Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar belakang pentingnya penelitian Hadits adalah Hadits Rasulullah SAW
sebagai salah satu sumber ajaran Islam, dan tidak seluruh Hadits tertulis pada zaman
Rasulullah SAW. Selain itu telah timbul berbagai pemalsuan Hadits. Juga di sisi
lain telah terjadi periwayatan secara makna karena jumlah kitab Hadits yang banyak
dengan penyusunan yang beragam serta proses penghimpunan Hadits memakan
waktu yang lama. Dengan demikian penting bagi umat muslim untuk mempelajari
Takhrij Hadits. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian
Takhrij Hadits, metode dari kegiatan Takhrij Hadits, dan aplikasi sederhana Takhrij
Hadits.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Defenisi Takhrij Hadits !
2. Mengetahui Metode Takhrij Hadits !
3. Mengetahui Aplikasi Sederhana Takhrij Hadits !
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir al-Qur’an,
1973, hlm. 115.
2
2.2 Metode Tahkrij Hadits
Metode Takhrij adalah cara atau teknis melakukan penelusuran terhadap
Hadits dari sumber asalnya, baik Hadits tanpa sanad dan perawi, Hadits dengan
perawi, maupun Hadits lengkap sanad dengan menggunakan kitab-kitab rujukan
yang mendukung, maupun menggunakan alat teknologi digital.
Di dalam melakukan Takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu;
2. Kitab-kitab Al-Atraf
Kebanyakan kitab Al-Atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para
sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang
peneliti mengetahui bagian dari Hadits itu, maka dapat merujuk pada
sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab Al-Atraf tadi untuk
kemudian mengambil Hadits secara lengkap. Di antara kitab-kitab Atraf
yang dapat dipergunakan adalah; Atraf As-Shahihain, karya Al-Wasiti dan
Al-Dimasyqi, Tuhfatul Al Ashrof bi Ma’rifat Al Atraf karya Al Mizzi yang
merupakan Syarah kitab Al Ashraf bi ma’rifat Al Atraf karya ibn ‘Asakir,
2
Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta: GP Press, 2008. hlm. 23
3
Ithaf Al Mahram bi Atraf Al ‘Ashrah karya Ibn Hajar Al Asqalani, dan lain
sebagainya. Cara penggunaan kitab ini seperti seperti cara menggunakan
kitab musnad, artinya disusun secara alfabetis Hija’iyah.
3. Al-Ma`ajim (mu`jam-mu`jam)
Susunan Hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau
syuyukh (guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama
sahabat dapat memudahkan untuk merujuk Haditsnya. Dan kitab mu’jam
yang dapat kita gunakan adalah; mu’jam Al Kabir, Mu’jam Al Awsat, dan
Mu’jam Al-Saghir yang kesemuanya adalah karya Al-Tabrani. Juga kitab
Mu’jam As Shahabah karya Al Mawasili, Mu’jam As Sahabh karya Al
Hamdani, dan lain ssebagainya. Dan cara penggunaannya tidak jauh
berbeda dengan kitab musnad dan kitab Atraf. Kelebihan metode ini adalah
bahwa proses Takhrij dapat diperpendek. Akan tetapi, kelemahan dari
metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik, apabila perawi yang
hendak diteliti itu tidak diketahui.3
4
ع ِة اِنَّ َماالشَـ ِد ْي ُد
َ ص ْر
ُ ش ِد ْي ُد بِاال َ لَي:َسـلَّ َم قَاَل
َّ ْس ال َ علَيْـ ِه َو ّ للاِ صَـلَّى
َ ُللا ُ ع َْن اَبِ ْي ه َُري َْرةَ أَنَّ َر
ّ س ْـو َل
ِ سـهُ ِع ْندَالغَض
ب َ ِي يَ ْم ِلكُ َن ْف
ْ الَّذ
Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran)
orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu
dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat
adalah orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia
marah”.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan
yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan Hadits-Hadits yang dicari
dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit
untuk menemukan Hadits yang dimaksud.
Kitab-kitab Hadits yang disusun berdasarkan huruf kamus, misalnya: “Al-
Jami’u Ash Shoghir min Ahadis Al-Basyir An Nadzir” karya As Suyuti.5
5
Al Qaththan. op.cit. hlm 192
6 M. Agus Sholahudin. op.cit. hlm. 198
5
سلَّ َم نَهَى ع َْن َطعَ ِام ا ْل ُمتَبَ ِاريَي ِْن أَ ْن يُؤْ َك َل
َ علَ ْي ِه َو ّ صلَّى
َ ِللا َ اِنَّ النَّبِ َي
Dalam pencarian Hadits di atas, pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-
kata naha ( )نَهَىta’am() َط َعام, yu’kal ( )يُؤْ َك ْلal-mutabariyaini (ين
ِ َ)ال ُمتَبَ ِاري. Akan tetapi
dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan
kata al-mutabariyaini ( )ال ُمتَبَ ِاريَي ِْنkarena kata tersebut jarang adanya. Menurut
َ )تَ َبdi dalam kitab
penelitian para ulama Hadits, penggunaan kata tabara (ارى
induk Hadits (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali.
Penggunaan metode ini dalam men-Takhrij suatu Hadits dapat dilakukan dengan
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan
dipergunakan sebagai alat untuk mencari Hadits. Sebaiknya kata kunci yang
dipilih adalah kata yang jarang dipakai, karena semakin asing kata tersebut akan
semakin mudah proses pencarian Hadits. Setelah itu, kata tersebut dikembalikan
kepada bentuk dasarnya. Dan berdasarkan bentuk dasar tersebut dicarilah kata-
kata itu di dalam kitab Mu’jam menurut urutannya secara abjad (huruf hijaiyah).
Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang
terdapat di dalam Hadits yang akan kita temukan melalui Mu’jam ini. Di bawah
kata kunci tersebut akan ditemukan Hadits yang sedang dicari dalam bentuk
potongan-potongan Hadits (tidak lengkap). Mengiringi hadis tersebut turut
dicantumkan kitab-kitab yang menjadi sumber Hadits itu yang dituliskan dalam
bentuk kode-kode sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat
pencarian Hadits dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja
yang terdapat dalam matan Hadits. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
6
tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali
suatu Hadits memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang
men-Takhrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh
Hadits tersebut. Contoh :
الزكا َ ِة ّ للاِ َواِقَ ِام ال
َّ صالَ ِة َوا ْيتَا ِء ُ للاُ وانَّ ُم َح َّمدّا َر
َّ س ْو ُل ّ َّان الَاِلهَ اِال ْ شهَا َد ِةَ علَى َخ ْمس َ سالَ ُم
ْ بُنِ َي ا ِال
ّ س ِب ْي
ال َ ست َ َطا
َ ع اِلَ ْي ِه ْ ت َم ِن ا ِ َوص َْو ِم َر َمضَانَ َو َح ّج ا ْل َب ْي
“Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan
shalat, membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan
ibadah haji bagi yang mampu.”
Hadits di atas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, sholat, zakat,
puasa dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadis diatas harus dicari di
dalam kitab-kitab Hadits dibawah tema-tema tersebut. Cara ini banyak dibantu
dengan kitab “Miftah Kunuz As-Sunnah” yang berisi daftar isi Hadits yang disusun
berdasarkan judul-judul pembahasan.7
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa Takhrij dengan metode ini sangat
tergantung kepada pengenalan terhadap tema Hadits. Untuk itu seorang mukharrij
harus memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian
fiqih secara khusus.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu : hanya menuntut pengetahuan akan
kandungan Hadits, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafadz pertamanya.
Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila
kandungan Hadits sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat
menentukan temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
7
Mahmud al-Thahhan, ….op.cit: 70
7
proses pencarian Hadits berdasarkan statusnya, seperti Hadits qudsi, Hadits
masyhur, Hadits mursal dan lainnya. Seorang peneliti Hadits dengan membuka
kitab-kitab seperti di atas dia telah melakukan Takhrij Al-Hadits.8
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses Takhrij. Hal
ini karena sebagian besar Hadits-Hadits yang dimuat dalam kitab yang
berdasarkan sifat-sifat Hadits sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya
yang rumit. Namun, karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya
Hadits-Hadits yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi
kelemahan dari metode ini. Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1. Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akbar al-Mutawatirah karangan Al-
Suyuthi.
2. Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadis al-Qadsiyyah oleh al-Madani.
3. Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
mu’jam ini, penulis menggunakan kata sebagai kata kunci dalam praktik
8
Utang Ranuwijaya, ibid, hlm. 67-68
9
A. J. Wensicnk, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Hadīth al-Nabawī (Leiden: E. J. Brill,1936), Juz 1, hal 71
8
Setelah itu, penulis melakukan pencarian Hadits dalam kitab Ibnu Majah
sesuai petunjuk dari kitab Mu’jam tersebut. Maka di temukan Hadits secara
lengkapnya sebagai berikut :
10
Dalam praktik pelaksanaan Takhrij Hadits melalui awal matan, kitab yang
digunakan adalah Al-Jaami’ As-Shagiir min Hadiitsi al-Basyir an-Nadziir karya
Imam Jalaluddin As-Suyuti. Langkah yang dilakukan penulis adalah dengan
langsung melihat kitab tersebut dan menggunakan kata (lafadz awal matan)
sebagai kode dalam pencarian Hadits melalui kitab tersebut.
Setelah dicari, Hadits tersebut di temukan dalam kitab ini, tepatnya pada bab
huruf Lam, juz ke 2, hadis ke 7535, halaman 249. Di dalam kitab tersebut di
11
temukan kode sebagai berikut :
Maksudnya, Hadits ya di riwayatkan oleh Abu Hurairah, dalam kitab Ibnu
Majah. Di dalam kitab ini Hadits tersebut juga hanya memiliki satu jalur
periwayatan saja, yaitu terdapat di dalam kitab Ibnu Majah.
10
Abi Abdillah Muhammad ibnu Yazid Al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah (Riyadh : Dar ihya’i al-kitab
al-a’rabiyah, 2006) , juz 2, no hadis : 3257, hal 1087.
11
Jalaluddin Abdi ar-Rahman as-Suyuthi, Al-Jaami’ As-Shagiir min Hadiitsi al-Basyir an-Nadziir ,
juz 2, hal 249.
9
Dalam praktik Takhrij melalui mawdhu’i (tema Hadits), kitab yang
digunakan adalah Miftah Kunuz al-Sunnah. karya A.J Wensinck yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad Abdu al-Baqi.
Langkah yang dilakukan oleh penulis adalah dengan menentukan tema terlebih
dahulu. Karena Hadits yang ditakhrij adalah tentang etika makan, yaitu anjuran
untuk makan dengan tangan kanan, maka tema yang dijadikan sebagai kode dalam
12
: (lihatlah dalam kitab makanan).
Kemudian penulis pun mencarinya, maka di temukanlah pada halaman 304
13
dengan kode sebagai berikut : . Maksudnya Hadits tersebut dapat
ditemukan dalam kitab Ibnu Majah, kitab ke 29 bab ke 8.
Setelah dicari pada kitab Ibnu Majah, dapat diketahui bahwa kitab ke 9
adalah tentang makanan sedangkan bab 8 adalah tentang makan dengan
menggunakan tangan kanan. Adapun redaksi lengkap Haditsnya telah penulis tulis
pada halaman sebelumnya, sehingga tidak perlu menulisnya lagi.
Dengan menggunakan praktek Takhrij Hadits melalui tematik, Hadits tersebut
juga hanya ditemukan dalam satu periwayatan saja, yaitu melalui jalur Abu
Hurairah sampai kepada Ibnu Majah (mukharrijnya).
Dalam praktik Takhrij melalui sanad pertama Hadits, kitab yang digunakan
adalah Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifati al-Athraf karya Syaikh Jamaluddin Abi al-
Hajjaj Yusuf al-Mizzy. Sanad pertama dalam Hadits yang ditakhrij adalah Abu
12
A. J Wensicnk di terjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Fu’ad Abdu al-Baqi, Miftah kunuz al-
Sunnah, (Lahore : Idarah Tarjaman as-Sunnah, 1978 M), hal 57.
13
A. J Wensicnk di terjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Fu’ad Abdu al-Baqi, Miftah kunuz al-
Sunnah, hal 304.
10
Hurairah. Setelah melakukan pencarian dalam kitab tersebut, maka di temukanlah
pada bab 11-12 juz 6 halaman 61, dengan kode dan keterangan sebagai berikut :
Pada kitab Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifati al-Athraf ini, huruf Qaf ( )قadalah
kode untuk nama kitab Ibnu Majah. Dengan demikian, dari keterangan di atas dapat
diketahui bahwa Hadits tersebut terdapat dalam kitab Ibnu Majah bab tentang
makanan dengan nama-nama perawi Hadits yang sama dengan nama-nama yang
sudah di sebutkan pada metode praktik Takhrij sebelumnya.14 Oleh karena itu,
pelacakan sumber Hadits tersebut melalui kitab Tuhfah ini juga hanya di temukan
dalam satu periwayatan saja, yaitu dalam kitab Ibnu Majah.
Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa Hadits yang di takhrij tersebut
termasuk dalam kategori Hadits yang garib (asing) dalam sanadnya. Karena hanya
di jumpai dalam satu jalur periwayatan saja yaitu terdapat dalam kitab Ibnu Majah.
14
Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy, Tuhfatu al-Asyraf bi Ma’rifati al-Athraf,(Beirut : Daru al-Garbi
al-Islamiyi, cetakan pertama : 1999) , juz 6, hal 61.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun simpulan dari materi dalam makalah ini adalah sebagai berikut;
a. Takhrij Hadits adalah segala yang menunjukkan tempat Hadits pada sumber
aslinya serta yang mengeluarkan Hadits tersebut dengan sanadnya dan
menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.
b. Di dalam melakukan Takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu; Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadits, Takhrij
Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadits, Takhrij Berdasarkan Perawi
Sahabat, Takhrij Berdasarkan Tema Hadits, Takhrij Berdasarkan Status
Hadits
3.2 Saran
Kami sadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sangat baik,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan / penyempurnaannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Thuruq
Takhrij Hadits Rasulillah SAW , Semarang: Terjemahan, Dina Utama
Semarang, 1994.
13