You are on page 1of 10

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN DAN

PELATIHAN KEPARIWISATAAN BERKELANJUTAN

I Made Suradnya

Sekolah Tinggi Pariwisata Bali, Jl. Raya Kampial Nusa Dua


E-mail: imadesuradnya@yahoo.com

Abstract: Curriculum Development of Sustainable Tourism Training and Education. The present re-
search aims to devise guides for curriculum development of sustainable tourism training and education
from the perspectives of tourists. The research involved 449 tourists visiting Indonesia in 2006. Random
sampling technique was employed to select the sample and the data were analyzed using descriptive sta-
tistical procedure and factorial analysis. The study identified several travel charcateristics and six factors
that attract tourists to visit Indonesia. The findings allude to the notion that the curriculum development
of sustainable tourism training and education needs to integrate some factors: quality of products and
services, creativeness and innovation, information technology, and development of multi-tasking ability.
The trainees should be made aware of the importance of natural and cultural conservation, indeginous
uniqueness, transportation and communication system, preparation for efficient work.

Kata kunci: pengembangan kurikulum, pendidikan dan pelatihan kepariwisataan.

Semakin meningkatnya persaingan menempatkan kurikulum diartikan sebagai acuan bagi pelaksana
kehadiran wisatawan sebagai salah satu penentu pendidikan dalam rangka mempersiapkan lulusan
keberlanjutan (sustainability) aktivitas pariwisata di yang memiliki pengetahuan, sikap serta perilaku
suatu daerah tujuan wisata. Hidup matinya satu bisnis yang sesuai dengan profesi yang akan mereka tekuni
sangat tergantung kepada keberadaan pelanggan setelah lulus dari pendidikan atau pelatihan kepariwi-
yang dilayaninya. Karena itu, akhir-akhir ini para- sataan yang dijalani. Hal ini dimaksudkan untuk da-
digma bisnis yang berorientasi kepada kepuasan pat menghasilkan sumberdaya manusia pariwisata
pelanggan (customer satisfaction) semakin popular yang berkualitas sejalan dengan meningkatnya tuntut-
di kalangan pebisnis di sektor manapun. Mengingat an akan kualitas produk dan layanan pariwisata yang
pariwisata merupakan industri jasa maka sumber- merupakan tantangan pariwisata pada abad 21 ini
daya manusia menduduki peran yang sangat stra- (Edgell, 2003).
tegis dalam menciptakan kepuasan pelanggan di- Ada empat unsur utama dalam pengembangan
maksud (Cooper, dkk. 1994). Dengan demikian, kurikulum, yakni (1) apa tujuan yang ingin dicapai,
maka tidak ada pilihan lain bagi suatu daerah atau (2) bahan-bahan belajar apa saja yang dibutuhkan
negara yang ingin memajukan pariwisatanya ke- untuk mencapai tujuan dimaksud, (3) pengalaman be-
cuali dengan memberi perhatian yang lebih besar lajar seperti apa yang diperlukan untuk menyampai-
kepada pengembangan sumberdaya manusianya me- kan bahan-bahan belajar; dan (4) evaluasi terhadap
lalui berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan yang efektivitas proses pembelajaran tersebut. Untuk dapat
dirancang dalam satu kurikulum yang tepat. menentukan tujuan, bahan-bahan belajar, pengalaman
Kurikulum mempunyai pengertian yang sangat belajar serta evaluasi belajar diperlukan informasi
luas, mulai dari sebatas usaha mempengaruhi pe- dari semua pihak yang berkepentingan dengan hasil-
serta didik untuk belajar di dalam dan di luar kelas, hasil pendidikan tersebut. Karena itu, apa yang men-
hingga pengertian yang luas dimana kurikulum ju- jadi ekspektasi wisatawan sebagai pihak yang akan
ga meliputi sarana dan prasarana pendidikan, peserta menikmati produk hasil pendidikan dan pelatihan di-
didik dan bahkan sampai kepada anggota-anggota maksud sangat layak mendapatkan perhatian dalam
masyarakat yang ada hubungannya dengan proses pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan
pendidikan yang dilaksanakan. Dalam tulisan ini kepariwisataan.

162
Suradnya, Pengembangan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Kepariwisataan Berkelanjutan 163

Hasil-hasil seminar “Hari Depan Pendidikan Ke- bangan berbagai bentuk wisata yang sesuai dengan
pariwisataan di Indonesia” yang diselenggarakan di ekspektasi para wisatawan dimaksud. Sedangkan
STP Bali tanggal 16 Nopember 2005 di kampus penelitian kebijakan yang dilakukan oleh Suradnya
STP Bali diprakarsai oleh Sekolah Tinggi Pariwisa- (2005) lebih memfokuskan kepada faktor-faktor yang
ta Bali yang menghadirkan pembicara antara lain; menjadi daya tarik wisatawan yang melakukan per-
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kepala Badan jalanan wisata ke Bali yang selanjutnya dihubung-
Pengembangan Sumberdaya Pariwisata dan wakil- kan dengan rencana pengembangan pariwisata Bali
wakil dari asosasi pariwisata, antara lain berhasil ke depan.
mengidentifikasikan arti penting meningkatkan per- Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism)
hatian terhadap pengembangan sumberdaya manu- sebagai sebuah konsep sangat penting artinya untuk
sia yang profesional, dinamis, memiliki keahlian gan- dimasukkan ke dalam pengembangan kurikulum pen-
da (multiskill), serta berwawasan global untuk dapat didikan dan pelatihan kepariwisataan mengingat pa-
mewujudkan pariwisata berkelanjutan (sustainable ra lulusan nantinya akan menjadi ujung tombak pa-
tourism) dan mampu mensejahterakan rakyat ba- riwisata berkelanjutan di masa depan (Busby,
nyak. Dari seminar dimaksud dapat diketahui betapa 2003). Busby menyatakan bahwa pendekatan yang
besar perhatian pemerintah Indonesia untuk mem- digunakan dalam pengembangan kurikulum pendi-
berikan arahan dalam pengembangan kurikulum pen- dikan dan pelatihan pariwisata berkelanjutan meliputi
didikan dan pelatihan di bidang kepariwisataan. tiga pendekatan yakni; (1) pendekatan berdasarkan
Berbeda dengan pendekatan pengembangan buku-buku teks (textbook based), (2) kebutuhan in-
kurikulum pendidikan dan pelatihan kepariwisataan dustri dan (3) pendekatan yang lebih berorientasi
yang digunakan oleh pemerintah Indonesia yang cen- kepada kebutuhan peserta didik. Akhir-akhir ini pen-
derung lebih bersifat sentralistik, di negara-negara dekatan yang didasari oleh kebutuhan industri (in-
maju seperti di Eropah dan di Amerika Serikat di- dustry-led approach) banyak digunakan di Ameri-
laporkan bahwa dalam pendekatan pengembangan ka Serikat dan Inggris (Lewis, 2005). Sedangkan di
kurikulumnya cenderung lebih liberal. Dalam pengem- Indonesia selama ini lebih banyak didasarkan atas
bangan kurikulum pendidikan dan pelatihan kepari- arahan kebijakan yang ditetapkan pemerintah sehing-
wisataan di negara-negara maju tersebut, pendekatan ga kurikulum yang dihasilkan relatif seragam di ham-
yang digunakan adalah pendekatan yang lebih ber- pir semua lembaga pendidikan. Penerapan kuriku-
orientasi kepada kebutuhan industri (William, 2005). lum berbasis kompetensi memberi peluang bagi
Hal ini dengan jelas dapat diamati dari jurnal-jurnal pengembangan kurikulum secara fleksibel sesuai de-
kepariwisataan internasional di negara-negara tersebut ngan kepentingan stakeholders (Enoh, 2004). Pen-
yang lebih banyak didominasi oleh wacana dan ha- dekatan pengembangan kurikulum pendidikan dan
sil-hasil penelitian yang berorientasi industri. pelatihan kepariwisataan yang berorientasi kepada
Selama ini isu pariwisata berkelanjutan (sus- tuntutan pelanggan atau wisatawan sejauh ini belum
tainable tourism) lebih banyak dikaji dari perspek- pernah dilakukan. Karena itu, cukup beralasan apa-
tif lingkungan baik fisik maupun sosial budaya, bila dilakukan penelitian kebijakan untuk dapat dija-
kepentingan dunia usaha dan kepentingan pemerin- dikan acuan dalam pengembangan kurikulum pen-
tah serta masyarakat luas. Keberlanjutan pariwisata didikan kepariwisataan yang berorientasi kepada tun-
sebagai entitas bisnis sangat tergantung kepada ke- tutan wisatawan.
beradaaan wisatawan yang mengunjungi daerah tu- Keunggulan daya saing suatu bangsa dimulai
juan wisata dimaksud. Penelitian yang dilakukan di dalam kelas, yakni melalui penciptaan nilai tambah
Becken (2003) dan Suradnya (2005) merupakan yang dirancang secara bersinergi yang dituangkan
dua dari tidak banyak penelitian mengenai perenca- di dalam kurikulum pendidikannya. Hal ini didasari
naan pariwisata berkelanjutan dilihat dari perspektif atas kesadaran bahwa sumberdaya manusia meru-
wisatawan. Penelitian yang dilakukan oleh Becken pakan satu aset. Pengembangan sumberdaya manu-
(2003) memfokuskan kepada jenis-jenis wisatawan sia sebagai aset utama pariwisata secara terarah
yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. mempunyai beberapa keuntungan di antaranya; (1)
Ada 6 jenis wisatawan yang berhasil diidentifikasi- meningkatkan sadar wisata, (2) meningkatkan mutu
kan dalam penelitian yang dilakukannya, yakni; coach pelayanan yang pada akhirnya bermuara pada pening-
tourists, visiting friend and relatives, auto tourists, katan kepuasan pelanggan, (3) meningkatnya moti-
backpackers, campers, dan confort travelers. Dari ke- vasi dan kepuasan kerja, (4) tercapainya tujuan pe-
enam jenis wisatawan tersebut selanjutnya diidenti- ngembangan pariwisata sebagaimana diharapkan,
fikasikan perilaku mereka masing-masing untuk di- (5) tetap terpeliharanya hubungan yang harmonis di
jadikan sebagai acuan dalam perencanaan pengem- antara para pemangku bekepentingan, (6) tercipta-
164 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 3, Oktober 2009, hlm. 162-171

nya pengelolaan pariwisata yang lebih profesional; akan bertanggung jawab terhadap keberlanjutan pa-
dan (7) tetap terpeliharanya kualitas lingkungan (Surad- riwisata itu sendiri. Namun, sangat disayangkan hanya
nya, 2005). sedikit sekali ditemui penelitian yang mengintegra-
Pengembangan sumberdaya manusia di sektor sikan konsep keberlanjutan dimaksud ke dalam ku-
pariwisata dilaporkan terlambat apabila dibanding- rikulum pendidikan tinggi kepariwisataan (Busby
kan dengan sektor-sektor lain untuk menghadapi 2001; Flohr, 2003). Wacana yang dikemukakan oleh
tantangan pariwisata sebagai industri nomor satu di Busby (2003) merekomendasikan agar para peran-
dunia. Hal ini antara lain disebabkan oleh (1) terba- cang kurikulum pendidikan tinggi mengikuti pedo-
tasnya perhatian berbagai pihak akan arti penting man yang diterbitkan oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi
pendidikan kepariwisataan, (2) terbatasnya pemikir Pariwisiata di Inggris (Association of Tourism Higher
dan konseptor yang inovatif di bidang kepariwisa- Education: Guideline Number 10” yakni mengenai
taan, (3) terbatasnya lembaga pendidikan kepariwi- ”Integrating Sustainability into the Undegraduate
sataan yang berkualitas; dan (4) yang tidak juga kalah Curriculum: Leisure and Tourism” Eber (2003). Pro-
pentingnya adalah masih terbatasnya kepemimpinan gram strata satu (B.Sc) di Plymouth University bah-
yang inovatif untuk mengembangkan pendidikan kan mengintegrasikan aspek-aspek partisipasi masya-
sesuai dengan tantangan lingkungan yang dihadapi rakat lokal di samping aspek lingkungan hidup lain-
(Go, 1997). Salah satu bukti keterlambatan tersebut nya ke dalam desain kurikulum pendidikan kepari-
adalah adanya fakta bahwa selama tiga dekade be- wisataannya (Busby, 2003).
lakangan ini kurikulum pendidikan tinggi kepariwi- Dengan diterbitkannya buku acuan dalam pe-
sataan di Indonesia nyaris tidak mengalami peru- nyusunan program pendidikan dan pelatihan kepa-
bahan yang berarti, bahkan cenderung menjadi rutin. riwisataan yakni Task to Job oleh International La-
Padahal, salah satu unsur penting dalam pendidikan bour Office (ILO) di Geneva Swiss pada tahun 1979
adalah tersedianya kurikulum yang responsif terha- berbagai lembaga pendidikan kepariwisataan di
dap tantangan yang dihadapi. dunia termasuk Indonesia mengadopsi pendekatan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diru- yang digunakan oleh ILO tersebut dalam penyusun-
muskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: an kurikulum pendidikan dan pelatihan kepariwisa-
bagaimana karakteristik perjalanan wisata dari wi- taannya. Pendekatan yang digunakan dalam menyu-
satawan yang mengunjungi berbagai daerah tujuan sun Task to Job tersebut berorientasi kepada ja-
wisata di Indonesia? Faktor-faktor apa saja yang men- batan-jabatan (job) dan pekerjaan-pekerjaan (tasks)
jadi daya tarik bagi para wisatawan mengunjungi yang ada di industri pariwisata. Berdasarkan atas
berbagai daerah tujuan wisata di Indonesia? Dan jabatan-jabatan tersebut kemudian diidentifikasikan
bagaimanakah karakteristik perjalanan wisata dan tugas-tugas (tasks) atau elemen-elemen tugas (task
faktor-faktor yang menjadi daya tarik wisatawan di- elements) yang menjadi bagiannya. Dari tugas-tugas
maksud berimplikasi terhadap pengembangan kuri- (tasks) atau elemen-elemen tugas (task elements)
kulum pendidikan dan pelatihan kepariwisataan ber- tersebut selanjutnya diidentifikasikan materi atau ba-
kelanjutan di Indonesia. han belajar, strategi pembelajaran serta teknik eva-
Penelitian ini akan memberi manfaat kepada luasi yang akan digunakan. Secara teknis pendekat-
dunia pendidikan dan pelatihan kepariwisataan di an ini cukup akurat untuk membekali peserta didik
Indonesia sebagai salah satu basis dalam menyusun dengan kecakapan-kecakapan yang diperlukan di du-
arah kebijakan pengembangan kurikulum pendidikan nia industri pariwisata. Karena itu buku acuan terbitan
dan pelatihan kepariwisataan sesuai dengan apa yang ILO ini cukup lama bertahan sebagai acuan dalam
menjadi tuntutan wisatawan, terlepas dari isi atau pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia
materi kurikulum pendidikan dan pelatihan yang terutama di lembaga-lembaga pendidikan dan pela-
secara teknis disesuaikan dengan program pendidikan tihan yang ada di bawah departemen pariwisata.
dan pelatihan yang ada di masing-masing lembaga Mengingat pendekatan yang digunakan oleh
pendidikan. ILO lebih berorientasi teknis maka kelemahan yang
Mathieson dan Wall (1982) merupakan dua aka- muncul adalah bahwa kurikulum yang dihasilkan-
demisi yang paling awal merintis wacana pariwisata nya juga menjadi terlalu teknis dan kurang fleksibel
berkelanjutan (sustainable tourism). Akhir-akhir ini, dalam menghadapi tantangan perubahan-perubahan
isu pariwisata keberlanjutan mulai menarik perha- lingkungan yang terjadi di abad 21 ini. Perubahan-
tian di kalangan pengembang kurikulum pendidikan perubahan lingkungan ini terutama sekali didorong
dan pelatihan kepariwisataan. Hal ini sangat penting oleh semakin meningkatnya persaingan bisnis dan
artinya mengingat para lulusan perguruan tinggi ter- kemajuan di bidang teknologi informasi, dan sema-
sebut merupakan para manajer masa depan yang kin meningkatnya tuntutan wisatawan (Poon, 1993),
Suradnya, Pengembangan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Kepariwisataan Berkelanjutan 165

serta semakin meningkatnya tuntutan dari para pe- position to attract tourists and to meet their demands
mangku kepentingan lainnya yakni para pelaku bis- in a professional and complete way, high standard
nis, masyarakat luas (Lewis, 2005), dan dari para tourism and hospitality education and training is
peserta didik (Chen, 1996). Oleh karena itu, sudah absolutely essential”. Dengan kata lain, pendidikan
tepatlah apabila dilakukan penyesuaian-penyesuaian dan pelatihan di bidang kepariwisataan yang ber-
dengan dinamika lingkungan di masing-masing daerah kualitas sangat diperlukan bagi industri pariwisata
atau negara dalam pengembangan kurikulum pen- guna menarik dan memenuhi kebutuhan dan keingin-
didikan dan pelatihan kepariwisataannya. an wisatawan secara profesional. Bahkan, Baum dan
Studi yang dilakukan oleh Lewis (2005) an- Colin (1995) secara eksplisit menyatakan bahwa pen-
tara lain mengindikasikan bahwa kurikulum pen- didikan dan pelatihan merupakan unsur yang paling
didikan dan pelatihan kepariwisataan berkelanjutan menentukan (critical element) untuk mewujudkan
di Kepulauan Karibia harus memenuhi tiga kriteria pariwisata berkelanjutan. Pendidikan dan pelatihan
keberlanjutan (sustainability). Pertama, para lulusan di bidang kepariwisataan yang berkualitas membu-
hasil pendidikan dimaksud harus dapat memberikan tuhkan kurikulum yang juga harus berkualitas. Oleh
layanan wisata (tourism services) yang lebih baik karena itu, pengembangan kurikulum merupakan
dan sekaligus penciptaan masyarakat pariwisata (tour- proses yang tidak pernah berhenti dalam upaya meng-
ism society). Kedua, dapat merespons dengan tepat antisipasi tantangan perubahan-perubahan yang di-
berbagai isu pariwisata yang berkembang. Ketiga, hadapi.
masukan terhadap kurikulum pendidikan dan pela- Penelitian Lu (1999) mengenai pengembangan
tiahannya bersumber dari berabagai unsur pemang- kurikulum pendidikan di bidang hospitality dilihat
ku kepentingan yang ada di masyarakat. Semua ini dari perspektif para pendidik dan para manajer di
sejalan dengan argumen yang pernah dikemukakan bidang sumberdaya manusia, berhasil mengidenti-
oleh Burke, dkk. (1990) mengenai tanggung jawab fikasi beberapa temuan penting. Pertama, bahwa
para lulusan pendidikan kepariwisataan. Dari keti- kecakapan humanistis (human skills) ternyata lebih
ga temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa kuri- diperlukan oleh seorang lulusan dibandingkan dengan
kulum pendidikan dan pelatihan kepariwisataan ber- kecakapan konseptual (conceptual skills) dan keca-
kelanjutan harus dapat merefleksikan kepentingan kapan teknis operasional (operational skllis). Kedua,
wisatawan, yakni pelayanan yang lebih baik dan para pendidik dan manajer dengan latar belakang
kepentingan para pemangku kepentingan lainnya berbeda ternyata memiliki penilaian yang sama me-
yang ada di masyarakat. ngenai arti penting terhadap ketiga kecakapan di-
Bruner (1996) seorang tokoh dalam pengem- maksud. Temuan ini ternyata tidak berbeda dengan
bangan kurikulum mengemukakan bahwa konsep temuan dalam penelitian yang dilakukan Suradnya
yang disebutnya sebagai spiral curriculum yang me- (1997). Ketiga, kurikulum pendidikan dan pelatihan
ngindikasikan perlunya secara periodik mengkaji kepariwisataan dimaksud hendaknya disesuaikan
dan menguji kembali kurikulum yang telah ditetap- dengan budaya di masing-masing negara. Ketiga
kan untuk memastikan agar tetap relevan dengan temuan tersebut mengkonfirmasikan kembali arti
kebutuhan yang terus meningkat. Bruner lebih lanjut penting dari kemampuan-kemampuan lain di luar
menyatakan bahwa belajar tidak hanya dimaksud- kemampuan teknis sebagaimana direkomendasikan
kan untuk mengantarkan seseorang ke suatu tujuan, oleh ILO dan penguasaan konsep-konsep berbasis
akan tetapi juga dimaksudkan untuk memudahkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku teks
yang bersangkutan belajar lebih lanjut. Hal ini tidak seperti dikemukakan oleh Teixeira dan Baum (2001)
terlepas dari tujuan untuk membuat anak didik agar untuk menyusun kurikulum pendidikan yang menun-
menjadi lebih siap dengan tantangan-tantangan baru jang terwujudnya pariwisata berkelanjutan.
yang akan dihadapinya di masa depan dan mampu Secara teoritis karakteristik perjalanan wisata-
memberikan respons yang tepat. Dengan demikian, wan dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik
pengembangan kurikulum merupakan proses yang wisatawannya sendiri yakni; geografis, demografis,
dinamis sebagai process approach. Pengembangan psikografis dan perilaku (Kotler, 2007, Kotler, Bo-
kurikulum hendaknya disesuaikan dengan dinami- wen dan Makens, 1999, Middleton, 1988). Akan teta-
ka lingkungan yang dihadapi atau bersifat konteks- pi, mengingat tujuan penelitiannya yakni pengem-
tual (context of curriculum). bangan kurikulum pendidikan kepariwisataan maka
Pentingnya pendidikan dan pelatihan dalam hanya dipilih beberapa variabel yang relevan de-
penyiapan insan pariwisata yang handal antara lain ngan kebutuhan informasi yang diperlukan untuk itu.
ditegaskan oleh Cooper dkk. (1994) yang menyatakan Variabel-variabel karakteristik perjalanan dimak-
“in order to ensure that the tourism industry is in a sud mempunyai basis teori yang kokoh dan secara
166 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 3, Oktober 2009, hlm. 162-171

empiris dapat dioperasionalisasikan bagi kepentingan ponden. Daerah-daerah tujuan wisata yang dimaksud
praktis di lapangan. Karena itu, variabel karakteris- adalah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
tik perjalanan wisata yang digunakan dalam peneli- Jawa Timur, Kalimantan, Sumatera Utara, Sumatera
tian ini adalah; tujuan kunjungan, sumber informasi, Barat, DKI Jakarta, DI Jogyakarta, Sulawesi Selatan,
pendidikan para wisatawan, pengalaman berwisata, dan Bali. Pemilihan sampel penelitian dilakukan se-
pengaturan perjalanan, kekerapan kunjungan, dan cara acak, sedangkan alat atau instrumen yang di-
harga-harga produk wisata (value for money). gunakan untuk mengumpulkan data adalah angket.
Ada delapan model pengembangan kurikulum. Angket dimaksud disebarluaskan ke sejumlah hotel
Model–model pengembangan kurikulum tersebut di atau usaha akomodasi lainnya yang dipilih secara acak
antaranya adalah model administratif yang sering berdasarkan direktori hotel yang tersedia di masing-
disebut model top down seperti yang acap diguna- masing daerah tujuan wisata. Selanjutnya, pihak ho-
kan di Indonesia (Suradnya, 2005). Model lainnya tel diminta untuk menyebarkan secara acak ke ka-
adalah model beauchamp yang mengemukakan li- mar-kamar hotel untuk diisi oleh wisatawan yang
ma tahap kritis dalam pengembangan kurikulum. menghuni kamar dimaksud.
Diantaranya, yang patut mendapatkan perhatian Data yang berhasil dikumpulkan dianalisis de-
dalam pengembangan kurikulum pendidikan dan ngan analisis statistik deskriptif dan analisis faktor
pelatihan kepariwisataan adalah keterlibatan sejum- untuk mengetahui karakteristik perjalanan wisata
lah tokoh yang mewakili (1) spesialis kurikulum, dan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi para
(2) perwakilan kelompok-kelompok profesional, (3) wisatawan mengunjungi berbagai daerah tujuan wi-
orang awam yang di dunia pariwisata dapat diartikan sata di Indonesia. Hasil-hasil analisis dimaksud se-
sebagai wisatawannya sendiri. Model hubungan in- lanjutnya dibahas dengan menggunakan teori-teori
terpersonal (Suradnya, 2005) memandang kuriku- pengembangan kurikulum seperti teori pengembang-
lum sebagai media mengembangkan individu yang an kurikulum Busby (2003) dan Lewis (2005) dan
terbuka, fleksibel, dan adaptif terhadap perubahan melalui penalaran yang logis akhirnya sampai pada
situasi. suatu simpulan dan rekomendasi mengenai materi-
Variabel keuntungan atau manfaat yang dicari materi pendidikan dan pelatihan yang perlu dima-
(benefits sought) digunakan untuk mengeksplorasi sukkan dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan
faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi para wi- kepariwisataan di Indonesia dilihat dari sisi kepen-
satawan mengingat variabel-variabel manfaat di- tingan wisatawan.
maksud dilaporkan dapat memprediksi perilaku wisa- Untuk mengungkapkan karakteristik perjalanan
tawan jauh lebih baik dibandingkan dengan variabel- wisatawan digunakan alat-alat analisis statistik deskrip-
variabel perilaku lainnya seperti, kepribadian, gaya tif sedangkan analisis faktor digunakan untuk meng-
hidup, demografis, dan variabel geografis (Young ungkapkan faktor-faktor yang menjadi daya tarik
dan Feigin, 1980). Manfaat yang dicari oleh wisata- bagi wisatawan mengunjungi berbagai daerah tujuan
wan merupakan sumber informasi utama bagi peng- wisata di Indonesia. Ada 31 variabel daya tarik wi-
ambilan keputusan pengembangan suatu daerah tu- sata yang digunakan untuk mengungkapkan faktor-
juan wisata, termasuk pengembangan sumberdaya faktor yang menjadi daya tarik bagi wisatawan me-
manusianya. lakukan kunjungan wisata ke berbagai daerah tujuan
wisata yang diadopsi dari penelitian sebelumnya (Su-
METODE radnya, 2005). Analisis faktor dipilih karena memi-
liki beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan
Penelitian kebijakan ini didesain dengan ran- alat-alat analisis statistik lainnya untuk tujuan mere-
cangan penelitian survai (survey) yang melibatkan duksi data. Kelebihan-kelebihan dimaksud adalah;
449 orang wisatawan mancanegara (67%) yang ber- (1) kemampuannya dalam memprediksikan faktor
asal dari berbagai negara di kawasan Eropa seba- yang dihasilkannya, (2) lebih mudah menafsirkan atau
nyak (43%) Amerika Serikat dan Kanada sebanyak menginterpretasikan hasil-hasil pengelompokan da-
9%, Australia dan Selandia Baru (6%), Negara- tanya; dan (3) lebih mudah penggunaannya apabila
negara di kawasan Asia seperti misalnya Jepang, dibandingkan dengan alat-alat analisis lainnya untuk
Korea, Taiwan, dan negara-negara di lingkungan tujuan mereduksi data.
ASEAN sebanyak (8%), para wisatawan yang ber- Ada enam kriteria yang digunakan untuk me-
asal dari negara-negara lainnya di dunia sebesar (1%) nentukan optimal tidaknya faktor-faktor yang diha-
dan wisatawan nusantara (33%). Mereka berkun- silkan oleh analisis faktor dimaksud, yakni (1) akar
jung ke sepuluh daerah tujuan wisata utama di Indo- cirinya (eigenvalue) yang mencerminkan besarnya
nesia selama kurun waktu tahun 2006 sebagai res- keberagaman atau varians yang diwakili oleh masing-
Suradnya, Pengembangan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Kepariwisataan Berkelanjutan 167

masing faktor, yakni eigenvalue dengan skor satu membawa implikasi terhadap arti pentingnya kuali-
atau lebih, (2) koefisien faktor (factor loading) yakni tas produk dan layanan wisata yang ditawarkan.
angka yang mencerminkan kuatnya hubungan an- Hal ini penting artinya agar informasi yang disam-
tara variabel yang bersangkutan dengan faktor yang paikan kepada pihak lain bersifat positif sehingga
merepresentasikannya yakni tidak kurang dari 0,3, berdampak positif terhadap permintaan akan pro-
(3) persentase dari total varians yang diwakili oleh duk dan layanan yang ditawarkan tersebut. Di lain
faktor-faktor yang dihasilkan tidak kurang dari 60% pihak, tingginya penggunaan internet sebagai sumber
dari keseluruhan varians yang ada, (4) test of fit dari informasi wisata dan adanya kecenderungan untuk
model principle component yang digunakan yang terus meningkat (Suradnya, 2008) menuntut sema-
digunakan dalam analisis faktor ini, hasil uji chi- kin ditingkatkannya muatan teknologi informasi da-
kwadratnya signifikan pada taraf nyata sebesar 0,05 lam perancangan kurikulum pendidikan dan pelatihan
(5%), (5) metode rotasi faktor yang akan digunakan kepariwisataan. Hal ini dimakudkan agar para lulus-
adalah metode rotasi yang paling umum digunakan, an nantinya dapat lebih berperan dalam meningkat-
yakni metode varimax; dan (6) faktor-faktor yang kan pelayanan kepada para wisatawan.
baru dieksplorasi mudah diinterpretasikan atau di- Latar belakang pendidikan wisatawan yang me-
berikan nama faktornya. lakukan perjalanan ke berbagai daerah tujuan wisata
di Indonesia cukup tinggi. Mereka terdiri dari para
HASIL DAN PEMBAHASAN lulusan Sekolah Menengah Pertama (2%), lulusan
Sekolah Menengah Atas (28%), Diploma (24%),
Tujuan para wisatawan yang melakukan kun- Sarjana (44%), dan Pascasarjana (2%). Dilihat dari
jungan ke berbagai daerah tujuan wisata di Indonesia pengalaman melakukan perjalanan wisata ke berba-
sebagian terbesar (78%) adalah untuk berlibur atau gai daerah di Indonesia ternyata, para wisatawan
kombinasi berlibur dan bisnis (86%). Karakteristik dimaksud telah pernah mengunjungi daerah-daerah
utama dari tujuan kunjungan berlibur atau menik- tujuan tersebut secara berulang (41%) atau dikenal
mati waktu luang (leisure time) adalah bahwasanya dengan istilah repeat visitor. Angka kunjungan ulang
permintaannya lebih elastis dibandingkan dengan me- ini tidak jauh berbeda dengan temuan penelitian dari
reka yang melakukan perjalanan untuk tujuan bis- Suradnya 2008 di Bali khususnya untuk wisatawan
nis atau menghadiri pertemuan dan sejenisnya yang mancanegara. Karakteristik wisatawan dengan latar
mana mereka tidak secara leluasa dapat mengguna- belakang pengetahuan dan pengalaman berwisata
kan waktu kunjungan mereka. Hal ini berimplikasi yang cukup tinggi ini adalah tingginya tuntutan me-
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan kepa- reka akan kualitas produk dan layanan yang mereka
riwisatan dalam hal ini perlunya memperhatikan nikmati atau popular disebut demanding customers.
kualitas produk dan layanan yang ditawarkan dan har- Di samping itu, untuk menghindari kejenuhan diper-
ga yang bersaing (value for money). Arti penting mu- lukan produk-produk dan layanan wisata yang lebih
tu perlu tetap dijaga agar keberlanjutan pariwisata kreatif dan lebih inovatif. Hal ini menekankan kem-
dapat diwujudkan. Kualitas produk dan layanan wi- bali arti penting muatan kualitas serta sikap kreatif
sata sangat tergantung kepada kesiapan sumberda- dan inovatif dimasukan ke dalam perancangan ku-
ya manusia yang memiliki bakat dan latar belakang rikulum pendidikan kepariwisataan di Indonesia.
pendidikan yang tepat (Gronroos 1989). Di lain pihak, Temuan penting lainnya berkaitan dengan ka-
isu harga atau velue for money perlu direspon dengan rakteristik perjalanan wisatawan adalah bagaimana
pendidikan yang melahirkan lulusan yang mampu mereka mengatur perjalanan mereka. Apabila sebe-
meningkatkan efisiensi. Karena itu, diperlukan kuri- lum dekade 90an perjalanan wisata lebih didomi-
kulum yang dapat mewujudkan pendidikan yang ber- nasi (80%) oleh perjalanan yang dilakukan secara
kualitas dan menghasilkan lulusan yang mampu be- berkelompok (groups), maka penelitian ini menun-
kerja efisien. jukkan adanya perubahan yang sangat signifikan,
Dilihat dari segi sumber-sumber informasi yang yakni bahwasnya perjalanan wisata tersebut lebih
digunakan para wisatawan sebagai dasar pengambilan banyak (67%) dilakukan secara individual (individual
keputusan perjalanan, ternyata secara rerata meng- travel). Temuan ini tidak berbeda dengan temuan
gunakan lebih dari satu sumber, bahkan mendekati penelitian Poon (1993) yang antara lain menyata-
dua (1,92) sumber informasi. Sumber informasi pa- kan bahwa kecenderungan perjalanan wisata yang
ling dominan adalah teman dan kerabat yakni sebesar dilakukan masa kini dan di masa depan adalah per-
43% kemudian disusul oleh penggunaan internet, jalanan yang lebih individualistik. Karakteristik
yakni sebesar (41%). Tingginya pemanfaatan in- perjalanan individualistik ini menuntut tersedianya
formasi yang bersumber dari teman dan kerabat produk dan layanan wisata yang lebih individualis-
168 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 3, Oktober 2009, hlm. 162-171

tik. Untuk itu diperlukan kurikulum pendidikan yang dalam memenuhi apa yang menjadi ekspektasi wisa-
menghasilkan lulusan yang mampu bertindak flek- tawan tersebut.
sibel (flexible) dan menguasai lebih dari satu jenis Analisis faktor yang dilakukan menunjukan
tugas saja (multi tasking), lebih kreatif dan lebih ino- bahwa bahwa dari 31 variabel keuntungan atau man-
vatif agar dapat merespons dengan tepat keinginan faat yang dicari (benefits sought) oleh wisatawan
yang semakin individualistik. yang berwisata ke berbagai daerah tujuan wisata di
Penelitian ini juga menemukan bahwa di sam- Indonesia, ternyata semuanya memenuhi syarat untuk
ping sebagai sumber informasi, sejumlah pihak juga dimasukkan ke dalam model analisis. Hal ini ter-
diakui ikut berperan aktif mempengaruhi wisatawan bukti dari; (1) tinggi koefisien communalities yakni
dalam pengambilan keputusan perjalanan wisata me- antara 0,37 sampai dengan 0,82, (2) persentase dari
reka. Pihak-pihak dimaksud misalnya kalangan ang- total varians yang diwakili oleh faktor-faktor yang
gota keluarga sendiri, teman dan kerabat lainnya, dihasilkan sebesar 67% jauh melampaui syarat mi-
biro perjalanan, instansi pemerintah dan dunia usaha nimum yang ditentukan yakni sebesar 60%, dan (3)
pariwisata lainnya, publikasi pariwisata oleh berbagai test of fit dari model principle component yang digu-
lembaga, serta tokoh-tokoh atau kelompok terke- nakan dalam analisis faktor ini, hasil uji chi-kwadrat-
muka lainnya. Hal ini merupakan salah satu keunikan nya signifikan pada taraf nyata sebesar 0,05 (5%).
pariwisata yakni betapa besarnya peran lembaga Analisis faktor yang digunakan dalam peneli-
atau organisasi independen dalam menyukseskan tian ini berhasil mengungkapkan enam faktor yang
pariwisata dimaksud (Morirson, 1996). Dengan de- menjadi daya tarik atau penentu dalam pengambil-
mikian, terciptanya dan terpeliharanya citra (image) an keputusan bagi para wisatawan yang melakukan
positif bagi setiap daerah tujuan wisata merupakan perjalanan wisata ke Indonesia dengan total varians
kata kunci keberlanjutan daerah tujuan wisata dimak- masing-masing yang diwakili seperti terlihat pada
sud. Membangun citra positif membutuhkan dukung- Tabel 1. Keenam faktor yang diperoleh dari hasil
an dari semua pihak terkait. Implikasi dari temuan analsisis tersebut menegaskan kembali teori yang
tersebut adalah pentingnya memasukkan muatan menyatakan bahwa faktor-faktor yang menjadi pe-
kehumasan (public relations) dalam pengembang- nentu keberhasilan dalam pengembangan suatu daerah
an kurikulum pendidikan kepariwisataan. tujuan wisata meliputi tiga faktor (Heath dan Wall,
Di samping karakteristik perjalanan para wisa- 1993) yakni; (1) tersedianya daya tarik wisata yang
tawan sebagaimana dikemukakan sebelumnya, faktor- menarik bagi wisatawan (attraction), (2) aksesibilitas
faktor yang menjadi daya tarik atau pertimbangan (accessibility); dan (3) fasilitas dan layanan wisata
wisatawan dalam memutuskan perjalanan mereka serta unsur penunjang kenyamanan lainnya (amini-
juga mempunyai implikasi terhadap pengembangan ties).
kurikulum pendidikannya. Hal ini dimaksudkan agar
kurikulum pendidikan dimaksud dapat menghasilkan
lulusan yang dapat memberikan kontribusi optimal

Tabel 1. Faktor-faktor yang Menjadi Daya Tarik bagi Wisatawan Mengunjungi


Suatu Daerah Tujuan Wisata di Indonesia
Varians yang diwakili Komulatif varians yang
No. Faktor-faktor Daya Tari Wisata
(%) diwakili (%)
1 Kenyamanan dalam melakukan berbagai aktivitas 16,06 16,06
berwisata di daerah tujuan wisata tersebut (travel
convenience).
2 Daya tarik budaya yang ditawarkan oleh daerah tujuan 15,06 31,12
wisata yang bersangkutan (cultural attractions).
3 Aksesibilitas menuju dan kembali serta selama berada 10,63 41,75
di daerah tujuan wisata dimaksud (accessibility).
4 Harga-harga produk dan layanan wisata (value for 9,35 51,10
money)
5 Keindahan alam termasuk pantai dan atraksi-atraksi 8,75 59,85
pantai yang ditawarkan (nature and beach attractions)
6 Lingkungan wisata yang bernuansa lokal (local 7,54 67,39
environments)
Suradnya, Pengembangan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Kepariwisataan Berkelanjutan 169

Arti penting faktor kenyamanan berwisata se- maksudkan agar mereka dapat menghargai dan me-
lanjutnya berimplikasi terhadap penyiapan sumber- rasa bangga terhadap nilai-nilai budaya, peninggalan
daya manusia pariwisata Indonesia yang diharapkan dan aktivitas budaya yang menjadi warisan leluhur
dapat mengelola dan memberikan layanan yang nya- mereka. Hal ini menjadi penting artinya mengingat
man bagi wisatawan dan ini harus dijabarkan ke da- daya tarik budaya ini akan menjadi keunikan dan
lam kurikulum pendidikan kepariwisataannya. Kuri- sumber keunggulan daya saing pariwisata Indonesia.
kulum yang dirancang diharapkan dapat menghasil- Wawasan budaya yang dimiliki juga dapat menga-
kan lulusan yang memiliki sikap yang berorientasi ke- tasi terjadinya gejala degradasi budaya di berbagai
pada pelanggan (customer oriented) dan mengutama- daerah.
kan pelanggan, serta memiliki kompetensi yang han- Faktor ketiga yang menjadi pertimbangan wi-
dal dalam berbagai bidang pelayanan, seperti di bi- satawan dalam memutuskan daerah tujuan wisata
dang jasa hotel atau akomodasi lainnya, layanan yang akan dikunjungi adalah aksesibilitas (accessi-
makanan dan minuman dan layanan di bidang ke- bility) menuju, kembali dan selama berada daerah
pramuwisataan. Hal ini hendaknya sudah dimulai tujuan wisata yang bersangkutan dengan berbagai
dari kurikulum pendidikan di bidang perencanaan, model transportasi; dan akses dalam arti komunikasi
pengelolaan dan bahkan sampai kepada aspek-aspek ke dan di dalam daerah tujuan wisata tersebut. Da-
operasional pelayanan di lapangan agar benar-benar lam hubungannya dengan transportasi fisik dibutuh-
dapat memberikan rasa nyaman bagi wisatawannya. kan berbagai prasarana dan sarana transportasi serta
Penyiapan kurikulum pendidikan dan pelatihan ke- pengelolaan sistem transportasi yang memudahkan
pariwisataan membutuhkan perhatian yang lebih besar pengguna dan harganya terjangkau. Demikian pula
terhadap aspek empati terhadap kepentingan wisata- dengan akses komunikasi melalui berbagai alterna-
wan yang dilayani. Sikap empati harus dikembangkan tif media, diperlukan prasarana dan sarana komuni-
melalui sebuah kurikulum yang dirancang secara ter- kasi serta pengelolaan yang efektif agar daerah tujuan
integrasi dengan kemampuan-kemampuan teknis dan wisata tersebut mudah diakses dari berbagai negara
manajerial lainnya yang dibutuhkan. atau daerah sumber wisatawan.
Faktor daya tarik kedua yang menjadi pertim- Faktor aksesibilitas juga mempunyai implikasi
bangan wisatawan melakukan perjalanan ke berba- yang tidak kalah pentingnya dilihat dari perspektif
gai daerah tujuan wisata di Indonesia adalah budaya pengembangan kurikulum pendidikan kepa-
(culture) dalam segala bentuk manifestasinya, baik riwisataan. Karena itu, dalam pengembangan ku-
yang bersifat kebendaan (tangible) maupun yang rikulum pendidikan kepariwisataan, masalah mana-
bukan kebendaan (intangible). Di samping sebagai jemen sistem trasportasi dan komunikasi dengan
daya tarik yang langsung dapat dinikmati oleh para berbagai alternatif teknologi perlu mendapatkan per-
wisatawan berupa aset-aset budaya yang tersebar hatian dari para perancang kurikulum pendidikan
luas di seluruh nusantara, budaya juga hendaknya kepariwisataan. Di samping dalam bentuk penge-
tercermin dari sikap dan perilaku para pelaku pari- tahuan di bidang transportasi, juga yang tidak kalah
wisata Indonesia yang membedakannya dengan pe- pentingnya mendapat perhatian adalah sikap dan
laku pariwisata di negara-negara lainnya. Karena itu, apresiasi para peserta didik mengeani peran penting
faktor budaya (culture) memiliki implikasi yang luas faktor aksesibilitas dan komunikasi dimaksud.
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan ke- Khususnya mengenai akses terhadap informasi
pariwisataan di Indonesia. wisata yang diperlukan wisatawan, diperlukan apre-
Kurikulum pendidikan kepariwisatan di Indone- siasi mengenai arti penting dan upaya peningkatan
sia hendaknya memiliki wawasan budaya Indonesia. penguasaan informasi wisata oleh para lulusan
Kurikulum yang dirancang hendaknya mampu meng- yang bergerak di bidang pariwisata.
antarkan para peserta didik lebih memahami kebu- Faktor penting berikutnya yang tereksplorasi
dayaan mereka di antara budaya-budaya yang lainnya melalui penelitian ini adalah faktor harga atau lebih
di dunia. Apresiasi budaya dan pemahaman lintas tepat diartikan sebagai value for money. Isu value
budaya (cross cultural appreciation) agar terefleksi- for money yang akhir-akhir semakin mendapat per-
kan dalam setiap proses pembelajaran yang diran- hatian dari wisatawan dimaknai sebagai ungkapan
cang melalui kurikulum pendidikan kepariwisataan yang mengandung makna bahwa apa yang dinik-
yang dimaksud, baik dalam bentuk pengetahuan, mati oleh wisatawan dipersepsikan melebihi harga
sikap maupun keterampilan di bidang-bidang terkait. yang mereka harus bayar. Isu harga atau lebih tepat-
Pengembangan wawasan budaya dimaksud juga di- nya value for money akan tetap menjadi salah satu isu
170 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 3, Oktober 2009, hlm. 162-171

penting dalam bisnis mengingat di satu sisi masa depan KESIMPULAN DAN SARAN
akan diwarnai oleh persaingan yang semakin ketat
dan di lain sisi tuntutan wisatawan juga semakin me- Kesimpulan
ningkat. Karena itu, isu value for money harus dilihat Berdasarkan atas analisis dan pembahasan di
sebagai upaya untuk meningkatkan mutu produk atas dapat ditarik beberapa simpulan dan sekaligus
dan layanan wisata secara berkesinambungan dengan sebagai masukan dalam pengembangan kurikulum
tetap memperhatikan masalah efisiensi. Untuk me- pendidikan dan pelatihan kepariwisataan di Indonesia,
wujudkannya diperlukan kurikulum pendidikan yang yakni sebagai berikut. Memperhatikan dinamika ling-
dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang me- kungan strategis yang dihadapi, pengembangan ku-
miliki kinerja berkualitas dan mampu bertindak efi- rikulum pendidikan kepariwisataan hendaknya tidak
sien sesuai tuntutan para wisatawan di masa depan. terpaku kepada muatan kurikulum yang bersifat tek-
Faktor daya tarik berikutnya adalah daya tarik nis atau sebaliknya terlalu textbook sebagaimana yang
alam termasuk pantai dengan segala bentuk daya terjadi selama ini, akan tetapi agar dapat mewujud-
tariknya. Mengingat daya tarik alam dan pantai ini kan pariwisata berkelanjutan diperlukan kurikulum
banyak melibatkan unsur alam maka apresiasi terha- pendidikan dan pelatihan kepariwisataan yang lebih
dap lingkungan alam menjadi cukup dominan ada- responsif kepada kepentingan para pemangku ke-
nya agar alam tersebut tetap terjaga kelestariannya. pentingan (stakeholders) termasuk wisatawan. Ka-
Di lain pihak, atraksi-atraksi pantai atau atraksi air rakteristik perjalanan wisata (travel characteristics)
pada umumnya (beach/water attraction) berkembang yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengem-
sangat pesat, sehingga memerlukan satu kajian khu- bangan kurikulum pendidikan dan pelatihan kepari-
sus untuk dapat memahami keberadaan dan perkem- wisataan meliputi tujuan kunjungan, pola perjalanan
bangannya dengan benar. Untuk dapat mengelola daya wisatawan, kekerapan kunjungan, tingkat kunjungan
tarik wisata pantai (beach/water attraction) secara ulang, sumber informasi wisata, pendidikan dan penga-
efektif, diperlukan pengetahuan dan kecakapan yang laman wisatawan dalam berwisata. Sehubungan de-
memadai. Karena itu, dalam pengembangan kuriku- ngan apa yang menjadi daya tarik wisatawan memilih
lum pendidikan kepariwisataan muatan pelestarian suatu daerah tujuan wisata, analisis faktor yang di-
lingkungan alam hendaknya mendapatkan perhatian lakukan berhasil mengeksplorasi enam faktor daya
yang memadai dari para pengembang kurikulum. tarik, yakni: (1) kenyamanan dalam menikmati perja-
Faktor penting lainnya adalah suasana lokal atau lanan wisata, (2) daya tarik budaya dalam segala
hal-hal yang bernuansa lokal (locals). Berbagai pene- manifestasinya, (3) aksesibilitas untuk mencapai, ke-
litian sebagaimana diuraikan sebelumnya menun- luar dari dan selama berada di daerah tujuan wisata
jukkan betapa penting artinya suasana lokal ini untuk yang bersangkutan, (4) harga-harga produk dan layan-
merefleksikan keunikan suatu daerah tujuan wisata. an wisata (value for maney), (5) keindahan alam
Wisatawan yang berkunjung ke suatu negara atau dan pantai dengan segala bentuk daya tariknya; dan
daerah asing salah satu obsesinya adalah ingin menco- (6) suasana lingkungan yang bernuansa lokal.
ba atau menikmati segala sesuatu yang khas di daerah
atau negara tersebut, baik itu berupa makanan, jasa Saran
akomodasi, atraksi-atraksi wisata, kebiasan hidup Berdasarkan atas temuan-temuan di atas, be-
masyarakat dan bahkan bahasa yang digunakan oleh berapa materi yang perlu dipertimbangkan dalam
penduduk setempat. Ekspektasi dari wisatawan ini pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan
harus direspons secara tepat dengan menyuguhkan kepariwisataan di Indonesia, yakni arti penting kuali-
produk-produk dan layanan wisata yang bernuansa tas produk dan layanan wisata, pengembangan sikap
lokal. Untuk dapat mengemas (packaging) elemen- kreatif, inovatif dan fleksibel, keahlian ganda (multi-
elemen lokal ini diperlukan pengetahuan yang luas tasking skills), penguasaan teknologi informasi, dan
dan kecakapan untuk memadukan secara harmonis kecakapan di bidang kehumasan (public relations).
elemen-elemen lokal ini dengan unsur-unsur yang ber- Di samping itu, kurikulum kepariwisataan yang di-
asal dari luar (globalisasi) tanpa menimbulkan ben- maksud juga diharapkan dapat membekali para lulus-
turan dan sekaligus memberikan kontribusi positif an dengan pengetahuan mengenai arti penting peles-
bagi daerah tujuan wisata dimaksud. Dengan demi- tarian lingkungan alam, budaya dan keunikan-keunik-
kian, dalam pengembangan kurikulum, unsur kelokal- an lokal, sistem dan teknologi di bidang transpor-
an ini harus sudah tercermin dalam setiap program tasi dan komunikasi, dan kemampuan bekerja lebih
pendidikan dan pelatihan kepariwisataan yang disu- efisien untuk merespons tuntutan wisatawan yang
sun. semakin meningkat.
Suradnya, Pengembangan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Kepariwisataan Berkelanjutan 171

DAFTAR RUJUKAN

Baum, T & Conlin, M.V. 1995. Island Tourism: Manage- International Labour Office. 1979. Task to Jobs. Geneva:
ment Principles and Practices. Chichester: John The International Labour Ofice.
Wiley. Jafari, J. & Ritchie, J.R.B. 1981. Towards a Framework
Becken, S. 2003. An Integrated Approach to Travel Behav- for Tourism Education, Annals of Tourism Re-
iour with the Aim of Developing More Sustain- search. 8 (1): 13-34
able Forms of Tourism. New Zealand: Lancare Kotler, P., Bowen, J.& Makens, J. 1999. Marketing for
Research. Hospitality and Tourism. New Jersey: Prentice-
Bruner, J. 1996. The Process of Education. Cambridge: Hall International Inc.
Harvard University Press. Lewis, A., 2005. Rationalising a Tourism Curriculum for
Burke, J.F., Hawkins, D.E. & Schulman, S.A. 1990. So Sustainable Tourism Development in Small Is-
You Want to teach Tourism? Hospitality Research land States: A`Stakeholder Perspective. Journal
Journal, 14 (2): 685-687. of Hospitality, Leisure, sport and Tourism Edu-
Busby, G. 2003. The Concept of Sustaianble Tourism cation, 4 (2): 4-15.
within the Higher Education Curriculum: A British Loker, G.L.& Perdue, R.R. 1992. A Benefit Based Seg-
Case Study. Devon: Univ. of Plymouth. mentation of a Nonresident Summer Travel Mar-
Eber, S. 2003. Integrating Sustainability into the Under- ket. Journal of Travel Research, (Summer): 30-
graduate Curriculum: Leisure and Tourism, Guide- 35.
line Number 10. Guildford: Association of Tour- Mathieson, A. & Wall, G. 1982. Tourism: Economic,
ism in Higher Education. Physical and Social Impacts. Harlow: Longman.
EIESP. 1991. Education for Careers in European Travel Poon, A. 1993. Tourism, Technology and Competitive
and Tourism. Paris: European Institute of Educa- Strategies. Oxford: CAB International.
tion and Social Policy. Suradnya, I M. 2005. Studi Perilaku Wisatawan Man-
Enoh, M. 2004. Implementasi Contextual Teaching and canegara dan Implikasinya terhadap Perenca-
Learning dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi naan Pariwisata Bali. Denpasar: Universitas Uda-
Mata Pelajaran Geografi SMA/MA. Jurnal Ilmu yana.
Pendidikan, 11 (1): 17-30. Teixeira, R.M., & Baum, T. 2001. Tourism Educationin
Flohr, S. 2003. An Analysis of British Postgraduate the UK: Lesson Drawing in Educational Policy.
Courses in Tourism: What Roles Does Sustaina- Anatolia, 12 (2): 85-109.
bility Implications Within Higher Education? William, D. 2005. Contemporary Approach to Hospital-
Journal of Sustainable Tourism 9 (6): 505-513. ity Curriculum Design. The Consortium Journal
Gronroos, C. 1989. Service Management Pinciples. Swe- of Hospitality and Tourism, 9 (2): 69-83.
den: University of Karlstad. Young, S., Ott, L. & Feigin, B. 1978. Some Practical
Heath, E. & Wall, G. 1992. Marketing Tourism Destina- Considerations in Market Segmentation. Journal
tions. A Strategic Marketing Planning Approach. of Marketing Research, 15: 405-412.
New York: John Wiley and Sons, Inc.

You might also like