Professional Documents
Culture Documents
RETY PUSPITASARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Pola Asuh
Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak
Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” adalah benar karya saya. Karya ini berdasarkan
arahan dari komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari
hasil karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis yang saya buat kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Rety Puspitasari
NIM I251130011
RINGKASAN
Kata kunci : pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual ibu,
karakter anak.
SUMMARY
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN SPIRITUAL,
SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala
karunia-Nya sehingga penulisan usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pola
Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter
Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” telah diselesaikan dengan baik. Penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu penulis sejak menjadi mahasiswa pascasarjana hingga dapat
menyelesaikan studi, yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin
Herawati, S.P., M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan wawasan pengetahuan yang amat
bermanfaat bagi tersusunnya tesis ini.
2. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model
Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and
School Partnership” yakni, kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., Alfiasari SP,
M.Si., yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut,
sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis.
3. Tak ada kata yang dapat mengambarkan rasa terima kasih pada suami
tercinta, Kakanda Mochamad Ade Nugraha, SP., ME. atas doa, dukungan,
cinta, dan kasih sayangnya yang tak terhingga. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua anak-anak tersayang Mohammad Arsyad Izzadin
dan Mohammad Akmal Nasrullah atas semangat dan dukungannya.
4. Keluarga Bapak dan Ibu RT, Pemerintah Desa dan masyarakat di Desa
Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
5. Saudari Leni Novitasari, S.Si, Zervina Rubyn Devi Situmorang, S.Si, dan
teman-teman tim HIKOM sebagai enumerator dalam penelitian.
6. Teman-teman PS IKA angkatan 2013 dan staf administrasi PS IKA atas
dukunganya selama penyelesaian tesis.
Rety Puspitasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner 4
Teori Perkembangan Moral Kohlberg 4
Pola Asuh Dispilin 5
Pola Asuh Spiritual 5
Kecerdasan Spiritual 6
Karakter Anak Usia Sekolah Dasar 7
3. KERANGKA PEMIKIRAN 11
4. METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 13
Prosedur Pengambilan Contoh 13
Cara Pengumpulan Data 13
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian 14
Pengolahan dan Analisis Data 15
Definisi Operasional 16
8. PEMBAHASAN UMUM 52
9. SIMPULAN DAN SARAN 55
10. DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 62
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
orang yang tidak baik kepadanya. Karena itu, kecerdasan spiritual ibu menjadi
penting dalam membentuk pemahaman nilai-nilai pada anak. Menurut Iglesias
(2010) agama dan spiritual orang tua memiliki pengaruh terhadap pemahaman
nilai-nilai anak. Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang dibutuhkan dalam
memfungsikan kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual secara efektif.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa (Zohar dan Marshall, 2001). Ibu akan
lebih arif dan menyadari tentang nilai-nilai dan kreatif menemukan nilai-nilai
baru. Menurut penelitian, spiritual dapat memberikan pengaruh pada pola asuh
orangtua (Arca, 2007).
Berdasarkan pemaparan, penanaman nilai moral anak melalui pola asuh
disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu sudah seharusnya anak
berperilaku sesuai moral. Namun kenyataannya, masih banyak perilaku anak yang
yang bertentangan dengan moral. Menurut data Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Januari 2011- Maret 2015 menunjukkan jumlah kasus anak setiap
tahunnya mengalami kenaikan. Beberapa kasus di antaranya, 1797 kasus pada
bidang pendidikan (tawuran pelajar, bullying, pungli), 991 kasus bidang
pornografi dan cybercrime (kejahatan seksual online, pornografi dan media
sosial), dan 5901 kasus anak yang berhadapan dengan hukum (kekerasan fisik,
pembunuhan, pencurian, kecelakaan lalu lintas, penculikan, aborsi, dan
kepemilikan senjata tajam). Perilaku buruk yang dilakukan oleh anak dikarenakan
rendahnya kesadaran moral (Lickona, 2001). Karena itu, perlunya orangtua
melakukan penanaman karakter pada anak, karakter yang berkualitas dibentuk
sejak kecil, agar anak terhindar dari pribadi yang bermasalah saat dewasa
(Megawangi, 2009).
Masalah Penelitian
Pola asuh disiplin merupakan teknik atau cara yang dilakukan oleh
orangtua dalam mendorong anak untuk berperilaku baik (Hastuti, 2015). Patrick et
al.(2012) menyatakan bahwa pola asuh disiplin orangtua berhubungan dengan
meningkatnya identitas moral. Identitas moral merupakan komitmen individu
terhadap moral, sehingga sesuatu yang dilanggar komitmen moral individu akan
merasa terancam integritas dirinya (Santrock, 2012). Multiple Indicator Cluster
Survey (MICS) pada program UNICEF di kabupaten terpilih di salah satu
Propinsi di Indonesia melakukan survei dengan sampel 6000 rumah tangga (1000
setiap kabupaten) dan ibu atau pengasuh dari anak usia 2-14 tahun menemukan
bahwa ibu masih menggunakan pola asuh disiplin penegasan dan jumlahnya di
atas 80 persen di setiap kabupaten.
Karakter merupakan perilaku yang baik dalam melakukan tindakan-
tindakan yang benar berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain
(Lickona, 2013). Saat ini, kondisi karakter anak usia sekolah dasar di Indonesia
cukup memprihatinkan, hal itu dapat terlihat dari beberapa kasus yang sudah
dilaporkan kepada kepolisian. Di Kabupaten Bogor misalnya, ada kasus tindak
pidana yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar setiap tahun di antaranya
pencabulan, persetubuhan, dan perkosaan (data Polres Kabupaten Bogor 2010-
2014). Hasil penelitian mengenai karakter terhadap 100 sampel anak di kabupaten
3
dan kota Bogor menemukan bahwa karakter anak di perdesaan lebih rendah
dibandingkan di perkotaan (Dewanggi, 2014).
Spiritual merupakan hal dasar yang dibutuhkan oleh setiap individu karena
keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi spiritual yang baik dapat
membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai yang baik. Hasil studi Herawati
(2012) terhadap keluarga di Kabupaten Bogor menemukan bahwa tidak
sepenuhnya orangtua memberikan spiritual terhadap anak karena orangtuanya
sendiri masih jarang melakukan spiritual keagamaan.
Hasil pemaparan yang dijelaskan, maka permasalahan yang ingin dijawab
dalam penelitian yaitu (1) manakah dimensi pola asuh disiplin yang paling
berpengaruh terhadap karakter, (2) manakah di antara pola asuh disiplin atau pola
asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter, (3) apakah terdapat hubungan
antara pola asuh spiritual dengan kecerdasan spiritual ibu, (3) apakah terdapat
perbedaan antara pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual pada anak laki-laki
dan perempuan (4) serta adakah pengaruh kecerdasan spiritual ibu terhadap
karakter.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
melindungi hak dan nilai dasar dari manusia) dan prinsip-prinsip etika universal
(individu mengembangkan kode moral internal yang berdasarkan nilai-nilai
universal dan hak-hak manusia yang mendahului aturan dan hukum sosial.
Dihadapkan pada konflik antara hukum dan hati nurani, maka nurani yang akan
diikuti walaupun berisiko).
terhadap Tuhan. Anak akan memiliki landasan yang penting dalam menjalankan
kehidupannya. Dengan demikian, pola asuh spiritual orangtua akan membimbing
dan mengarahkan anak untuk berperilaku baik dalam kondisi dan tempat anak
berada (Hastuti, 2015).
Ada faktor alami dan lingkungan yang mempengaruhi seorang anak
(Megawangi, 2009). Ibu yang kondisinya baik saat mengandung dan setelah
melahirkan akan menghasilkan hormon yang berpengaruh pada otak. Hormon ini
akan menentukan perilaku pengasuhan pada ibu, hormon ini akan memprogram
sistem metabolisme pada anak, yang nantinya akan mempengaruhi anak setelah
dewasa, terutama pada anak perempuan. Melalui sosok seorang ibu, seorang anak
mendapatkan energi baru dalam mengarungi dan mengeksplorasi kehidupannya
(Megawangi, 2014). Secara alami anak telah memiliki kebaikan, apabila kebaikan
itu didorong melalui pola asuh spiritual yang baik, kemungkinan perilaku anak
akan dipengaruhi. Ahli biologi Sheldrake (1987) mengatakan kesadaran kita
terhubung ke bidang kolektif yang disebut bidang morfik. Setiap anggota
kelompok dapat memberikan kontribusi terhadap bidang morfik kolektif sehingga
kesadaran bidang morfik ini dapat diterima oleh setiap individu. Sheldrake (1987)
mempercayai bahwa bidang morfik berisi informasi untuk rencana pembangunan
sebuah organisme hidup.
Sheldrake (1987) mengatakan bahwa semua organisme mempunyai bentuk
resonansi sendiri, sebuah medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme
itu, yang memberinya informasi dan bentuk yang disebut morphogenetic.
Morphogenetic melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat dengan
medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka dengan
akumulasi ingatan pengalaman masa lalu dari spesies tersebut. Tetapi medan ini
menjadi lebih spesifik, membentuk medan di dalam medan, dengan setiap pikiran
bahkan setiap organ tubuh mempunyai resonansi dan sejarah uniknya sendiri,
menstabilkan kehidupan tersebut dengan gambaran dari pengalaman masa
lampau.
Kecerdasan Spiritual
Spiritual asalnya dari bahasa latin spiritus, artinya sesuatu yang dapat
memberikan kehidupan dan vitalitas pada sebuah sistem. Spiritual didefinisikan
sebagai pemberian makna, nilai-nilai, dan berbagai niat yang mendasari apa yang
kita lakukan. Spiritual dapat dipandang sebagai peningkatan yang dimiliki
seseorang tentang kehidupan, dengan melakukan pertanyaan pada diri sendiri,
mengapa kita melakukan dan mencari cara untuk melakukannya sehingga
menjadi lebih baik. Spiritual ini harus dapat menimba makna, nilai, tujuan, dan
motivasi, dan itu semua dapat dijangkau melalui kecerdasan spiritual.
Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, cerdas
menempatkan perilaku pada kehidupan dalam kontek makna yang lebih luas,
kecerdasan dalam menilai bahwa tindakan seseorang akan bermakna
dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spriritual adalah dasar dan fungsi
yang efektif yang diperlukan dalam kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan
emosi (EQ). Kecerdasan spiritual akan memberikan kemampuan dalam
7
stabil. Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian yaitu ciri, karakteristik,
atau sifat yang khas dari seseorang yang merupakan bentukan dari lingkungan
yang diterimanya (Koesoema, 2007).
Perasaan Moral
Pengetahuan Moral 1. Hati nurani
1. Kesadaran moral 2. Harga diri
2. Pengetahuan nilai moral 3. Empati
3. Penentuan perspektif 4. Mencintai hal yang
4. Pemikiran moral baik
5. Pengambilan keputusan 5. Kendali diri
6. Pengetahuan pribadi 6. Kerendahan hati
Tindakan Moral
1. Kompeten
2. Keinginan
3. Kebiasaan
Gambar 1
Komponen Karakter Baik Thomas Lickona
dengan tidak terpengaruh oleh orang lain, empati, identifikasi atau pengalaman
yang seolah-olah dialami oleh diri sendiri dengan masuk dalam diri orang lain,
mencintai hal baik, mengikutsertakan pada sifat yang benar-benar tertarik pada
sesuatu yang baik, kendali diri, menahan diri agar tidak mengikuti apa yang ingin
diri lakukan, kerendahan hati, sisi afektif pengetahuan individu.
Tindakan moral, merupakan hasil dari dua bagian karakter, terdiri dari
kompetensi, kemampuan mengubah penilaian dan perasaan moral dalam tindakan
yang moral yang efektif, keinginan, tindakan untuk melakukan yang baik karena
gerakan energi moral dalam melakukan yang kita pikirkan, kebiasaan,
pengalaman yang diulangi dalam melakukan kebaikan dilakukan secara berulang-
ulang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Nilai-nilai moral menurut Lickona (2012) adalah sebagai berikut. Rasa
hormat yaitu menunjukkan penghargaan terhadap diri orang lain selain diri kita
sendiri. Tiga hal yang menjadi pokoknya adalah menghormati diri sendiri,
menghormati orang lain, dan menghormati apapun bentuk kehidupan dan
lingkungan dengan saling menjaga. Menghormati diri sendiri, yaitu
memperlakukan diri sendiri sebagai manusia yang memiliki nilai sehingga kita
akan menjaga diri untuk tidak dirusak oleh sesuatu yang berbahaya, misalnya
narkoba, merokok, dan lainnya. Menghormati orang lain, yaitu memperlakukan
orang lain dengan baik sebagaimana memperlakukan diri sendiri dengan baik
karena orang lain memiliki hak dan nilai yang tinggi sama dengan diri kita sendiri.
Tanggung jawab merupakan bentuk lanjutan dari penghormatan kita
terhadap orang lain. Memberikan respon kepada orang lain dengan memberikan
perhatian terhadap apa yang orang lain inginkan sehingga ada tanggung jawab
yang positif untuk saling menjaga.Tanggung jawab merupakan sikap saling
membutuhkan dengan tidak mengacuhkan orang lain yang ditimpa kesulitan.
Kejujuran berhubungan dengan manusia agar tidak merugikan orang lain
dengan berbuat kecurangan, penipuan, dan pencurian. Toleransi merupakan sikap
dalam memiliki kesetaraan dan tujuan untuk mereka yang memiliki pemikiran,
ras, dan keyakinan berbeda-beda. Kebijaksanaan merupakan hal-hal yang
dilakukan dalam menghindari sesuatu yang membahayakan diri baik secara fisik
maupun moral.
Disiplin diri membentuk kita untuk tidak merasa puas dengan sesuatu yang
kita dapatkan dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dan bekerja
keras dalam menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan diri
sendiri. Tolong menolong, sikap peduli sesama, kerja sama merupakan hal yang
membantu kita dalam melakukan tanggung jawab yang membimbing kita untuk
berbuat kebaikan dengan hati.
Keberanian merupakan sikap yang membentuk kita untuk menghormati
hak orang lain saat kita berhadapan dalam tekanan yang memaksa untuk
bergabung dengan orang lain dalam ketidakadilan. Sikap ini membentuk kita
untuk bersikap tegas dan positif terhadap orang lain.
Demokratis merupakan nilai yang mendidik kita untuk memahami dan
menghargai nilai-nilai demokrasi.
Manusia memiliki kesadaran hidup sehingga dengan kesadaran yang
dimilikinya akan memudahkan manusia untuk hidup lebih baik dalam berperilaku.
Perilaku akan mengantarkan manusia pada kehidupan berkarakter. Setiap orang
memiliki kesadaran moral dan rasa yang terbentuk dari interaksi yang mereka
10
bawa sejak awal bersama pengalaman dengan keluarganya. Hal ini untuk
membedakan derajatnya dengan orang lain. Moral akan membentuk perilaku
manusia dan membuat penilaian dari perilaku orang lain. Simpati, Tanggung
Jawab, dan Wewenang merupakan perasaan sentimen tentang kemanusiaan, kita
akan merasakan penderitaan yang terjadi. Kita akan merasa bertanggung jawab
akan hal itu. Tapi kita tidak merasakan penderitaan orang lain, kita merasa tidak
bertanggung jawab akan hal yang terjadi. Jika kita menganggap simpati dan
keadilan penting, kita akan berkorban untuk membantu dengan berbuat baik demi
kepentingan yang diperlukan. Simpati dan keadilan dianggap penting, kita akan
selalu berbuat baik, walaupun disakiti (Wilson, 1993).
Keadilan didefinisikan sebagai pembagian sama dalam meminimalkan
konflik, sehingga mendapat keuntungan yang sama. Aturan tentang keadilan
muncul pada sebagian besar dari keinginan mementingkan diri sendiri: untuk
mendapatkan perhatian, mendorong kerjasama, atau menyelesaikan perbedaan
pendapat (Wilson, 1993). Rasa keadilan pada manusia diwujudkan pada tiga
konsep, yaitu ekuitas, orang memiliki kontribusi yang sama terhadap hasil, timbal
balik orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain berhak untuk
mendapatkan kembali, ketidakberpihakan orang menghakimi orang lain harus
dapat adil dan jeli terhadap aturan yang telah disepakati di awal.
Setiap orang berusaha untuk menahan diri dan mengontrol dirinya untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kontrol diri merupakan kemampuan
seseorang secara berhati-hati mengejar kepentingannya sendiri. Pengendalian diri
merupakan permasalahan seseorang yang dihadapkan pada pilihan antara
kesenangan sesaat dan nilai yang didapat dalam jangka panjang. Menjadi saleh
tidaklah cukup bagi seseorang untuk mengontrol diri. Perlunya usaha yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan nilai/kebajikan dalam jangka panjang.
Kontrol diri merupakan moral yang dilakukan sebagai simpati dan keadilan.
Kewajiban adalah sifat untuk menghargai walaupun tanpa imbalan dengan
resiko ketakutan terhadap hukuman. Menjadi orang yang bermoral bukan hanya
dengan menghormati kewajiban tetapi dengan menghormati alasan kepentingan
untuk melakukan hal itu. Motivasi kita untuk menghargai kewajiban dengan
melibatkan sesuatu hal yang benar disebut kesetiaan. Kewajiban merupakan
kesediaan orang untuk menghargai kewajibannya tanpa adanya imbalan sosial
untuk melakukannya. Membantu merupakan suatu kewajiban tanpa melihat latar
belakang yang dibantunya, walaupun yang dibantunya membuat marah. Semua
yang dilakukan berdasarkan hati nurani.
Hati nurani merupakan pemahaman terhadap kewajiban moral, dari sisi
kognitif untuk mengetahui apa yang benar, dan sisi emosional merasa wajib untuk
melakukan apa yang benar
11
3. KERANGKA PEMIKIRAN
Budaya
Kecerdasan Spiritual
Ibu
a. Fleksibel
Pola Asuh Spiritual
b. Kesadaran tinggi
c. Bijaksana a. Tuhan
d. Adaptasi b. Personal
e. Visi dan nilai c. Sosial Karakter Anak
f. Bermanfaat a. Pengetahuan
g. Holistik moral
h. Rasa ingin tahu Pola Asuh Disiplin b. Perasaan
i. Teguh pendirian a. Induktif moral
(penjelasan) c. Tindakan
Karakteristik b. Penegasan moral
keluarga (powerassertion)
a. Pendidikan c. Mengabaikan/
b. Pendapatan menyudutkan
c. Besar Keluarga
d. Usia dengan kata verbal
(lovewithdrawl)
Karakteristik anak
a. Usia
b. Jenis Kelamin
Gambar 2 Kerangka Berpikir Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta
Kecerdasan Spiritual terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
13
4. METODE
Populasi penelitian ini adalah anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas
4 dan 5 yang tinggal bersama kedua orangtuanya di dua desa yang terpilih. Total
populasi berjumlah 357 dari dua desa yang terpilih yaitu 142 di Desa Ciasihan dan
215 di Desa Ciasmara. Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan
proportional random sampling, sehingga didapat 50 sampel di desa Ciasihan, dan
75 sampel di desa Ciasmara, total keseluruhan sampel yakni 125 responden.
Kerangka penarikan contoh pada penelitian disajikan dalam Gambar 5.
Proportional
50 75 random
sampling
Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang
dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in
time) dan merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan
judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Pedesaan Berbasis Family
14
and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc. dan
anggotanya Alfiasari, SP., MSi.
Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapat melalui
wawancara meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh disiplin,
pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter anak. Jenis dan cara
pengumpulan data disajikan lengkap dalam Tabel 1.
Karakteristik keluarga yang diukur meliputi usia ayah dan ibu, lama
pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Usia ayah dan
ibu diukur berdasarkan tahun. Usia ayah dan ibu diukur berdasarkan tahun, lalu
dikelompokkan berdasarkan Santrock (2012) yaitu dewasa awal (20-30an),
dewasa menengah (40an-60), dewasa akhir (>60). Pendidikan orangtua
dikelompokkan menjadi tidak sekolah (0 tahun), tidak tamat SD (0-5 tahun), tamat
SD (6 tahun), tamat SMP (9 tahun), tamat SMA (12 tahun), tamat D1/D2/D3 (13-
15 tahun), tamat S1/S2/S3 (>16 tahun). Pekerjaan orangtua dikelompokkan
15
menjadi tidak bekerja, petani pemilik, petani penyewa, petani penggarap, petani
buruh harian, pegawai swasta, pedagang, buruh, dan lainnya. Pendapatan keluarga
dikelompokkan menjadi miskin (< Rp 271 970) dan tidak miskin (> Rp 271 970).
Besar keluarga dikelompokkan menjadi kecil (< 4), sedang (5-7), dan besar (>7).
Karakteristik anak yang diukur meliputi jenis kelamin dan usia anak.
Realibilitas kuesioner sebagai berikut.
1. Pola asuh disiplin sebagai berikut.
a. Dimensi induktif dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,849,
b. Dimensi penegasan (powerassertion) dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,796,
c. Dimensi mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl)
dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,790.
2. Pola asuh spiritual dengan nilai Cronbach’s alpha 0,961,
a. Tuhan dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,943
b. Personal dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,910
c. Sosial dengan nilai Cronbachs’s alpha 0, 744
3. Kecerdasan spiritual dengan nilai Cronbach’s alpha 0,950,
4. Karakter anak sebagai berikut.
a. Pengetahuan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,930
b. Perasaan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,904
c. Tindakan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,866
2. Uji Korelasi. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan pola asuh
disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual dengan karakter anak.
3. Uji regresi. Uji regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh pola asuh
disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual terhadap karakter anak.
Keterangan :
Y = Karakter anak
C = Konstanta
X1 = Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan),
X2 = Usia anak (tahun),
X3 = Usia Ayah (tahun),
X4 = Usia Ibu (tahun),
X5 = Lama pendidikan Ibu (tahun),
X6 = Lama pendidikan Ayah (tahun),
X7 = Jumlah anggota keluarga (orang),
X8 = Pendapatan perkapita keluarga (rupiah/bulan),
X9 = Pola asuh disiplin induktif (Skor)
X10 = Pola asuh disiplin powerassertive (Skor)
X11 = Pola asuh disiplin lovewithdrawl (Skor)
X12 = pola asuh spiritual (Skor)
X13 = kecerdasan spiritual (Skor)
β1-13 = Koefisien regresi
E = error.
Definisi Operasional
Karakteristik keluarga adalah keadaan atau ciri dari keluarga berdasarkan usia
orang tua (ayah dan ibu), pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, dan
pendapatan keluarga.
Karakteristik anak adalah keadaan atau ciri yang melekat pada anak dilihat dari
usia dan jenis kelamin
Pola asuh disiplin adalah metode yang dilakukan ibu dalam untuk membentuk
ketaatan, kepatuhan, melalui cara induktif, penegasan, atau pemberian
konsekuensi
Penjelasan (Inductive) adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengubah
perilaku anak sesuai moral dengan penggunaan komunikasi dan penalaran
yang jelas dalam menetapkan standar ketaatan anak
Penegasan (powerassertion)adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengubah
perilaku anak dengan menggunakan ancaman seperti memukul, mencubit,
dan lainnya.
Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) cara yang
dilakukan ibu dalam mengubah perilaku anak dengan mengabaikan,
mengisolasi, atau menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak untuk
membawa perubahan perilaku anak.
Pola asuh spiritual adalah bimbingan spiritual yang diajarkan Ibu terhadap anak
dalam menghadapi setiap keadaan dalam kehidupan sehari-hari
17
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan ibu dalam memahami makna dan nilai
dalam kehidupan keluarga, sehingga ibu dapat keluar dari permasalahan yang
dihadapinya, kecerdasan spiritual ibu dilihat dari kemampuannya bersikap
fleksibel, kesadaran tinggi, bijaksana, adaptasi, visi dan nilai, bermanfaat,
holistik, rasa ingin tahu, dan teguh pendirian.
Fleksibel adalah tidak takut pada sesuatu yang baru dengan berusaha
memahami keadaan lingkungan yang berbeda dari biasanya.
Kesadaran tinggi adalah menyadari apa yang terjadi dengan keadaan tanpa
mengeluh atau menjadi lemah.
Bijaksana adalah mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
Adaptasi adalah mampu menghadapi dan melampaui rasa sakit.
Visi dan nilai adalah menyelamatkan kehidupan, menigkatkan kualitas
kehidupan, memperbaiki taraf kesehatan, pendidikan, komunikasi,
memenuhi dasar manusia, melestarikan alam, memulihkan kesadaran,
dan kebanggaan untuk membantu.
Bermanfaat adalah enggan untuk melakukan kerugian
Holistik adalah melihat keterkaitan dengan berbagai hal
Rasa ingin tahu adalah untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar
Teguh pendirian adalah memiliki pendirian pada sesuatu yang dianggap
benar oleh diri sendiri walaupun banyak yang menantang.
Karakter adalah perilaku anak tentang moral baik
Pengetahuan moral adalah pemahaman anak dalam mengetahui moral yang
baik,
Perasaan moral adalah emosi anak dalam memiliki hati untuk merasakan
moral
Tindakan moral adalah anak melakukan moral baik setelah mengetahui dan
merasakan moral baik.
18
Karakteristik Keluarga
Usia Orangtua
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar usia ayah (64,0%)
berusia pada dewasa menengah (40-59 tahun) dengan rata-rata usia ayah secara
keseluruhan 44,02 tahun. Penelitian menemukan bahwa usia ibu sebagian besar
(56%) berusia pada dewasa awal (< 39 tahun) dengan rata-rata usia ibu secara
keseluruhan 37,81 tahun (Tabel 1).
Besar Keluarga
Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga dari responden
termasuk ayah dan ibu. Hasil menemukan sebagian besar keluarga contoh (54,4%)
merupakan keluarga sedang (5-7 orang) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga
contoh adalah lima orang (Tabel 2).
Pendidikan Orangtua
Orangtua responden memiliki latar belakang pendidikan yang beragam.
Hasil menemukan hampir dari sebagian contoh pendidikan ayah (4,0%) tidak
sekolah, (27,2%) tidak tamat SD, (48,0%) tamat SD, (14,4%) tamat SMP, (5,6%)
tamat SMA, dan (0,8%) tamat diploma. Hasil menemukan hampir dari sebagian
contoh pendidikan Ibu (4,0%) tidak sekolah, (35,2%) tidak tamat SD, (46,4%)
tamat SD, (12,0%) tamat SMP, (1,6%) tamat SMA, dan (0,8%) tamat diploma.
19
Pekerjaan Orangtua
Pekerjaan orangtua responden beragam, hasil menemukan lebih dari
seperempat pekerjaan ayah (38,4%) adalah pedagang, kurang dari seperempat
pekerjaan ayah sebagai petani (19,2%) dan lebih dari seperempat perkerjaan ayah
adalah buruh (26,4). Berbeda dengan pekerjaan ibu, lebih dari setengah (55,2%)
menjadi ibu rumah tangga, ibu sebagai petani (10,4%) dan ibu yang melakukan
pekerjaan lainnya (24,8%) (Tabel 4).
Pendapatan
Pendapatan memiliki pengaruh dalam keluarga (Brooks, 2001), yaitu ikut
menentukan keputusan bagi keluarga dalam memberikan kebutuhan anak baik
secara fisik maupun non fisik. Penelitian ini menemukan rata-rata pendapatan
keluarga secara keseluruhan adalah Rp 562 777,00. Hasil penelitian menemukan
lebih dari separuh keluarga (72,0%) berada pada kategori tidak miskin. Hal
tersebut dilihat dari Garis Kemiskinan Kabupaten Bogor (2013), yaitu berada pada
rentang lebih dari Rp 271 970 (Tabel 5).
20
Karakteristik Anak
Jenis kelamin
Jenis kelamin anak merupakan faktor yang dapat mempengaruhi orangtua
dalam bersikap saat mengasuh anak. Hasil penelitian menemukan lebih dari
separuh anak (56%) berjenis kelamin laki-laki dan lebih dari seperempat anak
(44%) berjenis kelamin perempuan.
Usia Anak
Setiap anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda dan usia adalah
salah satu faktor yang dapat mengetahui tahap perkembangan dari seseorang.
Hasil penelitian menemukan bahwa rentang usia anak laki-laki berkisar antara 10
sampai 15 dengan rata-rata adalah 11,24 tahun. Usia anak perempuan berkisar
antara 9 sampai 12 tahun dengan rata-rata adalah 10,73 tahun. Persentase usia
anak laki-laki yang terbesar adalah (44,3%) 11 tahun dan anak perempuan yang
terbesar (49,1%) adalah 11 tahun (Tabel 6).
Urutan Anak
Anak laki-laki yang dijadikan contoh adalah anak pada urutan 1 sampai 10
dan anak perempuan yang dijadikan contoh adalah anak pada urutan 1 sampai 7 di
dalam keluarganya. Lebih dari seperempat anak laki-laki (27,1%) merupakan anak
urutan pertama dan lebih dari seperempat anak perempuan (34,5%) menempati
urutan kedua dalam urutan kelahiran di keluarganya (Tabel 7). Hasil uji beda
menunjukkan tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan.
21
Abstrak
Abstract
PENDAHULUAN
Salah satu tahap perkembangan yang akan dilewati oleh manusia yaitu
tahap anak usia sekolah dasar, tahap anak berkumpul dan berkelompok dengan
teman. Anak ingin diterima oleh teman sebayanya sebagai anggota dengan
menyesuaikan diri dan standar yang dimiliki oleh kelompoknya, sehingga
hubungan timbal balik menjadi penting dalam hubungan pertemanan. Hubungan
pertemanan akan positif maupun negatif, semua bergantung pada pengalaman
anak selama pengasuhan orangtuanya. Sebagaimana Sangawi et al. (2015)
mengemukakan pengasuhan anak yang negatif bersama orangtuanya akan
menyebabkan perilaku anak bermasalah. Perilaku dapat dilihat ketika anak
mendapatkan tekanan dari teman, sebagaimana Karina et al. (2013) mengatakan
pengaruh dan tekanan negatif dari teman sebaya menyebabkan anak semakin
rentan terlibat dalam perilaku negatif contohnya bullying. Kasus yang dilakukan
anak usia sekolah dasar di Indonesia sudah cukup memprihatinkan. Data KPAI
tahun 2011-2015 melaporkan ada 15.857 kasus anak yang di antaranya adalah
kasus anak usia sekolah dasar sebagai pelaku.
Tantangan terbesar orangtua dalam mengasuh anak adalah mempersiapkan
anak ketika masuk dalam lingkungan sosial. Berdasarkan pada teori ekologi,
keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang menjadi tempat anak untuk
berkembang membentuk pola dan kebiasaan (Santrock, 2012). Oleh karena itu,
pentingnya orangtua memberikan nilai-nilai moral pada anak melalui pola asuh
disiplin. Hoffman (2000) menyatakan bahwa orang tua berusaha secara persuasif
melakukan pengasuhan melalui gaya disiplin dengan mengeksplorasi pengaruh
pengasuhan disiplin tentang nilai-nilai pada anak. Disiplin sering muncul ketika
anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar moral
yang berlaku sehingga orang tua berulang kali menggunakan cara tertentu dari
disiplin yang membantu anak dalam mengembangkan emosi mereka (misalnya,
empati) yang diperlukan dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain
dalam berperilaku moral. Penerapan metode disiplin yang tepat oleh orangtua
akan memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan moral dan terhindar
dari perilaku negatif (Patrick dan Gibbs, 2007).
Spiritual merupakan pengalaman individu yang melibatkan pencarian
dalam menemukan tujuan, makna, kekuasaan, dan hubungan yang lebih besar
daripada diri, sumber transenden, atau alam semesta (Iglesias, 2010). Menurut
teori morphic field, perilaku berasal dari resonansi medan morphic yang dibentuk
secara terus-menerus dan menjadi pola kebiasaan dan pola kebiasaan itu akan
membentuk karakter (Sheldrake, 1987). Orangtua memberikan kasih sayang dan
kehangatan secara terus menerus dengan spiritual yang dimilikinya, sehingga anak
24
dapat merasakan spiritual tersebut. Spiritual akan menjadi pola atau kebiasaan
bagi anak sehingga menjadi karakter. Anak yang memiliki spiritual tinggi
memungkinkan tidak akan berperilaku negatif (Wijayanati dan Uyun, 2010).
Lickona (2001) mengatakan karakter mengalami pertumbuhan yang
membuat suatu nilai menjadi budi pekerti, sebuah watak batin yang digunakan
dalam merespon situasi melalui cara dengan penuh moral. Karakter merujuk pada
aspek-aspek kepribadian yang dipelajari melalui pengalaman, pelatihan, atau
proses sosialisasi. Karakter merupakan hal-hal yang dilakukan seseorang dalam
belajar bagaimana harus bersikap dalam situasi sosial atau interpersonal yang
membentuk perilaku berdasarkan pada kebutuhan untuk dilihat dengan cara yang
positif, seperti moral atau berbudi luhur, tapi bagian lain berkaitan dengan
bagaimana orang ingin melihat dan merasakan tentang mereka (Miller, 2005).
Nilai-nilai baik yang dimiliki individu akan menunjukkan perilaku berkarakter
(Lickona, 2001).
Hasil studi menunjukkan bahwa pola asuh disiplin berhubungan dengan
karakter anak. Penelitian di Amerika terhadap 116 siswa perempuan melalui
persepsi menunjukkan bahwa orangtua menggunakan strategi dalam memperbaiki
perilaku anak. Pengasuhan disiplin ibu yang melibatkan penegasan berhubungan
dengan depresi, kecemasan, dan harga diri anak (Renk et al., 2005). Anak
mempersepsikan orangtua melakukan disiplin penegasan mempunyai karakter
yang rendah. Penelitian ini menarik untuk diteliti lebih lanjut apakah pola asuh
disiplin dengan dimensi lainnya dapat berhubungan dan berpengaruh dengan
karakter.
Orangtua memainkan peran secara harmonis dan holistik untuk anak
(Runcan dan Goian, 2014). Sebagaimana hasil studi di Amerika menunjukkan
salah satu peran orangtua adalah praktik pengasuhan spiritual orangtua yang
berpengaruh pada anak dalam memahami nilai-nilai (Iglesias, 2010).
TUJUAN PENELITIAN
METODE
Alfiasari, SP., MSi. Penentuan lokasi dipilih secara purposive. Pengambilan data
dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2015.
Populasi penelitian adalah anak usia sekolah dasar kelas 4 dan 5.
Pengambilan contoh diacak secara proportional random sampling. Hasil acak
adalah 50 anak Desa Ciasihan, 75 anak Desa Ciasmara, yang selanjutnya terpilih
menjadi responden.
Data penelitian terdiri dari karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola
asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan karakter anak. Karakteristik keluarga terdiri
atas usia orangtua (ayah dan ibu), lama pendidikan orangtua (ayah dan ibu),
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga. Kesejahteraan keluarga diukur
dengan garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu Rp 271 970
perkapita/bulan. Karakteristik anak terdiri atas jenis kelamin dan usia anak.
Pola asuh disiplin diukur dengan mengembangkan instrumen DDI (The
Dimension of Discipline Inventory) (Straus, 2011). Alat ukur pola asuh disiplin
telah diuji dengan nilai reliabilitas dengan koefisien Cronbach’s alpha yang
memadai (induktif, α =0,849; penegasan (powerassertion), α =0,796;
mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl), α =0,790). Pola
asuh disiplin ibu berdasarkan atas jawaban responden dari 41 pernyataan (induktif
= 14 pernyataan, penegasan = 15 pernyataan, dan pemberian konsekuensi = 12
pernyataan) dengan pilihan jawaban tiap pertanyaan dengan menggunakan skala
Likert mulai 1 hingga 4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan
4=selalu).
Pola asuh spiritual diukur dengan mengembangkan instrumen Brief
Multidimensional Measure of Religiousness/ Spirituality (Idler, 1999). Alat ukur
pola asuh spiritual telah diuji dengan nilai reliabilitas dengan koefisien
Cronbach’s alpha yang memadai (Tuhan α=0,943, personal α=0,910, sosial
α=0,744). Pola asuh spiritual menggunakan skala Likert mulai 1 hingga 4 (1=
tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Pernyataan untuk pola
asuh spiritual terdiri dari 52 pernyataan (Tuhan = 16 pernyataan, personal = 27
pernyataan, sosial = 9 pernyataan).
Karakter anak diukur dengan mengembangkan instrumen Values in action
Youth dari Peterson dan Seligmen (2004). Alat ukur karakter telah diuji dengan
nilai reliabilitas dengan koefisien Cronbach’s alpha yang memadai (pengetahuan
moral α=0,930, perasaan moral α=0,904, tindakan moral α=0,866). Karakter anak
berdasarkan atas jawaban responden dari 57 pernyataan (pengetahuan moral 22
pernyataan, perasaan moral 19 pernyataan, tindakan moral 16 pernyataan) dengan
pilihan jawaban tiap pernyataan dengan menggunakan skala Likert mulai 1 hingga
4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Data diolah
dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Data
dianalisis secara statistik dekriptif, uji beda, uji korelasi, dan uji regresi linier
berganda.
26
HASIL
Pola asuh disiplin adalah cara atau metode yang dilakukan orangtua dalam
menurunkan perilaku yang tidak pantas dalam memenuhi keinginan anak (Locke
& Prinz, 2002). Lebih dari separuh anak laki-laki (64,3%) dan anak perempuan
(61,8%) menerima pola asuh disiplin induktif dalam kategori rendah dan hasil
menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pola asuh disiplin induktif antara
anak laki-laki dan anak perempuan. Hampir seluruh anak laki-laki (95,7%) dan
seluruh anak perempuan (100%) menerima pola asuh disiplin penegasan
(powerassertion) dalam kategori rendah. Hasil uji beda menunjukkan terdapat
perbedaan nyata pada pola asuh disiplin penegasan antara anak laki-laki dengan
anak perempuan. Seluruh anak laki-laki (100%) dan anak perempuan (100%),
menerima pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal
dalam kategori rendah. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan
nyata pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal ibu antara
anak laki-laki dengan anak perempuan. Keseluruhan pola asuh disiplin yang ibu
berikan kepada anak laki-laki (100%) dan anak perempuan (100%) pada kategori
rendah (Tabel 1).
Penelitian ini menemukan nilai rata-rata pola asuh disiplin induktif ibu
pada anak perempuan (59,64) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (54,10). Nilai
rata-rata pola asuh disiplin penegasan (powerassertion) ibu pada anak perempuan
(16,45) lebih rendah dibandingkan anak laki-laki (22,6). Nilai rata-rata pola asuh
disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal ibu pada anak perempuan
(17,56) lebih rendah dibandingkan anak laki-laki (17,73) (Tabel 1). Keseluruhan
dimensi pola asuh disiplin ibu menunjukkan bahwa nilai rata-rata masih rendah.
Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata, standar deviasi, dan
koefisien uji beda variabel pola asuh disiplin
Anak Laki-laki Anak Perempuan
Kategori Rata-rata+ Ratarata+ P value
(%) (%)
Standar deviasi Standar deviasi
Induktif
Rendah (indeks< 60) 64,3 61,8
54,10+20,26 59,64+20,05 0,130
Sedang (indeks 60-80) 24,3 14,5
Tinggi (indeks >80) 11,4 23,6
Total 100 100
Penegasan (powerassertion)
Rendah (indeks< 60) 95,7 100
22,6+14.6 16,45+10.83 0,010*
Sedang (indeks 60-80) 4,3 0
Tinggi (indeks >80) 0 0
Total 100 100
Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl)
Rendah (indeks< 60) 100 100
17,73+4,67 17,56+5,17 0,852
Sedang (indeks 60-80) 0 0
Tinggi (indeks >80) 0 0
Total 100 100
27
Lanjutan Tabel
Anak Laki-laki Anak Perempuan
Kategori Rata-rata+ Ratarata+ P value
(%) (%)
Standar deviasi Standar deviasi
Pola asuh disiplin
Rendah (indeks< 60) 100 94,5
29,31+9,07 30,89+12,46 0,415
Sedang (indeks 60-80) 0 5,5
Tinggi (indeks >80) 0 0
Total 100 100
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata pola asuh disiplin yang ibu
berikan kepada anak perempuan (30,89) lebih baik dibandingkan anak laki-laki
(29,31) (Gambar 1).
Gambar 1 Nilai rata-rata pola asuh disiplin ibu antara anak laki-laki dan anak
perempuan
31,5
30,89
31
30,5
30
29,5 29,31
29
28,5
anak laki-laki anak perempuan
Hasil menunjukkan lebih dari separuh anak laki-laki (54,3%) dan anak
perempuan (56,4%) menerima pola asuh spiritual dalam kategori sedang (Tabel
2). Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pola
asuh spiritual yang diberikan pada anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil
menunjukkan pola asuh spiritual ibu dalam keterkaitan dengan Tuhan pada anak
laki-laki (45,7%) dalam kategori tinggi dan anak perempuan (54,5%) dalam
kategori sedang. Pola asuh spiritual yang keterkaitannya dengan personal (diri)
pada anak laki-laki (45,7%) dan anak perempuan (50,9%) dalam kategori sedang.
Pola asuh spiritual yang keterkaitannya dengan sosial pada anak laki-laki (38,6%)
dalam kategori rendah dan anak perempuan (49,1%) dalam kategori sedang.
28
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi,
dan koefisien uji beda variabel pola asuh spiritual antara anak laki-laki
dan anak perempuan
Kategori Anak Rata- Anak Rata- P value
Laki-laki rata+Standar Perempuan rata+Standar
(%) deviasi (%) deviasi
Tuhan
Rendah (indeks< 60) 11,4 5,5
78,04 76,42
Sedang (indeks60-80) 42,9 54, 5 0,591
+ 16,89 + 16,56
Tinggi (indeks >80) 45,7 40,0
Personal
Rendah (indeks< 60) 28,6 32,7
67,57 64,98
Sedang (indeks60-80) 45,7 50,9 0,293
+14,41 + 12,51
Tinggi (indeks >80) 25,7 16,4
Sosial
Rendah (indeks< 60) 38,6 41,8
67,00 62,15
Sedang (indeks60-80) 35,7 49,1 0,067
+15,81 + 12,84
Tinggi (indeks >80) 25,7 9,1
Pola asuh spiritual
Rendah (indeks< 60) 15,7 20,0
70,73 68,02
Sedang (indeks60-80) 54,3 56,4 0,279
+14,68 + 12,65
Tinggi (indeks >80) 30 23,6
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata pola asuh spiritual mengenai
eksistensinya kepada Tuhan, kepercayaan atau mencintai Tuhan, dan
kepatuhannya kepada Tuhan yang ibu berikan kepada anak laki-laki (78,04) lebih
baik dibandingkan anak perempuan (76,42). Nilai rata-rata pola asuh spiritual
personal mengenai kesabaran diri, menghargai, dan sikap baik/amanah dalam diri
yang ibu berikan pada anak laki-laki (65,57) lebih baik dibandingkan anak
perempuan (64,98). Nilai rata-rata pola asuh spiritual sosial mengenai
persahabatan yang ibu berikan pada anak laki-laki (67,00) lebih baik
dibandingkan anak perempuan (62,15) (Gambar 2). Keseluruhan dimensi pola
asuh spiritual yang ibu berikan menunjukkan bahwa nilai rata-rata sedang.
Gambar 2 Nilai rata-rata pola asuh spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak
perempuan
100
78,04 76,42
80 65,57 67 64,98
62,15
60 Tuhan
40 Personal
Sosial
20
0
anak laki-laki anak perempuan
29
Karakter
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi,
dan koefisien uji beda variabel karakter antara anak laki-laki dan anak
perempuan
Anak Laki-laki Anak Perempuan
Kategori Rata- Rata- P value
(%) rata+Standar (%) rata+Standar
deviasi deviasi
Pengetahuan moral
Rendah (indeks< 80) 17,1 7,3
Sedang (60- 80) 37,1 73,36+19,12 36,4 80,04+12,48 0,027*
Tinggi (indeks >80) 45,7 56,4
Total 100 100
Perasaan moral
Rendah (indeks< 80) 17,1 10,9
Sedang (60- 80) 52,9 71,11+16,76 43,6 75,33+14,89 0,499
Tinggi (indeks >80) 30, 0 45,5
Total 100 100
Tindakan moral
Rendah (indeks< 80) 31,4 14,5
Sedang (60- 80) 37,1 68,17+19,43 45,5 74,53+14,99 0,048*
Tinggi (indeks >80) 31,4 40,0
Total 100 100
Karakter
Rendah (indeks< 80) 24,3 7,3
Sedang (60- 80) 45,7 71,09+13,153 45,5 76,95+13,15 0,013*
Tinggi (indeks >80) 30,0 47,3
Total 100 100
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
30
Tabel 4 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin, dan
pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter
Karakter
Karakteristik Anak Anak
Laki-laki Perempuan
Karakteristik keluarga
Usia Ayah (tahun) -0,111 -0,008
Usia Ibu (tahun) -0,143 -0,066
Lama pendidikan Ayah (tahun) 0,016 0,027
Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,260* -0,120
Jumlah anggota keluarga 0,026 -0,013
Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0,040 0,285*
Karakteristik anak
Usia Anak (tahun) -0,032 -0,079
Pola Asuh Disiplin
a. Induktif (skor) 0,357** 0,298*
b. Penegasan (skor) -0,162 0,075
c. mengabaikan/menyudutkan -0,285* -0,088
dengan kata verbal (skor)
Pola Asuh Spiritual (skor)
a. Tuhan 0,251* 0,173
b. Personal 0,222 0,157
c. Sosial 0,186 0,039
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
31
Hasil analisis regresi linier berganda terhadap karakter anak memiliki nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,268. Artinya, sebesar 26,8 persen karakter
anak dipengaruhi oleh variabel yang digunakan dalam pengujian, sementara
sebanyak 73,2 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang digunakan
dalam penelitian. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa
variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap karakter anak adalah
pendapatan perkapita, jenis kelamin anak, pola asuh disiplin induktif, dan pola
asuh spiritual (Tabel 5).
Hasil menunjukkan bahwa karakter anak perempuan lebih baik
dibandingkan karakter anak laki-laki. Penelitian ini menunjukkan bahwa pola
asuh disiplin induktif ibu (β=0,246 dan α=0,005) dan pola asuh spiritual ibu
(β=0,376 dan α=0,000) menjadi indikator yang penting dalam meningkatkan
karakter anak. Setiap peningkatan satu skor pola asuh disiplin induktif ibu dapat
meningkatkan 0,246 poin karakter anak dan pola asuh spiritual ibu dapat
meningkatkan 0,376 poin. Setiap peningkatan pendapatan perkapita satu rupiah,
akan meningkatkan karakter anak sebesar 0,199 poin.
Tabel 5 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin, dan
pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter
Variabel Tidak Terstandarisasi sig.
terstandarisasi
Konstanta (α) 35,063 0,070
Karakteristik keluarga
Usia Ayah (tahun) 0,078 0,056 0,728
Usia Ibu (tahun) -0,262 -0,183 0,238
Lama Pend. Ayah (tahun) -0,165 -0,034 0,699
Lama Pend. Ibu (tahun) -0,320 -0,056 0,559
Jumah Anggota Keluarga (JAK) 0,902 0,130 0,210
Pendapatan/kapita (Rp/bulan) 0,000 0,199 0,019*
Karakteristik anak
Jenis kelamin (0 laki-laki,1 perempuan) 6,290 0,238 0,007*
Usia Anak (tahun) 1,087 0,076 0,384
Pola Asuh Disiplin Ibu (skor)
Induktif (skor) 0,160 0,246 0,005*
Penegasan (skor) -0,113 -0,115 0,183
mengabaikan/menyudutkan -0,210 -0,078 0,374
dengan kata verbal (skor)
Pola Asuh Spiritual (skor) 0,346 0,376 0,000**
F 4,788
Sig 0,000**
R square 0,339
Total Adj. R2 0,268
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
32
PEMBAHASAN
ibu berikan kepada anak. Penelitian Myers (1996) mengemukakan bahwa kualitas
hubungan antara orang tua dan anak secara signifikan mempengaruhi kemampuan
orang tua dalam mempengaruhi spiritualitas anak-anak mereka. Kemampuan ini
meningkat dalam lingkungan keluarga yang hangat dan penuh perhatian dan
memiliki komunikasi dan hubungan pola positif. Keseluruhan dimensi pola asuh
spiritual yang ibu berikan, ibu memiliki harapan yang besar terhadap anak laki-
laki untuk menjadi pemimpin di dalam keluarga. Anak laki-laki harus
menggantikan posisi ayah apabila dewasa kelak di keluarga sehingga semangat
dan rasa kekhawatiran ibu terhadap perilaku anak laki-laki cukup besar. Penelitian
Stolz et al. (2005) menemukan ibu yang memberikan pengasuhan positif kepada
anak laki-laki berhubungan dengan rendahnya tingkat depresi pada anak.
Penelitian Iglesias (2010) menemukan bahwa anak laki-laki lebih melihat ibu
sebagai teladan bagi perkembangan spiritualnya.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara karakter antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan nyata
terlihat pada pengetahuan moral dan tindakan moral pada anak laki-laki dan anak
perempuan. Rata-rata pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral
pada karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Anak
perempuan memiliki karakter yang lebih baik dari anak laki-laki karena anak
perempuan memandang dirinya sebagai individu yang prososial dan empati
(Santrock, 2012). Sesuai dengan penelitian sebelumnya Karina et al. (2013)
menemukan adanya perbedaan karakter pada anak laki-laki dan anak perempuan.
Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
lama pendidikan ibu dengan karakter anak laki-laki. Ibu yang memiliki
pendidikan tinggi akan mampu untuk meningkatkan karakter anak. Hal ini
dikarenakan pendidikan yang ibu miliki akan menambah pengetahuan dan cara
berpikir ibu sehingga dalam mengasuh anak ibu akan berusaha lebih baik.
Sebagaimana penelitian Hastuti et al. (2011) menemukan bahwa ibu dengan
pendidikan tinggi secara umum lebih dapat memberikan stimulasi lingkungan
(fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anaknya. Menurut teori psikososial
ibu sebagai usia dewasa menengah merupakan masa individu untuk membantu
generasi muda dalam mengarahkan pada hal-hal yang berguna, sehingga posisi
ibu akan berusaha membekali dirinya dengan keterampilan. Kemampuan dan
keterampilan ibu merupakan modal dalam menangani anak terutama anak yang
agresif. Hal ini sesuai dengan Reeves et al. (2014) yang mengatakan pendidikan
ibu memungkinkan dapat meningkatkan karakter anak.
. Hasil menemukan bahwa pendapatan perkapita berhubungan dan
berpengaruh dengan karakter anak. Keluarga dengan pendapatan yang lebih
tinggi dapat meningkatkan karakter anak. Kondisi keuangan keluarga yang
tercukupi membuat anak lebih baik untuk melakukan perilaku sesuai moral karena
orangtua memfasilitasi anak untuk mengetahui tentang moral besar. Dengan rata-
rata ibu yang tidak bekerja, kondisi keuangan yang baik menyebabkan ibu lebih
banyak waktu untuk dapat mendampingi anak. Faktor kondisi perkembangan anak
yang baik di antaranya pendapatan (Brooks-Gunn dan Duncan, 1997).
Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan
pola asuh disiplin induktif ibu dengan karakter anak baik anak laki-laki maupun
anak perempuan. Ibu yang menggunakan pola asuh disiplin induktif kepada anak
akan meningkatkan karakter anak. Penelitian Renk et al. (2005) menemukan
34
bahwa pola asuh disiplin induktif orangtua akan memungkinkan anak terhindar
dari perilaku yang bermasalah. Sesuai penelitian sebelumnya Patrick et al. (2007);
Krevans dan Gibbs (1996) menemukan pola asuh disiplin induktif dapat
meningkatkan karakter anak terutama melalui penalaran moral dan perilaku
prososial. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang negatif
signifikan disiplin pemberian konsekuensi ibu dengan anak laki-laki. Ibu yang
menggunakan pola asuh disiplin pemberian konsekuensi akan menurunkan
karakter anak khususnya anak laki-laki. Anak laki-laki memiliki tingkat agresif
yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan (Hastuti et al., 2013;
Santrock, 2012), menyebabkan ibu menggunakan metode atau cara yang berbeda
dalam mendisiplinkan anak. Berbeda dengan penelitian Winskell et al. (2014)
yang menemukan bahwa ibu lebih menggunakan pola asuh disiplin penegasan
pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
Penelitian ini menemukan bahwa pola asuh spiritual pada dimensi Tuhan
berhubungan dengan karakter anak laki-laki. Pola asuh spiritual ibu tentang tuhan
dapat meningkatkan karakter anak. Ibu mempercayai bahwa kehidupan manusia
merupakan pemberian Tuhan yang besar (Singh dan Sinha, 2013), sehingga ibu
mengajarkan anak untuk eksistensi, kepercayaan atau mencintai, dan kepatuhan
kepada Tuhan melalui kasih sayang, pelukan, dan kehangatan secara terus
menerus, sehingga pola asuh spiritual yang terus-menerus diberikan kepada anak
akan menjadi pola kebiasaan yang membentuk karakter. Orangtua memberikan
peran penting dalam memperkenalkan keberadaan Tuhan kepada anak di rumah.
Sebagaimana penelitian Shin (2011) terhadap 570 orangtua dari 20 gereja di
Korea menemukan adanya hubungan antara keberadaan Tuhan dengan pola asuh
spiritual orangtua.
Hasil penelitian menemukan bahwa jenis kelamin, pola asuh disiplin
induktif dan pola asuh spiritual mempengaruhi karakter. Sesuai dengan penelitian
Karina et al. (2013) bahwa jenis kelamin anak berpengaruh terhadap karakter
anak. Ibu dengan menggunakan pola asuh disiplin induktif mampu meningkatkan
karakter anak. Hal ini dikarenakan cara yang dilakukan ibu menggunakan
komunikasi yang baik dan hangat kepada anak ketika ingin mengubah perilaku
anak dan meningkatkan moral anak (Hoffman, 2000). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Winskel et al. (2014) menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan jika ibu menerapkan pola asuh disiplin induktif pada anak yaitu moral
anak. Hasil penelitian Patrick et al. (2007) pun menemukan pola asuh disiplin
induktif orangtua berhubungan dengan meningkatnya identitas moral.
Karakter dipengaruhi oleh pola asuh spiritual Ibu. Pengalaman yang
dimiliki ibu merupakan hasil dari kebiasaan yang dilakukan ibu secara terus-
menerus dan berasal dari kebiasaan yang telah terbentuk dari generasi
sebelumnya. Kebiasaan itu secara sadar maupun tidak sadar menurun kepada
anak, sehingga kehangatan dan kasih sayang secara terus menerus yang ibu
lakukan kepada anak melalui pelukan, komunikasi yang baik, dan sentuhan yang
menenangkan, dengan harapan anak dapat merasakan energi spiritual yang ibu
berikan kepada anak, sehingga anak akan merasakan spiritual di dalam dirinya.
Anak yang merasakan spiritual di dalam dirinya akan merasakan makna
kehidupan yang lebih dalam sehingga memungkinkan anak ingin mengetahui
tentang Tuhan dan penciptaan-Nya. Sesuai dengan penelitian Iglesias (2010)
35
bahwa pola asuh spiritual orangtua berpengaruh terhadap nilai-nilai moral pada
anak.
SIMPULAN
Pola asuh disiplin secara keseluruhan pada rentang yang rendah. Pola asuh
disiplin induktif memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dimensi lainnya,
namun nilai rata-rata masih rendah. Melihat hasil penelitian, maka diperlukan
peningkatan pola asuh disiplin ibu di perdesaan dalam meningkatkan karakter
anak khususnya pola asuh disiplin induktif. Pola asuh disiplin penegasan dan
mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal memiliki nilai rata-rata sangat
rendah, hal ini baik karena ibu hampir tidak pernah melakukan pola asuh disiplin
penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal kepada anak.
Dilihat dari hasil uji beda, hanya pola asuh disiplin penegasan yang memiliki
perbedaan secara signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil
menemukan nilai rata-rata pola asuh disiplin ibu pada anak perempuan baik
dibandingkan anak laki-laki. Ibu menggunakan lebih dari satu metode pola asuh
disiplin dalam memperbaiki perilaku anak.
Pola asuh spiritual secara keseluruhan pada rentang sedang, namun dilihat
dari dimensi, pola asuh spiritual yang berhubungan dengan Tuhan memiliki nilai
rata-rata tertinggi. Hasil uji beda tidak memperlihatkan perbedaan signifikan pola
asuh spiritual antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Karakter anak secara keseluruhan dalam rentang sedang, namun dilihat
dari dimensi, pengetahuan moral pada anak perempuan dalam kategori tinggi.
Hasil uji beda menunjukkan bahwa karakter anak berbeda signifikan antara anak
laki-laki dengan anak perempuan. Pada pengetahuan moral anak dan tindakan
moral terdapat perbedaan signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki.
Adanya hubungan antara lama pendidikan ibu, pola asuh disiplin ibu
(induktif, mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal), dan pola asuh spiritual
dengan karakter anak. Hasil regresi menunjukkan pendapatan perkapita, jenis
kelamin anak, pola asuh disiplin induktif ibu, dan pola asuh spiritual ibu
berpengaruh positif signifikan terhadap karakter.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks-Gunn J., Duncan G.J. (1997). The effects of poverty on children. The
Future of Children. 7(2);55-71.
Hastuti D., Fiernanti D.Y.I, dan Guhardja S. (2011). Kualitas lingkungan
pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak usia balita di daerah
rawan pangan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen., Januari 2011, p:57-
65. ISSN: 1907-6037.
Hoffman M.L. (2000). Empathy and moral development. Cambridge : University
Press.
http://www.kpai.go.id
36
7. ARTIKEL 2
ABSTRAK
ABSTRACT
PENDAHULUAN
TUJUAN PENELITIAN
METODE
Kecerdasan Spiritual
tahunya yang memiliki anak laki-laki (47,1%) dan anak perempuan (60%) dalam
kategori rendah. Kemampuan ibu teguh pada pendiriannya yang memiliki anak
laki-laki (32,9%) dan anak perempuan (43,6%) dalam kategori rendah (Tabel 2).
Tabel 2 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori dan nilai rata-rata
perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan
Rata-rata +
Anak Anak Rata-rata +
Standar
Variabel laki-laki perempuan Standar deviasi P value
deviasi
(%) (%)
Fleksibel
Rendah (indeks< 60) 51,4 60,95+19,54 58,2 58,18+18,51 0,422
Sedang (indeks60-80) 34,3 29,1
Tinggi (indeks >80) 14,3 12,7
kesadaran tinggi
Rendah (indeks< 60) 25,7 71,90+17,46 32,7 68,28+16,39 0,239
Sedang (indeks60-80) 42,9 45,5
Tinggi (indeks >80) 31,4 21,8
Bijaksana
Rendah (indeks< 60) 17,1 76,19+15,94 21,8 72,03+15,44 0,145
Sedang (indeks60-80) 38,6 43,6
Tinggi (indeks >80) 44,3 34,5
Adaptasi
Rendah (indeks< 60) 45,7 64,28+17,42 65,5 57,37+12,05 0,013*
Sedang (indeks60-80) 37,1 32,7
Tinggi (indeks >80) 17,1 1,8
Visi dan nilai
Rendah (indeks< 60) 4,3 81,87+13,41 5,5 78,56+15,18 0,198
Sedang (indeks60-80) 40,0 49,1
Tinggi (indeks >80) 55,7 45,5
Bermanfaat
Rendah (indeks< 60) 31,4 70,20+18,14 23,6 67,88+14,43 0,439
Sedang (indeks60-80) 35,7 60,0
Tinggi (indeks >80) 32,9 16,4
Holistik
Rendah (indeks< 60) 28,6 72,22+20,35 23,6 69,29+18,75 0,410
Sedang (indeks60-80) 42,9 54,5
Tinggi (indeks >80) 28,6 21,8
Rasa ingin tahu
Rendah (indeks< 60) 47,1 59,05+19,40 60 56,36+19,36 0,444
Sedang (indeks60-80) 34,3 25,5
Tinggi (indeks >80) 18,6 14,5
Teguh pendirian
Rendah (indeks< 60) 32,9 69,37+21,77 43,6 63,64+20,22 0,135
Sedang (indeks60-80) 38,6 41,8
Tinggi (indeks >80) 28,6 14,5
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Karakter Anak
45,5% merupakan contoh anak perempuan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata antara karakter anak laki-laki dan anak perempuan
(p<0.05). Nilai rata-rata karakter anak secara keseluruhan 73,66 (Tabel 2).
Tabel 3 Sebaran contoh karakter anak berdasarkan kategori dan nilai rata-rata dan
perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan
Anak Anak
Total
Kategori Laki-laki Perempuan
„n % „n % „n %
Karakter
Rendah (indeks< 60) 17 24,3 4 7,3 21 16,8
Sedang (indeks60-80) 34 45,7 25 45,5 60 48,0
Tinggi (indeks >80) 19 30,0 26 47,3 44 35,2
Total 70 100 55 100 125 100
Minimum-Maksimum 30-99
Rata-rata+standar deviasi 73,66+13,15
P value 0,013*
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Tabel 5 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan anak, kecerdasan
spiritual ibu dengan karakter anak laki-laki dan anak perempuan
Karakter
Variabel Anak Anak
laki-laki Perempuan
Karakteristik Keluarga
Usia ayah (tahun) -0,111 -0,008
Usia Ibu (tahun) -0,143 -0,066
Lama pendidikan Ayah (tahun) 0,016 0,027
Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,260* -0,120
Jumlah anggota keluarga 0,026 -0,013
Pendapatan perkapita 0,040 0,285*
Karakteristik Anak
Usia anak -0,032 -0,079
Kecerdasan Spiritual
Fleksibel (skor) 0,230 0,117
Kesadaran tinggi (skor) 0,351** 0,256
Bijaksana (skor) 0,419** 0,160
Adaptasi (skor) 0,168 0,215
Visi dan nilai (skor) 0,200 0,179
Bermanfaat (skor) 0,354** 0,286*
Holistik (skor) 0,365** -0,008
Rasa ingin tahu (skor) 0,213 0,216
Teguh pendirian (skor) 0,475** 0,246
Keterangan : **Signifikan pada p<0.01; *Signifikan pada p<0.05;
(p<0,05) dan kecerdasan spiritual ibu (p<0,01). Nilai positif pada jenis kelamin
menunjukkan bahwa karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-
laki. Hasil menunjukkan semakin baik kecerdasan spiritual ibu, maka
pengaruhnya akan semakin baik terhadap karakter anak (Tabel 6).
PEMBAHASAN
untuk keluar dari keadaan yang telah ditetapkan, sehingga dengan memahami
keadaan itu, ibu berusaha untuk membuat suatu perubahan yang lebih baik (Zohar
dan Marshall, 2001).
Kemampuan ibu dalam membawa visi dan nilai memiliki nilai rata-rata
baik terutama ibu yang memiliki anak laki-laki. Hal ini dikarenakan ibu memiliki
harapan yang besar untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi kepada
anak-anaknya, khususnya anak laki-laki. Visi dapat mengilhami apa yang
dilakukan oleh diri, dan nilai merupakan nilai-nilai manusia yang mendalam untuk
menyelamatkan kehidupan, meningkatkan kualitas kehidupan, memperbaiki taraf
kesehatan, pendidikan, komunikasi, memenuhi dasar manusia, melestarikan
ekologi global, memulihkan kesadaran tentang keunggulan, kebanggaan untuk
melayani, dan nilai lainnya, sehingga ibu dapat memberikan inspirasi kepada
anak-anaknya untuk memiliki visi dan nilai dalam berperilaku (Zohar dan
Marshall, 2001).
Hasil penelitian menemukan rata-rata karakter anak sedang, namun rata-
rata karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Dari
beberapa dimensi karakter, hasil menemukan bahwa dimensi pengetahuan anak
tentang moral lebih baik dibandingkan dengan perasaan moral dan tindakan
moral. Anak lebih baik dalam memahami dan mengetahui tentang moral, namun
tidak sepenuhnya anak merasakan tentang moral. Anak yang tidak stabil secara
emosinya berakibat anak rendah untuk berperilaku sesuai moral. Banyak faktor
yang menyebabkan anak berkarakter rendah, di antaranya menurut Johnson
(1994) pengalaman spiritual orang tua yang mempengaruhi harga diri anak yang
rendah. Harga diri menurut Lickona (2001) merupakan sisi emosional dari
karakter, dimana pengetahuan moral yang kita miliki akan mengarah pada
perilaku moral. Ibu merupakan pengasuh terdekat dengan anak sehingga semua
perilaku dan sikapnya dapat dijadikan model atau contoh bagi anak-anaknya.
Karena itu, kecerdasan spiritual ibu dalam kemampuan menghadapi kehidupan
sehari-hari harus terlihat baik oleh anak terutama saat berinteraksi. Berdasarkan
teori teori kognitif sosial, perkembangan anak terjadi melalui observasi dan
imitasi dari orang lain. Anak akan meniru baik maupun buruk yang dilakukan oleh
orang tuanya.
Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan individu menjalani hidup
lebih berarti dengan memahami makna dan nilai sehingga hidupnya akan lebih
dapat terkontrol (Danah dan Zohar, 2001). Ibu sebagai orangtua dan model bagi
anak dalam berperilaku, sudah seharusnya berperilaku dan mampu untuk
menghadapi situasi dan permasalahan yang dihadapi. Karenanya penting seorang
ibu memiliki harga diri yang tinggi. Penelitian Brody et al. (1994) menemukan
bahwa ibu dengan harga diri yang tinggi dapat mengatasi kehidupan yang lebih
baik dan lebih optimis dibandingkan dengan ibu rendah diri. Kualitas hidup ibu
yang baik dapat memberikan pengaruh positif pada praktik pengasuhan (Tabitha,
2014). Sebagaimana penelitian Maria (2013) menemukan bahwa kecerdasan
spiritual ibu memiliki pengaruh terhadap kemampuan ibu dalam mengasuh.
Karakter anak terbentuk tidak terlepas dari bagaimana kualitas lingkungan
pengasuhan dari keluarga, yaitu dengan memberikan stimulasi dan kehangatan
(Dewanggi, 2014). Lingkungan pengasuhan akan lebih baik lagi jika kualitas
orangtuanya baik, maka melalui kecerdasan spiritual diharapkan karakter anak
terbentuk. Hasil penelitian menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu
48
berhubungan positif dengan karakter anak. Ini berarti semakin baik kecerdasan
spiritual ibu, maka karakter anak akan semakin baik. Kecerdasan spiritual ibu
yang baik berarti ibu mampu dan akan menyadari tentang makna kehidupan,
bijaksana dalam bertindak, memanfaatkan hidup sebaik-baiknya, memadukan
semua unsur dalam kehidupan yang holistik, dan teguh terhadap pendiriannya,
sehingga Ibu memiliki pemikiran yang maju kedepan dan harapan yang besar
untuk lebih bermakna dalam hidup. Sebagaimana hasil penelitian Callaghan
(2005) yang mengatakan bahwa spiritual secara signifikan berhubungan dengan
karakter anak.
Keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang sudah seharusnya
memberikan pengaruh terhadap karakter anak. Hasil penelitian menemukan usia
ayah dan usia ibu tidak berpengaruh signifikan terhadap karakter anak. Dilihat
dari hubungan lama pendidikan dengan usia orangtua, orangtua yang semakin
bertambah usia, pendidikannya semakin rendah. Hal ini terjadi karena ketertarikan
orangtua di perdesaan untuk melanjutkan dan menambah keterampilan dirinya
rendah, perhatian mereka terfokus pada kebutuhan keluarga terutama untuk biaya
hidup sehari-hari termasuk biaya pendidikan anak-anak dan kebutuhan hidup
karena bertambahnya anggota keluarga baru, atau semangatnya menurun sehingga
pengasuhan diserahkan kepada anak tertua atau diajarkan mandiri yang anak
dianggap sudah besar. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya,
Dewanggi et al. (2015) yang menemukan bahwa usia ibu berpengaruh signifikan
dengan karakter anak.
Hasil menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki karakter lebih baik
dibandingkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan, anak perempuan memandang
dirinya sebagai individu yang prososial atau empati. Orang tua berperan dalam
membuat perbedaan bahwa anak perempuan lebih feminin dan anak laki-laki lebih
maskulin sehingga anak perempuan menganggap dirinya untuk lebih santun dan
anak laki-laki lebih menganggap dirinya agresif dalam bertindak. Anak laki-laki
memiliki kecenderungan lebih tinggi terlibat dalam konflik dibanding anak
perempuan (Santrock, 2012; Permatasari dan Hastuti, 2013). Sesuai dengan
penelitian Dewanggi et al. (2014); Karina, Hastuti, dan Alfiasari, (2013) anak
perempuan memiliki karakter lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Kemampuan
anak laki-laki maupun anak perempuan dalam menerima pengetahuan tidak
mengalami perbedaan, yang membedakan adalah pengalaman anak bersama orang
tuanya saat perkembangan (Santrock, 2012).
Hasil menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu mempengaruhi karakter
anak. Kecerdasan spiritual ibu adalah kemampuan dalam menyesuaikan aturan,
kemampuan membedakan, memberikan rasa moral, bermimpi dan memiliki cita-
cita agar terangkat dari kerendahan sehingga diri akan keluar dari situasi dengan
mengubah situasi yang dihadapinya. Individu yang dapat keluar dari situasi dan
membuat perubahan ke arah yang lebih baik, kondisi ini adalah individu yang
cerdas secara spiritual (Zohar dan Marshall, 2001).
Kecerdasan spiritual ibu digunakan untuk mencapai perkembangan diri
sebagai indvidu karena setiap individu memiliki potensi untuk mengembangkan
diri membuat perubahan yang lebih baik terutama ketika memanfaatkan hidup
dengan mengontrol diri dan menghadapi permasalahan bersama keluarga dan
lingkungan yang ada di sekitarnya. Zohar dan Marshall (2001) mengatakan bahwa
individu dengan kecerdasan spiritual yang baik akan menjadi cerdas dalam
49
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abar, B., Carter, K. L., dan Winsler, A. (2009). The effects of maternal parenting
style and religious commitment on self-regulation, academic achievement,
and risk behavior among African-American parochial college students.
Journal of Adolescence 32, 259-273. DOI : 10.1016/j. adolescence.
2008.03.008. @2008 The Association for Professionals in Services
forAdolescents. Published by Elsevier Ltd.
Bapenas dan Unicef.(2011). The situation of children and women in indonesia
2000-2010, working towards progress with equity under decentralisation.
Jakarta.
Bert, S. C. (2011). The influence of religiosity and spirituality on adolescent
mothers and their teenage children. J Youth Adolescence (2011) 40:72–84.
DOI 10.1007/s10964-010-9506-9.
Bronfenbrenner U. (1994). Ecological models of human development. in
international encyclopedia of education, vo. 3, 2nd, ed. Oxford: Elveier.
Chowdhury S. (2010). The relationship between parent and adolescent levels of
religiosity and quality of the parent-child relationship. Barnard College of
Columbia University.
50
Dewanggi, M., Hastuti D., & Herawati T. (2015). The influence of attachment and
quality of parenting and parenting environment on children‟s character in
rural and urban areas of Bogor Jur. Ilm. Kel. & Kons., 8(1), 20-27.
Dixon, S.V., Graber, J.A., & Gunn, J.B. (2008). The roles of respect for parental
authority and parenting practices in parent–child conflict among african
american, latino, and european american families. Journal Family
Psychology, 22(1): 1–10. DOI: 10.1037/0893-3200.22.1.1. Diambil dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3125601/
Froma W. (2010). Spiritual diversity: multifaith perspectives in family therapy.
Family Process, Sep 49(3) ProQuest pg. 330.
Johnson M.A. (1994). The effect of a father's locus of control and spiritual well-
being on his adolescent child's self-esteem. George Fox College in partial
fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Psychology in
Clinical Psychology Newberg, Oregon.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2012). Profil
anak indonesia 2012.
Lickona, T. (2001). What is good character? Journal Reclaiming Children and
Youth, 9(4); ProQuest pg. 239.
McGhee & Grant (2008). Spirituality and ethical behaviour in the workplace:
wishful thinking or authentic reality. Electronic Journal of Business Ethics
and Organization Studies (EJBO), 13(2).
Moosa, J. & Ali, N. M. (2011). The study relationship between parenting styles
and spiritual intelligence. J. Life Sci. Biomed, 1(1), 24-27, 2011. Diambil
dari http://jlsb.science-line.com.
Tabitha, N. (2014). A study of the link between self-esteem and spiritual
experience of parents living in the „city of sadness‟ of hong kong. Journal of
the North American Association of Christians in Social Work.Social Work &
Christianity, 41(1), 45–59.
Idler, E. L., Musick, M. A., Ellison C. G., George, L.K., Krause N, Ory M.G.,
Pargament, K.I....Williams D.R., (1998). Measuring multiple dimensions of
religion and spirituality for health research. Research On Aging, 25(4), 327-
365. doi: 10.1177/0164027503252749 © 2003 Sage Publications.
Park, N. dan Peterson, C. (2006). Character strengths and happiness among young
children: content analysis of parental descriptions. Journal Of Happiness
Studies ,7, 323–341 @ Springer 2006. doi: 10.1007/S10902-005-3648-6.
Peterson, C. dan Seligmen, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: a
handbook and classification. New York: Oxford University Press.
Reinert, D. F. (2005). Self-representations, and attachment to parents: a
longitudinal study of roman catholic college seminarians. Journal
Spirituality Counseling and Values, 49(3), ProQuest Professional Education
pg. 226.
Riley A.W., Valdez C.R., Barrueco S., Mills C., Beardslee W., Sandler I., Rawal
P. (2008). Development of a family-based program to reduce risk and
promote resilience among families affected by maternal depression:
theoretical basis and program description. Clin Child Fam Psychol Rev
(2008) 11:12–29. DOI 10.1007/s10567-008-0030-3
Santrock J.W. (2012). Life span development, perkembangan masa hidup. Jakarta
: Erlangga.
51
Sheldrake R. (1987). Society, spirit & ritual: morphic resonance and the
collective unconscious - part II. Journal Psychological Perspectives, (Fall
1987), 18(2), 320-331.
Vig, D dan Jaswal. (2014). Interrelationship between parental use of positive
values and strong family bonds. Indian Journal of Health and Wellbeing
2014, 5(10), 1181-1183. Indian Association of Health, Research and
Welfare ISSN-p-2229-5356,e-2321-3698.
Zohar D dan Marshall I. (2001). SQ kecerdasan spiritual. Bandung. Terjemahan
Mizan.
52
PEMBAHASAN UMUM
Simpulan
kata verbal adalah pola asuh yang paling rendah dilakukan Ibu. Pola asuh disiplin
induktif pada contoh semakin meningkat seiring dengan tingginya pendidikan ibu
dan pola asuh disiplin induktif semakin menurun dengan bertambahnya usia ayah.
Pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal pada contoh
semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia ayah dan ibu.
Pola asuh spiritual ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan tidak
terdapat perbedaan. Pola asuh spiritual ibu terhadap anak dalam kategori sedang.
Pola asuh spiritual ibu pada contoh semakin meningkat seiring dengan tingginya
pendidikan ibu. Pola asuh spiritual ibu semakin menurun seiring dengan
bertambahnya usia anak.
Karakter anak laki-laki dan anak perempuan memiliki perbedaan yang
signifikan. Pada dimensi pengetahuan moral, ada perbedaan pada anak laki-laki
dan anak perempuan. Karakter anak perempuan pada pengetahuan moral memiliki
rata-rata lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Karakter anak semakin
meningkat seiring dengan tingginya pendidikan ibu pada anak laki-laki, hal ini
dilihat dari hasil hubungan antara lama pendidikan ibu semakin tinggi, maka usia
ibu semakin rendah. Karakter anak semakin meningkat seiring dengan tingginya
pola asuh disiplin dan spiritual yang diberikan pada anak. Karakter anak semakin
menurun seiring dengan tingginya pola asuh disiplin pengabaian.
Karakter anak pada contoh dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, pola
asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual. Pola asuh yang dilakukan ibu dalam
membentuk karakter, pola asuh spiritual lebih baik dibandingkan dengan pola
asuh disiplin.
Kecerdasan spiritual ibu pada contoh rata-rata sedang. Dari tanda-tanda
kecerdasan spiritual, rata-rata tertinggi pada kemampuan ibu dalam memiliki visi
dan nilai pada anak laki-laki, setengahnya dalam kategori tinggi. Kecerdasan
spiritual pada contoh semakin menurun, seiring dengan bertambahnya usia anak.
Pola asuh spiritual semakin meningkat seiring dengan tingginya kecerdasan
spiritual ibu dalam bersikap fleksibel, kesadaran yang tinggi, bijaksana,
beradaptasi, memiliki visi dan nilai, bermanfaat, holistik, rasa ingin tahu, dan
teguh pendirian sehingga ingin mendapatkan perubahan yang lebih baik dan yang
paling tinggi akan meningkatkan pengetahuan moral pada anak. Karakter anak
pada contoh dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual Ibu.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abar B., Carter K.L., dan Winsler A. (2009). The effects of maternal parenting
style and religious commitment on self-regulation, academic achievement,
and risk behavior among African-American parochial college students.
Journal of Adolescence 32 (2009) 259e273. DOI: 10.1016/j.adolescence.
2008.03.008. @ 2008 The Association for Professionals in Services
forAdolescents. Published by Elsevier Ltd.
Abaspoorazar Z., Farrokhi N.A., Ali A.B. (2015). Explaining the Relationship
between Parenting Styles, Identity Styles and Spiritual Health in
Adolescents. European Online Journal of Natural and Social Sciences 2015;
www.european-science.com Vol.4, No.3 pp. 450-460 ISSN 1805-3602.
Arca C.C. (2007). The role of spirituality and its influence on filipino parents‟ child-
rearing practices. (thesis). Department of social work california state university,
long beach in partial fulfillment of the requirements for the degree master of social
work.
Bapenas dan Unicef.(2011). The situation of children and women in indonesia
2000-2010, working towards progress with equity under decentralisation.
Jakarta.
Bert S.C. (2011). The influence of religiosity and spirituality on adolescent
mothers and their teenage children. J Youth Adolescence (2011) 40:72–84.
DOI 10.1007/s10964-010-9506-9.
Bronfenbrenner U. (1994). Ecological models of human development. In
International Encyclopedia of Education, Vo. 3, 2nd, Ed. Oxford: Elveier.
Choudhury N., Ahmed S. M. (2011). Maternal care practices among the ultra poor
households in rural Bangladesh: a qualitative exploratory study. Pregnancy
and Childbirth 2011, 11:15. http://www.biomedcentral.com/1471-
2393/11/15.
Chowdhury S. (2010). The relationship between parent and adolescent levels of
religiosity and quality of the parent-child relationship. Barnard College of
Columbia University.
Dewanggi, Hastuti D., Herawati T. (2015). the influence of attachment and quality
of parenting and parenting environment on children‟s character in rural and
urban areas of bogor. Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2015, p : 20-27 Vol.
8, No. 1 ISSN : 1907 – 6037.
Dixon S. V, Graber J.A., dan Gunn J.B. (2008). The roles of respect for parental
authority and parenting practices in parent–child conflict among african
american, latino, and european american families. J Fam Psychol. 2008
Feb; 22(1): 1–10. DOI: 10.1037/0893-3200.22.1.1. dalam
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3125601/.
58
__________ dan Setioningsih S.S. (2012). Gender dan keluarga, konsep dan
realita di indonesia. Bogor : IPB Press.
Razak R.R.A. (2011). Spiritual dimension in education: the role of institutions of
higher education. The International Journal of the Humanities Volume 8,
Number 11, 2011. Universiti Sains Malaysia, Penang.http://www. Humanities-
Journal.com, ISSN 1447-9508.
Renk K., McKinney C., Klein J., & Oliveros A. (2005). childhood discipline,
perceptions of parents, and current functioning in female college students.
Journal of Adolescence. Diambil dari www.elsevier.com/locate/jado.
Reeves R.V., Venator J, dan Howard K. (2014). The character factor: measures
and impact of drive and prudence. Center on Children & Families at
Brookings.
Reinert, D.F. (2005). Self-representations, and attachment to parents: a
longitudinal study of roman catholic college seminarians. Journal
Spirituality Counseling and Values; Apr 2005; 49, 3; ProQuest Professional
Education pg. 226.
Riley A.W., Valdez C.R., Barrueco S., Mills C., Beardslee W., Sandler I., Rawal
P. (2008). Development of a family-based program to reduce risk and
promote resilience among families affected by maternal depression:
theoretical basis and program description. Clin Child Fam Psychol Rev
(2008) 11:12–29. DOI 10.1007/s10567-008-0030-3
Runcan P.L. dan Goian C. (2014). Parenting practices and the development of
trait emotional intelligence: a study on romanian senior high schoolers.
Journal Revista de Asistenţ\ Sociall, anul XIII, nr. 1/2014, pp. 67-78.
Santrock J.W. (2012). Life span development, perkembangan masa hidup.
Jakarta: Erlangga.
Sangawi H.S., Adams J, dan Reissland N. (2015). The effects of parenting styles
on behavioral problems in primary school children: a cross-cultural review.
Asian Social Science; Vol. 11, No. 22; 2015. ISSN 1911-2017.
DOI:10.5539/ass.v11n22p171
Sheldrake R. (1987). Society, spirit & ritual: morphic resonance and the
collective unconscious - part II. Journal Psychological Perspectives, (Fall
1987), 18(2), 320-331.
Smith C. (2003). Theorizing religious effects among american adolescents.
Journal for the Scientiflc Study of Religion 42:1 (2003) 17-30
Stolz H.E., Barber B.K., & Olsen J.A. (2005). Toward disentangling fathering and
mothering: an assessment of relative importance. Journal of Marriage and
Family 67.4 (Nov 2005) : 1076-1092.
Straus A.M. (2011). Manual for the dimensions of discipline inventory (001).
Family Research Laboratory, University Of New Hampshire Durham, Nh
03824 (1) 603-862-2594.
Suwarno B. (2007). Rumus dan data dalam analisis statistika. Bandung: Alfabeta.
Tabitha, N. (2014). A study of the link between self-esteem and spiritual
experience of parents living in the „city of sadness‟ of hong kong. Journal of
the North American Association of Christians in Social Work.Social Work &
Christianity, vol. 41, No. 1 (2014), 45–59.
Vangelisti, A. L. Ed. (2004). Family Communication. Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.University of Texas at Austin.
61
Vig, D. dan Jaswal. (2014). Interrelationship between parental use of positive
values and strong family bonds. Indian Journal of Health and Wellbeing
2014, 5(10), 1181-1183. Indian Association of Health, Research and
Welfare ISSN-p-2229-5356,e-2321-3698.
Wen M. (2014). Parental participation in religious services and parent and child
well-being: findings from the national survey of america‟s families. Journal
Religius Health (2014) 53:1539–1561. DOI 10.1007/s10943-013-9742-x.
Wijayanati A. dan Uyun Z. 2010. Pengaruh kecerdasan spiritual terhadap
kenakalan remaja: studi kasus pada siswa kelas 3 sltp muhammadiyah.
Jurnal Masaran Sragen Fakultas Agama Islam dan Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 91
– 110.
Winskel H., Walsh L., dan Tran T. (2014). Discipline strategies of vietnamese and
australian mothers for in regulating children‟s behaviour. Pertanika J. Soc.
Sci. & Hum. 22 (2): 575 -588 (2014). ISSN: 0128-7702. Diambil dari
Journal homepage: http://www.pertanika.upm.edu.my/
Zohar D. dan Marshall I. (2001). SQ kecerdasan spiritual. Bandung. Terjemahan
Mizan.
__________________. (2005). Spiritual capital. Bandung. Terjemahan Mizan.
62
LAMPIRAN
63
Lanjutan Tabel
Laki-laki Perempuan
NO. PERNYATAAN STS TS S SS STS TS S SS
% % % % % % % %
3. Saya memberikan solusi 12,9 34,3 34,3 18,6 9,1 25,5 30,9 34,5
apabila ada masalah,
4. Saya mempertahankan 5,7 24,3 32,9 37,1 9,1 23,6 38,2 29,1
pendapat saya ketika
saya yakin bahwa itu
adalah benar
5. Saya mengerjakan tugas 1,4 15,7 35,7 47,1 1,8 12,7 27,3 58,2
sampai selesai
6. Saya menepati janji 2,9 17,1 32,9 47,1 3,6 16,4 29,1 50,9
7. Saya memiliki sahabat 4,3 10 22,9 62,9 1,8 0 25,5 72,7
8. Saya akan membantu 12,9 24,3 32,9 30 1,8 18,2 36,4 43,6
orang lain meskipun
tidak diminta
9. Saya akan setia pada 5,7 17,1 35,7 41,4 3,6 7,3 34,5 54,5
kelompok saya baik
susah maupun senang
10. Saya memberikan 11,4 18,6 38,6 31,4 1,8 20 38,2 40
kesempatan yang sama
bagi teman saya saat
sedang mengerjakan
tugas kelompok
11. Saya selalu memaafkan 11,4 7,1 38,6 42,9 5,5 5,5 43,6 45,5
kesalahan teman saya
12. Saya adalah pendengar 15,7 24,3 38,6 21,4 1,8 14,5 45,5 38,2
yang baik bagi semua
orang
13. Saya tidak mencontek 18,6 15,7 20 45,7 20 5,5 30,9 43,6
pada saat ujian
14. Saya memiliki jadwal 18,6 17,1 20 44,3 5,5 9,1 34,5 50,9
belajar
15. Saya selalu 4,3 11,4 25,7 58,6 1,8 9,1 21,8 67,3
menyempatkan diri
untuk beribadah, misal
saya mengaji ke tpa
16. Saya memulai kegiatan 4,3 11,4 30 54,3 1,8 7,3 23,6 67,3
dengan berdoa
Keterangan STS : Sangat Tidak Sesuai, TS:Tidak Sesuai, S:Sesuai, SS:Sangat Sesuai
75
1. Patrick R.B. dan Gibbs J.C. (2012). Inductive Self report Ibu dan 93 1. Pola asuh disiplin induktif orangtua
Discipline, Parental Expression of Disappointed orang siswa berhubungan dengan emosi positif dan
Expectations, and Moral Identity in Adolescenc. J (54% meningkatnya identitas moral anak
Youth Adolescence (2012) 41:973–983. DOI perempuan) 2. Pola asuh disiplin love withdrawal dan
10.1007/s10964-011-9698-7. Springer Science + kelas 5, 8 dan power assertion tidak berhubungan
BusinessMedia 10 dengan meningkatnya identitas moral
2. Peiser, N. C., & Heaven, P. C. L. (1996). Family Wawancara Remaja 1. Pola asuh disiplin hukuman berhubungan
influences on self-reported delinquency among Australia secara signifikan dengan perilaku rendah
high school students. Journal of Adolescence, 19, usia 15-16 diri, khususnya remaja perempuan
557–568. tahun 2. Pola asuh disiplin induktif berhubungan
sebanyak 177 signifikan dengan harga diri yang tinggi
3. Renk K, McKinney C, Klein J, dan Oliveros A. Persepsi anak Remaja 1. Pola asuh disiplin Ibu menggunakan
(2005). Childhood discipline, perceptions of terhadap perempuan kekerasan saat kecil berpengaruh
parents, and current functioning in female college orangtuanya terhadap depresi dan harga diri remaja
students. Journal of Adolescence. 2. Pola asuh disiplin Ayah menggunakan
DOI:10.1016/j.adolescence.2005.01.006. kekerasan berhubungan dengan rasa
Department of Psychology, University of Central cemas dan harga diri remaja
Florida, P.O. Box 161390, Orlando FL 32816,
USA. 2005
4. Winskel H, Walsh L, dan Tran T. (2014). Wawancara Ibu yang 1. Ibu menerapkan pola asuh disiplin
Discipline Strategies of Vietnamese and Australian memiliki induktif pada anak laki-laki
Mothers forin Regulating Children‟s Behaviour. anak berusia berpengaruh pada moral anak,
Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 22 (2): 575 - 588 3 sampai 10 sedangkan pada anak perempuan sedikit
(2014) tahun di banyak menggunakan power assertive
76
Lanjutan Tabel
9. Tabitha, N. (2014). A Study of the Link between Crosssectional Orangtua Pengalaman spiritual orangtua
Self-esteem and Spiritual experience of Parents survey meningkatkan harga diri orangtua
Living in the „City of Sadness‟ of Hong Kong.
Journal of the North American Association of
Christians in Social Work.Social Work &
Christianity, vol. 41, No. 1 (2014), 45–59.
10. Reinert, D.F. (2005). Self-Representations, and Wawancara Mahasiswa Kelekatan Ibu berpengaruh terhadap
Attachment to Parents: A Longitudinal Study of kualitas pengalaman spiritual dalam
Roman Catholic College Seminarians. Journal berhubungan dengan Tuhan
Spirituality Counseling and Values; Apr 2005; 49,
3; ProQuest Professional Education pg. 226.
78
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 3 Agustus 1977 dari Ayah
Zainal Arifin dan Ibu R Atit Permanwati. Penulis merupakan putri ketiga dari
empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Percobaan Negeri 58
Bandung pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan di
SMP Negeri 11 Bandung. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA
Pasundan 1 Bandung dan lulus tahun 1995. Pada tahun 1995, penulis melanjutkan
studi ke STMIK-LIKMI Bandung lulus pada tahun 1996. Penulis memilih
program studi Bahasa Indonesia sub program Edtiting Unpad dan memperoleh
gelar Ahlimadya pada tahun 1999. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan studi
kependidikan di STKIP Arrahmaniyah – Depok dan memperoleh gelar Sarjana
Kependidikan pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi
program Magister (S2) di Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
(minat Perkembangan Anak) Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis pernah mengajar
di SD Muhammadiyah kota Bogor pada tahun 2010, kemudian menjadi editor
part time buku pelajaran SD di Yudhistira. Penulis mengajar di SDIT Al Quds
pada tahun 2011.