Professional Documents
Culture Documents
PERDARAHAN SUBARAKNOID
Oleh:
Ardilla Arsa
1210311003
Preseptor:
Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S (K)
dr. Restu Susanti, Sp.S, M.Biomed
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
kurnia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan case report session ini yang berjudul
perdarahan subaraknoid.
Case report session ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis dan pembaca tentang abses serebri, selain itu juga untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu penyakit syaraf RSUP
Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan case report session kasus ini, terutama
preseptor kami Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S (K) dan dr. Restu Susanty Sp.S, M. Biomed
yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, saran, dan perbaikan
kepada kami.
Dengan demikian, kami berharap agar case report session ini dapat bermanfaat dalam
menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai abses serebri.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................... 4
Batasan Masalah ................................................................................... 5
Tujuan Penulisan .................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi ................................................................................................. 6
Epidemiologi ........................................................................................ 6
Etiologi ................................................................................................. 7
Patogenesis ........................................................................................... 7
Gambaran Klinis ................................................................................... 8
Diagnosis .............................................................................................. 9
Diagnosis Banding.............................................................................. 10
Penatalaksanaan .................................................................................. 13
Komplikasi dan Prognosis .................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................... 20
BAB IV DISKUSI ...................................................................................... 24
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ......................................................................................... 36
3
BAB 1
PENDAHULUAN
berbahaya, dimana penderita yang mengalaminya terkena defisit neurologis. Perdarahan ini
kebanyakan berasal dari perdarahan arteri akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah
darah otak (GDPO).3 Prevalensi terjadinya perdarahan subaraknoid dapat mencapai hingga
33.000 orang per tahun di Amerika Serikat, sedangkankan angka kematiannya adalah 16 per
100.000 populasi, dipengaruhi oleh faktor diet, herediter dan keadaan ekonomi yang berperan
hemorrages yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang diakibatkan oleh kecelakaan dan
tergantunga pada bagian dan lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan
perdarahan subaraknoid saja atau kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral atau
intraventrikular. Gejala yang biasanya dikeluhkan dapat bervariasi dari meningismus ringan,
nyeri kepala, sampai defisit neurologi berat dan koma serta reflek Babinski positif bilateral
sementra.4
4
serebri meliputi terapi antibiotik dan tindakana bedah. Pembedahan dini dapat memperbaiki
prognosis pasien.1,5
Batasan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai definisi, epidemiologi, etiologi dan patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan dan
diagnosis, diagnosis banding, tata laksana, prognosis, dan komplikasi dari perdarahan
subaraknoid.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan subaraknoid (PSA) adalah suatu proses patologis yang terjadi akibat
perdarahan di rongga sub araknoid. Darah yang masuk kedalam ruang subarknoid baik dari
tempat lain (PSA sekunder) atau sum ber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu
sendiri (PSA primer). Ada 2 mekanisme yaitu pendarahan yang bersifat traumatik dan non
traumatik. Pendarahan yang bersifat trauma disebabkan oleh trauma kepala yang hebat. Namun,
penggunaan akrab istilah SAH mengacu pada perdarahan non traumatik, yang biasanya terjadi pada
pecahnya aneurisma otak atau arteriovenous malformation (AVM). Perdarahan ini kebanyakan
berasal dari perdarahan arteri akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau
2.2 Epidemiologi
Kejadian kasus perdarahan subarachnoid sekitar 10 kasus per 100.000 orang per tahun,
dengan jumlah sekitar 3% dari seluruh kejadian stroke. Anggka kejadian Perdarahan sub
araknoid Amerika Serikat dan Indonesia masing-masing adalah 9,7 dan 10,8 kasus per
100.000 per tahun. Perdarahan subarachnoid biasanya didapatkan pada usia dewasa muda
tinggi pada wanita daripada laki-laki serta lebih tinggi ada ras kulit hitam dan orang hispanik
dari pada ras kulit putih. Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul pertama kali pada usia
40-60 tahun, kejadian mati mendadak karena perdarahan subaraknoid sebesar 2% dari seluruh
kasus, sebagian besar (9%) terjadi pada umur dibawah 45 tahun. Pada AVM (Atrio Vena
6
2.3 Etiologi
Sebanyak 85% kasus penyebab subaraknoid sekunder adalah rupture spontan aneurisma
serebral, 10% kasus idiopatik sering terjadi di daerah perimecencephalic, 5% kasus jarang
terjadi seperti diseksi arteri, malformasi arteriovenosa (MAV), fistula arteriovenosa dural,
penyalahgunaan dan penggunaan kokain serta faktor genetik berhubungan dengan aneurisma
2.4. Patofisiologi
Aneurisma intrakranial biasanya terbentuk pada titik-titik cabang arteri serebral utama,
tempat terdapatnya tekanan pulsasi maksimal. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum
adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri
bifucartio cerebri. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15%
dalam sirkulasi posterior. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di
bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arteri otak posterior. Aneurisma sering terjadi pada
pembuluh darah intrakranial karena struktur pembuluh darah yaitu pada bagian lamina elastic
external dan lapisan adventitia sangat tipis. Aneurisma biasanya terjadi di bagian terminal
dari arteri karotis internal dan bercabang pada arteri serebral besar di bagian anterior dari
lingkaran Willis. Hal ini sebagai akibat dari tekanan hidrostatik dari aliran darah dan
turbulensi terbesar di bifurcations arteri. Sebuah aneurisma yang telah matang memiliki
kekurangan pada lapisan media, dimana lapisan tersebut digantikan oleh jaringan ikat, dan
menyatakan bahwa ketegangan ditentukan oleh radius aneurisma dan gradien tekanan di dinding
7
aneurisma. Risiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi, ukuran dan ketebalan dinding
mempunyai risiko pecah terendah, risiko lebih tinggi terjadi pada aneurisma di sirkulasi
bentuk vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen
berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen
dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung jawab
atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi rendah.11
Manifestasi perdarahan subaraknoid spontan ditandai dengan sakit kepala parah luar
biasa dengan serangan tiba-tiba dan dapat meluas. Sakit kepala yang terjadi disebut petir,
sering digambarkan sebagai "ledakan" karena intensitas dan kecepatan onset nyeri mencapai
waktu puncak beberapa detik dalam 75% kasus. Sakit kepala yang terjadi disertai dengan
keadaan kesadaran yang berubah, defisit fokal neurologis dan muntah, namun sepertiga
kasus, sakit kepala adalah satu-satunya gejala. pada 77% kasus, Sakit kepala disertai dengan
Pada 53% dari 109 pasien dan dua pertiga dari 346 pasien saat tiba di rumah sakit
dalam keadaan gangguan kesadaran. Sekitar setengah dari mereka berada dalam keadaan
Koma. Jarang pasien dengan perdarahan subaraknoid datang dengan gejala akut yaitu
kebingungan (1-2% kasus). Defisit neurologis fokal terdeteksi pada 10% kasus, dikarenakan
perpanjangan pendarahan di Parenkim otak atau pada iskemia serebral fokus sekunder untuk
Defisit yang terjadi tergantung lokasi pendarahan. Jika lengkap atau defisit parsial saraf
kranial ketiga akibatnya terjadi iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala
8
nyeri kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual,
muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda kernig). Kesadaran dapat
terganggu segera atau dalam beberapa jam pertama. Pada perdarahan yang lebih berat, dapat
terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat
Skema grading yang diajukan oleh Hunt dan Hess pada tahun 1986 masih berguna pada
2.6 Diagnosis
penunjang. Anamnesis dapat dinilai dari manifestasi klinis pada pasien. Kejadian
misdiagnosis pada perdarahan subarakhnoid berkisar antara 23% hingga 53%. Karena itu,
setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih cermat. Anamnesis yang cermat
mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka dari itu faktor resiko terjadinya PSA perlu
9
Pada pemeriksaan fisik dijumpai semua gejala dan tanda seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi langsung
oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau c)
meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan
nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat
Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri karotis
interna dapat menyebabkan paresis n. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil,
dan/atau deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan
paresis n. VI. Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya perdarahan retina atau
edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial. Adanya fenomena embolik distal harus
Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan stroke hemoragik
akibat perdarahan subarakhnoid, yaitu11
1. Migraine
2. Cluster headache
3. Paroxysmal hemicranial
4. Non-hemorrhagic stroke
1. CT Scan
Pilihan utama dilakukan emeriksaan CT scan tanpa kontras adalah karena mampu
10
mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan, namun akan
2. Pungsi Lumbal
Langkah diagnostic selanjutnya jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, adalah
pungsi lumbal. Pemeriksaan ini sangat penting dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau
xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan
menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang
cairan serebrospinal.1
3. Angiografi
aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena sensitivitas dan
11
spesifitasnya lebih tinggi dan non-invasif serta. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh
darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple. Foto
radiologic yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua
tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya
Parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan prognosis pada
perdarahan subaraknoid adalah skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan. Selain itu, skor
12
ada darah
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah identifikasi
sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan
intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasive terhadap central
venous pressure dan atau pumonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah
arteri, harus terus dilakukan. Untuk mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi
pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesic dan pasien
harus istirahat total.1
13
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi
yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
14
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
NaCl 3% IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure
12-14 mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan
dosis 6-12 g/hari.10
Antihipertensi 10
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
15
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1
mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.10
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.10
Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.10
Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan
infeksi.
2.10 Komplikasi dan Prognosis
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa
sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama sekitar 60%. Apabila
tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah
maka sekitar 30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama,
16
dan 60% dalam 2 bulan pertama.4 Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat
Skor Keterangan
1 Nilai Hunt dan Hess > III
1 Skor skala Fisher > 2
1 Ukuran aneurisma > 10 mm
1 Usia pasien > 50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (> 25mm)
Jika didapatkan skor 5 artinya prognosis buruk, sedangkan skor 0 prognosis baik
Prognosis perdarahan subaraknoid juga dapat dipengaruhi lokasi dan jumlah perdarahan
serta ada tidaknya komplikasi yang menyertai.
Komplikasi yang fatal pada perdarahan subaraknoid yaitu:4
1. Hidrosefalus
Gangguan sirkulasi dan/atau resorpsi LCS, jika terjadi, timbul sangat cepat setelah
pasien dan juga dapat menimbulkan defisit neurologi fokal. Hidrosefalus dapat diterapi secara
2. Vasospasme
Terjadi beberapa hari kemudian, kemungkinan melalui efek zat vasoaktif yang
pembedahan, dan dengan hipertensi yang diinduksi secara terapeutik. Cara ini biasanya
cukup untuk mencegah perkembangan infark vasospastik, komplikasi yang sangat ditakuti.
Vasospasme adalah penghambat serius pada diagnostis dan terapi efektif perdarahan
subarakhnoid aneurismal.4
17
3. Perdarahan berulang
Jika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan subarakhnoid awal. Resiko
perdarahan ulang adalah 20% pada hari 14 pertama setelah SAH awal, dan 50% pada enam
bulan pertama, jika aneurisma belum diobliterasi. Tidak seperti SAH awal, perdarahan ulang
disekitar aneurisma sebagian tertutup oleh adesi yang disebabkan oleh perdarahan awal. Pada
kasus-kasus tersebut, manifestasi klinis dan perjalanan perdarahan ulang aneurismal adalah
18
DAFTAR PUSTAKA
19
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
II. Alloanamnesis
Seorang pasien laki-laki umur 33 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang
- Penurunan kesadaran sejak1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini terjadi
tiba-tiba saat sedang aktivitas. Awalnya pasien sering gelisah dan meracau, dua hari
kemudian pasien lebih banyak tidur, namun masih menyahut dan membuka mata
- Keluhan diawali dengan nyeri kepala hebat yang dirasakan berdenyut diseluruh
- Nyeri tersebut semakin bertambah dan tidak berkurang dengan obat anti nyeri
biasanya.
- Keluhan pasien juga disertai dengan mual dan muntah sebanyak 2 kali berisi apa
yang dimakan.
20
- Tidak tampak adanya kelemahan anggota gerak.
- Kejang 1 kali di IGD M. Djamil, kaku pada seluruh tubuh 1 menit mata melirik ke
atas, lidah tidak tergigit, mulut tidak berbuih dan tidak mengompol
- Demam (-)
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
a. Umum
21
Frekuensi nadi : 83 x / menit
Suhu : 37,8º C
b. Status Internus
Thorak
Paru
Perkusi : sonor
Jantung
Abdomen
22
Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Korpus vertebrae
c. Status Neurologis
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, refleks kornea +/+, dolls eye
manuver (+)
N. I (Olfaktorius)
N. II (Optikus)
23
Penglihatan Kanan Kiri
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Ptosis - -
Pupil
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
24
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Sensorik
Divisi oftalmika
Divisi maksila
25
Divisi mandibula
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
26
Schwabach tes Tidak diperiksa
- Memanjang
- Memendek
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
27
Menoleh ke kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
1. Pemeriksaan koordinasi
Rebound Tidak dapat dinilai Tes jari jari Tidak dapat dinilai
phenomen
Test tumit lutut Tidak dapat dinilai Tes hidung jari Tidak dapat dinilai
28
Duduk
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
3. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensiblitas termis
Stereognosis
Pengenalan 2 titik
Pengenalan rabaan
4. Sistem refleks
29
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masetter APR ++ ++
Atas Cremaster
Tengah Sfingter
Bawah
Lengan
Tromner
5. Fungsi otonom
- Defekasi : Baik
6. Fungsi luhur
30
Kesadaran Somnolen Tanda dementia -
Reflek memegang -
Reflek palmomental -
IV. Laboratorium
Darah :
Hb : 14,0 gr%
Ht : 38%
Leukosit : 16.780/mm
Trombosit : 248.000/mm 3
Ureum : 19 mg%
31
V. Pemeriksaan Ajuran
2. Brain CT – Scan
Kesan: tampak lesi ditalamus dextra dan tampak pula lesi hiperdens yang
menigisi ruang intersula midline shift (-) sulci menyempit differensiasi menyebar.
VI. Diagnosis :
32
Diagnosis Etiologi : Ruptur aneurisma
VII. Prognosis :
VIII. Terapi :
Umum
O2 4 L/ menit
Kateter
Khusus
HLP 3 x 10 mg (IV)
Ca Glukones 3 x 1 ampul
33
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki, usia 33 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang
dengan diagnosis klinis penurunan kesadaran + perdarahan subaraknoid fisher grade III,
Berdasarkan anamnesis didapatkan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS. Hal ini
terjadi berangsur-angsur, awalnya pasien tampak sering mengantuk, dua hari kemudian
pasien tidak menyahut dan tidak membuka mata saat dipanggil oleh keluarga. Keluhan ini
diawali dengan nyeri kepala hebat yang dirasakan berdenyut diseluruh bagian kepala,
sehingga pasien tampak gelisah dan meracau. Perdarahan subaraknoid ditandai dengan
gejala-gejala seperti sakit kepala parah luar biasa dengan serangan tiba-tiba dan dapat meluas.
Sakit kepala yang terjadi disertai dengan fotofobia dan keadaan kesadaran yang berubah,
Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan GCS 11, tidak ada tanda rangsangan
meningeal, tidak ada tanda peningkatan tekanan intrakranial, pupil isokor dengan diameter 3
mm/3mm, refleks cahaya (+/+), refleks kornea (+/+), doll’s eye manuver (+). Pemeriksaan
sensorik didapatkan respon positif terhadap rangsangan nyeri. Pada pemeriksaan otonom
inhibited bladder sukar dinilai, serta pada pemeriksaan motorik refleks fisiologis normal,
Hasil pemeriksaan Ct scan pada pasien ini tampak lesi ditalamus dextra dan tampak
pula lesi hiperdens yang menigisi ruang intersula midline shift (-) sulci menyempit
differensiasi menyebar.
34
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Tramadol 1 ampul 8 j/kolf merupakan
analgetik diberikan pada pasien untuk mengurasi sakit kepala pasien, Manitol 20% inisial 300
(IV) merupakan obat anti psikosis diberikan untuk mengurangi gelisah pada pasien, Asam
tromsis, Citicolin 2 x 250 g (IV) merupakan neuroprotektif diberikan agar tidak terjadi
perluasan iskemik yang telah terjadi , Drip KCl 2 fls diberikan untuk meningkatkan kalium,
Ca Glukones 3 x 1 ampul diberikan untuk meningkatkan kadar kalsiem darah pasien, PCT 4 x
750 gr (PO) merupakan antipiuretik diberikan unyuk mrnurunkan suhu pasien, KSR 2 x 600
35
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
tahun
5. Grading pada perdaran subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess grade 1-4
6. Gejala klinis yang biasa dikeluhkan pasien diantaranya sakit kepala hebat,
disertai dengan keadaan kesadaran yang berubah dan fotofobia, defisit fokal
angiografi.
perdarahan berulang
36
10. Prognosis berdasarkan system Ogilvy dan carter serta tergantung lokasi dan
37