You are on page 1of 37

Case Report Session

PERDARAHAN SUBARAKNOID

Oleh:
Ardilla Arsa
1210311003

Preseptor:
Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S (K)
dr. Restu Susanti, Sp.S, M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
kurnia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan case report session ini yang berjudul
perdarahan subaraknoid.

Case report session ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis dan pembaca tentang abses serebri, selain itu juga untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu penyakit syaraf RSUP
Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan case report session kasus ini, terutama
preseptor kami Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S (K) dan dr. Restu Susanty Sp.S, M. Biomed
yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, saran, dan perbaikan
kepada kami.

Dengan demikian, kami berharap agar case report session ini dapat bermanfaat dalam
menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai abses serebri.

Padang, 11 Juni 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................... 4
Batasan Masalah ................................................................................... 5
Tujuan Penulisan .................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi ................................................................................................. 6
Epidemiologi ........................................................................................ 6
Etiologi ................................................................................................. 7
Patogenesis ........................................................................................... 7
Gambaran Klinis ................................................................................... 8
Diagnosis .............................................................................................. 9
Diagnosis Banding.............................................................................. 10
Penatalaksanaan .................................................................................. 13
Komplikasi dan Prognosis .................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................... 20
BAB IV DISKUSI ...................................................................................... 24
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ......................................................................................... 36

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perdarahan subaraknoid merupakan proses pecahnya pembuluh darah di ruang yang

berada di bawah araknoid (subaraknoid).1 Perdarahan subarachnoid (PSA) menjadi penyakit

berbahaya, dimana penderita yang mengalaminya terkena defisit neurologis. Perdarahan ini

kebanyakan berasal dari perdarahan arteri akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah

serebral atau malformasi arterio-venosa yang rupture, dan sebab lainnya.2

Kejadian perdarahan subaraknoid menduduki 7-15 % dari seluruh gangguan peredaran

darah otak (GDPO).3 Prevalensi terjadinya perdarahan subaraknoid dapat mencapai hingga

33.000 orang per tahun di Amerika Serikat, sedangkankan angka kematiannya adalah 16 per

100.000 populasi, dipengaruhi oleh faktor diet, herediter dan keadaan ekonomi yang berperan

dalam patogenesisnya. Perdarahan subaraknoid diklasifikasikan atas traumac subarachnoid

hemorrages yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang diakibatkan oleh kecelakaan dan

spontaneous subarachnoid hemorrhages disebabkan oleh ruptur aneurisma atau abnormalitas

pembuluh darah otak.1

Gejala klinis perdarahan subaraknoid berbeda pada masing-masing individu

tergantunga pada bagian dan lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan

perdarahan subaraknoid saja atau kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral atau

intraventrikular. Gejala yang biasanya dikeluhkan dapat bervariasi dari meningismus ringan,

nyeri kepala, sampai defisit neurologi berat dan koma serta reflek Babinski positif bilateral

sementra.4

Terapi pertama dari perdarahan subaraknoid dengan mengidentifikasi sumber

perdarahan, dapat diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravascular lain.abses

4
serebri meliputi terapi antibiotik dan tindakana bedah. Pembedahan dini dapat memperbaiki

prognosis pasien.1,5

Batasan Penulisan

Makalah ini dibatasi pada pembahasan definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, terapi, dan perdarahan subaraknoid..

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca

mengenai definisi, epidemiologi, etiologi dan patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan dan

diagnosis, diagnosis banding, tata laksana, prognosis, dan komplikasi dari perdarahan

subaraknoid.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan subaraknoid (PSA) adalah suatu proses patologis yang terjadi akibat

perdarahan di rongga sub araknoid. Darah yang masuk kedalam ruang subarknoid baik dari

tempat lain (PSA sekunder) atau sum ber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu

sendiri (PSA primer). Ada 2 mekanisme yaitu pendarahan yang bersifat traumatik dan non

traumatik. Pendarahan yang bersifat trauma disebabkan oleh trauma kepala yang hebat. Namun,

penggunaan akrab istilah SAH mengacu pada perdarahan non traumatik, yang biasanya terjadi pada

pecahnya aneurisma otak atau arteriovenous malformation (AVM). Perdarahan ini kebanyakan

berasal dari perdarahan arteri akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau

malformasi arterio-venosa yang rupture, dan sebab lainnya.1,2,6

2.2 Epidemiologi

Kejadian kasus perdarahan subarachnoid sekitar 10 kasus per 100.000 orang per tahun,

dengan jumlah sekitar 3% dari seluruh kejadian stroke. Anggka kejadian Perdarahan sub

araknoid Amerika Serikat dan Indonesia masing-masing adalah 9,7 dan 10,8 kasus per

100.000 per tahun. Perdarahan subarachnoid biasanya didapatkan pada usia dewasa muda

baik pada laki-laki maupun perempuan.7

Insidens perdarahan subarachnoid meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih

tinggi pada wanita daripada laki-laki serta lebih tinggi ada ras kulit hitam dan orang hispanik

dari pada ras kulit putih. Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul pertama kali pada usia

40-60 tahun, kejadian mati mendadak karena perdarahan subaraknoid sebesar 2% dari seluruh

kasus, sebagian besar (9%) terjadi pada umur dibawah 45 tahun. Pada AVM (Atrio Vena

Malformasi) laki-laki lebih banyak dari perempuan.3,8

6
2.3 Etiologi

Sebanyak 85% kasus penyebab subaraknoid sekunder adalah rupture spontan aneurisma

serebral, 10% kasus idiopatik sering terjadi di daerah perimecencephalic, 5% kasus jarang

terjadi seperti diseksi arteri, malformasi arteriovenosa (MAV), fistula arteriovenosa dural,

aneurisma mikotik, aneurisma fusiform, serebral amyloid Angiopati, sindrom vasokonstriksi

reversibel dan vaskular, dan lesi di sumsum tulang belakang.8

Faktor risiko pecahnya aneurisma yaitu; hipertensi arterial, merokok, alkohol,

penyalahgunaan dan penggunaan kokain serta faktor genetik berhubungan dengan aneurisma

intracranial dan perdarahan subaraknoid.8

2.4. Patofisiologi

Aneurisma intrakranial biasanya terbentuk pada titik-titik cabang arteri serebral utama,

tempat terdapatnya tekanan pulsasi maksimal. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum

adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri

bifucartio cerebri. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15%

dalam sirkulasi posterior. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di

bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arteri otak posterior. Aneurisma sering terjadi pada

pembuluh darah intrakranial karena struktur pembuluh darah yaitu pada bagian lamina elastic

external dan lapisan adventitia sangat tipis. Aneurisma biasanya terjadi di bagian terminal

dari arteri karotis internal dan bercabang pada arteri serebral besar di bagian anterior dari

lingkaran Willis. Hal ini sebagai akibat dari tekanan hidrostatik dari aliran darah dan

turbulensi terbesar di bifurcations arteri. Sebuah aneurisma yang telah matang memiliki

kekurangan pada lapisan media, dimana lapisan tersebut digantikan oleh jaringan ikat, dan

lamina elastis pada pembuluh darahnya juga berkurang.9,10

Probabilitas pecah terkait dengan ketegangan di dinding aneurisma. Hukum La Place

menyatakan bahwa ketegangan ditentukan oleh radius aneurisma dan gradien tekanan di dinding

7
aneurisma. Risiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi, ukuran dan ketebalan dinding

aneurisma. Aneurisma sirkulasi serebral anterior dengan diameter kurang dari 7 mm

mempunyai risiko pecah terendah, risiko lebih tinggi terjadi pada aneurisma di sirkulasi

serebralposterior dan akan meningkat sesuai besarnya ukuran aneurisma.10

Pemeriksaan patologis dari ruptur aneurisma pada otopsi menunjukkan disorganisasi

bentuk vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen

berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen

dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung jawab

atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi rendah.11

2.5. Gejala klinis

Manifestasi perdarahan subaraknoid spontan ditandai dengan sakit kepala parah luar

biasa dengan serangan tiba-tiba dan dapat meluas. Sakit kepala yang terjadi disebut petir,

sering digambarkan sebagai "ledakan" karena intensitas dan kecepatan onset nyeri mencapai

waktu puncak beberapa detik dalam 75% kasus. Sakit kepala yang terjadi disertai dengan

keadaan kesadaran yang berubah, defisit fokal neurologis dan muntah, namun sepertiga

kasus, sakit kepala adalah satu-satunya gejala. pada 77% kasus, Sakit kepala disertai dengan

fotofobia, mual dan Muntah.2,8

Pada 53% dari 109 pasien dan dua pertiga dari 346 pasien saat tiba di rumah sakit

dalam keadaan gangguan kesadaran. Sekitar setengah dari mereka berada dalam keadaan

Koma. Jarang pasien dengan perdarahan subaraknoid datang dengan gejala akut yaitu

kebingungan (1-2% kasus). Defisit neurologis fokal terdeteksi pada 10% kasus, dikarenakan

perpanjangan pendarahan di Parenkim otak atau pada iskemia serebral fokus sekunder untuk

vasokonstriksi akut segera terjadi setelah pecahnya aneurisma.8

Defisit yang terjadi tergantung lokasi pendarahan. Jika lengkap atau defisit parsial saraf

kranial ketiga akibatnya terjadi iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala

8
nyeri kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual,

muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda kernig). Kesadaran dapat

terganggu segera atau dalam beberapa jam pertama. Pada perdarahan yang lebih berat, dapat

terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat

dilihat lokalisasi edema papil dan perdarahan retina.8

Skema grading yang diajukan oleh Hunt dan Hess pada tahun 1986 masih berguna pada

praktek klinis, dan memberikan gambaran kasar pada prognosis pasien.2

Grade Gambaran Klinis


1 Asimtomatik atau Sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
2 Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat dalam hidupnya),
meningismus, deficit saraf cranial (parese n. Abdusen)
3 Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
4 Stupor, deficit neurologi berat ( hemiparesis), manifestasi otonom
5 Koma, deserebrasi

2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Anamnesis dapat dinilai dari manifestasi klinis pada pasien. Kejadian

misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara 23% hingga 53%. Karena itu,

setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih cermat. Anamnesis yang cermat

mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka dari itu faktor resiko terjadinya PSA perlu

diperhatikan seperti pada tabel berikut.1

Bisa dimodifikasi Tidak bias dimodifikasi


Hipertensi Riwayat pernah menderita PSA
Perokok (masih atau riwayat) Riwayat keluarga dengan PSA
Konsumsi alcohol Penderita atau riwayat keluarga
menderita polikistik renal
Tingkat pendidikan rendah
BMI rendah
Konsumsi kokain dan narkoba jenis
Lainnya
Bekerja keras terlalu ekstrim pada
2jam sebelum onset

9
Pada pemeriksaan fisik dijumpai semua gejala dan tanda seperti yang dijelaskan

sebelumnya. Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi langsung

oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau c)

meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan

nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat

patognomik untuk PSA.4

Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri karotis

interna dapat menyebabkan paresis n. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil,

dan/atau deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan

paresis n. VI. Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya perdarahan retina atau

edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial. Adanya fenomena embolik distal harus

dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm. 5

2.7 Diagnosis Banding

Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan stroke hemoragik
akibat perdarahan subarakhnoid, yaitu11
1. Migraine
2. Cluster headache
3. Paroxysmal hemicranial
4. Non-hemorrhagic stroke

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan pemeriksan.1

1. CT Scan

Pilihan utama dilakukan emeriksaan CT scan tanpa kontras adalah karena mampu

menentukan lokasi perdarahan lebih akurat dan sensitivitasnya tinggi; sensitivitasnya

10
mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan, namun akan

mengalami penurunan 1 minggu setelah serangan.1

Tampilan pendarahan subarachnoid menggunakan pemeriksaan CT-Scan Otak

2. Pungsi Lumbal

Langkah diagnostic selanjutnya jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, adalah

pungsi lumbal. Pemeriksaan ini sangat penting dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis

banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan

subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau

xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan

menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang

memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di

cairan serebrospinal.1

3. Angiografi

Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk mendeteksi

aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena sensitivitas dan

11
spesifitasnya lebih tinggi dan non-invasif serta. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh

darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple. Foto

radiologic yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua

tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya

malformasi vascular di otak maupun batang otak.1

Tampilan deteksi aneurisma dengan menggunakan CT angiografi

Parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan prognosis pada

perdarahan subaraknoid adalah skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan. Selain itu, skor

Fisher juga bisa digunakan untuk mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan

munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan.

Tabel Skor Fisher1


Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala
1 Tidak terdeteksi adanya adanya darah
2 Deposit darah difusi atau lapisan vertical terdapat darah ukuran <1 mm, tidak ada
jendalan
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal dengan ukuran
>1mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara difus atau tidak

12
ada darah

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah identifikasi
sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan
intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasive terhadap central
venous pressure dan atau pumonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah
arteri, harus terus dilakukan. Untuk mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi
pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesic dan pasien
harus istirahat total.1

Tatalaksana umum pasien perdarahan subraknoid berdasarkan Hunt & Hess:4

PSA derajat I atau II PSA derajat III, IV atau V


- Identifikasi dan atasi nyeri kepala - Perawatan harus lebih intensif1
sedini mungkin - Lakukan penatalaksanaan ABC
- Tirah baring total dengan posisi sesuai dengan protokol pasien
kepala ditinggikan 300dan nyaman, diruang gawat darurat
bila perlu berikan O2 2-3 L/menit - Perawatan sebaiknya dilakukan
- Hati-hati dalam pemakaian sedatif diruang intensif atau semiintensif
(kesulitan dalam penilaian tingkat - Untuk mencegah aspirasi dan
kesadaran). menjamin jalan napas yang adekuat
- Pasang infus diruang gawat perlu dipertimbangkan intubasi
darurat, usahakan euvolemia dan endotrakheal dengan hati-hati
monitor ketat sistem terutama apabila didapatkan tanda-
kardiopulmoner dan kelainan tanda tekanan tinggi intrakranial
neurologi yang timbul - Hindari pemakaian obat-obatan
sedatif yang berlebihan karena
akan menyulitkan penialaian status
neurologi

. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 10


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi
saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi
PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien
dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk

13
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi
yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

Operasi pada aneurisma yang rupture


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi
klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.

Tatalaksana pencegahan vasospasme


a. Pemberian nimodipin sebelum terjadinya vasospasme, semua pasien harus menerima
profilaksis dengan nimodipin dalam waktu 12 jam setelah SAH didiagnosis. Dosis
yang lazim adalah 60 mg setiap 4 jam dengan pemakaina oral atau lewat NGT
(nasogastric tube), dan harus dilanjutkan selama 21 hari. Secara meta-analisis
menunjukkan penurunan yang signifikan untuk terjadinya kematian terkait dengan
pemberian nimodipin sebagai prophylaxis dan juga pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.

14
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 NaCl 3% IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure
12-14 mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.

Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan
dosis 6-12 g/hari.10
Antihipertensi 10
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi

15
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1
mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.10
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.10
Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.10
Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan
infeksi.
2.10 Komplikasi dan Prognosis
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa

sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama sekitar 60%. Apabila

tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah

maka sekitar 30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama,

16
dan 60% dalam 2 bulan pertama.4 Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat

pada table. Sistem Ogilvy dan Carter berikut ini.

Skor Keterangan
1 Nilai Hunt dan Hess > III
1 Skor skala Fisher > 2
1 Ukuran aneurisma > 10 mm
1 Usia pasien > 50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (> 25mm)

Jika didapatkan skor 5 artinya prognosis buruk, sedangkan skor 0 prognosis baik
Prognosis perdarahan subaraknoid juga dapat dipengaruhi lokasi dan jumlah perdarahan
serta ada tidaknya komplikasi yang menyertai.
Komplikasi yang fatal pada perdarahan subaraknoid yaitu:4
1. Hidrosefalus

Gangguan sirkulasi dan/atau resorpsi LCS, jika terjadi, timbul sangat cepat setelah

munculnya SAH. Hipertensi intrakranial yang disebabkannya sering menurunkan kesadaran

pasien dan juga dapat menimbulkan defisit neurologi fokal. Hidrosefalus dapat diterapi secara

efektif dengan drainase ventrikular eksternal. Drainase lumbal jarang digunakan.4

2. Vasospasme

Terjadi beberapa hari kemudian, kemungkinan melalui efek zat vasoaktif yang

terkandung di dalam darah subarakhnoid yang mengalami ekstravasasi. Resiko vasospasme

dapat dikurangi dengan pengangkatan darah subarakhnoid sebanyak mungkin dengan

pembedahan, dan dengan hipertensi yang diinduksi secara terapeutik. Cara ini biasanya

cukup untuk mencegah perkembangan infark vasospastik, komplikasi yang sangat ditakuti.

Vasospasme adalah penghambat serius pada diagnostis dan terapi efektif perdarahan

subarakhnoid aneurismal.4

17
3. Perdarahan berulang

Jika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan subarakhnoid awal. Resiko

perdarahan ulang adalah 20% pada hari 14 pertama setelah SAH awal, dan 50% pada enam

bulan pertama, jika aneurisma belum diobliterasi. Tidak seperti SAH awal, perdarahan ulang

sering menimbulkan hematoma intraparenkimal yang besar, karena ruang subarakhnoid

disekitar aneurisma sebagian tertutup oleh adesi yang disebabkan oleh perdarahan awal. Pada

kasus-kasus tersebut, manifestasi klinis dan perjalanan perdarahan ulang aneurismal adalah

seperti yang dideskripsikan di atas mengenai perdarahan intraserebral spontan.4

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Setyopranoto, I. Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid. Continuing Medical


Education. 2012 CDK-199/ vol. 39 no. 11
2. Baehr, M. M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012
3. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press; 2000.
4. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Pres; 2011.
5. Zebian, R.C. Emergent Management of Subarachnoid Hemorrhage. 2015. From:
http://emedicine.medscape.com/article/794076-overview
6. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia:
Jakarta, 2007
7. Davis, Larry E, Molly K. King, dan Jessica L. Schultz. 2005. Disorders of the
Cerebrovascular System in Fundamentals of Neurologic Disease. New Mexico:
Demos. 94-9.
8. Boccardi, E, et all. Emergency Management in Neurology: Hemorrhagic
Stroke.2017.p.29
9. Bogousslavsky, J. Frontiers of Neurology and Neuroscience: Manifestation of
stroke.2012. Vol.30.p.150
10. Setyopranoto, Hasan.penatalaksanaan Subaraknoid.2012.CKD-199 vol.39 no.11
11. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid Hemorrhage. Netter's
Neurology2014. p. 526-37.
12. Hennerici, Michael G, et.all. Oxford Neurology Library: Sroke.2012.p.138-139

19
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 33 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku bangsa : Minangkabau

Alamat : Pasar Usang Padang Pariaman

Pekerjaan : Wiraswasta

II. Alloanamnesis

Seorang pasien laki-laki umur 33 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang

tanggal 30 Mei 2017 jam 03.15 WIB dengan:

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang

- Penurunan kesadaran sejak1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini terjadi

tiba-tiba saat sedang aktivitas. Awalnya pasien sering gelisah dan meracau, dua hari

kemudian pasien lebih banyak tidur, namun masih menyahut dan membuka mata

saat dipanggil oleh keluarga.

- Keluhan diawali dengan nyeri kepala hebat yang dirasakan berdenyut diseluruh

bagian kepal, sehingga pasien tampak gelisah dan meracu

- Nyeri tersebut semakin bertambah dan tidak berkurang dengan obat anti nyeri

biasanya.

- Keluhan pasien juga disertai dengan mual dan muntah sebanyak 2 kali berisi apa

yang dimakan.

20
- Tidak tampak adanya kelemahan anggota gerak.

- Kejang 1 kali di IGD M. Djamil, kaku pada seluruh tubuh 1 menit mata melirik ke

atas, lidah tidak tergigit, mulut tidak berbuih dan tidak mengompol

- Demam (-)

- BAB dan BAK tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat hipertensi, stroke, diabetes mellitus, penyakit jantung tiak ada

 Riwayat sering nyeri kepala sebelumnya tidak diketahui keluarga

 Riwayat kejang sebelumnya tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

 Ayah pasien mempunyai riwayat hipertensi

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

 Tidak ada anggota keluarga menderita Diabetes Mellitus dan stroke.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien seorang wiraswasta

Merokok ada, 5-10 batang/hari selama ± 15 tahun

III. Pemeriksaan Fisik

a. Umum

Keadaan umum : sakit berat

Kesadaran : somnolen (GCS = E3M5V3 = 11)

Tekanan darah : 180/80 mmHg

21
Frekuensi nadi : 83 x / menit

Frekuensi nafas : 24 x / menit

Suhu : 37,8º C

b. Status Internus

Kulit : perfusi baik

Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Rambut : tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thorak

Paru

Inspeksi : simetris kiri = kanan, normochest

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama regular, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : tidak membuncit

22
Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Korpus vertebrae

Inspeksi : deformitas tidak ada

Palpasi : gibus tidak ada

Alat kelamin : tidak diperiksa

c. Status Neurologis

GCS 11 (E3M5V3 = 11)

1. Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : tidak ada

 Brudzinsky I : tidak ada

 Brudzinsky II : tidak ada

 Tanda Kernig : tidak ada

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

 Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, refleks kornea +/+, dolls eye

manuver (+)

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. II (Optikus)

23
Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Lapangan pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Melihat warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Bulat Bulat

Ptosis - -

Gerakan bulbus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Strabismus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Nistagmus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Ekso/endotalmus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Pupil

 Bentuk Bulat, d= 3mm Bulat, d= 3mm

 Refleks cahaya (+) (+)

 Refleks akomodasi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

 Refleks konvergensi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Sikap bulbus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

24
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke lateral Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Sikap bulbus Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik

 Membuka mulut Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

 Menggerakkan rahang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

 Menggigit Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

 Mengunyah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Sensorik

 Divisi oftalmika

- Refleks kornea (+) (+)

- Sensibilitas (+) (+)

 Divisi maksila

- Refleks masetter (+) (+)

- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai

25
 Divisi mandibula

- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Plika nasolabialis asimetris

Sekresi air mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Fissura palpebra Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menggerakkan dahi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menutup mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mencibir/ bersiul Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Memperlihatkan gigi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Hiperakusis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri

Suara berbisik Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Detik arloji Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Rinne tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Weber tes Tidak diperiksa

26
Schwabach tes Tidak diperiksa

- Memanjang

- Memendek

Nistagmus (-) (-)

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal

Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Refleks muntah (Gag Rx) (+) (+)

N. X (Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Tidak dapat dinilai

Uvula Tidak dapat dinilai

Menelan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Suara Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Nadi Teratur Teratur

N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri

27
Menoleh ke kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menoleh ke kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mengangkat bahu kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mengangkat bahu kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah dalam Tidak dapat dinilai

Kedudukan lidah dijulurkan Tidak dapat dinilai

Tremor Tidak dapat dinilai

Fasikulasi Tidak dapat dinilai

Atropi Tidak dapat dinilai

1. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan Tidak dapat dinilai Disartria Tidak dapat dinilai

Romberg tes Tidak dapat dinilai Disgrafia Tidak dapat dinilai

Ataksia Tidak dapat dinilai Supinasi-pronasi Tidak dapat dinilai

Rebound Tidak dapat dinilai Tes jari jari Tidak dapat dinilai

phenomen

Test tumit lutut Tidak dapat dinilai Tes hidung jari Tidak dapat dinilai

2. Pemeriksaan fungsi motorik

a. Badan Respirasi Teratur

28
Duduk

b. Berdiri dan berjalan Gerakan spontan Tidak dapat dinilai

Tremor

Atetosis

Mioklonik

Khorea

c. Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Tidak Aktif Tidak Aktif Tidak Aktif Tidak Aktif

Kekuatan 555 555 555 555

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

3. Pemeriksaan sensibilitas

Sensibiltas taktil

Sensibilitas nyeri

Sensiblitas termis

Sensibilitas kortikal (+) dengan rangsangan nyeri

Stereognosis

Pengenalan 2 titik

Pengenalan rabaan

4. Sistem refleks

29
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea (+) (+) Biseps ++ ++

Berbangkis Triseps ++ ++

Laring KPR ++ ++

Masetter APR ++ ++

Dinding perut Bulbokavernosus

Atas Cremaster

Tengah Sfingter

Bawah

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Lengan

Hoffmann- (-) (-) Babinski (-) (-)

Tromner

Chaddocks (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Klonus paha (-) (-)

Klonus kaki (-) (-)

5. Fungsi otonom

- Miksi : menggunakan kateter

- Defekasi : Baik

- Sekresi keringat : Baik

6. Fungsi luhur

30
Kesadaran Somnolen Tanda dementia -

Reaksi bicara Tidak dapat dinilai Reflek glabella -

Fungsi intelek Tidak dapat dinilai Reflek snout -

Reaksi emosi Tidak dapat dinilai Reflek menghisap -

Reflek memegang -

Reflek palmomental -

IV. Laboratorium

 Darah :

Hb : 14,0 gr%

Ht : 38%

Leukosit : 16.780/mm

Trombosit : 248.000/mm 3

GDR : 141 mg%

Ureum : 19 mg%

Kreatinin : 0,7 mg%

Natrium : 133 mmol/L

Kalium : 2,0 mmol/L

Kalsium : 0,1 mmol/L

Kesan : Leukositosis, penurunan kalsium,

penurunan kalium, penurunan natrium

31
V. Pemeriksaan Ajuran

1. EKG : Pasien gelisah

2. Brain CT – Scan

Kesan: tampak lesi ditalamus dextra dan tampak pula lesi hiperdens yang

menigisi ruang intersula midline shift (-) sulci menyempit differensiasi menyebar.

Kesan: perdarahan subaraknoid fisher grade III

VI. Diagnosis :

Diagnosis Klinis : Perdarahan subaraknoid grade III

Dianosis Topik : Ruang subaraknoid

32
Diagnosis Etiologi : Ruptur aneurisma

Diagnosis Sekunder : Hipokalemia, hipokalsemia

VII. Prognosis :

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

VIII. Terapi :

Umum

Elevasi kepala 300

O2 4 L/ menit

IVFD Asering 12 J/Kolf

MC 1800 kkal per NGT

Kateter

Khusus

Tramadol 1 ampul 8 j/kolf

Manitol 20% inisial 300 cc

HLP 3 x 10 mg (IV)

Asam tranexamat 4 x 1 gr (IV)  aff

Citicolin 2 x 250 g (IV)

Drip KCl 2 fls

Ca Glukones 3 x 1 ampul

PCT 4 x 750 gr (PO)

KSR 2 x 600 gr (PO)

33
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki, usia 33 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang

dengan diagnosis klinis penurunan kesadaran + perdarahan subaraknoid fisher grade III,

diagnosis topikruang subaraknoid, diagnosis etiologi rupture aneurisma, dan diagnosis

sekunder hipokalemia dan hipokalsemia. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik.

Berdasarkan anamnesis didapatkan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS. Hal ini

terjadi berangsur-angsur, awalnya pasien tampak sering mengantuk, dua hari kemudian

pasien tidak menyahut dan tidak membuka mata saat dipanggil oleh keluarga. Keluhan ini

diawali dengan nyeri kepala hebat yang dirasakan berdenyut diseluruh bagian kepala,

sehingga pasien tampak gelisah dan meracau. Perdarahan subaraknoid ditandai dengan

gejala-gejala seperti sakit kepala parah luar biasa dengan serangan tiba-tiba dan dapat meluas.

Sakit kepala yang terjadi disertai dengan fotofobia dan keadaan kesadaran yang berubah,

defisit fokal neurologis dan muntah.2,7

Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan GCS 11, tidak ada tanda rangsangan

meningeal, tidak ada tanda peningkatan tekanan intrakranial, pupil isokor dengan diameter 3

mm/3mm, refleks cahaya (+/+), refleks kornea (+/+), doll’s eye manuver (+). Pemeriksaan

sensorik didapatkan respon positif terhadap rangsangan nyeri. Pada pemeriksaan otonom

inhibited bladder sukar dinilai, serta pada pemeriksaan motorik refleks fisiologis normal,

tidak ditemukan refleks patologis.

Hasil pemeriksaan Ct scan pada pasien ini tampak lesi ditalamus dextra dan tampak

pula lesi hiperdens yang menigisi ruang intersula midline shift (-) sulci menyempit

differensiasi menyebar.

34
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Tramadol 1 ampul 8 j/kolf merupakan

analgetik diberikan pada pasien untuk mengurasi sakit kepala pasien, Manitol 20% inisial 300

cc merupakan diuretik diberikan untuk menurunkan tekanan darah pasien, HLP 3 x 10 mg

(IV) merupakan obat anti psikosis diberikan untuk mengurangi gelisah pada pasien, Asam

tranexamat 4 x 1 gr (IV)  aff merupakan anti fibrinolitik diberikan untuk mencegah

tromsis, Citicolin 2 x 250 g (IV) merupakan neuroprotektif diberikan agar tidak terjadi

perluasan iskemik yang telah terjadi , Drip KCl 2 fls diberikan untuk meningkatkan kalium,

Ca Glukones 3 x 1 ampul diberikan untuk meningkatkan kadar kalsiem darah pasien, PCT 4 x

750 gr (PO) merupakan antipiuretik diberikan unyuk mrnurunkan suhu pasien, KSR 2 x 600

gr (PO) diberikan untuk meningkatkan kalium.

35
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Perdarahan subaraknoid adalah perdarahann yang terjadi di ruang

subaraknoid akibat pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid.

2. Kejadian kasus perdarahan subarachnoid sekitar 10 kasus per 100.000 orang

per tahun, dengan jumlah sekitar 3% dari seluruh kejadian stroke

3. Insidens perdarahan subarachnoid meningkat seiring bertambahnya usia dan

lebih tinggi pada wanita daripada laki-laki, prevalensi pertamakali 40-60

tahun

4. Kondisi yang berhubungan dengan perdarahan subaraknoid diantaranya akibat

aneurisma serebral dan malformasi arteriovenosa (MAV)

5. Grading pada perdaran subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess grade 1-4

6. Gejala klinis yang biasa dikeluhkan pasien diantaranya sakit kepala hebat,

disertai dengan keadaan kesadaran yang berubah dan fotofobia, defisit fokal

neurologis serta mual dan muntah

7. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan CT scan, pungsi lumbal serta

angiografi.

8. Prinsip pengobatan perdarahan subarakhnoid adalah identifikasi sumber

perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau

tindakan intravascular lain

9. Komplikasi yang berpotensi fatal adalah hisrosefalus, vasospasme dan

perdarahan berulang

36
10. Prognosis berdasarkan system Ogilvy dan carter serta tergantung lokasi dan

jumlah perdarahan srta ada tidalnya komplikasi yang menyertai.

37

You might also like