) 0,289** 0,264** 0,254** 0,346**
Keterangan : ** signifikan p< 0,01, * signifikan p< 0,05
Lampiran 5 Skor hasil pernyataan persepsi anak
5.1 pola asuh disiplin
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN TP KK SR SL TP KK SR SL
% % % % % % % %
Induktif
1 Membuat perjanjian denganku 42,9 25,7 21,4 10 36,4 23,6 25,5 14,5
tentang kapan waktu tidur
malam
2 Menemaniku saat aku 14,3 27,1 42,9 15,7 5,5 32,7 36,4 25,5
menonton TV
3 Membuat perjanjian tentang 28,6 25,7 27,1 18,6 38,2 18,2 21,8 21,8
waktu bermain baik di rumah
maupun di luar rumah
4 Mengajarkan meminta maaf 7,1 10,0 47,1 35,7 3,6 16,4 41,8 38,2
jika aku menganggu temanku
5 Berbicara hangat dan lembut 11,4 30 28,6 30 9,1 25,5 29,1 36,4
ketika aku tidak mau makan
6 Berbicara hangat dan lembut 38,6 24,3 17,1 20 25,5 30,9 20 23,6
walaupun aku berbohong
7 Menasihatiku dengan lembut 27,1 27,1 21,4 24,3 21,8 23,6 20 34,5
jika aku berkata kasar
8 Menasihatiku dengan lembut 17,1 25,7 31,4 25,7 12,7 20 29,1 38,2
jika aku mau mandi
9 Membolehkan aku bermain 4,3 14,3 41,4 40 3,6 20 27,3 49,1
asalkan tidak lupa waktu
10. Menasihatiku dengan lembut 24,3 32,9 21,4 21,4 25,5 29,1 18,2 27,3
jika aku kasar seperti memukul
atau menendang terhadap
teman atau anak lainnya
65
Lanjutan Tabel
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN TP KK SR SL TP KK SR SL
% % % % % % % %
11. Menasihatiku dengan lembut 24,3 32,9 27,1 15,7 16,4 34,5 23,6 25,5
jika aku menumpahkan
makanan
12. Memberikan perhatian ketika 0 10 51,4 38,6 1,8 9,1 43,6 45,5
aku sedang sakit
13. Bertanya dengan lembut ketika 31,4 24,3 18,6 25,7 10,9 25,5 25,5 38,2
aku tidak mau sekolah
14. Berbicara baik dan lembut 22,9 27,1 25,7 24,3 18,2 34,5 18,2 29,1
walaupun aku menonton TV
terus
Penegasan (Powerassertion)
15. Mengambil barang yang aku 52,9 25,7 14,3 7,1 63,6 27,3 7,3 1,8
sukai karena bermain terus
16. Menyuruhku masuk kamar 51,4 25,7 15,7 7,1 70,9 18,2 5,5 5,5
karena tidak mau belajar
17. Berteriak keras dan kasar 44,3 22,9 24,3 8,6 58,2 25,5 16,4 0
jika aku tidak mau mengaji
18. Memukulku jika aku 61,4 30 4,3 4,3 70,9 27,3 1,8 0
memukul teman atau
saudaraku
19 Menamparku jika aku 70 22,9 4,3 2,9 89,1 7,3 3,6 0
merusak barang di rumah
20. Memukulku dengan ikat 84,3 10 2,9 2,9 90,9 5,5 1,8 1,8
pinggang jika aku
menendang teman atau
saudara
21. Memukulku dengan alat 82,9 11,4 4,3 1,4 89,1 9,1 1,8 0
dapur jika aku bermain terus
22. Menyuruhku tidur dengan 72,9 15,7 10 1,4 89,1 7,3 3,6 0
tidak memberi makan
23. Menyuruhku membersihkan 35,7 35,7 22,9 5,7 29,1 40 23,6 7,3
rumah jika aku bermain
terus
24. Melarang keluar rumah jika 22,9 44,3 25,7 7,1 32,7 40 21,8 5,5
aku bermain terus
25. Mencubitku jika aku tidak 41,4 28,6 20 10 41,8 36,4 14,5 7,3
mendengarkan nasihatnya
26. Menghentikan uang jajan 47,1 32,9 18,6 1,4 38,2 45,5 10,9 5,5
jika aku tidak mau belajar
27. Memukul jika aku tidak 62,9 25,7 8,6 2,9 80 16,4 3,6 0
sopan
28. Memukulku jika aku tidak 54,3 27,1 11,4 7,1 65,5 21,8 10,9 1,8
menuruti kata-katanya
29. Mengunciku di kamar jika 45,7 37,1 11,4 5,7 54,5 40 5,5 0
jajan terus
Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl)
30. Mengabaikanku saat aku 80 8,6 10 1,4 89,1 9,1 1,8 0
berkata kasar
31. Berkata bodoh kepadaku 55,7 24,3 10 10 61,8 14,5 9,1 14,5
jika aku tidak mau belajar
32. Berkata malas kepadaku 61,4 25,7 10 2,9 85,5 14,5 0 0
jika aku tidak mau sekolah
33. Mengatakan anakpenganggu 51,4 32,9 10 5,7 63,6 23,6 10,9 1,8
jika sedang marah
66
Lanjutan Tabel
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN TP KK SR SL TP KK SR SL
% % % % % % % %
34. Mengatakan bodoh dan 81,4 17,1 1,4 0 85,5 10,9 1,8 1,8
malas di depan teman-
temanku
35. Berkata-kata kasar jika aku 77,1 20 2,9 0 90,9 3,6 0 5,5
menumpahkan makanan,
misal bodoh, teledor, bego
36. Memandangku dengan kesal 61,4 20 14,3 4,3 69,1 20 7,3 3,6
jika aku menumpahkan
makanan
37. Matanya melotot jika aku 54,3 30 15,7 0 63,6 25,5 9,1 1,8
menganggu teman atau
saudaraku
38. Meninggalkanku jika aku 54,3 35,7 7,1 2,9 74,5 20 3,6 1,8
membuatnya kesal
39. Membiarkanku ikut teman 57,1 30 10 2,9 69,1 20 9,1 1,8
yang tidak mau sekolah
40. mengatakan aku anak tidak 88,6 7,1 0 4,3 98,2 1,8 0 0
berguna
41 Menyuruhku diam jika aku 88,6 10 1,4 0 94,5 1,8 0 3,6
berbicara terus
Keterangan TP : Tidak Pernah, KK:Kadang-kadang, SR:Sering, SL:Selalu

Lampiran 6 Skor hasil pernyataan ibu


6.1 Pola asuh spiritual
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN TP KK SR SL TP KK SR SL
% % % % % % % %
Personal
Apakah ibu mengajarkan anak
untuk ?
1 menerima keadaan tanpa 1,4 15,7 50 32,9 12,7 54,5 0 32,7
mengeluh
2 menghadapi setiap masalah 4,3 22,9 45,7 27,1 1,8 21,8 49,1 27,3
3 memaafkan teman yang 1,4 11,4 51,4 35,7 0 9,1 65,5 25,5
menyakitinya
4 memaafkan diri sendiri 1,4 18,6 51,4 28,6 3,6 16,4 56,4 23,6
5 bersabar ketika memiliki 0 7,1 55,7 37,1 0 12,7 54,5 32,7
masalah
6 mendorong anak untuk 0 11,4 55,7 32,9 1,8 10,9 56,4 30,9
maju
7 menikmati belajar di 0 10 52,9 37,1 1,8 10,9 47,3 40
sekolah dan bermain
bersama temannya
8 ikhlas ketika lelah harus 0 15,7 55,7 28,6 0 16,4 47,3 36,4
sekolah
9 menahan rasa sakit dengan 0 8,6 44,3 47,1 0 10,9 50,9 38,2
tidak mengeluh
10. mendorong anak untuk 0 8,6 44,3 47,1 0 7,3 54,5 38,2
memiliki cita-cita yang
tinggi.
67
Lanjutan Tabel
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN TP KK SR SL TP KK SR SL
% % % % % % % %
11. mendorong anak untuk 0 7,1 48,6 44,3 0 5,5 61,8 32,7
selalu berbuat baik kepada
teman-temannya
12. melakukan kegiatan 0 10 55,7 34,3 0 1,8 63,6 34,5
bermanfaat
13. olahraga, belajar, mengaji 11,4 7,1 38,6 42,9 9,1 12,7 52,7 25,5
daripada nongkrong
14. mendorong anak untuk 11,4 22,9 34,4 31,4 14,5 34,5 29,1 21,8
menggali kemampuan yang
miliki
15. tidak merusak hutan, tidak 25,7 30 28,6 15,7 20 49,1 18,2 12,7
buang sampah sembarangan
16. berbuat baik terhadap 2,9 8,6 52,9 35,7 0 9,1 70,9 20
keluarga, teman, tetangga
17. tidak pilih-pilih teman 30 34,3 22,9 12,9 27,3 49,1 14,5 9,1
18. belajar membuat keputusan 7,1 21,4 45,7 25,7 18,2 29,1 40 12,7
sendiri
19. berbuat baik kepada 1,4 11,4 60 27,1 0 14,5 65,5 20
oranglai
20. mendorong anak untuk 17,1 22,9 34,3 25,7 10,9 40 34,5 14,5
melakukan sesuatu yang
menarik minatnya
21. mendorong anak untuk 17,1 41,4 22,9 18,6 32,7 30,9 32,7 3,6
membuat benda yang
diinginkannya
22. mendorong anak untuk 7,1 28,6 40 24,3 9,1 27,3 50,9 12,7
mengetahui apa yang
diinginkannya
23. mendorong anak untuk 11,4 27,1 32,9 28,6 18,2 25,5 41,8 14,5
menjadi pemimpin
24. mencapai prestasi 0 7,1 54,3 38,6 0 14,5 60 25,5
25. untuk percaya pada diri 1,4 10 55,7 32,9 0 18,2 60 21,8
sendiri
26. untuk selalu menepati janji 1,4 7,1 57,1 34,3 1,8 12,7 61,8 23,6
27. berpegang teguh pada 1,4 21,4 47,1 30 0 21,8 60 18,2
pendapatnya yang benar
Sosial
28. berbagi dengan temannya 0 11,4 52,9 35,7 1,8 7,3 60 30,9
29. menolong teman-temannya 0 15,7 51,4 32,9 1,8 9,1 63,6 25,5
yang perlu ditolong
30. berbicara berhati-hati 0 5,7 51,4 42,9 0 12,7 54,5 32,7
kepada teman-temannya
31. menyayangi orang lain 0 11,4 51,4 37,1 0 14,5 61,8 23,6
32. memahami teman 1,4 21,4 45,7 31,4 1,8 18,2 52,7 27,3
33. ikut dalam kegiatan 10 18,6 51,4 20 1,8 25,5 56,4 16,4
berkelompok bersama
teman-temannya
34. menganggap teman sebagai 2,9 15,7 57,1 24,3 0 23,6 60 16,4
saudara
68
Lanjutan Tabel
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN TP KK SR SL TP KK SR SL
% % % % % % % %
35. merasakan kesedihan 7,1 21,4 42,9 28,6 10,9 23,6 45,5 20
teman
36. mengajarkan untuk berbagi 0 14,3 57,1 28,6 0 7,3 69,1 23,6
dengan teman
Tuhan
37. menemukan kedamaian 0 14,3 47,1 38,6 0 9,1 56,4 34,5
38. merasakan adanya 0 11,4 42,9 45,7 0 7,3 58,2 34,5
kehadiran Tuhan
39. merasa nyaman dan 0 11,4 41,4 47,1 0 12,7 47,3 40
kekuatan dari agama
40. berserah diri kepada Tuhan 0 7,1 41,4 51,4 0 9,1 49,1 41,8
ketika anak sedang sedih
41. berdoa kepada Tuhan 0 4,3 34,3 61,4 0 3,6 47,3 49,1
42. dekat dengan Tuhan 0 5,7 37,1 57,1 0 3,6 52,7 43,6
43. mencintai ciptaan Tuhan 1,4 5,7 45,7 47,1 1,8 16,4 45,5 36,4
seperti alam, laut,
tumbuhan.
44. merasakan bahwa Tuhan 0 7,1 41,4 51,4 0 12,7 49,1 38,2
mencintai kita
45. percaya Tuhan selalu 0 5,7 45,7 48,6 0 9,1 52,7 38,2
memperhatikan kita
46. beribadah/ (kalau muslim 1,4 1,4 27,1 70 1,8 3,6 27,3 67,3
salat)
47. mengeluh hanya kepada 4,3 12,9 38,6 44,3 3,6 5,5 52,7 38,2
Tuhan
48. percaya bahwa Tuhan akan 1,4 10 41,4 47,1 0 7,3 58,2 34,5
memberikan kekuatan,
dukungan, bimbingan
kepada kita
49. merasakan bahwa Tuhan 0 12,9 40 47,1 0 7,3 52,7 40
selalu memperhatikan
perilaku yang kita perbuat.
50. tidak meninggalkan Tuhan 0 4,3 44,3 51,4 1,8 3,6 40 54,5
51. makan, minum, belajar, 0 10 42,9 47,1 1,8 7,3 60 30,9
bekerja, berbicara sesuai
ajaran agama
52. percaya pada kekuatan 0 7,1 47,1 45,7 0 7,3 52,7 40
Tuhan
Keterangan TP : Tidak Pernah, KK:Kadang-kadang, SR:Sering, SL:Selalu

Lampiran 7 Skor hasil pernyataan kecerdasan spiritual ibu


TP KK SR SL
NO. PERNYATAAN
% % % %
1. mampu menghadapi setiap keadaan 5,6 47,2 30,4 16,8
yang sulit
2. merasakan kehadiran Tuhan 3,2 36,8 40,8 19,2
3. yakin Tuhan akan memaafkan setiap 4,0 23,2 38,4 34,4
dosa yang saya lakukan
69
Lanjutan Tabel
TP KK SR SL
NO. PERNYATAAN
% % % %
4. merasakan kedamaian dari agama 0,8 12,8 43,2 43,2
yang saya yakini
5. berserah diri kepada Tuhan ketika 0 28,8 42,4 28,8
menghadapi kesulitan hidup
6. berdoa kepada Tuhan 0,8 32,0 40,8 26,4
7. memaafkan orang yang menyakiti 0 12,0 47,2 40,8
saya
8. mau berbagi dengan orang lain 2,4 18,4 44,0 35,2
9. memiliki keinginan untuk hidup maju 0,8 12,0 48,0 39,2
10. menemukan kedamaian ketika 8,0 20,8 41,6 29,6
berdekatan dengan Tuhan
11. berolahraga atau makan makanan 2,4 19,2 48,0 30,4
yang sehat agar tubuh saya sehat
12. memaafkan diri sendiri jika saya 2,4 16,8 48,0 32,8
sudah menyakiti orang lain
13. memutuskan agar dekat dengan 3,2 4,8 36,8 55,2
Tuhan
14. merasa tersentuh dengan keindahan 4,0 16,0 43,2 36,8
ciptaan Tuha
15. merasakan Tuhan mencintai saya 1,6 26,4 39,2 32,8
16. percaya Tuhan akan memperhatikan 0 12,0 45,6 42,4
setiap perilaku saya
17. menolong orang lain yang sedang 0,8 4,0 44,0 51,2
kesulitan
18. bertanggung jawab untuk menjaga 1,6 19,2 46,4 32,8
kelestarian alam semesta
19 menyukai kegiatan secara bersama- 0 17,6 49,6 32,8
sama
20. berusaha keras membawa agama 1,6 28,0 42,4 28,0
pada semua urusan kehidupan,
21. berbicara dengan siapa pun tanpa 32,8 32,0 24,0 11,2
memilih teman
22. bersabar ketika sedang sakit 0 6,4 46,4 47,2
23. menahan rasa sakit dengan tidak 0 3,2 30,4 66,4
mengeluh
24. berhati-hati ketika berbicara dengan 0 3,2 34,4 62,4
orang lain
25. menjalani hidup yang bermanfaat 0 0,8 41,6 57,6
26. menolong orang lain dan berbagi 0 8,8 34,4 56,8
pengalaman
27. bertanggung jawab pada pilihan 0 2,4 26,4 71,2
hidup
28. menyukai kebersamaan dengan orang 0 8,0 39,2 52,8
lain
29. memahami keadaan orang lain 28,8 44,0 11,2 16,0
30. ikhlas dengan keadaan yang saya 3,2 4,0 38,4 54,4
terima
31. menepati janji 0 8,8 44,0 47,2
32. menjadikan Tuhan sebagai tempat 0 4,8 33,6 61,6
saya berbagi dan berserah diri.
70
Lanjutan Tabel
TP KK SR SL
NO. PERNYATAAN
% % % %
33. melihat kekuatan, dukungan, dan 0 2,4 32,8 64,8
bimbingan Tuhan dalam hidup saya
34. merasakan Tuhan akan menghukum 16,0 12,8 31,2 40
jika saya berbuat dosa
35. merasakan ketakutan jika Tuhan 0 4,8 37,6 57,6
meninggalkan saya
36. menyadari saya berasal dari mana 0 5,6 40,8 53,6
dan apa yang menjadi kebutuhan
saya
37. merasakan dengan kuat bahwa saya 0,8 4,8 32,0 62,4
ingin berubah menjadi lebih baik
38. merenungkan apakah yang menjadi 1,6 8,8 26,4 63,2
keinginan saya
39. menemukan cara dalam mengatasi 8,0 21,6 22,4 48,0
keadaan yang sulit
40. menggali kemampuan yang saya 3,2 18,4 42,4 36,0
miliki yang kemungkinan membuat
saya untuk melangkah maju
41. menetapkan hati untuk melangkah 0,8 22,4 45,6 31,2
pada sebuah jalan untuk maju
42. menyadari banyak jalan menuju cita- 4,8 24,0 49,6 21,6
cita saya
43. merasakan kebahagiaan jika saya 1,6 12,0 47,2 39,2
berada di antara keluarga, teman,
lingkungan saya tinggal
44. merasakan kebahagiaan ketika saya 11,2 21,6 44,0 23,2
dapat membantu orang lain yang
membutuhkan petolongan saya
menerima ketidakpahaman saya 0,8 9,6 45,6 44,0
45. terhadap sesuatu dengan tidak
menyerah
46. merasakan kebahagiaan dan 0 20,8 30,4 48,8
ketenangan jika saya dapat berkorban
untuk orang lain
47. Dapat mengatasi keadaan 6,4 14,4 46,4 32,8
48. rela membela dan bertanggung jawab 1,6 26,4 37,6 34,4
terhadap hal yang berarti bagi saya
walaupun tidak diterima orang lain
49. merasakan bahwa hidup saya sangat 40,8 23,2 21,6 14,4
berarti
50. menyukai kebersamaan dalam hidup 2,4 16,0 45,6 36,0
saya
51. merasakan adanya kekuatan yang 1,6 25,6 46,4 26,4
besar di luar diri saya sebagai energi
terbesar
52. Tidak tergesa-gesa dalam membuat 1,6 28,8 43,2 26,4
keputusan
53. Menerima ketidakpahaman saya 20 28,8 31,2 20
terhadap sesuatu tanpa menyerah
54. Menyadari berasal dari mana 13,6 15,2 37,6 33,6
71
Lanjutan Tabel
TP KK SR SL
NO. PERNYATAAN
% % % %
55. Menikmati rasa sakit 9,6 12,8 47,2 30,4
56. Menerima kesulitan hidup 0,8 19,2 47,2 32,8
Keterangan TP : Tidak Pernah, KK:Kadang-kadang, SR:Sering, SL:Selalu

Lampiran 8 Skor hasil pernyataan karakter anak usia sekolah dasar


Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN STS TS S SS STS TS S SS
% % % % % % % %
Pengetahuan Moral
1. Berani melakukan hal 5,7 2,9 50 41,4 3,6 9,1 50,9 36,4
yang berbeda itu baik
2. Berani bertanya itu baik 5,7 8,8 50 35,7 3,6 3,6 60 32,7
3. Setiap orang harus 10 1,4 47,1 41,4 5,5 3,6 58,2 32,7
menghormati pendapat
orang lain
4. Saya menganggap 2,9 4,3 40 52,9 1,8 0 40 58,2
belajar itu adalah hal
yang baik
5. Setiap masalah harus 8,6 5,7 45,7 40 0 7,3 50,9 41,8
diselesaikan dengan
solusi yang benar
6. Berani mempertahankan 11,4 14,3 48,6 25,7 0 16,4 50,9 32,7
pendapat yang berbeda
adalah hal yang benar
7. Saya harus 5,7 7,1 47,1 40 0 3,6 45,5 50,9
menyelesaikan tugas
yang diberikan kepada
saya
8. Setiap orang harus 7,1 7,1 42,9 42,9 5,5 1,8 36,4 56,4
menepati janji
9. Kita harus membuat 5,7 8,6 42,9 42,9 1,8 3,6 32,7 61,8
orang lain bahagia,
misalnya menghibur
teman yang sedang sedih
10. Setiap orang harus saling 2,9 5,7 40 51,4 0 0 29,1 70,9
tolong menolong
11. Kita tidak boleh 12,9 7,1 42,9 37,1 3,6 3,6 38,2 54,5
menyakiti perasaan
orang lain
12. Saat ada perlombaan, 8,6 8,6 41,4 41,4 5,5 7,3 32,7 54,5
saya akan mendukung
sekolah saya
13. Kita harus berbuat adil 8,6 2,9 52,9 35,7 0 3,6 47,3 49,1
kepada siapapun
14. Seorang pemimpin harus 8,6 7,1 50 34,3 1,8 1,8 50,9 45,5
bertanggung jawab,
15. Kita harus memaafkan 7,1 5,7 47,1 40 1,8 9,1 43,6 45,5
teman yang sudah
berbuat salah
72
Lanjutan Tabel
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN STS TS S SS STS TS S SS
% % % % % % % %
16. Kita harus menghormati 7,1 11,4 47,1 34,3 1,8 7,3 41,8 49,1
hak orang lain
17. Setiap orang harus selalu 14,3 5,7 51,4 28,6 1,8 7,3 52,7 38,2
berhati-hati agar tidak
terlibat dalam masalah
18. Ketika membuat jadwal 7,1 8,6 50 34,3 1,8 1,8 47,3 49,1
belajar, kita harus
melaksanakannya
19. Kita harus membuat 7,1 4,3 41,4 47,1 1,8 1,8 36,4 60
orang lain bahagia,
misalnya menghibur
teman yang sedang sedih
20. Setiap orang harus saling 7,1 5,7 54,3 32,9 5,5 9,1 38,2 47,3
tolong menolong
21. Kita tidak boleh 8,6 4,3 34,3 52,9 0 3,6 36,4 60
menyakiti perasaan
orang lain
22. Saat ada perlombaan, 8,6 2,9 34,3 54,3 1,8 1,8 21,8 74,5
saya akan mendukung
sekolah saya
Perasaan Moral
1. Saya senang bertanya di 10 12,9 50 27,1 7,3 5,5 49,1 38,2
kelas (apa saja yang
ingin ditanyakan
membuat kamu senang)
2. Saya merasa senang 1,4 5,7 57,1 35,7 3,6 7,3 45,5 43,6
ketika orang lain
memberikan saran
kepada saya
3. Saya selalu senang untuk 7,1 15,7 45,7 31,4 3,6 10,9 43,6 41,8
belajar meskipun tidak
disuruh oleh orangtua,
guru atau siapapun
4. Saya merasa senang 4,3 18,6 50 27,1 3,6 16,4 41,8 38,2
ketika saya dapat
menyelesaikan masalah
dan semua orang senang
dengan solusi yang saya
berikan
5. Saya merasa senang bila 7,1 12,9 54,3 25,7 7,3 10,9 49,1 32,7
dapat mempertahankan
pendapat saya
6. Saya merasa bersalah 10 11,4 45,7 32,9 10,9 16,4 36,4 36,4
jika saya harus
berbohong
7. Saya merasa senang 4,3 4,3 55,7 35,7 0 5,5 43,6 50,9
dapat membahagiakan
orang lain
73
Lanjutan Tabel
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN STS TS S SS STS TS S SS
% % % % % % % %
8. Saya selalu ingin 4,3 5,7 52,9 37,1 5,5 5,5 41,8 47,3
membuat orang lain
disekitar saya merasa
senang
9. Saya selalu ingin 8,6 8,6 45,7 37,1 0 10,9 52,7 36,4
membuat seseorang
merasa nyaman berbicara
dengan saya
10. Saya senang apabila 8,6 4,3 45,7 41,4 1,8 5,5 38,2 54,5
dapat mendukung
sekolah saya yang
sedang berlomba
11. Saya senang apabila saya 4,3 8,6 48,6 38,6 3,6 7,3 50,9 38,2
dapat berbuat adil pada
orang lain
12. Saya senang apabila saya 4,3 15,7 51,4 28,6 3,6 7,3 52,7 36,4
diminta menjadi
pemimpin
13. Saya merasa senang 4,3 1,4 51,4 42,9 3,6 10,9 41,8 43,6
apabila saya bisa
memaafkan teman saya
14. Saya senang bila menjadi 10,0 18,6 51,4 20 3,6 20 45,5 30,9
tempat curhat bagi teman
saya
15. Saya menyesal bila lupa 8,6 15,7 45,7 30 7,3 16,4 40 36,4
mengerjakan tugas
sekolah
16. Saya senang ketika saya 7,1 10 37,1 45,7 0 9,1 36,4 54,5
dapat menyisihkan
sebagian uang jajan saya
untuk ditabung
17. Saya tidak pernah merasa 5,7 12,9 47,1 34,3 5,5 10,9 40 43,6
putus asa dalam hal
apapun
18. Saya merasa tenang 2,9 2,9 40 54,3 1,8 1,8 36,4 60
setelah saya berdoa
19. Saya merasa senang 2,9 2,9 45,7 48,6 1,8 3,6 30,9 63,6
apabila dapat mematuhi
ajaran agama
Tindakan Moral
1. Saya melakukan sesuatu 11,4 21,4 28,6 38,6 16,4 18,2 25,5 40
dengan cara yang
berbeda dari orang lain
2. Saat saya ingin 7,1 24,3 31,4 37,1 10,9 18,2 27,3 43,6
mempelajari sesuatu,
saya mencoba untuk
mempelajarinya dengan
tekun,
74

Lanjutan Tabel
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN STS TS S SS STS TS S SS
% % % % % % % %
3. Saya memberikan solusi 12,9 34,3 34,3 18,6 9,1 25,5 30,9 34,5
apabila ada masalah,
4. Saya mempertahankan 5,7 24,3 32,9 37,1 9,1 23,6 38,2 29,1
pendapat saya ketika
saya yakin bahwa itu
adalah benar
5. Saya mengerjakan tugas 1,4 15,7 35,7 47,1 1,8 12,7 27,3 58,2
sampai selesai
6. Saya menepati janji 2,9 17,1 32,9 47,1 3,6 16,4 29,1 50,9
7. Saya memiliki sahabat 4,3 10 22,9 62,9 1,8 0 25,5 72,7
8. Saya akan membantu 12,9 24,3 32,9 30 1,8 18,2 36,4 43,6
orang lain meskipun
tidak diminta
9. Saya akan setia pada 5,7 17,1 35,7 41,4 3,6 7,3 34,5 54,5
kelompok saya baik
susah maupun senang
10. Saya memberikan 11,4 18,6 38,6 31,4 1,8 20 38,2 40
kesempatan yang sama
bagi teman saya saat
sedang mengerjakan
tugas kelompok
11. Saya selalu memaafkan 11,4 7,1 38,6 42,9 5,5 5,5 43,6 45,5
kesalahan teman saya
12. Saya adalah pendengar 15,7 24,3 38,6 21,4 1,8 14,5 45,5 38,2
yang baik bagi semua
orang
13. Saya tidak mencontek 18,6 15,7 20 45,7 20 5,5 30,9 43,6
pada saat ujian
14. Saya memiliki jadwal 18,6 17,1 20 44,3 5,5 9,1 34,5 50,9
belajar
15. Saya selalu 4,3 11,4 25,7 58,6 1,8 9,1 21,8 67,3
menyempatkan diri
untuk beribadah, misal
saya mengaji ke tpa
16. Saya memulai kegiatan 4,3 11,4 30 54,3 1,8 7,3 23,6 67,3
dengan berdoa
Keterangan STS : Sangat Tidak Sesuai, TS:Tidak Sesuai, S:Sesuai, SS:Sangat Sesuai
75

Lampiran 9 Sumber Acuan Jurnal

No. Penulis dan Judul Metode Contoh Hasil

1. Patrick R.B. dan Gibbs J.C. (2012). Inductive Self report Ibu dan 93 1. Pola asuh disiplin induktif orangtua
Discipline, Parental Expression of Disappointed orang siswa berhubungan dengan emosi positif dan
Expectations, and Moral Identity in Adolescenc. J (54% meningkatnya identitas moral anak
Youth Adolescence (2012) 41:973–983. DOI perempuan) 2. Pola asuh disiplin love withdrawal dan
10.1007/s10964-011-9698-7. Springer Science + kelas 5, 8 dan power assertion tidak berhubungan
BusinessMedia 10 dengan meningkatnya identitas moral
2. Peiser, N. C., & Heaven, P. C. L. (1996). Family Wawancara Remaja 1. Pola asuh disiplin hukuman berhubungan
influences on self-reported delinquency among Australia secara signifikan dengan perilaku rendah
high school students. Journal of Adolescence, 19, usia 15-16 diri, khususnya remaja perempuan
557–568. tahun 2. Pola asuh disiplin induktif berhubungan
sebanyak 177 signifikan dengan harga diri yang tinggi
3. Renk K, McKinney C, Klein J, dan Oliveros A. Persepsi anak Remaja 1. Pola asuh disiplin Ibu menggunakan
(2005). Childhood discipline, perceptions of terhadap perempuan kekerasan saat kecil berpengaruh
parents, and current functioning in female college orangtuanya terhadap depresi dan harga diri remaja
students. Journal of Adolescence. 2. Pola asuh disiplin Ayah menggunakan
DOI:10.1016/j.adolescence.2005.01.006. kekerasan berhubungan dengan rasa
Department of Psychology, University of Central cemas dan harga diri remaja
Florida, P.O. Box 161390, Orlando FL 32816,
USA. 2005
4. Winskel H, Walsh L, dan Tran T. (2014). Wawancara Ibu yang 1. Ibu menerapkan pola asuh disiplin
Discipline Strategies of Vietnamese and Australian memiliki induktif pada anak laki-laki
Mothers forin Regulating Children‟s Behaviour. anak berusia berpengaruh pada moral anak,
Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 22 (2): 575 - 588 3 sampai 10 sedangkan pada anak perempuan sedikit
(2014) tahun di banyak menggunakan power assertive
76

Lanjutan Tabel

No. Penulis dan Judul Metode Contoh Hasil

Australia dan dibandingkan anak laki-laki


Vietnam
5. Kerr DCR, Lopez NL, Olson SL, dan Sameroff Longitudinal Anak dan Pola asuh disiplin induktif dan kekerasan
AJ. (2004). Parental Discipline and Externalizing Pengamatan Orangtua fisik
Behavior Problems in Early Childhood: The Roles mempengaruhi ekspresi perilaku eksternal
of Moral Regulation and Child Gender. Journal of anak laki-laki dan pengaruhnya pada hati
Abnormal Child Psychology, Vol. 32, No. 4, August nurani. Ayah berkontribusi terhadap
2004, pp. 369–383 (@ 2004). Received February perilaku eksternal
13, 2003; revision received January 30, 2004;
accepted February 4, 2004
6. McKee L., Roland E., Coffelt N., Olson A.L., Wawancara 2.582 1. Anak laki-laki lebih banyak menenerima
Forehand R., Massari C., Jones D., Gaffney C.A., orangtua dan pola asuh disiplin kekerasan fisik dan
Zens M.S. (2007). Harsh Discipline and Child anak kelas 5- kekerasan verbal dibandingkan anak
Problem Behaviors: The Roles of Positive 6 perempuan
Parenting and Gender. J Fam Viol (2007) 22:187– 2. Pola asuh disiplin kekerasan fisik dan
196. DOI 10.1007/s10896-007-9070-6. Published kekerasan verbal dihubungkan dengan
online: 20 April 2007 # Springer Science + perilaku bermasalah
Business Media, LLC 2007.
7. Bert S.C. (2011). The Influence of Religiosity and Longitudinal Ibu dan Ibu yang memiliki spiritual tinggi
Spirituality on Adolescent Mothers and Their Wawancara remaja berpengaruh terhadap sosialemosi anak.
Teenage Children. J Youth Adolescence (2011) Spiritual anak berhubungan dengan
40:72–84. DOI 10.1007/s10964-010-9506-9. spiritual Ibu dan perilaku eksternal anak
8. Moosa J dan Ali N.M. (2011). The Study Self report Remaja Pengasuhan orangtua berhubungan
Relationship between Parenting Styles and dengan kecerdasan spiritual anak
Spiritual Intelligence. J. Life Sci. Biomed. 1(1): 24-
27, 2011. Diambil dari http://jlsb.science-line.com/
77
Lanjutan Tabel

No. Penulis dan Judul Metode Contoh Hasil

9. Tabitha, N. (2014). A Study of the Link between Crosssectional Orangtua Pengalaman spiritual orangtua
Self-esteem and Spiritual experience of Parents survey meningkatkan harga diri orangtua
Living in the „City of Sadness‟ of Hong Kong.
Journal of the North American Association of
Christians in Social Work.Social Work &
Christianity, vol. 41, No. 1 (2014), 45–59.
10. Reinert, D.F. (2005). Self-Representations, and Wawancara Mahasiswa Kelekatan Ibu berpengaruh terhadap
Attachment to Parents: A Longitudinal Study of kualitas pengalaman spiritual dalam
Roman Catholic College Seminarians. Journal berhubungan dengan Tuhan
Spirituality Counseling and Values; Apr 2005; 49,
3; ProQuest Professional Education pg. 226.
78
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 3 Agustus 1977 dari Ayah
Zainal Arifin dan Ibu R Atit Permanwati. Penulis merupakan putri ketiga dari
empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Percobaan Negeri 58
Bandung pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan di
SMP Negeri 11 Bandung. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA
Pasundan 1 Bandung dan lulus tahun 1995. Pada tahun 1995, penulis melanjutkan
studi ke STMIK-LIKMI Bandung lulus pada tahun 1996. Penulis memilih
program studi Bahasa Indonesia sub program Edtiting Unpad dan memperoleh
gelar Ahlimadya pada tahun 1999. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan studi
kependidikan di STKIP Arrahmaniyah – Depok dan memperoleh gelar Sarjana
Kependidikan pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi
program Magister (S2) di Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
(minat Perkembangan Anak) Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis pernah mengajar
di SD Muhammadiyah kota Bogor pada tahun 2010, kemudian menjadi editor
part time buku pelajaran SD di Yudhistira. Penulis mengajar di SDIT Al Quds
pada tahun 2011.

You might also like