Professional Documents
Culture Documents
B. Zaman Romawi
Pada zaman Romawi telah berkembang pemikiran dan aturan yang berkaitan
dengan laut. Namun pada dasarnya hanya ada 2 pendapat yang berkembang pada masa itu.
1. Res Communis Omnium
Laut adalah milik semua orang, jadi laut adalah milik masyarakat internasional.
Laut adalah milik bersama, sehingga Negara-negara bebas untuk mempergunakannya. Hal
ini berarti laut berada di bawah kedaulatan bersama, diatur melalui pengelolaan bersama,
merupakan domain public internasional dan berkaitan dengan kepentingan bersama
masyarakat internasional.
Stolberg, 1489 – Mühlhausen, 27 maggio
1525
― Thomas Müntzer
2. Res Nullius
Laut merupakan suatu benda atau tempat yang tidak ada pemiliknya, laut bisa
diklaim oleh siapapun juga. Di laut berlaku “first come first serve” mereka yang datang
lebih dahulu maka merekalah yang berhak menguasai wilayah tersebut.
B. Abad Pertengahan
Setelah runtuhnya kekaisaran Romawi, muncul klaim sepihak dari Negara–negara
di sekitar Laut Tengah tentang hukum laut.
1. Teori Bartolus dan Baldus
a. Bartolus
Laut dibagi menjadi dua yaitu laut yang berada di bawah kekuasaan
kedaulatan negara pantai dan laut yang bebas dari kekuasaan dan kedaulatan
siapapun.
b. Baldus
Terdapat tiga konsepsi , yaitu :
Pemilikan laut
Pemakaian laut;
Yurisdiksi dan wewenang atas laut untuk perlindungan kepentingan di laut.
2. Pada tahun 1943, Inter Caetera dari Paus Alexander II yang membagi lautan
menjadi dua yakni :
Lautan Atlantik yang berada di bawah kekuasaan Spanyol
Laut Pasifik yang berada di bawah kekuasaan Portugis.
3. Dalam perkembangannya terjadi “Battle of Books” dimana para sarjana
berargumen melalui buku. Para sarjana berargumen bahwa laut merupakan Mare
Liberum vs Mare Clausum.
a. Mare Liberum
Mare Liberum dikemukakan oleh Hugo Grotius. Doktrin Grotius dalam
De Yure Praedae (1868) tentang prinsip kebebasan berlayar di laut yang
berkaitan dengan konsep Freedom of The Sea. Dalam konsep Mare Liberum
dikatakan bahwa:
Laut bersifat terbuka;
Laut tidak dapat dimiliki (res extra commercium);
Falsafah hukum alam bahwa laut itu bebas dan dapat digunakan oleh
siapapun juga.
b. Mare Clausum
Mare Clausum dikemukakan oleh John Selden pada tahun 1635. Teori ini
dikemukakan pada abad XVII oleh Inggris untuk menentang teori yang telah
dikemukakan oleh Grotius. Selden mengemukakan bahwa selama laut dikuasai
oleh suatu negara tertentu, maka negara tersebut mempunyai kekuasaan atas laut
tersebut.
Teori ini dikembangkan oleh Pontanus yang mengemukakan bahwa :
- Kedaulatan suatu Negara (souvereignty) atas laut mencakup di
dalamnya wewenang untuk melarang pihak ketiga, tidak lagi dikaitkan
dengan dominium atas laut
- Laut yang berdekatan dengan daratan yang bisa menjadi kedaulatan
negara pantai, selebihnya adalah laut bebas.
Teori Mare Clausum kembali dikembangkan oleh Cornelis van
Bynkershoek yang menyatakan terrae protestas finitur ubi finitur armorum
vis atau lebih dikenal dengan teori tembakan meriam, yang menyebutkan
bahwa lebar laut territorial suatu negara adalah sejauh 3 mil laut. Alasannya
karena 3 mil laut adalah jarak yang paling jauh yang bisa ditempuh oleh
tembakan meriam.
C. Zaman Modern
Pada zaman modern, hukum laut internasional mengalami perkembangan yang
sangat luar biasa. Perkembangan hukum laut internasional pada masa ini lebih banyak
melibatkan Negara-negara di dunia melalui konferensi sebagai pemikir dan pembuat
aturan-aturan dalam perumusan hukum laut.
1. Den Haag Convention 1930
Salah satu masalah Hukum Internasional yang dibicarakan dalam konferensi ini
adalah perairan teritorial (territorial water). Walaupun di dalam konferensi ini
belum diperoleh kesepakatan mengenai lebar laut territorial (laut wilayah), Namun
demikian, sudah ada rekaman hukum atau kejadian di dalam praktek bernegara
mengenai batasan wilayah laut,.
Konferensi Internasional utama yang membahas masalah laut teritorial ialah
“codificationconference” (13 Maret – 12 April 1930) di Den Haag, di bawah
naungan Liga Bangsa Bangsa, dan dihadiri delegasi dari 47 negara. Konferensi ini
tidak mencapai kata sepakat tentang batas luar dari laut teritorial dan hak
menangkap ikan dari negara-negara pantai pada zona tambahan. Ada yang
menginginkan lebar laut teritorial 3 mil (20 negara), 6 mil (12 negara), dan4 mil.
Konferensi ini menetapkan :
1. Wilayah negara yang meliputi jalur laut disebut Laut Teritorial. Wilayah
negara pantai meliputi ruang udara di atas laut territorial, dasar laut dan tanah
dibawahnya yang dikenal dengan istilah tiga demensi laut teritorial. Khusus
batasan ruang udara, dikenal teori gravitasi, yaitu benda yang masih jatuh ke
bawah, masih masuk ke dalam wilayah ruang udara/angkasa negara tersebut.
2. Hak Lintas Damai, pada prinsipnya kapal asing boleh masuk, melintas
wilayah laut asal tidak membuang jangkar, mencemarkan lingkungan,
menyelundup, dan lain-lain yang dapat menimbulkan keadaan tidak damai
(the right of innoucense)
3. Yurisdiksi criminal dan sipil atas kapal-kapal asing
4. Pengejaran seketika (hot porsuit) bila melanggar Sesudah Perang Dunia
Kedua (tahun 1945).
2. Truman Proclamation 28 September 1945
Latar belakang yang mendasari keluarnya Proklamasi Truman adalah:
a. Banyaknya Negara yang merdeka atau menyatakan merdeka;
b. Kemajuan teknologi;
c. Banyak Negara yang menyadari laut sebagai sumber daya alam yang
potensial.
Pada pokoknya proklamasi ini melontarkan pengertian baru tentang rezim
Continental Shelf (Landas Kontinen). Menurut Truman, landas kontinen
merupakan suatu kelanjutan alamiah dari wilayah daratan dengan tujuan
mengamankan dan mencadangkan sumber kekayaan alam serta penguasaan atas
sumber daya alam di bawahnya tanpa adanya effective occupation.
Isi dari proklamasi Truman adalah sebagai berikut:
a. Perlu pencarian Sumber Daya Alam baru dari minyak bumi dan mineral
lain untuk kebutuhan jangka panjang.
b. Perlu adanya eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam yang
terdapat di seabed dan subsoil landas kontinen Negara Amerika Serikat
dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Landas kontinen Amerika Serikat merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah
daratan sehingga usaha untuk mengolah kekayaan alamnya memerlukan kerjasama
dan perlindungan dengan Negara pantai yang berbatasan.
3. Geneva Convention 1958 (UNCLOS I)
Konvensi Geneva tentang hukum laut menghasilkan 4 (empat) konvensi antara
lain :
a. Convention on the Territorial Sea and Contigous Zone 10 September 1964
(Konvensi mengenai Laut Teritorial dan Zona Tambahan);
b. Convention on the High Seas 30 Septembern1962 (Konvensi mengenai Laut
Bebas)
c. Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the
High Seas 20 Maret 1966 (Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan
Kekayaan Hayati Laut Lepas);
d. Convention on the Continental Shelf 10 Juli 1964 (Konvensi mengenai
Landas Kontinen)
4. Geneva Convention 1960 (UNCLOS II)
Pada konferensi ini membahas masalah yang belum terselesaikan pada
konferensi UNCLOS I, misalnya tentang pendefinisian landas kontinen yang jelas
dan pasti. Konferensi ini dianggap gagal karena tidak menghasilkan keputusan
yang berarti bagi perkembangan hukum laut internasional.
5. United Nations Seabed Committee 18 Desember 1967 (Komisi PBB
mengenai Seabed)
6. Declarations of Principles (1970)
Common Heritage of Mankind : laut, dasar samudra dan kekayaan alam
digunakan untuk kemakmuran umat manusia;
Non Appropriation : laut lepas tidak dapat dimiliki oleh siapapun juga dan
tidak dapat dimasukkan ke dalam kedaulatan Negara manapun;
Non in Compatibility : pelaksanaan hak di wilayah tersebut harus
disesuaikan dengan ketentuan deklarasi dan peraturan internasional yang
akan ditentukan kemudian;
International Regime : Rezim yang diberlakukan di wilayah laut di luar
yurisdiksi Negara yaitu dasar laut yang paling dalam (AREA). AREA adalah
suatu perairan yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, tidak ada hak
milik dan kedaulatan yang ada disitu. AREA tidak bisa diklaim oleh negara
manapun dan diperuntukkan bagi seluruh umat manusia.
7. United Nations Convention on the Law of the Sea III (UNCLOS III) 10
Desember 1982, Montego Bay, Jamaica.
Pada konferensi UNCLOS 1982 ini menghasilkan beberapa konvensi. Rezim
hukum laut menurut UNCLOS 1982 adalah:
a. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
Perairan pedalaman mengandung pengertian, yaitu:
Laut yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal.
Laut yang terletak pada sisi darat dari garis penutup teluk.
b. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters)
Perairan kepulauan adalah perairan yang terletak pada sisi darat dari
garis pangkal lurus kepulauan dan menhubungkan pulau-pulau dari suatu
Negara Kepulauan.
c. Laut Wilayah (Territorial Sea)
Laut teritorial adalah laut yang terletak pada sisi luar (sisi laut) dari
garis pangkal dengan lebar maksimum 12 mil laut. Menurut sistem hukum
laut internasional, permukaan laut secara horizontal dibagi atas beberapa
zona dan yang paling dekat dengan pantai dinamakan Laut Wilayah.
d. Zona Tambahan (Contigous Zone)
Zona tambahan merupakan “zona transisi” antara laut wilayah dan laut
bebas. Zona tambahan berfungsi untuk mengurangi kontras antara laut
wilayah yang rezimnya “tunduk seluruhnya” pada kedaulatan negara pantai
dan laut lepas yang rezimnya “kebebasan”. Zona tambahan merupakan
wewenang negara pantai (pasal 33 UNCLOS).
e. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah bagian dari laut lepas yang berbatasan
dengan laut teritorial sampai dengan jarak 200 mil laut dari garis pangkal.
Zona Ekonomi Eksklusif merupakan manifestasi dari usaha Negara-negara
untuk melakukan pengawasan dan penguasaan terhadap segala macam
sumber kekayaan yang terdapat di zona laut yang terletak di luar dan
berbatasan dengan laut wilayahnya.
f. Landas Kontinen (Continental Self)
Landas kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya (sea-bed an
subsoil) yang berbatasan dengan daerah dasar laut di bawah laut teritorial
sampai dengan minimal 200 mil laut; maksimal 350 mil laut dari garis
pangkal atau tidak lebih dari 100 mil laut dari batas kedalaman (isobath)
2500 meter.
g. Laut Lepas (High Seas)
Permukaan laut dibagi beberapa zona dan yang paling jauh dari pantai
dinamakan laut lepas. Laut lepas merupakan semua bagian dari laut yagn
tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut territorial atau
dalam perairan pedalaman suatu Negara, atau dalam perairan kepulauan
suatu Negara kepulauan. Prinsip kebebasan di laut lepas berarti laut lepas
dapat digunakan oleh Negara manapun, baik Negara berpantai ataupun
tidak, dengan syarat harus mematuhi ketentuan –ketentuan konvensi.
h. Dasar Laut Dalam/kawasan (Area/Deep Sea Bed)
AREA adalah suatu perairan yang diperuntukkan bagi seluruh umat
manusia, tidak ada hak milik dan kedaulatan yang ada disitu. AREA tidak
bisa diklaim oleh Negara manapun dan diperuntukkan bagi seluruh umat
manusia.
Pada tanggal 16 November 1994, UNCLOS 1982 mulai berlaku efektif
sejak diratifikasi oleh Guyana. Guyana merupakan Negara peserta ke 60
pada konferensi UNCLOS 1982. Guyana meratifikasi hukum lautnya
berdasarkan hukum laut yang diatur pada UNCLOS 1982 mulai tanggal 16
November 1993.
1. Zaman Kolonial
Pada zaman Hindia Belanda, berlaku suatu peraturan yang disebut Ordonansi laut
teritorial, serta lingkungan maritim Indonesia (Territoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonnantie atau disingkat menjadi TZMKO) yang berlaku sejak tahun 1939.
Berdasarkan ordonansi ini, setiap pulau baik pulau yang berukuran besar maupun pulau
yang berukuran kecil di dalam lingkungan wilayah Hindia Belanda mempunyai laut
teritorial sendiri-sendiri.
Laut territorial Hindia Belanda atau laut teritorial Indonesia adalah jalur laut yang
membentang ke arah laut sampai jarak 3 mil laut yang diukur dari garis air rendah pada
setiap pulau atau bagian pulau yang merupakan wilayah daratan Indonesia. Dengan
demikian wilayah perairan Indo-nesia meliputi jalur-jalur laut yang mengelilingi setiap
pulau atau bagian pulau Indonesia yang lebarnya hanya 3 mil laut (Mochtar
Kusumaatmadja:187)
Karena masing-masing pulau ataupun bagian pulau mempunyai laut teritorial
sendiri-sendiri dengan lebar hanya sejauh 3 mil laut terhitung dari garis air rendah pada
setiap pulau atau bagian pulau, maka hal ini mengakibatkan terbentuknya ruangan-
ruangan dan kantung-kantung laut bebas atau perairan internasional antara satu pulau
atau bagian pulau dengan pulau lain atau bagian pulau lainnya, sehingga membawa
dampak yang sangat negatif dan merugikan bagi kedaulatan serta keutuhan teritorial
Indonesia.