You are on page 1of 12

REVIEW JURNAL SKRIPSI DAN JURNAL

OLEH:

M.RIYO.FEBRIAN.N

1327041002

PTP.A

PENDIDIKA TEKNOLOGI PERANIAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2016
REVIEW SKRIPSI (1)

Judul Pengaruh Kadar Air Terhadap Tekstur Dan Warna Keripik


Pisang Kepok (Musa parasidiaca formatypica)
Tahun 2012
Penulis ANNISA RISDIANIKA PUTRI
Stambuk G 621 08 291

Program Studi KETEKNIKAN PERTANIAN

Tanggal Agustus 2012

Latar Belakang Produksi pisang Asia berasal dari indonesia. Sulawesi Selatan
adalah pulau diluar Jawa penghasil pisang terbesar yaitu
183.853 ton (Suyanti dan Supriyadi, 2008). Melimpahnya
pisang di Indonesia menjadikan buah ini memiliki nilai
ekonomis rendah. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari
buah pisang dapat dibuat berbagai macam produk
olahan.Pisang Kepok (Musa paradisiaca formatypica)
merupakan jenis pisang yang baik di konsumsi setelah
diolah,salah satunya menjadi keripik. Keripik pisang
merupakan salah satu diversifikasi hasil olahan pisang kepok.
Tekstur atau kerenyahan keripik merupakan unsur utama
penilaian konsumen. Keripik pisang yang baik, jika digigit
akan renyah, tidak keras, tidak lembek dan tidak mudah
hancur. Selain itu unsur penampilan warna
makanan juga menjadi parameter kualitas penilaian oleh
konsumen. Sistem Pengukuran yang akurat, dan rinci
merupakan cara dalam meningkatkan kontrol kualitas (Leon
et al., 2005). Proses pengeringan yang dilakukan selama
pembuatan keripik pisang ini mengakibatkan perubahan
warna. Perubahan warna yang terjadi selama proses
pengolahan keripik pisang merupakan hal yang seminimal
mungkin untuk dihindari karena akan mempengaruhi kualitas
keripik yang dihasilkan. Pemanasan selama proses blansing
menyebabkan bahan menjadi lebih lunak, layu dan secara
organoleptik bahan lebih baik. Perendaman dalam larutan
sulfit, vitamin C, asam sitrat, garam dan hidrogen peroksida
terutama ditujukan untuk memperbaiki atau mengurangi
terjadinya pencoklatan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian
mengenai perubahan tekstur dan warna yang terjadi selama
pengolahan terhadap kandungan air pada pisang kepok yang
dapat dijadikan sebagai kualitas kontrol pada pengolahan
keripik pisang.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan
kekerasan (tekstur) dan warna keripik pisang yang terjadi
selama pengeringan terkait perlakuan pada pisang kepok
(Musa paradisiaca formatypica).
Tinjauan Pustaka A. Pisang
Pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok
karena mangandung karbohidrat yang tinggi, sehingga
dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu.
Untuk keperluan tersebut, digunakan buah pisang mentah
yang kemudian diolah menjadi berbagai produk, baik
melalui pembuatan gaplek dan tepungnya maupun olahan
langsung dari buahnya seperti sale pisang, dodol pisang,
sari buah pisang dan juga keripik pisang (Sulusi et
al.,2008).
B. Keripik Pisang
Keripik Pisang merupakan produk makanan ringan dibuat
dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa
bahan tambahan makanan yang diizinkan. Bahan baku
dalam pembuatan keripik pisang adalah pisang
mentah. Pisang yang dipilih adalah pisang yang sudah tua
dan masih mentah sehingga mudah diiris-iris / dirajang
tipis-tipis (Anonim, 2009).
C. Pengering
Pengeringan bahan pangan dengan matahari
dapat menghasilkan bahan pangan dengan kepekatan yang
tinggi dan dengan kualitas yang lebih tahan (Desrosier,
1988).
D. Browning
Browning (pencoklatan) banyak terjadi misalnya jika
makanan mengalami perlakuan mekanis. Biasanya
mengakibatkan perubahan penampilan (appearance),
flavor dan nilai gizi, tapi bisa juga merupakan hal yang
dikehendaki, seperti pada kopi, roti bakar.
E. Blanching
Blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang
tidak diinginkan yang mungkin dapat mengubah
warna, tekstur, cita rasa maupun nilai gizi selama
penyimpanannya (Ishak dan Sarinah, 1985).
F. Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanan dengan mengetahui
komposisi bahan tersebut dimaksudkan untuk dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu
pengolahan seperti pengawet, pewarna dan pengeras
(Cahyadi, 2008).
G. Penggorengan
Proses penggorengan adalah proses untuk memasak bahan
pangan menggunakan lemak atau minyak dalam ketel
penggorengan (Ketaren, 1986 dalam Mailangkay (2002)).
H. Kadar Air
Kadar air menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam
bahan. Dua basis yang digunakan untuk menunjukkan
kandungan air dalam bahan adalah kadar air basis basah
(MCwb) dan kadar air basis kering MCdb).
I. Tekstur
Terdapat tiga golongan ciri tekstur, yaitu ciri
mekanis, geometris dan ciri lain yang berkaitan terutama
dengan air dan lemak (Deman, 1997).
J. Warna
Warna adalah spektrum cahaya yang dipantulkan oleh
benda yang kemudian ditangkap oleh indra penglihatan
kita (yakni mata) lalu diterjemahkan oleh otak sebagai
sebuah warna tertentu. Warna yang diterima jika mata
memandang objek yang disinari berkaitan
dengan tiga faktor (Anonim, 2007).
Hasil dan A. Tekstur
Pembahasan Pengukuran tekstur pada keripik pisang di lakukan dengan
menggunakan uji tekanan (compression test), dengan
menggunakan alat teksture analyser.Pada masing-masing
perlakuan diketahui bahwa pada keripik yang direndam
dengan air kapur memiliki kekerasan yang lebih rendah
dibandingkan dengan keripik yang tidak
direndam dengan air kapur. Dari keseluruhan perlakuan
keripik pisang yang direndam dengan air
panas memiliki nilai kekerasan yang paling rendah
dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan air
panas dapat melunakkan jaringan tumbuhan.
Sehingga keripik yang diberi perlakuan perendaman air
panas menjadi lebih lunak.
Dari hasil uji analisis dengan Rancangan Acak Kelompok
menunjukkan bahwa pengaruh kadar air memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap
tekstur keripik pisang. Hal ini di tunjukkan dengan nilai
sig (0,000) < (α). Demikian dengan perlakuan yang
diberikan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tekstur keripik pisang yang ditunjukkan dengan
nilai sig (0,015) < (α). Pada keripik pisang setelah
dilakukan penggorengan pengaruh kadar
air terhadap tekstur keripik pisang signifikan dengan
ditunjukkan dengan nilai sig. (0,001 ) < (α). Setelah
dilakukan penggorengan pengaruh perlakuan
terhadap tekstur menjadi kecil / pengaruhnya kecil nilai
sig.(0,176) > (α).
B. Perubahan Warna
Proses penggorengan menyebabkan perubahan warna
terjadi secara non enzimatis.Perubahan warna keripik
pisang terjadi secara signifikan dari awal hingga setelah
penggorengan. Perubahan warna pada perlakuan
perendaman dengan Natrium Metabisulfit. Untuk kadar air
8% setelah digoreng nilai ∆H* adalah 3,42, kadar air 6%
nilai ∆H* adalah 5,98 dan kadar air 4% nilai ∆H* adalah
4,63. Pada perlakuan perendaman dengan
air panas nilai ∆H* pada kadar air 8% adalah 2,02, pada
kadar air 6% nilai ∆H* adalah 4,88 dan pada kadar air 4%
nilai ∆H* yang dihasilkan adalah 6,34. Sedangkan nilai
∆H* pada keripik tanpa diberi perlakuan apapun, ∆H*
setelah digoreng pada kadar air 8% adalah 5,42, pada
kadar air 6% nilai ∆H* adalah 4,04 dan pada kadar air 4%
nilai ∆H* yang dihasilkan adalah 4,41 . Dapat
disimpulkan bahwa semakin rendah kadar air maka ∆H*
semakin tinggi yang menunjukka perubahan warna.

RIVIEW SKRIPSI (2)

Judul Inovasi Pengolahan Keripik Sukun Menggunakan Teknik


Fermentasi
Tahun 2012
Penulis ISTIQOMAH RIZKI MAHARI
Stambuk 5401408076

Program Studi TEKNOLOGI JASA DAN PRODUKSI

Tanggal Agustus 2012

Latar Belakang Buah sukun memiliki potensi besar untuk diolah,


dimanfaatkan dan dikembangkan lebih lanjut menjadi produk
– produk bernilai tambah ekonomi tinggi. Tidak saja sebagai
sumber pangan pokok ataupun alternatif, namunjuga bisa
diolah lebih lanjut menjadi produk – produk pangan yang
merupakan hasil olahan langsung dari buah sukun segar
seperti keripik sukun, apem sukun, bolu sukun, getuk sukun,
kroket sukun dan prol sukun (Yoyok Widoyoko,
2010: 125). Keripik sukun adalah produk makanan ringan,
dibuat dari irisan daging buah sukun (artocarpus altilis) segar
dan digoreng dengan atau tanpa bahan tambahan makanan
yang diizinkan (SNI 01-4279-1996). Dalam pembuatan
keripik dengan menggunakan perendaman air kapur, terdapat
beberapa kelemahan yakni pada warna , tekstur, kualitas
minyak goreng yang digunakan saat setelah penggorengan
serta efisiensi waktu. Namun penilitian pendahaulan
sebelumya yang menggunakan nira siwalan menunjukkan
semakin lama perendaman maka semakin baik tekstur yang
dihasilkan. Namun peneliti belum menemukna waktu yang
optimum. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui waktu
perendaman yang tepat untuk menghasilkan keripik sukun
yang baik dari segi rasa, tekstur dan aroma.
Tinjauan Pustaka A. Tinjuan Tentang Keripik Sukun
Keripik sukun merupakan salah satu produk makanan
awetan yang disukai oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Selain warnanya yang menarik, rasanya yang
gurih dan khas sukun juga menjadi daya tarik
tersendiri bagi masyarakat. Namun, berdasarkan hasil
survey keripik sukun dipasaran, peneliti menemukan
bahwa tekstur keripik sukun cenderung
keras dan kurang renyah

B. Proses Pembuatan Kripik Sukun


Tahapan pembuatan keripik sukun,diawali dengan
penyediaan bahan hingga bumbu dalam pembuatan
selanjutnya pelaksanaanya,di mana dilakukan proses
pencampuran bumbu dan penggorengan. Tahap akhir
penyelesaian yang terdiri dari penirisan dan pengemasan.
C. Kelemahan da keunggulan keripik sukun
Keripik sukun yang digoreng dengan cara tradisional
(biasa) memiliki beberapa kelemahan mencakup tekstur,
efisiensi waktu penggorengan dan kualitas minyak goreng
yang digunakan. Namun keunggulan dalam sukun yakni
pengolahan yang muda, warna yang baik dan disukai oleh
sebagian besarf masyarakat.
Hasil dan 1. Analisis Calon Rekrutmen
Pembahasan Perekrutan calon panelis terdiri dari tiga tahap. Yakni
validasi internal, validasi internal dan realibilitas calon
panelis.
2. Analisa Hasil Inovasi Pengolahan Keripik Sukun
Menggunakan Teknik Fermentasi
Lama fermentasi yang berbeda pada rentang waktu 9
sampai dengan 21 hari memiliki kemampuan yang relatif
sama untuk memperoleh tekstur keripik
sukun yang tidak keras. Menurut perhitungan anava dua
jalur pada aspektekstur kerenyahan, keempukan dan
kegetasan menunjukkan bahwa tidakadanya perbedaan
tekstur keripik sukun pada lama fermentasi 9, 12, 15,
18dan 21 hari. Lama fermentasi yang efektif untuk
memperoleh keripik sukun yang tidak keras adalah 9 hari.
3. Pembahasan tentang pH yang efektif untuk memperoleh
tekstur keripik sukun yang tidak keras.
PH yang bervariasi memiliki kemampuan yang berbeda
untuk memperoleh tekstur keripik sukun yang tidak keras.
Menurut perhitungan anava dua jalur pada aspek tekstur
kerenyahan menunjukkan bahwa ada perbedaan tekstur
kerenyahan keripik sukun antara pH 3, 4 dan 5. PH yang
efektif untuk memperoleh keripik sukun yang tidak keras
adalah pH 3
4. Pembahasan tentang kualitas inderawi keripik sukun hasil
eksperimen terbaik.
Ada perbedaan kualitas inderawi antara keripik sukun
kontrol dengan keripik sukun eksperimen. Adapun
kualitas inderawi yang terbaik antara keripik
sukun kontrol dengan keripik sukun eksperimen adalah
keripik sukun eksperimen. Pada keripik sukun
eksperimen, kualitas inderawi yang terbaik
adalah sampel 142 (keripik sukun dengan lama fermentasi
9 hari pH 3)
5. Pembahasan tentang kandungan air, abu, protein, lemak
dan karbohidrat pada keripik sukun hasil eksperimen
terbaik
Keripik sukun hasil eksperimen terbaik mempunyai
kandungan air sebesar1,16 % (b/b), abu sebesar 4,13 %
(b/b), protein sebesar 3,43 % (b/b), lemaksebesar 32,15 %
(b/b) dan karbohidrat sebesar 59,11 % (b/b).

REVIEW JURNAL

Judul Pemodelan Matematik Perubahan Parameter Mutu


Kerupuk Selama Penggorengan Denga Pasir
Jurnal K. Teknol dan Industri Pangan
Volume & Halaman XXII No.1 /17-25
Tahun 2011
Penulis Siswantoro, Budi Raharjo, Nursigit Bintoro, Pudji Hastuti
Tanggal 07 Juni 2011

Latar Belakang Penggorengan merupakan salah satu proses pemasakan yang


secara umum menggunakan minnyak goreng sebagaoi
medium penghantar panas. Penggorengan makanan khussnya
erpati dalam sebuah penelitian mengugnhkapkan bahwa
terjadi penyerapan minyak hingga 15%. Salah satu dampak
negatif mengkonsumsi minyak dan lemak jenuh yakni,
naiknya potensi kanker, jantung koroner,kanker, diabetes dan
tekanan darah tinggi. Fenomena tersebut melandasi peneliti
untuk penggunaan media pasir sebagai media pengahantar
panas. Dalam proses penggorengan. Keuntungan dari
penggunaan pasir sebagai media penghantar panas yakni,
produk tidak mengandung minyak sehingga tidak mudah
tengik. Penggunaan pasir dalam proses penggorengan sudah
dikenal sejak lama di Indonesia namun pengambaran
fenomena dalam proses tersebut belum banyak yang
mengungkapkan. Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini
yakni mengembangkan model matematik, perubahan
parameter mutu kerupuk dan mengukur tingkat kerenyahan.
Metodologi A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi,kerupuk mentah, pasir sungai dan pasir kali.
Peralatan yang digunkan dalcm penelitian ini yakni alat
ukur suhu,Plat aluminium, alat ukur tegangan regangan,
alat analisis laboratorium dan alat penggorengan kerupuk.
Metode yang digunakan meliputi pengukuran, dan uji
indrawi tingkat kerenyahan kerupuk goreng pasir.

Hasil dan
Pembahasan A. Kofesian Tingkat Panas (h)
Hasil pengukuran menunjukkan makin kecil diameterpasir
maka memiliki nilai h makin besar, dan pasir besi
mempunyai nilai h lebih besar dibanding pasir sungai.
Pengukuran bukan hanya pada saat transfer pansnya saja
akn tetapi pasir yang melekat pada kerupuk yang di
goreng juga menjadi acuan dalam penamtan ini . Hasil
peneltian menunjukkan bahwa pasir dengan diameter ≤
0,05 mm kurang baik di gunakan dalam penggorengan
kerupuk dikarenakan sebagain pasir masih menempel di
kerupuk goreng.
B. Uji inderawi tingkat kerenyahan
Kerenyahan secara kuantitatif dipengaruhi oleh nilai
tegangan dan regangan. Kerupuk yang mempunyai nilai
tegangan besar dapat dikatan kerupuk tersebut
keras,sedangkan kerupuk yang nilai regangannya besar
dapat juga di kategorikan bersifat alot.
C. Perubahan Kadar Air
Hasil analisa menunjukkan bahwa makin tinggi suhu
maka laju penguapan air juga makin cepat. Pada laju
penguapan kadar air nol di capai apabila kadat air kerupuk
sama dengan kadar air pasir sebagai media penghantar
panas.
D. Perubahan Volume
Volume kerupuk mengembang seiring dengan adanya
desakan pengeluaran uap air dari dalam bahan ke luar
bahan. Perubahan volume paling signifikan terjadi pada
rentang waktu 20-30 detik dibanding 50 dan 70 detik.
Hasil prediksi dengan menggunakan model matematik
menunjukkan bahwa mempunyai tingakat kesalahn rata-
rata prediksi 2,76% dengan stndar deviasi 4,35%
E. Tegangan dan Regangan

You might also like