Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan
langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo,2006). ARDS
mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas
yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS ( juga disebut syok
paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih
150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang
mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma
mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik
toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani
perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik. .ARDS berkembang sebagai akibat
kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak
langsung.
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-
jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan
dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi
sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam
kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia
( Brunner & Suddart 616).
1.2 Rumusan Masalah
1
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini secara umum adalah agar mahasiswa dapat memahami landasan teori
tentang Keperawatan Kritis pada penyakit ARDS dan nantinya bias di terapkan dalam peraktek
keperawatan.
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, dan Sistematika
Penulisan.
2. BAB II TINJAUAN TEORI
Bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang digunakan sebagai acuan di.dalam
Penyusunan Laporan.
3. BAB III LAPORAN KASUS
Bab ini berisikan tentang Kasus.
4. BAB IV PENUTUP
Bab ini berisikan tentang Kesimpulan dan Saran .
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Penyakit ARDS
2.1.1 Definisi ARDS
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal nafas yang timbul
pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya (Mutaqqin, 2013).
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan dari gagal nafas
akut yang ditandai dengan : hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru, dispnea, edema paru-paru
bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar. Selain itu ARDS juga dikenal dengan
nama “noncardiogenic pulmonary edema atau shock pulmonary” (Somantri, 2007).
Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner yang menyebabkan
gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas membran alveolokapiler.
Cairan terakumulasi dalam interstisium paru-paru dan ruang alveolar. ARDS parah bisa
menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal, tetapi pasien yang sembuh mungkin
hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau tidak sama sekali (Farid, 2006).
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini
mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas
65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi
3
pencetus lain termasuk trauma mayor, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia,
gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut
secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik. Penderita yang
bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-
paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama,
cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik
beberapa bulan setelah ventilator dilepas (Mutaqqin, 2013).
2.2.3 Klasifikasi
1. Gagal nafas akut adalah yang timbul pada pasien pada pasien yang parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum penyakit timbul
2. Sedangkan gagal nafas kronik terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batu bara) pasien
mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.
Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel
Menurut Berlin (2012) ARDS dikategorikan menjadi 3 tipe berdasarkan tingkat
keparahaannya yaitu:
ARDS PaO2/FiO2 CPAP/PEEP Mortalitas
ARDS Ringan 200-300 mmHg ≥ 5 cm H2O 27%
ARDS Sedang 100-200 mmHg ≥ 5 cm H2O 32%
ARDS Berat ≤ 100 mmHg ≥ 5cm H2O 45%
2.2.4Etiologi
Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi
(mekanisme tidak langsung) gas oksigen, aspirasi asam lambung,
sepsis, syok (apapun penyebabnya),
koagulasi intrvaskuler tersebut
( disseminated intravaskuler coagulaton)
dan pancreatitis idiopatik
4
Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan tb paru
5
Terdapat 3 fase kerusakan alveolus : Fase eksudatif (ditandai edema interstisial dan
alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe 1 dan denudasi atau terlepasnya membrane basalis,
pembengkakan sel endotel dengan pelebaran interseluler junction, terbentuknya membrane hialin
pada ductus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neotrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner
dan berkurangnya compliance paru. Fase proliferative : paling cepat timbul setelah 3 hari sejak
onset, ditandai proliferasi sel epitel pneumosit tipe 2. Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru
menjadi padat karena fibros.
6
2.2.7 Pathway
Injury
Sesak
Gangguan Perfusi
Jaringan
Ansietas
7
2.2.8 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi:
Mengamati bagian thorak
2. Auskultasi
Menggunakan stetoskop untuk mendengarkan frekuensi nafas
3. Palpasi
Menekan bagian thorak untuk mengetahui apakah thoraknya edema dan nyeri
4. Perkusi
Untuk mengetahui apakah ada cairan dalam paru-paru atau tidak.
2.2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik ARDS dapat dibuat berdasarkan pada criteria berikut :
1. Gagal nafas akut
2. Infiltrat pulmoner “fluffy” bilateral pada gambaran rontgen thoraks.
3. Hipoksemia (PaO2 di bawah 50-60 mmHg) meski FcO2 50-60% (fraksi oksigen yang
dihirup). Alkalosis respiratorik, tahap lanjut akan terjadi hiperkapnea.
(Mutaqin, 2013).
2.2.10 Penatalaksaan Medis pasien ARDS
ARDS harus dikelola di unit perawatan intensif tempat penderita dapat mendapatkan
pengawasan dan terapi kardiorespirasi yang sesuai. Tujuan pengelolaan klinis adalah perawatan
suportif, dengan tujuan utamanya memberikan cukup oksigen untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Monitor yang sesuai meliputi penilaian hemodinamik invasive, seperti
kateterisasi arteri sistemik dan seringkali pemasangan kateter arteri pulmonalis. Pengukuran fungsi
paru dan pertukaran gas seperti gas darah arteri, oksimetri pulse, CO2 akhir tidal dan mekanika
paru digunakan untuk menyesuaikan tekanan oksigen inspirasi dan penyesuaian tekanan oksigen
inpirasi dan penyesuaian ventilator untuk meningkatkan kecukupan pemberian oksigen ke jaringan
dan mengurangi komplikasi.
Sebagian besar penderita akan memerlukan intubasi endotracheal dan ventilasi mekanik
disamping PEEP bila mereka tidak mempertahankan PaO2 di atas 50 mmHg pada oksigen inspirasi
60%. PEEP tidak mengembalikan oksigenasi normal pada semua penderita dan bahkan dapat
memberikan pengaruh yang merugikan pada fungsi jantung . Pemsangan PEEP harus selalu
disesuaikan dengan monitor berkelanjutan data klinis dan laboratorium. Pada beberapa keadaan
8
perlu digunakan tingkat PEEP yang sangat tinggi (10-20 cmH20). Namun hal ini dapat
mengakibatkan barotraumas yang membahayakan jiwa, ataupun gangguan aliran darah balik vena
yang pada akhirnya akan menurunkan curah jantung dan mengakibatkan hipotensi sistemik.
Perhatian khusus dan ketat harus ditujukan untuk mempertahankan fungsi jantung, terutama bila
digunakan PEEP tingkat tinggi karena stabilitas curah jantung yang disertai manajemen cairan
sangat penting untuk penghantaran oksigen. Perubahan posisi yang sering ( posisi dekubitus
lateral) sangat dianjurkan karena dapat meningkatkan oksigenasi.
Secara garis besar penatalaksanaan pada pasien ARDS :
1. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas ini bertujuan
untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane alveolarkapiler kembali
membaik . Dua tujuan tambahan yaitu :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia berat
b. Mengatasi faktor etiologi yang mngawali penyebab distress pernafasan.
2. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan melalui volume ventilator dengan tekanan dan
kemampuan aliran yang tinggi di mana PEEB dapat ditambahkan. PEEB diberikan melalui siklus
pernafasan untuk mencegah kolaps alveoli pada akhir ekspirasi.
Komplikasi utama PEEB adalah penurunan curah jantung dan barotraumas. Hal tersebut
sering terjadi pada pasien diventilasi dengan tidal volume di atas 15ml/kg atau PEEB tingkat
tinggi. Peralatan selang torakostomi darurat harus siap tersedia.
3. Pemantauan Oksigen Arteri adekuat
Sebagian besar volume oksigen ditranspor ke jaringan dalam bentuk oksihemoglobin.
Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah menurun. Sebagai akibat efek ventilasi
mekanik PEEP pengukuran seri hemoglobin perlu dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen
yang akan menentukan kebutuhan untuk tranfusi sel darah merah.
4. Titrasi cairan
Efek patologis dari peningkatan permeabilitas alveolar kapiler adalah dapat
mengakibatkan edema interstitial dan edema alveolar. Pemberian cairan yang berlebihan pada
orang normal dapat menyebabkan edema paru-paru dan gagal pernafasan. Tujuan utama terapi
cairan adalah untuk mempertahankan parameter fisiologik normal.
9
5. Penggunaan kortikosteroid untuk terapi masih kontroversi.
Sebelumnya terapi antibiotic diberikan untuk profilaksis, tetapi pengalaman
menunjukkan bahwa hal ini tidak dapat mencegah sepsis gram negative yang berbahaya. Akhirnya
antibiotic profilaksis rutin tidak lagi digunakan.
6. Pemeliharaan jalan nafas
Selang endotracheal atau selang trakeostomi disediakan tidak hanya sebagai jalan nafas,
tetapi juga berarti melindungi jalan nafas (dengan cuff utuh), memberikan dukungan ventilasi
kontinu dan memberikan konsentrasi oksigen terus-menerus. Pemeliharaan jalan nafas meliputi :
mengetahui waktu penghisapan, teknik penghisapan, tekanan cuff adekuat, pencegahan nekrosis
tekanan nasal dan oral untuk membuang secret, dan pemonitoran konstan terhadap jalan nafas
bagian atas.
7. Mencegah infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernafasan bagian atas dan bawah serta
pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan yang telah dilakukan.
8. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan masalah kritis. Nutrisi
parental total (hipertensi intravena) atau pemebrian makan melalui selang dapat memperbaiki
malnutrisi dan memungkinkan pasien untuk menghindari gagal nafas sehubungan dengan nutrisi
buruk pada otot inspirasi. mengungkapkan secara verbal karena intubasi, coba alternative
komunikasi. Organ multiple ( nekrosis ubulus akut, kagulopati, miokardiopati, disfungsi hepatic,
disfungsi sistem saraf pusat, perdarahan gastrointertinal, ileus dan kematian, Berikan penjelasan
yang singkat dan dengan sederhana mengenai prosedur, orientasikan klien terhadap lingkungan
sekitar, dan ulang penejalsan secara teratur, Berikan penejelasan tentang rutinitas perawatan dan
lingkungan kepada keluarga klien. Dorong keluarga klien untuk mendekati, berbicara dan
menyentuh klien jika mereka mengkenhendaki
2.2.11 Komplikasi ARDS
Komplikasi utama ARDS meliputi infeksi nosokomial, barotraumas berat, gangguan
curah jantung, toksisistas oksigen, fibrosis paru progresif, kegagalan sistem
2.2.12 Manifestasi Klinis
10
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
Takikardia yang menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih banyak lagi oksigen
kepada sel dan organ vital.
6. Terdapat retraksi interkosta
7. Sianosis
8. Hipoksemia
9. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing. Ronchibasahdankering yang
terdengardanterjadikarenapenumpukancairan di dalamparu-paru.
10. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
11. Pernapasan yang cepatsertadangkaldandispnea dengan kesulitan bernafas, yang terjadi
beberapa jam hingga beberapa hari pasca cedera awal. Gejala ini timbul sebagai reaksi
terhadap penurunan kadar oksigen dalam darah.
12. Peningkatan frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada pusat pnumotaksis.
13. Retraksi intercostal dan suprasternal akibat peningkatan dan upaya yang diperlukan untuk
mengembangkan paru-paru yang kaku.
14. Gelisah, khawatir dan kelambanan mental yang terjadi karena sel-sel otak mengalami
hipoksia.
15. Disfungsi motorik yang terjadi karena hipoksia berlanjut.
16. Asidosis respiratorik yang terjadi ketika karbondioksida bertumpuk di dalam darah dan
kadaroksigen menurun.
17. Asidosis metabolik yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat kegagalan mekanisme
kompensasi.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Kritis ARDS
2.2.1 Pengkajian
1. Pengkajian Awal
1. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a. Peningkatan sekresi pernapasan
11
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c. Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d. Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Frekuensi pernapasan : cepat
c. Sesak napas atau tidak
d. Kedalaman Pernapasan
e. Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f. Reflek batuk ada atau tidak
g. Penggunaan otot Bantu pernapasan
h. Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i. Irama pernapasan : teratur atau tidak
j. Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
a. Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b. adanya trauma atau tidak pada thorax
c. Riwayat penyakit dahulu / sekarang
d. Riwayat pengobatan
e. Obat-obatan / Drugs
2. Pengkajian Dasar
1. Breathing
- DS: Pasien mengeluh sesak nafas
- DO: Pernafasan cepat dan dangkal. Peningkatan kerja nafas; penggunaan otot bantu
pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar
12
oksigen tinggi. Suara nafas: biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan
suara nafas bronchial. Perkusi dada: dull diatas area konsolidasi. Penurunan dan tidak
seimbangnya ekspansi dada. Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa.
2. Blood
- DS: -
- DO: kulit terlihat sianosis, hipotensi, pemeriksaan hasil analisa gas darah: Hipoksemia
(penurunan PaO2), Hipokapnia (penurunan PCO2) pada tahap awal ksrena
hiperventilasi, Hiperkapnia (peningkatan PCO2) menunjukkan gagal ventilasi,
Alkalosis respiratori (pH > 7,45) pada tahap dini, Asidosis respiratori / metabolic terjadi
pada tahap lanjut.
3. Brain
- DS: pasien mengeluh kepala terasa sakit
- DO: terjadi penurunan kesadaran mental.
4. Bladder
- DS: -
- DO: -
5. Bowel
- DS: pasien menegluh mual dan kehilangan nafsu makan
- DO: hilang atau melemahnya bising usus, perubahan atau penurunan berat badan.
6. Bone
- DS: -
- DO: terdapat sianosis pada kulit dan kuku
2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Dapat dihubungkan dengan : Meningkatnya tahanan jalan nafas (edema interstisial)
Kemungkinan dibuktikan oleh
Laporan dipsnea, perubahan kedalaman atau frekuensi pernafasan, penggunaan otot
aksesori untuk bernafas, batuk (efektif/tidak efektif) dengan atau tanpa produksi sputum,
ansietas atau gelisah.
2. Kerusakan pertukaran gas
13
Dapat dihubungkan dengan : kehilangan surfaktan menyebabkan kolaps alveoli
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Takipnea, penggunaan otot aksesori, sianosis, perubahan GDA, gradient A-a dan tindakan
pirau, ketidakcocokan ventilasi atau perpusi dengan peningkatan.
3. Gangguan perfusi jaringan
Dapat dihubungkan dengan : penurunan aliran balik vena, dan penurunan curah jantung.
Kemungkinan dibuktikan oleh : sianosis, perubahan GDA.
4. Ansietas
Dapat dihubungkan dengan : proses perjalanan penyakit
Kemungkinan dibuktikan oleh : sianosis, perubahan GDA.
14
2.2.3 Rencana Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya tahanan jalan nafas
(edema interstisisial).
Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan
15
- Kelainan suara nafas tidak merasa tercekik, …………………….
(rales, wheezing) irama nafas, frekuensi …………………….
- Kesulitan berbicara pernafasan dalam Atur intake untuk cairan
- Batuk, tidak efekotif atau rentang normal, tidak mengoptimalkan
tidak ada ada suara nafas keseimbangan.
- Produksi sputum abnormal) Monitor respirasi dan status
- Gelisah Mampu O2
- Perubahan frekuensi dan mengidentifikasikan Pertahankan hidrasi yang
irama nafas dan mencegah faktor adekuat untuk mengencerkan
yang penyebab. sekret
Saturasi O2 dalam Jelaskan pada pasien dan
batas normal keluarga tentang penggunaan
Foto thorak dalam peralatan : O2, Suction,
batas normal Inhalasi.
16
sakit kepala ketika Setelah dilakukan Auskultasi suara nafas, catat
bangun tindakan keperawatan adanya suara tambahan
Dyspnoe selama …. Gangguan Berikan bronkodilator ;
Gangguan penglihatan pertukaran pasien teratasi -………………….
DO: dengan kriteria hasi: -………………….
Penurunan CO2 Mendemonstrasikan Barikan pelembab udara
Takikardi peningkatan ventilasi Atur intake untuk cairan
Hiperkapnia dan oksigenasi yang mengoptimalkan
Keletihan adekuat keseimbangan.
Iritabilitas Memelihara kebersihan Monitor respirasi dan status
Hypoxia paru paru dan bebas O2
kebingungan dari tanda tanda distress Catat pergerakan dada,amati
sianosis pernafasan kesimetrisan, penggunaan
warna kulit abnormal Mendemonstrasikan otot tambahan, retraksi otot
(pucat, kehitaman) batuk efektif dan suara supraclavicular dan
Hipoksemia nafas yang bersih, tidak intercostal
hiperkarbia ada sianosis
dan Monitor suara nafas, seperti
AGD abnormal dyspneu (mampu
dengkur
pH arteri abnormal mengeluarkan sputum,
Monitor pola nafas :
frekuensi dan kedalaman mampu bernafas
bradipena, takipenia,
nafas abnormal dengan mudah, tidak
kussmaul, hiperventilasi,
ada pursed lips)
cheyne stokes, biot
Tanda tanda vital dalam
Auskultasi suara nafas, catat
rentang normal
area penurunan / tidak
AGD dalam batas
adanya ventilasi dan suara
normal
tambahan
Status neurologis dalam
Monitor TTV, AGD,
batas normal
elektrolit dan ststus mental
Observasi sianosis
khususnya membran mukosa
17
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
18
- Bronko spasme CVP dalam batas Evaluasi oedem perifer
- Kapilare refill > 3 dtk normal dan denyut nadi
- Retraksi dada Nadi perifer kuat dan Monitor peningkatan
- Penggunaan otot-otot simetris kelelahan dan kecemasan
tambahan Tidak ada oedem Instruksikan pada pasien
perifer dan asites untuk tidak mengejan
Denyut jantung, selama BAB
AGD, ejeksi fraksi Jelaskan pembatasan
dalam batas normal intake kafein, sodium,
Bunyi jantung kolesterol dan lemak
abnormal tidak ada Kelola pemberian obat-
Nyeri dada tidak ada obat: analgesik, anti
Kelelahan yang koagulan, nitrogliserin,
ekstrim tidak ada vasodilator dan diuretik.
Tidak ada Tingkatkan istirahat
ortostatikhipertensi (batasi pengunjung,
kontrol stimulasi
lingkungan)
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau kecatatan, perubahan
peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.
19
Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
Krisis situasional, - Koping (penurunan kecemasan)
perubahan status Setelah dilakukan asuhan Gunakan pendekatan yang
kesehatan, perubahan selama ……………klien menenangkan
konsep diri. kecemasan teratasi dgn Nyatakan dengan jelas
kriteria hasil: harapan terhadap pelaku
DO/DS: Klien mampu pasien
- Insomnia mengidentifikasi dan Jelaskan semua prosedur
- Kontak mata kurang mengungkapkan dan apa yang dirasakan
- Kurang istirahat gejala cemas selama prosedur
- Berfokus pada diri Mengidentifikasi, Temani pasien untuk
sendiri mengungkapkan dan memberikan keamanan
- Iritabilitas menunjukkan tehnik dan mengurangi takut
- Takut untuk mengontol Berikan informasi faktual
- Nyeri perut cemas mengenai diagnosis,
- Penurunan TD dan Vital sign dalam batas tindakan prognosis
denyut nadi normal Libatkan keluarga untuk
- Diare, mual, kelelahan Postur tubuh, ekspresi mendampingi klien
- Gangguan tidur wajah, bahasa tubuh Instruksikan pada pasien
- Gemetar dan tingkat aktivitas untuk menggunakan
- Anoreksia, mulut kering menunjukkan
tehnik relaksasi
- Peningkatan TD, denyut berkurangnya
Dengarkan dengan penuh
nadi, RR kecemasan
perhatian
- Kesulitan bernafas
Identifikasi tingkat
- Bingung
kecemasan
- Bloking dalam
Bantu pasien mengenal
pembicaraan
situasi yang menimbulkan
- Sulit berkonsentrasi
kecemasan
20
Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Kelola pemberian obat
anti cemas:........
4.Implementasi
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan.
5.Evaluasi
Tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya.
21
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
22
Mekanisme Cedera (Trauma) :muncul 24-48 jam setelah
penyakit berat atau trauma.
- Napas cepat
Medication/ Pengobatan :
23
Penggunaan Cervikal Collar :..........
Tidak Ada
Nafas : Spontan
Tidak Spontan
Lain
24
Suara Nafas : Vesikuler Stidor Wheezing Ronchi
Keluhan Lain:
Masalah Keperawatan: -
Pucat : Ya Tidak
Sianosis : Ya Tidak
ada
25
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah
Luka bakar
Keluhan Lain: -
Masalah Keperawatan: -
Kekuatan Otot :
4 4
Keluhan Lain : Ada hematoma
RE
PO
SU
26
Deformitas : Ya Tidak Lokasi ... ...
Luas Luka :
Kedalaman : -
Masalah Keperawatan:
27
Monitoring Jantung : Sinus Bradikardi Sinus Takikardi
Saturasi O2 : … …%
Masalah Keperawatan:-
Problem :
Qualitas/ Quantitas :
Regio
Skala :
Timing :
GIVE COMFORT
Lain-lain :-
Masalah Keperawatan:
28
Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK
Masalah Keperawatan:
Masalah Keperawatan:
Data Tambahan :
29
Pengkajian Bio, Psiko, Sosio, Ekonomi, Spritual & Secondary
Survey
Pemeriksaan Penunjang :
Terapi Medis :
30
2. ANALISA DATA
Bersihan jalan
tidak efektif
31
2. DS: - pasien mengatakan sulit Edema paru Ansietas
tidur
- Paien mengatakan Penurunan
takut surfaktan
DO:
- Kontak mata kurang Kolaps alveolar
- Berfokus pada diri sendiri yang progresif
- Diare, mual, kelelahan
- Gemetar Penurunan
- Anoreksia, mulut kering compliance paru
- Bingung
- Bloking dalam Sesak
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi Ansietas
32
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH (BERDASARKAN
YANG MENGANCAM)
1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya tahanan jalan
nafas (edema interstisisial).
2. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau kecatatan, perubahan
peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
33
No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf
Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)
34
No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf
Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)
normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Mampu
mengidentifikasi
kan dan
mencegah faktor
yang penyebab.
Saturasi O2
dalam batas
normal
Foto thorak
dalam batas
normal
35
No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf
Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)
36
II. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Tn.S No. RM : 56-1257
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
P: Lanjutkan semua
intervensi
37
02 Menggunakan S : Pasien mengatakan
Maret pendekatan yang sudah sedikit tidak cemas
2019 menenangkan
O: Pasien tampak sedikit
2.
Menjelaskan semua
10.00 tidak cemas
prosedur dan apa yang
dirasakan selama
prosedur A: Tujuan belum tercapai
Menemani pasien untuk
memberikan keamanan
dan mengurangi takut P: Lanjutkan semua
38
39
III. EVALUASI KEPERAWATAN
No Tgl / Diagnosa
Catatan Perkembangan Paraf
jam Keperawatan
40
No Tgl / Diagnosa
Catatan Perkembangan Paraf
jam Keperawatan
41
3.2 HASIL PEMBAHASAN
Hasil dari pembahasan kasus diatas adalah Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
merupakan keadaan gagal nafas yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya (Mutaqqin, 2013).
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan dari gagal nafas
akut yang ditandai dengan : hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru, dispnea, edema paru-paru
bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar. Selain itu ARDS juga dikenal dengan
nama “noncardiogenic pulmonary edema atau shock pulmonary” (Somantri, 2007).
Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner yang menyebabkan
gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas membran alveolokapiler.
Cairan terakumulasi dalam interstisium paru-paru dan ruang alveolar. ARDS parah bisa
menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal, tetapi pasien yang sembuh mungkin
hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau tidak sama sekali (Farid, 2006).
Patofisiologi ARDS : ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel
mikrovaskuler. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung. Kedua hal
tersebut mengakibatkan inflamasi, yang dibagi dalam 3 fase yang dapat dijumpai secara tumpang
tindih: inisiasi, amflikasi dan injury.
Pada fase inisiasi, kondisi yang menjadi factor resiko akan menyebabkan sel-sel imun dan
non imun melepaskan mediator-mediator dan modulator-modulator inflamasi di dalam paru dan
ke sistemik.
Pada fase amflikasi, sel efektor seperti netrofil teraktifasi, tertarik dan tertahan di dalam
paru. Di dalam organ target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan
protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya.
Fase ketiga disebut fase injury. Kerusakan pada membrane alveolar-kapiler menyebabkan
peningkatan permeabilitas membrane, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang
alveolar.
Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan terjadi kerusakan
lebih jauh.
Terdapat 3 fase kerusakan alveolus : Fase eksudatif (ditandai edema interstisial dan
alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe 1 dan denudasi atau terlepasnya membrane basalis,
pembengkakan sel endotel dengan pelebaran interseluler junction, terbentuknya membrane hialin
42
pada ductus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neotrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner
dan berkurangnya compliance paru. Fase proliferative : paling cepat timbul setelah 3 hari sejak
onset, ditandai proliferasi sel epitel pneumosit tipe 2. Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru
menjadi padat karena fibros.
Dari hasil analisa kelompok didapatkan satu diagnosa utama keperawatan yang mengacu
pada kasus Tn.S yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif dan ansietas.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan hasil dari catatan perkembangan S : Pasien mengatakan
sedikit tidak sesak dan sudah sedikit tidak cemas
O:
43
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal.
4.1 Saran
1. Kepada perawat diharapkan dapat memberikan komunikasi yang jelas kepada pasien dalam
mempercepat penyembuhan. Berikan pula Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien
untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya resti Pada ards
2. Kepada tenaga keperawatan untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan
ARDS.sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Kepada dosen pembimbing dapat memberikan penjelasan secara merinci tentang askep pada
pasien ARDS
44
DAFTAR PUSTAKA
Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). ‘Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)’ Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Guntur AH. (2007). ‘Sepsis’ Dalam : buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : FKUI
Udobi KF, Touijer K. (2003). Acute Respiratory Distress Syndrome. Am Fam Physician. Vol. 67
(2) :315-322. http://www.biomedcentral.com/1471-230X/11/35
Ware LB, Matthay MA.(2000) The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med vol (342)
1334-1349. www.nejm.org
Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda, Intervensi Nic,
Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.
45