You are on page 1of 8

CANDRA NURAINI

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada

DWIDJONO HADI DARWANTO, MASYHURI, JAMHARI


Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
candra151274@gmail.com

Model Kelembagaan pada


Agribisnis Padi Organik Kabupaten
Tasikmalaya

DOI:10.18196/agr.2121

ABSTRACT
This study aims to: (1) to identify the information technology, capital and markets necessary for the development of
forms of institutional and analyze organic rice agribusiness and agricultural businesses. On the other hand,
interaction at the institutional organic rice institutional businesses in rural areas, such as the cooperative has not fully
agribusiness; (2) to design the institu- accommodate the interests of farmers / farmer groups as a forum for technical
tional model in organic rice agribusiness. guidance. Various farmer institution that already exist such as farmers ‘groups,
The study was conducted by using farmers’ groups combined, the association of water user farmers are expected
descriptive method. Result of the analysis on the challenges ahead to revitalize themselves and institutions that currently
showed that the profile of organic rice more dominant just as container technical development and social into
agribusiness institutions include: farmers, institutional also serve as a platform for business development legal entity or
farmers’ groups combined Sympathy, can integrate other institutions in the agribusiness chain of organic rice.
organic farmers cooperatives, village Model on organic rice agribusiness institution system is based on agribusiness
cooperatives, private enterprises agro- and institutional dimensions as well as the three pillars of the new institu-
industry (CV), BPP, NGO, exporters, agro- tional.
industry company. The conditions of Keywords: institutional, agribsinis, organic rice.
farmer organizations today are more
cultural and mostly just to government INTISARI
facilities, it has not been fully geared to Penelitian ini bertujuan untuk: i) mengidentifikasi bentuk-bentuk kelembagaan
take advantage of economic opportuni- dan menganalisis interaksi kelembagaan pada agribisnis padi organik; ii)
ties through the use of accessibility to merancang model kelembagaan pada agribisnis padi organik. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil analisis
menunjukkan bahwa profil lembaga agribisnis padi organik meliputi kelompok
tani, gabungan kelompok tani Simpati, koperasi petani organik, koperasi desa,
perusahaan swasta agroindustri (CV), BPP, NGO, eksportir, perusahaan
agroindustri. Kondisi kelembagaan organisasi petani saat ini lebih bersifat
budaya dan sebagian besar beriorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas
pemerintah, belum sepenuhnya diarahkan untuk memanfaatkan peluang
ekonomi melalui pemanfaatan aksesibilitas terhadap berbagai informasi
teknologi, permodalan dan pasar yang diperlukan bagi pengembangan
agribisnis padi organik dan usaha pertanian. Di sisi lain, kelembagaan usaha
yang ada di pedesaan, seperti koperasi belum sepenuhnya mengakomodasi
10
Jurnal AGRARIS

kepentingan petani/kelompok tani sebagai wadah dispersal tersebut diperburuk oleh berkembangnya
pembinaan teknis. Berbagai kelembagaan petani yang asosiasi pengusaha horizontal (usaha sejenis) yang bersifat
sudah ada seperti kelompok tani, gabungan kelompok tani, asimetri dan cenderung berfungsi sebagai kartel. Sifat
perhimpunan petani pemakai air dihadapkan pada asimetri terlihat dari tiadanya asosiasi para pelaku
tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri; dari agribisnis yang efektif di tingkat hulu (petani), sedangkan
kelembagaan yang saat ini lebih dominan hanya sebagai asosiasi pelaku agribisnis di tingkat hilir (industri
wadah pembinaan teknis dan sosial, menjadi kelembagaan pengolahan, pedagang/eksportir) sangat kuat. Hal inilah
yang berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha yang membuat organisasi usaha dalam sektor agribisnis
berbadan hukum atau dapat berintegrasi dengan lembaga cenderung berperan sebagai sebuah kartel yang memiliki
lain dalam rantai agribisnis padi organik. Model pada kekuatan monopsonistis maupun kekuatan monopolistik.
kelmbagaan agribisnis padi organik didasarkan pada sistem Dengan kondisi demikian, sebagai implementasi dari
agribisnis dan dimensi kelembagaan serta tiga pilar strategi peningkatan produksi beras, maka diperlukan
kelembagaan baru. sedikitnya 10 paket program pengembangan agribisnis
Kata kunci: kelembagaan, agribsinis, padi organik. padi (Simatupang dan Rusastra 2004). Salah satu paket
yang terkait dengan permasalahan diatas adalah
restrukturisasi lembaga pelayanan dan pemberdayaan
PENDAHULUAN
petani melalui pemberdayaan kelembagaan lokal serta
Era globalisasi menuntut kesiapan negara-negara di
organisasi petani dan advokasi untuk kepentingan petani.
dunia menghadapi perdagangan bebas, termasuk Indone-
Berdasarkan pada kondisi yang terjadi di tingkat bawah
sia, sebagai negara agraris untuk berkompetisi di dunia
dan kebijakan pemerintah maka perlu penguatan
internasional, khususnya komoditi pertanian. Salah satu
kelembagaan dalam sistem agribisnis, sehingga
komoditi yang memiliki potensi untuk bersaing adalah
menjadikan berbagai kelembagaan tersebut terintegrasi
beras organik, terbukti dengan telah dilakukan ekspor
antara antara subsistem satu dengan dengan subsistem
beras organik ke berbagai negara di dunia. Seiring
yang lain, karena aspek kelembagaan merupakan syarat
dengan tantangan tersebut, Indonesia menghadapi
pokok agar agar struktur agribisnis menjadi sistem
berbagai masalah klasik dalam pembangunan agribisnis.
agribisnis yang terintegrasi dan terpadu secara
Permasalahan agribisnis, antara lain kondisi struktur
berkesinambungan. Saleh et al. (2007) mengatakan bahwa
agribisnis yang bersifat dispersal atau tersekat-sekat, yang
kelembagaan merupakan faktor penting dalam mengatur
ditunjukkan dari adanya pemisahan keterkaitan setiap
hubungan antar individu untuk penguasaan faktor
subsistem satu dengan subsistem yang lain atau subsistem
produksi yang langka. Kelembagaan mempunyai peran
hulu sampai hilir. Aktivitas dalam subsistem agribisnis
strategis, namun menurut Soekartawi (2001) aspek
digerakkan oleh lembaga, sehingga rangkaian aktivitas
kelembagaan, baik formal maupun informal justru
dalam sistem agribisnis digerakkan oleh berbagai
merupakan aspek yang menonjol yang dapat menghambat
kelembagaan. Peranan kelembagaan dalam sistem
pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang
agribisnis sangat menentukan keberhasilan
berkembang. Hal ini terjadi karena kelembagaan yang
pembangunan pertanian di masa depan.
ada di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
Secara umum struktur agribisnis saat ini dapat
masih banyak yang belum optimal.
digolongkan sebagai tipe dispersal. Struktur agribisnis
Definisi kelembagaan mencakup dua demarkasi
dispersal dicirikan oleh tiadanya hubungan organisasi
penting, yaitu i) norma dan konvensi (norms and conven-
fungsional diantara setiap tingkatan usaha. Jaringan
tions), serta ii) aturan main (rules of the game).
agribisnis praktis hanya diikat dan dikoordinir oleh
Kelembagaan kadang tertulis secara formal dan
mekanisme pasar (harga). Hubungan diantara sesama
ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan
pelaku agribisnis praktis bersifat tidak langsung dan
juga dapat tidak tertulis secara formal seperti pada aturan
impersonal. Dengan demikian setiap pelaku agribisnis
adat dan norma yang dianut masyarakat. Kelembagaan
hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tidak
umumnya dapat diprediksi dan cukup stabil, serta dapat
menyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Bahkan
diaplikasikan pada situasi berulang, sehingga sering
hubungan di antara pelaku agribisnis cenderung
diartikan sebagai seperangkat aturan main atau tata cara
berkembang menjadi bersifat eksploitatif. Pola agribisnis
untuk kelangsungan sekumpulan kepentingan (a set of
11
Vol.2 No.1 Januari 2016

working rules of going concerns). Jadi, definisi kelembagaan normatif dan pilar kultural-kognitif. Objek perhatian
adalah kegiatan kolektif dalam suatu kontrol atau pada pilar regulatif adalah aturan yang ada dan
jurisdiksi, pembebasan atau liberasi, dan perluasan atau “keuntungan apa” yang akan diperoleh pelaku dalam
ekspansi kegiatan individu (Arifin, 2005). bertindak. Binswanger dan Ruttan (1978), menyebut
Berdasarkan tingkatannya, kelembagaan dapat lembaga sebagai “... the set of behavioral rules that govern a
dikategorikan dalam empat kategori, yaitu: pranata sosial, particular pattern of section and relationship”. Sejalan dengan
kelompok, organisasi atau perhimpunan, dan lembaga ini, Nee (2005) dalam kontek analisa kelembagaan
instansional. Pranata sosial adalah aturan-aturan tertentu menyebutkan hubungan antara proses formal dan
yang dianut oleh masyarakat secara umum dan meluas, informal pada lingkungan kelembagaan. Hal lain, bahwa
misalnya sistem sewa tanah, bagi hasil, ijon, pinjam lembaga diukur dari kapasitasnya untuk menegakkan
meminjam antar petani, bayar pinjaman setelah panen, aturan, misalnya melalui reward dan punishment. Aturan
dan lain-lain. Kelompok (tani) adalah kumpulan (petani- ditegakkan melalui mekanisme formal dan informal.
petani) yang bersifat informal. Ikatan-ikatan dalam Objek perhatian pada pilar normatif adalah norma-
kelompok berpangkal pada keserasian dalam arti norma yang hidup dan disepakati di tengah masyarakat.
mempunyai kesamaan dalam pandangan, kepentingan, Norma merupakan komponen pokok dan paling awal
dan pekerjaan serta ketenangan yang sama, misalnya dalam lembaga. Fokus perhatian pada pilar kultural-
kelompok pendengar siaran pedesaan, kelompok arisan. kognitif adalah pengetahuan kultural yang dimiliki
Organisasi atau perhimpunan (petani) adalah organisasi individu dan masyarakat, dengan menggunakan
(petani) yang sifatnya formal, ada pengurus dan anggota- perspektif sosiologi pengetahuan. Berdasarkan pada
anggota yang jelas terdaftar. Organisasi (petani) ini ketiga pilar tersebut, “lembaga” dapat dirumuskan sebagai
mempunyai anggaran rumah tangga yang tertulis, hal yang berisi norma, regulasi dan kultural-kognitif yang
mencantumkan tujuan-tujuan, usaha-usaha, syarat-syarat menyediakan pedoman, sumber daya, dan sekaligus
keanggotaan, dan ketentuan lainnya (Adjid, 2001). hambatan untuk bertindak sebagai aktor. Demikian pula
Interaksi antara teori kelembagaan dan organisasi untuk petani, lembaga memberikan pedoman bagi petani
melahirkan teori kelembagaan baru. Sumbangan utama dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari khususnya
dari kelembagaan baru adalah penambahan pengaruh dalam bidang agribisnis.
dari pengetahuan, ketika individu bertindak karena Menurut Mackay et al. dalam Syahyuti (2004), ada
persepsinya terhadap dunia sosial (Nee dan Ingram dalam empat dimensi untuk mempelajari suatu kelembagaan
Syahyuti, 2010). Semenjak era sosiologi klasik sampai (institutional assesment), yakni: i)
dengan munculnya paham kelembagaan baru, terdapat kondisi lingkungan eksternal (the environment), ii)
tiga aspek pokok yang dikaji dalam kelembagaan, yakni motivasi kelembagaan (institutional motivation), iii)
aspek-aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif. kapasitas kelembagaan (institutional capacity), dan iv)
Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan kinerja kelembagaan (institutional performance).
keteraturan dalam masyarakat, meskipun dapat berubah. Pertama, lingkungan eksternal meliputi kondisi politik
Bagi petani, lembaga memberikan pedoman dalam dan pemerintahan (administratif and external policies
menjalankan aktivitasnya sehari-hari khususnya dalam environment), sosiokultural (sociocultural
bidang agribisnis. Berbagai norma yang hidup di environment), teknologi (techonogical
masyarakat termasuk norma-norma pasar beserta environment), kondisi perekonomian (economic
seperangkat regulasi menjadi pertimbangan petani untuk enviroenment), berbagai kelompok kepentingan
bertindak sebagaimana petani memahaminya (kultural- (stakeholders), infrastuktur, serta kebijakan terhadap
kognitif). pengelolaan sumberdaya alam (policy natural resources
Sesuai dengan sistematika yang disusun Scoot (2008) environment).
dalam Syahyuti (2011), pendekatan kelembagaan baru Kedua, motivasi kelembagaan (institutional motivation).
mencakup tiga pilar. Pendekatan ini telah merangkum Kelembagaan dipandang sebagai suatu unit kajian yang
seluruh pemikiran yang berkembang berkenaan dengan memiliki jiwanya sendiri, terdapat empat aspek yang bisa
lembaga dalam bidang sosiologi, semenjak era sosiologi dipelajari untuk mengetahui motivasi kelembagaan yaitu
klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan sejarah kelembagaan (institutional history), misi yang
baru. Ketiga pilar tersebut, meliputi pilar regulatif, pilar diembannya, kultur yang menjadi pegangan dalam
12
Jurnal AGRARIS

bersikap dan berperilaku anggotanya, serta pola penghar- METODE PENELITIAN


gaan yang dianut (incentive schemes). Suatu fakta sosial Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
adalah fakta historik, sejarah perjalanan kelembagaan deskriptif, suatu metode dalam meneliti status
merupakan pintu masuk yang baik untuk mengenali sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem kondisi,
secara cepat aspek aspek kelembagaan yang lain. suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa
Tiga, kapasitas kelembagaan (institutional capacity), pada masa sekarang (Nazir, 2005). Penelitian deskriptif
meliputi bagaimana kemampuan kelembagaan untuk dapat digunakan pendekatan kuantitatif berupa
mencapai tujuan-tujuannya sendiri. Kemampuan tersebut pengumpulan dan pengukuran data yang berbentuk
diukur dari lima aspek, yaitu: strategi kepemimpinan yang angka atau pendekatan kualitatif berupa penggambaran
dipakai (strategic leadership), perencanaan program (program keadaan secara naratif (kata-kata) apa adanya
planning), manajemen dan pelaksanaannya (management (Sukmadinata, 2011).
and execution), alokasi sumberdaya yang dimiliki (resource Kabupaten Tasikmalaya dipilih sebagai lokasi
allocation), dan hubungan dengan pihak luar yaitu penelitian, dengan pertimbangan kabupaten tersebut
terhadap clients, partners, government policymakers, dan merupakan salah satu penghasil padi organik di Indone-
external donors. sia dengan luas areal 120,245 Ha dan telah melakukan
Empat, kinerja kelembagaan (institutional performance), ekspor ke berbagai negara. Penelitian ini difokuskan pada
terdiri dari: keefektifan kelembagaan dalam mencapai Gapoktan Simpatik yang merupakan organisasi petani
tujuan-tujuannya, efisiensi penggunaan sumber daya, dan padi organik di Kabupaten Tasikmalaya dan podusen
keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan para utama beras organik yang telah disertifikasi internasional.
kelompok kepentingan di luarnya. Hal ini menunjukkan Identifikasi pola-pola dan karakteristik kelembagaan
bahwa kalkulasi secara ekonomi merupakan prinsip yang pada usahatani padi organik dilakukan dengan
menjadi latar belakangnya. menggunakan analisis kelembagaan dengan metode
Pendekatan sistem agribisnis memandang bahwa kualitatif deskriptif didasarkan pada sifat-sifat data yang
pertanian kecil komoditas tertentu di daerah tertentu bisa diperoleh dengan memperhatikan proporsi pengetahuan
bergerak, hanya jika dikonsolidasikan dan terhubung kelembagaan. Data dan informasi dijabarkan dan
dengan seluruh pelaku dalam rantai komoditas dan diinterpretasikan menurut alur logika melalui penerapan
didukung oleh infrastruktur publik. Hal ini dapat statistik induktif (Bailey, 1992) dan deskriptif dengan
dikatakan unit agribisnis industrial, di mana semua menerapkan pendekatan dan analisis sistem. Bahan
pelaku dalam rantai komoditas bersatu seperti sebuah kajian meliputi dinamika kelembagaan usaha tani dalam
perusahaan industri yang terintegrasi. tiap segmen kegiatan dalam siklus produksi tahunan dan
Analisis kelembagaan dalam bidang pertanian adalah dalam setiap subsistem dari sistem agribisnis. Dari tiap
analisis yang ditujukan untuk memperoleh deskripsi segmen dan subsistem dirinci kondisi aktual
mengenai suatu fenomena sosial ekonomi pertanian yang kelembagaan saat pengamatan dilakukan, serta dinamika,
berkaitan dengan hubungan antara dua atau lebih pelaku masalah, dan alternatif pemecahan masalah. Tiap segmen
interaksi sosial ekonomi, mencakup dinamika aturan- analisis menunjukkan keterkaitan antara rincian analisis
aturan yang berlaku dan disepakati bersama oleh para dengan jenis kegiatan dalam siklus produksi rutin.
pelaku interaksi, disertai dengan analisis mengenai hasil
akhir yang diperoleh dari interaksi yang terjadi. Dalam PEMBAHASAN
batas-batas tertentu analisis kelembagaan dapat berlaku
KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADI ORGANIK
umum di berbagai wilayah dan keadaan, namun dalam
Kelembagaan merupakan basis terbentuknya modal
banyak hal aspek lokalitas dan permasalahan spesifik
sosial yang dapat menfasilitasi kerjasama dalam aktivitas
harus selalu memperoleh penekanan, mengingat peluang
agribisnis padi organik. Dukungan kelembagaan dalam
besar terjadinya variasi per lokasi maupun permasalahan
pengembangan sistem pertanian organik mempunyai
(Syahyuti, 2002).
peranan penting dalam setiap aktivitas masing-masing
Penelitian ini bertujuan untuk: i) mengidentifikasi
subsistem agribisnis. Modal sosial petani yang meliputi
bentuk-bentuk kelembagaan dan menganalisis interaksi
jaringan kerjasama, saling percaya dalam kerjasama, dan
kelembagaan pada agribisnis padi organik; ii) merancang
norma kerjasama dalam sistem pertanian organik akan
model kelembagaan pada agribisnis padi organik.
13
Vol.2 No.1 Januari 2016

mempengaruhi keberhasilan agribisnis. Dalam konteks pencatatan dalam berbagai aktivitas usahataninya.
pengembangan kelembagaan agribisnis perlu dilakukan Aktivitas usahatani dari pengolahan tanah, pembibitan,
analisis kebijakan yang menyangkut kebijakan input, penanaman, pemupukan, pemeliharaan sampai dengan
budidaya, produk, pemasaran dan perdagangan. pasca panen telah sesuai dengan manajemen mutu secara
standar internasional. Kontrol terhadap kualitas budidaya
KELEMBAGAAN SUBSISTEM AGRIBISNIS HULU dilakukan secara rutin oleh ICS (Internal Control System).
Kelembagaan pada subsistem agribisnis hulu bertujuan Sertifikasi internasional dilakukan 1-2 kali dalam
untuk menjamin terpenuhinya input yang dibutuhkan setahun oleh IMO. Hal ini dilakukan sebagai persyaratan
petani untuk usahatani padi organik seperti pupuk untuk menghasilkan produk yang berkualitas sesuai
organik, benih dan pestisida organik. Kelembagaan standar internasional. Keterkaitan antara kelompok tani,
penyedia input terdiri dari gapoktan, kelompok tani, agro- gabungan kelompok tani, penyuluh pertanian,
industri kelapa dan kelompok peternak. Gapoktan perusahaan beras organik, NGO dan lembaga
Simpatik selain berperan sebagai pembeli padi organik pensertifikasi sangat erat dalam proses budidaya padi
dari petani, juga sebagai penyedia input, antara lain benih organik. Lembaga-lembaga tersebut bersinergi untuk
dan pupuk organik. Hasil olahan pupuk organik oleh menghasilkan dan menjamin produk dari subsistem
Gapoktan Simpatik, dibagikan pada kelompok-kelompok usahatani agar memenuhi standar internasional.
yang membutuhkan pupuk organik. Untuk menjaga
kontinuitas penyediaan pupuk organik, perlu upaya KELEMBAGAAN SUBSISTEM AGRIBISNIS HILIR
pemberdayaan kelompok tani sebagai penyedia pupuk Subsistem yang ketiga pada kelembagaan padi organik
organik untuk anggotanya melalui pengelolaan adalah subsistem agribisnis hilir. Produk primer yang
peternakan sapi. Dengan demikian kelompok tani padi dihasilkan oleh subsistem usahatani (on-farm) padi
organik dapat berperan sebagai produsen pupuk organik. organik adalah gabah. Selanjutnya produk primer tersebut
Beberapa kelompok tani padi organik mendapatkan (gabah) diproses oleh subsistem agribisnis hilir. Hal ini
bantuan hewan ternak (sapi) dan mesin pengolah pupuk bertujuan untuk memberikan nilai tambah dari padi
dari pemerintah. Dengan bantuan mesin pengolahan produk primer tersebut (padi/gabah). Produk yang
pupuk organik diharapkan program pemberdayaan dihasilkan dari proses pengolahan ini adalah beras
kelompok tercapai, antara lain sebagai upaya untuk organik yang sesuai standar internasional. Pelaku utama
penyediaan pupuk organik, minimal bagi anggota pada subsistem agroindustri untuk padi organik yang
kelompok. Bahkan kelompok tani mampu melayani tersertifikasi ini adalah gabungan kelompok tani,
kebutuhan pupuk organik dari kelompok lain di wilayah perusahaan swasta CV. Alam Subur, lembaga
tersebut. Pihak lain yang turut dalam memasok bahan pensertifikasi, dan perusahaan eksportir. Sementara
baku pembuatan pupuk organik adalah agro-industri untuk padi organik non sertifikasi, proses pengolahan
kelapa. dilakukan oleh perusahaan penggilingan swasta (tingkat
desa) yang pada umumnya bercampur dengan padi atau
KELEMBAGAAN SUBSISTEM USAHATANI gabah konvensional. Karenanya padi/gabah non
(ON FARM AGRIBUSINESS) PADI ORGANIK sertifikasi tidak didistribusikan ke Gapoktan “Simpati”,
Subsistem yang kedua pada kelembagaan padi organik yang proses pengolahan padi organiknya dilakukan
adalah subsistem usahatani. Peran subsistem adalah dengan menggunakan mesin modern sesuai dengan
melakukan kegiatan yang menggunakan barang-barang standar internasional.
modal dan sumberdaya alam untuk menghasilkan Subsistem agribisnis pemasaran adalah subsistem yang
komoditas pertanian primer, yakni padi organik. Pada melakukan aktivitas pemasaran produk beras organik
kelembagaan ini, kelompok tani adalah pelaku utama sampai ke tangan konsumen. Pada subsistem terdapat
yang terdiri dari petani padi organik, baik petani yang beberapa lembaga pemasaran yang terlibat dalam
disertifikasi dan petani non sertifikasi. Kelompok tani pelaksanaan pendistribusian produk dari produsen ke
yang disertifikasi internasional tergabung dalam konsumen. Pelaku pada subsistem ini, untuk beras
Gapoktan Simpatik dan telah menerapkan manajemen organik yang tersertifikasi adalah kelompok tani,
modern dalam kegiatan usahataninya, antara lain adanya gabungan kelompok tani Simpati (beras organik
14
Jurnal AGRARIS

sertifikasi internasional), perusahaan swasta (CV. Alam peraturan menteri pertanian nomor 64/permentan/
subur), supermarket dan eksportir (untuk konsumen di ot.140/5/2013 tentang sistem pertanian organik. Di
luar negeri). Sementara itu, untuk beras organik non tingkat daerah didukung Visi Dinas Pertanian Tanaman
sertifikasi dilakukan oleh kelompok tani dan perusahaan Pangan Kabupaten Tasikmalaya “Terwujudnya
penggilingan di tingkat desa (huller). Dalam Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan Berbasis
perkembangannya pemasaran oleh Gapoktan Simpati Perdesaan”. Implemetasi visi tersebut diwujudkan melalui
dilakukan oleh koperasi yang didirikan oleh gapoktan program pengembangan agribisnis padi organik, dengan
(Simpati) untuk beras organik yang disertifikasi nasional. memberikan bantuan sarana produksi kepada setiap
Peran koperasi adalah melakukan pembelian gabah dari kelompok secara bergilir. Hal ini memberikan
petani dan melakukan pemasaran produk dari Gapoktan rangsangan untuk melakukan pertanian organik.
ke grosir dan konsumen. Keberadaan koperasi
diharapkan memfasilitasi keterlibatan petani dalam MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADI
kegiatan pemasaran, sehingga petan menikmati ORGANIK
keuntungan dari aktivitas pemasaran. Dalam penelitian Model kelembagaan untuk pengembangan agribisnis
ini ditemukan adanya koperasi desa yang terlibat dalam padi organik didasarkan pada pendekatan sistem
pemasaran padi organik dengan melakukan kerjasama agribisnis dan empat dimensi kelembagaan (Kusnandar et
dengan Gapoktan Simpati. Peran dari koperasi ini adalah al. 2013) yang mencakup beberapa subsistem, yaitu: i)
melakukan pembelian gabah dari petani dan selanjutnya subsistem hulu, ii) subsistem usahatani, iii) subsistem
didistribusikan ke Gapoktan Simpati. hilir, iv) subsistem agroindustri, dan v) subsistem sarana
penunjang.
KELEMBAGAAN SUBSISTEM PENUNJANG Posisi petani dalam agribisnis padi sampai saat ini,
AGRIBISNIS PADI ORGANIK masih lemah dan tidak mempunyai bargaining position.
Peran dari subsistem penunjang pada agribisnis padi Dalam sistem agribisnis, petani hanya sebagai pelaku
organik adalah memberikan dukungan terhadap pada subsistem on-farm atau budidaya saja. Oleh karena
kelembagaan subsistem yang lainnya. Kelembagaan itu dalam model agribisnis pada pertanian organik
penunjang yang terpenting adalah lembaga keuangan, diharapkan adanya peran aktif dari petani pada berbagai
perkumpulan petani pemakai air, ataupun lembaga subsistem dalam agribisnis. Kondisi ini berkaitan dengan
penyuluh pertanian., lembaga sertifikasi baik kelembagaan yang ada dalam sistem agribisnis, yaitu
internasional maupun nasional. Agribisnis padi organik lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani. Kondisi
juga didukung oleh NGO (internasional) dan Aliansi organisasi petani saat ini lebih bersifat budaya dan
Organik Indonesia. Peran kelembagaan adalah sebagian besar beriorientasi hanya untuk mendapatkan
memberikan berbagai pelatihan-pelatihan kepada petani fasilitas pemerintah, belum sepenuhnya diarahkan untuk
maupun kelompok tani pertanian organik. Pada memanfaatkan peluang ekonomi melaui pemanfaatan
subsistem ini, keberadaan koperasi juga memiliki peran aksesibilitas terhadap berbagai informasi teknologi,
yang penting dalam memberikan kredit kepada petani. permodalan dan pasar yang diperlukan bagi
pengembangan usahatani dan usaha pertanian. Di sisi
DUKUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH lain, kelembagaan usaha yang ada di pedesaan, seperti
Kebijakan pembangunan pertanian organik telah koperasi belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan
dicanangkan kementerian Pertanian sejak 2001 yakni petani/kelompok tani sebagai wadah pembinaan teknis.
program “Indonesia Go Organik”. Pada tahun 2005, Berbagai kelembagaan petani yang sudah ada seperti
masuk dalam program revitalisasi pertanian yang kelompok tani, gabungan kelompok tani, perhimpunan
dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) petani pemakai air diharapkan dapat menghadapi
dengan nama Program Go Organik 2010. Hal ini juga tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri dan
didukung program subsisdi pupuk tidak hanya untuk kelembagaan yang saat ini lebih dominan hanya sebagai
pupuk tunggal, tetapi sudah dikembangkan juga untuk wadah pembinaan teknis dan sosial, menjadi
pupuk majemuk (NPK), dan mulai tahun 2008 diikuti kelembagaan yang juga berfungsi sebagai wadah
pupuk organik. Implementasi program Go Green dikawal pengembangan usaha yang berbadan hukum atau dapat
15
Vol.2 No.1 Januari 2016

Gambar 1. Model Kelembagaan Agribisnis Padi Organik

berintegrasi dalam koperasi yang ada di pedesaan. yang terlibat dalam pengembangan agribisnis padi
Selain kelompok tani sebagai pelaku utama, Gapoktan organik, sehingga mampu mensinergikan berbagai
juga memiliki peran penting dalam agribisnis padi subsistem dalam sistem agribisnis terintegrasi antara satu
organik. Gapoktan dibangun dalam upaya memperkuat dengan lain untuk mencapai tujuan. Hal ini dilakukan
posisi daya tawar petani berhadapan dengan pihak luar, dengan pendekatan sistem agribisnis, sebagaimana
baik dari segi kepentingan ekonomi, pemenuhan modal, digambarkan pada bagan Gambar 1.
kebutuhan pasar dan informasi. Dalam model ini
Gapoktan diposisikan sebagai lembaga usaha ekonomi KESIMPULAN
pedesaan atau dikenal dengan LUEP (Syahyuti, 2011). Dari hasil penelitian ini, beberapa hal penting untuk
Altenatif lain adalah dirintisnya pendirian koperasi mendapat catatan, antara lain: i) kelembagaan pada
petani organik oleh Gapoktan Simpatik, diharapkan agribisnis padi organik belum sepenuhnya dimanfaatkan
menjadi salah satu pijakan untuk menjadikan petani sebagai upaya pemberdayaan organisasi; ii) Model pada
sebagai pelaku agribisnis dari hulu sampai hilir. Koperasi kelmbagaan agribisnis padi organik didasarkan pada
petani organik yang merupakan wadah organisasi bagi sistem agribisnis dan dimensi kelembagaan serta tiga
petani organik diharapkan mampu menaungi petani pilar kelembagaan baru; iii) lemahnya koordinasi, sinergi,
organik pada berbagai subsistem agribisnis, salah satunya dan efektivitas kebijakan agribisnis memerlukan adanya
sebagai unit pemberi kredit bagi petani. Pada awal revitalisasi kelembagaan yang diarahkan untuk
implementasi budidaya padi organik, kebutuhan input memantapkan kelembagaan pada sistem agribisnis; iv)
usahatani dinilai sangat besar, misalnya kebutuhan pupuk perlu adanya internvensi pemerintah dalam pemasaran
kandang/organik. Keterbatasan petani dalam pendanaan, padi organik, karena harga padi konvensional dan padi
menyebabkan jumlah masukan input pada usahatani padi organik yang diterima petani belum berbeda secara
organik juga tidak memenuhi standar kecukupan untuk signifikan.
padi organik. Hal ini akan berpengaruh terhadap
produksi yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan dari uraian diatas maka diperlukan suatu
Downey, W.D. and S.P. Erickson. 1987. Agribusiness
model kelembagaan agribisnis yang mampu berakomodir
Management, Second Ed. New York: McGraw Hill.
berbagai kepentingan dan kebutuhan berbagai pelaku
Guidi, D. 2011. Sustainable Agriculture Enterprise:
16
Jurnal AGRARIS

Framing Strategies to Support Smallholder Inclusive


Value Chains for Rural Poverty Alleviation. CID
Research Fellow and Graduate Student Working. Working
Paper. Center for International Development at
Harvard University.
Kusnandar, D., W. Padmaningrum, Rahayu, dan A.
Wibowo. 2013. Rancang bangun model kelembagaan
agribisnis padi organik dalam mendukung ketahanan
pangan. Jurnal Ekonomi Pembangunan 14(1): 92-101.
Michelsen, J., K. Lynggaard, S. Padel, and C. Foster C.
2001. Organic farming development and agricultural
institutions in Europe: a study of six countries. Organic
Farming: Economic and Policy vol 9.
Uphoff, N. 1992. Local institutions and participation for
sustainable development. Gatekeeper Series SA31.
London: IIED
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indone-
sia.
Simatupang, P. dan W. Rusastrasaya. 2004. Kebijakan
Ekonomi Beras Nasional. Perekonomian Indonesia padi dan
beras. (Ed. F. Kasryno, et al., 2004). Jakarta: Badan
Litbang Pertanian.
Sukmadinata, dan N. Syaodih. 2011. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Remaja rosdakarya.
Syahyuti. 2004. Model Kelembagaan Penunjang Pengembangan
Pertanian di Lahan Lebak: Aspek kelembagaan dan
Aplikasinya dalam Pengembangan Pertanian. Bogor:
Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian.
Syahyuti. 2011. Gampang-gampang Susah Mengorganisasikan
Petani. Kajian Teori dan Praktek Sosiologi Lembaga dan
Organisasi. Bogor: Penerbit IPB Press.

You might also like